Penelitian ini menguji pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi anak autis. Terapi musik selama 2 minggu menunjukkan peningkatan kecerdasan emosi pada 5 anak dari 16 responden. Hasil statistik menunjukkan pengaruh signifikan terapi musik terhadap peningkatan kecerdasan emosi anak autis.
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
1. PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP KECERDASAN EMOSI
PADA ANAK AUTIS
9/11/2012 Jurnal Keperawatan 2 comments
Oleh : Wiwik Endang Susilowati1,Yuly Peristyowati2, Prima Dewi Kusumawati2
Latar Belakang : Musik terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan
IQ (Inteligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Anak autis mengalami gangguan
perkembangan yang kompleks sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan
komunikasi, perilaku dan kecerdasan emosionalnya.
Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan
emosi pada anak autis.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini menggunakan desain Pre-Eksperiment, Onegroup pra-post test design dengan populasi seluruh siswa siswi di Pusat Terapi Autis
Cahaya Ananda Kepatihan Tulungagung. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi sebanyak 16 responden dengan teknik pengambilan sampling secara
TotalSampling. Waktu penelitian dimulai tanggal 10 Maret - 30 Maret 2012. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi. Data yang telah terkumpul
diolah dengan uji statistik Wilcoxon dengan kemaknaan α< 0,05.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kecerdasan emosional anak
autis yaitu kecerdasan emosional sebelum terapi musik sebagian besar adalah cukup
yaitu 8 responden (50 %) dari 16 responden, dan sesudah terapi musik sebagian besar
adalah cukup yaitu 7 responden (43%) dari 16 responden.
Kesimpulan : Ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosional anak
autis dengan uji wilcoxon dengan hasil p-value = 0,007 yang berarti kurang dari 0,05,
sehingga tolak H0, yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan
emosi pada anak autis
Kata Kunci : Terapi musik klasik, kecerdasan emosional, anak autis
Pendahuluan
Musik terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembanngan IQ (Intelegent
Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa
mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya
dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik (Christanday,2007). IQ
menyumbang paling banyak 20% bagi kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80%
ditentukan oleh Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan akademis praktis tidak
menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan
hidup. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap
mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, serta mampu
membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, memiliki keuntungan
2. dalam setiap bidang kehidupan (Anonymous, 2004). Kecerdasan emosi mencakup
kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan demikian
pola asuh yang diterapkan pada anak harus mencakup hal-hal yang mendukung
terciptanya peningkatan kecerdasan emosi pada anak, pemberian pola asuh yang baik
akan sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi pada anak dan
perkembangan sosial anak, oleh sebab itu seorang ayah juga wajib berperan aktif dalam
memberikan asuhan pada anak.
Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system syaraf pusat yang
ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak hingga masa sesudahnnya
(Purwati, 2007). Salah satu penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada
otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan
maupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya kongenital Rubella,
Herpez SimplexEnchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection (Kurniasih, 2002).
Prevalensi autisme pada anak berkisar 2 – 5 penderita dari 10.000 anak – anak dibawah
12 tahun. Sedangkan prevalensi anak autis disertai dengan keterbelakangan mental
perbandinganya meningkat, sebanyak 20 pasien dari 10.000 anak (Pratiwi, 2007).
Adapun rasio perbandingannya 3 anak laki – laki dan 1 anak perempuan (3 : 1). Dengan
kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan
anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme
pada tahun 2010 akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia
(Purwati, 2007).
Dari hasil studi pendahuluan tentang pengukuran kecerdasan emosi anak autis yang
dilakukan di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan, Tulungagung
pada tanggal 4 Desember 2011 terhadap 3 anak autis. Ditemukan 2 anak mempunyai
kecerdasan emosi sedang dan 1 anak mempunyai kecerdasan emosi rendah . Hal ini
membuktikan bahwa rata - rata anak autis mengalami gangguan kecerdasan emosi.
Anak Autisme mengalami gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan
oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada
perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar
(Ginanjar, 2001). Anak autisme sering terisolasi dari lingkungan dan hidup di dunianya
sendiri, tidak bisa berbicara secara normal, berkomunikasi, berhubungan dengan orang
lain dan belajar berinteraksi dengan seseorang. Penyandang autisme pada umumnya
tidak mampu mengembangkan permainan yang kreatif dan imajinatif. Oleh karena itu
mereka membutuhkan stimulasi agar bisa mengembangkan daya kecerdasan emosidan
imajinasinya untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain (Pratiwi, 2007). Terapi
autisme menurut Tjin Wiguna (2002) yang ditulis oleh Astuti (2007) adalah
penatalaksanaan anak dengan gangguan autisme secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan
kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau paling sedikit mendekati anak
seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA
(Applied Behaviour Analysis), (2) terapi biomedik (medikamentosa), (3) terapi
tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensory integration, terapi musik, terapi
diet, dll .
Menurut Astuti (2007) juga menemukan bahwa musik dapat, memperbaiki kepercayaan
diri, mengembangkan ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi
dan perkembangan psikomotor. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo, (2006). Ia mengatakan, di dalam otak
3. terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan
musik. Rangsangan neuron itulah yang meningkatkan kecerdasan. Maka dari itu,
diperlukan suatu kerjasama antara tenaga pendidik, tenaga medis, termasuk perawat
serta psikiatri atau psikolog agar dapat mendeteksi dini dan untuk penanganan secara
cepat dan tepat bagi para penderita autis (Pratiwi, 2007)
Metode
Jenis penelitian ini adalah Pra Eksperimental Pre Post Test Design dengan
Seluruh siswa – siswi autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda yang didiagnosa autis
murni, berjumlah 16 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah Seluruh siswa – siswi
autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda yang didiagnosa autis murni, berjumlah 16
orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total
sampling, yaitu tehnik penentuan sampel yang di gunakan bila jumlah populasi relative
kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan
kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2006)
Lokasi penelitian dilaksanakan di Lokasi dalam penelitian ini di lakukan di di
Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan, Tulungagung. Waktu
penelitian ini di lakukan pada tanggal 10 Maret 2012 sampai dengan 30 Maret
2012. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini yaitu alat pemutar musik dari
perangkat tape recorder dan lembar observasi kecerdasan untuk mengukur tingkat
kecerdasan emosional anak. Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan surat
permohonan untuk mendapatkan rekomendasi dari Ka-Prodi S1 Keperawatan STIKES
Surya Mitra Husada - Kediri dan permintaan ijin kepada Kepala Pusat Terapi Autis
Cahaya Ananda di Kelurahan Kepatihan Tulungagung. Setelah data terkumpul dengan
observasi, selanjutnya dilakukan pengolahan data, yang meliputi pengecekan
kelengkapan data (editing), pemberian nilai (scoring), pemberian kode (coding) dan
tabulasi data (tabulating). Data kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil
Kecerdasan emosional anak autis setelah terapi musik :
Kecerdasan Emosional
Jumlah
Prosentase
Kurang
3
19 %
Cukup
7
43 %
Baik
6
38 %
Total
16
100 %
Karakteristik Responden Berdasarkan Derajat Autis :
Derajat Autisme
Jumlah
Ringan
10
Sedang
3
Berat
3
Prosentase
62 %
19 %
19 %
4. Total
16
100 %
Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon
Kecerdasan_emosi_posttest Kecerdasan_emosi_pretest
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Based on negative ranks
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
-2.714a
.007
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon dengan program SPSS for Windows 16.0,
diketahui bahwa nilai p-value adalah 0,007, yang berarti kurang dari 0,05, sehingga
tolak H0 yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi
pada anak autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda Kepatihan Tulungagung. Hal ini
didukung oleh data tabulasi silang sebelum terapi musik klasik dengan sesudah terapi
musik klasik, dan diketahui bahwa pula terdapat 5 responden yang sebelum terapi
musik memiliki kecerdasan emosional yang kurang dan sesudah terapi musik memiliki
kecerdasan emosional yang cukup, serta 5 responden yang sebelum sebelum terapi
musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup dan sesudah terapi musik memiliki
kecerdasan emosional yang baik.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penemuan para peneliti bahwa musik dapat
meningkatkan kreativitas, memperbaiki kepercayaan diri, mengembangkan
ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi dan perkembangan
psikomotor (Astuti,2007). Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan ahli
saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo , M.D (2006) yang ditulis oleh Pratiwi,
2007, ia mengatakan bahwa di dalam otak kita yang terdiri dari jutaan neuron yang
menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Hal inilah yang
menyebabkan aliran impuls listrik antar sel berangsur – angsur kembali normal,
sehingga terjadi keseimbangan neurotransmitter yang membantu anak untuk
berimajinatif dalam rangka meningkatkan kreativitas. lewat tulisan-tulisannya. Ia
percaya bahwa objek dari terapi Menurut Margaret Anderton (2002), seorang guru
piano berkebangsaan Inggris, yang mengemukakan tentang efek alat musik (khusus
untuk pasien dengan kendala psikologis) karena hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa timbre (warna suara) musik dapat menimbulkan efek terapeutik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa terdapat peningkatan
kecerdasan emosional anak autis melalui terapi musik klasik, dimana terdapat 5
responden yang sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang kurang dan
sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup, serta 5 responden
yang sebelum sebelum terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang cukup dan
sesudah terapi musik memiliki kecerdasan emosional yang baik. Hal ini menunjukkan
bahwa terapi musik klasik bisa meningkatkan kecerdasan emosional pada anak autis,
baik dalam aspek intra pribadi (mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi diri,
serta memotivasi diri) maupun aspek antar pribadi (memahami emosi orang lain /
empati dan membina hubungan dengan orang lain). Hal ini merupakan suatu kondisi
yang harus dilakukan secara rutin dan kontinyu agar didapatkan hasil yang maksimal
yang bisa membantu perkembangan anak autis selanjutnya
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon diketahui nilai p-value adalah 0,007, yang
berarti kurang dari 0,05, sehingga tolak H0 yang berarti ada pengaruh terapi musik
klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis di Pusat Terapi Autis Cahaya Ananda
Kepatihan Tulungagung.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Karakteristik responden yang didapatkan penulis hanya sebatas berdasarkan umur
dan
jenis kelamin, masih banyak karakteristik lain yang harusnya ditampilkan oleh
peneliti,
terutama yang berhubungan dengan penyebab terjadinya autisme.
2. Waktu penelitian ini hanya selama 2 minggu, hal ini kurang sesuai dengan prinsip
terapi pada anak autis yang membutuhkan proses yang lama, sehingga perlu dilakukan
penelitian yang serupa dalam waktu yang lama.
3. Tidak adanya kelompok kontrol dalam penelitian ini.
4. Pemberian terapi musik tidak dibedakan sesuai dengan derajat autis (ringan, sedang,
berat) sehingga ada yang tidak mengalami peningkatan derajat autis
Referensi
Anthony,Spawnthe.2003. Manfaat Musik, hhtp/www.partikelwebgaul.com/, Diakses 6 September
2007.
Anonymous , 2004. Mempersiapkan IQ dan EQ Anak, Percuma IQ Tinggi Jika Tak Diimbangi EQ,
(Online), (http://www.pikiran-rakyat.com, diakses 19 Desember 2011).
Arikunto, Suharsimi.2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta; Jakarta.
Astuti, Idayu. 2007. Mengenal Autisme & Terapinya. http://autisme.or.id. Diakses 6 September 2011.
Christanday. Andreas. 2007. Pengaruh Musik pada Anak. http://angelfire.com. Diakses 6 September
2011.
Diamond, John...(et.al). Musik Sebagai Terapi. Diakses tanggal 5 September 2011.
Ginanjar. 2003. http://www.bundazepy. Diakses 12 Agustus 2011.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia.
Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi MengapaEI Lebih Penting Daripada IQ.
Jakarta: Gramedia.
Hariwijaya, M. 2006. Tes EQ. Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Alfabeta; Bandung.
Halim,
Samuel.,
2007.
Efek
Mozart
dan
Terapi
Musik
Dalam
Dunia
Kesehatan.Hhtp//www.tempo.co.id/medika, Diakses 5 September 2011.
6. Hidayat, Teddy. 2003. Musik Memiliki Pengaruh Dalam Kepribadian.
Holmes, Clive. 2003. Musik Terapi. http://kompas.com. Diakses 6 september 2011.
Masra, Ferizal. 2005. Autisme : Gangguan Perkembangan Anak. http://www.waspadaonline. Diakses
12 Agustus 2011.
Maulana, Mirza. 2007. Anak Autis;Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak
Cerdas dan Sehat. Katahati; Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
Pandoe, Wing., 2006. Musik Terapi, hhtp//www.my.opera.com/paw, Diakses 7 September 2011.
Pratiwi, E.S. 2007. Penanganan Terpadu Anak Autisme. http://pikiranrakyat.com. Diakses 6
September 2011.
Santosa, singgih. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11,5. PT Alex
Media Komputindo; Jakarta.
Setiadi. 2007. Konsep – konsep penerapan Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta;
Yogjakarta.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Alfabet; Bandung