Disampaikan pada Pelatihan Evidence-Based Policy Making bagi Pegawai BPOM
Oleh: Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan
Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
1. PENERAPAN EVIDENCE-BASED POLICY MAKING &
KAITANNYA DENGAN INDEKS KUALITAS KEBIJAKAN
Deputi Kajian Kebijakan dan
Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Dr.
Tri
Widodo Wahyu Utomo,
MA
2. Prolog: Sejarah EBP
§ Terdapat proposisi bahwa pengetahuan yang
handal adalah
instrumen untuk mewujudkan kebijakan yang
berkualitas.
Ilmu
sosial (ekonomi,
sosiologi,
politik,
psikologi dll)
berkembang pesat
dan ilmuwan sosial terlibat dalam berbagai aktivitas reformasi
kebijakan.
§ Namun,
hasilnya masih belum optimal
karena penelitian sosial yang
tidak memadai,
serta kapasitas implementasi dan koordinasi yang
buruk dari lembaga pemerintah.
Itulah sebabnya,
penggunaan data
kuantitatif dan metode eksperimental sangat dianjurkan sebagai
sarana untuk memberikan bukti (evidence)
yang
lebih tepat dan
andal bagi para
pembuat keputusan.
Sumber:
Brian
W.
Head
(2010),
Reconsidering
evidence-‐based
policy:
Key
issues
and
challenges,
“Policy
and
Society”,
29:2,
77-‐94
3. Saya
ingin mengakhiri
mengambil kebijakan yang
berwarna ideologi.
Kebijakan publik dibawah
pemerintahan saya
haruslah yang
problem
solving.
Ia harus evidence-‐
based
policy.
Ia harus
kebijakan yang
berdasar
pada
bukti,
pada
data,
dan
pada
riset.
Saya
meyakini,
kebijakan
publik akan lebih melayani
kepentingan masyarakat
jika ia bersandar pada
prosedur ilmiah,
bukan
giringan ideologi.
Tony
Blair
(PM
Inggris,
2
Mei
1997 – 27
Juni
2007)
Sumber:
UK
Cabinet
Office,
1999,
Professional
policy
making
for
the
twenty
first
century.
London.
4. REGULATORY QUALITY Percentile rank countries (ranges from 0 (lowest) to 100 (highest) rank)
Indonesia,
51.44
Singapore,
100.00
Brunei,
73.08
Malaysia,
73.56
Thailand,
60.58
Vietnam,
41.83
Philippines,
55.29
Myanmar,
21.63
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Rank
WGI:
1) Voice
and
Accountability:
2) Political
Stability
and
Absence
of
Violence;
3) Government
Effectiveness;
4) Regulatory
Quality;
5) Rule
of
Law;
6) Control
of
Corruption
Tantangan Mewujudkan EBP
5. Latar Belakang IKK
Kualitas
kebijakan masih
kurang baik, tumpang-‐tindih,
tidak
berpihak
pada publik,
minim
bukti
(tidak
evidence-‐
based).
2005-‐2015
terdapat
41.223
regulasi
di
pusat
&
daerah
berpotensi
tumpang
tindih
(Bappenas,
2015).
Pembatalan
menyelesaikan
masalah?
Perlu
perbaikan
dari
hulu
s.d hilir
kebijakan!
Kegiatan
Level
Mikro
RB
2020-‐2024
dengan
kegiatan:
(a)
perencanaan
kebijakan
yang
meliputi
agenda
setting
&
formulasi
kebijakan;
(b)
evaluasi
kemanfaatan
kebijakan
yang
telah
disusun
IKK
telah diadopsi sebagai salah
satu indeks pengukuran
capaian RB
2020-‐2024
oleh
Kementerian PAN-‐RB
sesuai
PermenPAN-‐RB
No.
25/2020
IKK
6. Gap Between Knowledge & Policy,
dan Urgensi EBP
Policy
Knowledge
(Research)
o Keengganan pengambil kebijakan
menggunakan hasil penelitian
kebijakan;
o Pelaku kebijakan tidak cukup
memiliki kapasitas dan
idealisme
melakukan reformasi kebijakan;
o Peneliti kebijakan tidak mengerti detil
persoalan di
lapangan,
serta gagal
menangkap komplikasi realitas politik
mikro &
prosedur administrasi yang
renik;
o Hasil
kajian para
peneliti kebijakan terlalu
akademis,
normatif,
dan
abstrak.
Sumber:
Fadillah Putra
dan
Anwar
Sanusi,
2019,
Analisis Kebijakan
Publik Neo-‐Institusionalisme:
Teori dan
Praktek,
Jakarta:
LP3ES
EBP
7. EBP sebagai Esensi Policy Analysis
TEORI
Model
Kerangka
Pikir
Kebijakan
publik yang8
berkualitas
Rendahnya kualitas kebijakan adalah cermin dari
dangkalnya aspek teoretis yang6digunakan dalam
analisis kebijakan publik
Sumber:8Fadillah Putra+&+Anwar+Sanusi+(2019)
! Kejelasan(teori diturunkan kedalam Kerangka Pikir,(
untuk memberi arah dan-orientasi terhadap analisis
dan-pertanyaan penelitian.-
! Model(disusun untuk menguji,(mengoreksi,(dan(
memperbaiki sebuah teori (dan-kerangka pikir).
! Maknanya,(sebuah kebijakan yang(baik tidak mungkin
bisa diwujudkan tanpa memiliki akar teori yang(kuat.(
Namun,(teori saja sangat tidak cukup.(Ia harus
direkonstruksi dalam sebuah Kerangka Pikir agar(dapat
bekerja (workability).
EBP
8. EBP: Mengubah Interaksi Pengetahuan-Kebijakan
Power speaks
to truth
Truth speaks
to power
(Price, 1965)
(Alison Shaw, 2005)
10. Penataan
Peraturan
Perundangan/Deregulasi Kebijakan
IKK
sebagai
indikator
pengukuran capaian Reformasi Birokrasi Nasional
pada tataran meso pada sasaran
Birokrasi yang
Kapabel,
sesuai PermenPAN 25/2020
tentang Road
Map
Reformasi Birokrasi 2020-‐2024
dengan
target
Persentase kementerian/lembaga/pemda dengan IKK
baik sebesar 100%
pada tahun 2024
Indeks Reformasi Hukum Indeks Kualitas Kebijakan
Kegiatan
Level
Mikro
Reformasi
Birokrasi
2020-‐2024
pada
Program/Area
Perubahan:
• Melakukan perencanaan kebijakan yang
meliputi agenda
setting
dan formulasi
kebijakan;
• Melakukan evaluasi kemanfaatan kebijakan
yang
telah disusun
• Melakukan identifikasi dan pemetaan regulasi
lingkup instansi pemerintah (menghilangkan
overlapping
peraturan);
• Deregulasi aturan yang
menghambat birokrasi;
• Penguatan sistem regulasi nasional lingkup
instansi pemerintah;
IKK dan Indeks RB
11. Framework IKK
Formulasi
Kebijakan
Agenda
Setting
Implementasi
Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan
PELAKSANAAN
KEBIJAKAN
Pengukuran
implementasi
kebijakan
dengan
berfokus
pada
dimensi
pengorganisasian,
komunikasi
kebijakan
dan
monitoring
kebijakan.
Pengukuran
formulasi
kebijakan
dengan
melihat
pada
proses
pengambilan
keputusan
kebijakan
berdasarkan
beberapa
kriteria
yang
terukur.
Pengukuran
agenda
setting
kebijakan
terhadap
proses
identifikasi
masalah
kebijakan,
analisis
masalah
kebijakan,
dan
partisipasi
publik
dalam
perumusan
kebijakan.
Pengukuran
evaluasi
kebijakan
dengan
melihat
pada
efektivitas,
efisiensi,
dampak
dan
kemanfaatan,
penerimaan
dan
responsivitas
kebijakan.
IKK PERENCANAAN
KEBIJAKAN
IKK
adalah
instrumen untuk
menilai kualitas
kebijakan
pemerintah dilihat
dari proses
pembuatan
kebijakan dan
bagaimana
melakukan
pengaturan agenda,
formulasi dan
implementasi,
serta
melakukan evaluasi
kemanfaatan
kebijakan yang
telah disusun
12. 60
50
DIMENSI IKK
50
60
FORMULASI
KEBIJAKAN
PERENCANAAN
KEBIJAKAN
PELAKSANAAN
KEBIJAKAN
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN
40 AGENDA
SETTING
40
EVALUASI
KEBIJAKAN
a. Pengorganisasian
b. Komunikasi Kebijakan
c. Pelaksanaan Monitoring
a. Efektivitas
b. Efisiensi
c. Dampak
d. Kesesuaian nilai
a. Berorientasi ke depan
b. Outward Looking
c. Bebasis data
d. Inovatif
e. Compliance
a. Identifikasi Masalah
b. Kajian Terhadap Isu – Isu Aktual
c. Konsultasi Publik Terhadap Isu
dan Assesment yang Dilakukan
a. Identifikasi dan Validasi Isu
b. Penyaringan dan Konsultasi
Publik terhadap Isu
a. Berorientasi ke depan
b. Outward Looking
c. Berbasis data
d. Inovatif
a. Pengorganisasian
b. Komunikasi Kebijakan
c. Monitoring Kebijakan
a. Efektivitas
b. Efisiensi
c. Dampak dan Kemanfaatan
d. Kesesuaian Nilai
EKSISTING REVISI
Dimensi IKK
13. 113
K/L/D
yang
telah mendaftar dalam sistem IKK
(ikk.lan.go.id)
M
• 6 Ministries
NM
• 7 Non
Ministries
LG
• 35 Local
Governments
48 K/L/D mengisi survey
IKK
IKK Assessment 2017-2018
17. Lesson
Learned
dan Strategi Meningkatkan IKK
§ Hasil pengukuran nasional menunjukkan masih cenderung belum
dilakukan kajian /
analisis untuk pengambilan kebijakan,
termasuk kajian
terhadap masalah kebijakan (agenda
setting).
§ Kebijakan dalam beberapa kondisi masih kurang melindungi kebutuhan
dari kelompok rentan.
§ Perlunya meningkatkan partisipasi publik dalam proses
penyusuan
kebijakan,
termasuk sejak proses
agenda
setting
berlangsung.
§ Perlu mengarahkan desain kebijakan dan implementasi kebijakan untuk
dapat memberikan nilai tambah terkait manfaat dan dampak yang
dapat diukur dalam aspek evaluasi kebijakan.
§ Intensitas evaluasi kebijakan perlu ditingkatkan agar
kebijakan hanya
‘selesai’
pada implementasi namun kurang dilihat kemanfaatannya.
§ Penguatan peran think
tank
dalam proses
kebijakan,
baik dari
sumberdaya internal
organisasi (ragam JF)
atau pun
sumberdaya eksternal
(akademisi,
pakar/praktisi,
dll).