1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan non-pertanian merupakan salah satu sektor yang saat ini
sedang digalakkan dan diharapkan serta menjadi manivestasi untuk mendukung
peningkatan perekonomian masyarakat. Salah satu bagian dari pembangunan non
–pertanian ialah bidang industri, dan dari perkembangan sektor industry ini
diharapkan mampu menguatkan perekonomian nasional karena berperan dalam
perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Semakin berkembangnya
sektor industry ini menyebabkan terjadinya percepatan perubahan penggunaan
lahan yang mengarah pada banguan industry. Disamping memberikan dampak
positif dari adanya pembangunan sektor industry, namun juga memberikan efek
terhadap potensi, kondisi, dan mutu sumberdaya alam dan lingkungan yang dalam
waktu panjang akan mengakibatkan potensi dan mutu lingkungan menurun jika
tidak disadari dengan bijaksana dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
alan untuk industry tersebut. Sehingga menjadi tujuan penting dalam
mempertahankan dan meningkatkan perkembangan industry dengan
memperhatikan potensi dan mutu lingkungan agar upaya pengendalian dan
pencegahan terhadap kerusakan lingkungan dapat diminimalisir serta dilokalisir
(susilo, 1998).
Agar pencapaian hasil dari pembangunan industry sesuai dengan yang
diharapkan perlu didukung oleh beberapa factor, seperti tersedianya sumberdaya
lahan yang cukup, stabilitas daerah yang kondusif dan pemasaran ekonomi.
Sumberdaya lahan yang memadai untuk pembangunan industry ialah pemusatan
industry, hal tersebut sesuai dengan kepres no. 53 tahun 1989, bahwasana
persyaratan lokasi industry dengan pemusatan industry, pengelolaannya
dilengkapi prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk lebih jelasnya
disebutkan dalam pasal 7 bahwa pembangunan kawasan industri tidak mengurangi
area pertanian dan tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama
2. untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya. Sedangkan untuk
kriteria kawasan industry meliputi tersedianya sumber air baku yang cukup,
adanya pembuangan limbah, tidak menimbulkan dampak sosial yang berat, tidak
terletak di kawasan pangan lahan basah yang beririgasi dan berpotensi bagi
pengembangan irigasi, serta tidak terletak di kawasan hutan lindung dan hutan
produksi tetap dan terbatas.
Dalam penempatan lokasi industry, jika ditinjau dari sudut pandang
geografis maka dilakukan dengan pertimbangan secara keruangan, yakni
memasukkan segala aspek baik yang mendukung maupun yang membatasi suatu
penggunaan lahan supaya tercapai keseimbangan. Salah satu arahan dalam upaya
untuk memanfaatkan lahan sebagai kawasan industry harus disesuaikan sifat fisik
yang representative, sehingga perlu peninjauan evaluasi kesesuaian lahan (sitorus,
1985).
Kesesuaian lahan ialah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk suatu penggunaan tertentu ( Sitorus, 1995 : 42). Evaluasi lahan adalah
proses penilaian penampilan atau keragaan (performance) lahan jika dipergunakan
untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan, dan interpretasi survey dan studi
bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat
mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang
mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Selanjutnya Sitorus (1998) menyatakan
bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi
sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber
daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah
memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan
penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan
alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
Di dalam menilai tingkat kesesuaian lahan maka dilakukan klasifikasi
dengan 2 (dua) cara, yakni :
3. 1. Metode parametric
Metode scoring merupakan salah satu metode dalam menentukan kesesuaian
lahan untuk suatu penggunaan lahan. Metode scoring atau pengharkatan adalah
teknik analisis data kuantitatif yang digunakan untuk memberikan nilai pada
masing-masing krakteristik parameter dari sub-sub variable agar dapat dihitung
nilainya serta dapat ditentukan peringkatnya. Pendekatan parametrik dalam
evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada tingkat pembatas yang
berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum 100
hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe
penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang
dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang
obyektif; keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya
tinggi. Masalah yang mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah
dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas, waktu yang diperlukan
untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-masing
klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1998)
2. Metode factor penghambat
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau
karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan
berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah
penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang
memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al.,
1991).
Pada umumnya dalam menilai kesesuaian lahan untuk pembangunan non-
pertanian menggunakan metode scoring atau parametric, hal tersebut karena yang
berperan menjadi factor penghitungan lebih mudah jika dianalisis menggunakan
metode parametric dan asumsi yang menjadi dasar dalam penggunaan lahan non-
4. pertanian ialah secara kuantitas lahan dan sedikit mengesampingkan factor
kualitas lahan, sehingga metode parametric lebih cocok daripada metode factor
penghambat.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah yang akan dikaji sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan metode parametric dalam menganalisis kesesuaian
lahan untuk non-pertanian ?
2. Bagaimana keterkaiatan dari hasil penghitungan metode parametric
dengan keadaan dilapangan ?
C. Tujuan penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Mengetahui penggunaan metode parametric dalam menganalisis
kesesuaian lahan untuk non-pertanian
2. Mengetahuai keterkaiatan dari hasil perhitungan metode parametric
dengan keadaan dilapangan
D. Manfaat penelitian
Penulisan ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangsih dalam perluasan khasanah ilmu pengetahuan yang
bersifat teoritis, khususnya yang berhubungan dengan evaluasi kesesuian
lahan untuk non-pertanian.
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti-peneliti yang akan datang
apabila akan meneliti hal yang serupa.
5. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat dan swasta, hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan manfaat terutama dalam penyediaan informasi kesesuaian lahan
untuk non-pertanian.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan pemerintah sebagai salah satu
pertimbangan untuk memperbaiki dan mengupayakan metode baru dalam
menentukan lokasi untuk pembanguan non-pertanian, serta diharapkan dapat
digunakan untuk bahan pengajaran geografi di SMP dan SMA sesuai dengan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Arsyad, sitanala. 1989. Konservasi tanah dan air. Bandung : IPB press
Sitorus, santun. 1998. Evaluasi sumberdaya lahan. Bandung : tarsito
Sarworini. 2011. Evaluasi kesesuaian lahan untuk lokasi sentra industry di
kecamatan kalikotes kabupaten klaten tahun 2011. Skripsi
http://tanahjuang.wordpress.com/2012/02/23/evaluasi-kesesuaian-lahan/