Penelitian menguji efikasi beberapa konsentrasi insektisida Abamektin dan Beta siflutrin untuk mengendalikan hama utama seperti ulat grayak, penggerek pucuk, dan kutu daun pada tanaman tembakau. Hasilnya menunjukkan konsentrasi Abamektin 0,5-1 ml/l air mampu menekan populasi ulat grayak dan penggerek pucuk secara signifikan, sedangkan konsentrasi 0,5-0,75 ml/l air efekt
1. Andi Muhammad Amir Dan I Wayan Laba : Pengendalian Secara Kimiawi Serangga Hama Utama Dan Vektor Virus Pada Tanaman
Tembakau
PENGENDALIAN SECARA KIMIAWI SERANGGA HAMA UTAMA
DAN VEKTOR VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU
Andi Muhammad Amir1) dan I Wayan Laba2)
1) Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang
2) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor/PEI Cab. Bogor
e-mail: andimohamir@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian pengendalian secara kimiawi serangga hama utama dan vektor virus pada tanaman
tembakau telah dilaksanakan di desa Jati Guwi, kecamatan Sumber Pucung, kabupaten Malang pada
musim tanam tahun 2008, bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan insektisida terhadap
hama utama tembakau yaitu ulat grayak Spodoptera litura F., penggerek pucuk Helicoverpa armigera
Hubner dan kutu daun Myzus persicae Sulz. Perlakuan terdiri atas 6 (enam) tingkat konsentrasi
insektisida berbahan aktif Abamektin yaitu 0,125; 0,25; 0,375; 0,50 0,75; 0,1 ml/l air, 1 (satu)
tingkat konsentrasi insektisida berbahan aktif Beta siflutrin yaitu 0,5 ml/l dan kontrol (tanpa
perlakuan) disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) diulang 4 (empat) kali. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa insektisida berbahan aktif Abamektin dengan konsentrasi 1,00 ml/l air efektif
menekan populasi ulat grayak S. litura dan penggerek pucuk H. armigera dan konsentrasi 0,50–0,75
ml/l air efektif menekan populasi vector virus M. persicae pada tanaman tembakau dengan tingkat
efikasi insektisida 65,37 – 100%.
Kata kunci:Tembakau Nicotiana tabaccum L., ulat grayak Spodoptera litura F., penggerek
pucuk Helicoverpa armigera Hubner., dan kutu daun Myzus persicae Sulz.
ABSTRACT
Research control of insect pest is chemically and vector virus in tobacco plants has been
conducted in the distric of Jati Guwi, Sumber Pucung, Malang regency in the planting season in 2008,
aims to determine the efficiency of the use of insecticides against the major pests of tobacco
Spodoptera litura F., Helicoverpa armigera Hubner and Myzus persicae Sulz. The treatment
consisted of 6 (six) contain active levels of insecticide Abamektin concentration of 0.125, 0.25,
0.375, 0.50 0.75; 0.1 ml/ l water, 1 (one) level of concentration of Beta siflutrin insecticides contain
active: 0, 5 ml / l and control (no treatment) arranged in a randomized block design (RBD) repeated 4
(four) times. The results showed indicate that contain active insecticide Abamektin with
concentration 1.00 ml / l water effectively suppress armyworm populations of S. litura and H.
armigera and concentration from 0.50 to 0.75 ml/l water effectively suppress vector virus
populations M. persicae on tobacco plants with insecticide efficacy rate from 65.37 to 100%.
Keywords: Tobacco Nicotiana tabacum L., Spodoptera litura F.,Helicoverpa armigera Hubner.,
and Myzus persicae.
PENDAHULUAN
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) adalah merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan
yang dapat diekspor dan menghasilkan devisa yang cukup tinggi karena memiliki ciri, rasa, dan aroma
1
2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
yang sangat khas. Produktivitas tembakau dalam negeri hingga saat ini mengalami penurunan baik
kualitas maupun kuantitasnya. Beberapa faktor pembatas yang mempengaruhi hal tersebut antara lain
adalah menurunnya kesuburan tanah, iklim yang tidak menentu serta adanya serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) baik hama maupun penyakit.
Diantara faktor pembatas tersebut diatas, kerugian yang paling dominan dalam budidaya
tembakau adalah akibat serangan hama utama yaitu ulat grayak Spodoptera. litura F. dan penggerek
pucuk Helicoverpa armigera Hubner yang dapat mencapai 60% (Subiyakto et al,, 1992). Selain dari
kedua jenis hama tersebut diatas, beberapa jenis hama lain seperti kutu daun Myzus persicae Sulz. dan
Thrips sp, juga merupakan hama pada tembakau yang mengakibatkan tingkat kerusakan cukup tinggi dan
juga merupakan vektor penyakit untuk jenis virus tertentu (Kalshoven, 1981). Serangan jenis hama
tersebut diatas dapat menyebabkan daun berlubang, cacat, keriting dan pertumbuhan tanaman tidak
sempurna. Keberadaan ulat grayak S. litura dan penggerek pucuk H. armigera selalu ada karena
keduanya termasuk polifagus yang mempunyai beberapa jenis tanaman inang baik tanaman sayuran,
pangan, perkebunan dan tanaman industri (Esquerra and Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981).
Pengendalian jenis-jenis serangga hama utama tersebut dan kutu daun masih mengandalkan
pestisida berbahan aktif kimiawi (insektisida). Penyemprotan insektisida yang secara terus-menerus
menyebabkan serangga berdaptasi, sehingga serangga menjadi resisten. Problem ini memacu petani
untuk menggunakan insektisida yang lebih banyak. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa pelaksanaan
penyemprotan tidak selalu sesuai dengan populasi dan macam serangga hama sasaran. Tumpang tindih
serangga hama dan kutu daun sering menimbulkan kekeliruan memilih insektisida yang tepat sehingga
populasi serangga dan kutu daun tidak menurun tetapi justru meningkat. Dampak negatif lainnya terlihat
dengan menurunnya populasi musuh alami atau meningkatnya ketahanan serangga hama terhadap
insektisida. Dari hasil penelitian Sri Hadiyani (1995), pada tembakau cerutu Besuki tingkat resistensi
ulat grayak S. litura telah mencapai 6,5 kali. Untuk mengantisipasi terjadinya efek samping penggunaan
insektisida, maka penggunaan insektisida harus secara selektif, yaitu insektisida yang efektif
membunuh serangga hama sasaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan insektisida dalam mengendalikan
serangga hama utama dan kutu daun pada tanaman tembakau.
BAHAN DAN METODA
Penelitian telah dilaksanakan di areal pertanaman tembakau milik petani desa Jati Guwi,
kecamatan Sumber Pucung, kabupaten Malang pada musim tanam tahun 2008. Perlakuan terdiri atas 6
(enam) tingkat konsentrasi insektisida berbahan aktif Abamektin yaitu 0,125; 0,25; 0,375; 0,50 0,75;
0,1 ml/l, 1 (satu) tingkat konsentrasi insektisida berbahan aktif Beta siflutrin yaitu 0,5 ml/l dan kontrol
(tanpa perlakuan), disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) diulang 4 (empat) kali.
Bibit tembakau rajangan yang berasal dari pesemaian ditanam pada petak-petak yang berukuran
5 m x 10 m, dengan jarak tanam 45 x 90 cm dengan sistem double row, satu bibit per lubang tanaman,
jarak antar perlakuan 2 m dan antar ulangan 3 m. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat
tanam dan 21 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 200 kg Urea dan 100 kg SP-36 per ha.
Aplikasi insektisida dimulai saat tanaman berumur 14 HST atau sudah ditemukan ulat instar-3
dan vector virus, menggunakan alat semprot punggung otomatis ”Knapsack sprayer” bertekanan tinggi
dengan volume semprot 400-600 l/ha.
Parameter pengamatan meliputi tingkat populasi serangga hama utama dan kutu daun pada 20
tanaman contoh yang ditentukan secara acak mengikuti garis diagonal pada setiap petak. Pengamatan
dilakukan satu hari sebelum (-1) dan satu hari setelah (+1) aplikasi. Aplikasi dilakukan dengan interval
waktu 7 (Tujuh) hari sekali. Jika pada pengamatan pertama populasi hama sasaran yang ditimbulkan
tidak berbeda antar perlakuan, maka efikasi insektisida dihitung dengan persamaan dari Abbott
(Ciba-Geygy,1981):
2
3. Andi Muhammad Amir Dan I Wayan Laba : Pengendalian Secara Kimiawi Serangga Hama Utama Dan Vektor Virus Pada Tanaman
Tembakau
(Ca – Ta)
EI = --------------- x 100 %
Ca
dimana:
EI = Efikasi insektisida yang diuji (%);
Ta = Populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan insektisida
yang diuji setelah penyemprotan insektisida;
Ca = Populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak kontrol diuji setelah
penyemprotan insektisida.
Jika pada pengamatan pertama populasi hama sasaran yang ditimbulkan berbeda antar
perlakuan, maka efikasi insektisida dihitung dengan persamaan dari Henderson and Titan
(Ciba-Geygy,1981):
(Ta Cb)
EI = 1 - -------- x -------- x 100 %
(Ca Tb)
dimana:
EI = Efektivitas insektisida yang diuji (%);
Tb = populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
insektisida yang diuji sebelum penyemprotan insektisida;
Ta = populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
insektisida yang diuji sebelum penyemprotan insektisida;
Ca = populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak kontrol sebelum
penyemprotan insektisida;
Cb = populasi hama sasaran/persentase kerusakan tanaman pada petak
kontrol setelah penyemprotan insektisida.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi ulat grayak Spodoptera litura
Rata-rata populasi ulat grayak Spodoptera litura pada beberapa tingkat konsentrasi disajikan
pada Tabel 1. Pada aplikasi I, rata-rata populasi ulat grayak S. litura sehari sebelum aplikasi (-1),
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara semua tingkat konsentrasi maupun
kontrol, kemudian sehari setelah aplikasi (+1), populasi S. litura pada semua tingkat konsentrasi
mengalami penurunan terutama insektisida Abamektin konsentrasi 0,50 ml/l air yaitu 3,10 ekor kecuali
kontrol yang cenderung meningkat hingga 9,33 ekor. Pada aplikasi II, sehari setelah aplikasi (+1)
konsentrasi 0,50 dan 0,75 ml/l air mampu menekan populasi hingga 1,73 ekor dan 1,75 ekor.
Selanjutnya pada aplikasi III dan IV, konsentrasi 0,50-0,75 ml/l masih mampu menekan populasi hingga
terendah yaitu 0,51 dan 0,26 ekor.
3
4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
Tabel 1. Rata‐rata populasi ulat grayak Spodoptera litura pada 20 sample tanaman tembakau. Malang, 2008.
Bahan Kons, Aplikasi I Aplikasi II Aplikasi III Aplikasi VI
Aktif ml/l
‐1 +1 ‐1 +1 ‐1 +1 ‐1 +1
Abamektin 0,125 7,28 ab* 4,85 bc 4,50 bc 3,08 bc 2,69 bc 1,96 a 1,95 a 0,94 a
Abamektin 0,25 9,99 a 5,14 b 4,25 bcd 2,58 c 2,64 bc 1,51 a 1,51 a 0,70 a
Abamektin 0,375 6,25 a 4,04 bc 3,44 cd 2,28 c 2,95 bc 1,65 a 1,65 a 0,70 a
Abamektin 0,50 7,14 a 3,10 c 2,63 d 1,75 c 2,14 c 1,43 a 1,15 a 0,51 a
Abamektin 0,75 6,34 a 4,01 bc 3,13 cd 1,73 c 2,40 c 1,63 a 1,29 a 0,26 a
Abamektin 1,00 6,86 a 4,75 bc 4,20 bcd 2,71 c 2,61 bc 1,83 a 0,76 a 0,69 a
Beta sufliutrin 0,50 6,74 a 4,70 bc 5,75 b 4,40 b 3,88 b 2,36 a 0,95 a 0,49 a
Kontrol ‐ 7,98 ab 9,33 a 14,46 a 14,21 a 16,55 a 17,09 b 13,95 b 13,78 b
Keterangan:
‐ 1 = sehari sebelum aplikasi; +1 = sehari setelah aplikasi
* Angka‐angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf 5% uji jarak berganda Duncan.
Populasi penggerek pucuk Helicoverpa armigera
Rata-rata populasi H. armigera pada beberapa tingkat konsentrasi disajikan pada Tabel 2. Pada
aplikasi I, rata-rata populasi penggerek pucuk H. armigera sehari sebelum aplikasi (-1), tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antara semua tingkat konsentrasi maupun kontrol, kemudian sehari
setelah aplikasi (+1), populasi menurun. Pada konsentrasi 0,75 ml/l air populasi hanya 1,74 ekor, lebih
rendah dibanding populasi pada semua tingkat konsentrasi yang diuji. Pada aplikasi III, populasi pada
semua tingkat konsentrasi yaitu antara 0,25-0,93 ekor, terendah pada konsentrasi 1,00 ml/l air yaitu
0,25 ekor. Selanjutnya pada aplikasi IV, konsentrasi 1,00 ml/l air populasinya hanya 0,03 ekor.
Tabel 2. Rata‐rata populasi ulat penggerek pucuk Helicoverpa armigera pada 20 sampel tanaman tembakau. Malang, 2008.
Bahan Kons. Aplikasi I Aplikasi II Aplikasi III Aplikasi VI
Aktif ml/l
‐1 +1 ‐1 +1 ‐1 +1 ‐1 +1
Abamektin 0,125 3,95 a* 2,68 a 1,69 a 1,05 a 1,36 a 0,60 bc 0,40 a 0,20 a
Abamektin 0,25 3,64 a 2,22 a 1,74 a 1,00 a 1,43 a 0,93 b 0,58 a 0,33 a
Abamektin 0,375 3,34 a 1,73 a 1,94 a 0,91 a 1,41 a 0,73 bc 0,14 a 0,08 a
Abamektin 0,50 3,75 a 1,85 a 1,51 a 0,85 a 0,70 a 0,43 bc 0,11 a 0,04 a
Abamektin 0,75 3,50 a 1,74 a 1,79 a 0,76 a 0,69 a 0,28 c 0,21 a 0,08 a
Abamektin 1,00 4,23 a 2,23 a 1,49 a 0,64 a 0,60 a 0,25 c 0,14 a 0,03 a
Beta siflutrin 0,50 4,05 a 2,48 a 1,74 a 1,15 a 0,88 a 0,58 bc 0,70 a 0,29 a
Kontrol ‐ 4,34 a 5,50 b 5,53 b 5,63 b 6,24 b 5,91 c 3,16 b 4,00 b
Keterangan:
‐ 1 = sehari sebelum aplikasi; +1 = sehari setelah aplikasi
* Angka‐angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf 5% uji jarak berganda Duncan.
Populasi kutu daun Myzus persicae
Rata-rata populasi kutu daun M. persicae pada beberapa tingkat konsentrasi disajikan pada
Tabel 3. Pada aplikasi I, populasi M. persicae sehari setelah aplikasi (+1), populasi antara perlakuan
secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, tetapi jumlah populasi pada konsentrasi 1,00
ml/l air terendah dibanding dengan konsentrasi lainnya yaitu 27,69 ekor. Selanjutnya yaitu pada aplikasi
II, populasi M. persicae sehari setelah aplikasi (+1) merupakan populasi terendah yaitu 9,19 ekor pada
konsentrasi 1,00 ml/l air. Selanjutnya pada aplikasi III, sehari setelah aplikasi (+1), populasi menurun
dan yang terendah pada perlakuan konsentrasi 1,00 ml/l air yaitu 4,61 ekor. Pengamatan populasi
M. persicae selanjutnya tidak dilakukan karena populasi di lapang sudah tidak ada, hal ini disebabkan
karena pada saat tersebut curah hujan cukup tinggi.
4
5. Andi Muhammad Amir Dan I Wayan Laba : Pengendalian Secara Kimiawi Serangga Hama Utama Dan Vektor Virus Pada Tanaman
Tembakau
Tabel 3. Rata‐rata populasi kutu daun Myzus persicae pada 20 tanaman sampel tembakau. Malang, 2008.
Bahan aktif Kons. Aplikasi I Aplikasi II Aplikasi III
insektisida ml/l
‐1 +1 ‐1 +1 ‐1 +1
Abamektin 0,125 53,21 a* 27,90 b 16,92 b 16,31 a 17,88 a 12,28 b
Abamektin 0,25 58,03 a 34,03 b 30,19 b 16,99 a 16,60 a 10,73 bc
Abamektin 0,375 55,43 a 40,58 ab 26,65 b 16,24 a 14,51 a 8,94 bc
Abamektin 0,50 72,17 a 50,93 ab 25,05 b 12,99 a 4,90 a 2,28 bc
Abamektin 0,75 52,39 a 39,05 b 40,94 ab 11,05 a 11,84 a 7,24 bc
Abamektin 1,00 43,90 a 27,69 b 18,09 b 9,19 a 9,35 a 4,61 c
Beta siflutrin 0,50 71,53 a 46,46 ab 20,81 b 12,54 a 12,38 a 7,89 bc
Kontrol ‐ 61,08 a 62,73 a 60,24 a 58,96 b 47,04 b 53,21 a
Keterangan:
‐ 1 = sehari sebelum aplikasi; +1 = sehari setelah aplikasi
* Angka‐angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf 5% uji jarak berganda Duncan,
Pada umumnya insektisida-insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama baik ulat dan
kutu daun bersifat sistemik. Insektisida sistemik mempunyai beberapa sifat membunuh berbagai
serangga. Sebagai racun syaraf yang manjur untuk ulat, dengan konsentrasi rendah, telah dapat
menghambat acetylcholinesterase dan meracuni jaringan lipoid serangga tersebut (O’ Brien and
Yamamoto. 1970; Nayar et al., 1978). Sebagai racun perut, dapat mematikan serangga dalam waktu
cepat dan sangat beracun untuk telur, larva mapun imago terutama H. armigera. (Anonim. 1984).
Sebagai racun kontak dapat menghambat produksi acetylcholinesterase yang mengakibatkan pemutusan
gerak oleh syaraf (Eto. 1976). Selanjutnya menurut Palumbo and Kerns (1994), insektisida sistemik
dapat memberikan perlindungan tanaman terhadap kutu daun selama 3 bulan.
Efikasi insektisida
Dari hasil penghitungan dengan menggunakan persamaan dari About (Ciba-Geygy. 1981), maka
tingkat efikasi insektisida terhadap hama ulat grayak S. litura, penggerek pucuk H. armigera dan kutu
daun M. persicae pada tanaman tembakau cukup tinggi, masing-masing yaitu 61,75%, 100% dan 58,86%.
KESIMPULAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa insektisida berbahan aktif Abamektin dengan
konsentrasi 1,00 ml/l air efektif menekan populasi ulat grayak S. litura dan penggerek pucuk
H. armigera dan konsentrasi 0,50–0,75 ml/l air efektif menekan populasi kutu daun M. persicae pada
tanaman tembakau dengan tingkat efikasi insektisida 65,37–100%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Larvin, Thiodikarb Insecticide, the Ideal Insecticide. Technical Information manual.
Union Carbide. Agricultural Product Co. Inc. 49p.
Esquerra, M. M. and B. P. Gabriel. 1969. Insect Pest of Vegetables. Dept. of Ento. Coll of Agric Univ.
of The Phillipines.
Eto, M. 1976. Organophosphorus Pesticide: Organic and Biochemical Chemistry. CRR Press. P.123-157.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and Translated by van der Laan. PT.
Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta,
Nayar, K.K., TN. Ananthakrishman and B.V. david. 1976. General and Aplied Entomology. Tata Mc Grow
Hill Publ.Co.Ltd. p.370-386.
5
6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3.,2011
O’Brien, R.D. and I. yamamoto. 1970. Biochemical Toxicology of Insecticide. Academic Press. New York.
P.193-200.
Palumbo. J.C, Kerns D.L. 1994. Effects of imidacloprid as a soil treatment on colonization of green
peach aphid and marketability of lettuce. Southwestern Entomologist 19: 339-346.
Sri Hadiyani. 1995. Pengendalian Serangga Hama Tanaman Kapas dan Tembakau dalam Resistensi
Serangga Terhadap Insektisida dan Upaya Penanggulangannya, Risalah Seminar Perhimpunan
Entomologi Indonesia (PEI) Cabang Malang.
Subiyakto, A. A. A. Gothama dan S. H. Isdijoso dan T. Soemartono. 1992. Penentuan Ambang Kendali
Helicoverpa spp. Pada Tembakau Besuki Na Oosgt. Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi
Indonesia (PEI) IV di Jogyakarta. 28-30 Januari 1992.
6