Dokumen tersebut membahas tentang penataan pola karier PNS pada pemerintah daerah di Kalimantan. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan latar belakang perlunya penataan pola karier PNS, tujuan dilakukannya kajian ini, metodologi penelitian, dan kerangka konseptual pola karier PNS.
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
1. i
KATA PENGANTAR
SDM aparatur sebagai unsur pelaksana/ penyelenggara urusan pemerintahan,
merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh
karenanya, agar pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan organisasi dapat optimal
diwujudkan, maka diperlukan PNS-PNS yang handal dan profesional yang telah
terseleksi serta ditempatkan sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya. Jumlah SDM
aparatur yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, latar belakang
pendidikan, dan penempatan yang sesuai pada bidangnya akan lebih memberikan
harapan besar untuk dapat menjamin terselenggaranya pemerintahan yang efektif dan
sekaligus efisien. Untuk itu, sangat diperlukan manajemen PNS yang baik, efektif,
transparan, dan proporsional melalui mekanisme pembinaan Karier yang terpolakan/
tertata. Meskipun, pembinaan Karier ini lebih berat pada kepentingan PNS-nya namun,
diharapkan ini bisa membentuk garis linear dengan optimalisasi fungsi organisasi.
Pembinaan Karier melalui penataan pola Karier memberikan manfaat, (1) PNS dapat
merencanakan jalur dan pengembangan Karier yang ingin ditempuh sesuai dengan
kapasitas dan minatnya hingga beberapa tahun ke depan, akan menduduki jabatan/
posisi apa dan dapat mempersiapkan hal-hal yang dipersyaratkan untuk menduduki
Karier tersebut, (2) penataan pola Karier ini juga menunjukkan alternatif Karier yang
dapat dilalui seorang PNS apakah hendak memilih jalur struktural, fungsional, atau pun
jalur campuran (Zig-Zag), dan (3) Kinerja organisasi akan lebih optimal berjalan karena
diisi oleh PNS yang berkapasitas dan berkualitas sesuai dengan yang dipersyaratkan
dalam jabatan. Mengingat urgensi tersebut serta dalam rangka mewujudkan pelaksanaan
pemerintahan daerah yang lebih baik, maka PKP2A III LAN Samarinda melakukan
kajian penataan pola Karier pada pemerintah daerah di kalimantan.
Kajian penataan pola Karier PNS ini didasarkan pada UU No. 43 Tahun 1999 Tentang
pokok-pokok kepegawaian pasal 12 yang menyatakan bahwa “... diperlukan Pegawai
Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan
yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem Karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja” dimana sistem Karier yang dimaksud
selanjutnya dijabarkan ke dalam PP No. 100 Tahun 2000 jo. PP No. 13 Tahun 2002
Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil pasal 12 mengatakan “... setiap pimpinan
instansi menetapkan pola Karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya berdasarkan
pola dasar Karier Pegawai Negeri Sipil... yang ditetapkan dengan Keppres”. Meskipun
hingga kini Keppres ataupun Perpres (dalam UU No. 10 Tahun 2004, yang sifatnya
mengatur ditetapkan dalam rumpun Peraturan (regelling)) tersebut belum juga
diterbitkan namun, dengan memegang semangat otonomi daerah, pemerintah daerah
dapat mulai melakukan, mempersiapkan, dan merumuskan pola Karier PNS
didaerahnya secara lebih detail dengan tetap berlandaskan pada ketentuan perundangan
yang berlaku dikarenakan Perpres tersebut nantinya hanya berisikan pedoman dasar
Karier PNS saja.
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan ditemukan bahwa daerah-daerah sampel
belum memiliki pola Karier PNS yang jelas, meskipun terdapat daerah yang telah
2. ii
memiliki pola dan alur Karier yang telah terstruktur dengan baik namun, dalam
pelaksanaannya belum optimal dijalankan. Oleh karenanya, Tim Peneliti merumuskan
konsep penataan pola Karier yang berdasarkan pada perumpunan jabatan, dimana
dengan perumpunan jabatan ini pertanyaan mendasar, kemana setelah jabatan ini ? dan
berapa lama dalam menjabat suatu jabatan ? dapat terjawab dan terselesaikan karena
mekanisme/ proses reposisi/ penempatan PNS didasarkan pada rumpun jabatan yang
telah disusun dan disarankan lama dalam jabatan antara 3 – 5 tahun untuk kemudian
dilakukan reposisi (promosi dan mutasi). Perumpunan jabatan ini dapat segera
diaplikasikan oleh pemerintah daerah, khususnya di kalimantan dengan terlebih dahulu
melakukan inventarisir jabatan yang ada untuk kemudian mengelompokkannya ke
dalam suatu group yang memiliki hubungan dan kesesuaian lingkup tugas.
Akhir kata, Tim Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya program kajian ini, khususnya
kepada para pejabat di daerah sampel. Selain itu, Tim Peneliti juga menyadari bahwa
kajian ini masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, baik secara
metodologis maupun substantif. Untuk itu, Tim Peneliti sangat mengharapkan adanya
kritik, saran, serta komentar cerdas dan konstruktif dari berbagai pihak demi
tersusunnya kajian ilmiah yang lebih bermanfaat dan lebih baik lagi.
Samarinda, Desember 2008
Tim Peneliti
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... viii
EXECUTIVE SUMMARY.......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................ 3
D. Target/ Hasil Yang Diharapkan ................................................................. 4
E. Status dan Jangka Waktu........................................................................... 4
F. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian.................................................................................. 4
2. Jenis Penelitian..................................................................................... 5
3. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 5
4. Teknik Analisa Data............................................................................. 6
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DAN KEBIJAKAN POLA KARIER PNS
A. Karier ......................................................................................................... 7
B. Pola Karier Pegawai Negeri Sipil .............................................................. 8
C. Perencanaan Karier .................................................................................... 11
D. Pengembangan Karier................................................................................ 12
BAB III PELAKSANAAN SISTEM KARIER SDM – APARATUR PADA
PEMERINTAH DAERAH DI KALIMANTAN DAN DI WILAYAH
KAJIAN PEMBANDING
A. Perbandingan Pelaksanaan Sistem Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di
Kalimantan dan wilayah kajian pembanding............................................. 15
B. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Provinsi Kalimantan Tengah
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah................................... 16
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di
Provinsi Kalimantan Tengah ................................................................ 17
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Provinsi Kalimantan Tengah ............................................................ 18
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Provinsi Kalimantan Tengah ................................ 21
4. iv
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Provinsi Kalimantan
Tengah.................................................................................................. 21
C. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Kabupaten Barito Utara
1. Gambaran Umum Kabupaten Barito Utara .......................................... 22
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di
Kabupaten Barito Utara........................................................................ 23
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Kabupaten Barito Utara.................................................................... 24
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Kabupaten Barito Utara ........................................ 26
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Kabupaten Barito Utara ... 31
D. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Provinsi Kalimantan Barat
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Barat...................................... 33
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di
Provinsi Kalimantan Barat.................................................................... 35
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Provinsi Kalimantan Barat ............................................................... 36
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Provinsi Kalimantan Barat.................................... 41
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Provinsi Kalimantan Barat 42
E. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Kabupaten Ketapang
1. Gambaran Umum Kabupaten Ketapang............................................... 43
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di Kabupaten Ketapang
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Kabupaten Ketapang ........................................................................ 47
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Kabupaten Ketapang............................................. 47
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Kabupaten Ketapang ....... 48
F. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Provinsi Kalimantan Timur
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur..................................... 49
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di
Provinsi Kalimantan Timur .................................................................. 50
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Provinsi Kalimantan Timur.............................................................. 52
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Provinsi Kalimantan Timur .................................. 53
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Provinsi
Kalimantan Timur................................................................................. 53
G. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Kota Samarinda
1. Gambaran Umum Kota Samarinda....................................................... 55
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di Kota Samarinda ...... 56
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Kota Samarinda ................................................................................ 57
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Kota Samarinda..................................................... 60
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Kota Samarinda ............... 61
5. v
H. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Provinsi Kalimantan Selatan
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Selatan................................... 62
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di
Provinsi Kalimantan Selatan ................................................................ 64
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Provinsi Kalimantan Selatan ............................................................ 65
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Provinsi Kalimantan Selatan................................. 72
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Provinsi
Kalimantan Selatan............................................................................... 74
I. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Kabupaten Tabalong
1. Gambaran Umum Kabupaten Tabalong ............................................... 74
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di Kabupaten Tabalong 76
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS
di Kabupaten Tabalong......................................................................... 79
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem
Pola Karier PNS di Kabupaten Tabalong............................................. 81
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Kabupaten Tabalong........ 82
J. Pembinaan Karier PNS di Provinsi Gorontalo
1. Gambaran Umum Provinsi Gorontalo.................................................. 82
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di Provinsi Gorontalo.. 84
3. Pengembangan Pola Karier PNS di Provinsi Gorontalo ...................... 86
K. Pembinaan Karier PNS di Kabupaten Jembrana
1. Gambaran Umum Kabupaten Jembrana............................................... 92
2. Kondisi Kepegawaian Sipil di Kabupaten Jembrana ........................... 95
3. Pengembangan Pola Karier PNS di Kabupaten Jembrana ................... 98
BAB IV KONSEPSI PENATAAN POLA KARIER SDM – APARATUR PADA
PEMERINTAH DAERAH DI KALIMANTAN
A. Persiapan Penataan Pola Karier PNS......................................................... 101
B. Pola Umum Pembinaan Karier PNS Pada Pemerintah Daerah.................. 103
C. Konsepsi Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah ................. 107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 115
B. Rekomendasi.............................................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA
6. vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Daerah-Daerah Sampel Penelitian Penataan Pola Karier PNS................... 5
Tabel 1.2 Responden-Responden Yang Dijadikan key informant Penelitian............. 5
Tabel 3.1 Perhitungan Variabel Dalam Lampiran PP No. 41 Tahun 2007 ................ 22
Tabel 3.2 Data Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Eselonering Per Mei 2008.......... 23
Tabel 3.3 Jumlah Eselon Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2004 dan Perda No. 3
Tahun 2008................................................................................................. 29
Tabel 3.4 Data Jabatan Terisi dan Kosong Berdasarkan Eselonering Mei 2008 ....... 30
Tabel 3.5 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Ketapang Tahun 2006
Atas Dasar Harga Konstan 2000 ................................................................ 44
Tabel 3.6 Jumlah PNS Kabupaten Ketapang (Data Bulan Mei 2008) ....................... 45
Tabel 3.7 Jumlah Pejabat Struktural Kabupaten Ketapang (Data Bulan Mei 2008).. 46
Tabel 3.8 Kabupaten, Ibukota, Jumlah Kecamatan dan Jumlah Desa........................ 63
Tabel 3.9 Jumlah PNS Menurut Jenis Pegawai dan Jenis Kelamin di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten/ Kota Se-Kalimantan Selatan Semester II
Tahun 2007................................................................................................. 64
Tabel 3.10 Persyaratan Jabatan Struktural di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan..................................................................................... 66
Tabel 3.11 Gambaran Jumlah Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Tabalong................................................................................... 77
Tabel 3.12 Jumlah Kabupaten/ Kota dan Luas Wilayah Pada Provinsi Gorontalo...... 83
Tabel 3.13 Jumlah Penduduk Serta Kepadatan Penduduk Per-Kabupaten/ Kota
Di Provinsi Gorontalo................................................................................. 83
Tabel 3.14 Besaran TKD Untuk Tiap Tingkatan di Provinsi Gorontalo...................... 90
Tabel 3.15 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Per
Kecamatan di Kab. Jembrana Tahun 2006................................................. 93
7. vii
Tabel 3.16 Jumlah PNS Pemerintah Kabupaten Jembrana Menurut Golongan........... 96
Tabel 3.17 Jumlah PNS Kabupaten Jembrana Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........ 97
Tabel 4.1 Tahap-Tahap Proses Pengembangan Karier............................................... 102
Tabel 4.2 Eselon dan Jenjang Pangkat Jabatan Struktural ......................................... 103
Tabel 4.3 Model Rumpun Jabatan/ Unit Kerja Pada Pemerintah Daerah .................. 108
8. viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Skema Pola Karier (Seleksi, Penempatan, Rotasi dan Promosi)........... 4
Gambar 2.1 Keterkaitan Antara Setiap Elemen Sistem Karier Lainnya Dalam
Sistem Karier PNS (Kementrian PAN, 2003) ........................................ 10
Gambar 3.1 Diagram Jumlah PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Lingkungan
Provinsi Kalimantan Tengah .................................................................. 17
Gambar 3.2 Model Pola Karier Yang Diterapkan di Provinsi Kalimantan Tengah
Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan................... 20
Gambar 3.3 Data Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 2006...................... 24
Gambar 3.4 Pembagian Wilayah Administratif Pemerintahan Provinsi
Kalimantan Barat.................................................................................... 35
Gambar 3.5 Perbandingan Jumlah Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur............................. 51
Gambar 3.6 Perbandingan Jumlah PNS Berdasarkan Golongan dan Jenis Kelamin
Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur........................ 51
Gambar 3.7 Penyebaran Tingkat Pendidikan PNS di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur .................................................................... 52
Gambar 3.8 Peta Jabatan Struktural di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan................................................................................. 71
Gambar 3.9 Peta Kabupaten Tabalong....................................................................... 75
Gambar 3.10 Tingkat Penyebaran Pendidikan PNS di Provinsi Gorontalo, 2008 ....... 86
Gambar 3.11 Bagan Pengembangan Karier PNS Provinsi Gorontalo ......................... 87
Gambar 3.12 Dasar Penataan SDM Aparatur di Provinsi Gorontalo........................... 88
Gambar 3.13 Blue Print Pengembangan SDM Aparatur Provinsi Gorontalo.............. 89
Gambar 3.14 Perwujudan Visi Kabupaten Jembrana................................................... 95
Gambar 4.1 Tingkat Eselonisasi Jabatan Struktural Berdasarkan PP No. 41
Tahun 2007 Sebagai Gambaran Pengembangan Karier PNS ............... 104
9. ix
Gambar 4.2 Contoh Perpindahan Dalam Jabatan Yang Bersesuaian/ Serumpun ...... 111
Gambar 4.3 Tahapan Pola Karier/ Rotasi PNS Dalam Jabatan (Struktural dan
Fungsional)............................................................................................. 113
10. x
EXECUTIVE SUMMARY
Berdasarkan PP No. 100 Tahun 2000 jo. PP No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagai penjabaran dari UU No. 43
Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian mengisyaratkan setiap pimpinan
instansi (termasuk pimpinan daerah) menetapkan pola Karier Pegawai Negeri Sipil
dilingkungannya berdasarkan pola dasar Karier Pegawai Negeri Sipil (Pasal 12).
Namun, pola dasar Karier Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditetapkan dalam Perpres
tersebut, hingga kini belum diterbitkan sehingga kebanyakan pemerintah daerah belum
memiliki dan menyusun pola Karier yang jelas sebagai arah perencanaan dan
pengembangan Karier aparatur pemerintahnya.
Pola dasar Karier PNS yang diterbitkan nantinya sebenarnya merupakan pedoman dasar
yang memuat metode penyusunan pola Karier dengan mengaitkan unsur pendidikan
formal, pendidikan dan pelatihan, usia, masa kerja, pangkat, golongan ruang, dan
tingkat jabatan yang lebih bersifat administratif. Sedangkan pola Karier
menggambarkan alur pengembangan Karier PNS, dimana lebih menekankan pada
kompetensi yang harus dimiliki seorang PNS sesuai dengan persyaratan jabatan.
Dengan mengusung semangat otonomi daerah, maka Pemerintah Daerah dapat dengan
kreatif dan inovatif menyusun pola Karier PNS dilingkungannya dengan tetap mengacu
pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pola Karier PNS ini selain dapat
menjadi acuan bagi PNS dalam merencanakan jalur dan pengembangan Kariernya, juga
dapat bermanfaat dalam mengoptimalkan kinerja organisasi karena antara syarat jabatan
dengan PNS yang didudukkan telah bersesuaian.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
Pemerintah Daerah di Kalimantan belum memiliki pola Karier PNS yang jelas dan bisa
dijadikan acuan bagi PNS yang bersangkutan maupun bagi organisasi. Meskipun
demikian, khusus di Provinsi Kalimantan Barat telah terdapat pola umum
pengembangan Karier PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang
ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kalimantan Barat. Pola umum pengembangan
Karier dalam Keputusan Gubernur tersebut cukup baik dengan disertai alur Karier PNS
dan telah mempersyaratkan kompetensi yang harus dipenuhi ketika akan menjabat suatu
posisi. Namun, pengawalan dan komitmen terhadap pelaksanaan aturan tersebut belum
optimal dilakukan.
Selain hal tersebut, juga peran Baperjakat dan Pejabat Pembina Kepegawaian yang
cukup penting dan sentral dalam menentukan Karier PNS. Sehingga faktor-faktor non-
teknis administratif seperti kuatnya intervensi pimpinan, ditambah dengan proses
penempatan/ pengembangan Karier PNS yang tidak transparan, menjadikan PNS hanya
dapat meraba Kariernya dimasa depan. Oleh karenanya, diperlukan pemisahan dan
secara tegas mengatur peran antara jabatan birokrasi yang bersifat Karier dengan
jabatan politis agar stabilitas jalannya pemerintahan tidak terganggu.
Dalam rangka menata pola Karier PNS, maka direkomendasikan untuk melakukan
penyusunan rumpun jabatan yang bersesuaian, memiliki kesamaan, serta berkorelasi
11. xi
dalam fungsi dan tugasnya. Hal ini penting agar arah reposisi (promosi dan mutasi) PNS
lebih jelas serta PNS sendiri dapat melakukan self assessment terhadap pengembangan
Kariernya ke depan. Disamping itu, jalannya organisasi akan dapat lebih optimal dan
efektif. Hal lain yang juga mendukung penataan pola Karier PNS adalah adanya
pembatasan waktu minimal dan maksimal (disarankan 3-5 tahun) seorang pejabat
menduduki suatu jabatan untuk kemudian dilakukan reposisi (promosi dan mutasi).
Mengatasi adanya Karier yang terbatas/ mentok di suatu daerah, maka penerapan model
sistem Karier terbuka perlu dilakukan dan didukung oleh semua pemerintah daerah.
Sehingga bagi PNS yang ingin mengembangkan Kariernya di daerah (kabupaten/ kota)
atau provinsi atau bahkan ke pusat terbuka lebar, karena PNS selain kesatuan pelaksana
tugas pemerintahan juga merupakan unsur perekat dan pemersatu bangsa. Dengan
begitu, PNS tidak perlu lagi ragu akan terhentinya Karier pada suatu daerah dan jabatan
tertentu saja, meskipun langkah ini perlu mempertimbangkan jumlah pegawai serta
ketersediaan jabatan yang ada, kompetensi PNS yang bersangkutan, serta komitmen
pemerintah daerah lain dalam mendukung pola open system ini.
Pola Karier PNS yang disusun berdasarkan perumpunan jabatan dan juga memuat alur
Karier PNS beserta lamanya dalam suatu jabatan, merupakan langkah efektif dan efisien
dalam memberikan jaminan perencanaan dan pengembangan Karier yang tidak hanya
berguna bagi PNS yang bersangkutan tetapi juga berguna bagi peningkatan kualitas
kinerja organisasi serta kesuksesan jalannya pemerintahan secara keseluruhan.
12. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah bertujuan untuk melakukan penguatan kapasitas pemerintahan dan
menciptakan kemandirian masyarakat. Perwujudan penguatan kapasitas pemerintahan
sejatinya akan di topang oleh birokrasi yang memiliki sistem, program dan personal
yang dapat menjalankan peran dan tanggungjawabnya secara baik. Birokrasi
pemerintahan daerah secara operasional dibangun oleh sistem kepegawaian yang akan
menunjukkan pola baku bagi mekanisme kepegawaian di daerah.
Pemerintahan daerah menjalankan fungsi yang sama di tiap daerah yaitu menjalankan
peran desentralisasi di tingkat kabupaten / kota dan dekonsentrasi ditingkat provinsi.
Fungsi-fungsi ini akan dijalankan oleh aparatur pemerintahan daerah yaitu personal
kepegawaian dan akan di atur dalam mekanisme kepegawaian.
Mekanisme kepegawaian menjadi sangat penting dan menjadi salah satu ujung tombak
dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah. Mekanisme kepegawaian daerah yang baik
dan tertata dengan rapi akan memberikan dorongan secara sistem dalam pengelolaan
program kerja masing-masing pemerintahan daerah. Pengelolaan pemerintahan daerah
memerlukan aparatur pemerintah yang mampu menjalankan peran secara baik dan
bertanggungjawab. Penciptaan pemerintahan daerah yang baik memerlukan perangkat
sistem organisasi yang baku dan sistematis. Sistem ini memungkinkan tumbuhnya
komitmen kepegawaian secara optimal. Sistem kepegawaian dalam prakteknya
menemukan berbagai problema yang secara makro mempengaruhi pencapaian tujuan
otonomi daerah. Problema ini berupa masih tumpang tindihnya peraturan yang menjadi
rujukan bagi pemerintahan daerah dalam penataan kepegawaian.
Ketidakjelasan mengenai mekanisme kepegawaian berakibat pada pencapaian tujuan
otonomi daerah. Banyaknya problem yang menyelimuti persoalan kepegawaian
memerlukan perhatian secara spesifik pada aspek yang menopang mekanisme
kepegawaian, misalnya pola Karier. Seringkali dalam penempatan dan pemanfaatan
pegawai belum di dasarkan atas potensi dan prestasi termasuk kompetensi masing-
masing pegawai. Demikian pula penempatan, rotasi dan promosi belum di dasarkan atas
kualifikasi pegawai dan tuntutan jabatan. Keadaan ini antara lain di sebabkan belum
adanya profil jabatan dan pola Karier yang memberikan arah pengembangan Karier
pegawai pada jabatan yang sesuai. Akibatnya tidak jarang dalam kegiatan penempatan
dan pemanfaatan seorang pegawai menjadi tidak optimal sesuai rotasi, promosi dan
diklat.
Karier adalah perjalanan yang dilalui seseorang selama hidupnya. Menurut Handoko
(1996), Karier adalah semua pekerjaan atau jabatan yang ditangani atau dipegang
selama kehidupan kerja seseorang. Dengan demikian Karier menunjukkan
perkembangan para pegawai secara individual dalam jenjang jabatan atau kepangkatan
13. 2
yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi. Pola karier PNS sesuai
dengan PP No. 100 Tahun 2000 adalah pola pembinaan PNS yang menggambarkan alur
perkembangan karier yang menunjukan keterkaitan dan keserasian antara jabatan
pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan sejak
pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.
Adapun aspek-aspek yang mendukung pola pengembangan pola Karier sebagai
penelahaan dari UU No. 43 tahun 1999 dapat dijadikan indikator dalam penyusunan
metode pola Karier kepegawaian. Terkait dengan aspek promosi, rotasi dan penempatan
lainnya yang merupakan bagian dari pola pengembangan Karier. Maka diperlukan bagi
manajemen kepemrintahan daerah untuk tidak menutup sebelah mata. Namun juga perlu
memperhatikan aspek-aspek lain yaitu minat atau keinginan setiap pegawai dan
penelusuran kemampuan kerja. Berdasarkan konsep ini ditekankan bahwa untuk
kepuasan dan efektivitas kerja perlu adanya kesesuaian antara kemampuan dan jenis
kepribadian kerja.
Mekanisme pengembangan Karier pegawai mencakup 5 (lima) hal yang perlu dilakukan
secara berkesinambungan yaitu :
a. Seleksi
Dalam memenuhi kebutuhan pegawai dibutuhkan suatu data yang memadai tentang
data jabatan dan kualifikasi calon pegawai yang akan dipilih. Pemilihan dan
penilaian yang objektif merupakan bagian penting dalam menjaring pegawai yang
kualifikasinya sesuai dengan kebutuhan jabatan
b. Penempatan
Dalam kaitan inilah untuk penempatan pegawai hendaknya mengacu pada penilaian
potensi, kompetensi dan karakteristik diri yang sesuai dengan jabatan yang akan di
emban.
c. Rotasi
Merupakan rangkaian pembinaan Karier pegawai sebagai upaya penyegaran kerja
dan peningkatan wawasan dan kemampuan kerja.
d. Promosi
Promosi sering disebut rotasi vertikal dengan pemberian tingkat tanggungjawab dan
penghargaan finansial yang lebih tinggi serta bersifat selektif dengan mengutamakan
prinsip prestasi kerja yang tidak mengesampingkan pendekatan komprehensif.
e. Diklat
Merupakan suatu proses peningkatan pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan
karakteristik lain yang diperlukan pegawai dalam menjalankan fungsi organisasi
secara efektif.
Secara idealnya, seharusnya semua institusi pemerintah sudah mempunyai Peta Karier
dan Jalur Karier yang matang yang dapat diinformasikan kepada semua pegawai secara
transparan. Peta Karier dan Pola Karier ini sebetulnya dapat dibangun berdasarkan hasil
analisis jabatan. Dengan Peta Karier dan Pola Karier yang jelas, pegawai akan relatif
mudah menentukan arah Kariernya. Namun, yang terjadi saat ini masih belum adanya
kejelasan Pola Karier Pegawai Negeri Sipil.
14. 3
Sulitnya PNS dari Kabupaten untuk naik ke Provinsi ataukah PNS dari provinsi untuk
masuk ke Pusat, penjaringan pegawai untuk mengikuti diklat yang terkesan asal tunjuk
dan asal kirim serta adanya jabatan-jabatan strategis manajerial yang diberikan kepada
pegawai yang tidak berkompeten dan tidak sesuai latar belakangnya ditambah semakin
banyaknya pegawai yang telah memenuhi syarat kenaikan jabatan sedangkan
ketersediaannya terbatas sehingga terjadilah penumpukan dan terhentinya pola Karier
bahkan sampai pensiun merupakan bukti ketidakjelasan pola Karier yang ada.
Memperhatikan kondisi tersebut diatas, maka dipandang perlu adanya kajian mengenai
Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah daerah di Kalimantan.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
terkait dengan Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan
sebagai berikut :
1. Bagaimana model Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan ?
2. Sejauh mana pelaksanaan pengembangan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah
di Kalimantan ?
3. Apa saja problema dalam pengembangan Pola Karier PNS di Pemerintah Daerah di
Kalimantan ?
4. Bagaimana evaluasi pengembangan Pola Karier PNS pada Pemerintah Daerah di
Kalimantan ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Kajian ini diharapkan mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk Pola Karier kepegawaian Sipil pada
Pemerintah Daerah di Kalimantan
b. Untuk mengidentifikasi optimalisasi (efektifitas dan kendala) Pola Karier PNS pada
Pemerintah Daerah di Kalimantan
c. Untuk merumuskan rekomendasi berupa rancang bangun model Pola Karier PNS
pada Pemerintah Daerah di Kalimantan ?
d. Untuk dapat memberikan evaluasi dan solusi terhadap kebutuhan personil dan
manajemen kepegawaian pada Pemerintah Daerah di Kalimantan
Adapun penelitian ini memiliki kegunaan memberikan masukan dan solusi dalam
Penataan Pola Karier PNS pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
15. 4
Gambar 1.1 Skema Pola Karier (Seleksi, Penempatan, Rotasi dan Promosi)
D. Target / Hasil yang diharapkan
Hasil akhir yang ingin dicapai dari kajian ini adalah tersusunnya sebuah laporan yang
berisi tentang permasalahan, kondisi dan arah kebijakan pemerintah daerah dalam
Penataan Pola Karier serta rumusan/ desain Pola Karier PNS pada Pemerintah Daerah di
Kalimantan
E. Status dan Jangka Waktu
Kajian ini merupakan program baru yang dilaksanakan untuk wilayah Kalimantan.
Adapun jangka waktu yang dibutuhnya untuk pelaksanaan kajian ini adalah 1 (satu)
tahun anggaran yakni periode Januari – Desember 2008.
F. Metodologi penelitian
1. Lokasi Penelitian
Jangkauan wilayah penelitian ini akan mengkaji 4 (empat) Provinsi, yang terbagi
menjadi dua kelompok, yakni kelompok kajian utama, dan kelompok kajian
pembanding.
Kelompok kajian utama diarahkan untuk seluruh Propinsi di Kalimantan, sedang
kelompok kajian pembanding akan memilih 2 (dua) provinsi yang memiliki prestasi
dalam hal manajemen kepegawaian masing-masing yaitu Kota Jembrana (wilayah
Provinsi Bali) dan Provinsi Gorontalo. Adapun penentuan sampelnya dilakukan secara
random bertujuan (purposive random sampling), dengan rincian daerah yang akan
diteliti adalah sebagai berikut :
Provinsi
Provinsi Kabupaten
Kabupaten
Kota
Provinsi
Kabupaten
Provinsi
Kabupaten Kota
Kota Kota
Provinsi,
kabupaten /
kota
Pemerintah
pusat
Model
P K
O A
L R
A I
R
16. 5
Tabel 1.1 Daerah-Daerah Sampel Penelitian Penataan Pola Karier PNS
No. Kategori Provinsi Daerah Sampel
1. Wilayah Kajian Utama
1. Kalimantan Timur
1. Provinsi Kalimantan Timur
2. Kota Samarinda
2. Kalimantan Barat
3. Provinsi Kalimantan Barat
4. Kabupaten Ketapang
3. Kalimantan Tengah
5. Provinsi Kalimantan
Tengah
6. Kabupaten Barito Utara
4. Kalimantan Selatan
7. Provinsi Kalimantan Selatan
8. Kabupaten Tabalong
2.
Wilayah Kajian
Pembanding
5. Gorontalo 9. Provinsi Gorontalo
6. Bali 10. Kabupaten Jembrana
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif. Dengan pendekatan
kualitatif ini diharapkan kajian ini mampu menggali data secara lebih mendalam pada
daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang dijadikan lokasi pengumpulan data. Dengan
demikian, juga diharapkan dapat ditemukan pola dan desain sistem pengembangan
kepegawaian melalui jenjang Karier yang selama ini dipraktekkan
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa
wawancara. Wawancara dilakukan dengan responden terpilih dan responden yang di
tentukan melalui purposive sample yaitu pejabat-pejabat eselon II dan eselon III.
Tabel 1.2 Responden-Responden Yang Dijadikan key informant Penelitian
Jenis Responden
Key Informant
Propinsi Kabupaten/ Kota
Responden Terpilih - Sekretaris Provinsi
- Asisten Bidang SDM
Aparatur
- Kepala BKD
- Sekretaris Kabupaten/
Kota
- Asisten Bidang SDM
Aparatur
- Kepala BKD
Responden Acak Beberapa Kepala SKPD
dalam rangka Penajaman
dan eksplorasi penelitian
Beberapa Kepala SKPD
dalam rangka Penajaman
dan eksplorasi penelitian
17. 6
Pengumpulan data selanjutnya menggunakan data sekunder, berupa studi pustaka
dengan mengumpulkan buku, media massa, jurnal, dokumen serta literatur lain yang
memiliki relevansi dengan penelitian.
4. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selanjutnya, metode deskriptif
kualitatif dalam penelitian ini akan menggunakan tiga langkah dalam menganalisa data,
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
18. 7
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL DAN KEBIJAKAN POLA KARIER
PEGAWAI NEGERI SIPIL
A. Karier
Karier adalah kemajuan seseorang yang dicapai dalam jabatan dan pangkat selama ia
masih aktif dalam pekerjaan. Kemajuan tersebut terbuka bagi setiap Pegawai Negeri
Sipil dalam hal mendapatkan kedudukan jabatan tertentu, kenaikan pangkat,
kesempatan memasuki pendidikan dan pelatihan, pemindahan serta alih penugasan.
Handoko (1996), mengungkapkan karier adalah semua pekerjaan atau jabatan yang
ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Dengan demikian karier
menunjukkan perkembangan para pegawai secara individual dalam jenjang jabatan atau
kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi.
Istilah karier digunakan untuk menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan
atau status mereka. Pada umumnya istilah ini digunakan dalam tiga pengertian, yaitu:
a) Karier sebagai promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke jabatan-jabatan yang
lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-lokasi baik di dalam atau menyilang
terhadap hierarki hubungan kerja sama selama kehidupan kerja seseorang.
b) Karier sebagai rangkaian petunjuk pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang
membentuk suatu pola kemajuan yang sistematis dan jelas.
c) Karier sebagai sejumlah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang
dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua orang dengan
sejarah kerja mereka disebut mempunyai karier. Suatu karier meliputi suatu
rangkaian posisi, pekerjaan atau jabatan yang dialami oleh individu selama
kehidupan kerjanya. Dinamika karier tidak selalu bergerak vertikal keatas dan
kebawah, tapi juga dapat horizontal. Rotasi pekerjaan menyediakan tantangan kerja
yang berbeda, lebih besar, dan memberikan kesempatan-kesempatan pengembangan
diri yang lebih besar pula (Cascio, 1992).
Pengertian yang sedikit berbeda mengenai karier dikemukakan oleh beberapa ahli
lainnya. Menurut Daniel C. Feldam dan Hugh J. Arnold (dalam Moekijat, 1995).
1. Istilah karier tidak hanya berhubungan dengan individu yang mempunyai pekerjaan
yang statusnya tinggi atau yang mendapat kemajuan cepat. Istilah karier sedikit-
banyak telah ‘didemokratisasi’. Sekarang karier menunjukkan rangkaian atau urutan
pekerjaan/ jabatan yang dipegang oleh orang-orang selama riwayat pekerjaannya,
tidak pandang tingkat perkerjaan atau tingkat organisasinya.
2. Istilah karier tidak lagi hanya menunjukkan perubahan pekerjaan gerak vertikal,
naik dalam suatu jabatan. Meskipun sebagian besar pegawai masih berusaha
mencapai kemajuan, akan tetapi banyaknya orang yang menolak pekerjaan yang
lebih berat tanggung jawabnya untuk tetap dalam jabatan yang sekarang dipegang
dan disukainya, makin bertambah. Sekarang banyak gerakan karier kesamping/
secara horizontal bahkan ke bawah.
3. Istilah karier tidak lagi mempunyai arti yang sama dalam suatu pekerjaan dalam
suatu organisasi. Sekarang terdapat fakta-fakta bahwa kian lama kian banyak
19. 8
individu yang mengalami apa yang disebut banyak karier, jalur-jalur karier yang
mengandung dua atau tiga bidang yang berlainan, dan dua atau tiga organisasi yang
berlainan pula.
4. Tidak ada anggapan lagi bahwa organisasi dapat mengendalikan karier individu
secara sepihak. Untuk memelihara pegawai yang dihargai organisasi juga menjadi
lebih tanggap terhadap tuntutan individu-individu dan kebutuhan pegawai-pegawai.
Terdapat lebih banyak tekanan pada perencanaan dan kurang pada ‘melihat
bagaimana sesuatu itu menghasilkan’, baik pada pihak individu maupun pihak
organisasi.
Beberapa pengertian mengenai karir tersebut menyuratkan beberapa pengertian
mengenai karir. Namun ada beberapa pendekatan guna memahami pengertian karir.
Menurut Irianto (2001) terdapat 2 (dua) cara pendekatan untuk memahami makna
karier, (1) Pendekatan pertama memandang karier sebagai pemilikan (a property) dan
occupation atau organisasi. Dimana karier dapat dilihat sebagai jalur mobilitas didalam
organisasi yang tunggal; (2) Pendekatan kedua memandang karier sebagai suatu properti
atas kualitas individu dan bukan okupasi atau organisasi. Setelah setiap individu
mengakumulasikan serangkaian jabatan, posisi, dan pengalaman tertentu. Pendekatan
ini mengakui kemajuan karier yang telah dicapai seseorang.
B. Pola Karier PNS
PP No. 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural pasal 12 ayat 2 menginstruksikan bahwa setiap pimpinan instansi menetapkan
Pola Karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya berdasarkan pola dasar karier
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pola dasar karier merupakan pedoman yang memuat
teknik dan metode penyusunan Pola Karier dengan menggunakan unsur-unsur antara
lain pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan, usia, masa kerja, pangkat, golongan
ruang dan tingkat jabatan. Pola dasar karier PNS memberikan gambaran secara umum
alur pengembangan karier PNS berdasarkan latar belakang pendidikan dan keterkaitan
antara umur, masa kerja dan berbagai kemungkinan yang diperlukan bagi PNS.
Pola Karier adalah pola pembinaan PNS yang menggambarkan alur pengembangan
karier yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat,
pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang PNS sejak
pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. Pola Karier PNS
disusun oleh pejabat yang berwewenang sejak pengangkatan pertama sebagai dalam
jabatan hingga mencapai batas usia pensiun PNS (56 tahun). Memperhatikan definisi
tersebut di atas, tampak bahwa Pola Karier cenderung disusun untuk kepentingan
pegawai, walaupun harus tetap diarahkan untuk dititik beratkan pada optimalisasi
kontribusi pegawai kepada organisasi.
Hakekat Pola Karier PNS adalah lintasan perkembangan dan kemajuan pegawai dengan
pola gerakan posisi pegawai baik secara horizontal maupun vertikal yang selalu
mengarah pada tingkat atau jenjang posisi yang lebih tinggi. PNS diangkat dalam
jabatan dan pangkat pada Jabatan Struktural atau Jabatan Fungsional. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS Dalam
Jabatan Struktural, jabatan struktural didefinisikan sebagai suatu kedudukan yang
20. 9
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam rangka
memimpin satuan organisasi negara. Sementara itu, jabatan fungsional menurut PP No.
16 tahun 1994 adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang
dan hak seseorang pegawai negeri dalam suatu organisasi yang dalam melaksanakan
tugasnya didasarkan pada keahlian dan ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Salah
satu kriteria jabatan fungsional adalah memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh
organisasi profesi.
Menurut Hardiyanto (dalam www.depkumham.go.id), Pola Karier pada umumnya
mempunyai satu atau lebih dari beberapa tujuan di bawah ini :
1. Untuk lebih mendayagunakan setiap jenis kemampuan profesional yang disesuaikan
dengan kedudukan yang dibutuhkan dalam setiap unit organisasi;
2. Pemanfaatan seoptimal mungkin sumber daya manusia pada setiap satuan organisasi
sesuai dengan kompetensinya dan terarah pada misi organisasi;
3. Membina kemampuan, kecakapan.keterampilan secara efesien dan rasional,
sehingga potensi, energi, bakat dan motivasi pegawai tersalur secara obyektif kearah
tercapainya tujuan organisasi;
4. Dengan spesifikasi tugas yang jelas dan tegas serta tanggung jawab, hak dan
wewenang yang telah terdistribusikan secara seimbang dari seluruh jenjang
organisasi, diharapkan setiap pemangku jabatan dapat mencapai tingkat hasil yang
maksimal;
5. Dengan tersusunnya Pola Karier Pegawai dan telah teraturnya pengembangan karier,
maka setiap pegawai akan mendapatkan gambaran mengenai jabatan-jabatan,
kedudukan dan jalur yang mungkin dapat dilalui dan dicapai, serta persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi guna mencapai jabatan dimaksud. Dengan
tersusunnya Pola Karier pegawai setiap pegawai akan dapat diperhatikan
perkembangannya demikian pula bagi mereka dimungkinkan peningkatan jabatan
mulai dari jabatan yang paling rendah sampai ketingkat yang lebih tinggi secara
obyektif dan adil;
6. Pola Karier pegawai merupakan dasar bagi setiap pimpinan organisasi dalam rangka
pengambilan keputusan yang berkait dengan sistem manajemen kepegawaian;
7. Bila terdapat perpaduan yang serasi antara kemampuan, kecakapan/ketrampilan dan
motivasi dengan jenjang penugasan, maka jabatan yang tersedia akan menghasilkan
manfaat dan kapasitas kerja yang optimal.
Pola Karier PNS terdiri dari dua proses penting yaitu: perencanaan karier dan
pengembangan karier yang dalam pelaksanaannya mengikuti sistem karier PNS. Sistem
karier merupakan bagian integral dari sistem kepegawaian yang terkait dengan sub sub
sistem lainnya, antara lain peta jabatan beserta formasinya, klasifikasi jabatan, standar
kompetensi jabatan, sistem remunerasi, penilaian kinerja dan kebutuhan diklat serta alur
karier itu sendiri. Dengan sistem karier tersebut, PNS memiliki kesempatan yang sama
dalam meniti jenjang karier mulai dari pangkat atau jabatan terendah hingga yang
tertinggi sesuai dengan kompetensi dan prestasi yang dimilikinya. Dengan demikian
PNS pada setiap satuan organisasi pemerintah diharapkan dapat lebih profesional dalam
mengantisipasi tantangan yang dihadapi pada saat ini. Secara lebih jelas dapat
digambarkan diagram sistem karier Pegawai Negeri Sipil berikut ini.
21. 10
Perencanaan Karier Pengembangan Karier
Gambar 2.1
Keterkaitan Antara Setiap Elemen Sistem Karier Lainnya Dalam Sistem Karier
PNS (Kementrian PAN, 2003)
Uraian keterkaitan tersebut adalah, pengangkatan PNS dalam jabatan ditentukan oleh
peta jabatan dan ketersediaan formasi; penetapan formasi jabatan berkaitan dan
mengacu langsung kepada klasifikasi jabatan serta standar kompetensi jabatan; standar
kompetensi jabatan berkaitan dengan diklat yang dibutuhkan berdasarkan hasil
penilaian kinerja termasuk disiplin PNS; Serta PNS yang memenuhi standar kompetensi
jabatan sebagaimana dalam klasifikasi jabatan serta mempunyai penilaian kinerja yang
bagus diberikan imbalan sesuai dengan sistem remunerasi yang berlaku.
Peta jabatan dapat mencerminkan alur karier yang merupakan bagian dari perencanaan
karier dalam proses pembinaan PNS di lingkungan pemerintahan yang tidak terpisahkan
dari manajemen kepegawaian secara keseluruhan yang dilakukan sejak diterima sebagai
PNS sampai dengan saat berhenti atau pensiun. Alur karier memerlukan pola lintasan
karier yang akan memberikan kejelasan bagi PNS tentang masa depan, sehingga
memacu yang bersangkutan untuk lebih meningkatkan kompetensinya sesuai
persyaratan jabatan.
Dengan demikian setiap pimpinan unit kerja dituntut untuk melakukan pembinaan
secara intensif dan konsisten bagi PNS yang menjadi tanggung jawabnya. Tujuan di
atas dapat dicapai apabila pengangkatan PNS dalam jabatan berdasarkan persyaratan
jabatan dan kompetensinya. Pembinaan karier PNS, dilakukan secara berjenjang dan
berkelanjutan melalui suatu alur karier. Diagram alur karier menggambarkan jenjang
karier yang harus dilalui oleh PNS untuk mencapai karier puncak. Perpindahan dari
satu jalur ke jalur yang lain dimungkinkan, sepanjang yang bersangkutan dapat
memenuhi persyaratan sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan.
ANJAB
PETA
JABATAN &
FORMASI
(Struktural/
Fungsional)
KLASIFIKASI
JABATAN
STANDAR
KOMPETENSI
PERSYARATAN
JABATAN
▪ PENILAIAN
KINERJA
▪ DISIPLIN
SISTEM
REMUNERASI
KEBUTUHAN
DIKLAT
PROMOSI
22. 11
C. Perencanaan Karier
Perencanaan karier sangat diperlukan terutama dalam memanfaatkan kesempatan karier
yang ada. Disamping itu, adanya manajemen karier dari organisasi untuk mengarahkan
dan mengontrol jalur-jalur karier pegawainya. Karena hal ini ada hubungannya dengan
pengembangan pegawai, fungsi perencanaan karier menentukan tujuan untuk
pengembangan pegawai secara sistematis. Sehingga jika tujuan karier pegawai
perorangan telah disetujui, maka dapat dipilih dan disalurkan dalam suatu arah yang
berarti baik bagi individu maupun bagi organisasi.
Menurut Milkovich & Boudreau (1988), perencanaan karier adalah proses melalui
dimana seorang pegawai secara individual mengidentifikasi dan mengimplementasikan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan karier, namun tidak dapat menjamin
keberhasilan karier seseorang. Sikap atasan, pengalaman, pendidikan dan juga ‘nasib’
memainkan peran penting dalam permasalahan ini. Tetapi, bagaimanapun juga,
perencanaan karier diperlukan bagi para pegawai untuk selalu siap menggunakan
kesempatan karier yang ada. Selanjutnya Milkovich & Boudreau menjelaskan, bahwa
manajemen karier adalah proses melalaui di mana organisasi memilih, menilai,
mengangkat, dan mengembangkan pegawai yang disiapkan untuk menyatukan pegawai
yang meme-nuhi syarat untuk mencapai kebutuhan di masa yang akan datang.
Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan kepegawaian yang ada,
perencanaan Pola Karier bagi PNS yang dilaksanakan oleh organisasi dimana pegawai
yang bersangkutan bernaung dapat dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Tahapan Pengadaan pegawai merupakan usaha mendapatkan pegawai dari pasar
kerja masyarakat melalui sistem seleksi yang didasarkan atas persyaratan jabatan.
b) Tahapan Orientasi merupakan usaha pelatihan dengan cara memberikan tugas
khusus yang terprogram dalam waktu tertentu sehingga pegawai :
1. Mempunyai gambaran secara umum tentang kegiatan organisasi
2. Mempunyai gambaran tentang upaya yang harus dilaksanakan untuk
pengembangan kemampuan dasarnya menjelang tugas yang akan dipangkunya.
Dalam tahap ini, tugas dan tanggung jawab pelaksana pengembangan pegawai
adalah memonitor bakat, minat dan potensi pegawai tersebut guna penetapan
pegawai selanjutnyasecara tepat.
c) Pelatihan Pra Tugas merupakan suatu catatan mengenai prestasi kerja dan potensi
pegawai yang bersangkutan selanjutnya diidentifikasi pendidikan dan pelatihan
teknis yang dibutuhkan, yang diikuti dengan penilaian dan seleksi guna penetapan
pegawai yang sejauh mungkin sesuai dengan bakat dan minatnya.
d) Penetapan dalam rangka Pengembangan Potensi merupakan pengamatan bakat dan
minat pegawai tersebut, pegawai diarahkan untuk ditugaskan dalam jabatan-jabatan
yang memerlukan syarat kualifikasi teknis dan kemampuan pengenalan kegiatan
manajemen. Penugasan pada tahap ini diatur sedenikian rupa, sehingga pegawai
yang bersangkutan memperoleh serangkaian pembekalan melalui kursus dan
pengalaman baik teknis operasional maupun manajerial.
e) Penugasan dalam rangka Pemantapan Profesi ditinjauh secara selektif pegawai
ditugasi sebagai Pejabat Struktural sesuai dengan kemampuannya guna
mendapatkan kemampuan manajerial yang bersangkutan agar dapat meniti jenjang
23. 12
jabatan yang lebih tinggi, atau sebagai Pejabat Fungsional untuk dapat menerapkan
dan mengembangkan kemampuan sesuai bidang keahliannya.
f) Tahapan Pematangan Profesi ditinjau secara selektif pegawai ditugaskan pada
jabatan yang lebih tinggi dengan spesifikasi sebagai berikut untuk jabatan struktural,
bagi mereka yang mempunyai kemampuan untuk mengarahkan dan menetapkan
kebijakan dibidang tugas masing-masing, sejalan dengan misi organisasi dan arah
kebijaksanaan pimpinan organisasi sedangkan untuk jabatan fungsional yang
mempunyai tingkat pengetahuan, kemampuan menalar, menilai dan memecahkan
masalah yang dihadapi secara ilmiah.
D. Pengembangan Karier
Pengembangan Karier adalah usaha untuk meningkatkan karier pegawai yang telah
memenuhi persyaratan jabatan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Pengembangan karier sebagai salah satu fungsi penting dalam manajemen
SDM merupakan serangkaian aktivitas yang terencana dan sistematik yang dirancang
oleh organisasi untuk memberikan anggotanya keahlian yang dibutuhkan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaannya saat ini maupun di masa yang akan datang. Dengan
demikian, kegiatan ini ditujukan untuk meyakinkan bahwa setiap anggota organisasi
memiliki kompetensi yang diperlukan. Setiap anggota organisasi (pegawai) mempunyai
hak untuk mengembangkan dirinya, dan organisasi berkewajiban mewadahinya dan
mengarahkannya demi tercapainya tujuan organisasi. Dengan demikian, peran individu
dan organisasi harus seiring sejalan. McLagan (dalam Haris dan DeSimone, 1994)
menggambarkan bahwa terdapat tiga fungsi yang utama dalam pengembangan SDM,
yaitu (1) pelatihan dan pengembangan, (2) pengembangan organisasi, dan (3)
pengembangan karier.
Pengembangan karier didefinisikan sebagai suatu proses yang berjalan dimana seorang
pegawai mengalami kemajuan melalui beberapa tahapan, yang dicirikan oleh adanya
serangkaian tugas yang relatif spesifik. Dalam pengembangan karier terdapat dua proses
yang berbeda: perencanaan karier dan manajemen karier. Perencanaan karier merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh individu, sedangkan manajemen karier merupakan
pengambilan langkah yang diperlukan untuk mencapai rencana tersebut. Terdapat
hubungan yang kuat antara pengembangan karier dengan aktivitas pelatihan dan
pengembangan. Perencanaan karier dapat diimplementasikan, setidaknya sebagian,
melalui program pelatihan yang dilakukan oleh organisasi.
Pengembangan karier artinya pegawai yang mengikuti program ini dipersiapkan untuk
kedudukan yang lebih tinggi yang direncanakan oleh instansi atau organisasinya dalam
waktu yang panjang. Bedanya dengan promosi adalah, promosi hanya berlaku pada
waktu yang singkat (pada saat) itu, sedangkan pengembangan karier direncanakan pada
waktu yang lebih panjang. Pengembangan pegawai dapat diartikan sebagai upaya untuk
mempersiapkan pegawai agar dapat bergerak dan berperan dalam organisasi sesuai
dengan pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan suatu organisasi, instansi, atau
departemen. Oleh sebab itu kegiatan pengembangan pegawai itu dirancang untuk
memperoleh pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu
organisasi atau instansi dalam geraknya ke masa depan. (Notoatmodjo, 2003)
24. 13
Menurut Simamora (2001) proses pengembangan karier dalam suatu pendekatan formal
yang diambil organisasi untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan
pengalaman yang tepat tersedia pada saat dibutuhkan. Sehingga pengembangan karier
dapat dikatakan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan status
seseorang dalam organisasi dalam jalur karier yang telah ditetapkan dalam organisasi
yang bersangkutan. Pengembangan karier yang dilaksanakan dan dikembangkan di PNS
melalui pembinaan karier dan penilaian sistem prestasi kerja dan sistem karier, dimana
pada umumnya melalui kenaikan pangkat, mutasi jabatan, serta pengangkatan dalam
jabatan.
Menurut Werther Jr.et al (dalam Kementrian PAN, 2003) bahwa pengembangan karier
pegawai bermanfaat bagi pegawai maupun organisasi untuk:
1. Mengembangkan potensi pegawai;
2. Mencegah terjadinya pegawai yang minta berhenti untuk pindah kerja dan
merupakan upaya untuk meningkatkan kesetiaan pegawai terhadap organisasi;
3. Sebagai wahana untuk memotivasi pegawai agar mengembangkan bakat dan
kemampuannya;
4. Memberi kepastian masa depan;
5. Mengurangi subjektivitas dalam promosi;
6. Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh pegawai yang cakap dan
terampil dalam melaksanakan program guna mencapai misi organisasi.
Dalam pelaksanaan tanggung jawab pengembangan karier seharusnya diterima bukan
sekedar promosi ke jabatan yang lebih tinggi, tetapi kemajuan karier yang dimaksudkan
seorang karyawan mengalami kemajuan dalam bekerja, berupa perasaan puas dalam
setiap jabatan yang dipercayakan oleh organisasi (Moekijat, 1995).
Kunci program pengembangan karier berdasarkan teori Fiedman dan Arnold (dalam
Moekijat, 1986). Pertama, organisasi harus menilai pegawai-pegawai secara berkala
sepanjang karier mereka untuk mengetahui kekuatan individu yang dapat dipergunakan
dalam pekerjaan lain dalam organisasi dan untuk memperbaiki kelemahan individual
yang merintangi jalan kariernya. Kedua, organisasi harus dapat memberikan informasi
yang lebih realistik kepada pegawai-pegawainya tidak hanya apabila organisasi itu
mengambil keputusan-keputusan mengenai penerimaan pegawai, tetapi juga apabila
mengambil keputusan mengenai karier. Ketiga, kegiatan-kegiatan perencanaan karier
menjadi amat sukses apabila kegiatan itu dikoordinasi dengan kegiatan-kegiatan lain
dalam manajemen sumberdaya manusia – seleksi, latihan, perencanaan sumberdaya
manusia, dan penilaian prestasi kerja. Keempat, pengembangan karier besar sekali
kemungkinan berhasil apabila penyelia/pengawas lini terlibat.
Menurut Schuler & Youangblood (1986) bahwa program pengembangan karier secara
umum bertujuan untuk memadukan kebutuhan dan kemampuan pegawai dan tujuan
yang berkaitan dengan peluang di masa yang akan datang. Dengan kata lain, program
pengembangan karier dirancang untuk meningkatkan kemungkinan pencapaian kinerja
individual pegawai terpenuhi dan menjamin organisasi menempatkan orang yang tepat
pada tempat dan pada waktu yang tepat. Selanjutnya Shuler & Youngblood,
menyebutkan bahwa program pengembangan karier ditujukan pada terpenuhinya dua
kebutuhan: (1) kecocokan antara keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan
25. 14
individual pegawai dengan tuntutan pekerjaan; (2) kecocokan antara kepribadian, minat
dan bakat pegawai dan imbalan pekerjaan.
Bagi organisasi, pengembangan karier mempunyai tujuan yang lebih khusus yaitu : (1)
memaksimalkan kontribusi pegawai, (2) memenuhi berbagai peraturan pemerintahan
yang berlaku, (3) dan meminimalkan tingkat ketidakhadiran pegawai. Sedangkan bagi
pegawai aktivitas perencanaan karier secara individual membantu pegawai mencapai:
(1) jaminan kepastian karier, (2) keberhasilan karier, (3) meningkatkan harga diri, (4)
pertumbuhan, dan (5) perasaan aman dan nyaman. Sedangkan tujuan pengembangan
karier secara umum, adalah membantu karyawan memusatkan perhatian pada masa
depannya dalam perusahaan dan membantu karyawan mengikuti jalur karier yang
melibatkan proses belajar secara terus menerus. Dalam proses pengembangan karier,
perusahaan memberikan kesempatan yang sebesarbesarnya pada karyawan untuk untuk
mrmpunyai pekerjaan yang berarti bagi karyawan, dan memberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam struktur kerja perusahaan. Di lain pihak, karyawan dituntut
memiliki tanggung jawab untuk membuat perencanaan karier dan masa depan serta
menemukan cara untuk memberikan sumbangan pada perusahaan. Program
pengembangan karier yang direncanakan mengandung 3 (tiga) unsur pokok (Edwin B.
Flippo dalam Moekijat, 1995)
1. Membantu pegawai dalam menilai kebutuhan karier internnya sendiri;
2. Mengembangkan dan mengumumkan, memberitahukan kesempatan-kesempatan
karier yang ada dalam organisasi;
3. Menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan pegawai dengan kesempatan-kesempatan
karier.
Ivancevich et al, (1986) menyebutkan, pengembangan karier yang efektif tergantung
pada kesesuaian antara kebutuhan organisasi dan aspirasi individual pegawai.
Pengembangan karier memungkinkan terjadinya perubahan kebutuhan organisasi dan
individual pegawai. Perubahan organisasi dalam merespon tekanan dan peluang yang
berasal dari lingkungan sekitar mendorong organisasi untuk memenuhi kebutuhannya
untuk berubah dengan menggali potensi dan bakat yang dimiliki organisasinya antara
lain dengan mempromosikan pegawainya ke jabatan struktural yang lebih tinggi.
26. 15
BAB III
PELAKSANAAN SISTEM KARIER SDM – APARATUR PADA PEMERINTAH
DAERAH DI KALIMANTAN DAN WILAYAH KAJIAN PEMBANDING
A. Perbandingan Pelaksanaan Sistem Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di
Kalimantan dan wilayah kajian pembanding
Pelaksanaan pembinaan Karier PNS antara Pemerintah Daerah di Kalimantan dan
wilayah kajian pembanding, dalam hal ini Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Jembrana
pada dasarnya sama dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan dibidang
kepegawaian. Meski begitu, terdapat beberapa perbedaaan dalam hal pengelolaan
kepegawaian di daerahnya. Perbedaan ini terutama pada tingginya komitmen pimpinan
daerah, baik Provinsi Gorontalo maupun Kabupaten Jembrana yang memiliki kebijakan
dalam meningkatkan kualitas dan profesionalitas aparatur daerahnya secara konsisten.
Upaya-upaya yang dilakukan tersebut diantaranya, (1) Meningkatkan persyaratan
penerimaan PNS baru diwilayahnya dengan kompetensi khusus, (2) Melakukan upaya
pengurangan tenaga pegawai honorer serta PNS yang memiliki kinerja rendah melalui
pemberian pensiun dini dengan disertai pemberian “pesangon”, (3) Melakukan
penggabungan unit kerja antara Badan Kepegawaian Daerah dengan unit Pendidikan
dan Pelatihan menjadi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Aparatur Daerah
(BKPAD) yang didalamnya terdapat bidang yang khusus menangani pengembangan
dan standarisasi SDM Aparatur, serta (4) telah diterapkannya pengawasan terkait
penyesuaian background pendidikan dengan kompetensi serta jabatan yang disandang.
Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan sendiri, secara umum belum banyak melakukan
upaya-upaya inovasi yang cukup signifikan terkait pembinaan Karier SDM aparaturnya.
Secara umum dapat dijelaskan pelaksanaan sistem Karier pada Pemerintah Daerah di
Kalimantan yaitu, (1) Pemerintah Daerah di Kalimantan belum memiliki atau menyusun
Pola Karier PNS yang jelas. Meskipun khusus di Provinsi Kalimantan Barat, terdapat
aturan dalam bentuk Keputusan Gubernur Kalimantan Barat yang khusus mengatur
tentang pola umum pengembangan Karier PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat, namun dalam prakteknya tetap tidak berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini dikarenakan komitmen pemerintah daerah yang masih rendah
disamping sikap pemerintah daerah yang menunggu keluarnya Perpres tentang pola
dasar Karier PNS dari pusat, (2) Pengembangan Karier diberikan secara luas kepada
PNS-nya melalui pemberian kesempatan bagi pegawai mereka untuk tugas belajar, (3)
Pelaksanaan DIKLAT telah dikembangkan melalui tahapan Training Needs Assessment
(TNA) namun, pada beberapa daerah pelaksanaan TNA belum optimal dilakukan dan
terkesan asal saja, (4) Penempatan PNS dalam suatu jabatan masih belum sesuai antara
kapasitas yang dimiliki pegawai dengan persyaratan jabatan. Kondisi ini terjadi karena
kuatnya pengaruh pejabat pembina kepegawaian dalam menentukan Karier PNS serta
belum dimanfaatkannya hasil analisis jabatan maupun standar kompetensi jabatan
dalam penentuan penempatan PNS dalam jabatan. Bahkan, di beberapa daerah
ditemukan belum dilakukan analisis jabatan, analisis beban kerja, maupun penyusunan
27. 16
standar kompetensi jabatan, padahal hal ini sangat berperan dalam penataan dan
pengembangan Karier PNS.
B. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Provinsi Kalimantan Tengah
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah
Secara geografis Provinsi Kalimantan Tengah yang beribukota di Palangka Raya
terletak antara 0º 45’ Lintang Utara, 3º 30’ Lintang Selatan dan 111º Bujur Timur.
Dengan adanya pembentukan 8 (delapan) kabupaten baru yaitu sejak berlakunya UU
No 5 Tahun 2002, maka luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah 153.564
km2
, dimana sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah yang
ketinggiannya berkisar antara 0 s/d 150 meter dari permukaan air laut. Kecuali
sebagian kecil di wilayah utara merupakan daerah perbukitan dimana terbentang
pegunungan Muller-Schwanner dengan puncak tertingginya mencapai 2.278 meter
dari permukaan laut.
Secara administratif Provinsi Kalimantan Tengah meliputi 13 Kabupaten dan satu
Kota, Kabupaten Murung Raya dan kabupaten katingan merupakan kabupaten
terluas, masing-masing 23.700 km2
dan 17.800 km2
atau luas kedua kabupaten
tersebut mencapai 27 % dari seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Adapun Provinsi
Kalimantan Tengah terletak diantara 3 (tiga) provinsi tetangga yaitu di sebelah utara
dengan sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, di
sebelah timur dengan sebagian provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,
di selatan dengan laut jawa dan di sebelah barat dengan Provinsi Kalimantan Barat.
Provinsi kalimantan tengah sampai dengan tahun 2006 membawahi 13 daerah
kabupaten dan satu daerah kota, terdiri atas 107 kecamatan dan 1.406 desa/
kelurahan termasuk unit pemukiman transmigrasi (UPT) dimana hingga sekarang 44
% masih merupakan desa/ kelurahan swadaya. Jumlah penduduk Kalimantan
Tengah sampai dengan tahun 2006 adalah sekitar 2.004.110 orang, diantaranya 48,
67 % perempuan dan 51, 33 % laki-laki. Berdasarkan luas wilayah tersebut jika
dibanding dengan jumlah penduduk yang ada maka kepadatan penduduk
Kalimantan Tengah tergolong jarang, dimana hanya sekitar 13 orang per km
perseginya.
Dari keseluruhan penduduk Kalimantan Tengah sebagian besar 60,75% penduduk
berumur 10 tahun keatas bekerja di sektor pertanian dan pemerintahan, sedangkan
sektor terkecil penyerapannya adalah sektor keuangan 0,15%. Relatif masih
rendahnya tingkat pendidikan SDM pekerja, terlihat dari tingkat pendidikan
penduduk yang bekerja itu sendiri. Hampir 76% penduduk yang bekerja diberbagai
sektor memiliki tingkat pendidikan dasar yaitu tidak/belum tamat SD/sederajat
hingga tamat SLTP/sederajat.
Gambaran umum keadaan pendidikan di kalimantan tengah antara lain tercermin
dari jumlah prasarana pendidikan, murid, dan guru. Tahun 2005/ 2006 jumlah
sekolah menurut strata yaitu, pendidikan dasar, lanjutan, dan tinggi menunjukkan
peningkatan. Sedangkan rasio murid terhadap guru cukup ideal dimana rata-rata
28. 17
seorang guru menangani tidak lebih dari 13 orang murid untuk tingkat pendidikan
dasar, dan tingkat pendidikan lanjutan.
2. Perkembangan Kepegawaian Sipil Di Provinsi Kalimantan Tengah
Pegawai yang berada dilingkungan Provinsi Kalimantan tengah berjumlah 4.482
orang dan terbanyak berada pada unit kerja RSUD Sylvanus, Dinas Pekerjaan
Umum, serta Sekretariat Daerah. Saat ini jumlah Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang akan mencapai usia
pensiun pada tahun 2008 berjumlah 166 orang dengan perincian, Golongan ruang II
sebanyak 21 orang, Golongan ruang III sebanyak 103 orang, dan Golongan ruang IV
sebanyak 41 orang
Data PNS Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan tingkat pendidikan saat ini
masih didominasi oleh SLTA sebanyak 2.214 atau sebanyak 49,40 % dari total PNS
lingkungan Provinsi Kalimantan Tengah Sebanyak 4.482 orang, diikuti tingkat
pendidikan S1 sebanyak 1.371 (30,59 %) , akademi/ diploma III sebanyak 545 (12,
16%), selanjutnya S2 sebanyak 135 (3,01 %), SD sebanyak 127 (2,83 %), SLTP
sebanyak 89 orang (1,99%) dan S3 Sebanyak 1 orang (0,02%)
Gambar 3.1
Diagram Jumlah PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Lingkungan
Provinsi Kalimantan Tengah
Sumber : BKD Provinsi Kalimantan Tengah, 2006
Mendominasinya tingkat pendidikan SLTA pada jajaran pemerintahan menunjukkan
tingkat kualitas pegawainya yang masih rendah, namun komitmen pemerintah
provinsi kalimantan tengah untuk memajukan kualitas serta kompetensi SDM
Aparaturnya cukup baik, hal ini berwujud dengan diberinya kebebasan kepada para
pegawainya secara terbuka dan transparan untuk mengembangkan Kariernya baik
melalui pendidikan dan pelatihan maupun tugas belajar. Dengan tingkat pendidikan
0
250
500
750
1000
1250
1500
1750
2000
2250
Jumlah
PNS
SD SLTP SLTA AKADEMI/
DIPLOMA III
S1 S2 S3
Tingkat Pendidikan
29. 18
aparaturnya yang masih rendah ini, maka optimalisasi jalannya pemerintahan
dengan didukung tenaga terampil dan ahli masih terkendala serta membutuhkan
peran diklat yang lebih banyak (ditambah dengan waktu dan anggaran yang besar)
agar titik keseimbangan kapasitas yang dibutuhkan oleh suatu organisasi serta
kapasitas pegawai dapat matching.
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS di Provinsi
Kalimantan Tengah
Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan di era
globalisasi yang sarat dengan persaingan dan keterbatasan di segala bidang.
Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya aparatur dalam
pelaksanaan urusan pemerintahan. Yang terjadi saat ini profesionalisme yang
diharapkan belum sepenuhnya terwujud.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil di Provinsi Kalimantan Tengah belum
didasarkan atas asas kebutuhan, hal ini dapat dilihat dengan belum adanya analisis
terhadap kebutuhan pegawai yang dilakukan oleh instansi/ SKPD, sehingga mereka
hanya menerima saja pegawai baru yang diberikan oleh pemerintah provinsi.
Dengan demikian saat ini banyak terjadi penumpukan pegawai yang berimbas pada
pengangguran tidak kentara. Dimana ada pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh satu
orang namun dibebankan kepada dua hingga tiga orang demi hanya untuk
memberikan kesibukan dan pekerjaan kepada pegawai tersebut. Menumpuknya
pegawai di satu unit tanpa pekerjaan yang jelas dan kurangnya pegawai di unit lain
merupakan kenyataan dari permasalahan tersebut. Di sisi lain pembentukan
organisasi cenderung tidak berdasarkan kebutuhan nyata, dalam arti organisasi yang
dibentuk terlalu besar sementara beban kerjanya kecil, sehingga pencapaian tujuan
organisasi tidak efisien dan efektif.
Program diklat, yang dikembangkan saat ini adalah TNA. Namun, pelaksanaan TNA
yang berlangsung saat ini masih belum optimal penerapannya dengan baik. Padahal
pengoptimalan TNA merupakan langkah untuk mengurangi gap kompetensi antara
pegawai dengan kebutuhan jabatan serta untuk memperoleh kandidat yang tepat
(peserta diklat yang mengikuti diklat dan penempatan pada jabatan). Pola PNS
diberikan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu sebelum ditempatkan dalam
jabatan berbasis pada TNA secara prinsip sangat baik karena :
1. Dapat dilakukan efisiensi anggaran
2. Agar pengiriman pegawai betul-betul sesuai dengan jabatan yang dibutuhkan
3. Menghindari terjadinya kecemburuan dan hambatan psikologis dalam proses
penempatan
4. Mekanisme ini diharapkan menjadi bagian dari upaya membangun Competence
Based Training (CBT)
Tujuan diadakannya pendidikan dan pelatihan itu sendiri diantaranya adalah (1)
Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan keterampilan, (2) Menciptakan
adanya pola pikir yang sama, (3) Menciptakan dan mengembangkan metode kerja
yang lebih baik, (4) Membina Karier Pegawai Negeri Sipil.
30. 19
Pola Karier di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga belum
dimiliki bahkan ditingkat instansi sekalipun belum disusun, hal ini menjadikan PNS
tidak bisa menentukan tujuan dan arah pengembangan Kariernya ke depan. Pola
Karier juga penting dalam rangka persiapan PNS dalam meningkatkan kapasitasnya.
Belum dimilikinya pola Karier ini dapat diasumsikan karena kedudukan PNS yang
berada dibawah kepemimpinan pejabat politis dimana lebih senang untuk
menempatkan orang-orang yang mendukungnya tanpa melihat prestasi kerja yang
dicapai. Menurut responden, seharusnya pejabat pembina kepegawaian dipegang
oleh Sekda selaku jabatan Karier tertinggi yang juga lebih paham dan mengetahui
kondisi kepegawaian pada pemerintahan tersebut.
Saat ini analisis jabatan serta analisis beban kerja belum dilakukan, padahal hal ini
sangat penting untuk dilakukan dikarenakan dijadikan sebagai acuan bagi penetapan
kebutuhan-kebutuhan diklat serta promosi. Hal ini dikarenakan belum adanya
anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan analisis jabatan
dan analisis beban kerja ini. Analisis-analisis ini dapat dilakukan dengan cara
observasi parsisipan disetiap unit SKPD. Sesuai dengan Kepmendagri No. 12/ 2008
bahwa analisis terhadap beban kerja akan memberikan manfaat untuk :
a. Penataan/ penyempurnaan struktur organisasi;
b. Penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit;
c. Bahan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja;
d. Sarana peningkatan kinerja kelembagaan;
e. Penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan, penyusunan daftar
susunan pegawai atau bahan penetapan eselonisasi jabatan struktural;
f. Penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil sesuai dengan beban kerja
organisasi;
g. Program mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke unit yang kekurangan;
h. Program promosi pegawai;
i. Reward and punishment terhadap unit atau pejabat;
j. Bahan penyempurnaan program diklat; dan
k. Bahan penetapan kebijakan bagi pimpinan dalam rangka peningkatan
pendayagunaan sumber daya manusia.
Jika ada penawaran diklat dari lembaga yang terakreditasi dalam hal pelaksanaan
diklat itu kemudian didistribusikan ke kabupaten/ kota untuk kemudian disalurkan
ke pihak-pihak yang sesuai dengan tupoksinya. Namun, jika Diklat tersebut
dianggarkan oleh pemerintah daerah barulah instansi yang terkait dengan diklat
tersebut mengikutinya. Tetapi jika diklat tersebut membebankan biaya pada instansi
yang bersangkutan dalam arti biaya sendiri, maka kebanyakan mereka tidak ikut
serta dalam diklat tersebut.
Saat ini pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah memberikan tunjangan
kinerja kepada seluruh pegawainya setiap bulannya yang besarnya disesuaikan
dengan beban kerja, golongan serta kepangkatannnya. Namun, tunjangan ini
diberikan tanpa memandang apakah pegawai tersebut berkinerja baik atau tidak,
dalam hal ini pemerintah Provinsi memberikan tunjangan/ insentif dulu untuk
memacu kinerja pegawainya. Hal ini kemudian memberikan efek pada peningkatan
jumlah pegawai yang mengikuti apel yang dilaksanakan, serta peningkatan
31. 20
kedisiplinan pegawai yang mengacu pada absensi kehadiran pegawai. Akan tetapi,
tahun-tahun ke depannya tunjangan kinerja ini akan diberikan khusus bagi
karyawannya yang berkinerja baik saja. Selain pemberian tunjangan/ insentif
tersebut, apresiasi Pemerintah Provinsi Kalimantan tengah terhadap pegawainya
yang berprestasi belum nyata terlihat. Khusus untuk pegawai yang memiliki masa
kerja yang cukup lama dan tetap loyal diberikan penghargaan berupa Panca Prasetya
Korpri.
Kecenderungan pegawai yang akan ditempatkan pada suatu jabatan menganut
konsep didudukkan dulu untuk selanjutnya dididik, dengan aturan maksimal 6 bulan
setelah menduduki jabatan harus mengikuti diklat penjenjangan. Secara umum, pola
pengembangan Karier aparatur yang dikembangkan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah masih bersifat konvensional dengan pembagian antara jabatan
struktural dan jabatan fungsional yang bisa direncanakan oleh PNS yang
bersangkutan. Pengembangan Karier ini pun dapat dilakukan secara vertikal,
horizontal maupun diagonal.
Gambar 3.2
Model Pola Karier Umum Yang Diterapkan di Provinsi Kalimantan Tengah Sesuai
Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Dengan jumlah PNS yang cukup banyak, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
menerapkan sistem tertutup (close system) bagi pegawai daerah lain yang ingin
masuk mengembangkan Kariernya di Provinsi kecuali jika terdapat pegawai
Provinsi yang purna jabatan, namun membuka diri jika ada pegawai Provinsi yang
ingin dimutasi ke daerah lain. Kondisi ini dimaksudkan agar tidak terjadi
penumpukan pegawai serta mencegah terjadinya pengangguran tidak kentara
dikalangan pegawai.
32. 21
Terkait dengan terbitnya PP 41/ 2007 ini berpengaruh besar pada tingkatan eselon
IV yang banyak kekurangan jabatan meskipun terdapat sejumlah jabatan fungsional
yang dapat dipegang namun, jumlahnya terbatas sedangkan tingkatan eselon III dan
II cukup terpenuhi dikarenakan adanya jabatan staf ahli serta adanya unit UPTD
yang dapat dibentuk. Hal ini pulalah yang mendasari tidak diterimanya lagi pegawai
dari Kabupaten/ Kota atau dari Provinsi lain yang ingin masuk ke Provinsi
Kalimantan Tengah. Masalah selanjutnya yang dihadapi adalah pembinaan
kepegawaian yang masih kurang dikarenakan tidak adanya bagian yang fokus
menangani pembinaan kepegawaian dalam hal mental dan psikologis pegawai.
Padahal ini sangat berperan penting dalam mencegah pegawai pada perilaku
menyimpang, tidak disiplin, serta tidak patuh dan taat pada aturan yang telah
ditetapkan.
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem Pola Karier
PNS di Provinsi Kalimantan Tengah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, belum menerapkan pola Karier
kepegawaian yang jelas diseluruh unit kerjanya. Hal ini ditandai dengan belum
adanya acuan mendasar yang digunakan serta dibuat sebagai gambaran perencanaan
dan pengembangan Karier PNS. Akibatnya, PNS tidak mampu serta tidak
mengetahui akan kemana setelah jabatan tersebut disandangnya dan berapa lama
waktu yang akan dilalui.
Terkait peningkatan kualitas organisasi dan PNS maka dilakukan pengiriman PNS
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Namun, hasil diklat yang diikuti tidak
pernah disosialisasikan kepada seluruh pegawai, padahal sebaiknya jika setelah
diklat diikuti dipaparkan kepada seluruh pegawai sebagai tambahan pengetahuan
dan pengalaman yang nantinya dapat turut meningkatkan kompetensi pegawai
tersebut dan diharapkan dapat berimbas pada peningkatan kualitas organisasi itu
sendiri.
Masalah background pendidikan yang tidak sesuai dengan institusi yang
dipegangnya, di Provinsi Kalimantan Tengah masih terjadi namun bukan merupakan
masalah berat. Ketidaksesuaian itu disebabkan oleh komposisi keahlian atau
keterampilan pegawai yang belum proporsional. Namun demikian, pegawai-pegawai
tersebut secara reguler terus dilatih dan diberikan pendidikan dan pelatihan terkait
unit yang dipimpinnya. Selain itu, pemikiran dasarnya jika sudah memiliki ijazah
sarjana (S1), maka sudah memiliki dan memahami konsep-konsep manajerial dan
pengambilan keputusan.
5. Sistem Evaluasi Pembinaan Karier PNS di Provinsi Kalimantan Tengah
Evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan kepegawaian daerah oleh pemerintah
daerah dilakukan secara triwulan namun, tidak menutup kemungkinan jika ada
masalah kepegawaian yang timbul maka evaluasi akan dilakukan. Evaluasi
dilakukan dengan pengawasan pada kepangkatan dengan jabatan agar tidak terjadi
penyimpangan persyaratan antara kepangkatan dengan jabatan yang tersedia.
Namun, dalam kenyataannya pelaksanaan evaluasi ini belum optimal dilakukan,
33. 22
disamping karena kuatnya pengaruh dan intervensi pihak-pihak yang berwenang
dalam menentukan reposisi (promosi dan mutasi) PNS.
C. Pelaksanaan Sistem Karier PNS di Kabupaten Barito Utara
1. Gambaran Umum Kabupaten Barito Utara
Kabupaten Barito Utara adalah salah satu kabupaten yang terletak di pedalaman
Pulau Kalimantan. Kabupaten Barito Utara terletak di kawasan khatulistiwa yaitu
pada posisi 1130
20’
- 1150
55’
Bujur Timur dan 00
49’
Lintang Utara -10
27’
Lintang
Selatan, dengan batas-batas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Murung Raya dan Provinsi Kalimantan Timur, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan,
sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kapuas. Luas wilayah Kabupaten Barito Utara lebih
kurang 8.300 km2
yang terdiri dari 6 kecamatan, 97 desa dan 5 kelurahan. Jumlah
penduduk kabupaten Barito Utara tahun 2006 ada 112.091 jiwa dengan prosentase
48,75% adalah perempuan dan sisanya yaitu 51,25% adalah laki-laki. Berdasarkan
luas wilayah yang ada, kepadatan penduduk Kabupaten Barito Utara tergolong
jarang, dimana hanya sekitar 14 orang per km2
.
Kabupaten Barito Utara terdiri dari dari 29 Organisasi Pemerintah Daerah (OPD).
Namun dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 maka
diadakan penyesuaian untuk OPD yang ada di Kabupaten Barito Utara, sebagai
berikut :
Tabel 3.1
Perhitungan Variabel Dalam Lampiran PP No.41 Tahun 2007
Variabel Keterangan Skor
⚫ Jumlah Penduduk 112.091 Jiwa 8
⚫ Luas Wilayah 8300 Km 35
⚫ Besaran APBD (Kisaran 400-600 M) Rp. 458.668.535.097 15
Jumlah 58
Dengan skor atau nilai kisaran 58 tersebut Kabupaten Barito Utara termasuk dalam
kriteria sedang. Sehingga jumlah OPD paling banyak 15 Dinas dan 10 Lembaga
Teknis Daerah (LTD) diluar Dinas Pendapatan, Inspektorat, BKD, Rumah Sakit dan
Polisi Pamong Praja.
Sebelumnya OPD yang dibentuk oleh Kabupaten Barito Utara tertuang dalam Perda
No.09 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Barito Utara, dimana terdapat Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 14 Dinas, 9
LTD, 9 Kecamatan dan 10 Kelurahan. Pada tahun 2008, telah dilakukan beberapa
penyesuaian yang tertuang dalam Perda No.3 tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito Utara, dimana terdapat Sekretariat
Daerah, Sekretariat DPRD, 13 Dinas, 11 LTD, 9 Kecamatan dan 10 Kelurahan. Pada
34. 23
perda yang baru dilakukan penggabungan dan pemisahan dinas-dinas dan LTD-LTD
yang ada. Perubahan tidak hanya terjadi pada OPD secara kuantitas saja. Namun
dari segi jabatan-jabatan yang tersedia juga ikut berubah.
2. Gambaran Perkembangan Kepegawaian Sipil di Kabupaten Barito Utara
PNS sebagai pelaksana urusan pemerintah daerah memegang peranan penting dalam
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah SDM Aparatur di
Kabupaten Barito Utara yang memegang jabatan struktural berjumlah 411 orang
dengan jumlah terbesar berada pada level eselon IV yakni sekitar 66% dari total
jumlah PNS yang memegang jabatan struktural yang ada. Secara lebih jelas dapat
diketahui dari tabel berikut.
Tabel 3.2
Data Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Eselonering Per Mei 2008
No. Tingkat Eselon Jumlah (Orang)
1. II a 1
2. II b 21
3. III a 105
4. III b -
5. IV a 257
6. IV b 14
7. V a -
8. V b 14
Total 411
Sumber: Barito Utara Dalam Angka 2006
Berdasarkan tingkat pendidikannya, PNS Kabupaten Barito Utara yang berjumlah
total sebanyak 1.511 orang didominasi oleh tingkat pendidikan SMA dengan tingkat
persentase sebesar 47 % dan tingkat pendidikan S2 sebesar 30 % serta D3 dengan
persentase sebesar 12%. Kondisi ini menggambarkan kesenjangan tingkat
pendidikan yang cukup jauh dan dapat berakibat pada pencapaian kompetensi yang
cukup renggang. Gap yang terbentuk ini nantinya dapat berpotensi pada kesulitan
melakukan penyeseuaian antara persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan
kapasitas yang dimiliki oleh PNS yang bersangkutan. selain itu, kesenjangan
dominasi pendidikan yang cukup jauh ini menjadikan pemerintah daerah perlu
melakukan secara intensif pendidikan dan pelatihan yang diharapkan dapat
mengupgrade kemampuan PNS-nya yang rendah. Secara lebih jelas gambaran
tingkat pendidikan PNS di Kabupaten Barito Utara dapat dilihat pada gambar
berikut.
35. 24
Gambar 3.3
Data Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 2006
3. Model dan Pelaksanaan Sistem Pengembangan Pola Karier PNS di
Kabupaten Barito Utara
Manajemen Pegawai Negeri Sipil menurut UU Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan
kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan
kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Hal
ini kemudian menjadi dasar arahan dalam pengelolaan aparatur baik di tingkat pusat
sampai dengan di tingkat-tingkat Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di
daerah-daerah. Pengelolaan aparatur yang baik ditujukan untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalitas dalam penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsinya. Untuk mewujudkannya diperlukan kegiatan-kegiatan manajemen
aparatur yang terintegratif. Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan
pola Karier bagi setiap aparatur.
Pola Karier Pegawai Negeri Sipil adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang
menggambarkan alur pengembangan Karier yang menunjukan keterkaitan dan
keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi,
serta masa jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam
jabatan tertentu sampai dengan pensiun (PP No.100 Tahun 2000 jo PP No. 13 Tahun
2002). Sedangkan Karier menurut Greenhouse, dkk (2000) adalah
“A career is defined as the pattern of work related experiences that span the course
of a person life”
Atau dengan kata lain Karier merupakan sebuah pengalaman kerja yang dilewati
seseorang dalam hidupnya. Di Indonesia sendiri pengembangan pola Karier
memiliki ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam peraturan-peraturan. Mulai
dari UU Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian, PP Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, PP Nomor 12 Tahun 2002 Tentang
36. 25
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural dan peraturan-
peraturan lain yang menjadi pedoman dalam pelakasanaan Pola Karier seorang
aparatur.
Dalam Kariernya seorang aparatur memiliki kesempatan untuk menduduki Jabatan
Karier. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya diduduki
oleh Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan. Perbedaan
antara kedua jabatan ini adalah kebutuhan kompetensi dan kemampuan yang
dituntut dari masing-masing jabatan tersebut. Jabatan Struktural lebih menuntut
kemampuan memimpin dan manajerial dalam mengemban jabatan dalam organisasi.
Sedangkan Jabatan fungsional lebih menuntut keahlian aparatur pada bidang tertentu
atau dengan kata lain seorang aparatur akan terspesialisasi dalam jabatan fungsional.
Dengan demikian jabatan-jabatan tersebut memiliki persyaratan-persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi oleh seorang aparatur. Seorang aparatur yang menduduki
Jabatan Fungsional dapat menduduki Jabatan Struktural (PP Nomor 100 tahun 2000
Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural) dan
sebaliknya (Pasal 10 PP Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil). Namun seorang aparatur tidak dapat merangkap Jabatan
Struktural sekaligus Jabatan Fungsional sesuai dengan apa yang termaktub dalam PP
Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan
rangkap kecuali Jaksa dan Peneliti. Seorang aparatur dapat dengan bebas
menentukan alur Kariernya, apakah ingin berKarier di jabatan-jabatan fungsional
atau di dalam jabatan-jabatan struktural.
Pelaksanaan pengembangan pola Karier pada Kabupaten Barito Utara secara umum
mengikuti peraturan-peraturan yang telah berlaku selama ini. Termasuk didalamnya
dengan mengikuti prosedur-prosedur dalam melakukan proses mutasi, rotasi dan
demosi aparatur dilingkungannya. Dalam setiap pengambilan keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan pola aparatur digunakan instrumen-instrumen yang telah
ditentukan. Peran Baperjakat beserta Pejabat Pembina Kepegawaian cukup dominan
dalam menentukan pola Karier seorang aparatur dimana keputusan-keputusan yang
diambil adalah keputusan yang mutlak dan harus dipenuhi oleh aparatur yang diberi
kepercayaan untuk mengampu jabatan tertentu. Namun, dalam setiap kegiatan rapat
untuk melakukan proses mutasi, rotasi dan demosi pihak Baperjakat beserta Pejabat
Pembina Kepegawaian selalu mempertimbangkan prestasi, kinerja dan disiplin
seorang aparatur. Disisi lain peran sentral dalam penentuan pola Karier seorang
aparatur yang dijalankan oleh Baperjakat bersama Pejabat Pembina Kepegawaian
membuat aparatur hanya dapat meraba pola Kariernya. Kondisi ini terkadang
membuat aparatur merasa kurang termotivasi untuk memperhatikan jenjang
Kariernya. Setiap aparatur juga memiliki pola Karier yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
Namun kondisi-kondisi dilapangan mengharuskan terjadinya penyesuaian-
penyesuaian. Beberapa jabatan-jabatan struktural yang mengharuskan aparatur
memiliki persyaratan kompetensi tertentu belum terisi karena tidak adanya aparatur
yang memenuhi persyaratan kompetensi jabatan struktural tersebut. Dibandingkan
dengan mengisinya dengan aparatur yang belum tentu memiliki kompetensi jabatan
walaupun secara persyaratan memenuhi. Seperti persyaratan pangkat dan golongan,
37. 26
DP3, serta senioritas. Untuk mengatasi kondisi demikian, pihak pemerintah
Kabupaten Barito Utara menjalankan mekanisme memberikan pendidikan dan
pelatihan kepada aparatur yang berpotensi kemudian didudukan dalam jabatan
tersebut. Dan mendudukan aparatur yang memiliki potensi kedalam jabatan tersebut
kemudian diberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan untuk memenuhi
persyaratan kompetensi jabatan yang dipangkunya.
Jabatan-jabatan Fungsional di lingkungan Pemerintah Kabupaten Barito Utara masih
sangat terbatas. Secara umum permasalahan yang dihadapi adalah kesulitan untuk
melakukan penilaian angka kredit. Karena terbatasnya pejabat penilai angka kredit
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Barito Utara. Membuat pejabat fungsional
melakukan penilaian angka kredit ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah atau
bahkan ke pemerintah pusat. Letak geografis Kabupaten Barito Utara yang berada di
pedalaman pulau Kalimantan merupakan kesulitan tersendiri bagi pejabat fungsional
untuk melakukan penilaian angka kredit. Hal ini menyebabkan keengganan
tersendiri bagi aparatur dilingkungan Pemerintah Kabupaten Barito Utara untuk
menduduki jabatan fungsional. Walau demikian, Pemerintah Kabupaten Barito
Utara tetap memberikan keleluasaan bagi para aparatur untuk memilih jalur
Kariernya sendiri, dengan tetap memberikan arahan dan informasi-informasi yang
bersifat membantu aparatur dalam menentukan Kariernya masing-masing.
Dalam melakukan pengembangan pola Karier aparatur di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Barito Utara dilakukan dengan mengacu pada aspek formil yang dimiliki
oleh setiap aparatur. Dengan mempedomani aturan dan ketentuan yang berlaku
seperti Penetapan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) sesuai dengan Surat Edaran
Kepala Badan Kepegawaian Nasional (dahulu disingkat BAKN) No.03/SE/1980.
DUK ini selalu dievaluasi dan di update dengan perubahan-perubahan yang terjadi
oleh aparatur. Dan waktu evaluasinya tidak menentu karena selalu fleksibel terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi.
Pengukuran prestasi kerja juga dilakukan secara rutin dengan instrumen DP3. DP3
akan merekam sebaik mungkin tentang prestasi kerja yang telah dicapai oleh
aparatur di Barito Utara. Yang selanjutnya DP3 menjadi indikator yang dipedomani
oleh Baperjakat dan PPK dalam menentukan Pola Karier. Apresiasi lain yang
diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Barito Utara kepada aparatur yang memiliki
prestasi dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan promosi, kesempatan
untuk mengikuti tugas belajar dan diklat, dan pemberian jabatan yang memiliki
beban/volume kerja yang lebih membutuhkan penanganan secara komprehensif.
Dengan adanya stimulan yang positif aparatur dilingkungan Pemerintah Kabupaten
Barito Utara menunjukkan semangat dan prestasi kerja yang optimal sebagai
indikator output sehingga tujuan serta visi dan misi dari satuan kerja OPD yang ada
di lingkup pemerintahan dapat terwujud secara optimal.
4. Permasalahan-Permasalahan Pokok Dalam Pelaksanaan Sistem Pola Karier
PNS di Kabupaten Barito Utara
Pada dasarnya beberapa permasalahan yang muncul dalam pola Karier adalah
permasalahan pelaksanaan peraturan-peraturan di lapangan selain kondisi masing-
masing aparatur itu sendiri. Jika dapat diidentifikasikan permasalahan yang dihadapi
38. 27
dalam pengelolaan pola Karier di lingkungan Pemerintah Kabupaten Barito Utara
adalah sebagai berikut:
a. “Bottle-neck”
Kondisi “bottle neck” dapat diartikan secara singkat sebagai kondisi dimana seorang
aparatur telah mencapai titik Karier tertinggi yang dapat dicapainya pada saat masa
pengabdian masih panjang. Kondisi ini juga terjadi pada aparatur di lingkungan
Kabupaten Barito Utara. Kondisi ini dihadapi oleh para aparatur yang menduduki
jabatan struktural maupun fungsional. Pejabat fungsional merasa hanya dapat
mencapai pangkat tertentu saja. Sebagai contoh seorang Guru yang telah mencapai
pangkat IV/a merasa kesulitan untuk naik pangkat ke golongan yang lebih tinggi
karena persyaratan yang dihadapi cukup berat. Untuk kenaikan pangkat dari
golongan IV/a ke golongan IV/b ke atas seorang guru dipersyaratkan untuk
mengumpulkan angka kredit dari bidang kegiatan pengembangan profesi guru
minimal sebesar 12 point (Sulipan, 2000). Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara No.84 Tahun 1993 Tentang Kegiatan
Pengembangan Profesi meliputi:
1. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan;
2. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
3. Menciptakan karya seni;
4. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
5. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Selain persyaratan tersebut cukup berat terutama persyaratan nomor satu yaitu
“melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) dibidang pendidikan. Adanya
keharusan untuk mempublikasikan hasil karya tulis/karya ilmiah dalam media-
media yang telah ditentukan dan memiliki standar tertentu membuat sebagian guru
merasa keberatan. Sebagai alternatif untuk meneruskan Karier bagi pejabat
fungsional yang telah mencapai bottle neck seperti ini adalah dengan mencoba
untuk mengisi jabatan-jabatan struktural.
Demikian juga dengan jabatan-jabatan struktural yang seolah-olah semakin
mengkerucut jumlahnya. Semakin tinggi jabatan struktural yang dimaksud semakin
sedikit jabatan yang tersedia. Selain itu jabatan-jabatan struktural yang tersedia
semakin sedikit dengan adanya PP Nomor 41 Tentang Organisasi Pemerintah
Daerah. Kondisi ini akan menjadi kontra produktif karena aparatur yang
berkonsentrasi pada jalur jabatan-jabatan struktural telah ikut mengantri
sebelumnya. Peran Baperjakat dan Pejabat Pembina Kepegawaian menjadi semakin
penting dalam pelaksanaan pola Karier aparatur. Bagaimana menetapkan aparatur
yang tepat diposisi yang tepat dengan tetap memberikan nuansa keadilan sehingga
konflik yang terjadi dapat dieliminasi.
b. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang diamanahkan dalam PP No.10
Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
menurut beberapa kalangan aparatur di Pemerintah Kabupaten Barito Utara sudah
kurang sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebagai salah satu instrumen penilaian
dan pertimbangan dalam menentukan pola Karier seorang aparatur DP3 ini
39. 28
dipergunakan sebagai salah satu persyaratan untuk kenaikan pangkat dan
pengangkatan dalam jabatan struktural. Dalam PP No.100 Tahun 2000 Tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, sebagaimana yang
diubah dengan PP No.13 Tahun 2002 Tentang hal yang sama. Pada Pasal 5
menyebutkan “d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir”. Dengan demikian DP3 menjadi salah
satu instrumen penilaian kinerja aparatur yang cukup vital bagi pola Karier aparatur.
Sesuai dengan PP No.10 Tahun 1979 penilaian dilakukan oleh Pejabat Penilai yang
tidak lain adalah atasan aparatur yang bersangkutan. Unsur penilaian ini akan
tergantung dari subjektifitas dari pimpinan aparatur tersebut dalam memaknai
unsur-unsur penilaian. Unsur-unsur penilaian yang termaktub dalam PP No.10
Tahun 1979 Pasal 4 huruf (2) menyebutkan Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai adalah: kesetiaan; prestasi kerja; tanggung
jawab; ketaatan; kejujuran; kerjasama; prakarsa; dan kepemimpinan.
Dirasakan oleh beberapa kalangan aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Barito
Utara sudah tidak sesuai lagi dengan pelaksanaan di lapangan saat ini. Menurut
Cascio, 2003 dan Noe et al, 2003 yang dikutip oleh Eris Yustianto menyebutkan
minimal ada lima kriteria penilaian kinerja yang efektif, kriteria tersebut antara lain:
1. Relevan (relevance)
Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar
untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat
keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang
telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang
akan dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity)
Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam
membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability)
Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata
lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda
dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability)
Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat
diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality)
Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Sebagai contohnya adalah pemaknaan unsur prestasi kerja. Sebagai unsur yang
dapat mengukur prestasi kerja aparatur di seluruh lingkungan Pemerintah
Kabupaten Barito Utara tanpa membedakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang
dijalankan oleh aparatur yang bersangkutan kriteria Reabilitas kurang diperhatikan.
Karena secara tupoksi setiap aparatur akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Sehingga dengan demikian unsur prestasi kerja penilaiannya akan sangat
tergantung dari masing-masing pimpinan. Karena unsur penilaian yang juga akan
40. 29
turut dipertanyakan adalah kemampuan dan kompetensi seorang aparatur untuk
menduduki sebuah jabatan yang berbeda.
c. Tidak sesuainya antara kebutuhan organisasi dengan ketersediaan Sumber Daya
Aparatur
Seperti yang telah dijelaskan, dengan dikeluarkannya PP No.41 Tahun 2007
Tentang Organisasi Pemerintah Daerah maka dikehendaki adanya perubahan dalam
unsur SKPD yang ada di Kabupaten Barito Utara. PP tentang OPD ini kemudian
disikapi oleh Pemerintah Kabupaten Barito Utara dengan mengeluarkan Perda No.3
Tahun 2008 Tentang Organisasi Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito
Utara. Sebelumnya Organisasi Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito
Utara diatur dalam Perda No.9 Tahun 2004. Dampak yang paling signifikan dari
adanya Perda tentang OPD yang baru ini adalah ketersediaan jabatan-jabatan
struktural.
Tabel 3.3
Jumlah Eselon Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2004 dan Perda No. 3 Tahun 2008
Eselon
Jumlah
Keterangan Bertambah/
(Berkurang)
Perda No.9
Tahun 2004
Perda No.3
Tahun 2008
IIa 1 1 -
IIb 21 29 8
IIIa 106 42 (64)
IIIb 0 96 96
IVa 283 389 106
IVb 54 40 (14)
Va 0 0 -
Vb 14 0 (14)
Jumlah 479 597 118
Sumber: Bagian Organisasi dan Tata Laksana Pemkab Barito Utara, 2008
Secara umum memang terlihat bahwa jabatan struktural akan bertambah sebanyak
118 jabatan. Namun jika ditelaah lebih lanjut pada jabatan struktural dengan eselon
IIIa akan berkurang sebanyak 64 jabatan menjadi 42 jabatan yang sebelumnya 106
jabatan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya surplus aparatur yang memiliki
syarat untuk menduduki jabatan pada eselon IIIa. Kondisi ini dapat disiasati dengan
menaikkan pejabat-pejabat tersebut ke jenjang yang lebih tinggi yakni ke eselon IIb
maupun ke eselon IIa. Namun demikian kondisi ini hanya menjadi alternatif
sementara karena aparatur yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan eselon IIb
maupun IIa hanya 30 orang untuk 30 jabatan. Sedangkan sisa pejabat yang tidak
mendapatkan jabatan di eselon IIIa akan lebih dari 30 orang. Kondisi seperti ini
juga terjadi di jabatan-jabatan struktural eselon IIa dan IIb. Fungsi Baperjakat dan
Pejabat Pembina Kepegawaian akan sangat penting mengingat kondisi yang
41. 30
mengharuskan mereka untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam menempatkan
aparatur dalam jabatan-jabatan tersebut.
Sebenarnya surplus aparatur yang memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan-
jabatan struktural bukan merupakan isyarat bahwa semua jabatan-jabatan struktural
akan terisi. Baperjakat dan Pejabat Pembina Kepegawaian di Pemerintah
Kabupaten Barito Utara sangat selektif untuk menempatkan aparatur dalam jabatan-
jabatan struktural. Keinginan untuk menempatkan orang yang tepat dalam jabatan
yang tepat (the right man on the right position) melandasi setiap rapat-rapat
penentuan pejabat-pejabat yang mengisi jabatan-jabatan struktural.
Tabel 3.4
Data Jabatan Terisi dan Kosong Berdasarkan Eselonering Mei 2008
Eselon Terisi Plt. Kosong Jumlah
IIa 1 - - 1
IIb 17 1 3 21
IIIa 95 1 10 106
IIIb - - - -
IVa 243 8 26 277
IVb 14 2 38 54
Va - - - -
Vb 13 - 1 14
Jumlah 383 12 78 473
Prosentase 80,97 % 2,54% 16,49% 100%
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Barito Utara
Dari data yang disajikan di atas terlihat bahwa dari keseluruhan jabatan yang
tersedia sebanyak 16,49% atau sekitar 78 jabatan belum terisi dan sekitar 2,54%
atau 12 jabatan dijabat oleh Plt. Kondisi ini dapat menggambarkan selektifnya
pihak Baperjakat dan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menempatkan sumber
daya aparatur yang dimilikinya pada posisi yang semestinya. Namun kondisi ini
secara umum tidak menghambat tupoksi yang dijalankan oleh masing-masing
SKPD.
d. Kesulitan dalam proses penentuan sistem pemberian kompensasi
Sebagai salah satu bentuk apresiasi sekaligus stimulus bagi para aparatur agar
semakin giat dalam meningkatkan kinerjanya, pemberian kompensasi menjadi salah
satu alternatif. Sebelumnya pihak Pemerintah Kabupaten Barito Utara pernah
mencanangkan pemberian kompensasi berbentuk insentif kepada setiap aparatur.
Insentif ini ditegaskan dalam bentuk Perda. Namun dalam perjalanannya
penggunaan Perda ini di tangguhkan karena terdapat keganjilan yang ditemukan
oleh pihak BPKP atau pengawas. Kondisi ini membuat pihak Pejabat Pembina
Kepegawaian harus berhati-hati untuk memberikan kompensasi dalam wujud
insentif.