SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 16
Pembudayaan Jiwa Kooperatif
Antara Cita dan Fakta
di Indonesia1
Makalah untuk Lomba Karya Tulis Perkoperasian
Oleh:
Daru Indriyo
1
Makalah diajukan kepada Panitia Lomba Karya Tulis Perkoperasian, Kantor Meneg. Kop UKM, 2002.
1
BAB I
A. Koperasi Sebagai Lembaga Bagai Kapal Temaram
Kooperatif secara harfiah co (bersama) dan operative (bekerja) yang berarti bekerja sama antara individu satu
dengan individu yang lain dalam sebuah komunitas manusia. Dalam Hasan (2002) koperasi ialah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan
penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Koperasi
dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi,
bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi
yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha (multipurpose), misalnya
pembelian dan penjualan.2
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi.
Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu
menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Perkoperasian di Indonesia diatur dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, dan bertujuan memajukan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.3
Makna terminologi kooperatif ini menjadi bias ditujukan pada koperasi sebagai lembaga/institusi.
Padahal yang lebih ditekankan itu makna kooperatif yang cukup fleksibel dan luas bukan ”stempel” nama
koperasinya. Sehingga kooperatif sebagai nilai dan roh seolah-olah hanya lazim dipakai dalam bidang
ekonomi saja yang layak berstempel kerja sama. Bidang sosial, politik, budaya, seni, sastra, agama,
pendidikan, pertahanan dan keamanan, dalam konteks tersebut, mungkin dianggap tidak berhak punya istilah
kerja sama. Apakah reduksi makna ini juga mereduksi roh dan kinerja koperasi sebagai lembaga?
Bagaimana tidak mengurangi makna jika koperasi sebagai kapal yang mempunyai kekuatan dan
muatan besar itu, hanya dilihat sebagai speed boat? Dua hal yang tentu sangat berbeda. Koperatif sebagai
”roh” diharapkan mampu mewarnai sistem perekonomian sebuah bangsa atau negara, sehingga kapal ini
diharapkan dapat membawa masyarakat menuju aktualisasi potensi diri (leadership) dan pengembangan
kewirausahaan (entrepreneurship) secara sinergis dan harmonis. Tapi jika dilihat sebagai speed boat yang
hanya disiapkan untuk rekreasi, memancing atau menyusur pantai maka koperasi ini tidak akan dapat bertahan
lama dalam percaturan dunia usaha dan hanya sebagai pelengkap-penderita di tengah raksasa titanik budaya
konglomerasi Indonesia maupun korporasi multinasional dunia.
Dalam lautan ekonomi global, koperasi bagai kapal temaram apakah siap berlayar mengarungi
samudera perdagangan bebas, ombak kompetisi kualitas produk dan badai informasi elektronik, meski hanya
bermodalkan roh kerja sama, dayung loyalitas anggota dan meriam mitos usaha. Atau rela tersingkir terhadap
perusahaan manufaktur multinasional, kalah oleh dominasi monopoli perusahaan negara, dan hanya terpojok
dalam usaha memenuhi kebutuhan pokok (klontong) para pegawai di kantor atau buruh di pabrik?
B. Mendayung antara Kapital- Neo Liberal dan Populis-Demokratik
Sejarah koperasi sering dihubungkan dengan kemunculan kebangkitan ekonomi produksi yang dipacu oleh
revolusi industri di Eropa Barat. Untuk Indonesia, di awal abad ke-20 koperasi muncul identik dengan para
pedagang pribumi yang berusaha bersaing dengan naga bisnis keturunan Tionghoa. Menurut Lion (1999),
pertentangan pribumi dengan etnis Cina karena faktor ekonomi bukan hal baru. Misalnya pada tahun 1909 di
Betawi (Jakarta) didirikan organisasi dagang dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada 1911 di Bogor
didirikan SDI yang kedua. Pendirinya adalah Tirtoadisurjo, dengan cita-cita mendirikan persekutuan dagang
perkoperasian Indonesia bertujuan utama mematahkan dominasi ekonomi pengusaha Cina dalam bisnis bahan
dan industri batik. Untuk mencapai tujuan itu, didirikan SDI yang ketiga di Solo tahun 1911 oleh H.
Samanhudi, seorang pedagang besar batik di Solo, dengan tujuan memajukan kehidupan ekonomi rakyat di
bawah bendera Islam.
2
http://www.alislam.or.id/fiqh/arsip/00000016.html/ Sumber: Diadaptasi dari "Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga
Keuangan", M. Ali. Hasan
3
http://www.koperindo.com/infokop
2
Yang terjadi kemudian bukan persaingan bisnis murni, tetapi sering terjadi bentrokan-bentrokan fisik.
Dengan alasan untuk memelihara ketertiban, ketentraman dan keamanan, atas perintah residen (Belanda) Solo
rijksbestuurde (papatih Sri Susuhunan) membekukan SDI, yang kelak setelah aktif lagi mengalami beberapa
kali perubahan nama, seperti Sarekat Islam (SI) yang tak terfokus pada soal perdagangan lagi (Lion, 1999).
Para naga bisnis ini semula mendapat previlege dari VOC (Vereennigde Oost Indische Compagnie) untuk
menjalankan berbagai bisnisnya di Hindia Belanda dibanding para pedagang pribumi (Sarekat Islam). Hal
inilah yang memberi inspirasi para pedagang untuk berkumpul membentuk serikat dagang yang berfungsi
untuk menandingi usaha mereka agar dapat berkompetisi. Menurut Liem Twan Djie dalam AG dan Muchtar,
(1995)…”terlebih-lebih pada tahun sebelum Perang Dunia II ada tanda-tanda yang menunjukkan bangkitnya
kerajinan pribumi sangat kuat. Jadi, kemungkinan untuk menyingkirkan perdagangan perantara oleh koperasi
cukup besar…”. Ada satu pertanyaan kritis dari beliau yang cukup realistis, ”Apakah koperasi-koperasi itu
akan tumbuh sehingga menjadi dewasa, hal ini akhirnya bergantung pertanyaan apakah mereka dapat
memenuhi tugas perdagangan perantara dengan lebih baik dan lebih murah”.
Para kompeni yang imperialis dan kapitalis telah menguras sumber daya alam negeri jajahan dengan
orientasi ekspor (merkantilis). Para distributor banyak dikuasai oleh pedagang keturunan Tionghoa, sedang
pribumi menjadi pemasok bahan baku untuk industri. Pada saat ini telah terjadi perang wacana antara Blok
Barat yang pro kapitalisme dengan Blok Timur yang pro sosialisme-komunisme. Koperasi sebagai embrio
gerakan ekonomi juga tidak lepas dari pencarian jati diri mau memihak salah satu blok atau menolak
semuanya.
Eksistensi dan kinerja koperasi, sebagai sub sistem dari sebuah negara atau bangsa tentu tidak dapat
lepas dari sistem politik, sosial maupun budaya yang dipunyai atau diterapkan negara. Agaknya seperti sikap
politiknya yang menentang keras terhadap ideologi kapitalisme penjajah, tapi mereka juga menolak sosialisme
sembari tetap berusaha dengan modal kecil hingga menengah. Praktik inilah yang sering menjadi pertentangan
sengit internal antaranggota dikarenakan ketidakjelasan sikap dalam menentukan ”jalur perjuangan”. Ibarat
orang mendayung perahu mana yang didahulukan, antara orientasi kiri (Sosialisme-Komunisme) dengan
peningkatan kesejahteraan anggota dan orientasi kanan (Imperialime-Kapitalisme) dengan konsekuensi
pengembangan usaha (modal). Dua orientasi ini sekarang berubah nama menjadi orientasi Populis-Demokratik
bagi kiri dan orientasi Kapital-Neo Liberal bagi kanan.
C. Koperasi Terdampar di Pulau Konstitusi dan Regulasi
Pada waktu kemerdekaan dicapai, koperasi telah diikrarkan sebagai bentuk lembaga usaha yang ideal bagi
rakyat Indonesia. Karena lembaga ini dianggap mempunyai fleksibilitas dan kompromitas dalam menjalankan
sebuah usaha. Sebagai soko guru perekonomian negara, koperasi telah dikukuhkan oleh legislatif sebagai
lembaga dasar yang telah diakui Undang-undang (Konstitusi) dan telah mendapat dukungan dari eksekutif
dengan munculnya berbagai peraturan (Regulasi) yang mengatur keberadaan koperasi.
Kendati secara legal telah mendapat fasilitas namun dalam pelaksanaan dan praktik di lapangan belum
mendapat dukungan maupun simpati yang luas dari masyarakat. Koperasi belum mampu menunjukkan dirinya
sebagai lembaga atau organisasi rakyat yang mampu memenuhi kebutuhan atau aspirasi mereka. Berbagai
regulasi yang ada justru menjadi bumerang bagi rakyat sendiri, sehingga tidak memberi spirit baru tapi
membunuh usaha dengan monopoli regulasi (monolog politik).
Kasus-kasus seperti tata niaga beras yang cenderung ”dimonopoli” Bulog, cengkeh yang dikendalikan
dan dikuasai Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), susu yang masih menginginkan proteksi dari
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Yang lebih kontroversial lagi adalah munculnya proteksi impor
mobil atas nama kepentingan nasional serta pengucuran dana Kredit Usaha Tani (KUT) oleh KUD atau LSM
yang hingga saat ini terjadi kemacetan dalam pengembaliannya. Regulasi yang cenderung monolog (top-down)
ini seharusnya segera diakhiri dan diganti dengan program-program orisinal, lokal dan didialogkan dari bawah
ke atas (bottom-up). Untuk mencapai resultante ini dibutuhkan sistem komunikasi yang handal dan efektif
sehingga ide-ide yang ada tidak dimentahkan oleh ”penguasa” atau struktur di atasnya.
Menurut penelitian yang dilakukan Prof. Thoby Mutis di tahun 1990-an, sampai saat ini, sebagian
besar KUD hidupnya ”bergantung” pada pemerintah. Hal ini terjadi karena tidak ada rasa kepemilikan dari
anggotanya. Sembilan puluh persen (90%) sampel yang ditanyai meyakini bahwa KUD itu milik pemerintah.4
Sedang Sri Edi Swasono berpendapat semestinya koperasi dibiarkan tumbuh dari bawah. Itu lebih sehat
ketimbang dibeking dari atas. Makanya, Depkop harus mengubah pola pikirnya dari instruktif menjadi
penggerak inisiatif. Menurut Dr. Benny Pasaribu, yang lebih menonjol sejak jaman Orde Baru hingga sekarang
4
http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi
usaha yang besar bila tak diatur dari atas; Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi.
3
adalah kegiatan yang dilakukan Menteri Koperasi, bukan pengurus koperasi. Dia meyakini selama ”sistem
komando” belum diubah, koperasi tak akan bisa tumbuh menjadi besar alias kontet selamanya.5
Apakah kooperatif sebagai roh harus bisa membebaskan diri dari kerangka konstitusi dan jebakan
regulasi yang melilit dalam tubuhnya, sehingga beban-bebannya dapat dihilangkan dan dapat kembali berlayar
dengan ringan? Atau mau dibiarkan terkubur
menjadi mitos?
C. Tujuan:
1. Menguak kembali pemikiran kooperatif di Indonesia.
2. Melihat realitas praktik kegiatan lembaga koperasi di Indonesia.
3. Mencari format dan model terbaik pengembangan jiwa kooperatif yang otentik sesuai pluralitas-
mulikultural masyarakat Indonesia.
5
http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi
usaha yang besar bila tak diatur dari atas; Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi.
4
Bab II
A. Manifesto Bung Hatta Tentang Jiwa Koperasi
Bung Hatta yang telah makan asam garam ribuan literatur, textbook dan referensi pemikiran ekonomi-politik
Eropa Barat telah merefleksikan ”jalan perjuangan” yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, yaitu
memilih prinsip dan asas kooperatif sebagai pilihan paling tepat dalam mengembangkan perekonomian
Indonesia. Beliau mempunyai keyakinan sebagai berikut:
"Yang hendak kita persoalkan di sini ialah kedudukan soal usaha ekonomi dalam
masyarakat kita. Kaum produsen sebagian yang terbesar terdiri dari bangsa kita. Kaum
konsumen demikian pula. Akan tetapi kaum distributor terdiri daripada bangsa asing. Dan
inilah suatu pokok yang penting yang menjadi sebab kelemahan ekonomi rakyat kita...
Kaum saudagar asing dengan segala bujangnya yang terdiri daripada bangsa kita sudah
melakukan Einschaltung (penyusupan) ke dalam ekonomi kita. Sekarang usaha kita
hendaklah mengerjakan Ausschaltung (penyingkiran) merebut jalan perdagangan itu dari
tangan bangsa asing.... Untuk mencapai maksud itu kaum industri tersebut mengadakan
persatuan. Demikian pula seharusnya taktik ekonomi rakyat kita. Sebagai kaum produsen
rakyat kita harus menggabungkan diri untuk menimbulkan koperasi produksi. Misalnya
tiap-tiap desa atau kumpulan desa menjadi persatuan kooperasi produksi, bekerja bersama
dan berusaha bersama. Kalau kaum tani Indonesia sudah bersatu dalam perekonomiannya,
pendiriannya sudah kuat terhadap saudagar asing yang menjadi si pembeli... Ke arah inilah
harus ditujukan ekonomi rakyat, kalau kita mau memperbaiki nasibnya. Usaha ini tidak
mudah, menghendaki tenaga dan korban yang sepenuh-penuhnya dengan menyingkirkan
segala cita-cita partikularisme. Dapatkah ia dicapai? Bagi kita tidak ada yang mustahil,
asal ada kemauan. Susunlah kemauan itu lebih dahulu!" (Hatta: 1933).6
Dari keyakinan di atas dapat dipetik beberapa kata kunci sebagai bahan kontemplasi yaitu
1. Distributor
2. Persatuan usaha
3. Kaum tani bersatu
4. Kemauan
5. Tenaga dan korban sepenuh-penuhnya
Sebagai dwitunggal Bung Hatta banyak menyentuh sisi ekonomi sedang Bung Karno banyak mengisi sisi
politik. Dalam konteks ”gerakan pembebasan”, rasanya kurang lengkap jika tidak melihat pandangan Bung
Karno dalam konteks demokrasi sebagai berikut:
"Banyak di antara kaum nasionalis Indonesia yang berangan-angan: jempol sekali jikalau
negeri kita bisa, seperti Jepang atau negeri Amerika Serikat atau negeri Inggeris! Kaum
nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis burgerlijk, yaitu kaum nasionalis
burjuis. Mereka adalah burgerlijk revolutionair dan tidak social revolutionair. Nasionalisme
kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme
yang mencari selamatnya perikemanusiaan. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada
menseijkheid. Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan
perkataan baru kami sebutkan: Sosio-Nasionalisme dan demokrasi yang harus kita cita-
citakan haruslah juga demokrasi yang kami sebutkan: Sosio-Demokrasi. Apakah sosio-
nasionalisme dan sosio-demokrasi itu? Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme-
masyarakat, dan sosio demokrasi adalah demokrasi masyarakat. Tetapi apakah
nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat? Memang maksudnya sosio-
nasionalisme ialah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga
keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang
tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, tidak ada kaum yang papa sengsara... Sosio-
demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil sahaja, tetapi
6
Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan, dalam Economics e-
journal, January, 28 2000.
5
kepentingan masyarakat sosio-demokrasi ialah demokrasi-politik dan demokrasi ekonomi"
(Soekarno, 1932).7
Dari keyakinan di atas dapat dipetik beberapa kata kunci sebagai bahan kontemplasi yaitu
1. Mencari selamatnya perikemanusiaan
2. Keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna
3. Tidak ada kaum yang tertindas
4. Tidak ada kaum yang cilaka
5. Tidak ada kaum yang papa sengsara
Dalam pidato tanggal 12 Juli 1951 Bung Hatta menandaskan lagi akan pentingnya jiwa kooperatif sebagai
”roh” bukan sebagai ”dogma” atau ”lembaga”:
”Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka nampaklah di sana akan
tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuan ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat
dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena
koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga.
Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang
bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu.
Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para
anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah
hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama”.8
Dalam manifesto ini, nampak penolakan Bung Hatta terhadap ideologi Karl Marx dan Frederick
Engels yang mempertentangkan antara kelas majikan (pemimpin) dan kelas buruh (pekerja), tapi lebih
mendorong kerja sama saling pengertian dalam berbagi peran dan tanggung jawab. Di samping itu, juga
menolak dominasi modal ala David Ricardo dan Adam Smith demi keuntungan pribadi semata (penumpukan
modal) sebesar-besarnya, bukannya berbagi rasa sejahtera dan bahagia secara bersama. Dalam jiwa kooperatif
yang diimpikan Bung Hatta adalah tumbuh dan berkembangnya individu-individu yang ”sadar” dan
mengetahui tugas serta kewajibannya dalam sebuah lembaga, sehingga tidak timbul konflik internal maupun
prasangka negatif dalam keluarga tersebut, melainkan nilai solidaritas (tolong-menolong-persaudaraan) dan
nilai kebersamaan (penyelamatan-pembebasan) sangal kental mewarnai jiwa kooperatif ini.
7
Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan, dalam Economics e-
journal, January, 28 2000.
8
http://www.koperindo.com/infokop; cuplikan dari Tabloid Suara Koperasi Edisi 2, Mei 2001.
6
BAB III
A. Quo Vadis Jiwa Kooperatif
Apakah koperasi sebagai lembaga impian ini masih eksis di Indonesia? Apakah jiwa-jiwa kooperatif masih
tumbuh di negeri ini? Mungkin secara harfiah sulit diukur tapi secara maknawi mungkin telah muncul secara
alami, apalagi setelah reformasi tentu banyak sekali lembaga usaha yang mereposisi dan merestrukturisasi diri
menjadi lembaga yang lebih solid dan berani bersuara dalam mengembangkan usahanya. Sebab hakikat
berkooperatif tidak dapat dilepaskan dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang di masa lalu dibelenggu
oleh penguasa Orde Baru dari tingkat Presiden hingga RT/RW.
Kalau dilihat secara makro ekonomi-koperasi belum memperhatikan ”jiwa kooperatif” yang muncul
dari bawah, sehingga yang dilihat oleh pemerintah masih dalam konteks tekstual kelembagaan yang bernama
koperasi dan induknya. Konteks kooperatif sebagai jiwa entrepreneurship (beyond cooperation as institution)
belum dilihat secara utuh, sehingga yang layak dibantu itu hanya lembaga-lembaga yang berlabel ”koperasi”.
Tapi yang lebih eksis ke depan nanti adalah lembaga yang bergerak tanpa bantuan, progresif, proaktif dan
adaptif dalam menjawab tantangan dunia usaha dan mempunyai jaringan kerja yang luas. Entah itu berbentuk
koperasi, perusahaan (PT), LSM/Ornop, yayasan, paguyuban, lembaga, CV, UD, waralaba, multilevel, aliansi,
serikat, koalisi, jaringan atau kelompok swadaya yang lain.
Senada dengan pernyataan di atas Wapres Hamzah Haz juga mempunyai keyakinan semacam itu,
berkaitan dengan amandemen UUD 1945 Pasal 33 dan revisi UU No 25 Tahun 1992 tentang koperasi, yang
penting dari pasal itu jiwa dan rohnya yaitu ”kooperatif”. Menurut Wapres bukan masalah jenis dan usaha yang
menjadi masalah. Walaupun koperasi, BUMN, atau perseroan terbatas sekali pun, jika mempunyai ”jiwa
kooperatif”, sudah mencerminkan Pasal 33 UUD 1945, bahkan jika perseroan terbatas sudah go public berarti
sudah dimiliki masyarakat banyak. Dan dimiliki masyarakat banyak mencerminkan ”jiwa kooperatif”.9
Definisi koperasi menurut North American Students of Co-operation (NASCO) adalah
”A cooperative is a business controlled by the people who use it. It is a democratic
organization whose earnings and assets belong to its members. By patronizing and becoming
an active member of a co-op, you invest yourself with the power to shape that business. You
control the politics and economics of what is truly your organization”.10
Sedang The Singapore National Co-operative Federation Ltd (SNCF) memberi definisi sebagai berikut:
”A co-operative is an autonomous association of persons united voluntarily to meet their
common economic, social and cultural needs and aspirations through a jointly owned and
democratically controlled enterprise”.11
Di sini jelas sekali koperasi dipahami sebagai sebuah ”bisnis kooperatif” yang dikontrol oleh rakyat
yang menjadi anggotanya. Ini adalah organisasi yang populis-demokratik yang mempunyai aset dan modal
dengan sistem kemitraan demi memajukan usaha anggotanya. Anggota dapat mengontrol jalannya mekanisme
ekonomi, politik dan budaya dalam lembaga ini secara jujur dan transparan. Hal ini juga ditegaskan Gus Dur
(2000) koperasi itu berperan besar, namun kelemahannya adalah penerapan sistem manajemen yang belum
transparan, jujur dan komprehensif. Dalam waktu dekat kondisi ini agar sesegera mungkin berubah, kalau tidak
gerakan koperasi akan terus mengalami kemunduran.12
9
Koperasi Jangan Jadi Beban Rakyat ,31 Aug 2001 11:38:58 WIB Dede Aribowo TEMPO Interaktif.
10
http://www.nasco.org.
11
http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/identity.asp
12
Koperasi Harus Lebih Transparan 12 Juli 2000 19:4:39 WIB Oman Sukmana TEMPO Interaktif.
7
Tabel 1. Perbedaan Koperasi Sebagai Lembaga dan Kooperatif Sebagai Jiwa
No Koperasi Kooperatif
1
Terminologi:
- mengarah pada lembaga (institutif) usaha
lengkap dengan jargon dan simbol
- mengarah pada jiwa atau roh (ajektif) berusaha
sesuai dengan nilai-nilainya
2
Struktur:
- di bawah pemerintah (negara) melalui
Dekopin atau induknya.
- bebas dan tumbuh di berbagai sektor kehidupan
3
Fungsi:
- mengakomodasi konstitusi dan regulasi yang
ada
- mengakomodasi aspirasi komunitas bisnis
4
Aksi:
- defensif , menunggu dari atas
- cenderung tertutup dan apatis
terhadap perkembangan jaman
- progresif-proaktif
- terbuka dan adaptif menjawab tantangan
jaman
5
Keberlanjutan:
- tidak berkembang dan akan membusuk dari
dalam
- berkembang dinamis sesuai kebutuhan anggota
Selain itu, Gus Dur juga berpendapat koperasi sebagai badan ekonomi, keberadaan koperasi tidak dapat
dilepaskan dari ukuran-ukuran ekonomi seperti efisiensi, persaingan dan profit. Perhitungan ini harus
diterapkan dalam koperasi agar dapat bersaing dengan badan ekonomi lainnya seperti Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) ataupun swasta. Koperasi tidak memiliki unsur mencari keuntungan, dan hanya
mengandalkan Sisa Hasil Usaha (SHU) saja. Hal ini membuktikan penghargaan kepada koperasi masih kecil,
karena hanya mengambil sisa saja13
, belum hasil optimal yang sesungguhnya.
Transformasi ”jiwa kooperatif” beserta nilai-nilainya tidak seindah yang dicitakan, dituliskan atau
dipidatokan, tapi bagaimana mekanisme riil di lapangan dapat dilaksanakan sesuai dengan kapasitas
masyarakat setempat dalam berniaga dan berserikat sesuai prinsip kooperatif.
B. Lembaga Koperasi Berlabuh Tanpa Kayuh
Untuk dapat berlayar dibutuhkan layar yang terkembang, agar dapat melaju diperlukan roda dan mesin yang
mampu menggerakkan. Dalam perjalanannya koperasi sebagai lembaga tumbuh dan mati akibat tidak jelas
konstruksi seperti apa yang akan dibangun agar mitos soko guru itu menjadi etos dan patos dalam melakukan
segala aktivitasnya.
Ibarat berlabuh tanpa kayuh, koperasi sebagai jargon dan ideologi diujarkan setiap hari tapi tidak
pernah dicoba diwujudkan dalam aksi yang sistemik. Pandangan bahwa institusi usaha ini juga ”menjamin”
kesejahteraan atau ”menjanjikan” kemajuan anggota menjadi pudar. Meski tanpa kayuh, ternyata masih ada
lembaga koperasi yang mampu memberi kontribusi yang tidak kecil dalam perolehan devisa negara, seperti
13
Koperasi Harus Punya Motif Keuntungan 12 Jul 2001 13:40:39 WIB TEMPO Interaktif
8
tahun 1994 koperasi dan pengusaha kecil dapat masukan dari eskpor non-migas 5.672,8 juta dolar AS (40,9)
persen dari total ekspor non migas nasional sebesar 13,866, 1 juta dolar AS.14
Puspeta Klaten di tahun 1990 mampu mengekspor berbagai produk dengan nilai total Rp. 3,97 miliar
dan tiga tahun kemudian naik tajam menjadi Rp. 9,4 miliar.15
Keberhasilan ini tidak lepas dari pendidikan dan
pelatihan dari Departemen terkait dan Cooperative League of USA (CLUSA) yang dicanangkan tahun 1980,
yang telah memfasilitasi berbagai model panduan organisasi, administrasi, bisnis dan perannya dalam
mendukung perekonomian pedesaan.16
Inisiasi Credit Union (CU) yang diujicobakan di Kalimantan Barat oleh
Komunitas Pancur Kasih, ternyata juga memberi ”kepercayaan publik” bahwa usaha ini dapat diterima dan
pengelolaannya dapat ditangani oleh komunitas masyarakat setempat, tentu dengan fasilitasi beberapa kali oleh
Tim CU. Bahkan adanya CU ini, agak ”mengganggu” eksistensi Bank Rakyat Indonesia (BRI) di tiap-tiap
kecamatan di Kalimantan Barat.
Gejala yang mengarah kepada diversifikasi jenis kegiatan yang tidak konvensional telah dimulai pada
KUD Setya Budhi, Brebes, telah merintis toko swalayan, wartel dan mini market. Jaringan ritel dan distribusi
milik Inkop RTMM di bilangan Pasar Rumput, Jakarta Pusat, telah membangun unit-unit grosir dan mini
market, di samping mengembangkan warung-warung anggota koperasi. Koperasi mampu menyerap 780 tenaga
kerja dari 14 grosir lima (5) di Jakarta, sembilan (9) di Semarang dan Kudus serta 20 mini market.17
Kendati demikian cerita pahit juga mewarnai ideologi koperasi ini dengan macetnya Kredit Usaha
Tani (KUT) sebesar Rp 6,09 triliun untuk musim tanam 1998/1999.18
Menurut Menkop Zarkasih Nur,
pemerintah telah mengucurkan dana KUT sebesar Rp 8,1 trilyun, tetapi sampai batas waktu pengembalian
dana tersebut para petani masih menunggak sekitar Rp 6 trilyun.19
Logika keberpihakan terhadap rakyat yang
bias ”balas dendam” perlu dikoreksi kembali agar revitalisasi ekonomi rakyat ini tidak bercitra ”buruk”.
Padahal kebusukan yang sama dan berskala lebih besar telah dilakukan oleh pengusaha kakap konglomerat
puluhan tahun yang lalu dan hingga saat ini masih bebas dari jeratan hukum serta asyik rekreasi ke luar negeri
dengan alasan ”berobat”.
14
AG, Suyono dan Muchtar, Irsyad, 1995. Koperasi dalam Sorotan Pers, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. h. 243
15
ibid h. 251
16
ibid h. 252
17
Menteri Koperasi Akan Resmikan Jaringan Ritel Koperasi, 10 Sep 2001 22:36:8 WIB, TEMPO Interaktif, Suseno.
18
Dewan Koperasi Soroti KUD Black List, 29 Jan 2001 19:40:58 WIB TEMPO Interaktif, Kurie Suditomo.
19
Karena Gagal Panen, Sedikitnya Rp 1 Trilyun Dana KUT Sulit Kembali, Kamis, 27 Januari 2000, 12:59 WIB Kompas, ant/glo.
9
Bab IV
A. Rethinking Koperasi: Menata Jiwa Meraih Bahtera
Koperasi seperti yang diideologikan Bung Hatta seharusnya mampu tumbuh dari rahim rakyat sendiri dan
didukung oleh birokrasi pemerintah. Nilai-nilai usaha dan kerja yang muncul pun merupakan manifestasi dari
akar budaya usaha masyarakat bukannya dari teori textbook atau pidato ”tokoh koperasi” atau retorika
birokrasi, sehingga tidak lepas dari akar kesejarahan usaha (milestones) yang ada. Kesadaran berusaha tidak
dapat dipaksakan kepada komunitas yang memang berbeda dalam visi menjalankan sebuah ”usaha” atau visi
melihat ”kerja” itu sendiri. Ada yang memandang kerja 7 hari, 5 hari tapi ada juga yang 2 hari sudah cukup.
Taraf peradaban dan tingkat kebudayaan yang menjadi faktor penentu dalam memilih dan menentukan bentuk
serta cara usaha yang paling tepat untuknya.
Ikatan emosi atau semangat terhadap sebuah ideologi, suku, agama, kelompok, dan golongan
seharusnya dapat menjadi sumber energi dan inspirasi dalam menggerakkan ”jiwa kooperatif”. Misalnya;
kesamaan ideologi atas nama rakyat, jiwa Padang yang merantau dan membuat warung, merasa senasib dalam
berkaki-lima atau berikrar untuk meneruskan perjuangan yang gagal. Inisiasi individu untuk bertukar budaya
ekonomi dengan jalan bermigrasi atau berhijrah maka akan menumbuhkan spirit bertahan hidup (survival)
yang militan. Seperti para pedagang keturunan Tionghoa yang banyak menyebar ke negeri ini, kata Sutan
Takdir Alisjahbana, ”Bukannya kita memerangi mereka, tapi bagaimana ”mencinakan” orang pribumi,
terutama dalam hal meningkatkan etos kerja dan profesionalisme”. Hal-hal ini merupakan embrio untuk
menumbuhkan ikatan-ikatan atau jaringan-jaringan kerja yang sesuai dengan kultur masing-masing.
Rethinking koperasi ini disandarkan pada jalan evolusi sejati daripada revolusi semu yang membisu
tanpa aksi yang jitu. Perubahan bertahap sesuai dengan kapasitas masyarakat akan memberi makna yang lebih
baik daripada perubahan frontal (top-down) yang justru menyengsarakan bahkan pada tingkat tertentu dapat
”membunuh” rakyat sendiri. Penataan jiwa kooperatif pun harus dimulai dari tingkat basis yaitu individu,
keluarga, komunitas hingga sampai kelompok-kelompok masyarakat (Gambar 1. Basis Sebuah Usaha).
Semua usaha tentu tidak dapat dilepaskan dari visi individu dalam melihat sebuah kerja. Kerja sama
(kooperatif) ini sering dipahami dan dipraktikkan menjadi sama-sama kerja (gotong royong ala kampung),
seperti kerja sama membangun rumah di pedesaan. Hal ini secara sosial bagus tapi secara profesional sangat
tidak ekonomis, tidak efisien dan tidak efektif. Maka transformasi ”jiwa kooperatif” harus dibangun melalui
individu, keluarga, komunitas hingga tercapai kesepahaman pengertian kooperatif beserta nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. Hal ini tentu butuh pelatihan dan pembelajaran yang bersifat jangka panjang melalui
berbagai kegiatan atau program yang sesuai dengan kebutuhan mereka.20
Identifikasi dan analisis sejarah serta budaya masyarakat sangat diperlukan untuk mengembangkan
komunitas itu agar ke depan tidak terjadi ketergantungan baru. Kasus SASCO di Singapura telah memulai
usahanya sejak 1925 dengan dinamika perubahan nama maupun bentuk usaha agar lebih adaptif terhadap
perkembangan jaman. Yang cukup mengejutkan adalah inisiasinya dari pegawai pemerintah dan berbadan
hukum Perseroan Terbatas (PT) yaitu Singapore Government Servants' Co-operative Thrift and Loan Society
Ltd beranggota 32 orang. Antara tahun 1925-1940 masyarakat melihat manfaat konsep kooperatif, membantu
diri sendiri (self-help), dan pendampingan yang saling menghidupi (mutual assistance). Bersamaan ini lalu
muncul organisasi serupa di kalangan pegawai sipil, guru, bea cukai, dan sektor swasta. Maka berdasarkan
kebutuhan koordinasi dan kolaborasi lalu membuat wadah Singapore Urban Co-operative Union Ltd tahun
1933. Tahun 1954 berubah nama Singapore Co-operative Union Ltd, 1972 berubah menjadi Singapore
National Co-operative Union Ltd, 1982 berubah lagi Singapore Amalgamated Services' Co-operative
Organisation Ltd (SASCO). SASCO merupakan organisasi kooperatif puncak di bawah SNCF. Sejak tahun
1960 beranggotakan 104 asosiasi dan 37.844 orang, dengan modal 13,2 juta dolar. 21
20
Hal ini dialami penulis dalam melaksanakan sebuah proyek sapi di lereng Merapi, meski anggotanya banyak
yang bertitel S-1 tapi mereka ini masih memahami kooperatif itu sama-sama kerja (gotong-royong). Pembagian
kerja yang direncanakan sesuai dengan kapasitas individu masing-masing belum dapat berjalan dengan baik.
21
http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/
10
Hasil survei Prof. Thoby Mutis di Jepang, ada sebuah koperasi milik petani yang memiliki bank yang
asetnya 10 kali lebih besar ketimbang punya BRI. Mereka juga memiliki banyak pasar swalayan, bahkan
mempunyai koran beroplah dua (2) juta eksemplar per hari. Begitu pula di Amerika, saat ini ada ratusan ribu
koperasi yang hidup dengan sehat. Sementara di Eropa, Swiss Air ternyata dimiliki oleh koperasi, bukan
BUMN. Masih menurut Prof . Thoby Mutis koperasi-koperasi di negara maju itu pun tidak tumbuh dengan
sendirinya, melainkan juga memperoleh bantuan dari pemerintah. Tapi, sifat dari bantuan itu sama sekali tidak
dengan pendekatan "sedekah". Dalam hal pengelolaan HPH, misalnya, hampir seluruh hutan di Denmark
dikelola koperasi. Ada pertanyaan klasik modalnya dari mana, tak beda dengan perusahaan swasta, koperasi
pun bisa memperoleh pinjaman dari bank sentral seperti yang terjadi di Jepang maupun beberapa negara Eropa.
Kalau pemerintah berani memberi pinjaman lunak pada kalangan bankir atau konglomerat yang instan dan
nakal, kenapa kepada koperasi yang relatif mandiri tidak?22
B. Perlu Kesadaran Advokasi dan Keberanian Berinovasi
Koperasi sebagai lembaga ekonomi tidak dapat dilepaskan dari kultur korporasi bisnis yang ada beserta nilai-
nilai yang mewarnainya. Maka usaha-usaha yang mengarah pada penguatan internal maupun eksternal harus
dilakukan, baik dalam aras advokasi kebijakan maupun inovasi gerakan. Selama ini negosiasi antarindividu
anggota sepertinya menjadi kendala utama dalam berkooperatif, sehingga ikatan kebersamaan sering cepat
luntur akibat tidak adanya kepercayaan dan keyakinan akan usahanya. Maka inovasi, negosiasi, dan koordinasi
antaranggota maupun advokasi dan kolaborasi dengan antarpihak yang berkepentingan harus selalu dilakukan.
Contoh advokasi para buruh perusahaan di beberapa negara seperti di Malaysia atau Thailand, di
mana upah buruh telah mencapai 30% dari biaya produksi. Di negeri-negeri demokratis di Eropa Barat atau
Australia kaum buruh melalui serikat buruhnya dapat meminta laporan keuntungan perusahaan pada dewan
direksi. Dari laporan ini, serikat buruh dapat membuat Collective Bargaining (di Indonesia disebut kesepakatan
kerja bersama, namun bedanya di sini hal ini tidak dilakukan oleh serikat buruh independen), dengan
perusahaan tentang upah dan tunjangan-tunjangan.23
Kesadaran beradvokasi seperti ini perlu diterapkan di
dalam lembaga koperasi sehingga ada kontrol yang riil dari anggota dan dapat menghilangkan prasangka buruk
misal; ada yang merasa jadi ”sapi perahan”.
Di samping keterampilan beradvokasi yang mensaratkan kemampuan negosiasi, keberanian
berinovasi juga sangat penting dalam menunjang dinamisme internal komunitas-komunitas kooperatif sehingga
muncul ide-ide baru yang dapat diimplementasikan. Berikut contoh inovasi mekanisme jaringan usaha bersama
petani (Peasant Communities Based Company) di kawasan Merapi Merbabu, Jawa Tengah.
Kita harus dapat melihat pengalaman usaha kooperatif seperti ini terutama di negara-negara
Skandinavia (Denmark, Swedia dan Finlandia) yang bersistem sosial demokrat dengan sifat kooperatifnya
(tanpa menamakan diri sebagai koperasi) mampu beradaptasi, bersinergi, bersaing bahkan dapat
”mengendalikan” perusahaan-perusahaan manufaktur-merkantilis skala besar (kapitalisme). Menurut
Marquis W. Childs dalam AG dan Muchtar (1995) keberhasilan ini tidak terlepas dari peran pemerintah,
sehingga dapat mencegah perusahaan swasta perorangan memonopoli sebuah usaha.
Dalam rangka penyesuaian itulah koperasi harus mampu menata jiwanya bukan bentuk badan
usaha atau institusinya, bukan gelas atau cangkirnya tapi isi dan mentalnya yang harus mampu beradaptasi
dengan kondisi dan tuntutan pasar. Seperti perusahaan-perusahaan di Jepang yang selalu mengkaji ulang
terhadap kesepakatan-kesepakatan kontrak kerja antara pemilik dan pekerjanya dengan baik, sehingga
gejolak sosial atau konflik yang destruktif dapat dihindari. Lain halnya di Indonesia atau di Korea Selatan,
yang selalu ada gejolak buruh dikarenakan masing-masing jarang berdialog dan bernegosiasi untuk
mencapai visi dan kolaborasi bersama.
Inisiasi apapun selama masih dalam mekanisme yang menuju keberlanjutan usaha dan keadilan
sosial perlu kita dukung dalam menguatkan ekonomi rakyat. Pembukaan peluang yang berideologi populis
tidak dapat dilakukan secara top-down seperti logika Adi Sasono yang ingin ”mengkoperasikan” segala
usaha dengan ”memonopoli” distribusi barang dan jasa. Secara niat, saya kira itu sangat mulia, tapi
tranformasi idenya kurang tepat, sebab budaya usaha masing-masing komunitas atau suku-suku di
Indonesia sangat beragam dan mereka lebih tahu bidang garap mana yang ”dikuasainya”. Apa pun yang
tumbuh dari atas akhirnya jadi kebakaran jenggot, tapi inisiasi lokal yang luwes dan adaptif akan menjadi
embrio program yang berkelanjutan.
22
http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi
usaha yang besar bila tak diatur dari atas Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi.
23
Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik.
11
Loyalitas keberpihakan pada wong cilik, terutama petani dengan dikucurkannya Kredit Usaha
Tani (KUT) cukup menghentakkan para konglomerat, hingga media luar negeri (Asia Week) menyebutnya
sebagai the most dangerous man. Tapi loyalitas itu tidak melihat realitas masalah kompleks yang melilit
petani sehari-hari di lapangan, sehingga terkesan bombastis. Peningkatan kapasitas manajerial, mental, dan
kepedulian sosial sesama petani hampir tidak disentuh sama sekali, maka akhirnya yang muncul tidak
berupa aksi sinergi diantara mereka tapi individu-individu yang memperkaya diri sendiri, indikatornya
yaitu banyak kredit macet.
Bab V
Pergumulan dalam mencari ide-ide kritis dalam menentukan ”jalan ekonomi” pada tingkat negara,
swasta maupun komunitas usaha bersama yang mempunyai nilai-nilai ideal seperti yang dilontarkan para
pemikir negeri ini dari mulai Tirto Adisurjo, Cokroaminoto, Bung Hatta, Bung Karno, Sjahrir, Sumitro,
Soedjatmoko, Widjojo, Emil, Dawam, Adi, Umar, Mari, Mulyani, Revrisond, Anggito, Adiningsih, Chatib,
hingga Ikhsan, masih cantik di atas kertas tapi belum seindah di tataran realitas. Agaknya kita tidak boleh
meninggalkan tonggak sejarah yang telah ditorehkan para ekonom-ekonom tersebut dalam menyikapi situasi
ekonomi negara ini. Komunitas kooperatif sebagai elemen yang mewarnai dinamika ekonomi harus mampu
beradaptasi dengan tantangan lokal, regional maupun global.
Komunitas-komunitas kooperatif harus bisa mentransformasikan diri ke dalam bentuk-bentuk usaha
yang sesuai dengan budaya dan taraf peradabannya. Apapun nama dan bentuknya, selama masih masuk kriteria
atau kategori nilai-nilai yang diemban masih relevan dengan identitas jiwa kooperatif, hal itu merupakan
pilihan realistis daripada menyebut diri koperasi tapi realitas jiwanya berlawanan dengan jiwa kooperatif
bahkan lebih kejam dari kultur korporasi. Maka di akar rumput KUD sering disebut Kelompok Udu Dengkul
(Kelompok Modal Dengkul), Kono Untalen Dewe (Sana Makan Sendiri) atau Ketua Untung Duluan, sedang di
tingkat birokrasi pemerintah jadi Ku-peras-i.
Untuk menuju gerbang di atas perlu dilakukan perubahan-perubahan yang mendasar yaitu:
1. Tingkat Kebijakan Oleh Pemerintah
Sejarah sentralisme ekonomi yang diakibatkan oleh terus berlangsungnya ”blue print” regulasi
Belanda dengan ekonomi yang sarat aturan (highly regulated economy), menjadi penyebab utama stagnannya
sistem perekonomian nasional.24
Jiwa penjajah (Nederlander) akhirnya diwarisi oleh birokrasi pemerintah,
sedang rakyat masih bermental pasrah dengan kondisinya (inlander). Hingga saat ini tujuan menjadikan
kooperatif sebagai jiwa ekonomi bangsa masih gagal terbukti kebijakan yang muncul tidak dari inisiasi
komunitas-komunitas kooperatif tapi malah dari Menteri Koperasi dengan monolog politik yang terwujud
dalam lembaga koperasi. Benar apa yang dikatakan Higgins (1968) dalam Mallarangeng (2002) bahwa the co-
operative society merupakan ”jalan tengah” antara komunisme dan kapitalisme-monopoli yang tak terkendali,
namun cita-cita ini nyatanya masih abstrak dan secara konseptual tak jelas juntrungannya.
Bagai mengayun dayung, maka dua orientasi yang selalu dipertentangkan tersebut harus kita ”rebut”
dan pegang sendiri sehingga akses dan kontrolnya tidak lepas dari nilai-nilai kultur usaha masyarakat
Indonesia. Pada tataran kebijakan makro (ekonomi politik) pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi,
kabupaten sampai desa harus mampu mereposisi diri sehingga eksistensi sebagai lembaga publik dapat
dirasakan oleh pelaku usaha di tingkat basis. Bukan malah, mengetatkan berbagai macam regulasi dengan
berbagai pungutan. Di samping itu niat untuk menguatkan rakyat agar lebih mandiri harus dibuat mekanisme
yang jelas dan transparan, sehingga keberpihakan terhadap golongan konglomerat tidak terulang lagi.
Misalnya kebijakan masa lalu yang memberi peluang 0,2 % pengusaha menguasai 61,1% dari
produksi nasional, dan 200 konglomerat menguasai hampir 70% aset nasional, kita harus tahu berapa juta
24
Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta.
12
orang yang tidak dapat menikmatinya, khususnya di sektor perburuhan. Jumlah penduduk Indonesia yang
mencapai 200 juta jiwa pada sekarang ini dan pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 210,3 juta jiwa -- 27
jiwa di antaranya masih hidup di garis kemiskinan absolut, yang mayoritas berada di pedesaan.25
Pengusaha besar dengan keuntungan seratus persen yang diperoleh dari bangsa Indonesia dengan cara
monopoli, oligopoli, jual beli lisensi, kolusi dan lain-lain, lalu disepakati akan diberi satu persen untuk rakyat
miskin yang jumlahnya absolut lebih dari 27 juta jiwa, yang bukan absolut jelas juga tidak kalah bengkaknya,
mungkin ada 30 sampai 60 juta jiwa. Lalu jika kita bicara tentang keadilan sosial, adilkah kurang lebih 200
konglomerat mendapat 99%, sedangkan untuk rakyat miskin yang jumlahnya 27 juta jiwa hanya 1%.26
Kebijakan ekonomi politik yang sangat merugikan rakyat semacam ini harus sesegera mungkin
diubah agar ke depan dapat menemukan kembali fundamental ekonomi yang nyata yaitu perekonomian desa
dengan kepedulian terhadap ekonomi petani dan jiwa kooperatifnya. Seperti dalam pernyataan Bung Hatta
”Misalnya tiap-tiap desa atau kumpulan desa menjadi persatuan koperasi produksi, bekerja bersama dan
berusaha bersama. Kalau kaum tani Indonesia sudah bersatu dalam perekonomiannya, pendiriannya sudah
kuat terhadap saudagar asing yang menjadi si pembeli…
Petani dan lahan garapnya yang mencapai 70% masyarakat Indonesia dimarjinalisasikan, bahkan
dianaktirikan dari percaturan perekonomian nasional. Padahal sumbangan sektor ini cukup besar: tahun 1998,
sebesar 18,9% disumbangkan sektor ini pada pertumbuhan GDP, naik dari tahun 1997 yang cuma 16,2% dari
total pertumbuhan GDP. Perkebunan, pertanian pangan dan perikanan memberikan kontribusi yang luar biasa
bagi negara miskin ini, meskipun peternakan unggas kini loyo karena terlalu tergantung pada pangan impor.
Itulah sebabnya mengapa Bungaran Saragih dan HS Dillon percaya perekonomian nasional akan segera pulih
bila sektor pertanian digarap secara serius. Menurut Bungaran, jauh lebih baik apabila sektor riil yang berbasis
kuat seperti pertanian yang digiatkan dulu daripada perbaikan sektor perbankan karena pada akhirnya setelah
sektor riil aman, penyehatan sektor perbankan akan mudah dilaksanakan.27
Semestinya pemerintah dalam melakukan kebijaksanaannya sekecil mungkin membebani masyarakat,
memberikan peluang kerja, dan perbaikan pelayanan jasa publik. Krisis ekonomi terjadi bukan karena
kebijaksanaan yang populis, tetapi karena buruknya manajemen ekonomi pemerintah dan para konglomerat.
Kebijaksanaan penghematan semestinya adalah pada mereka yang mampu, sedangkan masyarakat golongan
bawah justru membutuhkan uluran tangan bahkan untuk sekedar bertahan hidup. Terhadap dunia usaha
semestinya pemerintah memberikan dorongan lebih pada pengusaha yang produktif dan tidak bermasalah, dan
memberikan hukuman bagi pengusaha yang telah merugikan negara triliun rupiah. Hanya dengan begitu maka
kebijaksanaan publik mempunyai dimensi keadilan dan pemulihan ekonomi bertumpu pada pengusaha-
pengusaha yang produktif bukan kembali mengandalkan pada pengusaha yang telah merusakkan
perekonomian nasional.28
Untuk mencapai ekonomi kuat maka basis kaum tani pun harus diperkuat sehingga petani itu selalu
menjadi mitra dalam membuat kebijakan pertanian maupun perekonomian nasional. Hal ini dibutuhkan
penguatan organisasi tani yang kuat di akar rumput, kalau tidak petani hanya selalu menjadi obyek dan rela
pasrah menerima kebijakan pemerintah.
2. Tingkat Akar Rumput Oleh Organisasi Rakyat
Sosio-demokrasi seperti yang diyakini Bung Karno harus dapat dilaksanakan di tingkat akar rumput
lalu diujicoba pada tingkat desa sampai negara. Mekanisme ini hanya dapat dimulai dari skala kecil (bottom-
up) dan hampir selalu gagal serta menjadi sandiwara atau ”dagelan” jika diterapkan di tingkat negara. Maka
upaya demokratisasi ini dimulai di tingkat basis baik keluarga atau komunitas.
Aspirasi rakyat yang menuju pembebasan seluruh rakyat merupakan idaman masyarakat maka
mekanisme ini harus dilakukan secara bersama dan tidak bisa dilakukan dalam konteks individu. Apalagi untuk
mencapai apa yang dicitakan Bung Karno yaitu mencari selamatnya perkemanusiaan, keadaan yang kini
pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, dan
tidak ada kaum yang papa sengsara, ini diperlukan kemauan, tekad serta energi yang ekstra keras serta
pengorbanan yang tidak sedikit.
25
Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik.
26
Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik.
27
http://www.huaren.org/focus/id/081898-08.html, Damar Juniarto, Potret Petani di Tahun Kelinci: Sudah Jatuh Miskin, Tersungkur
Pula
28
http://www.cides.or.id/ekonomi/ek0021012.asp Ekonomi 2002 : Beban Masyarakat Semakin Berat oleh : Umar Juoro
13
Untuk mencapai ke sana maka mekanisme demokratik di bawah ini dapat menggambarkan bagaimana
aspirasi itu ditampung lalu dilaksanakan secara bersama.
Mungkin mekanisme di atas sudah umum diketahui tapi belum tentu dilaksanakan secara terbuka dan
transparan. Pada kasus Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah, mekanisme ini sudah berlangsung dengan
baik, tentu dengan kesadaran, ketulusan, kepercayaan dan kooperatif anggotanya. Menurut Adi Sasono,
”Demokrasi ekonomi tidak mungkin terbangun kalau tidak ada demokrasi politik, dan begitu juga
sebaliknya”.29
3. Tingkat Mekanisme Pasar Oleh Komunitas Kooperatif
Bagaimana membuat situasi pasar yang sehat sehingga transaksi yang berjalan tidak merugikan atau
membunuh para pelaku usaha didalamnya. Meski begitu kompetisi yang fair tentu tetap menjadi acuan utama,
tanpa mengesampingkan kepentingan-kepentingan publik yang lebih besar. Di sini diperlukan kejelian dan
kepekaan pemerintah selaku pengambil kebijakan dalam melihat kondisi pasar yang cepat sekali berubah.
Perekonomian yang berfungsi baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang mengatur bekerjanya
mekanisme pasar. Intervensi pemerintah dibolehkan sejauh diarahkan untuk menciptakan kondisi di mana
lembaga-lembaga yang ada mendorong munculnya kepentingan-kepentingan yang tercerahkan, enlightened
self-interests, dari para aktor ekonomi (Emil Salim, 1997 dalam Mallarangeng, 2002). Kurang jelas atau
abstrak juga apa yang dimaksud ”kepentingan yang tercerahkan” tersebut. Yang jelas nilai-nilai kompetitif
terhadap sebuah produk tentu tidak akan lepas dari mekanisme pasar. Komunitas kooperatif harus bisa
mengambil beberapa sektor usaha yang mampu berkompetisi di pasar, sembari terus memperbaiki jasa-jasa
usahanya. Menurut Adi Sasono, koperasi sebagai lembaga usaha paling tidak mampu menekan harga. Karena
itu koperasi harus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang di pasar.30
29
http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz)
30
http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz)
14
Bab VI
Menepi di Pantai Harapan dan Tertambat di Pulau Kebahagiaan
Bagi Bung Hatta koperasi merupakan ”pantai harapan” yaitu jalan tengah yang secara fundamental
bertentangan dengan logika individualisme dan kapitalisme. Koperasi sebagai usaha ekonomi bersama akan
menciptakan masyarakat kolektif yang berakar pada cara hidup Indonesia sejati, yaitu gotong-royong dan
musyawarah. Meluasnya peran kapitalisme ”domestik”, bila dibiarkan tak terkendali hanya akan memperkuat
golongan yang sudah kuat yaitu orang asing dan kaum pengusaha Indonesia-keturunan asing, sehingga
semakin memperlebar ketimpangan sosial dan ekonomi yang memang sudah menganga.31
Penafsiran koperasi sebagai ”lembaga” dan ”jiwa” harus dipertegas kembali agar hakikat bisnis atau
kultur entrepreneur masyarakat yang dicitakan Bung Hatta dapat tercapai. Ibaratnya visi grand design
ekonomi nasional yang diilustrasikan Bung Hatta harus ditransformasikan atau di-breakdown dengan
mekanisme riil yang sesuai dengan kultur kooperatif di masing-masing keluarga, komunitas suku atau desa di
Indonesia. Selama bisnis usaha yang dilakukan tidak bertentangan dengan identitas nilai kooperatif dan
bertujuan menguatkan sesama rakyat dengan mekanisme yang adil bukannya hanya unutk segelintir orang dan
penumpukan modal, itu layak disebut komunitas-komunitas kooperatif (Co-operative Communities) yang akan
menghantarkan ke ”pulau kebahagiaan”.
Dari uraian di atas ada beberapa poin yang dapat disarikan sebagai berikut:
1. Koperasi sebagai lembaga yang diideologikan atau diidealkan telah gagal mewarnai perekonomian
Indonesia. Hal ini diakibatkan ”tafsir” koperasi yang tekstual pada bentuk, simbol, stempel dan
jargon, belum kontekstual pada ”jiwa kooperatif” beserta prinsip yang diembannya seperti; kerelaan,
terbuka, demokratis, partisipatif, mandiri, otonom, mendidik dan melatih anggota, mau bekerja sama
dengan lembaga lain dan peduli terhadap komunitasnya.
2. Intervensi pemerintah yang terlalu jauh terhadap eksistensi lembaga koperasi menyebabkan
mandulnya kreativitas usaha maupun inovasi yang lain. Kendati demikian keberpihakan pemerintah
masih diperlukan guna mendorong iklim usaha yang lebih baik sesuai dengan potensi daerah masing-
masing.
3. Dalam pembudayaan jiwa kooperatif sebaiknya melihat akar budaya usaha komunitas masyarakat
Indonesia, sehingga intervensi atau interaksi program yang dilakukan tidak tercerabut dari akar tradisi
usaha masyarakat. Maka persiapan sosial menjadi sarat mutlak dalam keberhasilan pengembangan
komunitas kooperatif yaitu dengan mengidentifikasi dan menganalisis baik di tingkat individu,
keluarga, komunitas sehingga tidak ada kesalahan dalam pemilihan usaha.
4. Prioritas pengembangan sektor riil seperti pertanian seharusnya menjadi motor utama ”gerakan
ekonomi” yang berbasis komunitas rakyat di pedesaan dengan menggalakkan ”teknologi menengah”
yang padat karya sehingga mayoritas rakyat mendapat pekerjaan dan kesejahteraan, dibanding
industri manufaktur yang cenderung monopoli dan sarat kolusi.
5. Bagaimana membuat pasar yang sehat menjadi dilema antara menolong agar dapat hidup di satu pihak
dan proteksi sebuah usaha yang berlawanan dengan mekanisme ekonomi pasar. Maka keseimbangan
antara keduanya merupakan tugas komunitas kooperatif untuk menjaganya, agar pasar tidak berlaku
”kejam” tapi juga tidak memanjakan pelaku pasar.
Daftar Pustaka
31
Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta.
15
AG, Suyono dan Muchtar, Irsyad, 1995. Koperasi dalam Sorotan Pers; Agenda Yang Tertinggal
Dalam Rangka 50 Tahun RI, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Dewan Koperasi Soroti KUD Black List 29 Jan 2001 19:40:58 WIB TEMPO Interaktif, Kurie
Suditomo.
Executive Development Series, 1999. The University of Michigan Business School.
http://members.tripod.com/Indo983/editorial/lion0399_07.html Rasialisme Adi Sasono; Sebuah
Tanggapan - Bagian 7/HABIS; March 28, 1999, Oleh: Lion.
http://www.alislam.or.id/fiqh/arsip/00000016.html/ Sumber: Diadaptasi dari Masail Fiqhiyah: Zakat,
Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan", M. Ali. Hasan. 2002.
http://www.bus.umich.edu/execed.
http://www.cides.or.id/ekonomi/ek0021012.asp Ekonomi 2002: Beban Masyarakat Semakin Berat
oleh : Umar Juoro.
http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz.
http://www.huaren.org/focus/id/081898-08.html, Potret Petani di Tahun Kelinci: Sudah Jatuh Miskin,
Tersungkur Pula, Damar Juniarto.
http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh
Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi usaha yang besar bila tak diatur dari atas, Budi
Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi.
http://www.koperindo.com/infokop.
http://www.koperindo.com/infokop; cuplikan dari Tabloid Suara Koperasi Edisi 2, Mei 2001.
http://www.nasco.org.
http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/identity.asp.
Indriyo, Daru, dan Baiquni, Ahmad, 2000. Breakdown Strategi dan Program Peasant Communities
Based Company (PCBC) Kawasan Gunung Merapi-Merbabu. Makalah untuk Jaringan PKM.
Karena Gagal Panen, Sedikitnya Rp 1 Trilyun Dana KUT Sulit Kembali, Kamis, 27 Januari 2000,
12:59 WIB Kompas, ant/glo.
Koperasi Harus Lebih Transparan 12 Jul 2000 19:4:39 WIB TEMPO Interaktif Oman Sukmana.
Koperasi Jangan Jadi Beban Rakyat 31 Aug 2001 11:38:58 WIB TEMPO Interaktif Dede Aribowo.
Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja
sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta.
Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan,
dalam Economics e-journal, January, 28 2000.
Menteri Koperasi Akan Resmikan Jaringan Ritel Koperasi 10 Sep 2001 22:36:8 WIB, TEMPO
Interaktif, Suseno.
Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), 2000. Profil Lembaga.
Sudjatmiko, Budiman dan Haryanto, Petrus, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik Partai Rakyat
Demokratik. Jakarta.h
16

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaKonsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaChaeraniirma
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1Triawidi
 
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasi
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasiAkbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasi
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasiakbarbayuperd
 
Tugas softskill koperasi 1
Tugas softskill koperasi 1Tugas softskill koperasi 1
Tugas softskill koperasi 1dwirasmiati
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasiadisumardi
 
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggota
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggotaAnalisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggota
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggotaNgatidjo -
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasiadi120
 
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank Syariah
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank SyariahAkuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank Syariah
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank SyariahAn Nisbah
 
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...Kanaidi ken
 
Pengertian koperasi
Pengertian koperasiPengertian koperasi
Pengertian koperasiangraenino
 
Tugas softskill 1
Tugas softskill 1Tugas softskill 1
Tugas softskill 1dwirasmiati
 
Konsep dan Aliran koperasi kelompok 11
Konsep dan Aliran koperasi   kelompok 11Konsep dan Aliran koperasi   kelompok 11
Konsep dan Aliran koperasi kelompok 11yoraayoraa
 

Was ist angesagt? (19)

Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaKonsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Ekonomi Koperasi
Ekonomi KoperasiEkonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi
 
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasi
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasiAkbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasi
Akbarbayuperdana 2ea19 ekonomikoperasi
 
Tugas softskill koperasi 1
Tugas softskill koperasi 1Tugas softskill koperasi 1
Tugas softskill koperasi 1
 
Ekonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi Ekonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi
 
Kadin 98-2927-16062008
Kadin 98-2927-16062008Kadin 98-2927-16062008
Kadin 98-2927-16062008
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasi
 
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggota
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggotaAnalisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggota
Analisa peran koperasi terhadap pemberdayaan usaha anggota
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasi
 
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank Syariah
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank SyariahAkuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank Syariah
Akuntansi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank Syariah
 
Softskill
SoftskillSoftskill
Softskill
 
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...
Materi Pertemuan 7 - 9 KUKM di Univ.Widyatama (Kanaidi)_ Konsep Teoritis Kope...
 
Pengertian koperasi
Pengertian koperasiPengertian koperasi
Pengertian koperasi
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Mentahan
MentahanMentahan
Mentahan
 
Tugas softskill 1
Tugas softskill 1Tugas softskill 1
Tugas softskill 1
 
Ekonomi Koperasi Bab 1
Ekonomi Koperasi Bab 1Ekonomi Koperasi Bab 1
Ekonomi Koperasi Bab 1
 
Konsep dan Aliran koperasi kelompok 11
Konsep dan Aliran koperasi   kelompok 11Konsep dan Aliran koperasi   kelompok 11
Konsep dan Aliran koperasi kelompok 11
 

Ähnlich wie Pem budayaan jiwakooperatif-02

KOPERASI MAHASISWA.pptx
KOPERASI MAHASISWA.pptxKOPERASI MAHASISWA.pptx
KOPERASI MAHASISWA.pptxbita41
 
Koperasi dalam ekonomi indonesia
Koperasi dalam ekonomi indonesiaKoperasi dalam ekonomi indonesia
Koperasi dalam ekonomi indonesiaAgustria Pertiwi
 
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaKonsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaChaeraniirma
 
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaSentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaMia Mancani
 
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaSentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaMia Mancani
 
Power poin ekonomi koperasi
Power poin   ekonomi koperasiPower poin   ekonomi koperasi
Power poin ekonomi koperasiwijitricahyani
 
Tugas softskill
Tugas softskillTugas softskill
Tugas softskillevilawati
 
MANAJEMEN KOPERASI UMKM PERTEMUAN 1 (1).ppt
MANAJEMEN KOPERASI  UMKM PERTEMUAN 1 (1).pptMANAJEMEN KOPERASI  UMKM PERTEMUAN 1 (1).ppt
MANAJEMEN KOPERASI UMKM PERTEMUAN 1 (1).pptMeysintiaDewii
 
Pengertian koperasi
Pengertian koperasiPengertian koperasi
Pengertian koperasiangraenino
 
Universitas gunadarma ekonomi koperasi
Universitas gunadarma ekonomi koperasiUniversitas gunadarma ekonomi koperasi
Universitas gunadarma ekonomi koperasinani_nurhayati
 
Makalah perkoperasian di indonesia
Makalah perkoperasian di indonesiaMakalah perkoperasian di indonesia
Makalah perkoperasian di indonesiaReyy193
 
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesiaSistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesiaLisca Ardiwinata
 
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023Dorii Listypeach
 
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesia
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesiaSejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesia
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesiarosikhohn
 
Sejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiaSejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiarosikhohn
 
Sejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiaSejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiarosikhohn
 

Ähnlich wie Pem budayaan jiwakooperatif-02 (20)

KOPERASI MAHASISWA.pptx
KOPERASI MAHASISWA.pptxKOPERASI MAHASISWA.pptx
KOPERASI MAHASISWA.pptx
 
Bab I dewi
Bab I dewiBab I dewi
Bab I dewi
 
Koperasi dalam ekonomi indonesia
Koperasi dalam ekonomi indonesiaKoperasi dalam ekonomi indonesia
Koperasi dalam ekonomi indonesia
 
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesiaKonsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
Konsep koperasi,sejarah dan aliran koperasi indonesia
 
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaSentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
 
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesiaSentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
Sentuhan ekonomi koperasi untuk kemajuan perekonomian di indonesia
 
Power poin ekonomi koperasi
Power poin   ekonomi koperasiPower poin   ekonomi koperasi
Power poin ekonomi koperasi
 
Tugas softskill
Tugas softskillTugas softskill
Tugas softskill
 
MANAJEMEN KOPERASI UMKM PERTEMUAN 1 (1).ppt
MANAJEMEN KOPERASI  UMKM PERTEMUAN 1 (1).pptMANAJEMEN KOPERASI  UMKM PERTEMUAN 1 (1).ppt
MANAJEMEN KOPERASI UMKM PERTEMUAN 1 (1).ppt
 
Pengertian koperasi
Pengertian koperasiPengertian koperasi
Pengertian koperasi
 
Denisah
DenisahDenisah
Denisah
 
Universitas gunadarma ekonomi koperasi
Universitas gunadarma ekonomi koperasiUniversitas gunadarma ekonomi koperasi
Universitas gunadarma ekonomi koperasi
 
Fajar
FajarFajar
Fajar
 
Fajar
FajarFajar
Fajar
 
Makalah perkoperasian di indonesia
Makalah perkoperasian di indonesiaMakalah perkoperasian di indonesia
Makalah perkoperasian di indonesia
 
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesiaSistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi indonesia
 
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
 
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesia
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesiaSejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesia
Sejarah koperasi dan Prinsip Koperasi di indonesia
 
Sejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiaSejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesia
 
Sejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesiaSejarah koperasi di indonesia
Sejarah koperasi di indonesia
 

Kürzlich hochgeladen

Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2PutriMuaini
 
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docx
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docxMAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docx
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docxYogiAJ
 
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptxBab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptxlulustugasakhirkulia
 
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaPPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaSukmaWati809736
 
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang PopulerSV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang PopulerHaseebBashir5
 
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerMengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerHaseebBashir5
 
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohLAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohkhunagnes1
 
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptx
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptxKUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptx
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptxFORTRESS
 
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppterlyndakasim2
 
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing SoloCALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solojasa marketing online
 
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptxTERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptxFORTRESS
 
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxSLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxdevina81
 
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiPerspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiSeta Wicaksana
 
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik Perhatian
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik PerhatianTentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik Perhatian
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik PerhatianHaseebBashir5
 
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGAN
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGANPPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGAN
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGANdewihartinah
 
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama LinkajaUNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkajaunikbetslotbankmaybank
 
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptxerlyndakasim2
 
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...HaseebBashir5
 
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...FORTRESS
 
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...FORTRESS
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
 
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docx
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docxMAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docx
MAKALAH MANAJEMEN BISNIS RIRIS DAN YUDI.docx
 
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptxBab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
 
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaPPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
 
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang PopulerSV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
SV388: Platform Taruhan Sabung Ayam Online yang Populer
 
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerMengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
 
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohLAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
 
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptx
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptxKUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptx
KUAT!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Besi Plat Polos di Serang .pptx
 
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt
1A. INTRODUCTION TO Good corporate governance .ppt
 
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing SoloCALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
CALL/WA: 0822 348 60 166 ( TSEL ) Jasa Digital Marketing Solo
 
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptxTERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
 
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxSLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
 
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiPerspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
 
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik Perhatian
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik PerhatianTentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik Perhatian
Tentang Gerhanatoto: Situs Judi Online yang Menarik Perhatian
 
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGAN
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGANPPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGAN
PPT - PSAK 109 TENTANG INSTRUMEN KEUANGAN
 
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama LinkajaUNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
 
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx
2. PRINSIP KEUANGAN HIJAU- PELATIHAN GREEN FINANCE.pptx
 
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
 
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
 
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
UNGGUL!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Putih di Pangkal...
 

Pem budayaan jiwakooperatif-02

  • 1. Pembudayaan Jiwa Kooperatif Antara Cita dan Fakta di Indonesia1 Makalah untuk Lomba Karya Tulis Perkoperasian Oleh: Daru Indriyo 1 Makalah diajukan kepada Panitia Lomba Karya Tulis Perkoperasian, Kantor Meneg. Kop UKM, 2002. 1
  • 2. BAB I A. Koperasi Sebagai Lembaga Bagai Kapal Temaram Kooperatif secara harfiah co (bersama) dan operative (bekerja) yang berarti bekerja sama antara individu satu dengan individu yang lain dalam sebuah komunitas manusia. Dalam Hasan (2002) koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha (multipurpose), misalnya pembelian dan penjualan.2 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Perkoperasian di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, dan bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.3 Makna terminologi kooperatif ini menjadi bias ditujukan pada koperasi sebagai lembaga/institusi. Padahal yang lebih ditekankan itu makna kooperatif yang cukup fleksibel dan luas bukan ”stempel” nama koperasinya. Sehingga kooperatif sebagai nilai dan roh seolah-olah hanya lazim dipakai dalam bidang ekonomi saja yang layak berstempel kerja sama. Bidang sosial, politik, budaya, seni, sastra, agama, pendidikan, pertahanan dan keamanan, dalam konteks tersebut, mungkin dianggap tidak berhak punya istilah kerja sama. Apakah reduksi makna ini juga mereduksi roh dan kinerja koperasi sebagai lembaga? Bagaimana tidak mengurangi makna jika koperasi sebagai kapal yang mempunyai kekuatan dan muatan besar itu, hanya dilihat sebagai speed boat? Dua hal yang tentu sangat berbeda. Koperatif sebagai ”roh” diharapkan mampu mewarnai sistem perekonomian sebuah bangsa atau negara, sehingga kapal ini diharapkan dapat membawa masyarakat menuju aktualisasi potensi diri (leadership) dan pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship) secara sinergis dan harmonis. Tapi jika dilihat sebagai speed boat yang hanya disiapkan untuk rekreasi, memancing atau menyusur pantai maka koperasi ini tidak akan dapat bertahan lama dalam percaturan dunia usaha dan hanya sebagai pelengkap-penderita di tengah raksasa titanik budaya konglomerasi Indonesia maupun korporasi multinasional dunia. Dalam lautan ekonomi global, koperasi bagai kapal temaram apakah siap berlayar mengarungi samudera perdagangan bebas, ombak kompetisi kualitas produk dan badai informasi elektronik, meski hanya bermodalkan roh kerja sama, dayung loyalitas anggota dan meriam mitos usaha. Atau rela tersingkir terhadap perusahaan manufaktur multinasional, kalah oleh dominasi monopoli perusahaan negara, dan hanya terpojok dalam usaha memenuhi kebutuhan pokok (klontong) para pegawai di kantor atau buruh di pabrik? B. Mendayung antara Kapital- Neo Liberal dan Populis-Demokratik Sejarah koperasi sering dihubungkan dengan kemunculan kebangkitan ekonomi produksi yang dipacu oleh revolusi industri di Eropa Barat. Untuk Indonesia, di awal abad ke-20 koperasi muncul identik dengan para pedagang pribumi yang berusaha bersaing dengan naga bisnis keturunan Tionghoa. Menurut Lion (1999), pertentangan pribumi dengan etnis Cina karena faktor ekonomi bukan hal baru. Misalnya pada tahun 1909 di Betawi (Jakarta) didirikan organisasi dagang dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada 1911 di Bogor didirikan SDI yang kedua. Pendirinya adalah Tirtoadisurjo, dengan cita-cita mendirikan persekutuan dagang perkoperasian Indonesia bertujuan utama mematahkan dominasi ekonomi pengusaha Cina dalam bisnis bahan dan industri batik. Untuk mencapai tujuan itu, didirikan SDI yang ketiga di Solo tahun 1911 oleh H. Samanhudi, seorang pedagang besar batik di Solo, dengan tujuan memajukan kehidupan ekonomi rakyat di bawah bendera Islam. 2 http://www.alislam.or.id/fiqh/arsip/00000016.html/ Sumber: Diadaptasi dari "Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan", M. Ali. Hasan 3 http://www.koperindo.com/infokop 2
  • 3. Yang terjadi kemudian bukan persaingan bisnis murni, tetapi sering terjadi bentrokan-bentrokan fisik. Dengan alasan untuk memelihara ketertiban, ketentraman dan keamanan, atas perintah residen (Belanda) Solo rijksbestuurde (papatih Sri Susuhunan) membekukan SDI, yang kelak setelah aktif lagi mengalami beberapa kali perubahan nama, seperti Sarekat Islam (SI) yang tak terfokus pada soal perdagangan lagi (Lion, 1999). Para naga bisnis ini semula mendapat previlege dari VOC (Vereennigde Oost Indische Compagnie) untuk menjalankan berbagai bisnisnya di Hindia Belanda dibanding para pedagang pribumi (Sarekat Islam). Hal inilah yang memberi inspirasi para pedagang untuk berkumpul membentuk serikat dagang yang berfungsi untuk menandingi usaha mereka agar dapat berkompetisi. Menurut Liem Twan Djie dalam AG dan Muchtar, (1995)…”terlebih-lebih pada tahun sebelum Perang Dunia II ada tanda-tanda yang menunjukkan bangkitnya kerajinan pribumi sangat kuat. Jadi, kemungkinan untuk menyingkirkan perdagangan perantara oleh koperasi cukup besar…”. Ada satu pertanyaan kritis dari beliau yang cukup realistis, ”Apakah koperasi-koperasi itu akan tumbuh sehingga menjadi dewasa, hal ini akhirnya bergantung pertanyaan apakah mereka dapat memenuhi tugas perdagangan perantara dengan lebih baik dan lebih murah”. Para kompeni yang imperialis dan kapitalis telah menguras sumber daya alam negeri jajahan dengan orientasi ekspor (merkantilis). Para distributor banyak dikuasai oleh pedagang keturunan Tionghoa, sedang pribumi menjadi pemasok bahan baku untuk industri. Pada saat ini telah terjadi perang wacana antara Blok Barat yang pro kapitalisme dengan Blok Timur yang pro sosialisme-komunisme. Koperasi sebagai embrio gerakan ekonomi juga tidak lepas dari pencarian jati diri mau memihak salah satu blok atau menolak semuanya. Eksistensi dan kinerja koperasi, sebagai sub sistem dari sebuah negara atau bangsa tentu tidak dapat lepas dari sistem politik, sosial maupun budaya yang dipunyai atau diterapkan negara. Agaknya seperti sikap politiknya yang menentang keras terhadap ideologi kapitalisme penjajah, tapi mereka juga menolak sosialisme sembari tetap berusaha dengan modal kecil hingga menengah. Praktik inilah yang sering menjadi pertentangan sengit internal antaranggota dikarenakan ketidakjelasan sikap dalam menentukan ”jalur perjuangan”. Ibarat orang mendayung perahu mana yang didahulukan, antara orientasi kiri (Sosialisme-Komunisme) dengan peningkatan kesejahteraan anggota dan orientasi kanan (Imperialime-Kapitalisme) dengan konsekuensi pengembangan usaha (modal). Dua orientasi ini sekarang berubah nama menjadi orientasi Populis-Demokratik bagi kiri dan orientasi Kapital-Neo Liberal bagi kanan. C. Koperasi Terdampar di Pulau Konstitusi dan Regulasi Pada waktu kemerdekaan dicapai, koperasi telah diikrarkan sebagai bentuk lembaga usaha yang ideal bagi rakyat Indonesia. Karena lembaga ini dianggap mempunyai fleksibilitas dan kompromitas dalam menjalankan sebuah usaha. Sebagai soko guru perekonomian negara, koperasi telah dikukuhkan oleh legislatif sebagai lembaga dasar yang telah diakui Undang-undang (Konstitusi) dan telah mendapat dukungan dari eksekutif dengan munculnya berbagai peraturan (Regulasi) yang mengatur keberadaan koperasi. Kendati secara legal telah mendapat fasilitas namun dalam pelaksanaan dan praktik di lapangan belum mendapat dukungan maupun simpati yang luas dari masyarakat. Koperasi belum mampu menunjukkan dirinya sebagai lembaga atau organisasi rakyat yang mampu memenuhi kebutuhan atau aspirasi mereka. Berbagai regulasi yang ada justru menjadi bumerang bagi rakyat sendiri, sehingga tidak memberi spirit baru tapi membunuh usaha dengan monopoli regulasi (monolog politik). Kasus-kasus seperti tata niaga beras yang cenderung ”dimonopoli” Bulog, cengkeh yang dikendalikan dan dikuasai Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), susu yang masih menginginkan proteksi dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Yang lebih kontroversial lagi adalah munculnya proteksi impor mobil atas nama kepentingan nasional serta pengucuran dana Kredit Usaha Tani (KUT) oleh KUD atau LSM yang hingga saat ini terjadi kemacetan dalam pengembaliannya. Regulasi yang cenderung monolog (top-down) ini seharusnya segera diakhiri dan diganti dengan program-program orisinal, lokal dan didialogkan dari bawah ke atas (bottom-up). Untuk mencapai resultante ini dibutuhkan sistem komunikasi yang handal dan efektif sehingga ide-ide yang ada tidak dimentahkan oleh ”penguasa” atau struktur di atasnya. Menurut penelitian yang dilakukan Prof. Thoby Mutis di tahun 1990-an, sampai saat ini, sebagian besar KUD hidupnya ”bergantung” pada pemerintah. Hal ini terjadi karena tidak ada rasa kepemilikan dari anggotanya. Sembilan puluh persen (90%) sampel yang ditanyai meyakini bahwa KUD itu milik pemerintah.4 Sedang Sri Edi Swasono berpendapat semestinya koperasi dibiarkan tumbuh dari bawah. Itu lebih sehat ketimbang dibeking dari atas. Makanya, Depkop harus mengubah pola pikirnya dari instruktif menjadi penggerak inisiatif. Menurut Dr. Benny Pasaribu, yang lebih menonjol sejak jaman Orde Baru hingga sekarang 4 http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi usaha yang besar bila tak diatur dari atas; Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi. 3
  • 4. adalah kegiatan yang dilakukan Menteri Koperasi, bukan pengurus koperasi. Dia meyakini selama ”sistem komando” belum diubah, koperasi tak akan bisa tumbuh menjadi besar alias kontet selamanya.5 Apakah kooperatif sebagai roh harus bisa membebaskan diri dari kerangka konstitusi dan jebakan regulasi yang melilit dalam tubuhnya, sehingga beban-bebannya dapat dihilangkan dan dapat kembali berlayar dengan ringan? Atau mau dibiarkan terkubur menjadi mitos? C. Tujuan: 1. Menguak kembali pemikiran kooperatif di Indonesia. 2. Melihat realitas praktik kegiatan lembaga koperasi di Indonesia. 3. Mencari format dan model terbaik pengembangan jiwa kooperatif yang otentik sesuai pluralitas- mulikultural masyarakat Indonesia. 5 http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi usaha yang besar bila tak diatur dari atas; Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi. 4
  • 5. Bab II A. Manifesto Bung Hatta Tentang Jiwa Koperasi Bung Hatta yang telah makan asam garam ribuan literatur, textbook dan referensi pemikiran ekonomi-politik Eropa Barat telah merefleksikan ”jalan perjuangan” yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, yaitu memilih prinsip dan asas kooperatif sebagai pilihan paling tepat dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Beliau mempunyai keyakinan sebagai berikut: "Yang hendak kita persoalkan di sini ialah kedudukan soal usaha ekonomi dalam masyarakat kita. Kaum produsen sebagian yang terbesar terdiri dari bangsa kita. Kaum konsumen demikian pula. Akan tetapi kaum distributor terdiri daripada bangsa asing. Dan inilah suatu pokok yang penting yang menjadi sebab kelemahan ekonomi rakyat kita... Kaum saudagar asing dengan segala bujangnya yang terdiri daripada bangsa kita sudah melakukan Einschaltung (penyusupan) ke dalam ekonomi kita. Sekarang usaha kita hendaklah mengerjakan Ausschaltung (penyingkiran) merebut jalan perdagangan itu dari tangan bangsa asing.... Untuk mencapai maksud itu kaum industri tersebut mengadakan persatuan. Demikian pula seharusnya taktik ekonomi rakyat kita. Sebagai kaum produsen rakyat kita harus menggabungkan diri untuk menimbulkan koperasi produksi. Misalnya tiap-tiap desa atau kumpulan desa menjadi persatuan kooperasi produksi, bekerja bersama dan berusaha bersama. Kalau kaum tani Indonesia sudah bersatu dalam perekonomiannya, pendiriannya sudah kuat terhadap saudagar asing yang menjadi si pembeli... Ke arah inilah harus ditujukan ekonomi rakyat, kalau kita mau memperbaiki nasibnya. Usaha ini tidak mudah, menghendaki tenaga dan korban yang sepenuh-penuhnya dengan menyingkirkan segala cita-cita partikularisme. Dapatkah ia dicapai? Bagi kita tidak ada yang mustahil, asal ada kemauan. Susunlah kemauan itu lebih dahulu!" (Hatta: 1933).6 Dari keyakinan di atas dapat dipetik beberapa kata kunci sebagai bahan kontemplasi yaitu 1. Distributor 2. Persatuan usaha 3. Kaum tani bersatu 4. Kemauan 5. Tenaga dan korban sepenuh-penuhnya Sebagai dwitunggal Bung Hatta banyak menyentuh sisi ekonomi sedang Bung Karno banyak mengisi sisi politik. Dalam konteks ”gerakan pembebasan”, rasanya kurang lengkap jika tidak melihat pandangan Bung Karno dalam konteks demokrasi sebagai berikut: "Banyak di antara kaum nasionalis Indonesia yang berangan-angan: jempol sekali jikalau negeri kita bisa, seperti Jepang atau negeri Amerika Serikat atau negeri Inggeris! Kaum nasionalis yang demikian itu adalah kaum nasionalis burgerlijk, yaitu kaum nasionalis burjuis. Mereka adalah burgerlijk revolutionair dan tidak social revolutionair. Nasionalisme kita tidak boleh nasionalisme yang demikian itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. Nasionalisme kita haruslah lahir daripada menseijkheid. Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme yang dengan perkataan baru kami sebutkan: Sosio-Nasionalisme dan demokrasi yang harus kita cita- citakan haruslah juga demokrasi yang kami sebutkan: Sosio-Demokrasi. Apakah sosio- nasionalisme dan sosio-demokrasi itu? Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme- masyarakat, dan sosio demokrasi adalah demokrasi masyarakat. Tetapi apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi-masyarakat? Memang maksudnya sosio- nasionalisme ialah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, tidak ada kaum yang papa sengsara... Sosio- demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil sahaja, tetapi 6 Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan, dalam Economics e- journal, January, 28 2000. 5
  • 6. kepentingan masyarakat sosio-demokrasi ialah demokrasi-politik dan demokrasi ekonomi" (Soekarno, 1932).7 Dari keyakinan di atas dapat dipetik beberapa kata kunci sebagai bahan kontemplasi yaitu 1. Mencari selamatnya perikemanusiaan 2. Keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna 3. Tidak ada kaum yang tertindas 4. Tidak ada kaum yang cilaka 5. Tidak ada kaum yang papa sengsara Dalam pidato tanggal 12 Juli 1951 Bung Hatta menandaskan lagi akan pentingnya jiwa kooperatif sebagai ”roh” bukan sebagai ”dogma” atau ”lembaga”: ”Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka nampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuan ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga. Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama”.8 Dalam manifesto ini, nampak penolakan Bung Hatta terhadap ideologi Karl Marx dan Frederick Engels yang mempertentangkan antara kelas majikan (pemimpin) dan kelas buruh (pekerja), tapi lebih mendorong kerja sama saling pengertian dalam berbagi peran dan tanggung jawab. Di samping itu, juga menolak dominasi modal ala David Ricardo dan Adam Smith demi keuntungan pribadi semata (penumpukan modal) sebesar-besarnya, bukannya berbagi rasa sejahtera dan bahagia secara bersama. Dalam jiwa kooperatif yang diimpikan Bung Hatta adalah tumbuh dan berkembangnya individu-individu yang ”sadar” dan mengetahui tugas serta kewajibannya dalam sebuah lembaga, sehingga tidak timbul konflik internal maupun prasangka negatif dalam keluarga tersebut, melainkan nilai solidaritas (tolong-menolong-persaudaraan) dan nilai kebersamaan (penyelamatan-pembebasan) sangal kental mewarnai jiwa kooperatif ini. 7 Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan, dalam Economics e- journal, January, 28 2000. 8 http://www.koperindo.com/infokop; cuplikan dari Tabloid Suara Koperasi Edisi 2, Mei 2001. 6
  • 7. BAB III A. Quo Vadis Jiwa Kooperatif Apakah koperasi sebagai lembaga impian ini masih eksis di Indonesia? Apakah jiwa-jiwa kooperatif masih tumbuh di negeri ini? Mungkin secara harfiah sulit diukur tapi secara maknawi mungkin telah muncul secara alami, apalagi setelah reformasi tentu banyak sekali lembaga usaha yang mereposisi dan merestrukturisasi diri menjadi lembaga yang lebih solid dan berani bersuara dalam mengembangkan usahanya. Sebab hakikat berkooperatif tidak dapat dilepaskan dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang di masa lalu dibelenggu oleh penguasa Orde Baru dari tingkat Presiden hingga RT/RW. Kalau dilihat secara makro ekonomi-koperasi belum memperhatikan ”jiwa kooperatif” yang muncul dari bawah, sehingga yang dilihat oleh pemerintah masih dalam konteks tekstual kelembagaan yang bernama koperasi dan induknya. Konteks kooperatif sebagai jiwa entrepreneurship (beyond cooperation as institution) belum dilihat secara utuh, sehingga yang layak dibantu itu hanya lembaga-lembaga yang berlabel ”koperasi”. Tapi yang lebih eksis ke depan nanti adalah lembaga yang bergerak tanpa bantuan, progresif, proaktif dan adaptif dalam menjawab tantangan dunia usaha dan mempunyai jaringan kerja yang luas. Entah itu berbentuk koperasi, perusahaan (PT), LSM/Ornop, yayasan, paguyuban, lembaga, CV, UD, waralaba, multilevel, aliansi, serikat, koalisi, jaringan atau kelompok swadaya yang lain. Senada dengan pernyataan di atas Wapres Hamzah Haz juga mempunyai keyakinan semacam itu, berkaitan dengan amandemen UUD 1945 Pasal 33 dan revisi UU No 25 Tahun 1992 tentang koperasi, yang penting dari pasal itu jiwa dan rohnya yaitu ”kooperatif”. Menurut Wapres bukan masalah jenis dan usaha yang menjadi masalah. Walaupun koperasi, BUMN, atau perseroan terbatas sekali pun, jika mempunyai ”jiwa kooperatif”, sudah mencerminkan Pasal 33 UUD 1945, bahkan jika perseroan terbatas sudah go public berarti sudah dimiliki masyarakat banyak. Dan dimiliki masyarakat banyak mencerminkan ”jiwa kooperatif”.9 Definisi koperasi menurut North American Students of Co-operation (NASCO) adalah ”A cooperative is a business controlled by the people who use it. It is a democratic organization whose earnings and assets belong to its members. By patronizing and becoming an active member of a co-op, you invest yourself with the power to shape that business. You control the politics and economics of what is truly your organization”.10 Sedang The Singapore National Co-operative Federation Ltd (SNCF) memberi definisi sebagai berikut: ”A co-operative is an autonomous association of persons united voluntarily to meet their common economic, social and cultural needs and aspirations through a jointly owned and democratically controlled enterprise”.11 Di sini jelas sekali koperasi dipahami sebagai sebuah ”bisnis kooperatif” yang dikontrol oleh rakyat yang menjadi anggotanya. Ini adalah organisasi yang populis-demokratik yang mempunyai aset dan modal dengan sistem kemitraan demi memajukan usaha anggotanya. Anggota dapat mengontrol jalannya mekanisme ekonomi, politik dan budaya dalam lembaga ini secara jujur dan transparan. Hal ini juga ditegaskan Gus Dur (2000) koperasi itu berperan besar, namun kelemahannya adalah penerapan sistem manajemen yang belum transparan, jujur dan komprehensif. Dalam waktu dekat kondisi ini agar sesegera mungkin berubah, kalau tidak gerakan koperasi akan terus mengalami kemunduran.12 9 Koperasi Jangan Jadi Beban Rakyat ,31 Aug 2001 11:38:58 WIB Dede Aribowo TEMPO Interaktif. 10 http://www.nasco.org. 11 http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/identity.asp 12 Koperasi Harus Lebih Transparan 12 Juli 2000 19:4:39 WIB Oman Sukmana TEMPO Interaktif. 7
  • 8. Tabel 1. Perbedaan Koperasi Sebagai Lembaga dan Kooperatif Sebagai Jiwa No Koperasi Kooperatif 1 Terminologi: - mengarah pada lembaga (institutif) usaha lengkap dengan jargon dan simbol - mengarah pada jiwa atau roh (ajektif) berusaha sesuai dengan nilai-nilainya 2 Struktur: - di bawah pemerintah (negara) melalui Dekopin atau induknya. - bebas dan tumbuh di berbagai sektor kehidupan 3 Fungsi: - mengakomodasi konstitusi dan regulasi yang ada - mengakomodasi aspirasi komunitas bisnis 4 Aksi: - defensif , menunggu dari atas - cenderung tertutup dan apatis terhadap perkembangan jaman - progresif-proaktif - terbuka dan adaptif menjawab tantangan jaman 5 Keberlanjutan: - tidak berkembang dan akan membusuk dari dalam - berkembang dinamis sesuai kebutuhan anggota Selain itu, Gus Dur juga berpendapat koperasi sebagai badan ekonomi, keberadaan koperasi tidak dapat dilepaskan dari ukuran-ukuran ekonomi seperti efisiensi, persaingan dan profit. Perhitungan ini harus diterapkan dalam koperasi agar dapat bersaing dengan badan ekonomi lainnya seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta. Koperasi tidak memiliki unsur mencari keuntungan, dan hanya mengandalkan Sisa Hasil Usaha (SHU) saja. Hal ini membuktikan penghargaan kepada koperasi masih kecil, karena hanya mengambil sisa saja13 , belum hasil optimal yang sesungguhnya. Transformasi ”jiwa kooperatif” beserta nilai-nilainya tidak seindah yang dicitakan, dituliskan atau dipidatokan, tapi bagaimana mekanisme riil di lapangan dapat dilaksanakan sesuai dengan kapasitas masyarakat setempat dalam berniaga dan berserikat sesuai prinsip kooperatif. B. Lembaga Koperasi Berlabuh Tanpa Kayuh Untuk dapat berlayar dibutuhkan layar yang terkembang, agar dapat melaju diperlukan roda dan mesin yang mampu menggerakkan. Dalam perjalanannya koperasi sebagai lembaga tumbuh dan mati akibat tidak jelas konstruksi seperti apa yang akan dibangun agar mitos soko guru itu menjadi etos dan patos dalam melakukan segala aktivitasnya. Ibarat berlabuh tanpa kayuh, koperasi sebagai jargon dan ideologi diujarkan setiap hari tapi tidak pernah dicoba diwujudkan dalam aksi yang sistemik. Pandangan bahwa institusi usaha ini juga ”menjamin” kesejahteraan atau ”menjanjikan” kemajuan anggota menjadi pudar. Meski tanpa kayuh, ternyata masih ada lembaga koperasi yang mampu memberi kontribusi yang tidak kecil dalam perolehan devisa negara, seperti 13 Koperasi Harus Punya Motif Keuntungan 12 Jul 2001 13:40:39 WIB TEMPO Interaktif 8
  • 9. tahun 1994 koperasi dan pengusaha kecil dapat masukan dari eskpor non-migas 5.672,8 juta dolar AS (40,9) persen dari total ekspor non migas nasional sebesar 13,866, 1 juta dolar AS.14 Puspeta Klaten di tahun 1990 mampu mengekspor berbagai produk dengan nilai total Rp. 3,97 miliar dan tiga tahun kemudian naik tajam menjadi Rp. 9,4 miliar.15 Keberhasilan ini tidak lepas dari pendidikan dan pelatihan dari Departemen terkait dan Cooperative League of USA (CLUSA) yang dicanangkan tahun 1980, yang telah memfasilitasi berbagai model panduan organisasi, administrasi, bisnis dan perannya dalam mendukung perekonomian pedesaan.16 Inisiasi Credit Union (CU) yang diujicobakan di Kalimantan Barat oleh Komunitas Pancur Kasih, ternyata juga memberi ”kepercayaan publik” bahwa usaha ini dapat diterima dan pengelolaannya dapat ditangani oleh komunitas masyarakat setempat, tentu dengan fasilitasi beberapa kali oleh Tim CU. Bahkan adanya CU ini, agak ”mengganggu” eksistensi Bank Rakyat Indonesia (BRI) di tiap-tiap kecamatan di Kalimantan Barat. Gejala yang mengarah kepada diversifikasi jenis kegiatan yang tidak konvensional telah dimulai pada KUD Setya Budhi, Brebes, telah merintis toko swalayan, wartel dan mini market. Jaringan ritel dan distribusi milik Inkop RTMM di bilangan Pasar Rumput, Jakarta Pusat, telah membangun unit-unit grosir dan mini market, di samping mengembangkan warung-warung anggota koperasi. Koperasi mampu menyerap 780 tenaga kerja dari 14 grosir lima (5) di Jakarta, sembilan (9) di Semarang dan Kudus serta 20 mini market.17 Kendati demikian cerita pahit juga mewarnai ideologi koperasi ini dengan macetnya Kredit Usaha Tani (KUT) sebesar Rp 6,09 triliun untuk musim tanam 1998/1999.18 Menurut Menkop Zarkasih Nur, pemerintah telah mengucurkan dana KUT sebesar Rp 8,1 trilyun, tetapi sampai batas waktu pengembalian dana tersebut para petani masih menunggak sekitar Rp 6 trilyun.19 Logika keberpihakan terhadap rakyat yang bias ”balas dendam” perlu dikoreksi kembali agar revitalisasi ekonomi rakyat ini tidak bercitra ”buruk”. Padahal kebusukan yang sama dan berskala lebih besar telah dilakukan oleh pengusaha kakap konglomerat puluhan tahun yang lalu dan hingga saat ini masih bebas dari jeratan hukum serta asyik rekreasi ke luar negeri dengan alasan ”berobat”. 14 AG, Suyono dan Muchtar, Irsyad, 1995. Koperasi dalam Sorotan Pers, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. h. 243 15 ibid h. 251 16 ibid h. 252 17 Menteri Koperasi Akan Resmikan Jaringan Ritel Koperasi, 10 Sep 2001 22:36:8 WIB, TEMPO Interaktif, Suseno. 18 Dewan Koperasi Soroti KUD Black List, 29 Jan 2001 19:40:58 WIB TEMPO Interaktif, Kurie Suditomo. 19 Karena Gagal Panen, Sedikitnya Rp 1 Trilyun Dana KUT Sulit Kembali, Kamis, 27 Januari 2000, 12:59 WIB Kompas, ant/glo. 9
  • 10. Bab IV A. Rethinking Koperasi: Menata Jiwa Meraih Bahtera Koperasi seperti yang diideologikan Bung Hatta seharusnya mampu tumbuh dari rahim rakyat sendiri dan didukung oleh birokrasi pemerintah. Nilai-nilai usaha dan kerja yang muncul pun merupakan manifestasi dari akar budaya usaha masyarakat bukannya dari teori textbook atau pidato ”tokoh koperasi” atau retorika birokrasi, sehingga tidak lepas dari akar kesejarahan usaha (milestones) yang ada. Kesadaran berusaha tidak dapat dipaksakan kepada komunitas yang memang berbeda dalam visi menjalankan sebuah ”usaha” atau visi melihat ”kerja” itu sendiri. Ada yang memandang kerja 7 hari, 5 hari tapi ada juga yang 2 hari sudah cukup. Taraf peradaban dan tingkat kebudayaan yang menjadi faktor penentu dalam memilih dan menentukan bentuk serta cara usaha yang paling tepat untuknya. Ikatan emosi atau semangat terhadap sebuah ideologi, suku, agama, kelompok, dan golongan seharusnya dapat menjadi sumber energi dan inspirasi dalam menggerakkan ”jiwa kooperatif”. Misalnya; kesamaan ideologi atas nama rakyat, jiwa Padang yang merantau dan membuat warung, merasa senasib dalam berkaki-lima atau berikrar untuk meneruskan perjuangan yang gagal. Inisiasi individu untuk bertukar budaya ekonomi dengan jalan bermigrasi atau berhijrah maka akan menumbuhkan spirit bertahan hidup (survival) yang militan. Seperti para pedagang keturunan Tionghoa yang banyak menyebar ke negeri ini, kata Sutan Takdir Alisjahbana, ”Bukannya kita memerangi mereka, tapi bagaimana ”mencinakan” orang pribumi, terutama dalam hal meningkatkan etos kerja dan profesionalisme”. Hal-hal ini merupakan embrio untuk menumbuhkan ikatan-ikatan atau jaringan-jaringan kerja yang sesuai dengan kultur masing-masing. Rethinking koperasi ini disandarkan pada jalan evolusi sejati daripada revolusi semu yang membisu tanpa aksi yang jitu. Perubahan bertahap sesuai dengan kapasitas masyarakat akan memberi makna yang lebih baik daripada perubahan frontal (top-down) yang justru menyengsarakan bahkan pada tingkat tertentu dapat ”membunuh” rakyat sendiri. Penataan jiwa kooperatif pun harus dimulai dari tingkat basis yaitu individu, keluarga, komunitas hingga sampai kelompok-kelompok masyarakat (Gambar 1. Basis Sebuah Usaha). Semua usaha tentu tidak dapat dilepaskan dari visi individu dalam melihat sebuah kerja. Kerja sama (kooperatif) ini sering dipahami dan dipraktikkan menjadi sama-sama kerja (gotong royong ala kampung), seperti kerja sama membangun rumah di pedesaan. Hal ini secara sosial bagus tapi secara profesional sangat tidak ekonomis, tidak efisien dan tidak efektif. Maka transformasi ”jiwa kooperatif” harus dibangun melalui individu, keluarga, komunitas hingga tercapai kesepahaman pengertian kooperatif beserta nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Hal ini tentu butuh pelatihan dan pembelajaran yang bersifat jangka panjang melalui berbagai kegiatan atau program yang sesuai dengan kebutuhan mereka.20 Identifikasi dan analisis sejarah serta budaya masyarakat sangat diperlukan untuk mengembangkan komunitas itu agar ke depan tidak terjadi ketergantungan baru. Kasus SASCO di Singapura telah memulai usahanya sejak 1925 dengan dinamika perubahan nama maupun bentuk usaha agar lebih adaptif terhadap perkembangan jaman. Yang cukup mengejutkan adalah inisiasinya dari pegawai pemerintah dan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yaitu Singapore Government Servants' Co-operative Thrift and Loan Society Ltd beranggota 32 orang. Antara tahun 1925-1940 masyarakat melihat manfaat konsep kooperatif, membantu diri sendiri (self-help), dan pendampingan yang saling menghidupi (mutual assistance). Bersamaan ini lalu muncul organisasi serupa di kalangan pegawai sipil, guru, bea cukai, dan sektor swasta. Maka berdasarkan kebutuhan koordinasi dan kolaborasi lalu membuat wadah Singapore Urban Co-operative Union Ltd tahun 1933. Tahun 1954 berubah nama Singapore Co-operative Union Ltd, 1972 berubah menjadi Singapore National Co-operative Union Ltd, 1982 berubah lagi Singapore Amalgamated Services' Co-operative Organisation Ltd (SASCO). SASCO merupakan organisasi kooperatif puncak di bawah SNCF. Sejak tahun 1960 beranggotakan 104 asosiasi dan 37.844 orang, dengan modal 13,2 juta dolar. 21 20 Hal ini dialami penulis dalam melaksanakan sebuah proyek sapi di lereng Merapi, meski anggotanya banyak yang bertitel S-1 tapi mereka ini masih memahami kooperatif itu sama-sama kerja (gotong-royong). Pembagian kerja yang direncanakan sesuai dengan kapasitas individu masing-masing belum dapat berjalan dengan baik. 21 http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/ 10
  • 11. Hasil survei Prof. Thoby Mutis di Jepang, ada sebuah koperasi milik petani yang memiliki bank yang asetnya 10 kali lebih besar ketimbang punya BRI. Mereka juga memiliki banyak pasar swalayan, bahkan mempunyai koran beroplah dua (2) juta eksemplar per hari. Begitu pula di Amerika, saat ini ada ratusan ribu koperasi yang hidup dengan sehat. Sementara di Eropa, Swiss Air ternyata dimiliki oleh koperasi, bukan BUMN. Masih menurut Prof . Thoby Mutis koperasi-koperasi di negara maju itu pun tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan juga memperoleh bantuan dari pemerintah. Tapi, sifat dari bantuan itu sama sekali tidak dengan pendekatan "sedekah". Dalam hal pengelolaan HPH, misalnya, hampir seluruh hutan di Denmark dikelola koperasi. Ada pertanyaan klasik modalnya dari mana, tak beda dengan perusahaan swasta, koperasi pun bisa memperoleh pinjaman dari bank sentral seperti yang terjadi di Jepang maupun beberapa negara Eropa. Kalau pemerintah berani memberi pinjaman lunak pada kalangan bankir atau konglomerat yang instan dan nakal, kenapa kepada koperasi yang relatif mandiri tidak?22 B. Perlu Kesadaran Advokasi dan Keberanian Berinovasi Koperasi sebagai lembaga ekonomi tidak dapat dilepaskan dari kultur korporasi bisnis yang ada beserta nilai- nilai yang mewarnainya. Maka usaha-usaha yang mengarah pada penguatan internal maupun eksternal harus dilakukan, baik dalam aras advokasi kebijakan maupun inovasi gerakan. Selama ini negosiasi antarindividu anggota sepertinya menjadi kendala utama dalam berkooperatif, sehingga ikatan kebersamaan sering cepat luntur akibat tidak adanya kepercayaan dan keyakinan akan usahanya. Maka inovasi, negosiasi, dan koordinasi antaranggota maupun advokasi dan kolaborasi dengan antarpihak yang berkepentingan harus selalu dilakukan. Contoh advokasi para buruh perusahaan di beberapa negara seperti di Malaysia atau Thailand, di mana upah buruh telah mencapai 30% dari biaya produksi. Di negeri-negeri demokratis di Eropa Barat atau Australia kaum buruh melalui serikat buruhnya dapat meminta laporan keuntungan perusahaan pada dewan direksi. Dari laporan ini, serikat buruh dapat membuat Collective Bargaining (di Indonesia disebut kesepakatan kerja bersama, namun bedanya di sini hal ini tidak dilakukan oleh serikat buruh independen), dengan perusahaan tentang upah dan tunjangan-tunjangan.23 Kesadaran beradvokasi seperti ini perlu diterapkan di dalam lembaga koperasi sehingga ada kontrol yang riil dari anggota dan dapat menghilangkan prasangka buruk misal; ada yang merasa jadi ”sapi perahan”. Di samping keterampilan beradvokasi yang mensaratkan kemampuan negosiasi, keberanian berinovasi juga sangat penting dalam menunjang dinamisme internal komunitas-komunitas kooperatif sehingga muncul ide-ide baru yang dapat diimplementasikan. Berikut contoh inovasi mekanisme jaringan usaha bersama petani (Peasant Communities Based Company) di kawasan Merapi Merbabu, Jawa Tengah. Kita harus dapat melihat pengalaman usaha kooperatif seperti ini terutama di negara-negara Skandinavia (Denmark, Swedia dan Finlandia) yang bersistem sosial demokrat dengan sifat kooperatifnya (tanpa menamakan diri sebagai koperasi) mampu beradaptasi, bersinergi, bersaing bahkan dapat ”mengendalikan” perusahaan-perusahaan manufaktur-merkantilis skala besar (kapitalisme). Menurut Marquis W. Childs dalam AG dan Muchtar (1995) keberhasilan ini tidak terlepas dari peran pemerintah, sehingga dapat mencegah perusahaan swasta perorangan memonopoli sebuah usaha. Dalam rangka penyesuaian itulah koperasi harus mampu menata jiwanya bukan bentuk badan usaha atau institusinya, bukan gelas atau cangkirnya tapi isi dan mentalnya yang harus mampu beradaptasi dengan kondisi dan tuntutan pasar. Seperti perusahaan-perusahaan di Jepang yang selalu mengkaji ulang terhadap kesepakatan-kesepakatan kontrak kerja antara pemilik dan pekerjanya dengan baik, sehingga gejolak sosial atau konflik yang destruktif dapat dihindari. Lain halnya di Indonesia atau di Korea Selatan, yang selalu ada gejolak buruh dikarenakan masing-masing jarang berdialog dan bernegosiasi untuk mencapai visi dan kolaborasi bersama. Inisiasi apapun selama masih dalam mekanisme yang menuju keberlanjutan usaha dan keadilan sosial perlu kita dukung dalam menguatkan ekonomi rakyat. Pembukaan peluang yang berideologi populis tidak dapat dilakukan secara top-down seperti logika Adi Sasono yang ingin ”mengkoperasikan” segala usaha dengan ”memonopoli” distribusi barang dan jasa. Secara niat, saya kira itu sangat mulia, tapi tranformasi idenya kurang tepat, sebab budaya usaha masing-masing komunitas atau suku-suku di Indonesia sangat beragam dan mereka lebih tahu bidang garap mana yang ”dikuasainya”. Apa pun yang tumbuh dari atas akhirnya jadi kebakaran jenggot, tapi inisiasi lokal yang luwes dan adaptif akan menjadi embrio program yang berkelanjutan. 22 http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi usaha yang besar bila tak diatur dari atas Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi. 23 Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik. 11
  • 12. Loyalitas keberpihakan pada wong cilik, terutama petani dengan dikucurkannya Kredit Usaha Tani (KUT) cukup menghentakkan para konglomerat, hingga media luar negeri (Asia Week) menyebutnya sebagai the most dangerous man. Tapi loyalitas itu tidak melihat realitas masalah kompleks yang melilit petani sehari-hari di lapangan, sehingga terkesan bombastis. Peningkatan kapasitas manajerial, mental, dan kepedulian sosial sesama petani hampir tidak disentuh sama sekali, maka akhirnya yang muncul tidak berupa aksi sinergi diantara mereka tapi individu-individu yang memperkaya diri sendiri, indikatornya yaitu banyak kredit macet. Bab V Pergumulan dalam mencari ide-ide kritis dalam menentukan ”jalan ekonomi” pada tingkat negara, swasta maupun komunitas usaha bersama yang mempunyai nilai-nilai ideal seperti yang dilontarkan para pemikir negeri ini dari mulai Tirto Adisurjo, Cokroaminoto, Bung Hatta, Bung Karno, Sjahrir, Sumitro, Soedjatmoko, Widjojo, Emil, Dawam, Adi, Umar, Mari, Mulyani, Revrisond, Anggito, Adiningsih, Chatib, hingga Ikhsan, masih cantik di atas kertas tapi belum seindah di tataran realitas. Agaknya kita tidak boleh meninggalkan tonggak sejarah yang telah ditorehkan para ekonom-ekonom tersebut dalam menyikapi situasi ekonomi negara ini. Komunitas kooperatif sebagai elemen yang mewarnai dinamika ekonomi harus mampu beradaptasi dengan tantangan lokal, regional maupun global. Komunitas-komunitas kooperatif harus bisa mentransformasikan diri ke dalam bentuk-bentuk usaha yang sesuai dengan budaya dan taraf peradabannya. Apapun nama dan bentuknya, selama masih masuk kriteria atau kategori nilai-nilai yang diemban masih relevan dengan identitas jiwa kooperatif, hal itu merupakan pilihan realistis daripada menyebut diri koperasi tapi realitas jiwanya berlawanan dengan jiwa kooperatif bahkan lebih kejam dari kultur korporasi. Maka di akar rumput KUD sering disebut Kelompok Udu Dengkul (Kelompok Modal Dengkul), Kono Untalen Dewe (Sana Makan Sendiri) atau Ketua Untung Duluan, sedang di tingkat birokrasi pemerintah jadi Ku-peras-i. Untuk menuju gerbang di atas perlu dilakukan perubahan-perubahan yang mendasar yaitu: 1. Tingkat Kebijakan Oleh Pemerintah Sejarah sentralisme ekonomi yang diakibatkan oleh terus berlangsungnya ”blue print” regulasi Belanda dengan ekonomi yang sarat aturan (highly regulated economy), menjadi penyebab utama stagnannya sistem perekonomian nasional.24 Jiwa penjajah (Nederlander) akhirnya diwarisi oleh birokrasi pemerintah, sedang rakyat masih bermental pasrah dengan kondisinya (inlander). Hingga saat ini tujuan menjadikan kooperatif sebagai jiwa ekonomi bangsa masih gagal terbukti kebijakan yang muncul tidak dari inisiasi komunitas-komunitas kooperatif tapi malah dari Menteri Koperasi dengan monolog politik yang terwujud dalam lembaga koperasi. Benar apa yang dikatakan Higgins (1968) dalam Mallarangeng (2002) bahwa the co- operative society merupakan ”jalan tengah” antara komunisme dan kapitalisme-monopoli yang tak terkendali, namun cita-cita ini nyatanya masih abstrak dan secara konseptual tak jelas juntrungannya. Bagai mengayun dayung, maka dua orientasi yang selalu dipertentangkan tersebut harus kita ”rebut” dan pegang sendiri sehingga akses dan kontrolnya tidak lepas dari nilai-nilai kultur usaha masyarakat Indonesia. Pada tataran kebijakan makro (ekonomi politik) pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi, kabupaten sampai desa harus mampu mereposisi diri sehingga eksistensi sebagai lembaga publik dapat dirasakan oleh pelaku usaha di tingkat basis. Bukan malah, mengetatkan berbagai macam regulasi dengan berbagai pungutan. Di samping itu niat untuk menguatkan rakyat agar lebih mandiri harus dibuat mekanisme yang jelas dan transparan, sehingga keberpihakan terhadap golongan konglomerat tidak terulang lagi. Misalnya kebijakan masa lalu yang memberi peluang 0,2 % pengusaha menguasai 61,1% dari produksi nasional, dan 200 konglomerat menguasai hampir 70% aset nasional, kita harus tahu berapa juta 24 Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta. 12
  • 13. orang yang tidak dapat menikmatinya, khususnya di sektor perburuhan. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa pada sekarang ini dan pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 210,3 juta jiwa -- 27 jiwa di antaranya masih hidup di garis kemiskinan absolut, yang mayoritas berada di pedesaan.25 Pengusaha besar dengan keuntungan seratus persen yang diperoleh dari bangsa Indonesia dengan cara monopoli, oligopoli, jual beli lisensi, kolusi dan lain-lain, lalu disepakati akan diberi satu persen untuk rakyat miskin yang jumlahnya absolut lebih dari 27 juta jiwa, yang bukan absolut jelas juga tidak kalah bengkaknya, mungkin ada 30 sampai 60 juta jiwa. Lalu jika kita bicara tentang keadilan sosial, adilkah kurang lebih 200 konglomerat mendapat 99%, sedangkan untuk rakyat miskin yang jumlahnya 27 juta jiwa hanya 1%.26 Kebijakan ekonomi politik yang sangat merugikan rakyat semacam ini harus sesegera mungkin diubah agar ke depan dapat menemukan kembali fundamental ekonomi yang nyata yaitu perekonomian desa dengan kepedulian terhadap ekonomi petani dan jiwa kooperatifnya. Seperti dalam pernyataan Bung Hatta ”Misalnya tiap-tiap desa atau kumpulan desa menjadi persatuan koperasi produksi, bekerja bersama dan berusaha bersama. Kalau kaum tani Indonesia sudah bersatu dalam perekonomiannya, pendiriannya sudah kuat terhadap saudagar asing yang menjadi si pembeli… Petani dan lahan garapnya yang mencapai 70% masyarakat Indonesia dimarjinalisasikan, bahkan dianaktirikan dari percaturan perekonomian nasional. Padahal sumbangan sektor ini cukup besar: tahun 1998, sebesar 18,9% disumbangkan sektor ini pada pertumbuhan GDP, naik dari tahun 1997 yang cuma 16,2% dari total pertumbuhan GDP. Perkebunan, pertanian pangan dan perikanan memberikan kontribusi yang luar biasa bagi negara miskin ini, meskipun peternakan unggas kini loyo karena terlalu tergantung pada pangan impor. Itulah sebabnya mengapa Bungaran Saragih dan HS Dillon percaya perekonomian nasional akan segera pulih bila sektor pertanian digarap secara serius. Menurut Bungaran, jauh lebih baik apabila sektor riil yang berbasis kuat seperti pertanian yang digiatkan dulu daripada perbaikan sektor perbankan karena pada akhirnya setelah sektor riil aman, penyehatan sektor perbankan akan mudah dilaksanakan.27 Semestinya pemerintah dalam melakukan kebijaksanaannya sekecil mungkin membebani masyarakat, memberikan peluang kerja, dan perbaikan pelayanan jasa publik. Krisis ekonomi terjadi bukan karena kebijaksanaan yang populis, tetapi karena buruknya manajemen ekonomi pemerintah dan para konglomerat. Kebijaksanaan penghematan semestinya adalah pada mereka yang mampu, sedangkan masyarakat golongan bawah justru membutuhkan uluran tangan bahkan untuk sekedar bertahan hidup. Terhadap dunia usaha semestinya pemerintah memberikan dorongan lebih pada pengusaha yang produktif dan tidak bermasalah, dan memberikan hukuman bagi pengusaha yang telah merugikan negara triliun rupiah. Hanya dengan begitu maka kebijaksanaan publik mempunyai dimensi keadilan dan pemulihan ekonomi bertumpu pada pengusaha- pengusaha yang produktif bukan kembali mengandalkan pada pengusaha yang telah merusakkan perekonomian nasional.28 Untuk mencapai ekonomi kuat maka basis kaum tani pun harus diperkuat sehingga petani itu selalu menjadi mitra dalam membuat kebijakan pertanian maupun perekonomian nasional. Hal ini dibutuhkan penguatan organisasi tani yang kuat di akar rumput, kalau tidak petani hanya selalu menjadi obyek dan rela pasrah menerima kebijakan pemerintah. 2. Tingkat Akar Rumput Oleh Organisasi Rakyat Sosio-demokrasi seperti yang diyakini Bung Karno harus dapat dilaksanakan di tingkat akar rumput lalu diujicoba pada tingkat desa sampai negara. Mekanisme ini hanya dapat dimulai dari skala kecil (bottom- up) dan hampir selalu gagal serta menjadi sandiwara atau ”dagelan” jika diterapkan di tingkat negara. Maka upaya demokratisasi ini dimulai di tingkat basis baik keluarga atau komunitas. Aspirasi rakyat yang menuju pembebasan seluruh rakyat merupakan idaman masyarakat maka mekanisme ini harus dilakukan secara bersama dan tidak bisa dilakukan dalam konteks individu. Apalagi untuk mencapai apa yang dicitakan Bung Karno yaitu mencari selamatnya perkemanusiaan, keadaan yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang cilaka, dan tidak ada kaum yang papa sengsara, ini diperlukan kemauan, tekad serta energi yang ekstra keras serta pengorbanan yang tidak sedikit. 25 Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik. 26 Budiman dan Haryanto, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik. 27 http://www.huaren.org/focus/id/081898-08.html, Damar Juniarto, Potret Petani di Tahun Kelinci: Sudah Jatuh Miskin, Tersungkur Pula 28 http://www.cides.or.id/ekonomi/ek0021012.asp Ekonomi 2002 : Beban Masyarakat Semakin Berat oleh : Umar Juoro 13
  • 14. Untuk mencapai ke sana maka mekanisme demokratik di bawah ini dapat menggambarkan bagaimana aspirasi itu ditampung lalu dilaksanakan secara bersama. Mungkin mekanisme di atas sudah umum diketahui tapi belum tentu dilaksanakan secara terbuka dan transparan. Pada kasus Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah, mekanisme ini sudah berlangsung dengan baik, tentu dengan kesadaran, ketulusan, kepercayaan dan kooperatif anggotanya. Menurut Adi Sasono, ”Demokrasi ekonomi tidak mungkin terbangun kalau tidak ada demokrasi politik, dan begitu juga sebaliknya”.29 3. Tingkat Mekanisme Pasar Oleh Komunitas Kooperatif Bagaimana membuat situasi pasar yang sehat sehingga transaksi yang berjalan tidak merugikan atau membunuh para pelaku usaha didalamnya. Meski begitu kompetisi yang fair tentu tetap menjadi acuan utama, tanpa mengesampingkan kepentingan-kepentingan publik yang lebih besar. Di sini diperlukan kejelian dan kepekaan pemerintah selaku pengambil kebijakan dalam melihat kondisi pasar yang cepat sekali berubah. Perekonomian yang berfungsi baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang mengatur bekerjanya mekanisme pasar. Intervensi pemerintah dibolehkan sejauh diarahkan untuk menciptakan kondisi di mana lembaga-lembaga yang ada mendorong munculnya kepentingan-kepentingan yang tercerahkan, enlightened self-interests, dari para aktor ekonomi (Emil Salim, 1997 dalam Mallarangeng, 2002). Kurang jelas atau abstrak juga apa yang dimaksud ”kepentingan yang tercerahkan” tersebut. Yang jelas nilai-nilai kompetitif terhadap sebuah produk tentu tidak akan lepas dari mekanisme pasar. Komunitas kooperatif harus bisa mengambil beberapa sektor usaha yang mampu berkompetisi di pasar, sembari terus memperbaiki jasa-jasa usahanya. Menurut Adi Sasono, koperasi sebagai lembaga usaha paling tidak mampu menekan harga. Karena itu koperasi harus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang di pasar.30 29 http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz) 30 http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz) 14
  • 15. Bab VI Menepi di Pantai Harapan dan Tertambat di Pulau Kebahagiaan Bagi Bung Hatta koperasi merupakan ”pantai harapan” yaitu jalan tengah yang secara fundamental bertentangan dengan logika individualisme dan kapitalisme. Koperasi sebagai usaha ekonomi bersama akan menciptakan masyarakat kolektif yang berakar pada cara hidup Indonesia sejati, yaitu gotong-royong dan musyawarah. Meluasnya peran kapitalisme ”domestik”, bila dibiarkan tak terkendali hanya akan memperkuat golongan yang sudah kuat yaitu orang asing dan kaum pengusaha Indonesia-keturunan asing, sehingga semakin memperlebar ketimpangan sosial dan ekonomi yang memang sudah menganga.31 Penafsiran koperasi sebagai ”lembaga” dan ”jiwa” harus dipertegas kembali agar hakikat bisnis atau kultur entrepreneur masyarakat yang dicitakan Bung Hatta dapat tercapai. Ibaratnya visi grand design ekonomi nasional yang diilustrasikan Bung Hatta harus ditransformasikan atau di-breakdown dengan mekanisme riil yang sesuai dengan kultur kooperatif di masing-masing keluarga, komunitas suku atau desa di Indonesia. Selama bisnis usaha yang dilakukan tidak bertentangan dengan identitas nilai kooperatif dan bertujuan menguatkan sesama rakyat dengan mekanisme yang adil bukannya hanya unutk segelintir orang dan penumpukan modal, itu layak disebut komunitas-komunitas kooperatif (Co-operative Communities) yang akan menghantarkan ke ”pulau kebahagiaan”. Dari uraian di atas ada beberapa poin yang dapat disarikan sebagai berikut: 1. Koperasi sebagai lembaga yang diideologikan atau diidealkan telah gagal mewarnai perekonomian Indonesia. Hal ini diakibatkan ”tafsir” koperasi yang tekstual pada bentuk, simbol, stempel dan jargon, belum kontekstual pada ”jiwa kooperatif” beserta prinsip yang diembannya seperti; kerelaan, terbuka, demokratis, partisipatif, mandiri, otonom, mendidik dan melatih anggota, mau bekerja sama dengan lembaga lain dan peduli terhadap komunitasnya. 2. Intervensi pemerintah yang terlalu jauh terhadap eksistensi lembaga koperasi menyebabkan mandulnya kreativitas usaha maupun inovasi yang lain. Kendati demikian keberpihakan pemerintah masih diperlukan guna mendorong iklim usaha yang lebih baik sesuai dengan potensi daerah masing- masing. 3. Dalam pembudayaan jiwa kooperatif sebaiknya melihat akar budaya usaha komunitas masyarakat Indonesia, sehingga intervensi atau interaksi program yang dilakukan tidak tercerabut dari akar tradisi usaha masyarakat. Maka persiapan sosial menjadi sarat mutlak dalam keberhasilan pengembangan komunitas kooperatif yaitu dengan mengidentifikasi dan menganalisis baik di tingkat individu, keluarga, komunitas sehingga tidak ada kesalahan dalam pemilihan usaha. 4. Prioritas pengembangan sektor riil seperti pertanian seharusnya menjadi motor utama ”gerakan ekonomi” yang berbasis komunitas rakyat di pedesaan dengan menggalakkan ”teknologi menengah” yang padat karya sehingga mayoritas rakyat mendapat pekerjaan dan kesejahteraan, dibanding industri manufaktur yang cenderung monopoli dan sarat kolusi. 5. Bagaimana membuat pasar yang sehat menjadi dilema antara menolong agar dapat hidup di satu pihak dan proteksi sebuah usaha yang berlawanan dengan mekanisme ekonomi pasar. Maka keseimbangan antara keduanya merupakan tugas komunitas kooperatif untuk menjaganya, agar pasar tidak berlaku ”kejam” tapi juga tidak memanjakan pelaku pasar. Daftar Pustaka 31 Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta. 15
  • 16. AG, Suyono dan Muchtar, Irsyad, 1995. Koperasi dalam Sorotan Pers; Agenda Yang Tertinggal Dalam Rangka 50 Tahun RI, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Dewan Koperasi Soroti KUD Black List 29 Jan 2001 19:40:58 WIB TEMPO Interaktif, Kurie Suditomo. Executive Development Series, 1999. The University of Michigan Business School. http://members.tripod.com/Indo983/editorial/lion0399_07.html Rasialisme Adi Sasono; Sebuah Tanggapan - Bagian 7/HABIS; March 28, 1999, Oleh: Lion. http://www.alislam.or.id/fiqh/arsip/00000016.html/ Sumber: Diadaptasi dari Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan", M. Ali. Hasan. 2002. http://www.bus.umich.edu/execed. http://www.cides.or.id/ekonomi/ek0021012.asp Ekonomi 2002: Beban Masyarakat Semakin Berat oleh : Umar Juoro. http://www.hidayatullah.com/sahid/9812/wawanc.htm(shw, deka, amz. http://www.huaren.org/focus/id/081898-08.html, Potret Petani di Tahun Kelinci: Sudah Jatuh Miskin, Tersungkur Pula, Damar Juniarto. http://www.kontan-online.com/03/15/koperasi/kop.htm; Enaknya Diobok-obok atau Biar Tumbuh Sendiri sih? Koperasi bisa menjadi usaha yang besar bila tak diatur dari atas, Budi Kusumah, Marga Raharja, Nugroho Dewanto, Bagus Marsudi. http://www.koperindo.com/infokop. http://www.koperindo.com/infokop; cuplikan dari Tabloid Suara Koperasi Edisi 2, Mei 2001. http://www.nasco.org. http://www.sncf.org.sg/abt-sncf/identity.asp. Indriyo, Daru, dan Baiquni, Ahmad, 2000. Breakdown Strategi dan Program Peasant Communities Based Company (PCBC) Kawasan Gunung Merapi-Merbabu. Makalah untuk Jaringan PKM. Karena Gagal Panen, Sedikitnya Rp 1 Trilyun Dana KUT Sulit Kembali, Kamis, 27 Januari 2000, 12:59 WIB Kompas, ant/glo. Koperasi Harus Lebih Transparan 12 Jul 2000 19:4:39 WIB TEMPO Interaktif Oman Sukmana. Koperasi Jangan Jadi Beban Rakyat 31 Aug 2001 11:38:58 WIB TEMPO Interaktif Dede Aribowo. Mallarangeng, Rizal, 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi Indonesia 1986-1992, KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Jakarta. Martin Manurung, 2000. Perkoperasian di Indonesia, Peluang dan Tantangannya di Masa Depan, dalam Economics e-journal, January, 28 2000. Menteri Koperasi Akan Resmikan Jaringan Ritel Koperasi 10 Sep 2001 22:36:8 WIB, TEMPO Interaktif, Suseno. Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), 2000. Profil Lembaga. Sudjatmiko, Budiman dan Haryanto, Petrus, 1997. Pidato Pertanggungjawaban Politik Partai Rakyat Demokratik. Jakarta.h 16