SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 42
Downloaden Sie, um offline zu lesen
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

                      NOMOR 33 TAHUN 2012

                              TENTANG

                PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF



              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang    : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2)
               Undang-Undang     Nomor    36   Tahun       2009   tentang
               Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
               tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;


Mengingat    : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
                  Republik Indonesia Tahun 1945;

               2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
                  Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
                  Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
                  Republik Indonesia Nomor 5063);



                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR
               SUSU IBU EKSKLUSIF.




                                                             BAB I . . .
-2-

                 BAB I
         KETENTUAN UMUM


                Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah
   cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
   Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi
   sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
   menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
   atau minuman lain.
3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12
   (dua belas) bulan.
4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah
   dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
   dengan derajat ketiga.
5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus
   diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi
   sampai berusia 6 (enam) bulan.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
   dan/atau     tempat       yang     digunakan     untuk
   menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
   promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
   dilakukan   oleh     Pemerintah,   Pemerintah   Daerah,
   dan/atau masyarakat.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
   mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
   memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
   pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
   tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
   upaya kesehatan.


                                          8. Tempat . . .
-3-

8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup
   atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga
   kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
   untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
   sumber atau sumber-sumber bahaya.

9. Pemerintah      Pusat        yang     selanjutnya      disebut
   Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
   memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
   Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
   Undang       Dasar       Negara       Republik      Indonesia
   Tahun 1945.

10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau
   walikota,    dan     perangkat      daerah   sebagai    unsur
   penyelenggara pemerintahan daerah.

11. Menteri    adalah    menteri       yang   menyelenggarakan
   urusan pemerintahan di bidang kesehatan.


                  Pasal 2


Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:

a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan
   ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia
   6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan
   dan perkembangannya;

b. memberikan         perlindungan       kepada     ibu    dalam
   memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan

c. meningkatkan         peran    dan     dukungan      Keluarga,
   masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah
   terhadap pemberian ASI Eksklusif.




                                                    BAB II . . .
-4-

                BAB II
          TANGGUNG JAWAB


             Bagian Kesatu
       Tanggung Jawab Pemerintah

                Pasal 3


Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian
ASI Eksklusif meliputi:
a. menetapkan kebijakan nasional       terkait    program
   pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi      dan   sosialisasi   program
   pemberian ASI Eksklusif;
c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian
   ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor
   menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
   tempat sarana umum lainnya;
d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif
   pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal
   bagi Tenaga Kesehatan;
e. membina,      mengawasi,      serta   mengevaluasi
   pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI
   Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan
   pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana
   umum, dan kegiatan di masyarakat;
f.   mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
     yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;
g. mengembangkan kerja sama mengenai program ASI
   Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar
   negeri; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi
   dan   edukasi   atas     penyelenggaraan program
   pemberian ASI Eksklusif.


                                      Bagian Kedua . . .
-5-

              Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi


                 Pasal 4


 Tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam
 program pemberian ASI Eksklusif meliputi:

 a. melaksanakan kebijakan nasional      dalam   rangka
    program pemberian ASI Eksklusif;
 b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program
    pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;
 c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui
    dalam skala provinsi;
 d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas
    Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum
    lainnya dalam skala provinsi;
 e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi
    pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI
    Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan
    pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana
    umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala
    provinsi;
 f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau
    penelitian dan pengembangan program pemberian ASI
    Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan
    provinsi;
 g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    dan
 h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi
    dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI
    Eksklusif dalam skala provinsi.




                                      Bagian Ketiga . . .
-6-

                  Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota


                     Pasal 5


     Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota
     dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:
     a. melaksanakan kebijakan nasional     dalam   rangka
        program pemberian ASI Eksklusif;
     b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program
        pemberian    ASI   Eksklusif  dalam      skala
        kabupaten/kota;
     c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui
        dalam skala kabupaten/kota;
     d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas
        Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum
        lainnya dalam skala kabupaten/kota;
     e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi
        pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI
        Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan
        pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana
        umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala
        kabupaten/kota;
     f.   menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
          program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung
          perumusan kebijakan kabupaten/kota;
     g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai
        dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
        dan
     h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi
        dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI
        Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.




                                               BAB III . . .
-7-

                 BAB III
        AIR SUSU IBU EKSKLUSIF


              Bagian Kesatu
                 Umum


                 Pasal 6


Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI
Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya.


                 Pasal 7


Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak
berlaku dalam hal terdapat:

a. indikasi medis:

b. ibu tidak ada; atau

c. ibu terpisah dari Bayi.


                 Pasal 8


(1)   Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh dokter.
(2)   Dokter    dalam    menentukan  indikasi  medis
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
      dengan standar profesi, standar pelayanan, dan
      standar prosedur operasional.
(3)   Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter,
      penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat
      dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.




                                        Bagian Kedua . . .
-8-

              Bagian Kedua
          Inisiasi Menyusu Dini

                 Pasal 9


(1)   Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas
      Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi
      menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada
      ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
(2)   Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi
      secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga
      kulit Bayi melekat pada kulit ibu.


                Pasal 10


(1)   Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas
      Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan
      Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung
      kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh
      dokter.
(2)   Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat
      gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat
      memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.


              Bagian Ketiga
          Pendonor Air Susu Ibu

                Pasal 11


(1)   Dalam hal ibu kandung tidak dapat memberikan ASI
      Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat
      dilakukan oleh pendonor ASI.



                                    (2) Pemberian . . .
-9-

(2)   Pemberian ASI Eksklusif oleh pendonor ASI
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      dengan persyaratan:
      a. permintaan ibu kandung atau Keluarga Bayi
         yang bersangkutan;
      b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI
         diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga
         dari Bayi penerima ASI;
      c. persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui
         identitas Bayi yang diberi ASI;
      d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan
         tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 7; dan
      e. ASI tidak diperjualbelikan.
(3)   Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma
      agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya,
      mutu, dan keamanan ASI.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI
      Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
      Peraturan Menteri.


                 Pasal 12


(1)   Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus menolak
      pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk
      bayi lainnya.
(2)   Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal
      dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat
      melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.




                                       Bagian Keempat . . .
- 10 -

                 Bagian Keempat
          Informasi dan Edukasi


                    Pasal 13


(1)   Untuk       mencapai     pemanfaatan     pemberian     ASI
      Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan
      penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
      memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif
      kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi
      yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan
      sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif
      selesai.

(2)   Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:

      a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;
      b. gizi     ibu,   persiapan   dan     mempertahankan
         menyusui;
      c. akibat negatif dari pemberian makanan botol
         secara parsial terhadap pemberian ASI; dan
      d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk
         tidak memberikan ASI.
(3)   Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan
      pendampingan.
(4)   Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif
      sebagaimana        dimaksud    pada    ayat   (1)    dapat
      dilakukan oleh tenaga terlatih.




                                            Bagian Kelima . . .
- 11 -

               Bagian Kelima
           Sanksi Administratif


                 Pasal 14


(1)   Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan
      ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
      ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1)
      dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang
      berwenang berupa:
      a. teguran lisan;
      b. teguran tertulis; dan/atau
      c. pencabutan izin.
(2)   Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan
      yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1),
      atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi
      administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
      a. teguran lisan; dan/atau
      b. teguran tertulis.
(3)   Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
      administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.


                  BAB IV
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN
          PRODUK BAYI LAINNYA


                  Pasal 15


Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi.



                                           Pasal 16 . . .
- 12 -

                Pasal 16


Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus
memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan
dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau
Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi.


                Pasal 17


(1)   Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu
      Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang
      dapat menghambat program pemberian           ASI
      Eksklusif   kecuali  dalam    hal  diperuntukkan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2)   Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima
      dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi
      dan/atau produk bayi lainnya yang dapat
      menghambat program pemberian ASI Eksklusif.


                Pasal 18


(1)   Penyelenggara   Fasilitas Pelayanan   Kesehatan
      dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau
      produk bayi lainnya yang dapat menghambat
      program pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi
      dan/atau    keluarganya,  kecuali   dalam   hal
      diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 15.
(2)   Penyelenggara   Fasilitas Pelayanan  Kesehatan
      dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu
      Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang
      dapat menghambat program pemberian         ASI
      Eksklusif.




                                        (3) Dalam . . .
- 13 -

(3)   Dalam       hal      terjadi      bencana     atau      darurat,
      penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat
      menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau
      produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan
      setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas
      kesehatan kabupaten/kota setempat.

(4)   Penyelenggara         Fasilitas      Pelayanan       Kesehatan
      dilarang     menyediakan            pelayanan     di     bidang
      kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen
      atau    distributor        Susu    Formula   Bayi      dan/atau
      produk bayi lainnya.


                   Pasal 19


Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau
produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan yang
dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif
berupa:

a.    pemberian     contoh        produk    Susu      Formula    Bayi
      dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma
      atau bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas
      Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil,
      atau ibu yang baru melahirkan;
b.    penawaran atau penjualan langsung Susu Formula
      Bayi ke rumah-rumah;
c.    pemberian potongan harga atau tambahan atau
      sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu
      Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;
d.    penggunaan Tenaga Kesehatan untuk memberikan
      informasi    tentang        Susu    Formula     Bayi     kepada
      masyarakat; dan/atau



                                               e. pengiklanan . . .
- 14 -

e.    pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam
      media massa, baik cetak maupun elektronik, dan
      media luar ruang.


                   Pasal 20


(1)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
      huruf e dikecualikan jika dilakukan pada media
      cetak khusus tentang kesehatan.
(2)   Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
      a. mendapat persetujuan Menteri; dan
      b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi
         bukan sebagai pengganti ASI.


                   Pasal 21


(1)   Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas
      Pelayanan         Kesehatan,      penyelenggara         satuan
      pendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang
      kesehatan     dan      termasuk       keluarganya    dilarang
      menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen
      atau   distributor     Susu     Formula     Bayi    dan/atau
      produk     bayi    lainnya     yang    dapat   menghambat
      keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.

(2)   Bantuan     dari    produsen      atau    distributor    Susu
      Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai
      kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan,
      pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang
      sejenis.




                                                     Pasal 22 . . .
- 15 -

                      Pasal 22

Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan
pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan
lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan:

a.    secara terbuka;
b.    tidak bersifat mengikat;
c.    hanya     melalui     Fasilitas    Pelayanan    Kesehatan,
      penyelenggara        satuan       pendidikan      kesehatan,
      dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan;
      dan
d.    tidak menampilkan logo dan nama produk Susu
      Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada
      saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat
      menghambat program pemberian ASI Eksklusif.


                      Pasal 23


(1)   Tenaga     Kesehatan        yang     menerima       bantuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
      wajib    memberikan        pernyataan    tertulis    kepada
      atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat
      dan     tidak     menghambat       keberhasilan     program
      pemberian ASI Eksklusif.

(2)   Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
      menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan
      tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut
      tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan
      program pemberian ASI Eksklusif.




                                          (3) Penyelenggara . . .
- 16 -

(3)   Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang
      menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan
      tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan
      urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa
      bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak
      menghambat keberhasilan program pemberian ASI
      Eksklusif.
(4)   Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan
      yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan
      pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan
      tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat
      keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.


                 Pasal 24


Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
menerima bantuan biaya pelatihan, penelitian dan
pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan
lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                 Pasal 25


(1)   Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi
      dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan
      hadiah     dan/atau   bantuan     kepada    Tenaga
      Kesehatan,    penyelenggara   Fasilitas  Pelayanan
      Kesehatan,    penyelenggara    satuan   pendidikan
      kesehatan, dan organisasi profesi di bidang
      kesehatan     termasuk keluarganya yang dapat
      menghambat keberhasilan program pemberian ASI
      Eksklusif,   kecuali   diberikan    untuk    tujuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).



                                           (2) Setiap . . .
- 17 -

(2)   Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi
      dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan
      pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri
      atau pejabat yang ditunjuk.

(3)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
      sedikit memuat:

      a. nama penerima dan pemberi bantuan;
      b. tujuan diberikan bantuan;
      c. jumlah dan jenis bantuan; dan
      d. jangka waktu pemberian bantuan.


                  Pasal 26


(1)   Penyelenggara     Fasilitas   Pelayanan     Kesehatan,
      penyelenggara     satuan      pendidikan     kesehatan,
      dan/atau    organisasi profesi di bidang kesehatan
      yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 22 huruf c wajib memberikan laporan
      kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang
      ditunjuk.

(2)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
      sedikit memuat:

      a. nama pemberi dan penerima bantuan;
      b. tujuan diberikan bantuan;
      c. jumlah dan jenis bantuan; dan
      d. jangka waktu pemberian bantuan.




                                                 Pasal 27 . . .
- 18 -

                 Pasal 27


Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan
Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait,
atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan.


                 Pasal 28


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan
Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur
dengan Peraturan Menteri.


                 Pasal 29


(1)   Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan
      ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,
      Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23
      ayat (1), dikenakan sanksi administratif oleh pejabat
      yang berwenang berupa:
      a. teguran lisan;
      b. teguran tertulis; dan/atau
      c. pencabutan izin.
(2)   Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
      penyelenggara     satuan      pendidikan,    pengurus
      organisasi profesi di bidang kesehatan serta
      produsen dan distributor Susu Formula Bayi
      dan/atau produk         bayi   lainnya yang tidak
      melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4),
      Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2),
      ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2),
      serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi
      administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:



                                           a.   teguran . . .
- 19 -

        a. teguran lisan; dan/atau
        b. teguran tertulis.

  (3)   Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
        administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        diatur dengan Peraturan Menteri.


                     BAB V
TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM


                     Pasal 30


  (1)   Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat
        sarana umum       harus     mendukung program      ASI
        Eksklusif.
  (2)   Ketentuan     mengenai      dukungan    program    ASI
        Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
        perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh,
        atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat
        pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.

  (3)   Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat
        sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus
        untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai
        dengan kondisi kemampuan perusahaan.

  (4)   Ketentuan     lebih     lanjut   mengenai   tata   cara
        penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau
        memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
        diatur dengan Peraturan Menteri.




                                                Pasal 31 . . .
- 20 -

                 Pasal 31


Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
terdiri atas:

a.   perusahaan; dan
b.   perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
     dan swasta.


                 Pasal 32


Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 terdiri atas:

a.   Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b.   hotel dan penginapan;
c.   tempat rekreasi;
d.   terminal angkutan darat;
e.   stasiun kereta api;
f.   bandar udara;
g.   pelabuhan laut;
h.   pusat-pusat perbelanjaan;
i.   gedung olahraga;
j.   lokasi penampungan pengungsi; dan
k.   tempat sarana umum lainnya.


                 Pasal 33


Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas
Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan
program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman
pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan
menyusui sebagai berikut:


                                      a.   membuat . . .
- 21 -

a.   membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan
     dikomunikasikan kepada semua staf              pelayanan
     kesehatan;
b.   melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan
     menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
c.   menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang
     manfaat dan manajemen menyusui;
d.   membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam
     puluh) menit pertama persalinan;
e.   membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan
     menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;
f.   memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali
     ada indikasi medis;
g.   menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya
     sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;
h.   menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i.   tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j.   mendorong     pembentukan       kelompok       pendukung
     menyusui     dan    merujuk    ibu    kepada    kelompok
     tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan
     Kesehatan.


                  Pasal 34


Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan
kepada   ibu    yang    bekerja    untuk   memberikan     ASI
Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu
kerja di Tempat Kerja.




                                              Pasal 35 . . .
- 22 -

                   Pasal 35


Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana
umum      wajib     membuat       peraturan     internal    yang
mendukung         keberhasilan    program      pemberian     ASI
Eksklusif.


                   Pasal 36


Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara
tempat sarana umum yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi
sesuai   dengan    ketentuan    peraturan   perundang-
undangan.


                    BAB VI
        DUKUNGAN MASYARAKAT


                   Pasal 37


(1)   Masyarakat      harus       mendukung        keberhasilan
      program     pemberian      ASI   Eksklusif   baik    secara
      perorangan, kelompok, maupun organisasi.

(2)   Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan melalui :

      a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan
         penentuan      kebijakan      dan/atau    pelaksanaan
         program pemberian ASI Eksklusif;
      b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat
         luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;
      c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program
         pemberian ASI Eksklusif; dan/atau

                                              d. penyediaan . . .
- 23 -

      d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam
         pemberian ASI Eksklusif.
(3)   Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.


                  BAB VII
                PENDANAAN


                  Pasal 38


Pendanaan program pemberian ASI Eksklusif dapat
bersumber      dari    Anggaran     Pendapatan      dan    Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


                  BAB VIII
      PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


                  Pasal 39


(1)   Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah
      non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota
      melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
      pelaksanaan      program      pemberian    ASI      Eksklusif
      sesuai   dengan      tugas,   fungsi,   dan   kewenangan
      masing-masing.

(2)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditujukan untuk:



                                        a.    meningkatkan . . .
- 24 -

      a. meningkatkan peran sumber daya manusia di
         bidang    kesehatan,     Fasilitas   Pelayanan
         Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan
         dalam   mendukung       keberhasilan   program
         pemberian ASI Eksklusif;
      b. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga
         dan masyarakat untuk keberhasilan program
         pemberian ASI Eksklusif; dan
      c. meningkatkan peran dan dukungan pengurus
         Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum
         untuk keberhasilan program pemberian ASI
         Eksklusif.
(3)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
      a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian
         ASI Eksklusif;
      b. pelatihan dan peningkatan kualitas Tenaga
         Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau
      c. monitoring dan evaluasi.
(4)   Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah
      non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota
      dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
      mengikutsertakan masyarakat.


                 Pasal 40


(1)   Pengawasan terhadap produsen atau distributor
      Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya
      yang melakukan kegiatan pengiklanan Susu
      Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik
      cetak maupun elektronik, dan media luar ruang
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e
      dilaksanakan oleh badan yang melaksanakan tugas
      pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
      makanan.


                                      (2) Ketentuan . . .
- 25 -

(2)   Ketentuan    lebih     lanjut   mengenai    pengawasan
      terhadap produsen atau distributor Susu Formula
      Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
      kepala      badan      yang     melaksanakan        tugas
      pemerintahan     di    bidang   pengawasan   obat    dan
      makanan.


                   BAB IX
        KETENTUAN PERALIHAN


                  Pasal 41


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat
sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.


                   BAB X
         KETENTUAN PENUTUP


                  Pasal 42


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI
Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan      dengan      ketentuan   dalam    Peraturan
Pemerintah ini.



                  Pasal 43


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.


                                                     Agar . . .
- 26 -

                Agar    setiap   orang      mengetahuinya,     memerintahkan
                pengundangan       Peraturan      Pemerintah     ini    dengan
                penempatannya       dalam      Lembaran      Negara    Republik
                Indonesia.



                                 Ditetapkan di Jakarta
                                 pada tanggal 1 Maret 2012

                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                                  ttd.


                                 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
           REPUBLIK INDONESIA,


                       ttd.


             AMIR SYAMSUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 58

       Salinan sesuai dengan aslinya
 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
    Asisten Deputi Perundang-undangan
  Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




              Wisnu Setiawan
PENJELASAN
                                  ATAS
            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 33 TAHUN 2012
                                TENTANG
                 PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF


I.   UMUM
      Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan
nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
     Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah
penurunan angka kematian Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat.
Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi
dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang,
sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih
cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya
dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat
akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap
kehidupan termasuk pada Bayi.
       Pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak
berumur 2 (dua) tahun meliputi: (a) memberikan ASI kepada Bayi segera
dalam waktu 1 (satu) jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja
sejak lahir sampai umur 6 (enam) bulan. Hampir semua ibu dapat dengan
sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam
pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut
seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis
dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit
kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa Bayi
berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum
total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah,
serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa.



                                                            Menyusui . . .
-2-



Menyusui    menunda     kembalinya     kesuburan   seorang    wanita     dan
mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra
menopause dan kanker ovarium; (c) memberikan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) yang tepat sejak genap umur 6 (enam) bulan; dan
(d) meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 (dua) tahun.
Penerapan pola pemberian makan ini akan meningkatkan status gizi Bayi
dan anak serta mempengaruhi derajat kesehatan selanjutnya.
     Namun demikian, saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik
untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun tersebut
belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI
Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena
ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik
sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain
disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan
Keluarga   serta   rendahnya   kesadaran   masyarakat    tentang   manfaat
pemberian ASI Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga
Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi
untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.
     Dalam    rangka   melindungi,    mendukung    dan      mempromosikan
pemberian ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu
dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut,
maka diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif.
     Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
1. tanggung    jawab   Pemerintah,    pemerintah   daerah    provinsi,   dan
   pemerintah daerah kabupaten/kota;
2. Air Susu Ibu Eksklusif;
3. penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4. tempat kerja dan tempat sarana umum;
5. dukungan masyarakat;
6. pendanaan; dan
7. pembinaan dan pengawasan.

                                                              II. PASAL . . .
-3-



II. PASAL DEMI PASAL

   Pasal 1

     Cukup jelas.

   Pasal 2

     Cukup jelas.

   Pasal 3

     Huruf a

             Kebijakan nasional dituangkan dalam bentuk norma, standar,
             prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.

             Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara
             terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan.

     Huruf b

             Cukup jelas.

     Huruf c

             Cukup jelas.

     Huruf d

             Cukup jelas.

     Huruf e

             Cukup jelas.

     Huruf f

             Cukup jelas.

     Huruf g

             Cukup jelas.

     Huruf h

             Cukup jelas.



                                                            Pasal 4 . . .
-4-



Pasal 4

  Huruf a

          Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah provinsi
          dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur
          dengan mengacu pada kebijakan nasional.

          Dalam   menetapkan         kebijakan    program      pemberian     ASI
          Eksklusif   di   daerah,    pemerintah     daerah    provinsi     dapat
          memperhatikan      kemampuan         dan   potensi     sumber     daya
          manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan
          dukungan    masyarakat.      Strategi    program     pemberian     ASI
          Eksklusif   dilakukan       secara     terpadu,     berjenjang,    dan
          berkesinambungan.

  Huruf b

          Cukup jelas.

  Huruf c

          Cukup jelas.

  Huruf d

          Cukup jelas.

  Huruf e

          Cukup jelas.

  Huruf f

          Cukup jelas.

  Huruf g

          Cukup jelas.

  Huruf h

          Cukup jelas.




                                                                  Pasal 5 . . .
-5-



Pasal 5

  Huruf a

          Dalam        melaksanakan       kebijakan        nasional,      daerah
          kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah atau
          peraturan bupati atau peraturan walikota dengan mengacu
          pada kebijakan nasional dan kebijakan pemerintah daerah
          provinsi.

          Dalam       menetapkan    kebijakan     program       pemberian    ASI
          Eksklusif di daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
          memperhatikan      kemampuan         dan    potensi    sumber     daya
          manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan
          dukungan      masyarakat.    Strategi   program       pemberian    ASI
          Eksklusif     dilakukan     secara    terpadu,     berjenjang,    dan
          berkesinambungan.

  Huruf b

          Cukup jelas.

  Huruf c

          Cukup jelas.

  Huruf d

          Cukup jelas.

  Huruf e

          Cukup jelas.

  Huruf f

          Cukup jelas.

  Huruf g

          Cukup jelas.

  Huruf h

          Cukup jelas.


                                                                 Pasal 6 . . .
-6-



Pasal 6
   Cukup jelas.

Pasal 7
  Huruf a
          Yang dimaksud dengan “indikasi medis” adalah kondisi medis
          Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan
          dilakukannya pemberian ASI Eksklusif.
          Kondisi medis Bayi yang tidak memungkinkan pemberian ASI
          Ekslusif antara lain:
          a.   Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula
               khusus, yaitu Bayi dengan kriteria:
               1. Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula
                  khusus bebas galaktosa;
               2. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple
                  (maple syrup urine disease), diperlukan formula
                  khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin; dan/atau
               3. Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula
                  khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa
                  kali menyusui, di bawah pengawasan.
          b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI selama
             jangka waktu terbatas, yaitu:
               1. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu
                  lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah);
               2. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari
                  usia kehamilan yang sangat prematur; dan/atau
               3. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan
                  gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan
                  kebutuhan glukosa seperti pada Bayi prematur, kecil
                  untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress
                  iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi
                  yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap
                  diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian
                  ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.



                                                            Kondisi . . .
-7-



Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif
karena harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar.
Kondisi ibu tersebut antara lain:

a. ibu yang dapat dibenarkan alasan tidak menyusui secara
   permanen       karena     terinfeksi    Human     Immunodeficiency
   Virus. Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI
   harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak,
   terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible,
   affordable, sustainable, and safe). Kondisi tersebut bisa
   berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu
   terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman
   bagi Bayi dan demi untuk kepentingan terbaik Bayi.
   Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit
   menular lainnya;
b. ibu     yang    dapat     dibenarkan         alasan   menghentikan
   menyusui sementara waktu karena:
   1. penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat
         Bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga
         tidak sadarkan diri);
   2. infeksi     Virus    Herpes    Simplex      tipe   1   (HSV-1)     di
         payudara; kontak langsung antara luka pada payudara
         ibu dan mulut Bayi sebaiknya dihindari sampai semua
         lesi aktif telah diterapi hingga tuntas;
   3. pengobatan ibu:
         a) obat–obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti–
            epilepsi   dan     opioid     dan    kombinasinya       dapat
            menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan
            depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika
            alternatif yang lebih aman tersedia;
         b) radioaktif iodine–131 lebih baik dihindari mengingat
            bahwa alternatif yang lebih aman tersedia, seorang
            ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar 2 (dua)
            bulan setelah menerima zat ini;


                                                             Kondisi . . .
-8-



                 c) penggunaan yodium atau yodofor topikal misalnya
                     povidone–iodine secara berlebihan, terutama pada
                     luka      terbuka    atau   membran    mukosa,      dapat
                     menyebabkan         penekanan    hormon    tiroid    atau
                     kelainan elektrolit pada Bayi yang mendapat ASI
                     dan harus dihindari; dan
                 d) sitotoksik kemoterapi yang mensyaratkan seorang
                     ibu harus berhenti menyusui selama terapi.

  Huruf b

          Kondisi yang tidak memungkinkan Bayi mendapatkan ASI
          Eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari Bayi dapat
          dikarenakan    ibu    meninggal    dunia,   ibu   tidak   diketahui
          keberadaaanya, ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana
          atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan Bayinya
          sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak
          tidak memperoleh haknya.

  Huruf c

          Lihat penjelasan Pasal 7 huruf b.

Pasal 8

  Ayat (1)

          Cukup jelas.

  Ayat (2)

          Cukup jelas.

  Ayat (3)

          Dalam menentukan ada atau tidaknya indikasi medis, bidan
          atau perawat mengacu penjelasan Pasal 7.




                                                                Pasal 9 . . .
-9-



Pasal 9

  Ayat (1)

          Inisiasi menyusu dini dilakukan dalam keadaan ibu dan Bayi
          stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling
          singkat 1 (satu) jam. Lama waktu inisiasi menyusu dini paling
          singkat selama 1 (satu) jam dimaksudkan untuk memberikan
          kesempatan kepada Bayi agar dapat mencari puting susu ibu
          dan menyusu sendiri. Dalam hal selama paling singkat         1
          (satu) jam setelah melahirkan, Bayi masih belum mau
          menyusu maka kegiatan inisiasi menyusu dini harus tetap
          diupayakan oleh ibu, Tenaga Kesehatan, dan penyelenggara
          Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

  Ayat (2)

          Cukup jelas.

Pasal 10

  Ayat (1)

          Yang dimaksud dengan “1 (satu) ruangan atau rawat gabung”
          adalah ruang rawat inap dalam 1 (satu) ruangan dimana Bayi
          berada dalam jangkauan ibu selama 24 (dua puluh empat)
          jam.

          Indikasi medis didasarkan pada kondisi medis Bayi dan/atau
          kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukan rawat
          gabung.

  Ayat (2)

          Cukup jelas.

Pasal 11

  Ayat (1)

          Yang dimaksud dengan “pendonor ASI” adalah ibu yang
          menyumbangkan ASI kepada Bayi yang bukan anaknya.



                                                            Ayat (2) . . .
- 10 -



  Ayat (2)

           Cukup jelas.

  Ayat (3)

           Yang dimaksud dengan “mutu dan keamanan ASI” meliputi
           kebersihan, cara penyimpanan, cara pemberian, atau cara
           memerah ASI.

  Ayat (4)

           Cukup jelas.

Pasal 12

  Ayat (1)
           Yang dimaksud dengan “ibu” dalam ketentuan ini adalah ibu
           yang dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.
  Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 13

  Ayat (1)
           Cukup jelas.
  Ayat (2)
           Huruf a
                 Cukup jelas.
           Huruf b
                 Cukup jelas.
           Huruf c
                  Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
                  “pemberian makanan botol secara parsial” adalah
                  makanan/minuman selain ASI yang diberikan kepada
                  Bayi dengan menggunakan botol.



                                                        Huruf d . . .
- 11 -



           Huruf d
                 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kesulitan
                 untuk mengubah keputusan” adalah kondisi dimana
                 ibu sudah memutuskan untuk tidak memberikan ASI,
                 maka sulit untuk kembali lagi memberikan ASI.
  Ayat (3)
       Pendampingan dilakukan melalui pemberian dukungan moril,
       bimbingan, bantuan, dan pengawasan ibu dan bayi selama
       kegiatan inisiasi menyusu dini dan/atau selama awal
       menyusui.
  Ayat (4)
       Yang dimaksud dengan “tenaga terlatih” adalah tenaga yang
       memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai
       pemberian ASI melalui pelatihan, antara lain konselor
       menyusui.

Pasal 14
  Cukup jelas.

Pasal 15
  Cukup jelas.

Pasal 16
  Pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian
  Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat
  dilakukan oleh Tenaga Kesehatan. Dengan demikian, tenaga non
  kesehatan tidak dapat melakukan pemberian peragaan dan
  penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau
  produk susu bayi lainnya.
  Dalam hal ibu dari Bayi yang memerlukan Susu Formula Bayi atau
  produk susu bayi lainnya tersebut telah meninggal dunia, sakit
  berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, dan/atau tidak
  diketahui   keberadaannya,    peragaan   dan  penjelasan  atas
  penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu
  bayi lainnya hanya dapat dilakukan terbatas pada Keluarga yang
  akan mengurus dan merawat Bayi tersebut.


                                                       Pasal 17 . . .
- 12 -



Pasal 17

  Ayat (1)

       Yang dimaksud dengan “produk bayi lainnya” adalah produk
       bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi
       segala bentuk susu dan pangan bayi lainnya, botol susu, dot,
       dan empeng.

  Ayat (2)
       Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dilarang
       mempromosikan” termasuk memajang, memberikan potongan
       harga, memberikan sampel Susu Formula Bayi, memberikan
       hadiah, memberikan informasi melalui saluran telepon, media
       cetak dan elektronik, memasang logo atau nama perusahaan
       pada perlengkapan persalinan dan perawatan Bayi, membuat
       dan menyebarkan brosur, leaflet, poster, atau yang sejenis
       lainnya.

Pasal 18

  Cukup jelas.

Pasal 19

  Cukup jelas.

Pasal 20

  Cukup jelas.

Pasal 21

  Cukup jelas.

Pasal 22

  Huruf a

       Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah tidak ada
       konflik kepentingan antara pemberi bantuan dan penerima
       bantuan, dan diumumkan secara terbuka.


                                                      Huruf b . . .
- 13 -



  Huruf b

           Yang dimaksud dengan “tidak bersifat mengikat” adalah tidak
           ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh institusi
           penerima bantuan berdasarkan keinginan pemberi bantuan.

  Huruf c

           Cukup jelas.

  Huruf d

           Cukup jelas.

Pasal 23

  Cukup jelas.

Pasal 24

  Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
  perundang-undangan” antara lain peraturan perundang-undangan
  di bidang keuangan.

Pasal 25

  Cukup jelas.

Pasal 26

  Cukup jelas.

Pasal 27

  Cukup jelas.

Pasal 28

  Cukup jelas.

Pasal 29

  Cukup jelas.


                                                          Pasal 30 . . .
- 14 -



Pasal 30

  Ayat (1)

       Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pengurus
       Tempat Kerja” adalah orang yang mempunyai tugas memimpin
       langsung suatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri
       sendiri.

  Ayat (2)

       Cukup jelas.

  Ayat (3)

       Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “fasilitas khusus”
       adalah ruang menyusui dan/atau memerah ASI yang dinamai
       dengan ruang ASI.

  Ayat (4)

       Cukup jelas.

Pasal 31

  Huruf a

       Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “perusahaan”
       adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
       undangan di bidang ketenagakerjaan.

  Huruf b

       Yang dimaksud dengan “perkantoran” termasuk lembaga
       pemasyarakatan.

Pasal 32

  Cukup jelas.

Pasal 33

  Cukup jelas.


                                                      Pasal 34 . . .
- 15 -



Pasal 34

  Cukup jelas.

Pasal 35

  Cukup jelas.

Pasal 36

  Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “peraturan perundang-
  undangan”      adalah   peraturan   perundang-undangan   di   bidang
  kesehatan.

Pasal 37

  Ayat (1)

       Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan sesuai
       dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Pelaksanaan
       dukungan dari masyarakat dilakukan dengan berpedoman
       pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui
       untuk masyarakat, yaitu:

       a.    meminta hak untuk mendapatkan pelayanan inisiasi
             menyusu dini ketika persalinan;
       b.    meminta hak untuk tidak memberikan asupan apapun
             selain ASI kepada Bayi baru lahir;
       c.    meminta hak untuk Bayi tidak ditempatkan terpisah dari
             ibunya;
       d.    melaporkan pelanggaran-pelanggaran kode etik pemasaran
             pengganti ASI;
       e.    mendukung ibu menyusui dengan membuat Tempat Kerja
             yang memiliki fasilitas ruang menyusui;
       f. menciptakan kesempatan agar ibu dapat memerah ASI
          dan/atau menyusui Bayinya di Tempat Kerja;
       g. mendukung ibu untuk memberikan ASI kapanpun dan
          dimanapun;
       h. menghormati ibu menyusui di tempat umum;
       i. memantau pemberian ASI di lingkungan sekitarnya; dan



                                                       j. memilih . . .
- 16 -



         j.    memilih Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga
               Kesehatan yang menjalankan 10 (sepuluh) langkah
               menuju keberhasilan menyusui.
    Ayat (2)
          Cukup jelas.
    Ayat (3)
          Cukup jelas.

  Pasal 38
    Cukup jelas.

  Pasal 39
    Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program
    pemberian ASI Eksklusif dilaksanakan pada situasi normal dan
    situasi bencana atau darurat.

  Pasal 40
    Cukup jelas.

  Pasal 41
    Cukup jelas.

  Pasal 42
    Cukup jelas.

  Pasal 43
    Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5291

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasPermenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasUlfah Hanum
 
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan Keluarga
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan KeluargaPedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan Keluarga
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan KeluargaMuh Saleh
 
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Ulfah Hanum
 
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersalPeraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersalNeneng Rukmawati
 
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Ulfah Hanum
 
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpkBuku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpkDR Irene
 
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencana
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencanaPerbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencana
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencanappbkab
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Ulfah Hanum
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Rendra GUnawan
 
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Ulfah Hanum
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitBudiasa Gede
 

Was ist angesagt? (12)

Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasPermenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
 
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan Keluarga
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan KeluargaPedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan Keluarga
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan pendekatan Keluarga
 
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
 
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersalPeraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
Peraturan menteri kesehatan_juknis_jampersal
 
UU Tahun 2009 Rumah Sakit
UU Tahun 2009 Rumah SakitUU Tahun 2009 Rumah Sakit
UU Tahun 2009 Rumah Sakit
 
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
 
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpkBuku saku tenaga kesehatan dtpk
Buku saku tenaga kesehatan dtpk
 
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencana
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencanaPerbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencana
Perbup no.-26-ttg.-pelayanan-keluarga-berencana
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
 
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
 

Ähnlich wie Pp asi

Kebijakan asi esklusif
Kebijakan asi esklusifKebijakan asi esklusif
Kebijakan asi esklusifdinkesbutur
 
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIASOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIASukmardani12
 
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...siska fiany
 
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFL
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFLPmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFL
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFLAgung Huda
 
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdf
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdfPMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdf
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdfrena rasyidah
 
Pmk no.39 ttg pedoman ukm
Pmk no.39 ttg pedoman ukmPmk no.39 ttg pedoman ukm
Pmk no.39 ttg pedoman ukmhusnulchotimah6
 
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdf
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdfPermenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdf
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdfAstiSulistiawati1
 
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptx
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptxPaparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptx
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptxnorafitri3
 
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmas
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmasPermenkes no 75 th 2014 ttg puskesmas
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmasIka Kusumawati
 
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTING
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTINGPERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTING
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTINGPemdes Wonoyoso
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_220141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2anisa_13
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasbedjobadoeng
 
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasPermenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasFitri Riyanto
 
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasPMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasUFDK
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)JOEM Haj
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmasFachrul_Herdiyana
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasyose rizal
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasFikri Jafar
 

Ähnlich wie Pp asi (20)

Kebijakan asi esklusif
Kebijakan asi esklusifKebijakan asi esklusif
Kebijakan asi esklusif
 
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIASOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
SOSIALISASI HAM UNTUK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
 
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...
Analisis Kebijakan Kesehatan PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ek...
 
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFL
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFLPmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFL
Pmk no.39 ttg_pis_pk3 JE3Q LJDNQENDLQJND3Q;DM;QMLNLNQNDFNEJNFL
 
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdf
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdfPMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdf
PMK_No.39_ttg_PIS_PK.pdf
 
Pmk no.39 ttg pedoman ukm
Pmk no.39 ttg pedoman ukmPmk no.39 ttg pedoman ukm
Pmk no.39 ttg pedoman ukm
 
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdf
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdfPermenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdf
Permenkes No. 15 Th. 2013 Tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI.pdf
 
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptx
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptxPaparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptx
Paparan PP Nomor 33 Tahun 2012.pptx
 
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmas
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmasPermenkes no 75 th 2014 ttg puskesmas
Permenkes no 75 th 2014 ttg puskesmas
 
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTING
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTINGPERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTING
PERDES TENTANG PERAN DESA DALAM PENCEGAHAN STUNTING
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_220141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasPermenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasPMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
Pmk no.-75-ttg-puskesmas
Pmk no.-75-ttg-puskesmasPmk no.-75-ttg-puskesmas
Pmk no.-75-ttg-puskesmas
 
Pmk no.-9-ttg-puskesmas
Pmk no.-9-ttg-puskesmasPmk no.-9-ttg-puskesmas
Pmk no.-9-ttg-puskesmas
 

Pp asi

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF. BAB I . . .
  • 2. -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. 3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan. 4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan. 6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. 7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 8. Tempat . . .
  • 3. -3- 8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya; b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan c. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif. BAB II . . .
  • 4. -4- BAB II TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Tanggung Jawab Pemerintah Pasal 3 Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi: a. menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif; c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya; d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan; e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif; g. mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif. Bagian Kedua . . .
  • 5. -5- Bagian Kedua Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 4 Tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi: a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi; c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi; d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi; e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi; f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi; g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi. Bagian Ketiga . . .
  • 6. -6- Bagian Ketiga Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pasal 5 Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi: a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota; c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota; d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota; e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota; f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota; g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota. BAB III . . .
  • 7. -7- BAB III AIR SUSU IBU EKSKLUSIF Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya. Pasal 7 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat: a. indikasi medis: b. ibu tidak ada; atau c. ibu terpisah dari Bayi. Pasal 8 (1) Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh dokter. (2) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua . . .
  • 8. -8- Bagian Kedua Inisiasi Menyusu Dini Pasal 9 (1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. (2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu. Pasal 10 (1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter. (2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Bagian Ketiga Pendonor Air Susu Ibu Pasal 11 (1) Dalam hal ibu kandung tidak dapat memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor ASI. (2) Pemberian . . .
  • 9. -9- (2) Pemberian ASI Eksklusif oleh pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan: a. permintaan ibu kandung atau Keluarga Bayi yang bersangkutan; b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga dari Bayi penerima ASI; c. persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI; d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan e. ASI tidak diperjualbelikan. (3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 12 (1) Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus menolak pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya. (2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga. Bagian Keempat . . .
  • 10. - 10 - Bagian Keempat Informasi dan Edukasi Pasal 13 (1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai. (2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai: a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI; b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui; c. akibat negatif dari pemberian makanan botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI. (3) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan. (4) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih. Bagian Kelima . . .
  • 11. - 11 - Bagian Kelima Sanksi Administratif Pasal 14 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa: a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA Pasal 15 Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi. Pasal 16 . . .
  • 12. - 12 - Pasal 16 Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi. Pasal 17 (1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif. Pasal 18 (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif. (3) Dalam . . .
  • 13. - 13 - (3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. (4) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya. Pasal 19 Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif berupa: a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan; b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula Bayi ke rumah-rumah; c. pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual; d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk memberikan informasi tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau e. pengiklanan . . .
  • 14. - 14 - e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang. Pasal 20 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dikecualikan jika dilakukan pada media cetak khusus tentang kesehatan. (2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan: a. mendapat persetujuan Menteri; dan b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI. Pasal 21 (1) Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan dan termasuk keluarganya dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. (2) Bantuan dari produsen atau distributor Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis. Pasal 22 . . .
  • 15. - 15 - Pasal 22 Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan: a. secara terbuka; b. tidak bersifat mengikat; c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif. Pasal 23 (1) Tenaga Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. (3) Penyelenggara . . .
  • 16. - 16 - (3) Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. (4) Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. Pasal 24 Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menerima bantuan biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan organisasi profesi di bidang kesehatan termasuk keluarganya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif, kecuali diberikan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2). (2) Setiap . . .
  • 17. - 17 - (2) Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. nama penerima dan pemberi bantuan; b. tujuan diberikan bantuan; c. jumlah dan jenis bantuan; dan d. jangka waktu pemberian bantuan. Pasal 26 (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c wajib memberikan laporan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. nama pemberi dan penerima bantuan; b. tujuan diberikan bantuan; c. jumlah dan jenis bantuan; dan d. jangka waktu pemberian bantuan. Pasal 27 . . .
  • 18. - 18 - Pasal 27 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan. Pasal 28 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 29 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1), dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa: a. teguran . . .
  • 19. - 19 - a. teguran lisan; dan/atau b. teguran tertulis. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM Pasal 30 (1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI Eksklusif. (2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha. (3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 31 . . .
  • 20. - 20 - Pasal 31 Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas: a. perusahaan; dan b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta. Pasal 32 Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas: a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan; b. hotel dan penginapan; c. tempat rekreasi; d. terminal angkutan darat; e. stasiun kereta api; f. bandar udara; g. pelabuhan laut; h. pusat-pusat perbelanjaan; i. gedung olahraga; j. lokasi penampungan pengungsi; dan k. tempat sarana umum lainnya. Pasal 33 Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut: a. membuat . . .
  • 21. - 21 - a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan; b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut; c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui; d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan; e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya; f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam; h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi; i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 34 Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja. Pasal 35 . . .
  • 22. - 22 - Pasal 35 Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. Pasal 36 Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB VI DUKUNGAN MASYARAKAT Pasal 37 (1) Masyarakat harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi. (2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui : a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif; b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif; c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau d. penyediaan . . .
  • 23. - 23 - d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif. (3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENDANAAN Pasal 38 Pendanaan program pemberian ASI Eksklusif dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 39 (1) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. meningkatkan . . .
  • 24. - 24 - a. meningkatkan peran sumber daya manusia di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; b. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan c. meningkatkan peran dan dukungan pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif. (3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI Eksklusif; b. pelatihan dan peningkatan kualitas Tenaga Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau c. monitoring dan evaluasi. (4) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan masyarakat. Pasal 40 (1) Pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan kegiatan pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan. (2) Ketentuan . . .
  • 25. - 25 - (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 43 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .
  • 26. - 26 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 58 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Wisnu Setiawan
  • 27. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF I. UMUM Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada Bayi. Pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun meliputi: (a) memberikan ASI kepada Bayi segera dalam waktu 1 (satu) jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 (enam) bulan. Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi Bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa Bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa. Menyusui . . .
  • 28. -2- Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (c) memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat sejak genap umur 6 (enam) bulan; dan (d) meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Penerapan pola pemberian makan ini akan meningkatkan status gizi Bayi dan anak serta mempengaruhi derajat kesehatan selanjutnya. Namun demikian, saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya. Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur: 1. tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 2. Air Susu Ibu Eksklusif; 3. penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4. tempat kerja dan tempat sarana umum; 5. dukungan masyarakat; 6. pendanaan; dan 7. pembinaan dan pengawasan. II. PASAL . . .
  • 29. -3- II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Kebijakan nasional dituangkan dalam bentuk norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 4 . . .
  • 30. -4- Pasal 4 Huruf a Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dengan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI Eksklusif di daerah, pemerintah daerah provinsi dapat memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 5 . . .
  • 31. -5- Pasal 5 Huruf a Dalam melaksanakan kebijakan nasional, daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan bupati atau peraturan walikota dengan mengacu pada kebijakan nasional dan kebijakan pemerintah daerah provinsi. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI Eksklusif di daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Pasal 6 . . .
  • 32. -6- Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Huruf a Yang dimaksud dengan “indikasi medis” adalah kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI Eksklusif. Kondisi medis Bayi yang tidak memungkinkan pemberian ASI Ekslusif antara lain: a. Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus, yaitu Bayi dengan kriteria: 1. Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa; 2. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup urine disease), diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin; dan/atau 3. Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan. b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI selama jangka waktu terbatas, yaitu: 1. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah); 2. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang sangat prematur; dan/atau 3. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada Bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi . . .
  • 33. -7- Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar. Kondisi ibu tersebut antara lain: a. ibu yang dapat dibenarkan alasan tidak menyusui secara permanen karena terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Dalam kondisi tersebut, pengganti pemberian ASI harus memenuhi kriteria, yaitu dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman bagi Bayi dan demi untuk kepentingan terbaik Bayi. Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit menular lainnya; b. ibu yang dapat dibenarkan alasan menghentikan menyusui sementara waktu karena: 1. penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat Bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga tidak sadarkan diri); 2. infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut Bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas; 3. pengobatan ibu: a) obat–obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti– epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia; b) radioaktif iodine–131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia, seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar 2 (dua) bulan setelah menerima zat ini; Kondisi . . .
  • 34. -8- c) penggunaan yodium atau yodofor topikal misalnya povidone–iodine secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada Bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari; dan d) sitotoksik kemoterapi yang mensyaratkan seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi. Huruf b Kondisi yang tidak memungkinkan Bayi mendapatkan ASI Eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari Bayi dapat dikarenakan ibu meninggal dunia, ibu tidak diketahui keberadaaanya, ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan Bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya. Huruf c Lihat penjelasan Pasal 7 huruf b. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam menentukan ada atau tidaknya indikasi medis, bidan atau perawat mengacu penjelasan Pasal 7. Pasal 9 . . .
  • 35. -9- Pasal 9 Ayat (1) Inisiasi menyusu dini dilakukan dalam keadaan ibu dan Bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat 1 (satu) jam. Lama waktu inisiasi menyusu dini paling singkat selama 1 (satu) jam dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada Bayi agar dapat mencari puting susu ibu dan menyusu sendiri. Dalam hal selama paling singkat 1 (satu) jam setelah melahirkan, Bayi masih belum mau menyusu maka kegiatan inisiasi menyusu dini harus tetap diupayakan oleh ibu, Tenaga Kesehatan, dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “1 (satu) ruangan atau rawat gabung” adalah ruang rawat inap dalam 1 (satu) ruangan dimana Bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 (dua puluh empat) jam. Indikasi medis didasarkan pada kondisi medis Bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukan rawat gabung. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pendonor ASI” adalah ibu yang menyumbangkan ASI kepada Bayi yang bukan anaknya. Ayat (2) . . .
  • 36. - 10 - Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “mutu dan keamanan ASI” meliputi kebersihan, cara penyimpanan, cara pemberian, atau cara memerah ASI. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “ibu” dalam ketentuan ini adalah ibu yang dapat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pemberian makanan botol secara parsial” adalah makanan/minuman selain ASI yang diberikan kepada Bayi dengan menggunakan botol. Huruf d . . .
  • 37. - 11 - Huruf d Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kesulitan untuk mengubah keputusan” adalah kondisi dimana ibu sudah memutuskan untuk tidak memberikan ASI, maka sulit untuk kembali lagi memberikan ASI. Ayat (3) Pendampingan dilakukan melalui pemberian dukungan moril, bimbingan, bantuan, dan pengawasan ibu dan bayi selama kegiatan inisiasi menyusu dini dan/atau selama awal menyusui. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “tenaga terlatih” adalah tenaga yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai pemberian ASI melalui pelatihan, antara lain konselor menyusui. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan. Dengan demikian, tenaga non kesehatan tidak dapat melakukan pemberian peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya. Dalam hal ibu dari Bayi yang memerlukan Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya tersebut telah meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, dan/atau tidak diketahui keberadaannya, peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan terbatas pada Keluarga yang akan mengurus dan merawat Bayi tersebut. Pasal 17 . . .
  • 38. - 12 - Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “produk bayi lainnya” adalah produk bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu dan pangan bayi lainnya, botol susu, dot, dan empeng. Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dilarang mempromosikan” termasuk memajang, memberikan potongan harga, memberikan sampel Susu Formula Bayi, memberikan hadiah, memberikan informasi melalui saluran telepon, media cetak dan elektronik, memasang logo atau nama perusahaan pada perlengkapan persalinan dan perawatan Bayi, membuat dan menyebarkan brosur, leaflet, poster, atau yang sejenis lainnya. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Huruf a Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah tidak ada konflik kepentingan antara pemberi bantuan dan penerima bantuan, dan diumumkan secara terbuka. Huruf b . . .
  • 39. - 13 - Huruf b Yang dimaksud dengan “tidak bersifat mengikat” adalah tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh institusi penerima bantuan berdasarkan keinginan pemberi bantuan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain peraturan perundang-undangan di bidang keuangan. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 . . .
  • 40. - 14 - Pasal 30 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pengurus Tempat Kerja” adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” adalah ruang menyusui dan/atau memerah ASI yang dinamai dengan ruang ASI. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 31 Huruf a Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “perusahaan” adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan. Huruf b Yang dimaksud dengan “perkantoran” termasuk lembaga pemasyarakatan. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 . . .
  • 41. - 15 - Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “peraturan perundang- undangan” adalah peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Pasal 37 Ayat (1) Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang tersedia. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui untuk masyarakat, yaitu: a. meminta hak untuk mendapatkan pelayanan inisiasi menyusu dini ketika persalinan; b. meminta hak untuk tidak memberikan asupan apapun selain ASI kepada Bayi baru lahir; c. meminta hak untuk Bayi tidak ditempatkan terpisah dari ibunya; d. melaporkan pelanggaran-pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI; e. mendukung ibu menyusui dengan membuat Tempat Kerja yang memiliki fasilitas ruang menyusui; f. menciptakan kesempatan agar ibu dapat memerah ASI dan/atau menyusui Bayinya di Tempat Kerja; g. mendukung ibu untuk memberikan ASI kapanpun dan dimanapun; h. menghormati ibu menyusui di tempat umum; i. memantau pemberian ASI di lingkungan sekitarnya; dan j. memilih . . .
  • 42. - 16 - j. memilih Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan yang menjalankan 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif dilaksanakan pada situasi normal dan situasi bencana atau darurat. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5291