2. 1) Secara global pada tahun
2019, diperkirakan 3,3% dari
pasien TB baru dan 17,7%
dari pasien TB yang pernah
diobati merupakan pasien TB
resistan obat.
2) Di Indonesia, estimasi TB RO
adalah 2,4% dari seluruh
pasien TB baru dan 13% dari
pasien TB yang pernah
diobati dengan total
perkiraan insiden kasus TB
RO sebesar 24.000 atau
8,8/100.000 penduduk
LATAR BELAKANG
3. • In 2020, TB disease was reported in 2,568 Asian persons in the
United States, accounting for nearly 36% of all people reported
with TB disease nationally.
• The rate of TB disease among Asian persons is 13.3 cases per
100,000 persons.
• The TB case rate is 33 times higher for Asian persons than for non-
Hispanic White persons.
• Being born in or traveling to countries with a high rate of TB
disease increases a person’s risk of becoming sick with TB disease.
The most common countries of birth among non-U.S.–born Asian
persons with TB disease in 2020 were
Philippines; 12.5%,
India; 10.4%,
Vietnam; 8.2%,
China; 5.1%, and
Myanmar; 1.6%
8. DEFINISI
TB resistan obat (TB-RO) pada dasarnya adalah suatu
fenomena “buatan manusia”, sebagai akibat dari
pengobatan pasien TB yang tidak adekuat maupun
penularan dari pasien TB-RO.
9.
10. FAKTOR RISIKO
Pemberi jasa (petugas kesehatan)
• Diagnosis tidak tepat
• Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat
• Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak
adekuat
• Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat
Pasien
• Tidak teratur menelan paduan OAT
• Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya
Program Pengendalian TB
• Persediaan OAT yang kurang
• Rendahnya kualitas OAT yang disediakan
14. KRITERIA TERDUGA TB RO
1. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
2. Pasien TB yang tidak konversi pengobatan kategori 2 setelah 3 bulan
pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua selama minimal 1 bulan
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
6. Pasien TB kambuh pengobatan kategori 1 atau kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah putus berobat (loss to follow-up)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB RO
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respon secara klinis maupun
bakteriologis terhadap pemberian OAT
15. • Jika terdapat salah satu atau lebih dari kriteria pasien
dengan risiko tinggi TB Resisiten Obat (TB RO) dilakukan
TCM jika TCM positif lanjut ke uji kepekaan M.Tb
• Jika TB kasus baru menunjukkan TB-RR ulang TCM 1 kali lagi
untuk memastikan diagnosis
KRITERIA TERDUGA TB RO
16.
17.
18. PENEGAKAN DIAGNOSIS
• Diagnosis TB RO ditegakkan berdasarkan
hasil uji kepekaan yang bertujuan untuk
menentukan ada atau tidaknya
resistansi M.tuberculosis terhadap OAT.
• Uji kepekaan M.tuberculosis harus
dilakukan oleh laboratorium yang sudah
tersertifikasi oleh laboratorium rujukan
nasional TB.
• Pemeriksaan laboratorium untuk uji
kepekaan M.tuberculosis dilakukan
dengan metode standar yang tersedia di
Indonesia yaitu metode fenotipik dan
metode genotipik
19. • Pemeriksaan biakan, bisa padat (LJ) atau
cair (MGIT)
• Padat : lebih murah namun hasil lebih lama
(3-8 minggu)
• Cair : lebih mahal, namun hasil 1-2 minggu
• Paket standar uji kepekaan menguji 5 obat :
– INH (dosis rendah dan dosis tinggi)
– Ofloksasin/Levofloksasin
– Kanamisin
– Kapreomisin
– Moksifloksasin (dosis rendah dan dosis tinggi)
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fenotipik
20. • Menggunakan Xpert MTB/RIF (TCM)
– Tes amplifikasi asam nukleat
sebagai sarana deteksi TB dan uji
kepekaan rifampisin.
– Hasil pemeriksaan kurang lebih 2
jam
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Genotipik
21. • Pemeriksaan LPA (Hain test/Genotype
MTBDR
• LPA lini 1 : Deteksi resistensi rifampisin
(rpoB), isoniazid (inhA dan katG).
• LPA lini kedua untuk mendeteksi
resistansi pada obat golongan
flurokuinolon (gyrA dan gyrB) dan obat
injeksi TB lini kedua (eis dan rrs).
• Hasil : Kurang lebih 48 jam
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Genotipik
22. • Pengobatan dimulai dalam waktu 7
hari setelah diagnosis
• Sesuai dengan rekomendasi WHO
tahun 2020, pengobatan TB RO di
Indonesia saat ini menggunakan
paduan tanpa obat injeksi, yang
terbagi menjadi dua, yaitu paduan
pengobatan jangka pendek (9–11
bulan) dan jangka panjang (18–20
bulan).
PENGOBATAN TB RO
23. • TB paru berat : kerusakan parenkim luas
dan kavitas kedua paru
• TB ekstra paru berat : TB meningitis, TB
tulang (osteoartikular), TB spondilitis, TB
milier, TB perikarditis, TB abdomen
24. ▪ Tidak resistan terhadap fluorokuinolon
▪ Tidak ada kontak dengan pasien TB
pre/XDR
▪ Tidak pernah mendapat OAT lini kedua
selama ≥ 1 bulan
▪ Tidak ada resistansi atau dugaan tidak
efektif terhadap OAT pada paduan
jangka pendek (kecuali resistan INH
dengan mutasi inhA atau katG).
▪ Tidak sedang hamil atau menyusui
▪ Bukan kasus TB paru berat
▪ Bukan kasus TB ekstraparu berat
▪ Pasien TB RO (paru ataupun
ekstraparu) dengan HIV
▪ Anak usia lebih dari 6 tahun
Terapi Jangka Pendek
25. • Direkomendasikan menunggu hasil LPA lini 2. Jika tidak ada hasil mulai regimen jangka pendek jika syarat lain
terpenuhi
• Durasi pengobatan 9-11 bulan. Bedaquiline tetap diberikan selama 6 bulan. Bedaquiline minum setiap hari pada
2 minggu pertama dan 3 kali seminggu pada 22 minggu berikutnya.
• Jika tidak konversi pada bulan ke-4, tahap awal diperpanjang sampai bulan ke 5-6. Ulang uji LPA. Jika belum
konversi, stop regimen jangka pendek
Terapi Jangka Pendek
28. Pengobatan Panduan Jangka Panjang
▪ Pasien TB RR/ MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB pre-XDR)
▪ Pasien TB XDR
▪ Pasien gagal pengobatan jangka pendek sebelumnya
▪ Pasien TB RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama ≥ 1 bulan
▪ Pasien TB RR/ MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap Bedaquiline,
Clofazimine atau Linezolid
▪ Pasien TB MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan katG
▪ Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas di kedua lapang paru
▪ Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi (yang harus diobati
jangka panjang), seperti TB meningitis, TB tulang, TB spondilitis, TB milier, TB
perikarditis, TB abdomen
▪ Pasien TB RO dengan kondisi klinis tertentu, misalnya alergi berat / intoleran terhadap
obat-obatan pada paduan jangka pendek
▪ Ibu hamil, menyusui
29. • lima obat TB yang diperkirakan efektif (ideal
terdiri dari 3 obat grup A dan 2 obat grup B)
dan terdapat setidaknya tiga obat setelah
penggunaan bedaquiline dihentikan.
Pengobatan Panduan Jangka Panjang
31. − Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-1
atau 2, durasi total pengobatan jangka panjang
ialah 18 bulan.
− Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-3
atau lebih, maka durasi pengobatan pasien
ditambahkan 16 bulan setelah konversi (n+16
bulan).
− Bila pasien tidak mengalami konversi biakan
pada bulan ke-8 pengobatan, maka pasien
dinyatakan “Gagal pengobatan”.
Pengobatan Panduan Jangka Panjang
Durasi pengobatan 18 bulan dan 16 bulan setelah terjadi konversi biakan
Gagal pengobatan kategori 2 : paien TB dengan hasil pemeriksan sputum atau biakan positif pada bulan kelima atau akhir pengobatan (bulan 8)
Kambuh :
Loss to FU :
Penggunaan moksifloksasin dalam paduan jangka pendek harus dengan pengawasan efek samping obat yang ketat karena penggunaan moksifloksasin bersamaan dengan bedaquiline dan clofazimin dapat meningkatkan risiko gangguan irama jantung (pemanjangan interval QT)
BTA dan biakan dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak pagi. Pada bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA dari dua (2) dahak pagi berurutan.
Pemantauan pasca pengobatan dilakukan setiap 6 bulan selama 2 tahun, dan dapat dilakukan kapan saja bila muncul gejala TB
Grup C jika tidak grup A dan B tidak memenuhi
Injeksi ami dan strpto jika obat C yg lain tidak bisa diberikan
Lfx lebih dianjurkan daripada Mfx untuk meminimalkan terjadinya efek samping pemanjangan interval QT.
Pada pemberian Bdq dapat ditambahkan Z karena hasil studi menunjukkan kedua obat tersebut dapat bekerja secara sinergis.
Pemeriksaan DPL harus dipantau secara ketat untuk pasien yang mendapatkan obat linezolid
Pemeriksaan audiometri harus dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat injeksi amikasin ataupun streptomisin
Jika setelah 6 bulan belum konversi LPA dan uji kepekaan ulang
Bedaquiline mempunyai jalur metabolism yang sama di liver dengan beberapa OAD, sedangkan Delamanid akan berebut ikatan protein dengan beberapa OAD dan insulin analog. Hati-hati penggunaan bedaquiline dan delamanid pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun dengan gangguan liver, renal dan gangguan elektrolit.
Tenofovir (TDF) umumnya dihindari karena kemungkinan efek potensiasi toksisitas ginjal dengan obat TB suntik lini kedua.