15 kunci rizki dari allah untuk hamba yang beriman
Albaqarah tafsir
1. TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG RIBA
1. Al-Baqarah (275)
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang-orang kemasukan setan lantaran (terkena) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaramkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan meraka, lalu berhenti, maka
baginnya apa yang telah di ambilnya dahulu; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
orang yang mengulangi, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
didalamnya.(Q.S Al-Baqarah : 275)
Dalam ayat di atas Allah SWT menceritakan saat mereka keluar dan bangkit dari kubur untuk
menuju kebangkitan dan perkumpulan. Allah berfirma, “Orang-orang yang makan riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinnya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit
gila.” Maksudnya, tidaklah mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti
bangkitnya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan setan. Ibnu Abbas berkata,
“pemakan riba akan di bangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan seperti orang gila yang
mengamuk.” Keterangan ini diriwatkan oleh Abi Hatim. Hal serupa diriwatkan pula dari
sekelompok tabi‟in. Ibnu Jarir meriwatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada hari kiamat
akan dikatakan kepada pemakan riba, Ambillah senjatamu untuk berperang! Ibnu Abbas
membaca ayat, `Dan orang-orang yang memakan riba..`Hal itu terjadi tatkala dia bangkit dari
kubur.” Al Bukhari meriwatkan dari Samurah bin Jundub dalam sebuah hadist tentang mimpi
yang panjang (425), “ Maka tibalah kami di sebuah sungai. Saya menduga bahwa dia
mengatakan, `Sungai iti serendah darah.‟ Ternyata dalam sungai itu ada orang yang berenang.
Di pinggit sungai ada orang yang telah mengumpulkan batu yang banyak di sisinya, perenang
itu berenang menuju orang yang di sisinya telah menumpuk batu yang banyak. Kemudian
perenang membukakan mulutnya kepada si penunggu batu yang kemudian menyuapinya
dengan batu.” Dalam penjelasan hadis itu di katakan itulah pemakan riba.
1
2. Firman Allah, “Keadaan mereka yang demikian itu di sebabkan mereka berkata,
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.” Sesungguhnya mereka membolehkan riba tiada
lain untuk membantah hukum-hukum Allah yang ada dalam syari‟at-Nya. Firman Allha,
“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” yang merupakan
penuntas ayat ini dapat di tafsirkan sebagai bantahan atas pandangan mereka yang menolak
hukum Allah, padahal mereka sudah mengetahui pemilihan Allah atas hukum yang satu
dengan yang lainnya. Dialah yang Maha Mengetahui lagi bijaksna. Dia mengetahui hakikat
setiap persoalan dan kemaslahatan serta apa yang berguna bagi hamba-hamba Nya, lalu Dia
membolehkannya bagi mereka. Firman-Nya, “orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu berhenti, maka baginya apa yang telah di ambilnya dahulu, dan
urusanya (teserah) kepda Allah.1
2. Al –Baqarah (276)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (Q.S. Al-Baqarah: 276)
Ayat ini menjelaskan tentang janji Allah yang benar, dan kabar Ilahi yang menggebirakan
bagi setiap orang yang beriman dan beramal shalih, mendirikan shalat sebagaimana mestinya,
dan membayar zakat, bahwa dia akan mendapat ganjaran yang penuh di sisi Allah SWT pada
hari ketika dia sangat membutuhkannya, yaitu pada hari kiamat dan bahwa dia tidak kawatir
atau takut pada apa yang akan dihadapinya dalam kehidupan dunia dan akhirat, dan dia juga
tidak akan sedih atau susah di dunia dan akhirat.2
3. Al-Baqarah 277
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Q.S. Al-Baqarah: 277)
1
Tafsir Ibnu Katsir I, hal: 451-453
2
Tafsir Al-Aisar, hal: 471
2
3. Dalam ayat di atas Allah berfirman seraya memuji orang-orang yang beriman kepada Tuhan
mereka, menanti perintah-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan berbuat baik kepada makhluk-
Nya. Semua itu di wujudkan dalam pelaksaan Shalat dan penunaian zakat. Kemudian, Allah
memberitahukan kemuliaan yang di sediakan untuk mereka pada hari kiamat, dan memiliki
kemulaan lain karena keimanannya.3
4. Al-Baqarah 278
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggakanlah riba, jika
kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 278)
Allah menyuruh hamba-hamba-Nya yang beriman agar bertakwa kepada-Nya. Allah pun
melarang mereka melakukan sesuatu yang mendekatkan mereka kepada kemurkaan-Nya dan
menjauhkan mereka dari keridhaan-Nya. Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah, “Takutlah kepada-Nya dan hati-hatilah dalam dalam berbuat
kerena Dia mengawasimu, “Serta tinggalkan sisa riba”, yakni tinggalkan hartamu yang
merupakan kelebihan dari pokok yang harus di bayar oleh orang lain, setelah menerima
peringatan ini, “jika kamu adalah orang-orang yang beriman” kepada apa yang di syariatkan
Allah, yaitu pengahalalan jual beli, pengharaman riba, dan syariat lainnya.
Diceritakan, “Zaid bin Aslam dan yang lainnya menuturkan bahwa redaksi ayat itu d
turunkan berkaitan dengan bani Amr bin Umeir dari Tsaqif dan berkaitan dengan bani
Mughirah dari Bani Makhzum. Telah terjadi riba di antara mereka pada masa jahiliyah.
Setelah islam datang dan mereka memeluknya, Tsaqif meminta hartanya dari bani Mughirah.
Kemudian mereka bermusyawarah. Bani Mughirah berkata “Kami tidak akan melakukan riba
dalam islam dan akan menggantinya dengan usaha yang islami.” Kemudia Utab Ibnu Asid,
pemimpin Mekah, melaporkan itu kepada Nabi SAW dalam sepucuk surat. Maka di turunkan
ayat di atas. Lalu, Rasulullah SAW membalas surut Utab dengan surat yang berbunyi “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan tinggalkanlah sisa riba, apabila
kamu adalah orang-orang yang beriman. Apabila tidak melaksanakan, maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. “maka mereka berkata, Kami bertobat
kepada Allah dan kami akan meninggalkan sisa riba. Maka mereka meninggalkannya.”
3
Tafsir Ibnu Kathir, Hal; 157
3
4. Ayat itu merupakan peringatan keras dan ancaman yang tegas bagi orang yang masih
melaksanakan praktik riba setelah di beri peringatan. Ibnu Jureij berkata, “Ibnu Abbas
berkata ihwal „ketahuilah bahwa dan Rasul-Nya akan memerangimu‟, yakni yakinlah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kamu.” Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Hasan dan
Ibnu Sirin, keduanya berkata, “Sesungguahnya mereka yang suka menukat uang dengan uang
merupakan pemakan riba dan telah di maklumkan perang oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika ada
pemimpin yang adil, maka suruhlah bertobat. Jika mereka tidak mau, maka bunuhlah mereka
“Qatadah berkata, “ Allah mengancam mereka dengan perang, sebagaimana yang mereka
dengar. Dia menjadikannya sebagai tukang palsu uang kemanapun mereka pergi.
Hindarkanlah dirimu dari ketertiban dengan jual beli riba seperti itu. Karena Allah telah
meluaskan perkara halal dan menjadikannya baik. Maka jangan sekali-kali kamu terperosok
ke dalam kemaksiatan kepada-Nya.4
5. Al Baqarah 279
Maka jika kamu tidak mengerjakan (neninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tadak menganiaya dan tidak (pula) di aniaya. (QS. Al-
Baqarah: 279)
Pada ayat sebelumnya Allah SWT. Telah memperinangatkan jika kamu tidak mau berhenti
dari mengerjakan riba itu, maka tanggungkan tantangan perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Karena itu pekarjaan melakukan riba itu adalah satu pekerjaan dosa besar yang wajib dijauhi
dan ditinggalkan. Orang yang pernah melakukannya hendaklah berhenti dengan segera dan
bertobat. Kalau dia tobat, dia boleh mengambil modalnya kembali dengan tidak mengambil
keuntungan yang didapatnya dari riba itu.
Sebagaiman telah diterangkan pada ayat yang lalu, riba itu ada dua macam, yaitu jahiliah atau
riba nasi‟ah dan riba fadhal. Yang di katakan riba adalah penggandaan pembayaran karena
berlalunya tempo pembayaran utang yang mesti dibayar, seperti yang diterangkan oleh Abu
Bakar Al-Hanafi dalam Tafsir Al-Ahkam-nya. Jika seseorang berutang 1000 dirham dengan di
4
Tafsir Ibnu Katsir, Hal; 458-459
4
5. beri tempo, kemudian utangya di potong beberapa persen oleh karena dibayarnya tunai, yang
seperti itu juga tidak boleh karena riba. Karena orang yang menerima untung karena tempo
yang disebutkan riba. Sufyan telah meriwatkan dari Humaid dari maisarah dia berkata, Aku
bertanya kepada Ibnu Umar, bahwa aku berhutang dengan bertempo. Kemudian orang tempat
aku berutang itu berkata, “lunaskan utangmu sekarang ini juga dan kupotong uangmu itu.”
Ibnu Umar berkata, itu riba.5
6. Ali Imran 130
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah
dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imran [3]:
130)
Tentang sebab turunnya ayat di atas, Mujahid mengatakan, “Orang-orang Arab sering
mengadakan transaksi jual beli tidak tunai. Jika jatuh tempo sudah tiba dan pihak yang
berhutang belum mampu melunasi maka nanti ada penundaan waktu pembayaran dengan
kompensasi jumlah uang yang harus dibayarkan juga menjadi bertambah maka alloh
menurunkan firman-Nya… (ayat di atas).” (al Jami‟ li Ahkamil Qur‟an, 4/199)
Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi mengatakan, “Ketahuilah wahai orang yang beriman bahwa
riba yang dipraktekkan oleh bank konvensional pada saat ini itu lebih zalim dan lebih besar
dosanya dari pada jahiliah yang Allah haramkan dalam ayat ini dan beberapa ayat lain di
surat al Baqarah. Hal ini disebabkan riba dalam bank itu buatan orang-orang Yahudi
sedangkan Yahudi adalah orang yang tidak punya kasih sayang dan belas kasihan terhadap
selain mereka.
Buktinya jika bank memberi hutang kepada orang lain sebanyak seribu real maka seketika itu
pula bank menetapkan bahwa kewajiban orang tersebut adalah seribu seratus real. Jika orang
tersebut tidak bisa membayar tepat pada waktunya maka jumlah total yang harus dibayarkan
menjadi bertambah sehingga bisa berlipat-lipat dari jumlah hutang sebenarnya.
5
Tafsir Al-Ahkam, hal; 164-165
5
6. Bandingkan dengan riba jahiliah. Pada masa jahiliah nominal hutang tidak akan bertambah
sedikit pun jika pihak yang berhutang bisa melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo. Dalam
riba jahiliah hutang akan berbunga atau beranak jika pihak yang berhutang tidak bisa
melunasi hutangnya tepat pada saat jatuh tempo lalu mendapatkan penangguhan waktu
pembayaran.
Boleh jadi ada orang yang berpandangan bahwa riba yang tidak berlipat ganda itu
diperbolehkan karena salah paham dengan ayat yang menyatakan „janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda‟. Jangan pernah terpikir demikian karena hal itu sama sekali tidak
benar. Ayat di atas cuma menceritakan praktek para rentenir pada masa jahiliah lalu Allah
cela mereka karena ulah tersebut.
Sedangkan setelah Allah mengharamkan riba maka semua bentuk riba Allah haramkan tanpa
terkecuali, tidak ada beda antara riba dalam jumlah banyak ataupun dalam jumlah yang
sedikit. Perhatikan sabda Rasulullah yang menegaskan hal ini,
“Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan mengetahui bahwa itu
adalah uang riba dosanya lebih besar dari pada berzina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dari
Abdulloh bin Hanzholah dan dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih al Jami‟, no. 3375)”
[Nida-atur Rahman li Ahli Iman hal 41]
Dalam hadits di atas dengan tegas Nabi mengatakan bahwa uang riba itu haram meski sangat
sedikit yang Nabi ilustrasikan dengan satu dirham. Bahkan meski sedikit, Nabi katakan lebih
besar dosanya jika dibandingkan dengan berzina bahkan meski berulang kali. Jadi hadits
tersebut menunjukkan bahwa uang riba atau bunga itu tidak ada bedanya baik sedikit apalagi
banyak.
Ayat ini berada di antara ayat-ayat yang membicarakan perang Uhud. Sebabnya menurut
penjelasan Imam Qurthubi adalah karena dosa riba adalah satu-satunya dosa yang
mendapatkan maklumat perang dari Allah sebagaimana dalam QS. al Baqarah [2]: 289.
Sedangkan perang itu identik dengan pembunuhan. Sehingga seakan-akan Allah hendak
6
7. mengatakan bahwa jika kalian tidak meninggalkan riba maka kalian akan kalah perang dan
kalian akan terbunuh. Oleh karena itu Allah perintahkan kaum muslimin untuk meninggalkan
riba yang masih dilakukan banyak orang saat itu (lihat Jam‟ li Ahkamil Qur‟an, 4/199)
Kemudian Allah ta‟ala berfirman, „Bertakwalah kamu kepada Allah‟ yaitu terkait dengan
harta riba dengan cara tidak memakannya.
Al Falah/keberuntungan dalam bahasa Arab adalah bermakna mendapatkan yang diinginkan
dan terhindar dari yang dikhawatirkan. Oleh karena itu keberuntungan dalam pandangan
seorang muslim adalah masuk surga dan terhindar dari neraka. Surga adalah keinginan setiap
muslim dan neraka adalah hal yang sangat dia takuti.
Ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan itu akan didapatkan oleh orang yang bertakwa
dan salah satu bukti takwa adalah menghindari riba.
Hal ini menunjukkan bahwa jika kadar takwa seseorang itu berkurang maka kadar
keberuntungan yang akan di dapatkan juga akan turut berkurang.
Di antara bukti bahwa meninggalkan riba itu menyebabkan mendapatkan keberuntungan
adalah kisah seorang sahabat yang bernama „Amr bin Uqois sebagaimana dalam hadits
berikut ini.
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya „Amr bin „Uqoisy sering melakukan transaksi riba di masa
jahiliah. Dia tidak ingin masuk Islam sehingga mengambil semua harta ribanya. Ketika
perang Uhud dia bertanya-tanya, “Di manakah anak-anak pamanku?” “Di Uhud”, jawab
7
8. banyak orang. “Di manakah fulan?”, tanyanya lagi. “Dia juga berada di Uhud”, banyak orang
menjawab.” Di mana juga fulan berada?”, tanyanya untuk ketiga kalinya. “Dia juga di
Uhud”, jawab banyak orang-orang. Akhirnya dia memakai baju besinya dan menunggang
kudanya menuju arah pasukan kaum muslimin yang bergerak ke arah Uhud. Setelah dilihat
kaum muslimin, mereka berkata, “Menjauhlah kamu wahai Amr!” Abu Amr mengatakan,
“Sungguh aku sudah beriman.” Akhirnya beliau berperang hingga terluka lalu digotong ke
tempat keluarganya dalam kondisi terluka. Saat itu datanglah Sa‟ad bin Muadz, menemui
saudara perempuannya lalu memintanya agar menanyai Abu Amr tentang motivasinya
mengikuti perang Uhud apakah karena fanatisme kesukuan ataukah karena membela Allah
dan rasul-Nya. Abu Amr mengatakan, “Bahkan karena membela Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau lantas meninggal dan masuk surga padahal beliau belum pernah melaksanakan shalat
satu kali pun. (HR. Abu Daud, Hakim dan Baihaqi serta dinilai hasan oleh al Albani dalam
Shahih Sunan Abu Daud no. 2212).
Ad Dainuri bercerita bahwa Abu Hurairah pernah bertanya kepada banyak orang yang ada di
dekat beliau, “Siapakah seorang yang masuk surga padahal sama sekali belum pernah
shalat?” Orang-orang pun hanya terdiam seribu bahasa. Beliau lantas mengatakan, “Saudara
bani Abdul Asyhal.”
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan ada orang yang menanyakan perihal Abu „Amr kepada
Rasulullah, beliau lantas bersabda, “Sungguh dia termasuk penghuni surga.” (Tafsir al
Qosimi, 2/460)6
7. Ar Ruum 39
“Dan apa yang kamu berikan dari riba agar bertambah pada harta manusia, maka ia tidak
bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
meraih wajah Allah, maka itulah yang melipatgandakan (pahala). (QS. Ar Ruum: 39)
6
Ustadz Aris Munandar; Artikel www.muslim.or.id
8