Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) serta alur proses sertifikasinya. Dokumen tersebut juga menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi CPOB dan CPBBAOB.
4. Regulasi Pengembangan Industri Farmasi
Rencana Induk
Pembangunan Industri
Nasional (2015-2035)
•6 Maret 2015
•Industri Farmasi Industri
Andalan
Paket Kebijakan
Ekonomi ke XI
• Maret 2016
• Pengembangan Industri
Farmasi dan Alat
Kesehatan
Inpres No. 6 Tahun
2016
• 6 Juni 2016
• Percepatan
Pengembangan Industri
Farmasi & Alkes
Permenkes No. 17
Tahun 2017
• 27 Februari 2017
• Rencana Aksi
Pengembangan Industri
Farmasi & Alkes
5. Instruksi kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk:
1. Memfasilitasi pengembangan obat dalam rangka mendukung akses
dan ketersediaan obat untuk masyarakat sebagai upaya peningkatan
pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional;
2. Mendukung investasi pada sektor industri farmasi dan alat kesehatan
melalui fasilitasi dalam proses sertifikasi fasilitas produksi dan penilaian
atau evaluasi obat; dan
3. Mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan terhadap
regulasi dan standar dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan
khasiat serta peningkatan daya saing industri farmasi.
Inpres No. 6 Tahun 2016
Percepatan Pengembangan Industri Farmasi & Alkes
6. Kondisi Industri Farmasi Indonesia
Vaksin
• Vaksin produksi Indonesia telah
memenuhi standar PQ-WHO
• Telah digunakan di lebih dari 130
negara
Natural
• Pasar obat herbal meningkat
• Peralihan dari obat kimia ke obat alami
• Besarnya potensi tanaman obat
Indonesia (keanekaragaman hayati)
Produk Bioteknologi
• Potensi pasar dalam negeri masih besar
dan terus meningkat
• Mulai berkembangnya industri
biofarmasi Indonesia
BBO Kimia
• Kebutuhan tinggi, namun didominasi
BBO impor
• Industri Kimia Dasar pendukung tidak
tersedia
• Persaingan mutu dan harga dengan
pemain besar dari luar negeri
7. Sumber: Permenkes No. 17 Tahun 2017 – Rencana Aksi Pengembangan IF dan Alkes
2016-2018 2019-2021 2022-2025
1. EPO (Erythropoetin)
2. GCSF (Granulocyte Colony
Stimulating Factor)
3. Probiotic
4. Insulin
5. Stem cell protein (Wound
care and cosmetics)
6. Somatropin
7. EGF (Epidermal Growth
Factor)
8. Enoxaparin
9. Plasma Fractination
1. Blood Fractionation
2. Growth Hormone
3. Interferon
4. Trastuzumab
5. Insulin
6. MAB (oncology)
Rituximab,
Bevacizumab
1. MAB (Monoclonal
Anti Body)
2. Insulin analogue
SKENARIO PENGEMBANGAN PRODUK BIOTEKNOLOGI
8. Produk Biologi adalah produk yang mengandung bahan biologi yang berasal dari
manusia, hewan atau mikroorganisme yang dibuat dengan cara konvensional, antara
lain ekstraksi, fraksinasi, reproduksi, kultivasi, atau melalui metode bioteknologi, antara
lain fermentasi, rekayasa genetika, kloning, termasuk tetapi tidak terbatas pada enzim,
antibodi monoklonal, hormon, sel punca, terapi gen, vaksin, produk darah, produk
rekombinan DNA, dan imunosera.
(Peraturan Kepala Badan POM No. 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat)
Digunakan untuk:
- Mengobati (umumnya sebagai life saving pada penyakit berat atau kronik)
- Mencegah (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi), atau
- Mendiagnosa penyakit berat, kronik
Produk Biologi
9. 9
Kekhasan Produk Biologi
Sangat spesifik setiap produknya karena dibuat dari sumber yang hidup
Substansinya tidak homogen seperti obat kimia
Lebih sulit ditetapkan karakteristiknya
Proses pembuatan berlangsung dalam lingkungan aseptik
Termolabil karena berupa protein, sel atau organisme yang dilemahkan
Masa kadaluarsa pendek
11. Dasar Hukum Penerapan CPOB
• Pasal 98 Ayat (1): Sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus aman, berkhasiat/
bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
UU No. 36 Tahun
2009 tentang
Kesehatan
• Pasal 6 Ayat (2): Industri farmasi wajib
memenuhi persyaratan CPOB.
Permenkes No.
1010/MenKes/Per/XI
/2008 tentang
Registrasi Obat
• Pasal 8 Ayat (1): Industri farmasi wajib
memenuhi persyaratan CPOB.
• Pasal 8 Ayat (2): Pemenuhan persyaratan
CPOB dibuktikan dengan Sertifikat CPOB.
Permenkes No.1799
Tahun 2010 tentang
Industri Farmasi
Peraturan Kepala Badan
POM No.
HK.04.1.33.12.11.09937
Tahun 2011 tentang Tata
Cara Sertifikasi CPOB
Peraturan Kepala Badan
POM No. HK
03.1.33.12.12.8195 Tahun
2012 tentang Penerapan
Pedoman CPOB
Peraturan Kepala Badan
POM No. 24 Tahun 2017
tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat
12. 1. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan
Obat yang Baik
2. Sertifikat CPOB diterbitkan berdasarkan permohonan tertulis kepada Kepala
Badan.
3. Sertifikat CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan bentuk
sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau
sebagian tahapan.
4. Sertifikat CPBBAOB diberikan untuk setiap unit bangunan dengan jenis Bahan
Baku Aktif Obat yang dibuat.
5. Produksi skala pilot (misal untuk optimasi formula di mana produk tidak
ditujukan untuk uji klinis), tidak dipersyaratkan dilakukan di fasilitas yang
tersertifikasi CPOB/CPBBAOB.
Sertifikasi CPOB
13. Pemberian Rekomendasi Izin Industri Farmasi
Inspeksi oleh
Pusat dan Balai
CAPA
Permenkes No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 Industri Farmasi
BPOM
BPOM
Kemenkes
BPOM
Kemenkes
BPOM
Persetujuan RIP
Rekomendasi Teknis
Izin Prinsip dari Dirjen
Farmalkes
Inspeksi CPOB
Rekomendasi Izin Industri Farmasi kepada
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alkes
Rekomendasi Teknis Izin Industri
Farmasi dari Dirjen Farmalkes
Penerbitan Sertifikat CPOB
Permenkes No. 93 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Bidang Kesehatan di Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM)
BKPM
BKPM
Persetujuan Izin
Prinsip
Penerbitan Izin Industri
Farmasi
Penerbitan Izin Prinsip
dari Dirjen Farmalkes
Penerbitan Izin Industri Farmasi
dari Dirjen Farmalkes
14. Inspeksi Rutin IF:
- Kepatuhan CPOB
- Product Recall
- Kepatuhan regulasi
Risk-based
assessment
Memenuhi
CPOB
Tidak Perlu
Inspeksi
Tidak Memenuhi CPOB
Manajemen
Risiko Mutu
Monitor
ketat
• Rekomendasi IIF
• Sertifikasi CPOB*
Desk
CAPA
Inspeksi Verifikasi
CAPA
Persetujuan
RIP & KDSTU
Pembangunan Inspeksi CPOB
Resertifikasi CPOB
Riwayat IF (+)
Riwayat IF (-)
1. Sertifikasi Fasilitas Baru
Penambahan Fasilitas
2. Resertifikasi Perpanjangan masa berlaku sertifikat (5 tahun)
CAPA
Desk
CAPA
ALUR PROSES SERTIFIKASI – RESERTIFIKASI CPOB
Manajemen
Risiko Mutu
*(diterbitkan setelah
memperoleh izin IF)
bila perlu
15. PERSYARATAN PERMOHONAN SERTIFIKASI CPOB (1)
1. Pembangunan fisik meliputi bangunan dan sarana penunjang kritis dan sarana penunjang lainnya telah
selesai;
2. Peralatan produksi dan laboratorium serta prosedur penggunaannya telah tersedia;
3. Personil kunci yang mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab telah tersedia;
4. Uraian tugas telah tersedia sampai dengan tingkat penyelia;
5. Sarana penunjang kritis sudah dikualifikasi sampai dengan tahap kualifikasi kinerja dan sistem
pengolahan air sudah dikualifikasi sampai dengan tahap kualifikasi kinerja fase 1 (satu);
6. Peralatan sudah dikualifikasi sampai dengan tahap kualifikasi operasional;
7. Protokol validasi metode analisis, kualifikasi kinerja alat/validasi proses, dan validasi pembersihan telah
tersedia;
8. Laboratorium pengawasan mutu telah dilengkapi dengan peralatan pengujian sesuai kebutuhan;
9. Sistem mutu dan sistem dokumentasi, spesifikasi bahan awal dan produk jadi, dokumen produksi
induk, prosedur pengolahan, pembersihan dan pengujian yang terkait dengan aktivitas yang akan
dilakukan telah tersedia.
Industri Farmasi
16. PERSYARATAN PERMOHONAN SERTIFIKASI CPOB (2)
1. Rencana Induk Pembangunan / Perubahan (RIP);
2. Pembangunan fisik meliputi bangunan dan sarana penunjang kritis dan sarana penunjang
lainnya telah selesai;
3. Personil kunci yang mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab;
4. Uraian tugas sampai dengan tingkat supervisor;
5. Peralatan sudah dikualifikasi sampai dengan tahap kualifikasi operasional;
6. Laboratorium pengawasan mutu telah dilengkapi dengan peralatan pengujian sesuai kebutuhan;
7. Sistem mutu dan sistem dokumentasi, spesifikasi bahan awal dan produk jadi, prosedur
pengolahan, pembersihan dan pengujian yang terkait dengan aktivitas yang akan dilakukan
telah tersedia.
Bagi Sarana Selain IF
18. Badan POM senantiasa mendorong dan memfasilitasi pengembangan produk biologi
dalam rangka mengurangi ketergantungan BBO impor antara lain melalui
konsultasi dan asistensi untuk pemenuhan terhadap CPOB.
Diperlukan pemahaman yang sama terkait penerapan Pedoman CPOB yang
dinamis secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu.
Diperlukan sinergitas yang kuat antar ABGC untuk meningkatkan kapasitas
produksi serta daya saing produk farmasi Indonesia.
PENUTUP
19.
20. Struktur Badan POM
Perkuatan kinerja pengawasan obat dan makanan
Perpres No. 80
Tahun 2017
• Badan Pengawas
Obat dan
Makanan
• Mengatur
penajaman tugas,
fungsi, dan
kewenangan
Badan POM
Peraturan Kepala
Badan POM No. 26
Tahun 2017
• Organisasi dan
Tata Kerja Badan
POM Penguatan fungsi cegah tangkal,
intelijen, dan penyidikan
terhadap pelanggaran ketentuan
Inovasi proses registrasi yang semakin
efisien dan transparan, serta menjamin
keamanan, mutu, dan manfaat.
Penguatan fungsi Aparat
Pengawas Internal
Pemerintah (APIP)
22. Direktorat Pengawasan Produksi Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
1. Subdirektorat Pengawasan Sarana Produksi Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor:
a. Seksi Penilaian Sarana Produksi Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
b. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
2. Subdirektorat Pengawasan Sarana Produksi Bahan
Baku Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor:
a. Seksi Penilaian Sarana Produksi Bahan Baku Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
b. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Bahan Baku Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
3. Subdirektorat Pengawasan Produksi Produk Biologi
dan Sarana Khusus:
a. Seksi Penilaian Sarana Produksi Produk Biologi dan
Sarana Khusus
b. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Biologi dan Sarana
Khusus
c. Seksi Tata Operasional
4. Kelompok Jabatan Fungsional