1. Ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memah (memakan) dua kali sehingga
kelompok hewan tersebut dikenal uga sebagai hewan memamah biak. Dalam sistem klasifikasi,
manusia dan hewan ruminansia pada umumnya mempunyai kesamaan siri dari sistem
pencernaan hewan ruminansia dan manusia. Seperti halnya pada manusia, hewan ruminansia
memiliki seperangkat alat pencernaan seperti rongga mulut (gigi) pada hewan ruminansia
terdapat gigi gerahan yang besar yang berfungsi untuk menggiling dan menggilas serta
mengunyah rerumputan yang mengandung selulosa yang sulit dicerna. Selain rongga mulut
hewan ruminansia memiliki persamaan dalam alat pencernaan yaitu esophagus, lambung dan
usus. Yang membedakan hewan ruminansia dan manusia yaitu susunan dan fungsi alat
pencernaan , terutama susunan dan fungsi dari gigi dan lambung.
Lambung hewan ruminansia terdiri atas lambung pengunyah, yaitu rumen (perut besar) dan
retikilum (perut gala), serta lambung kelenjar yaitu omasum ( perut lutab) dan abomasums (perut
masam). Abomasum merupakan lambung sesungguhnya yang juga dimiliki mamalia lainnya.
Mekanisme pencernaan makanan hewan ruminansia adalah makanan berupa rumput yang telah
dikunyah di dalam mulut masuk ke dalam rumen melalui esophagus makanan disimpan
sementara dirumen. Selanjutnya, makanan menuju retikulum dan dicerna di dalamnya. Makanan
yang telah dicerna kemudian dikeluarkan kembalai ke mulut. Didalam mulut dikunyah kembali
dan sitelan lagi ke retikulum, proses ini disebut memamah biak. Selanjutnya makanan masuk ke
omasum, di sini terjadi proses penyerapan air. Selanjutnya makanan diteruskan ke abomasum
(perut masam) makanan yang sudah dicerna di abomasum akan akan diteruskan ke usus halus.
Di usus halus terjadi proses penyerapan sari-sari makanan, sisa-sisa makanan yang tidak diserap
dikirim ke ususu besar. Setelah mengalami penyerapan air, sisa makanan berupa ampas
dikeluarkan melalui anus.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi
untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri
terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak
seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih
kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan
pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya
dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
Struktur khusus sistem pencernaan hewan ruminansia :
1. Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan
seperli rumput.
2. Geraham belakang (Molare) memiliki bentuk datar dan lobar.
3. Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
4. Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan
Abomasum.
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas
mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan
kadangkadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.
Sapi, misalnya, mempunyai susunan gigi sebagai berikut:
2. 3 3 0 0 0 0 0 0 Rahang atas
M P C I I C P M Jenis gigi
3 3 0 4 4 0 3 3 Rahang bawah
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak
mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak
dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan
berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa.
Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan)
pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus
berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut. Lambung
mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah
kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan
peragian.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan
abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya.
Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini
terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara
bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan
fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa
tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan
akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan
Jimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan
kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi
enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum,
yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus
secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang
sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi
sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan
asam amino esensial seperti pada manusia.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada
sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh
bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada
sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci,
dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni
3. pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung
dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali.
Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan
dicernakan lagi oleh kelinci.
Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum
karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses
pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan
berlangsung dengan cepat.
Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi
oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).
Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna
selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4
yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme
bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik
akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio).
Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia – Sahabat Pustakers, pada kesempatan kali ini Pustaka
sekolah akan share mengenai sistem pencernaan hewan Ruminansia pemamah biak. Hewan
pemamah biak atau ruminansia memiliki susunan gigi yang berbeda dengan manusia. gigi yang
berkembang pada hewan pemamah biak adalah gigih geraham karena diperlukan untuk
mencernakan makanan yang berserat.
Gigi seri dierlukan untuk menjepit dan memotong makanan berupa rumput. Jenis makanan
berupa rumput dan sejenisnya sukit untuk dicernakan sehingga sistem pencernaan hewan
ruminansia lebih kompleks daripada manusia, baik strukturnya maupun caranya.
Lambung ruminansia seperti domba, kerbau dan sapi terdiri atas rumen (perut besar), retikulum
(perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam). Rumput yang ditelan masih
kasar dan masuk ke dalam rumen dan retikulum untuk menjalani proses pencernaan secara
4. mekanik oleh gerakan dindingnya yang tebal. Pencernaan tersebut terjadi secara kimia oleh
bakteri fermentasi (respirasi anaerob) sehingga dihasilkan bubur makanan yang relatif masih
kasar.
Jika sudah merasa kenyang, pemasukan makanan dihentikan. Makanan yang berupa bubur kasar
dari retikulum sedikit demi sedikit akan dikembalikan ke mulut dan mengalami pencernaan
secara kimia oleh air ludah yang ber-PH netral. Di dalam mulut, selulosa alam akan diubah
menjadi glukosa oleh enzim selulose. Selain itu , glukosa akan diubah menjadi asam lemak,
CO2, dan CH4.
Setelah dari mulut, makanan yang menjadi lebih halus akan masuk ke omasum dan mengalami
pencernaan secara mekanik, kemudian akan diteruskan ke dalam abomasum. Abomasum serupa
dengan lambung manusia. di dalam abomasum, makanan akan mengalami pencernaan secara
mekanik oleh dinding abomasum dan pencernaan secara kimia oleh enzim-enzim yang
dihasilkannya. Di dalam abomasum juga terjadi pencernaan oleh bakteri yang bersimbiosis
dengan hewan tersebut. makanan dari abomasum masuk ke dalam usus halus untuk dicernakan
lebih lanjut.
Pada ruminansia, terdapat enzim selulose yang berfungsi mencerna selulosa. Enzim ini tidak
terdapat pada manusi. Adapun pada kuda, pencernaan selulosa terjadi hanya satu kali, yakni
didalam usus buntu. Oleh karena itu, feses sapi dan kerbau lebih halus daripada feses kuda.
secara singkat, alur mekanisme pencernaan hewan pemamah biak adalah sebagai berikut:
Mulut => kerongkongan => rumen => retikulum => kerongkongan => orasum =>
abomasum => usus halus => usus besar => anus.
Hewan Herbivor, seperti berang-berang atau beaver (aplodonatia sp), memiliki taring bawah dan
taring atas yang besar yang digunakan untuk mengerat tumbuhan. Hewan ini tidak memiliki gigi
seri, sedangkan badak tidak memiliki gigi taring dan gigi seri. Adapun hewan karnivor, seperti
kucung, memiliki gigi taring, gigi seri dan geraham untuk menguyah makanan.