Dokumen tersebut membahas tentang pengertian Bahasa Indonesia Ilmiah, ciri dan karakteristiknya, serta kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Bahasa Indonesia Ilmiah adalah ragam baku yang digunakan untuk kegiatan ilmiah oleh kelompok terpelajar, memiliki ciri seperti logis, jelas, dan sistematis. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan merupakan sistem ejaan resmi yang mengatur penulisan huruf dan kata dalam bah
1. Pengertian Bahasa Indonesia Ilmiah
Bahasa Indonesia Ilmiah adalah ragam Bahasa Indonesia yang
digunakan untuk kegiatan ilmiah oleh kelompok masyarakat
terpelajar. Kegiatan ilmiah biasanya bersifat resmi. Sebagai
kegiatan yang bersifat resmi, ragam Bahasa Indonesia yang
digunakan dalam kegiatan ini adalah ragam Bahasa Indonesia
baku. Jadi, Bahasa Indonesia ilmiah adalah ragam Bahasa
Indonesia baku yang digunakan untuk kegiatan ilmiah oleh
kelompok masyarakat terpelajar.
Meski sama-sama baku, tetapi ada perbedaan dalam penggunaan
Bahasa Indonesia baku untuk kegiatan kenegaran dengan untuk
kegiatan ilmiah. Dalam kegiatan ilmiah, penggunaan Bahasa
Indonesia yang baku harus sesuai dengan sifat keilmuan yang
meliputi: benar, logis cermat dan sistematis. Selain itu, menurut
Nazar (2004: 8), penggunaan Bahasa Indonesia dalam kegiatan
ilmiah, baik apakah itu dalam bentuk tulis maupun lisan, yang
juga harus diperhatikan adalah kelengkapan, kecermatan, dan
kejelasan pengungkapan ide. Ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya salah tafsir dalam kegiatan ilmiah.
1. A. Ciri dan Karakter Bahasa Indonesia Ilmiah
Setiap ragam Bahasa memiliki ciri khasnya masing-
masing. Menurut Nazar (2004: 9), ciri ragam Bahasa Indonesia
Ilmiah sebagai berikut:
1. Kaidah Bahasa Indonesia yang digunakan harus benar
sesuai dengan kaidah pada Bahasa Indonesia baku, baik
2. kaidah tata ejaan maupun tata Bahasa (pembentukan kata,
frasa, klausa, kalimat, dan paragraf).
2. Ide yang diungkapkan harus benar, sesuai dengan fakta
yang dapat diterima akal sehat (logis).
3. Ide yang diungkapkan harus tepat dan hanya mengandung
satu makna. Hal ini tergantung pada ketepatan memilih
kata dan penyusunan struktur kalimat. Jadi, kalimat yang
digunakan efektif.
4. Kata yang dipilih harus bernilai denotatif yaitu makna yang
sebenarnya.
5. Ide diungkapkan dalam kalimat harus padat isi/ bernas.
Oleh sebab itu, penggunaan kata dalam kalimat seperlunya,
tetapi pemilihannya tepat.
6. Pengungkapan ide dalam kalimat ataupun alinea harus
lugas yaitu langsung menuju pada sasaran.
7. Unsur ide dalam kalimat ataupun alinea diungkapkan
secara runtun dan sistematis.
8. Ide yang diungkapkan dalam kalimat harus jelas sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir.
Selain ciri, ragam Bahasa Indonesia yang digunakan untuk
kegiatan keilmuan tersebut juga memiliki karakteristik. Menurut
Suwignyo (2008: 11), Bahasa Indonesia untuk kegiatan
keilmuan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Objektif. Dalam artian kata-kata yang digunakan harus
netral/ tidak memihak dan berorientasi pada gagasan/
objeknya.
2. Ringkas dan Jelas. Komunikasi keilmuan adalah
komunikasi lugas dan langsung pada inti informasi. Oleh
sebab itu unsur Bahasa yang digunakan juga lugas dengan
3. menghindari kata-kata metaforis atau kata-kata konotatif.
Komunikasi keilmuan harus langsung pada inti informasi
dengan cara menggunakan unsur Bahasa.
3. Cendekia. Dalam artian, kecermatan dalam pemilihan kata.
Penulis harus mampu memilih kata dengan cermat
sehingga pernyataannya terbentuk dengan tepat, cemat,
logis, dan abstrak.
4. Formal. Artinya, Bahasa Indonesia yang digunakan untuk
kegiatan keilmuan haruslah bersifat formal.
5. Konsisten/ Taat Asas. Penggunaan unsur Bahasa dalam
karya keilmuan digunakan secara konsisten. Unsur
keBahasaan yang dimaksud adalah kosakata/ istilah,
bentukan kata, dan penggunaan singakatan. Dalam karya
keilmuan jika sebuah istilah atau kata digunakan maka
selanjutnya istilah/kata tersebut digunakan secara
konsisten.
“EJAAN BAHASA INDONESIA YANG
DISEMPURNAKAN”
1. A. Pengertian Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan
Ejaan tidak hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata,
tapi juga berkaitan dengan cara mengatur penulisan huruf
menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata
atau kalimat. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan
4. antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya
dalam suatu Bahasa). Ia merupakan ketentuan yang mengatur
penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar berikut
penggunaan tanda bacanya.
Saat ini Bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan sebagai sistem tataBahasa yang
resmi. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan tidak hanya
meliputi pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf
miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan dan pemakaian
tanda baca saja, melainkan juga meliputi pedoman umum
pembentukan istilah dan pedoman pemenggalan kata.
Secara defenitif, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
adalah sistem ejaan Bahasa Indonesia yang didasarkan pada
Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972 yang diresmikan pada
tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia.
Sistem ejaan ini, pada mulanya, disebarkan melalui buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Buku kecil ini merupakan buku patokan
pemakaian sistem ejaan ini. Tetapi, di kemudian hari, karena
buku penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan
Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah
ejaan yang lebih luas. Kemudian Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
5. Kemudian, pada Tahun 1987, kedua buku pedoman tersebut
direvisi. Kemudian, edisi revisi dikuatkan dengan Putusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 0543a/U/1987, tanggal
9 September 1987.
1. B. Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan
Sebelum diberlakukannya sistem ejaan Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan dalam sistem tataBahasa Bahasa
Indonesia, ada beberapa sistem ejaan yang berlaku dalam
tataBahasa Bahasa Indonesia. Pada tahun 1901 ditetapkan sistem
ejaan van Ophuijsen sebagai sistem ejaan yang berlaku resmi di
Indonesia. Ejaan van Ophuijsen merupakan ejaan Bahasa
Melayu dengan huruf Latin. Perancang ejaan ini adalah seorang
berkebangsaan Belana, vam Ophuijsen, dibantu oleh Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim.
Sistem ejaan ini berbeda dengan sistem ejaan dalam Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Berbeda dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang menggunakan
huruf y dalam menuliskan kata-kata yang, payah, atau sayang,
Ejaan van Ophuijsen masih menggunakan huruf j untuk
menuliskan kata-kata tersebut. Sementara untuk menuliskan
kata-kata seperti guru, itu, umur, ejaan van Ophuijsen tidak
menggunakan huruf u melainkan menggunakan huruf oe.
Setelah menggunakannya lebih dari empat puluh tahun lamanya,
akhirnya ejaan van Ophuijsen tidak diberlakukan lagi.
6. Keberadaannya diganti dengan ejaan Soewandi. Ejaan ini
diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947. Ejaan ini disebut juga
ejaan Republik.
Dalam sistem ejaan ini, Bahasa Indonesia sudah menggunakan
huruf u untuk menuliskan kata-kata semacam guru, itu, umur.
Tetapi masih seperti ejaan van Ophuijsen, ejaan ini juga masih
menggunakan huruf j untuk menuliskan kata-kata seperti pajah,
sajang, jang. Selain itu, tidak seperti Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, dalam ejaan Soewandi awalan di- dan
kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun,
disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Hal tersebut jelas berbeda dengan sistem ejaan dalam Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dalam Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, kata depan di dan imbuhan di-
ditulis dengan cara yang berbeda. Kata depan di pada di rumah,
di kebun ditulis secara terpisah. Sementara imbuhan di- pada
dimakan, ditulis tetap ditulis secara serangkai.
Selain ejaan van Ophuijsen dan ejaan Soewandi, Bahasa
Indonesia juga pernah memberlakukan ejaan Melindo. Ejaan ini
dihasilkan pada akhir 1959 lewat sidang perutusan Indonesia
dan Melayu. Tetapi karena perkembangan politik pada tahun-
tahun berikutnya, ejaan ini urung diresmikan penggunaannya.
7. “KARANGAN ILMIAH”
1. A. Pengertian Karangan Ilmiah
Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu
pengetahuan. Sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,
perguruan tinggi dipenuhi dengan kegiatan ilmiah. Sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan, kedudukan karangan ilmiah
di perguruan tinggi sangat penting, sebab karangan ilmiah
merupakan bagian dari tuntutan formal akademik, dan ia
merupakan satu ciri lain dari suasana ilmiah akademisi.
Di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi
konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi produsen ilmu
pengetahuan, oleh karena itu penulisan karangan ilmiah menjadi
kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa di perguruan
tinggi. Artinya, mahasiswa bukan saja dapat membaca tulisan-
tulisan ilmiah, tetapi juga harus dapat menulis sendiri karangan-
karangan yang bersifat ilmiah. Jadi, menulis karangan ilmiah
dapat dikatakan merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dalam
seluruh proses pembelajara yang dialami setiap mahasiswa.
Karangan ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang bentuk, isi, dan
Bahasanya menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Ia
merupakan hasil cipta tulis yang telah diakui dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi atau seni yang ditulis atau dikerjakan
sesuai dengan tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau
konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.
Karena karangan ilmiah berisi serangkaian hasil pemikiran yang
diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya., umumnya, ditulis
berdasarkan hasil-hasil pemikiran dan perenungan sendiri, serta
8. kesimpulan dan pendapat-pendapat sendiri. Karangan ilmiah
senantiasa didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode
tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun Bahasa
dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenaran
keilmiahannya. Dan setiap karangan ilmiah memiliki ciri-cirinya
yang meliputi: a. menggunakan Bahasa baku dalam
penulisannya, dan b. mengandung syarat kebenaran ilmiah.
Menurut Rahayu (2007: 55-56), syarat kebenaran ilmiah itu
meliputi koherensi, korispondensi dan pragmatis. Koherensi
dalam artian bahwa penyataan-pernyataan yang dibutnya
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Korespondensi berarti suatu
pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang
dikandungnya berhubungan atau memiliki korespondensi
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut atau sesuai
dengan faktanya. Dan pragramtis berarti pernytaan dianggap
benar karena pernyataan tersebut memiliki sifat pragmatis atau
fungsional dalam kehidupan praktis, dapat dipraktekkan dan
didayagunakan bagi kehidupan manusia dii dunia.
1. B. Tujuan Penulisan Karangan Ilmiah
Penulisan karangan ilmiah memiliki beberapa tujuan. Secara
umum, menurut Surakhmad (1988: 9), penulisan karangan
ilmiah memiliki tujuan melatih seseorang untuk menyusun hasil
pemikiran dan hasil penyelidikannya menurut cara-cara yang
lazim dipergunakan oleh sarjana-sarjana dalam dunia ilmu
pengetahuan, dan memberi kesempatan kepada setiap orang
9. untuk dapat mengikuti uraian dan data yang dikemukakan dalam
laporan ilmiah. Secara spesifik, Surakhmad berpendapat (1988:
11), karangan ilmiah memiliki tujuan melaporkan keterangan
dan pikiran secara jelas, ringkas dan tegas.
1. C. Jenis-jenis Karangan Ilmiah
Dilihat dari tujuan penulisannya, merujuk pada Djuharie (2001:
9), karangan ilmiah dapat dibedakan ke dalam dua jenis.
Pertama adalah untuk memenuhi tugas-tugas perkuliahan,
seperti makalah dan laporan buku atau laporan bab. Kedua
adalah karangan ilmuah yang merupakan syarat yang dituntut
dari mahasiswa ketika menyelesaikan satu program studi, seperti
skripsi, tesis, dan disertasi.
1. 1. Makalah
Makalah, merujuk pada Djuharie (2001: 11), merupakan
karangan ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup
dalam ruang lingkup suatu perkuliahan. Makalah merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan suatu perkuliahan.
Menurut Djuharie (2001: 11), makalah memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Merupakan hasil kajian literature atau laporan
pelaksanaan suatu kegiatan lapangan yang sesuai dengan
cakupan permalsalahan suatu perkuliahan.
10. b) Mendemonstrasikan pemahaman mahasiswa tentang
permasalahan teoritik yang dikaji atau kemampuan mahasiswa
dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang
berhubungan dengan perkuliahan.
c) Menunjukkan kemampuan terhadap isi dari berbagai
sumber yang digunakan.
d) Mendemonstrasikan kemampuan meramu berbagai
sumber informasi dalam satu kesatuan sintesis yang utuh.
Secara umum, Djuharie berpendapat (2001: 12) terdapat dua
jenis makalah yang berlaku di perguruan tinggi, yakni makalah
biasa (common paper) dan makalah posisi (position paper).
Makalah biasa (common paper) adalah makalah yang dibuat
mahahasiswa dalam bentuk yang deskriptif. Makalah jenis ini
dibuat mahasiswa untuk menunjukkan pemahamannya terhadap
permasalahan yang dibahas. Dalam makalah jenis ini,
mahasiswa diperkenankan mengemukakan berbagai aliran atau
pandangan yang ada tentang masalah yang dikaji. Dalam
makalah jenis ini, mahasiswa boleh memberikan pendapat baik
apakah itu dalam bentuk kritik atau saran mengenai aliran atau
pendapat yang dikemukakan. Tetapi ia tidak perlu memihak
pada salah satu aliran atau pendapat tertentu. Dengan demikian,
mahasiswa atau penyusun makalah tidak perlu berargumentasi
mempertahankan pendapat tersebut.
Selain makalah biasa (common paper), juga terdapat makalah
jenis makalah posisi (position paper). Makalah posisi merupakan
makalah yang dibuat oleh mahasiswa untuk menunjukkan posisi
teoritiknya dalam suatu kajian. Dalam makalah jenis ini,
11. mahasiswa diminta untuk tidak saja menunjukkan penguasaan
pengetahuan tertentu, tetapi juga dituntut untuk dapat
menunjukkan di pihak mana ia berdiri.
Agar dapat membuat makalah jenis makalah posisi, mahasiswa
harus membaca berbagai sumber dari berbagai aliran tentang
topik yang sedang dibahas. Dari bahasan tersebut, mungkin saja
mahasiswa dapat memihak salah satu aliran yang ada tetapi
mungkin pula dia membuat suatu sintesis dari berbagai pendapat
yang ada. Jadi, kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi
merupakan kemampuan mutlak yang harus dikuasai oleh
mahasiswa dalam membuat makalah jenis ini, sebab dengan
kemampuan-kemampuan tersebut makalah jenis ini dapat
dihasilkan.
Baik makalah biasa atau makalah posisi, merujuk pada Djuharie
(2001: 13), memiliki sistematika yang terdiri atas: pendahuluan
(bagian tempat dikemukakannya persoalan yang akan dibahas),
isi (tempat didemonstrasikannya kemampuan mahasiswa dalam
menjawab masalah yang diajukan), dan kesimpuan (bagian yang
merupakan tempat disimpulkannya makna yang diberikan
penulis terhadap hasil diskusi/ uraian yang telah dilakukannya
dalam bagian isi).
12. 1. 2. Laporan Buku
Laporan buku atau laporan bab, menurut Djuharie (2001: 14),
pada dasarnya adalah karangan ilmiah yang mendemonstrasikan
pemahaman mahasiswa terhadap isi buku atau bab yang
dilaporkan. Dalam bentuknya yang lebih tinggi, laporan buku
atau laporan bab juga mendemonstrasikan kemampuan analisis
dan evaluatif mahasiswa. Oleh karena itu, laporan buku atau
laporan bab bukanlah ringkasan atau terjemahan dari buku atau
bab yang dilaporkan.
Dalam membuat laporan jenis ini, mahasiswa diperbolehkan
mengutip beberapa bagian dari buku atau bab yang dibahasnya.
Kutipan tersebut sifatnya hanyalah untuk mendukung atau
memperkuat pendapat pelapor tentang isi dari bab atau buku
yang dibahasnya. Kutipan tersebut tidak boleh menjadi sesuatu
yang dominan dalam laporan yang disampaikannya.
Dalam laporan tersebut, mahasiswa diharuskan untuk
merumuskan isi pokok-pokok pemikiran dari buku atau bab
yang bersangkutan, serta komentar terhadap isi buku yang
dilaporkan. Rumusan isi pokok tersebut meliputi permasalahan
yang diajukan pengarang, cara pengarang menyelesaikan
permasalahan yang disajikan, konsep teori yang dikembangkan
dalam buku atau bab tersebut, serta ciri khas pendapat
pengarang. Dalam hal laporan bab, harus juga dinyatakan
kedudukan bab tersebut dalam keseluruhan isi buku.
Djuharie berpendapat (2001: 14), laporan buku memiliki
sistematika penyusunan yang terdiri dari: pendahuluan
(memberikan gambaran keadaan buku atau bab yang
dilaporkan), isi buku atau isi bab (mengemukakan isi dari buku
13. atau bab yang dilaporkan sebagai bukti pemahaman pelapor
terhadap buku atau bab yang dilaporkan), komentar (komentar
pelapor terhadap isi buku atau isi bab yang dilaporkan), dan
kesimpulan (kesimpulan tentang buku atau bab yang dilaporkan
atau implikasi terhadap studi yang sedang dipelajari).
1. 3. Skripsi
Skripsi, merujuk Djuharie (2001: 17), merupakan karangan
ilmiah akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program
Strata 1 (S1). Skripsi merupakan bukti kemampuan akademik
mahasiswa yang bersangkutan dalam penelitian yang
berhubungan dengan masalah pendidikan sesuai dengan bidang
studinya. Skripsi disusun dan dipertahankan untuk mencapai
gelar Sarjana Strata Satu.
Menurut Djuharie (2001: 17-19), dalam membuat skripsi
mahasiswa biasanya melalui tiga tahapan, meliputi tahap
persiapan, tahap penelitian dan bimbingan, dan tahap
penyelesaian akhir. Tahap persiapan adalah tahap di mana
mahasiswa sebagai calon Sarjana Strata Satu diwajibkan untuk
menyusun usulan rancangan penulisan skripsi. Usulan
rancangan penulisan skripsi ini memuat: judul skripsi, latar
belakang masalah, identifikasi masalah termasuk pertanyaan
penelitian, variable penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, batasan istilah, asumsi dan hipotesis, ringkasan
tinjauan teoritis dari buku jurnal dan laporan penelitian yang
relevan, metodologi yang mencakup sample, instrumen, dan
teknik analisis, sistematika penulisan, dan agenda kegiatan
penelitian.
14. Pada tahap persiapan ini kandidat dianjurkan untuk melakukan
konsultasi atau diskusi dengan dosen yang memiliki spesialisasi
dalam bidang kajian yang bersangkutan. Tujuannya adalah
untuk memantapkan judul, permasalahan serta metodologi
penelitian yang dicanangkan. Sehingga kandidat tidak hanya
mendapatkan pengesahan, tetapi juga mendapatkan persetujuan
dari pembimbingnya dengan dikeluarkannya SK Dekan tentang
pembimbing.
Tahap berikutnya dalam membuat skripsi adalah tahap
pelaksanaan penelitian dan bimbingan. Dalam tahap ini, setelah
dikeluarkannya surat keputusan pengangkatan pembimbing,
mahasiswa atau calon sarjana strata satu mulai bekerja di bawah
bimbingan pembimbing yang telah ditunjuk. Apabila seorang
mahasiswa keberatan atas seorang pembimbing yang
bersangkutan dapat mengajukan permohonan penggantian
kepada ketua jurusan atau program studi.
Berdasarkan kesepakatan pembimbing dan mahasiswa peneliti,
kegiatan-kegiatan penelitian dilaksanakan selama proses
penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan proses penulisan.
Setiap hasil penelitian dan penulisan diajukan pada pertemuan
antara pembimbing dan mahasiswa peneliti.
1. 4. Tesis
Tesis, menurut Djuharie (2001: 19) merupakan karangan ilmiah
resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program
studi Strata Dua. Tesis merupakan bukti kemampuan yang
bersangkutan dalam penelitian pengembangan ilmu pada salah
15. satu disiplin ilmu. Tesis disusun dan dipertahankan untuk
memperoleh gelar Master atau Magister.
Menurut Djuharie (2001: 19-20), tesis memiliki karakteristik
sebagai berikut yang berfokus pada kajian mengenai salah satu
isu sentral yang tercakup dalam salah satu disiplin ilmu, sesuai
dengan disiplin yang dipelajari; merupakan pengujian empirik
terhadap posisi teoritik tertentu dalam disiplin ilmu yang
dipelajari, walaupun tidak harus menemukan suatu penemuan
baru; menggunakan data primer (data yang dikumpulkan dari
lapangan untuk penelitian lapangan) sebagai data utama, sedang
untuk penelitian bibliografi, digunakan sumber yang otentik;
dan, ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
1. 5. Disertasi
Disertasi, Djuharie berpendapat (2001: 20), merupakan karangan
ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan
program Strata Tiga. Disertasi merupakan bukti kemampuan
yang bersangkutan dalam penelitian yang berhubungan dengan
penemuan baru dalam salah satu disiplin ilmu. Disertasi disusun
dan dipertahankan untuk memperoleh gelar Doktor.
Menurut Djuharie (2001: 21), disertasi memiliki beberapa
karakteristik, yakni: berfokus pada kajian mengenai salah satu
isi disiplin ilmu yang sesuai dengan disiplin yang dipelajari,
kupasannya berfokus pada penemuan sesuatu yang baru dalam
disiplin ilmu yang dikaji secara mendalam, menggunakan data
primer sebagai data utama, dan ditulis dalam Bahasa Indonesia
yang baik dan benar.