2. MORAL (Scott )
RASIONAL (Popskin)
Petani mendasarkan tindakan
pada prinsip2 moral
Petani mendasarkan tindakan
pada prinsip2 rasional
Motifnya didasarkan pada
kepentingan sosial
Tindakan kolektif utk kebutuhan
bersama didasarekan atas
pertimbangan2 individu dan
kepentingan utk menikmati hasil
dari kerja kolektif
Petani tradisional lebih
menggantungkan hidupnya
pada keluargannya atau
kelompok kecil, utk
menegaskan jaminan
subsistensinya.
Lebih didominasi utk
mendapatkan keuntungan
pribadi, bukan kelompok.
3. Pandangan Scott sejalan dengan pandangan Geertz dan
Boeke
Bahwa aspek moral ternyata sangat mendominasi
kehidupan masyarakat petani.
4. MENURUT BOEKE
• Petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai
rasionalitas ekonomi yang cukup memadai
sehingga tidak responsif terhadap kebijakan
yang rasional.
• Kebutuhan dan kebanggaan sosial dinilai lebih
menonjol dibanding kepentingan ekonomi.
5. Menurut Boeke
• Motif moral dan tindakan sosial menjadi dasar
paling tepat utk mengarahkan keputusan –
keputusan yg diambil
• Soal2 yang berkaitan dengan masalah ekonomi
sebagai persoalan sekunder yg tidak diutamakan.
• Hukum2 rasional tentang penawaran dan
permintaan tidak akan relevan dikembangkan
kedalam sistem masy yg tradisional
6. Persamaan antara Scott
dan Boeke
• Sistem rasionalitas tidak berlaku pada
masyarakat tradisional;
• Penetrasi
kapitalisme
merusakkan
organisasi kemasyarakatan yg kohesif yg
mendasarkan pada interaksi sosial dan
prinsip-prinsip moral
7. Boeke
Bahwa petani tradisional
bersikap pasrah sekali
terhadap perusakan2
lembaga tradisional
sebagai akibat dari
penetrasi kapitalisme
Scott
Melihat penetrasi
kapiotalisme
membangkitkan
resistensi atau
perlawanan dari petani
tradisional dalam rangka
mempertahankan pola
subsistensi
8. Menurut Popskin
• Lembaga-lembaga tradisional pedesaan tidak
efektif
dalam
menjamin
kebutuhan
subsistensinya.
• Di dalam masyarakat tradisional, eksternalitas
produksi dan biaya informasi yg sedmikian
tinggi. Oleh karena itu pemanfaatan pranatapranata nonpasar dianggap memberikan
keuntungan lebih besar. Misal mempekerjakan
tetangga berdasarkan azas gotong royong dan
hub patron-client
9. Usahatani komersial
Dalam kenyataannya sekarang, usahatani
mandiri yang murni sebagaimana yang
digambarkan itu sudah jarang sekali dapat
dijumpai. Yang ada tinggalah berbagai
bentuk peralihan dari usahatani mandiri ke
usahatani komersial, yaitu usahatani yang
menjual sebagian atau seluruh produksinya
kepada pihak luar.
10. Popkin (1979), mengemukakan ciri-ciri
usahatani komersial, sebagai berikut:
1. MENYUKAI PERUBAHAN
2. MEMERLUKAN PASAR
11. Hubungan
Eksploitatif
Berbeda dengan kehidupan masyarakat yang masih
subsiten, hubungan patroon-client antara elit-masyarakat dan
warganya, antara pemilik lahan dan penyakap/penggarap,
dan antara petani pengelola dengan buruh-taninya, dalam
masyarakat yang telah melakukan usahatani komersial sudah
tidak dapat dijumpai lagi.
Yang terjadi hanyalah hubungan bisnis atau untungrugi atau bahkan saling mengeksploitasi, demi peningkatan
efisiensi dan pendapatan/ keuntungannya.
12. Dalam masyarakat petani komersial, masingmasing selalu saling berusaha memperoleh
manfaat setinggi-tingginya dari setiap korbanan
yang dilakukan.
Dalam hubungan ini, kehar-monisan kehidupan
antar warga masyarakat
sudah dikalahkan
dengan kepentingan pribadi, dan kesejahteraan
hanya
dapat
dinikmati
dari
banyaknya
pendapatan/ keuntungan yang dapat dijadikan
alat-tukar atau alat pembelian produk (barang dan
atau hasa) yang menjadi kebutuhan keluarganya.
13. Petani Sebagai Manusia
sebagai manusia, ia juga
Mosher(1967) Petani
memiliki
harapanmemberikan rasional,
harapan,
keinginan-keinginan,
dan
gambaran
kemauan untuk hidup lebih baik.
yang agak
luas tentang
Di samping itu, petani seperti halnya
"petani", yakni:
manusia yang lain juga memiliki harga
diri dan tidak bodoh, sehingga memiliki
potensi yang dapat dikembangkan guna
memper-baiki kehidupannya.
14. Petani
sebagai manusia, umumnya
adalah KEPALA KELUARGA di dalam
rumah tangganya.
Karena itu,
sebenarnya tidak ada
satupun petani yang tidak selalu
ingin
memperbaiki kehidupan dan
kesejahteraan keluarganya.
Sehingga, mereka juga mau dan selalu
ingin
mencoba
setiap
peluang
yang
dapat dilaku-kannya untuk
memperbaikikehidupan keluarga.
15. Petani
sebagai manusia,
biasanya memiliki IKATAN
KEKERABATAN
serta
memegang
teguh
adatistiadat masyara-katnya.
Dengan demikian, seringkali
penyuluhan agak
lamban
diterima,
karena
mereka
memang butuh pertimbangan
dan legitimasi dari anggota
masyarakatnya..
16. Seperti halnya dengan manusia
yang lain, sebenarnya juga
memiliki
sikap
untuk
selalu ingin maju, inovatif dan
tidak ada satupun di antara
mereka
yang
tidak
ingin
memperbaiki kehidupan
dan
kesejahteraan
keluarganya
sesuai dengaan adat dan nilainilai
yang
diterima
oleh
masyarakatnya
17. PETANI SEBAGAI JURUTANI
Petani sebagai jurutani, adalah
petani yang melakukan kegiatan
bertani, yang memiliki pengalaman
dan telah belajar dari
pengalamannya.
Hasil belajarnya itu, tercermin dari
kebiasaan-kebiasaan yang mereka
terapkan dalam kegiatan bertani.
18. Kebiasaan-kebiasaan
yang
mendukung penyuluhan adalah:
1. Kebiasaan memperhatikan
gejala
alam,
yang
dijadikan pedoman bertani.
gejaladapat
2. Kebiasaan "ingin tahu" atau bertanya
"mengapa" tentang banyak hal yang
berkaitan
dengan
kegiatannya bertani maupun yang
berkaitan dengan kehidupannya
sehari-hari.
19. Kebiasaan - kebiasaann yang
mendukung penyuluhan adalah:
3.
Kebiasaan untuk menghitunghitung (menganalisis)
jumlah
pengeluaran dan penerimaan yang
diperolehnya.
4.
Kebiasaan
untuk
"meniru"
dan "mencoba" (trial dan error)
tentang segala sesuatu yang
dinilainya sebagai peluang baru
yang
dapat meningkatkan produksinya.
20. Kebiasaan - kebiasaan yang
kurang
mendukung
penyuluhan adalah:
1. Tidak
mudah percaya pada
orang lain, terutama orang luar
yang belum dikenalnya.
2. Memegang teguh adat-istiadat,
sehingga setiap inovasi yang
ditawarkan
kepadanya
selalu dikajinya terlebih dahulu,
apakah memang tidak menyalahi
kebiasaan-kebia-saannya yang
dinailai baik itu
21. Petani Sebagai Pengelola
Usahatani
berarti bahwa, petani
adalah orang yang memiliki
wewenang untuk mengambil
keputusan sendiri tentang
usahataani yang dikelolanya, serta
terbiasa memper-tanggungjawabk
an hasil pengelolaannya itu kepada
keluarga serta masyarakat
lingkungannya.