PRIVATE GOODS: PENDIDIKAN
Disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Disusun Oleh
Aloysius Gregorius Bora 16719251003
Agus Prasetyo Irtanto. W. 16719251005
Zuhdan Kamal Abdillah 16719251008
Lita Apriani Rustian 16719251009
PENDIDIKAN EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
1. PRIVATE GOODS: PENDIDIKAN
Disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ekonomi Pembangunan
Pengampu : Dra. Sri Sumardiningsih, M.Si.
Disusun Oleh
Aloysius Gregorius Bora 16719251003
Agus Prasetyo Irtanto. W. 16719251005
Zuhdan Kamal Abdillah 16719251008
Lita Apriani Rustian 16719251009
PENDIDIKAN EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
2. PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Private Goods
B. Kebijakan Pendidikan
Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa pendidikan formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat,
SM/MA/sederajat dan PT.
Sutapa (2008:14) mengemukakan bahwa:
Pendidikan merupakan barang dan jasa milik umum (publik), yang mana masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran (pasal 31 UUD 1945),
dan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah untuk melaksanakannya, utamanya
peranan mendasar menyediakan kesempatan belajar.
Pendapat Sutapa tersebut menjelaskan bahwa sesuai dengan pasal 31 UUD 1945, seharusnya
pendidikan sebagai barang dan jasa publik. Selanjutnya Andika (2017:45) mengemukakan hal
yang berlainan terkait dengan akses masyarakat untuk memperoleh pendidikan, yaitu:
… penjelasan karakteristik barang publik (non-rival, non-excludable) tidak sesuai dengan
fakta di negara Indonesia. Sebagai contoh, sektor pendidikan ketika seseorang memasuki
perguruan tinggi maka dilakukan ujian tes, bersaing dengan ribuan peserta lain untuk
mendapatkan satu tempat di perguruan tinggi dengan kuota terbatas dengan harapan
mendapatkan pendidikan yang diinginkan. Dengan asumsi non-rival (tidak ada
persaingan) dalam kasus ini menjadi gugur. Non-excludable (tidak dikecualikan),
siapapun bisa mendaftar ke perguruan tinggi favorit tanpa kecuali, namun peserta yang
ikut tes setidaknya memiliki batas nilai untuk dapat lolos administrasi ujian, asumsi non-
excludable dalam kasus ini juga menjadi gugur.
Menurut Syarif (2015) “… pendidikan dapat dikategorikan sebagai common goods. Common
goods memiliki syarat rivalry dan non-excludable. Sebuah keharusan bahwa ada persaingan
dalam memperebutkan pendidikan yang layak”.
Tabel 1 Angka Partisipasi Sekolah
Jenjang
Pendidikan
2013 2014 2015 2016 2017
SD/MI 95.52 96.37 96.20 96.71 97.14
SMP/Mts 73.73 77.43 77.45 77.89 78.30
SM/MA 54.12 59.24 59.46 59.85 60.19
PT 18.08 20.18 17.34 17.91 18.62
3. Sumber: Badan Pusat Statistik
C. Solusi dan Tantangan
Terkait dengan penyediaan barang publik Andika (2017:52) mengemukakan bahwa “Dari
sisi kebijakan, pola penyediaan barang publik harus berpihak kepada kepentingan rakyat,
mengurangi privatisasi barang publik, dan dukungan pemerintah melalui peraturan yang tegas
terhadap praktek monopoli kartel pada barang publik”.
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Sutapa, Mada. 2008. Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Manajemen
Pendidikan, 2, 12-16. https://media.neliti.com/media/publications/112408-ID-kebijakan-
pendidikan-dalam-perspektif-ke.pdf
Andhika, Lesmana Rian. 2017. Meta-Theory: Kebijakan Barang Publik Untuk Kesejahteraan Rakyat.
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 8, 41-55.
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/download/697/534
Hidayatullah, Syarif. 2015. Pendidikan = Barang Publik?.
https://www.kompasiana.com/saripoenya/pendidikan-barang-publik_5500159ba333115d6f50fcaf
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/28