SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 205
Downloaden Sie, um offline zu lesen
PT Penerbit IPB Press
Kampus IPB Taman Kencana
Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16151
Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: ipbpress@ipb.ac.id
Online Store: www.ipbpress.ipb.ac.id
ISBN : 978-979-493-000-0
9789794930000
Biografi
Lembaga (institution) dan organisasi (organization) memang bukan objek
mainstream dalam khasanah ilmu sosiologi. Namun, “lembaga”, “kelembagaan”,
dan “organisasi” merupakan kosa kata yang sangat akrab sehari-hari, yang
digunakan dalam berbagai ruang rapat, seminar, ruang pelatihan, dan kampus
serta dalam berbagai literatur dan produk-produk legislatif. Sayangnya, pemaknaan
terhadap objek ini banyak yang kabur, keliru, dan tumpang tindih, sehingga sangat
membingungkan.
Dalam buku ini, dijelaskan secara gamblang apa itu lembaga dan organisasi.
Melalui proses rekonseptualisasi, buku ini merupakan buku pertama berbahasa
Indonesia yang ditulis dengan menggunakan pendekatan terbaru, yaitu paham
kelembagaan baru (New Institutionalism) dalam sosiologi. Konsep ‘”lembaga”
dan “organisasi” yang sering kali diringkaskan sebagai “analisis kelembagaan”,
dijadikan alat untuk menguraikan bagaimana petani selama ini telah diperlakukan,
serta bagaimana semestinya menggunakan pendekatan ini untuk pengorganisasian
petani yang lebih efektif.
Gampang-GampangSusahMengorganisasikanPetaniKajianTeoridanPraktekSosiologiLembagadanOrganisasiSyahyuti
Kajian Teori dan Praktek
Sosiologi Lembaga dan Organisasi
Syahyuti
GAMPANG-GAMPANG SUSAH
Mengorganisasikan
Petani
GAMPANG-GAMPANG SUSAH
MENGORGANISASIKAN PETANI:
Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga
dan Organisasi
Syahyuti
GAMPANG-GAMPANG SUSAH
MENGORGANISASIKAN PETANI:
Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi
Syahyuti
Copyright © 2011 Syahyuti
Tata Letak dan Desain Sampul		 : Ardhya Pratama
Penyunting Bahasa		 : Putri Komalasari
Korektor		 :
PT Penerbit IPB Press
Kampus IPB Taman Kencana Bogor
Cetakan Pertama: Desember 2011
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit
ISBN: 978-979-493-000-0
Satu kekacauan yang terus berlangsung, namun akrab digeluti setiap
hari adalah penggunaan konsep dan teori ”lembaga” dan ”organisasi”.
Kekacauan ini tidak hanya berlangsung di kalangan pemerintah, mulai
dari menteri sampai penyuluh pertanian; namun juga di kalangan
akademisi. Bahkan, di dunia internasional, hal ini juga terjadi. Konsep
”institution” dan ”organization” baru dibedakan secara tegas dalam dua
puluh tahun terakhir. Sejak dulu, kedua objek ini tidak pernah clear.
Sebagian menggunakannya secara timbal balik (intercangeable), sebagian
menganggap sama, dan sebagian tidak sadar menggunakan konsep yang
mana untuk pengertian apa.
Semenjak tahun 1992, di PSEKP telah dibentuk Kelompok Peneliti
Kelembagaan dan Organisasi Pertanian. Beberapa orang peneliti sosiologi
di dalam kelompok ini telah berupaya keras untuk merumuskan konsep,
menjalankan penelitian, dan menulis laporan serta menyusun rekomendasi
tentang bagaimana semestinya membangun petani dan pertanian melalui
pendekatan bidang ilmu ini. Cukup besar harapan yang ditumpangkan
pada kelompok ini.
Setelah belasan kali penelitian dijalankan, berbagai seminar dan diskusi
digelar, serta beberapa dokumen disusun; buku ini dibuat dengan upaya
merangkum seluruh perkembangan yang telah dijalankan dan tugas yang
sudah ditunaikan. Sejajar dengan perkembangan yang juga berlangsung
paralel di dunia internasional, maka kami merasa penting untuk menyusun
buku ini sebagai bentuk tanggung jawab kepada negara yang telah memberi
sekian miliar dana penelitian, kepada petani dan narasumber yang telah
rela diwawancara, dan publik yang telah lama menanti-nanti.
Inilah sebuah buku yang disusun dengan segala daya yang ada.
Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk semua. Buku ini juga dapat
disebut sebagai ”penebusan dosa” saya selama ini dalam berbagai tulisan
KATA PENGANTAR
iv | KATA PENGANTAR
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
yang sering kali membuat bingung para pembaca. Pada banyak tulisan
saya sebelumnya, termasuk tulisan-tulisan orang lain yang saya edit,
penggunaan kedua konsep tersebut tidaklah sama sebagaimana yang
dipaparkan di dalam buku ini.
Penggunaan istilah ”institution” dalam literatur berbahasa Inggris
cenderung tidak konsisten dan tidak ada pengertian yang sama antarahli.
Selain itu, penggunaan konsep ini sering kali bercampur dengan konsep
”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa
Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan”, dan ”organisasi”.
Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution”
menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai
”organisasi”.
Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era
sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru
(new institionalism), ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga, yaitu
aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Pendekatan kelembagaan
dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector
organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan
legitimasi.
Buku ini menjadi penting karena sampai saat ini strategi pembentukan
dan pengembangan berbagai organisasi di level petani (kelompok
tani, koperasi, Gapoktan, dan lain-lain) belum memiliki konsep yang
berbasiskan kebutuhan dan kemampuan petani itu sendiri, namun
cenderung bias kepada kebutuhan pihak “atas petani”. Untuk itu, buku
ini berupaya memberikan peringatan dan arahan kepada semua pihak,
khususnya bagaimana membentuk organisasi yang aplikatif untuk untuk
menjalankan agribisnis.
Selama Bimas, pengembangan organisasi menggunakan konsep cetak
biru (blue print approach) yang seragam. Hal ini cenderung menghasilkan
kegagalan. Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial
dan temporal. Ke depan, setidaknya perlu diperhatikan tiga aspek dalam
pengembangan kelembagaan petani (tidak sekedar organisasi), yaitu
konteks otonomi daerah, prinsip-prinsip pemberdayaan, dan kemandirian
lokal.
KATA PENGANTAR | v
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Buku ini menggunakan bahasa yang populer dan disusun secara
sederhana sehingga mudah dipahami oleh berbagai kalangan; tidak hanya
komunitas ilmiah (dosen dan peneliti), tetapi juga kalangan birokrasi
dan pelaksana di lapangan. Pihak yang akan memperoleh manfaat
terbesar dengan membaca buku ini adalah kalangan yang bergerak
dalam pembangunan pertanian dan pedesaan secara langsung, yaitu
para penyuluh pertanian dan kalangan penggiat di NGO misalnya, serta
kalangan penyusun perencanaan dan pengambil kebijakan di tingkat
nasional maupun lokal.
Bahan berasal dari berbagai literatur berupa buku, jurnal maupun
hasil penelitian (termasuk penelitian penulis sendiri) berkenaan dengan
pengembangan organisasi-organisasi di tingkat petani.Untuk memahami
berbagai pengetahuan terbaru tentang bidang ini, dilakukan review dengan
mengandalkan literatur dari luar. Sementara untuk kasus-kasus, digunakan
hasil-hasil riset di Indonesia ditambah kasus lain yang dipandang mirip
dengan konteks sosial ekonomi dan kultur petani Indonesia.
Bogor, Desember 2011
Penulis
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
I.	 PENDAHULUAN............................................................................
1.1.	 Latar Belakang..........................................................................
1.2.	 Pendekatan Penulisan................................................................
II.	 REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA
DAN ORGANISASI.........................................................................
2.1.	 Ketidakkonsistenan Konsep di Level Akademisi........................
2.2.	 Ketidakkonsistenan Istilah dalam Produk Legislasi
Pemerintah................................................................................
2.3.	 Perumusan Istilah dan Rekonseptualisasi
“Lembaga dan Organisasi” yang lebih Operasional....................
2.4.	 Pendekatan Kelembagaan Baru..................................................
2.5.	 Konsep dan Teori Organisasi, serta Interaksinya dengan
Kelembagaan.............................................................................
III.	 Kondisi dan Praktik Pengembangan Organisasi Petani.......................
3.1.	 Strategi dan Pola Pengembangan Organisasi Petani
di Indonesia..............................................................................
3.2.	 Intervensi Negara Berupa Organisasi Formal
dan ”Perlawanan” Petani............................................................
DAFTAR ISI
viii | DAFTAR ISI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
3.3.	 Pengaruh Kultur Pasar Dalam Pembentukan Organisasi
Petani........................................................................................
3.4.	 Lokalitas dan Kemandirian........................................................
3.5.	 Organisasi untuk Pemenuhan Permodalan.................................
3.6.	 Organisasi untuk Menjalankan Pemasaran.................................
3.7.	 Penyuluhan untuk Membentuk dan Menggerakkan
Organisasi..................................................................................
3.8.	 Pengorganisasian Petani untuk Kegiatan Anti Kemiskinan.........
3.9.	 Mengorganisasikan Perempuan Petani.......................................
IV.	 KUNCI-KUNCI PENGEMBANGAN ORGANISASI
PETANI............................................................................................
4.1.	 Faktor Waktu serta Pilihan Organisasi dan Konfigurasi
Organisasi..................................................................................
4.2.	 Pengembangan Gapoktan sebagai Intergroup Associaton..............
4.3.	 Koperasi sebagai Organisasi Multiperan untuk Petani Kecil.......
4.4.	 Peran dan Kendala Pemerintahan Desa
untuk Organisasi Petani.............................................................
4.5.	 Pertimbangan Petani untuk Berpartisipasi
dalam Organisasi Formal...........................................................
4.6.	 Kepemimpinan: Dilema Antara Aktor versus Organisasi............
4.7.	 Partisipasi dan Peran Pihak Luar................................................
4.8.	 Mitos tentang Bantuan Uang.....................................................
4.9.	 Organisasi dan Social Capital.....................................................
4.10.	Pengorganisasian sebagai Upaya Pemberdayaan..........................
4.11.	Organisasi untuk Menjalankan Tindakan Kolektif.....................
4.12.	Efektivitas Sanksi dalam Organisasi...........................................
DAFTAR ISI | ix
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
V.	 PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
KELEMBAGAAN BARU..................................................................
5.1.	 Konfigurasi Organisasi Petani di Perdesaan dan Pilihan
yang Dihadapi Petani dalam menjalankan
Usaha Pertanian.........................................................................
5.2.	 Langkah-langkah dan Prinsip Pembentukan
dan Pengembangan Organisasi Petani........................................
5.3.	 Organisasi Hanyalah Alat, Bukan Tujuan...................................
5.4.	 Pengembangan Teori dan Praktik Lembaga dan Organisasi
dalam Kerangka Ilmu Sosial.......................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
LAMPIRAN.............................................................................................
1.1. Latar Belakang
Selamaini,mengorganisasikanpetanisecaraformalmerupakanstrategi
utama bagi pemberdayaan di perdesaan yang dijalankan oleh pemerintah,
termasuk NGO lokal maupun internasional. Seluruh peserta program
mesti tergabung ke dalam kelompok-kelompok yang diharapkan dapat
menjalankan peran mulai dari sebagai fungsi representatif, komunikasi,
dan juga ekonomi. Pendekatan “organisasi formal” di Indonesia telah
berlangsung semenjak era Bimas tahun 1970-an dengan pendekatan
produksi,sampaisekarangyangmenggunakanpendekatan”pemberdayaan”
dan ”pengembangan komunitas” (community development). Untuk
mewujudkan ini telah dihabiskan anggaran dan tenaga lapang yang cukup
besar.
Permasalahannya, kelompok-kelompok tersebut tidak berkembang
sesuai harapan, sehingga tidak mampu mendukung pencapaian tujuan
program. Namun demikian, berbagai kebijakan baru, misalnya undang-
undang dan peraturan menteri, masih tetap menjadikan organisasi formal
sebagai keharusan. Misalnya, Peraturan Menteri Pertanian No. 273/kpts/
ot.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, dan
Keputusan Menko Kesra No. 25/Kep/Menko/Kesra/vii/2007 tentang
Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM Mandiri).
Keberhasilan pembentukan organisasi formal rendah (Bourgeois, et al.
2003), dan kapasitas keorganisasian mereka lemah. Hal ini bahkan telah
menjadi faktor utama yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan program
secara keseluruhan (PSEKP 2006). Kondisi ini relatif serupa di banyak
I
PENDAHULUAN
2 | PENDAHULUAN
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
belahan dunia lain (Grootaert 2001). Banyak studi membuktikan bahwa
tidak mudah membangun organisasi petani (Hellin, et al. 2007), karena
petani cenderung merasa lebih baik tidak berorgansiasi (Stockbridge, et al.
2003).
Pengalaman berbagai pihak yang melakukan pekerjaan langsung
di lapangan menemukan berbagai penyebab kegagalan tersebut,
misalnya karena kurang dihargainya inisiatif lokal, proses yang tidak
terdesentralisasi, pendekatan yang seragam (blue print approach), serta
kurangmengedepankanpartisipasidandialog.Partisipasiyangberlangsung
masih bersifat searah atau baru sebatas mobilisasi.
Pada hakikatnya, akar penyebabnya terletak pada tiga hal, yaitu pada
pihak pelaku pengembangan, dalam diri masyarakat desa itu sendiri,
dan karena kendala perangkat keilmuan yang digunakan dalam kegiatan
tersebut. Konsep ”lembaga” (institutions) dan ”organisasi” (organization)
merupakan dua objek yang mengiringi proses pengorganisasian selama
ini. Pada awalnya, studi terhadap lembaga terpisah dari studi terhadap
organisasi, namun kemudian menyatu dalam bentuk kajian kelembagaan
baru (new institutionalism) di mana organisasi merupakan perhatian
pokoknya. Satu hal yang menarik dalam kajian kelembagaan adalah
terjadinya ketidaksepahaman yang cukup tajam dan berlangsung lama di
antara para ahli.
Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris,
ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa
Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian
yang sama antarahli. Selain itu, penggunaan konsep ini sering kali
bercampur dengan konsep ”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada
literatur berbahasa Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan”,
dan ”organisasi”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan
”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai
persis sebagai ”organisasi”.
Dalam konteks pembangunan perdesaan, negara dengan aktor-aktor
sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan (property rights), struktur
pemerintahan (governance structures), dan aturan pertukaran yang berperan
dalam menentukan lingkungan pasar (market environment) terhadap
berjalannya organisasi petani dan masyarakat desa. Negara menginginkan
PENDAHULUAN | 3
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
sebuah sistem masyarakat yang terorganisir dengan sistematis. Di sisi lain,
tekanan kultur pasar menyebabkan lingkungan pasar menjadi kondisi
yang umum yang dihadapi oleh organisasi petani.
Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak
era sosiologi klasik sampai munculnya paham kelembagaan baru (new
institionalism), ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga, yaitu
aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Pendekatan kelembagaan
dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector
organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan
legitimasi.
Perkembangan akhir-akhir ini memperlihatkan banyaknya berbagai
asosiasi maupun paguyuban-paguyuban petani yang tumbuh dan
berkembang secara mandiri. Meskipun pendekatan kelembagaan telah
menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan perdesaan,
namun kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat
untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk
pemberdayaan yang lebih mendasar. Ke depan, agar dapat berperan
sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, pengembangan
kelembagaan mestilah dirancang sebagai upaya untuk peningkatan
kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri. Pembentukan
dan pengembangan kelembagaan juga harus menggunakan basis social
capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui
prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
Buku ini menjadi penting, karena sampai saat ini, konsep dan strategi
pembentukan dan pengembangan berbagai organisasi di level petani
misalnya (kelompok tani, koperasi, Gapoktan, dan lain-lain), belum
memiliki konsep yang berbasiskan kepada kebutuhan dan kemampuan
petani itu sendiri, namun bias kepada kebutuhan pihak “atas petani”.
Untuk itu, buku ini berupaya memberikan peringatan dan arahan kepada
semua pihak khususnya bagaimana organisasi yang aplikatif untuk
menjalankan agribisnis.
Selama Bimas, pengembangan organisasi menggunakan konsep cetak
biru (blue print approach) yang seragam. Hal ini cenderung menghasilkan
kegagalan. Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial
dan temporal. Ke depan, setidaknya perlu diperhatikan tiga aspek dalam
4 | PENDAHULUAN
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
pengembangan kelembagaan petani (tidak sekedar organisasi), yaitu
konteks otonomi daerah, prinsip-prinsip pemberdayaan, dan kemandirian
lokal.
Per Oktober 2009 misalnya, secara administratif telah terdaftar
sebanyak 270.817 unit kelompok tani di Indonesia dengan total anggota
sebanyak 11, 3 juta orang, yang baru merupakan lebih kurang 10%
dari total tenaga kerja di pertanian. Sementara, total Gapoktan sebanyak
28.304 unit. Dibandingkan dengan semua desa, baru 40% desa yang
sudah memiliki Gapoktan. Untuk koperasi, telah ada koperasi pertanian
tani sebanyak 10.527 unit, atau sama dengan 14% dari total desa yang
ada.
1.2. Pendekatan Penulisan
Untuk menjangkau pembaca yang lebih luas, buku ini menggunakan
bahasa yang populer dan disusun secara sederhana sehingga mudah
dipahami, baik untuk komunitas ilmiah maupun kalangan birokrasi
dan pelaksana di lapangan. Pihak yang akan memperoleh manfaat
terbesar dengan membaca buku ini adalah kalangan yang bergerak
dalam pembangunan pertanian dan perdesaan secara langsung yaitu
para penyuluh pertanian dan kalangan penggiat di NGO misalnya; serta
kalangan penyusun perencanaan dan pengambil kebijakan di tingkat
nasional dan lokal. Tiap bab akan berisi materi teori ditambah temuan-
temuan penelitian, terutama dari PSEKP.
Bahan berasal dari berbagai literatur berupa buku, jurnal, maupun
hasil penelitian (termasuk penelitian penulis sendiri) berkenaan dengan
pengembangan organisasi-organisasi di tingkat petani. Untuk memahami
berbagai pengetahuan terbaru tentang bidang ini, dilakukan review dengan
mengandalkan literatur dari luar. Sementara untuk kasus-kasus, digunakan
hasil-hasil riset di Indonesia ditambah kasus lain yang dipandang mirip
dengan konteks sosial ekonomi dan kultur petani Indonesia.
Buku ini diharapkan dapat menyumbang untuk memperkaya literatur
bidang ini yang saat ini tidak hanya lemah, tetapi juga cenderung keliru.
Kekeliruan tersebut dimulai dari ketidaktegasan konsep yang lalu berakibat
pada teori yang dikembangkan. Media penulisan berupa buku ini akan
PENDAHULUAN | 5
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
lebih mendayagunakan berbagai hasil penelitian PSEKP. Lebih jauh, buku
ini diharapkan juga mampu memberikan masukan dalam penyusunan
kebijakan pengorganisasian petani di masa mendatang yang lebih efektif.
Isi pokok buku ini terdiri atas tiga bagian, yaitu telaah konsep, sebagai
awal untuk memperbaiki struktur pengetahuan tentang ini dan membuat
pengetahuan yang sama dengan yang berkembang di dunia internasional.
Bagian berikutnya memaparkan kondisi faktual pengorganisasian petani
di Indonesia saat ini. Lalu, bagian akhir berisi analisis dan merumuskan
kunci-kunci pengorganisasian petani yang lebih operasional dan strategis
di masa mendatang, bertolak dari berbagai pelajaran selama ini.
II
REKONSEPTUALISASI TEORI
LEMBAGA DAN ORGANISASI
Dalam buku ini, kata “lembaga” merupakan terjemahan langsung
dari “institution”, dan kata “organisasi” sebagai terjemahan “organization”;
sementara “kelembagaan” sebagai terjemahan “institutional” dan
keorganisasian untuk “organizational”. Mungkin baru dalam buku ini,
penerjemahan kedua kata ini dibuat demikian1.
Meskipun terminologi ini
tampak begitu sederhana, namun sesungguhnya selama ini penerjemahan
kedua kata ini dari bahan bacaan berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia
telah dibuat membingungkan oleh banyak penulis. Untuk memudahkan
pemahaman, berbagai konsep penting bisa dilihat pada Lampiran 1.
2.1. Ketidakkonsistenan Konsep
di Level Akademisi
Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris,
ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa
Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian
yang sama antar ahli, demikian pula dengan konsep ”organization”
2
. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution”
menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai
”organisasi”.
1	 Satu buku yang belakangan ini sangat populer di Indonesia, yaitu buku “Ekonomi
Kelembagaan: Definisi, Teori dan Aplikasi” yang ditulis oleh A. E. Yustika, menerjemahkan
institution dan institutional menjadi “kelembagaan” saja.
2	 Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia tidak selalu
merupakan terjemahan langsung atau dapat disamakan dengan konsep ”institution” dalam
literatur berbahasa Inggris. Contohnya, ”kelembagaan” sering digunakan untuk menyebut
organisasi petani pengguna air di Bali yaitu”subak”, padahal dalam literatur berbahasa Inggris
subak biasanya disebut sebagai ”nonformal organization”.
8 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Penyebabnya adalah karena banyak pihak yang menulis tentang objek
ini namun tidak mengembangkan konsep dan teorinya. Ketidaksepakatan
ini dinyatakan oleh Uphof (1986) bahwa: “What contstitutes an ‘institution’
is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution
and organization are commonly used interchangeably and this contributes to
ambiguityand confusion”. Richard Scott yang telah merangkum seluruh
perkembangan teori kelembagaan juga menemukan hal serupa. Scott
(2008) menyatakan bahwa: “The existing literature is a jungle of conflicting
conceptions, divergent underlying assumptions, and discordant voices”. Ia
menemukan penggunaan asumsi yang berbeda dan penuh pertentangan
satu sama lain. Sementara, Soemardjan dan Soemardi juga mengakuinya.
“Belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan
para sarjana sosiologi untuk menerjemahkan istilah Inggris ‘social
institution’……. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’
….. ada pula yang ‘bangunan sosial’” (Soemardjan dan Soemardi 1964).
”The words ‘institution’ and ‘organization’ are usually used interchangeably or
inclusively and often lead to misunderstandings and misguided interventions”
(Lobo 2008).
Penggunaan istilah ”institution” dan ”organization” dalam literatur
berbahasa Inggris sering kali juga tidak konsisten (lihat Horton dan Hunt
1984). Sebagian mendefiniskan social institution yang mencakup aspek
organisasi, sebaliknya ada yang memasukkan aspek-aspek lembaga di
bawah topik social organization. Para ahli menggunakan entry istilah yang
berbeda, namun membicarakan hal yang sama 3.
Dalam hal konsep, terutama di Indonesia, setidaknya ada empat
bentuk cara pembedaan antara lembaga dan organisasi. Literatur
berbahasa Indonesia biasanya menggunakan kata “kelembagaan”, karena
mereka menggunakan “lembaga” sebagai sebutan lain untuk “organisasi”.
3	 Soekanto (1999) dan Hebding dan Glick (1994) misalnya hanya mengenal istilah institusi
yang disebutnya dengan lembaga kemasyarakatan atau lembaga sosial dan tidak mengenal
sub bab organisasi sosial secara khusus. Untuk organisasi dengan pembahasan tentang grup,
kelompok, dll. Sedangkan Ralph et al. (1977) mengenal istilah social organization dan tak
menjadikan institusi atau istilah yang sinonim dengannya sebagai bab atau sub bab. Ini
tidak cukup untuk menyimpulkan, bahwa insitusi dikenal di sosiologi sedangkan organisasi
dikenal di antroplogi, namun hanya menunjukkan bahwa tiap penulis menggunakan istilah
yang berbeda untuk menyebut objek yang sama.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 9
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Pembedaan tersebut adalah (1) tradisional dan modern4
, (2) asal
pembentukannya dari bawah dan atas (Tjondronegoro 1999), (3) berbeda
level namun dalam satu kontinuum (Uphoff 1986; Huntington 1965),
dan (4) pembedaan di mana organisasi merupakan elemen dari lembaga5
.
Pada kalangan ahli di dunia internasional sekalipun, yang dapat
dilacak dari literatur-literatur berbahasa Inggris, sebagaimana ahli ekonomi
kelembagaan (Douglass C. North6
dan Lionel Robbins 7
) dan pendekatan
kelembagaan baru (new institutionalism) (Scott 1995; 2008); kedua objek
ini pada awalnya berbaur lalu kemudian menjadi terpisah8
. Ini karena
penulis bersangkutan hanya mengenal satu kata saja dalam menerangkan
fenomena sosial: institution saja, atau organization saja9
. Sebagian penulis
tidak sadar atau kurang peduli dengan penggunaan istilah ini.
4	 “Some institutional manifestations are indigenous or diffuse and thus are difficult to adress in
terms of technical or financial assistance, so we are focusing on organizational structure or channels
which have been, or could be, more readily institutionalized” (Uphof, 1986). Juga Horton dan
Hunt, 1984. Sociology. Sixth Edition. McGraww-Hill Book Company; Sidney, Tokyo, dan
lain-lain. Hal. 211.
5	 Dari kacamata ekonomi, Binswanger dan Ruttan mengemukakan pandangan, bahwa: “An
institution is usually defined as the set of behavioral rules that govern a particular pattern of
section and relationship. An organization is generally seen as a decision making unit – a family, a
firm, a bureau – that exercise control of resources….. the concept of institution will include that of
organization” (Binswanger dan Ruttan, 1978. Induced Innovation: Technology, Institutions
and Development. The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London. Hal.
329).
6	 Douglass C. North. “Prize Lecture: Lecture to the memory of Alfred Nobel, December 9,
1993. (http://nobelprize.org/economics/laureates/1993/north-lecture.html., 27 April 2005.
7	 Lionel Robin. “Understanding Institutions: Institutional Persistence and Institutional
Change”. hhttp://www.lse.ac.uk/collections/LSEPublicLecturesAndEvents/ events/
2004/20031222t0946z001.htm., 27 April 2005.
8	 Perubahan ini misalnya dapat ditelusuri pada Mitchell, G. Duncan (ed). 1968. hal 172-3,
dan di bawah entry social institution dan social organization.
9	 Perhatikan dua definisi berikut antara yang menggunakan social institution dengan yang meng-
gunakan social organization. Objek yang dilihat sesungguhnya sama, namun menggunakan dua
kata yang berbeda. Sumner memasukkan aspek struktur ke dalam pengertian kelembagaan: “An
institution consist s of a concept (idea, notion, doctrine, interest) and structure. The structure is a
framework, or apparatus, or perhaps only a number of functionaries set to-operate in prescribed ways
at a certain conjuncture. The structure holds the concepts and furnishes instrumentalis for bringing
it into the world of facts and action in a way to serve the interaest of men in society” (Sumner. 1906
Folkways. Ginn and Co., Boston. Dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964. Juga dalam Mitchell,
1968). Sebaliknya Cooley dalam buku Social Organization yang terbit tahun 1909, memasukkan
objek mental dalam pembahasannya tentang grup primer. Ia menyatakan: “…. his view of social
organization as the ‘diferentiated unity of mental or social life’….. mind and one’s conception of self are
shaped through social interaction, and social organization is nothing more than the shared activities
and understanding which social interaction requires” (Mitchell, 1968: 173).
10 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Studi terhadap lembaga dan analisis tentang pengaruh lembaga
terhadap individu dalam masyarakat dimulai oleh kalangan sosiologi abad
ke-19 dan 20, misalnya Max Weber dalam studi birokrasi dan bagaimana
birokrasi mempengaruhi cara berprilaku masyarakat (Weber 1914).
Perhatian terhadap lembaga cukup konstan dari masa ke masa meskipun
menggunakan berbeda istilah (Scott 2008). Melalui pendekatan teori
perilaku (behavioural theory) dan teori pilihan rasional (rational choice
theory), studi kelembagaan menjadi lebih mikro dan individual.
Dalam dekade sosiologi klasik, Spencer misalnya melihat masyarakat
sebagai sebuah sistem organis yang terbentuk oleh proses waktu. Sementara
bagi Sumner, lembaga berisi konsep (ide, notion, doktrin, interest) dan
sebuah struktur (Sumner dalam Soemardjan dan Soemardi 1964),
sementara Cooley melihat pada kesalinghubungan antara individu dengan
lembaga dalam konteks self dan structure. Perilaku individu terbentuk atau
terpengaruh oleh lembaga tempat ia hidup (Scott 2008). Dalam kurun
ini pula, Durkheim menjelaskan masyarakat dengan memberi perhatian
terhadap lembaga yang menghasilkan keteraturan kolektif yang didasarkan
pada tindakan-tindakan rasional (Durkheim 1965). Bagi Durkheim,
lembaga sosial adalah sistem simbol yang berisi pengetahuan, kepercayaan,
dan otoritas moral (Durkheim dalam Scott 2008).
Norma sebagai pembentuk perilaku banyak menjadi perhatian
kalangan sosiologi klasik, misalnya Weber dan Parsons. Menurut Parsons,
lembaga adalah ”sistem norma yang mengatur relasi antarindividu, yakni
bagaimana relasi individu semestinya” (Scott 2008). Nilai dan norma juga
merupakan aspek yang dikaji oleh Durkheim (1968). “ ... Social integration
and individual regulation through consensus about morals and values”.
Demikian pula dengan Soekanto (1999) yang menyebut bahwa lembaga
adalah sebagai jelmaan dari kesatuan norma-norma yang dijalankan atau
diwujudkandalamhubunganantarmanusia.DalamkonteksinipulaSumner
atau Cooley memaknai lembaga sebagai “established norm” (Soemardjan
dan Soemardi 1964). Sementara Uphoff (1992) mendefinisikan lembaga
sebagai “a complex of norms and behaviours that persist overtime by serving
some socially valued purpose”.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 11
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Pada perkembangan yang lebih baru, beberapa sosiolog memberikan
perhatian pada pengetahuan sebagai faktor pembentuk perilaku individu
di tengah masyarakat. Bourdieu misalnya, melalui perjuangan simbolik,
mendeskripsikan bagaimana kekuatan beberapa kelompok menekankan
kerangka pengetahuan dan konsepnya tentang realitas sosial terhadap
pihak lain (Ritzer 1996; Perdue 1986). Demikian pula dengan Berger
dan Luckmann (1976) yang fokus pada penciptaan realitas sosial yang
memandang bahwa lembaga adalah pola perilaku (pattern of conduct)
untuk mencapai kebutuhan (end).
Sementara,studitentangorganisasidiawaliolehstuditentangbirokrasi
oleh Weber (Colignon 2009), lalu Robert Merton yang dengan kerangka
kerja Weber membangun teori lebih rendah (middle range theory), dan
dilanjutkan Selznick dengan menggunakan teori struktural fungsional
dan membangun pendekatan kelembagaan lama (old institutional).
Selznick menekankan pentingnya kontrol norma (normative controls) yang
secara bersamaan kemudian menginternalisasi (internalized) aktor dan
menekannyadalamsituasisosial(socialsituations).Pendekatankelembagaan
baru terhadap organisasi dimulai dari usaha Meyer dan Rowan (1977) yang
membangun dari pendekatan kelembagaan Selznick. Mereka mempelajari
“…how organizational decision making is shaped, mediated, and channeled
by normative institutional arrangements (Powell da DiMaggio 1991).
Semenjak tahun 1980-an, kalangan sosiologi organisasi telah
menyadari pentingnya kajian teoritis dan keefektifan organisasi sebagai
grup. Hal ini mendorong tumbuhnya pendekatan-pendekatan baru,
di mana terjadi perubahan perspektif dari organisasi individual kepada
jaringan antarorganisasi, termasuk bagaimana relasi organisasi dengan
negara. Pendekatan “organization-state approach” mempelajari bagaimana
relasi organisasi dengan pasar dan negara dalam hal materi dan ide.
Dalam kajian ini juga dipelajari bagaimana negara dengan aktor-aktor
sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan (property rights), struktur
pemerintahan (governance structures), dan aturan pertukaran yang berperan
dalam menentukan lingkungan pasar (market environment) terhadap
berjalannya organisasi.
12 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Dalam menjalankan pembangunan dan pemerintahan secara
umum, negara menginginkan sebuah sistem masyarakat yang terorganisir
dengan sistematis. Organisasi berjenjang berdasarkan satuan-satuan unit
manajemen pemerintahan merupakan pendekatan yang jamak ditemukan.
Kecenderungan bahwa kultur pasar merupakan penekan utama bahkan
terhadap negara, menyebabkan lingkungan pasar menjadi kondisi yang
umum yang dihadapi oleh organisasi petani.
Saat ini, disadari bahwa kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh
norma dan harapan (expectations), juga oleh teknologi dan pasar (Colignon
2009). Perusahaan swasta misalnya menghadapi sekaligus tekanan pasar
dan persoalan legitimasi. Menghadapi kondisi ini digunakan pendekatan
majemuk (multiple approaches). Pendekatan jaringan organisasi
(organizational networks) digabungkan dengan perosalan “fields” serta relasi
dengan negara (state-organization relations) (Casey 2002). Masyarakat
modern dicirikan oleh kehidupan berorganisasi10
.
Interaksi antara Teori Kelembagaan (Institutional Theory) dan
Organisasi melahirkan Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalisme
Theory). Menurut Scott (2008), studi lembaga dan organisasi mulai
berinteraksi sejak era 1970-an, yaitu dengan tumbuhnya perhatian pada
pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian (organizational forms) dan
lapangan organisasi (organization fields). Beberapa penyumbang penting
dalam pertalian ini, yaitu Weber dengan teori birokrasi, Parsons dengan
kelembagaan kultural (cultural institutional) terhadap organisasi, Herbert
Simmon yang berkerjasama dengan James G. March yang mempelajari
sifat atau ciri rasionalitas pada organisasi, Selznick yang mempelajari teori
kelembagaan terhadap organisasi (Scott 2008), serta Victor Nee dalam
konteks analisis kelembagaan (institutional analysis) yang mempelajari
hubunganantaraprosesformaldaninformalpadalingkungankelembagaan
(institutional settings) 11
.
10	Casey mengikuti pemikiran Alain Touraine, yang memandang kehidupan masyarakat
modern sebagai: “ ….. society conceived as rationally organized around a central system of
institutional and behavioural regulation”.
11	 Vicki D. Alexander dari University of Surrey yang membahas buku Victor Nee and Mary C.
Brinton (editors). 1998. The New Institutionalism in Sociology. Russell Sage Foundation:
New York. xx + 332 pp. http://www.socresonline.org.uk/3/4/ alexander.html
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 13
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Pertautan ini menurut Nee dan Ingram (1998) berasal dari teori
pilihan rasional dengan teori kelekatan (embeddedness theory). Riset-riset
dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga
terhadap perilaku manusia melalui aturan-aturan (rules), norma (norms),
dan kultural-kognitif (cultural-cognitive) yang dibangun dan dipersepsikan
oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan
pengaruh dari pengetahuan (cognitive), di mana individu bertindak karena
persepsinya terhadap dunia sosial.
Pendekatan mikro terhadap teori kelembagaan (Microfoundations of
Institutional Theory) relatif sejalan dengan ini. Dalam pandangan mikro
ini dipelajari bagaimana individu memposisikan dirinya dalam relasi
sosial dan memahami konteks yang melingkupinya, serta bagaimana
orang-orang dalam organisasi menjaga dan mentrasformasikan kekuatan-
kekuatan kelembagaan dalam praktik hidup sehari-hari (Powell dan
Colyvas 2008). Melalui kacamata mikro ini akan dapat dijelaskan kondisi
makro. Sumbangan lain diberikan Battilana (2006) dengan studinya yang
menggunakan analisis pada level individual (dengan kerangka Bourdieu),
sesuatu yang selama ini diabaikan oleh kalangan kelembagaan baru;
mendapatkan bahwa posisi sosial individu merupakan satu variabel kunci
dalam memahami bagaimana mereka dapat menjadi seorang institutional
entrepreneurs dalam satu tekanan kelembagaan.
Powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan konsep “new
institutionalism” dengan menolak model aktor rasional dari ekonomi klasik.
Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru adalah tentang bagaimana
menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi
organisasi 12
. Akar teoritisnya berasal dari teori kognitif, teori kultural, serta
fenomenologi dan etnometodologi. Ada 3 elemen yang disebut dengan
pilar (pillar) yang membangun lembaga, yakni aspek regulatif, normatif,
dan aspek kultural-kognitif 13
.
12	Scott merumuskan lembaga sebagai: “…are comprised of regulative, normative and cultural-
cognitive elements that, together with associated activities and resources, provide stability and
meaning to social life” (Scott, 2008: 48).
13	Pilar kognitif dalam paham kelembagaan baru berakar dari pemikiran sosiologi pengeta-
huan yang dibangun oleh Mannheim serta Berger dan Luckman (1979).
14 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
2.2. Ketidakkonsistenan Istilah dalam Produk
Legislasi Pemerintah
Secara umum, dalam berbagai produk hukum yang dikeluarkan
pemerintah, istilah yang dipakai adalah “kelembagaan” dan “organisasi”.
Kadang-kadang juga digunakan istilah “lembaga” sebagai kata lain untuk
organisasi.
Dalam dokumen Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(RPPK) tahun 2005, dibedakan antara ”kebijakan pengembangan
kelembagaan” dengan ”kebijakan pengembangan organisasi ekonomi
petani”. Masing-masing pada subbab berbeda. Dalam dokumen ini,
”kelembagaan” dan ”organisasi” adalah hal berbeda, di mana kelembagaan
adalah sesuatu yang berada ”di atas petani”, sedangkan organisasi berada
di level petani. Sesuai dengan rekonseptualisasi yang saya susun di buku
ini, maka kedua hal ini merupakan “organisasi”.
Dalam Subbab Kebijakan Pengembangan Kelembagaan, objek yang
diatur adalah lembaga keuangan perdesaan, sistem perbankan di daerah,
lembaga keuangan lokal, dan lembaga pengawas mutu produk-produk.
Kata “lembaga” di sini jelas adalah organisasi menurut konsep sosiologi.
Sementara, pada bagian Kebijakan Pengembangan Organisasi Ekonomi
Petani, mencakup kelembagaan ketahanan pangan di perdesaan, dan
kelembagaan ekonomi petani di perdesaan. Kata “kelembagaan” di kalimat
terakhir ini bermakna sebagai kesalinghubungan berbagai organisasi dalam
menjalankan satu urusan, misalnya bagaimana relasi antara Pemerintah
Daerah dengan kelompok tani dalam mencapai ketahanan pangan.	
Contoh kedua adalah Permentan No. 273 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Dalam bagian batasan
tidak dicakup apa itu “lembaga, kelembagaan, dan organisasi”;
meskipun sebenarnya ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam
dokumen ini. Pada bagian Pengembangan Kelompok Tani tertulis:
“Menumbuhkembangkan kemampuan manajerial, kepemimpinan, dan
kewirausahaan kelembagaan tani serta pelaku agribisnis lainnya”. Lalu,
“Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan tani baik
nonformal maupun formal serta terlaksananya berbagai forum kegiatan”,
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 15
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
dan “Menginventarisasi kelompoktani, GAPOKTAN dan kelembagaan tani
lainnya yang berada di wilayah kabupaten/kota”. Dalam kalimat-kalimat ini
digunakan istilah “kelembagaan tani” yang maksudnya adalah organisasi-
organisasi milik petani.
Sementara, pada kalimat ”Merencanakan dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan berkala baik di dalam Gapoktan, antar Gapoktan
atau dengan instansi/lembaga terkait”, kata “lembaga” di sini bermakna
sebagai organisasi milik pemerintah. Dalam ilmu sosiologi, ini tergolong
organisasi.
Dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2008, bagian tujuan poin b
tertulis “Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,
representatif, dan akuntabel”. Lalu, pada kalimat “PNPM Mandiri
diarahkan menggunakan dan mengembangkan secara optimal kelembagaan
masyarakat yang telah ada”. Kata “kelembagaan masyarakat” di sini bisa
dimaknai sebagai organisasi. Namun, pada kalimat “Dimensi kelembagaan
masyarakat meliputi proses pengambilan keputusan dan tindakan kolektif,
organisasi, serta aturan main”, maknanya sudah mencakup aspek-aspek
lembaga.
Pada bagian lain tertulis: “Harmonisasi kelembagaan dilakukan
melalui pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan yang telah ada
dengan cara meningkatkan kapasitas pengelola, memperbaiki kinerja dan
etika lembaga, dan meningkatkan tingkat keterwakilan berbagai lembaga
yang ada”. Dari kalimat ini, kata “harmonisasi kelembagaan” lebih tepat
disebut sebagai manajemen kegiatan, sedangkan “kelembagaan yang telah
ada” adalah organisasi.
Sementarapadakalimat“Konsolidasiorganisasipelaksanaprogramsektor
yang bersifat ad hoc dan koordinasi berbagai kelompok masyarakat yang ada
oleh lembaga keswadayaan masyarakat di desa/ kelurahan” dan ”Kelembagaan
PNPM Mandiri di desa/kelurahan adalah lembaga keswadayaan masyarakat
yangdibentuk,ditetapkanolehmasyarakat,...”;istilahLembagakeswadayaan
masyarakat (LKM) yang dimaksud di sini hanya sebutan (= nama organik)
untuk sebuah organisasi kecil beranggotakan biasanya 5 orang. Mereka
16 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
mengajukan dana pinjaman ke pengelola PNPM yang disebut dengan
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), di mana mereka menjalankan
kegiatan ekonomi; misalnya, 5 orang ibu-ibu yang semuanya menjalankan
usaha jahit-menjahit.
Contoh terakhir adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Pada
Pasal 1 poin 17 tertulis ”Kelembagaan petani, pekebun, peternak nelayan,
pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar
kawasan hutan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan
untuk pelaku utama”. Kata “kelembagaan” dan “lembaga” mestinya diganti
dengan organisasi. Demikian pula pada poin 25: ”Kelembagaan penyuluhan
adalah lembaga pemerintah dan/ atau masyarakat yang mempunyai tugas
dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan”; juga Pasal 8 “Kelembagaan
penyuluhan terdiri atas: kelembagaan penyuluhan pemerintah; kelembagaan
penyuluhan swasta; dan kelembagaan penyuluhan swadaya”; dan Pasal 9
“Badan penyuluhan pada tingkat pusat mempunyai tugas ....”. Dalam UU
ini tidak ditemukan penggunaan kata “organisasi” sama sekali.
2.3. Perumusan Istilah dan Rekonseptualisasi
“Lembaga dan Organisasi” yang lebih
Operasional
Sebagaimanaditunjukkandiatas,baikdalamdalamliteraturberbahasa
Inggris maupun Indonesia ditemui berbagai ketidaksepakatan dan
ketidakkonsistenanpenggunaanistilah.Ketidakkonsistenandalamliteratur
berbahasa Indonesia terjadi antara istilah ”lembaga”, ”kelembagaan”,
dan ”organisasi”. Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam literatur
berbahasa Indonesia tidak selalu merupakan terjemahan langsung atau
dapat disamakan dengan konsep ”institutional” dalam literatur berbahasa
Inggris. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution”
menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai
”organisasi”. Menghadapi berbagai kekeliruan dan ketidaksepakatan ini,
dilakukan perumusan rekonseptualisasi sebagaimana matriks berikut.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 17
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Rekonseptulasisasi “lembaga” dan “organisasi”
Terminologi
dalam literatur
berbahasa
Inggris
Sering
diterjemahkan
dalam literatur
berbahasa Indonesia
selama ini menjadi
Terminologi
semestinya
Batasan dan materinya
1. institution Kelembagaan,
institusi
Lembaga Berisi norma, nilai,
regulasi, pengetahuan,
dan lainnya. Menjadi
pedoman dalam
berperilaku aktor
(individu dan organisasi)
2. institutional Kelembagaan,
institusi
Kelembagaan Hal-hal berkenaan dengan
lembaga.
3. organization Organisasi, lembaga Organisasi Adalah social group,
aktor sosial, yang sengaja
dibentuk, punya anggota,
untuk mencapai tujuan
tertentu, di mana aturan
dinyatakan tegas. Misalnya
koperasi, kelompok tani,
kantor pemerintah.
4. organizational Keorganisasian,
kelembagaan
Keorganisasian Hal-hal berkenaan
dengan organisasi.
Misalnya kepemimpinan,
keanggotaan, manajemen,
keuangan organisasi,
kapasitas organisasi, relasi
dengan organisasi lain.
Dengan demikian, ”lembaga” adalah terjemahan langsung dari
”institution”,danorganisasiadalahterjemahanlangsungdari”organization”.
Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan” adalah
terjemahan dari ”institutional”, yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang
berhubungan dengan lembaga”. Demikian pula dengan ”keorganisasian”
(dari terjemahan ”organizational”) yang bermakna sebagai ”berbagai hal
yang berhubungan dengan organisasi” 14
.
14	Ini serupa dengan kata ”kepresidenan” yang bermakana segala hal yang berhubungan
dengan presiden, dan ”kehutanan” yang bermakna sebagai hal-hal yang berhubungan
dengan hutan. Dalam kamus, tambahan suffix –al dalam bahasa Inggris menjadikan kata
asal yaitu kata benda menjadi kata sifat. Namun, dalam tata bahasa Indonesia, saya merasa
lebih sesuai bahwa kelembagaan, keorganisasian, kepresidenan, dan kehutanan adalah ”kata
benda abstrak”, bukan ”kata sifat”.
18 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
2.4. Pendekatan Kelembagaan Baru
SesuaidengansistematikayangdisusunScott(2008),makapendekatan
kelembagaan baru mencakup tiga pilar. Pendekatan ini telah merangkum
seluruh pemikiran yang berkembang berkenaan dengan lembaga dalam
bidang sosiologi, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya
paham kelembagaan baru (new institionalism). Secara sederhana dibedakan
seperti berikut (selengkapnya ada pada Lampiran 2).
Perbedaan antara tiga pilar dalam Teori Lembaga
PILAR REGULATIF
Disebut juga regulative
institution atau
rational choice
institutionalism
PILAR NORMATIF
Disebut juga genuine
institutionalism,
normatif institution,
atau historical
institutionalism
PILAR KULTURAL-
KOGNITIF
Disebut juga dengan
social institution
Objek Aturan (rule) yang
ada, “keuntungan apa”
yg akan diperoleh.
Norma-norma yang
hidup dan disepakati
di tengah masyarakat
Pengetahuan yang
dimiliki
individu dan
masyarakat, serta
kultur
Perspektif
keilmuan
Sosiologi ekonomi,
khususnya perspektif r
rational choice.
Sosiologi (terutama
sosiologi kultural)
dan antropologi
Sosiologi pengetahuan
Inti
pemikiran
Masyarakat dipenuhi
oleh berbagai
aturan, dan manusia
berperilaku dengan
melihat pada aturan-
aturantersebut.
Manusia akan
berusaha
memaksimalkan
keuntungan untuk
dirinya, dengan
menggunakan atau
berkelit dari aturan-
aturan yang ada tadi.
Perilaku manusia,
baik sebagai individu
atau sebagai group
ditentukan oleh
norma yang hidup di
masyarakat
bersangkutan.
Manusia adalah aktor
yang tunduk patuh
pada norma.
Manusia memaknai
segala hal di
seputarnya, termasuk
norma dan regulasi,
namun ia tidak
langsung patuh
sepenuhnya.Ia
memaknai lagi norma
dan aturan yang ada,
lalu memilih sikap
dan perilakunya
sendiri.
Pandangan
tentang
manusia
Manusia adalah
makhluk yang rasional
Manusia adalah
makhluk yang pasif.
Manusia adalah aktor
yang aktif
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 19
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Satu, Pilar regulatif
Objek perhatian pada bagian ini adalah aturan (rule) yang ada, dan
“keuntungan apa” yg akan diperoleh pelaku dalam bertindak. Perspektif
keilmuan yang banyak dipakai adalah bidang sosiologi ekonomi, khususnya
perspektif rational choice. Karena itu, ini disebut juga dengan regulative
institution atau rational choice institutionalism. Diyakini bahwa masyarakat
dipenuhi oleh berbagai aturan, dan manusia berperilaku dengan melihat
pada aturan-aturan tersebut. Manusia akan berusaha memaksimalkan
keuntungan untuk dirinya, dengan menggunakan atau berkelit dari aturan-
aturan yang ada tadi. Mengapa demikian? Karena, dalam perspektif ini,
manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional.
Aspek regulatif terutama datang dari kalangan sosiolog yang banyak
memerhatikan perilaku ekonomi, sehingga melahirkan apa yang dikenal
dengan aliran “rational choice institusionalism”. Binswanger dan Ruttan
(1978) berada di sisi ini yang menyebut lembaga sebagai “ …the set of
behavioral rules that govern a particular pattern of section and relationship”,
Sejalan dengan ini, Nee (2005) dalam konteks analisa kelembagaan
(institutional analysis) juga menyebut hubungan antara proses formal
dan informal pada lingkungan kelembagaan (institutional settings) .
Portes (2006) juga menyebut lembaga sebagai “…they are the set of rules
(formal or informal), governing relationships among role occupants in social
organizations…”.
Dalam objek ini terkait perihal rule setting, monitoring, dan sanksi-
sanksi. Lembaga diukur dari kapasitasnya untuk menegakkan aturan,
misalnya melalui mekanisme reward and punishment. Aturan ditegakkan
melalui mekanisme informal (folkways) dan formal (melalui polisi dan
pengadilan). Aturan bersifat represif dan membatasi (constraint), namun
juga memberi kesempatan (empower) terhadap aktor. Menghadapi
kompleks aturan ini, aktor berupaya memaksimalkan keuntungan. Karena
menjadikan regulasi sebagai objek pokoknya, lembaga jenis ini sering pula
disebut sebagai “kelembagaan regulatif”.
Dua, Pilar normatif
Objek pokok pada kelompok ini adalah norma-norma yang hidup
dan disepakati di tengah masyarakat. Norma memang menjadi perhatian
utama pada kalangan sosiologi, terutama sosiologi kultural, serta dari
20 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
kalanganilmuwanantropologi.Lembagayangberkembangpadakelompok
ini disebut juga dengan genuine institutionalism, normatif institution, atau
historical institutionalism. Mereka mengklaim sebagai yang paling murni
dalam memahami kelembagaan. Menurut pemahaman di bagian ini,
perilaku manusia, baik sebagai individu atau sebagai grup ditentukan oleh
norma yang hidup di masyarakat bersangkutan. Manusia adalah aktor yang
tunduk patuh pada norma, dan manusia adalah makhluk yang pasif.
Beberapa kalangan sosiolog yang menyebut bahwa norma sebagai
penentu pokok perilaku individu dalam masyarakat adalah Durkheim,
Parsons, Sumner dan Cooley, Selznick, Soekanto, serta Uphoff. Parsons
menyebutkan bahwa ”sistem normalah yang mengatur relasi antarindividu,
yakni bagaimana relasi individu semestinya” (Scott 2008), sementara
Durkheim (1968) menyebut bahwa “ …. social integration and individual
regulation through consensus about morals and values”, Soekanto (1999)
menerjemahkan lembaga sebagai jelmaan dari kesatuan norma-norma
yang dijalankan atau diwujudkan dalam hubungan antarmanusia; Sumner
dan Cooley memaknai lembaga sebagai “established norm”, demikian pula
dengan Uphoff (1992) yang mendefinisikan lembaga sebagai “a complex
of norms and behaviours that persist overtime by serving some socially valued
purpose”. Selznick menekankan pentingnya kontrol norma (normative
controls) yang secara bersamaan kemudian menginternalisasi (internalized)
aktor dan menekannya dalam situasi sosial (social situations).
Norma merupakan komponen pokok dan paling awal dalam lembaga.
Karena itulah, para ahli yang berada di sisi ini sering mengklaim telah
melahirkan “genuine institutionalism”. Pada prinsipnya, norma (how things
should be done) akan menghasilkan preskripsi, bersifat evaluatif, dan
melahirkan tanggung jawab dalam kehidupan aktor di masayarkat. Norma
memberi pengetahuan apa tujuan kita dan bagaimana cara mencapainya.
Norma bersifat membatasi (constraint) sekaligus mendorong (empower)
aktor. Kompleks norma pada hakikatnya menjelaskan apa kewajiban bagi
aktor (supposed to do). Bagi sebagian kalangan, lembaga yang menjadikan
norma sebagai objek pokoknya disebut dengan “normatif instistution” atau
“historical institutioanlism”.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 21
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Pilar kultural-kognitif
Fokus perhatian pada bagian ini adalah pengetahuan kultural yang
dimiliki individu dan masyarakat, dengan menggunakan perspektif
sosiologi pengetahuan. Sebagian kalangan menyebut ini dengan social
institution. Intinya, diyakini bahwa manusia memaknai segala hal di
seputarnya, termasuk norma dan regulasi, namun ia tidak langsung patuh
sepenuhnya. Ia memaknai lagi norma dan aturan yang ada, lalu memilih
sikap dan perilakunya sendiri. Manusia adalah aktor yang aktif.
Tokoh-tokoh yang menjadikan ini sebagai aspek penting lembaga
adalah Geertz, Douglass, Berger, Goffman, Bourdieu, Meyer, DiMaggio,
Powel, dan Scott. Inti dari objek kultural-kognitif ini adalah pada
makna (meaning). Fokus dalam kultural-kognitif adalah pada bagaimana
kehidupan sosial menggunakan kerangka makna dan bagaimana makna-
maknadiproduksidandireproduksi.Dalamkonteksinidiperhatikanproses
sedimentasi dan kristalisasi makna dalam bentuk objektif melalui proses
interpretatif internal yang dibentuk oleh kerangka kultural eksternal.
Bourdieu, misalnya, melalui perjuangan simbolik, mendeskripsikan
bagaimana kekuatan beberapa kelompok menekankan kerangka
pengetahuan dan konsepnya tentang realitas sosial terhadap pihak lain
(Ritzer 1996; Perdue 1986). Sementara Berger dan Luckmann (1976)
yang fokus pada penciptaan realitas sosial memandang bahwa lembaga
adalah pola perilaku (pattern of conduct) untuk mencapai kebutuhan (end).
Realitas sosial adalah konstruksi manusia sebagai produk interaksi sosial,
di mana individu bertindak sesuai persepsinya terhadap dunia sosial.
Tumbuhnya perhatian pada objek pengetahuan (cognitive) dalam kajian
lembaga merupakan penyumbang utama lahirnya Teori Kelembagaan
Baru.
Berdasarkantigaobjekataupilarini,“lembaga”dapatdirumuskansebagai
hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan
pedoman,sumberdaya,dansekaligushambatanuntukbertindakbagiaktor
. Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan (order)
dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah. Demikian pula
untuk petani, lembaga memberikan pedoman bagi petani dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari khususnya dalam bidang agribisnis.
Berbagai norma yang hidup di masyakat termasuk norma-norma pasar
22 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
beserta seperangkat regulasi menjadi pertimbangan petani untuk
bertindak sebagaimana ia memahaminya (kultural-kognitif). Lembaga
tak hanya berisi batasan-batasan, namun juga menyediakan berbagai
kriteria sehingga individu dapat memanfaatkan apa yang ia sukai
. Lembaga memiliki dimensi preskriptif, evaluatif, and obligatory dari
kehidupan sosial (Blom-Hansen 1997) dan memberi kerangka sehingga
identitas individu terbentuk (March Olsen 1989; Scott 1995). Ini sejalan
dengan Nee (2005) yang berpendapat bahwa aktor yang merupakan “aktor
ekonomi” bukan seperti atom-atom yang lepas dari konteks masyarakat
tempatnya hidup, namun tidak pula sepenuhnya patuh pada aturan sosial
yang hidup.
2.5.	Konsep dan Teori Organisasi, serta
Interaksinya dengan Kelembagaan
Selanjutnya, dalam hal konsep ”organisasi”, organisasi merupakan
elemen dari lembaga. Acuan utama dalam hal ini adalah ahli ekonomi
kelembagaan (North dan Robbins) dan dari pendekatan kelembagaan baru
(Scott, 1995; 2008). Menurut Scott (2008), dalam Teori Kelembagaan
Baru digunakan pendekatan kelembagaan dalam mempelajari sosiologi
organisasi. Proses kelembagaan memiliki kaitan dengan struktur
organisasi dan perilaku. Teori Kelembagaan Baru, tidak sebagaimana
”old institutionalism”, menyediakan jalan untuk melihat organisasi pada
masyarakat kontemporer.
Perspektif yang digunakan pada objek ini dari kelompok sosiologi
organisasi. Diyakini bahwa untuk mengefektifkan hidupnya, manusia
dengan sadar membentuk organisasi, lalu berkomitmen bersama-sama
mencapai tujuan dgn mengikuti aturan yg disepakati. Di sini, reward dan
sanksi lebih tegas. Untuk keperluan analisis, manusia diasumsikan sebagai
makhluk yang perilakunya tergantung pada organisasi tempat ia menjadi
anggota.
Organisasi merupakan sebuah decision making unit (sebagaimana
Binswanger dan Ruttan 1978), tempat aktor berinteraksi secara lebih
intensif untuk menjalankan aktifitas mencapai beberapa tujuan yang
telah didefinisikan secara lebih tegas. Dalam dunia pertanian, organisasi,
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 23
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
sebagaimana Scott (2008), terdiri atas beragam level, mulai dari level
internasional sampai dengan grup-grup kecil (individual organization),
misalnya kelompok tani dan koperasi-koperasi pertanian.
Organisasi juga menjadi wadah untuk mengelola sumber daya. Dalam
konteks relasi dengan negara, pendekatan “organization-state approach”
telah lama mempelajari bagaimana relasi organisasi dengan pasar dan
negara dalam hal materi dan ide. Dalam kajian ini juga dipelajari bagaimana
negara dengan aktor-aktor sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan
(property rights), struktur pemerintahan (governance structures), dan aturan
pertukaran yang berperan dalam menentukan lingkungan pasar (market
environment) terhadap berjalannya organisasi. Kehadiran negara dan pasar
merupakan ciri masyarakat modern, dan ”organisasi adalah ciri masyarakat
modern” (Casey 2002).
Lembaga = norma + aturan +
cultural cognitif
Organisasi
Organisasi
Gambar lembaga, organisasi, dan aktor individual
Organisasi merupakan arena sosial tempat tindakan rasional
berlangsung (Selznick dalam Scott 2008: 21). Perilaku dalam organisasi
pasti rasional, karena pilihan-pilihan dibatasi dan dipandu oleh aturan-
aturan (Scott 2008; 25). Adanya organisasi akan mempercepat tercapainya
24 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
kestabilan tindakan. Ini merupakan jiwa dasar dari pelembagaan 15
. Nee
(2005) juga sejalan dengan ini. Menurutnya, lingkungan kelembagaan
dikristalisasi dalam organisasi.
Adanya organisasi akan membantu untuk menyederhanakan dan
mendukung pembentukan keputusan individu. Aktivitas bertani tetap bisa
berjalan tanpa organisasi, karena lembaga sesungguhnya telah memberi
cukup pedoman dan kesempatan. Namun, dalam organisasi perilaku akan
lebih tertata, lebih terpola, sehingga lebih bisa diprediksi pula. Pendekatan
kelembagaan baru paling tepat digunakan dalam mempelajari organisasi,
karena ia telah menjadi prespektif yang pokok dalam memahami tindakan-
tindakan ekonomi, di mana ia lebih banyak perhatian pada konteks sosial
(Portes 2006; Nee 2005) 16
.
Objek “oganisasi” tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pemikiran
teori kelembagaan. Organisasi adalah aktor sekaligus social form yang
dipandang lebih efektif dalam kehidupan sosial. Sejak tahun 1980-an,
kalangan sosiologi organisasi telah menyadari pentingnya kajian teoritis
dan keefektifan organisasi sebagai grup. Hal ini mendorong tumbuhnya
pendekatan-pendekatan baru; terjadi perubahan perspektif dari organisasi
individual kepada jaringan antarorganisasi dan relasi antara organisasi
dengan negara.
Keberadaan organisasi sangat bergantung pada lingkungan
kelembagaannya, sebagaimana dijelaskan oleh Meyer dan Rowan (1977),
Selznick dan DiMaggio (1991), serta Colignon (2009). Hal ini sejalan
pula dengan konsep Bourdieu tentang ”field’ (arena sosial) sebagai konsep
yang sangat berguna untuk meletakkan lokus proses kelembagaan yang
paling baik untuk membentuk organisasi (Scott 2008).
Saat ini, disadari bahwa kinerja organisasi selain dipengaruhi
oleh norma dan harapan (expectations), juga oleh teknologi dan pasar
(Colignon, 2009). Perusahaan swasta misalnya menghadapi sekaligus
tekanan pasar dan persoalan legitimasi. Menghadapi kondisi ini digunakan
15	 Menurut Scott (2008): ”Organization vary in their deggre of institutionalization”, dimana ia
menjadi wadah atau kendaraan untuk melekatnya nilai-nilai.
16	 Menurut Nee (2005), kelembagaan baru “integrating social relations and institutions,
highlighting the mechanisms that regulate the manner in which formal elements of institutional
structures (distal) and informal social organization of networks and norms (proximate) facilitate,
motivate, and govern economic action”.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 25
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
pendekatan majemuk (multiple approaches). Pendekatan jaringan organisasi
(organizational networks) digabungkan dengan persoalan “fields” serta relasi
dengan negara (Casey 2002).
Interaksi antara Teori Kelembagaan (Institutional Theory) dan
Organisasi melahirkan Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalisme
Theory). Menurut Scott (2008), studi lembaga dan organisasi mulai
berinteraksi sejak era 1970-an, yaitu dengan tumbuhnya perhatian pada
pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian (organizational forms) dan
lapangan organisasi (organization fields). Beberapa penyumbang penting
dalam pertalian ini adalah Weber dengan teori birokrasi, Parsons dengan
kelembagaan kultural (cultural institutional) terhadap organisasi, Herbert
Simmon yang bekerja sama dengan James G. March yang mempelajari
sifat atau ciri rasionalitas pada organisasi, Selznick yang mempelajari teori
kelembagaan terhadap organisasi (Scott 2008), serta Victor Nee dalam
konteks analisa kelembagaan (institutional analysis) yang mempelajari
hubunganantaraprosesformaldaninformalpadalingkungankelembagaan
(institutional settings)17
.
Pertautan ini, menurut Nee dan Ingram (1998), berasal dari teori
pilihan rasional dengan teori kelekatan (embeddedness theory). Riset-riset
dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga
terhadap perilaku manusia melalui aturan-aturan (rules), norma (norms),
dan kultural-kognitif (cultural-cognitive) yang dibangun dan dipersepsikan
oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan
pengaruh dari pengetahuan (cognitive), di mana individu bertindak
karena persepsinya terhadap dunia sosial. Powell dan DiMaggio (1991)
memperkenalkan konsep “new institutionalism” dengan menolak model
aktor rasional dari ekonomi klasik. Sementara menurut Scott (2008), akar
teoritisnya berasal dari teori kognitif, teori kultural, serta fenomenologi
dan etnometodologi18
.
Adanya organisasi akan membantu penyederhanaan dan mendukung
pembentukan keputusan individu. Dalam dunia pertanian, misalnya,
aktivitas bertani tetap bisa berjalan tanpa organisasi karena lembaga
17	 Vicki D. Alexander dari University of Surrey yang membahas buku Victor Nee and Mary C.
Brinton (editors). 1998. The New Institutionalism in Sociology. Russell Sage Foundation:
New York. xx + 332 pp. http://www.socresonline.org.uk/3/4/ alexander.html
18	 Pilarkognitifdalampahamkelembagaanbaruberakardaripemikiransosiologipengetahuan
yang dibangun oleh Mannheim serta Berger dan Luckman (1979).
26 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
sesungguhnya telah memberi cukup pedoman dan kesempatan. Namun,
dalam organisasi, perilaku akan lebih tertata dan terpola, sehingga lebih
bisa diprediksi pula. Pendekatan kelembagaan baru paling tepat digunakan
dalam mempelajari organisasi, karena ia telah menjadi prespektif yang
pokok dalam memahami tindakan-tindakan ekonomi, yang lebih banyak
memerhatikan konteks sosial (Portes 2006; Nee 2005) 19
.
Pendekatan kelembagaan baru (neo-institutional approach) yang
dimulai oleh Meyer and Rowan (1977) memandang bahwa strukur
organisasi merupakan hasil dari lingkungan teknik dan ekonomi
(“organizational structure is the result of technical and economic contingencies
in the environment”). Organisasi lahir dan hidup untuk memenuhi
harapan normatif (normative expectations) dari lingkungannya. Tekanan
yang dimaksud adalah cara keputusan organisasi dibuat, dimediasi,
dan disampaikan oleh seperangkat kelembagaan normatif (Powell dan
DiMaggio 1991).
Pendekatan kelembagaan dipandang lebih sesuai untuk organisasi
dalam masyarakat (public sector organizations) karena lebih sensitif terhadap
harapan normatif dan legitimasi. Dari kalangan ekologi populasi, Hannan
and Freeman (1977) dan Aldrich and Pfeffer (1976) mempelajari kuatnya
relasi antara berbagai bentuk organisasi (organizational form) dengan
penekanan pada dampak lingkungan terhadap daya hidup organisasi.
Sesuai dengan rekonseptualisasi di atas, kelompok tani, Gapoktan,
dan koperasi, misalnya, adalah organisasi formal, bukan kelembagaan
formal, sedangkan subak adalah organisasi nonformal, bukan kelembagaan
nonformal. Kelompok tani, Gapoktan, dan koperasi dibentuk secara
sengaja, anggotanya jelas, memiliki peraturan yang disepakati (misalnya
AD dan ART), dicatatkan di pemerintah, dan juga memiliki legalitas
hukum, sedangkan subak tidak dicatatkan di instansi pemerintah.
Lalu, untuk kasus lain, istilah kelembagaan sakap-menyakap dan
kelembagaanbagihasilsemestinyahanyalahsatukesepakatandankebiasaan
sakap menyakap yang telah melembaga (menjadi pola). Penggunaan istilah
”kelembagaan” dalam kalimat tersebut kurang tepat.
19	 Menurut Nee (2005), kelembagaan baru “integrating social relations and institutions,
highlighting the mechanisms that regulate the manner in which formal elements of institutional
structures (distal) and informal social organization of networks and norms (proximate) facilitate,
motivate, and govern economic action”.
REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 27
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Lembaga juga dapat direkayasa dan didayagunakan untuk
pembangunan. Karena itu, setelah memahami konsepnya dengan baik,
analisis kelembagaan merupakan keterampilan yang sangat berguna.
Pengalaman Lobo (2008) di International Fund for Agricultural
Development (IFAD) mendapatkan bahwa “appropriate institutional
analysis can provide the basis for initiating such processes, as well as a better
understanding of how those processes can be directed and managed to achieve
specific results”. Analisis kelembagaan mampu menyediakan dasar untuk
proses inisiasi, memahami lebih baik cara mengarahkan proses ini, dan
manajemen untuk mencapai tujuan.
Kenapa lembaga penting? Karena ia menentukan dan membentuk
bagaimana proses pertukaran dan intekasi sosial, politik, kultural dan
ekonomi berlangsung. Lembaga juga menetapkan batasan pilihan (range
of choices), pengaturan risiko dan ketidakpastian, dan menentukan biaya
transaksi dan produksi. Lebih jauh, ia juga mempengaruhi feasibilitas
dan keuntungan dalam aktivitas ekonomi. Lebih dahsyat lagi, lembaga
“… evolve incrementally, linking the past with the present and future”. Ia
menghubungkan masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Lembaga menentukan bagaimana insentif akan terbagi dalam
masyarakat.Siapamendapatapadanberapabanyak.Lembaga“…determine
the growth path (social, economic, political, technological and cultural)
of society, as well as distribution of benefits, access to resources and power”.
Sementara itu, organisasi merupakan organ penting bagi berjalannya
masyarakat. “Organizations exist to secure and advance the interests of their
members within the existing institutional framework, while constantly seeking
to influence that framework so as to achieve greater advantages and benefits”.
3.1. Strategi dan Pola Pengembangan
Organisasi Petani di Indonesia
Hampir tiap program pembangunan ke desa mengintroduksikan satu
organisasi baru. Telah tumbuh pemahaman pada kalangan pemerintah
bahwa organisasi merupakan komponen yang dapat menjadi agent of
change. Namun, pendekatan ini cenderung kurang tepat dan keliru. Ada
tujuh kekeliruan dalam pengembangan organisasi yang ditemukan, yaitu:
1.	 Organisasi-organisasi yang dibangun terbatas hanya untuk
memperkuat ikatan-ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal. Anggota
suatu organisasi terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang
sama. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa daya tawar sekelompok
orang akan meningkat bila secara kuantitas jumlahnya cukup banyak.
Tampaknya ini berasal dari jargon zaman perjuangan “seikat lidi lebih
sulit dipatahkan”. Kelompok tani, misalnya, adalah kelompok orang-
orang yang selevel, yaitu pada kegiatan budi daya satu komoditas
tertentu.
2.	 Organisasi dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan,
memudahkan kontrol dari pelaksana program, dan mobilisasi; bukan
untuk peningkatan social capital masyarakat. Pembentukannya sering
kali merupakan ide dan kehendak atas, sehingga bentuk, tujuan, dan
strukturnya ditetapkan oleh pelaksana program.
3.	 Setiap program atau proyek membuat satu organisasi baru dengan
nama yang khas. Jarang sekali ada program dari dinas tertentu yang
menggunakan organisasi-organisasi yang sudah ada.
III
KONDISI DAN PRAKTIK
PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
30 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
4.	 Struktur dan kultur keorganisasian yang dibangun relatif seragam,
yang bias kepada bentuk kelembagaan usaha tani padi sawah sawah
irigasi teknis di Pantura Jawa.
5.	 Pembuatan organisasi selalu dimulai dengan membuat struktur
organisasi dan lalu mengisinya dengan pengurus, padahal belum tentu
anggota paham kenapa ia harus berorganisasi, mengapa ada seksi ini
dan itu, dan seterusnya. Pendamping beranggapan bahwa dengan
membangun struktur, organisasi akan berjalan dengan sendirinya.
Namun, dengan cara ini, tidak ada learning process.
6.	 Pemberian bantuan material (traktor, thresher, atau uang tunai)
dianggap telah memperkuat kapasitas dan kinerja organisasi,
sementara kemampuan manajemen pengurus dan kemampuan
anggota berorganisasi kurang diperhatikan.
7.	 Introduksi organisasi baru telah merusak organisasi lokal yang ada
sebelumnya, termasuk merusak hubungan-hubungan horizontal
yang telah ada. Salah satunya karena proyek bersifat sektoral dan
diskontinu.
Karena kekacauan pemaknaan antara ”lembaga, kelembagaan, dan
organisasi”, pembentukan organisasi diklaim sebagai pengembangan
kelembagaan. Nah, dengan membungkus suatu kebijakan dengan sebutan
“pengembangan kelembagaan”, seolah-olah pelaksana program telah
bersifat begitu bijak, menghargai kearifan lokal, lebih sosial, dan lebih
partisipatif. Padahal kenyataannya, yang diintroduksikan adalah teknologi
baru, dan itu pun baru sebatas membentuk pengurus dan menetapkan
struktur, yang lalu dikukuhkan dengan tanda tangan PPL dan Kepala
Desa.
Pendekatan yang top-down planning menyebabkan tidak tumbuhnya
partisipasi anggota dalam berorganisasi. Tenaga lapang pemerintah
menghadapi waktu yang sempit, cara pikir yang lebih mengutamakan
keselamatan adminsitrasi, kurang didukung keilmuan, dan lemahnya
integritas dan etos kerja. Jika ada satu-dua organisasi yang bagus; itu
merupakan berkah yang jarang terjadi karena ”ditemukannya” pemimpin
organisasi yang bagus.
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 31
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Periodesasi Perkembangan Organisasi Petani di Perdesaan
Organisasi petani sebagai program pemerintah telah dikembangkan
secara massal semenjak Program Bimas, mulai akhir tahun 1960-an, dan
semakin ramai pada era 1970-an. Semenjak kurun tersebut sampai era
reformasi sekarang, ditemukan adanya pola pengembangan organisasi-
organisasi petani yang dapat dibagi atas 3 babak besar.
Penelitian Saptana, et al. (2003), yang penulis juga terlibat di
dalamnya, menjadikan 60 organisasi petani sebagai sampel penelitian.
Dalam studi ini juga digali berbagai organisasi yang dulu pernah hidup
di tengah masyarakat namun saat ini sudah tidak hidup lagi, misalnya
pemerintahan marga di Bengkulu. Di dalam penelitian tersebut dilakukan
wawancara dengan para informan kunci yang dahulu pernah terlibat di
dalamnya, seperti tokoh adat dan tokoh masyarakat. Dalam mempelajari
organisasi tersebut, kondisi lingkungan kelembagaan yang menyertainya
juga didalami. Kondisi kelembagaan diyakini memberikan pengaruh pada
kapasitas organisasi dan sejauh apa ia bisa berkembang. Pada setiap sampel
dilakukan kajian secara historis sejak berdiri hingga kondisi terakhir, yang
mencakup keragaan keorganisasian secara umum; struktur organisasi,
kegiatan yang dijalankan, aturan main yang disepakati, tujuan yang ingin
dicapai, dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Sedikitbanyak,perubahan-perubahanpolayangterjadijugamengikuti
kecenderungan perubahan tata perpolitikan negara, khususnya kebijakan
terhadap pembangunan dan masyarakat desa pada umumnya. Secara
umum, tiga tahap perubahan kelembagaan, yang didalamnya berbeda
dari sisi bentuk-bentuk kelembagaannya, sifat keterlibatan warga, serta
pendekatan politik atas desa terhadapnya. Ketiga tahap tersebut beserta
karakteristiknya adalah sebagai berikut:
Pertama, Organisasi pada Tahap Masyarakat Komunal
Tipe masyarakat komunal merupakan ciri yang universal ketika
ketergantungan antarpenduduk tinggi dan campur tangan pihak luar
rendah sekali. Tipe masyarakat seperti ini selalu dapat ditemui di belahan
dunia mana pun, sebagaimana disebut Durkheim dengan mechanistic
solidarity. Salah satu cirinya adalah kepemilikan sumber daya secara
bersama dan distribusi manfaatnya juga bersama-sama, serta berbagai
32 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
aktivitas kerja bersama yang kita kenal dengan istilah gotong-royong atau
sambat-sinambat di Jawa. Pada periode tersebut, hampir seluruh keputusan
yang penting dilakukan dengan cara musyawarah-mufakat atas prinsip
kebersamaan dalam kesetaraan.
Pada masa ini, organisasi yang hidup seluruhnya merupakan organisasi
yang dibangun sendiri oleh masyarakat. Mereka sendiri yang memutuskan
untuk membentuk suatu organisasi, bagaimana bentuk strukturnya,
bagaimana pemilihan anggotanya, pola kepemimpinannya, serta aturan-
aturan beserta sanksi-sanksinya. Sanksi yang banyak diterapkan pada
waktu itu berupa sanksi adat bagi anggota komunitas yang melanggar.
Contoh organisasi yang berpola demikian yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah organisasi Banjar dan Subak yang ada di Bali, dan
Pemerintahan Marga yang ada di Bengkulu. Subak dan banjar masih
ditemukan sampai sekarang, namun pemerintahan marga telah mati
semenjaktahun1970-ankarenaadanyaprosespenyeragamanpemerintahan
desa di Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan
Desa.
Salah satu ciri umum organisasi pada era ini adalah jumlah organisasi
tidak banyak namun fungsinya banyak. Artinya, “miskin organisasi
namun kaya fungsi”. Sebuah Banjar, misalnya, merupakan wadah untuk
beraktifitas mulai dari bidang politik-kekuasaan, sosial-kemasyarakatan,
serta masalah keagamaan. Dalam kepengurusan banjar ada struktur yang
bertanggung jawab kepada hal-hal mulai dari keamanan sampai dengan
sekoo-sekoo kesenian dan hiburan. Demikian pula pada pemerintahan
marga, yang selain bertanggung jawab kepada pemerintahan juga mengatur
keamanan dan pengairan sawah.
Ciri lain organisasi pada era ini adalah adanya saling keterkaitan
antarbagiannya, penetapan keputusan yang demokratis, serta luas
jangkauan yang terbatas. Khusus untuk aktifitas ekonomi, tidak memiliki
organisasi yang khusus namun sudah tercakup di dalam organisasi yang
ada. Mekanisme pasar belum cukup berkembang, dan ketergantungan
atau pertukaran barang antarwilayah masih rendah. Pertukaran barang
lebih banyak terjadi antarwarga dalam komunitas yang relatif terbatas.
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 33
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Kedua, Organisasi pada Tahap Penghancuran Masyarakat
Komunal
Invansi kekuatan atas desa terhadap masyarakat desa mulai terasa
semenjak era pembangunan atau Orde Baru. Pada masa ini, terjadi
perombakan yang besar tidak hanya terhadap cara berpikir dan orientasi
hidup, teknologi yang digunakan, namun juga pada organisasi-organisasi
yang ada. Puluhan organisasi baru diintroduksikan kepada masyarakat
dengan struktur dan aturan yang sudah ditentukan. Masyarakat tidak
sempat memahami kenapa perlu sebuah organisasi baru, namun dipaksa
untuk mengikutinya. Seorang responden di Bengkulu menyatakan, bahwa
pada era ini setiap warga “di KUD-kan” tanpa tahu dan merasa butuh
kehadiran sebuah koperasi.
Pada setiap desa di Indonesia kita akan dapat menemukan seperangkat
organisasi, karena merupakan keharusan untuk dimiliki. Organisasi-
organisasi introduksi tersebut adalah pemerintahan desa dengan LKMD
dan LMD, beberapa kelompok tani, kelompok ternak, kelompok wanita
tani, kelompencapir, kelompok Kadarkum, dan PKK. Pada setiap
kecamatan juga dapat dapat kita temui setidaknya sebuah KUD, yang
sebelumnya bernama BUUD.
Masuknya organisasi-organisasi baru ini sayangnya bukan merupakan
tambahan atau pengembangan terhadap organisasi yang telah ada, namun
sering kali menggantikan organisasi-organisasi yang sebelumnya yang
didirikanolehmasyarakat.Artinya,sejalandenganpembentukanorganisasi-
organisasi baru tersebut secara bersamaan terjadi pula penghancuran
organisasi-organisasi tradisional yang dibangun di atas prinsip komunalitas
dan berbasis budaya lokal (local endowment). Organisasi baru ini kadang
kala belum sesuai dengan kondisi kelembagaan masyarakat yang belum
berubah banyak. Artinya, pemerintah mencoba memasukkan ikan lele
(ikan air tawar) ke akuarium yang diisi air laut.
Organisasi-organisasi introduksi tersebut berjumlah banyak dan
dengan tujuan dan aktifitas yang khusus dan sempit. Karena pada periode
tersebut pembangunan dilakukan dengan pendekatan proyek dan sektoral
yang sering kali bersifat diskontinu. Terjadi gejala “banyak organisasi
namun miskin fungsi”. Ini sangat berbeda dengan ciri organisasi tradisional
sebelumnya.Akibatnya,organisasiyangterbentuktidakpernahdapathidup
34 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
secara baik, karena tidak mengakar, dan tidak mempertimbangkan norma-
norma dan jejaring sosial (social network) yang telah ada sebelumnya, serta
tidak melalui proses sosial yang matang. Organisasi yang dibentuk lebih
sebagai alat untuk mobilisasi sosial dan memudahkan kontrol dari atas,
bukan untuk trasformasi yang alamiah.
Satu hal yang membanggakan, di Bali, introduksi organisasi baru
tidak sampai merusak organisasi lama, namun hanya menjadi tambahan
atau perluasan struktur baru. Hal ini disebabkan kelembagaan adat
di perdesaan Bali yang dibangun atas filosofi “Tri Hita Karana” yang
mencakup Parahyangan (hubungan antara Tuhan dengan manusia),
Pawongan (hubungan antarmanusia), dan Palemahan (hubungan antara
manusia dengan alam dan lingkungannya) berhasil di aplikasikan dalam
tatanan kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun kolektif.
Kuatnya kelembagaan adat yang bersumber dari ajaran Agama Hindu
Bali tersebut mampu membentengi dari masuknya organisasi baru yang
diintroduksikan. Karena itu, di Bali sekarang hidup secara berdampingan
Banjar Dinas dan Banjar Adat, serta Desa Dinas dan Desa Adat dengan
perbedaan peran yang saling melengkapi.
Ketiga, Organisasi Pada Tahap Komunalitas Baru
Setelah mulai dirasakan adanya kesalahan-kesalahan di dalam
perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan pertanian
dan ekonomi masyarakat selama ini, yaitu dengan terlalu memaksakan
organisasi yang tidak dibarengi pendekatan kultural (aspek kelembagaan)
yang cukup, pemerintah mulai beralih dengan pendekatan baru yang
lebih menghargai komunalitas lokal. Peran kepemimpinan lokal kembali
direvitalisasi sebagai jaminan kesuksesan pembentukan organisasi
introduksi dan melalui pengembangan organisasi melalui melalui berbagai
program pembangunan yang bertahap, sehingga diharapkan pembentukan
organisasi akan melalui proses sosial yang matang dengan melibatkan
pihak di tingkat desa.
Dua kasus organisasi baru yang menggunakan pendekatan ini adalah
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali dan Unit Pengelola Keuangan
Desa (UPKD) di Bengkulu. LPD mulai digerakkan pertengahan tahun
1990-an, dengan melibatkan secara intensif pemerintahan Desa dan
Banjar Adat. LPD pada tahap awalnya didanai oleh pemerintah daerah
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 35
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
baik kabupaten maupun propinsi. Ini merupakan satu contoh pelaksanaan
otonomi daerah yang melibatkan masyarakat adat baik dalam konsolidasi
anggota, perencanaan kegiatan, aturan main yang dibangun, dalam
pelaksanaan kegiatan, serta dalam monitoring dan evaluasi. Hampir
dalam setiap pengambilan keputusan penting dalam LPD ini dilakukan
dengan cara musyawarah di antara pengurus dan anggota. Aturan main
dituangkan dalam awig-awig (aturan umum) dan perarem (aturan detail
dan tambahan). Di dalam awig-awig dan perarem juga terdapat struktur
organisasi; kegiatan simpan-pinjam yang dilakukan; sistem pengajuan
pinjaman, penyaluran, penggunaan, serta dalam pengembalian; serta
sistem reward and punishment yang harus dipatuhi secara bersama oleh
pengurus dan anggota.
Sementara itu, UPKD di Bengkulu yang baru berjalan 3 tahun saat
studi dilaksanakan melibatkan tenaga muda terdidik di desa, pemerintah
desa, serta tim pembina dalam kerangka penguatan keorganisasiannya.
Program ini didanai oleh Bengkulu Regional Development Project (BRDP).
Kata kunci dalam program pengembangan UPKD ini adalah melibatkan
pemerintah desa dan kaum muda terdidik, serta bersifat bertahap. Hampir
dalam setiap pengambilan keputusan penting dalam UPKD ini dilakukan
dengan cara musyawarah di antara pengurus, anggota, dan tim pembina
secaratransparandandemokratis.Aturanmaindituangkandalamanggaran
dasar dan anggaran rumah tangga. Dalam AD dan ART tercakup struktur
organisasi; kegiatan simpan-pinjam yang dilakukan; sistem pengajuan
pinjaman, penyaluran, penggunaan, serta dalam pengembalian; serta
sistem reward and punishment yang harus dipatuhi oleh pengurus dan
anggota. Keduanya menunjukkan perkembangan yang baik, meskipun
pertumbuhannya tidak bersifat massal.
Bersamaan dengan itu, ketika suasana politik atas desa agak
mengendor, beberapa kelompok tani dan koperasi mulai berusaha menjadi
“mandiri secara sesungguhnya”. Hal ini ditemukan baik pada KUD Kediri
di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan maupun KUD-Makmur
di Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong. Justru sejak
tidak lagi menjalankan program-program dari pemerintah, mereka mulai
memperoleh banyak kemajuan karena bidang usaha yang dikembangkan
benar-benar didukung oleh anggota melalui proses musyawarah yang baik.
Pada periode ini, kedua KUD berhasil melakukan beberapa pembenahan
36 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
mendasar, khususnya dalam penerapan prinsip-prinsip usaha, pembenahan
manajemen dengan struktur yang lebih ramping dan lebih profesional,
dan asas selektifitas layaknya perbankan pun mulai diterapkan.
Selain itu, mereka juga menjadi lebih bebas memilih jenis-jenis usaha
dan memperoleh modal dari berbagai pihak dengan perjanjian yang betul-
betul berdasarkan kapasitas riil. Sebagai ilustrasi, KUD Makmur telah
memperoleh pinjaman dari lembaga perbankan dengan bunga komersial
dan berhasil melunasi dengan baik. Di samping itu, kedua KUD juga
berhasil mengembangkan diversifikasi usaha hingga 6–8 cabang usaha,
antara lain usaha jasa simpan-pinjam, usaha penggilingan padi, usaha
pengadaan sarana produksi, usaha toko, warung telekomunikasi, jasa
alisintan, usaha ternak itik, dan pemasaran hasil (musiman)
Bentuk-bentuk Transformasi Organisasi Petani
Dari 60 organisasi sampel penelitian Saptana, et al. (2003), terlihat
bahwa transformasi keorganisasian baru berjalan parsial. Tidak ada yang
mengalami perubahan secara menyeluruh. Beberapa perubahan yang
ditemukan akan dijabarkan sebagai berikut.
Satu, penambahan struktur baru. Transformasi pada beberapa subak
di Bali berupa penambahan struktur baru bersamaan dengan adanya
bantuan ekonomi dari luar. Subak pada mulanya hanya mengurusi
persoalan distribusi air dan kegiatan usaha tani, sekaligus dengan segala
upacaranya. Namun, sejak menerima bantuan berupa uang tunai dari
pemerintah berupa program BLM, dalam struktur kepengurusan yang
ada ditambahkan seorang manajer untuk aktifitas penyediaan saprodi dan
simpan pinjam.
Dua, perluasan tujuan. Kelompok ternak Gading Indah di Desa Air
Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong pada mulanya adalah sebuah
kelompok kerja sambatan yang berjumlah 12 orang. Karena seluruhnya
menyenangi kegiatan beternak, mereka kemudian bersepakat untuk
memperluas kegiatannya dengan peningkatan formalitas kelembagaan
menjadi sebuah kelompok ternak. Salah satu kekuatannya adalah karena
berbasiskan kepada solidaritas ketetanggaan yang telah lama terjalin
sebelumnya.
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 37
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Tiga, pembentukan ikatan-ikatan horizontal. Ada dua contoh
kelembagaanyangberbentukikatan-ikatanhorizontalini,yaitukelembagaan
kelompok tani dan kelembagaan KASS. Para pedagang hanya memiliki
ikatan vertikal dengan petani sebagai pemasoknya, dengan pengusaha truk
angkutan, dan terutama sekali dengan pedagang penampung di daerah
tujuan pemasaran terutama di pasar 16 Ilir Palembang. Pemerintah
menginisiasi organisasi KASS dengan berlandaskan pada pembentukan
ikatan-ikatan horizontal sesama pedagang, serta menyatukannya dalam
program Agropolitan. Sampai saat ini, usaha tersebut belum menunjukkan
hasil.
Empat, penambahan aktifitas pada bidang ekonomi. Desa Adat di Bali
merupakan sebuah persekutuan hidup yang sebelumnya hanya mengurusi
masalah sosial dan keagamaan. Namun, semenjak beberapa tahun terakhir
ini, pemerintah daerah mengintroduksikan LPD langsung di bawah
pengawasan pemimpin desa (Bandesa). Artinya, terjadi penambahan
aktifitas baru pada kelembagaan desa adat yang sebelumnya tidak ada.
Perkembangan LPD menunjukkan hasil yang baik karena berbasiskan
kelembagaan yang sudah mengakar, dan terutama karena mengandalkan
kepatuhan tradisional yang telah hidup secara mengakar.
Lima,pembesaranstruktur.MasyarakatRejangLebongdikenaldengan
“Negeri Empat Petulai”, yang berarti ada empat kelompok masyarakat
dengan pemimpinnya masing-masing. Namun, sejak 2 tahun belakangan
ini, sebagai upaya merevitalisasi kehidupan masyarakat dibentuk sebuah
lembaga yang mewadahi seluruh anggota masyarakat. yaitu BMA (Badan
Musayawarah Adat) yang berada di tingkat kabupaten. Transformasi ini
tampaknya kurang berpijak kepada kenyataan struktur sosial sebelumnya.
Enam, pergeseran tingkat otonomi kelembagaan. Di Bali, banjar dan
desa sebelumnya merupakan unit-unit yang otonom yang telah mampu
mewadahi seluruh aktifitas masyarakatnya, ketika kerajaan-kerajaan sudah
lama menghilang. Namun, negara membangun suatu lembaga otonomi
yang baru pada tingkat kabupaten. Artinya, di sini terjadi pergeseran
wilayah otonomi. Transfromasi seperti ini merupakan sesuatu yang sulit
bagi masyarakat, karena mereka selama ini hanya mampu membangun
kelembagaan-kelembagaan dengan luasan yang relatif kecil, yaitu sebatas
sebuah desa dengan jumlah anggota beberapa ribu orang.
38 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa suatu transformasi
hanya akan memberi hasil yang baik apabila diterima oleh kelembagaan
tempatnya berpijak. Penambahan struktur, perluasan tujuan, dan lain-lain
akan dapat berjalan apabila secara kelembagaan hal itu telah diterima oleh
pemilik kelembagaan tersebut atau mengakar pada masyarakat.
Berbagai Model Transformasi Lembaga dan Organisasi
Perkembagan lembaga (dan organisasi) di tengah masyarakat tidak
terlepas dari tiga bentuk kekuatan yang saling tarik menarik, yaitu
kelembagaan pemerintahan (politik), ekonomi (pasar), dan komunitas.
Ketiganya memiliki ideologi yang berbeda, serta juga menghendaki
penggunaan norma dan juga struktur yang berbeda-beda. Dari beberapa
kasus transformasi yang terjadi terlihat beberapa kecenderungan kekuatan
yang bisa dikelompokkan menjadi beberapa pola sebagai berikut.
Satu, tarikan kelembagaan pasar lebih kuat dibandingkan dengan
kelembagaan pemerintah. Para pelaku pemasaran selama ini menjunjung
tinggi ideologi pasar dan sudah terbiasa menjalani usahanya dengan
berlandaskan norma-norma yang berlaku di pasar. Oleh karena itu, usaha
pemerintah untuk mencoba mengatur kelembagaan tata niaga sayuran di
Rejang Lebong melalui KASS, program Agropolitan, dan pembangunan
STA (Sub Terminal Agribisnis) pastilah akan menemui berbagai kendala
yang tidak mudah. Pada model ini, peran yang paling baik bagi pemerintah
adalah sebagai mediasi, advokasi, dan fasilitasi. Beberapa peran sentral
yang dapat dimainkan pemerintah adalah dalam penyediaan infrastruktur
fisik pemasaran, membangun aliansi di antara pelaku agribisnis (petani,
pedagang, dan pengelola STA), melakukan penguatan kelembagaan yang
sudah terbentuk secara partisipatif guna mendorong kemandirian anggota
baik dalam usaha, manajemen, maupun kelembagaannya.
Dua, tarikan kelembagaan pasar yang berlandaskan kelembagaan
komunitas lebih mampu menggantikan dukungan kelembagaan
pemerintah. Koperasi-koperasi yang hidup beberapa tahun terakhir ini,
yaitu sejak dibebaskannya distribusi pupuk yang semula dipegang oleh PT
PUSRI dan KUD ke pasar bebas dan tidak lagi mendapat dukungan penuh
dari pemerintah, justru malah lebih mampu mengembangkan usahanya.
Hal ini ditemukan pada KUD Makmur di Kecamatan Lebong Utara dan
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 39
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
KUD Kediri di Kecamatan Kediri. Para pengurus merasa lebih bebas
memasuki pasar, menyusun struktur keorganisasian yang lebih ramping
dan profesional, melakukan diversifikasi usaha, dan didukung oleh anggota
yang sudah kembali berlandaskan pada solidaritas tradisionalnya.
Tiga, tarikan kelembagaan komunitas lebih mampu menjamin
keberhasilan dibandingkan dengan kelembagaan pemerintah. Fenomena
ini ditemukan pada kunci suksesnya keberhasilan LPD dan UPKD yang
menghargai kepemimpinan lokal dan partisipasi masyarakat. Hal ini
pada hakikatnya merupakan bentuk penggabungan dari menguatnya
penerapan prinsip-prinsip kelembagaan komunitas dan prinsip-prinsip
ekonomi dalam menjalankan usahanya, khususnya usaha simpan pinjam.
Prinsip-prinsip kelembagaan komunitas antara lain adalah bagaimana
menetapkan seorang pemimpin, bagaimana membangun partisipasi
anggota dan kebersamaan, dan bagaimana menunjuk pelaksana/karyawan
yang didasarkan atas kejujuran. Sementara itu, prinsip-prinsip ekonomi
yang diterapkan antara lain adalah aspek kapasitas seorang pemimpin dan
pelaksana, kesesuaian seorang pemimpin dan pengurus yang ditunjuk
dengan bidang keahlian dan pengalaman yang dimiliki (profesionalisme),
asas selektifitas diterapkan layaknya kelembagaan perbankan, pembukuan,
dan administrasi.
Dari ketiga pola tersebut dapat ditarik pelajaran penting bahwa
masing-masing kelembagaan memiliki wilayah hidupnya sendiri-sendiri
dalam dunia sosial dan setiap kelembagaan juga harus menghormati
otoritas yang spesifik tersebut. Jadi, pemerintah tidak akan mampu
mengurus seluruh persoalan sendiri, namun dalam bidang-bidang tertentu
harus menyerahkannya kepada pasar dan komunitas.
Asosiasi Petani dan Pengusaha Pertanian
Keberadaan organisasi-organisasi, baik berupa badan usaha maupun
asosiasi merupakan salah satu indikator kemajuan, karena organisasi
formal merupakan komponen dalam binis modern dan global. Saat ini,
sudah banyak organisasi-organisasi yang dibentuk dan bergerak khusus
di bidang pertanian, baik organisasi di tingkat petani maupun di tingkat
pedagang dan eksportir. Organisasi-organisasi ini merupakan elemen yang
sangat berharga, meskipun peran nyata mereka masih beragam.
40 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Di tingkat petani kita mengenal organisasi HKTI (Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia) dan HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh
Indonesia) yang sudah cukup tua umurnya, bersama-sama dengan Kontak
Tani Nelayan Andalan (KTNA). Dalam website-nya dijelaskan bahwa
HKTI merupakan sebuah organisasi sosial yang berskala nasional, berdiri
sendiri, dan mandiri yang dikembangkan berdasarkan kesamaan aktifitas,
profesi, dan fungsi di dalam bidang agrikultur dan pengembangan
perdesaan, sehingga memiliki karakter profesional dan persaudaraan.
HKTI didirikan pada 27 April 1973 di Jakarta melalui merger empat
belas organisasi penghasil pertanian utama1
. Tujuan utamanya adalah
meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat, dan martabat insan tani
penduduk perdesaan dan pelaku agribisnis lainnya melalui pemberdayaan
rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian,
serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945.
HKTI memiliki fungsi sebagai wadah penghimpun segenap potensi
insan tani Indonesia dan atau “Rukun Tani” jenis komoditas usaha
tani, sebagai alat penggerak pengarah perjuangan insan tani Indonesia,
sarana penampung dan penyalur aspirasi amanat penderitaan rakyat
tani penduduk perdesaan, sebagai wahana menuju terwujudnya cita-cita
nasional Indonesia raya, serta sebagai arena pemberdayaan dan pendidikan
insan tani, masyarakat pertanian dan perdesaan. Kita menyaksikan betapa
HKTI begitu sering berupaya mengadvokasi aspirasi dan kebutuhan
petani Indonesia, baik terhadap pemerintahan sendiri maupun terhadap
dunia luar.
Semenjak era reformasi, bermunculan berbagai organisasi-organisasi
di bidang pertanian, baik yang berskala lokal maupun nasional. Salah satu
yang berskala nasional adalah Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) yang
berdiri pada tahun 1998. Sebagai Federasi, organisasi ini menjadi payung
serikat-serikat tani di tingkat nasional. Saat ini FSPI mempunyai anggota
serikat tani dari berbagai provinsi, di antaranya adalah Perhimpunan
Masyarakat Tani Aceh (Permata), Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU),
Serikat Petani Sumatera Barat (SPSB), Persatuan Petani Jambi (Pertajam),
Serikat Petani Sumatera Selatan (SPSS), Serikat Petani Lampung (SPL),
1	 http://www.hkti.or.id/dsp_home.php?setLang=id, 14 April 2007
KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 41
Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi
Serikat Petani Banten (SPB), Serikat Petani Pasundan (SPP), Serikat Petani
Jawa Tengah (SPJT), Serikat Tani Nusa Tenggara Barat (Serta NTB), dan
Serikat Petani Kabupaten Sikka-NTT (SPKS-NTT) 2
.
FSPI merupakan organisasi perjuangan petani dan buruh tani yang
fokus utamanya untuk memperjuangkan hak-hak petani, pembaruan
agraria, kedaulatan pangan, perdagangan yang adil, keadilan gender dalam
bidang pertanian, penguatan organisasi tani, dan pertanian berkelanjutan
berbasis keluarga. Dalam kancah internasional, FSPI menjadi anggota
gerakan petani dan buruh tani internasional La Via Campesina. Selain
itu, ia juga memiliki relasi dengan FIAN (FoodFirst Information Action
Network) serta dengan LRAN (Land Research Action Network). Pada
Kongres ke III La Via Campesina di Bangalore India, FSPI terpilih sebagai
kordinator wilayah untuk Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemudian
pada bulan Mei 2004 dipilih kembali sebagai Regional Kordinator untuk
Wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Selanjutnya, pada kongres IV La
Via Campesina di Sao Paolo, Brazil dipilih sebagai International Operative
Secretariat La Via Campesina untuk masa 2004–2008.
Beberapa organisasi yang secara dominan berjuang di aras politik
misalnya adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Petani
Indonesia (API), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Petani Mandiri,
Dewan Tani Indonesia, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), serta
Walhi. Dalam bentuk yang lebih umum, Perhimpunan Bantuan Hukum
dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) serta Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), juga sering membantu petani
memperjuangkan hak-hak hukumnya.
Dalam bentuk yang lebih mengarah ke bisnis, juga telah lahir
berbagai organisasi yang menyebut diri sebagai “asosiasi”. Di komoditas
perkebunan, misalnya, telah ada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI). Organisasi ini cukup vokal. Sebagai contoh, pada bulan April
tahun 2004 mereka melakukan protes kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU). meminta agar SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 643/MPP/KEP/9/2002 tentang Tata Niaga Gula dipertahankan.
Lebih jauh, mereka meminta agar SK tersebut ditingkatkan menjadi
Kepres. Mereka menolak penyelundupan gula dan meminta agar gula
selundupan dimusnahkan.
2	 http://www.fspi.or.id/index.php?option=com_contact&Itemid=3, 14 April 2007
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)
Buku 3   ggs org petani (yuti)

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiPenyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiSyahyuti Si-Buyuang
 
Penyuluhan baru unand (yuti) - #1
Penyuluhan baru   unand (yuti) - #1Penyuluhan baru   unand (yuti) - #1
Penyuluhan baru unand (yuti) - #1Syahyuti Si-Buyuang
 
Pemberdayaan p4 s denpasar a (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar a (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar a (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar a (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Proposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okProposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okIwan Widodo
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaOperator Warnet Vast Raha
 
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Operator Warnet Vast Raha
 
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...om makplus
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baik
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baikPeran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baik
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baikOperator Warnet Vast Raha
 

Was ist angesagt? (12)

Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar b (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar b (yuti)
 
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasiPenyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
Penyuluhan Pertanian swasta sangat potensial, namun belum dimobilisasi
 
Penyuluhan baru unand (yuti) - #1
Penyuluhan baru   unand (yuti) - #1Penyuluhan baru   unand (yuti) - #1
Penyuluhan baru unand (yuti) - #1
 
Pemberdayaan p4 s denpasar a (yuti)
Pemberdayaan p4 s   denpasar a (yuti)Pemberdayaan p4 s   denpasar a (yuti)
Pemberdayaan p4 s denpasar a (yuti)
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Proposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 okProposal himapa 2015 ok
Proposal himapa 2015 ok
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
 
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)Seminar   ppl swadaya swasta (yuti)
Seminar ppl swadaya swasta (yuti)
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan melalui program nasional pem...
 
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...
Pertumbuhan ekonomi jawa barat tahun 2006 masih di dominasi pengeluaran sekto...
 
Gapoktan kabupaten muna12345
Gapoktan kabupaten muna12345Gapoktan kabupaten muna12345
Gapoktan kabupaten muna12345
 
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baik
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baikPeran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baik
Peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan dengan baik
 

Ähnlich wie Buku 3 ggs org petani (yuti)

Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban
Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban
Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban norma 28
 
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfPENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfssuser6db346
 
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...gendhissila
 
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfPENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfAchrulAbdillah
 
Prospek kelbgaan petani bt kaluku (yuti)
Prospek kelbgaan petani   bt kaluku (yuti)Prospek kelbgaan petani   bt kaluku (yuti)
Prospek kelbgaan petani bt kaluku (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat norma 28
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafatnorma 28
 
Makalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatMakalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatMuhammadIlhamCahyadi
 
Kuliah ipb kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)
Kuliah ipb   kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)Kuliah ipb   kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)
Kuliah ipb kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)Syahyuti Si-Buyuang
 
Makalah tentang pancasila
Makalah tentang pancasila Makalah tentang pancasila
Makalah tentang pancasila Fahmy Metala
 
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemMakalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemZainal Abidin
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Syahyuti Si-Buyuang
 
Cultural Antropology, Kebudayaan Minangkabau
Cultural Antropology, Kebudayaan MinangkabauCultural Antropology, Kebudayaan Minangkabau
Cultural Antropology, Kebudayaan Minangkabaunixfairy
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafatnorma 28
 

Ähnlich wie Buku 3 ggs org petani (yuti) (20)

Lembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi PetaniLembaga dan Organisasi Petani
Lembaga dan Organisasi Petani
 
Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban
Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban
Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Kesinambungan Antara Hak Dan Kewajiban
 
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfPENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
 
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...
Makalah tentang-pancasila-sebagai-paradigma-dalam-kehidupan-masyarakat-berban...
 
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdfPENULISANKARYAILMIAH.pdf
PENULISANKARYAILMIAH.pdf
 
Prospek kelbgaan petani bt kaluku (yuti)
Prospek kelbgaan petani   bt kaluku (yuti)Prospek kelbgaan petani   bt kaluku (yuti)
Prospek kelbgaan petani bt kaluku (yuti)
 
Makalah pancasila
Makalah pancasilaMakalah pancasila
Makalah pancasila
 
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)
Kelembagaan kelautan perikanan kkp (yuti)
 
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
 
Makalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafatMakalah pancasila sebagai filsafat
Makalah pancasila sebagai filsafat
 
Identitas nasional
Identitas nasionalIdentitas nasional
Identitas nasional
 
Kuliah ipb kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)
Kuliah ipb   kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)Kuliah ipb   kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)
Kuliah ipb kelembagaan organisasi - 15 okt 2020 (yuti)
 
Makalah tentang pancasila
Makalah tentang pancasila Makalah tentang pancasila
Makalah tentang pancasila
 
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistemMakalah pancasila sebagai suatu sistem
Makalah pancasila sebagai suatu sistem
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
 
Cultural Antropology, Kebudayaan Minangkabau
Cultural Antropology, Kebudayaan MinangkabauCultural Antropology, Kebudayaan Minangkabau
Cultural Antropology, Kebudayaan Minangkabau
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai FilsafatMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Filsafat
 
Makalah pancasila
Makalah pancasilaMakalah pancasila
Makalah pancasila
 

Mehr von Syahyuti Si-Buyuang

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airSyahyuti Si-Buyuang
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointSyahyuti Si-Buyuang
 
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfSyahyuti Si-Buyuang
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptSyahyuti Si-Buyuang
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Syahyuti Si-Buyuang
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 

Mehr von Syahyuti Si-Buyuang (20)

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
 
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis un...
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
 
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
 

Kürzlich hochgeladen

2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx12MIPA3NurulKartikaS
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.tency1
 
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaMetodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaYanuarBayu2
 

Kürzlich hochgeladen (9)

2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
 
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaMetodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
 

Buku 3 ggs org petani (yuti)

  • 1. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16151 Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: ipbpress@ipb.ac.id Online Store: www.ipbpress.ipb.ac.id ISBN : 978-979-493-000-0 9789794930000 Biografi Lembaga (institution) dan organisasi (organization) memang bukan objek mainstream dalam khasanah ilmu sosiologi. Namun, “lembaga”, “kelembagaan”, dan “organisasi” merupakan kosa kata yang sangat akrab sehari-hari, yang digunakan dalam berbagai ruang rapat, seminar, ruang pelatihan, dan kampus serta dalam berbagai literatur dan produk-produk legislatif. Sayangnya, pemaknaan terhadap objek ini banyak yang kabur, keliru, dan tumpang tindih, sehingga sangat membingungkan. Dalam buku ini, dijelaskan secara gamblang apa itu lembaga dan organisasi. Melalui proses rekonseptualisasi, buku ini merupakan buku pertama berbahasa Indonesia yang ditulis dengan menggunakan pendekatan terbaru, yaitu paham kelembagaan baru (New Institutionalism) dalam sosiologi. Konsep ‘”lembaga” dan “organisasi” yang sering kali diringkaskan sebagai “analisis kelembagaan”, dijadikan alat untuk menguraikan bagaimana petani selama ini telah diperlakukan, serta bagaimana semestinya menggunakan pendekatan ini untuk pengorganisasian petani yang lebih efektif. Gampang-GampangSusahMengorganisasikanPetaniKajianTeoridanPraktekSosiologiLembagadanOrganisasiSyahyuti Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi Syahyuti GAMPANG-GAMPANG SUSAH Mengorganisasikan Petani
  • 2. GAMPANG-GAMPANG SUSAH MENGORGANISASIKAN PETANI: Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi Syahyuti
  • 3. GAMPANG-GAMPANG SUSAH MENGORGANISASIKAN PETANI: Kajian Teori dan Praktek Sosiologi Lembaga dan Organisasi Syahyuti Copyright © 2011 Syahyuti Tata Letak dan Desain Sampul : Ardhya Pratama Penyunting Bahasa : Putri Komalasari Korektor : PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor Cetakan Pertama: Desember 2011 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit ISBN: 978-979-493-000-0
  • 4. Satu kekacauan yang terus berlangsung, namun akrab digeluti setiap hari adalah penggunaan konsep dan teori ”lembaga” dan ”organisasi”. Kekacauan ini tidak hanya berlangsung di kalangan pemerintah, mulai dari menteri sampai penyuluh pertanian; namun juga di kalangan akademisi. Bahkan, di dunia internasional, hal ini juga terjadi. Konsep ”institution” dan ”organization” baru dibedakan secara tegas dalam dua puluh tahun terakhir. Sejak dulu, kedua objek ini tidak pernah clear. Sebagian menggunakannya secara timbal balik (intercangeable), sebagian menganggap sama, dan sebagian tidak sadar menggunakan konsep yang mana untuk pengertian apa. Semenjak tahun 1992, di PSEKP telah dibentuk Kelompok Peneliti Kelembagaan dan Organisasi Pertanian. Beberapa orang peneliti sosiologi di dalam kelompok ini telah berupaya keras untuk merumuskan konsep, menjalankan penelitian, dan menulis laporan serta menyusun rekomendasi tentang bagaimana semestinya membangun petani dan pertanian melalui pendekatan bidang ilmu ini. Cukup besar harapan yang ditumpangkan pada kelompok ini. Setelah belasan kali penelitian dijalankan, berbagai seminar dan diskusi digelar, serta beberapa dokumen disusun; buku ini dibuat dengan upaya merangkum seluruh perkembangan yang telah dijalankan dan tugas yang sudah ditunaikan. Sejajar dengan perkembangan yang juga berlangsung paralel di dunia internasional, maka kami merasa penting untuk menyusun buku ini sebagai bentuk tanggung jawab kepada negara yang telah memberi sekian miliar dana penelitian, kepada petani dan narasumber yang telah rela diwawancara, dan publik yang telah lama menanti-nanti. Inilah sebuah buku yang disusun dengan segala daya yang ada. Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk semua. Buku ini juga dapat disebut sebagai ”penebusan dosa” saya selama ini dalam berbagai tulisan KATA PENGANTAR
  • 5. iv | KATA PENGANTAR Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi yang sering kali membuat bingung para pembaca. Pada banyak tulisan saya sebelumnya, termasuk tulisan-tulisan orang lain yang saya edit, penggunaan kedua konsep tersebut tidaklah sama sebagaimana yang dipaparkan di dalam buku ini. Penggunaan istilah ”institution” dalam literatur berbahasa Inggris cenderung tidak konsisten dan tidak ada pengertian yang sama antarahli. Selain itu, penggunaan konsep ini sering kali bercampur dengan konsep ”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan”, dan ”organisasi”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”. Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru (new institionalism), ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga, yaitu aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Pendekatan kelembagaan dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan legitimasi. Buku ini menjadi penting karena sampai saat ini strategi pembentukan dan pengembangan berbagai organisasi di level petani (kelompok tani, koperasi, Gapoktan, dan lain-lain) belum memiliki konsep yang berbasiskan kebutuhan dan kemampuan petani itu sendiri, namun cenderung bias kepada kebutuhan pihak “atas petani”. Untuk itu, buku ini berupaya memberikan peringatan dan arahan kepada semua pihak, khususnya bagaimana membentuk organisasi yang aplikatif untuk untuk menjalankan agribisnis. Selama Bimas, pengembangan organisasi menggunakan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Hal ini cenderung menghasilkan kegagalan. Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial dan temporal. Ke depan, setidaknya perlu diperhatikan tiga aspek dalam pengembangan kelembagaan petani (tidak sekedar organisasi), yaitu konteks otonomi daerah, prinsip-prinsip pemberdayaan, dan kemandirian lokal.
  • 6. KATA PENGANTAR | v Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Buku ini menggunakan bahasa yang populer dan disusun secara sederhana sehingga mudah dipahami oleh berbagai kalangan; tidak hanya komunitas ilmiah (dosen dan peneliti), tetapi juga kalangan birokrasi dan pelaksana di lapangan. Pihak yang akan memperoleh manfaat terbesar dengan membaca buku ini adalah kalangan yang bergerak dalam pembangunan pertanian dan pedesaan secara langsung, yaitu para penyuluh pertanian dan kalangan penggiat di NGO misalnya, serta kalangan penyusun perencanaan dan pengambil kebijakan di tingkat nasional maupun lokal. Bahan berasal dari berbagai literatur berupa buku, jurnal maupun hasil penelitian (termasuk penelitian penulis sendiri) berkenaan dengan pengembangan organisasi-organisasi di tingkat petani.Untuk memahami berbagai pengetahuan terbaru tentang bidang ini, dilakukan review dengan mengandalkan literatur dari luar. Sementara untuk kasus-kasus, digunakan hasil-hasil riset di Indonesia ditambah kasus lain yang dipandang mirip dengan konteks sosial ekonomi dan kultur petani Indonesia. Bogor, Desember 2011 Penulis
  • 7.
  • 8. KATA PENGANTAR............................................................................... DAFTAR ISI............................................................................................. I. PENDAHULUAN............................................................................ 1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1.2. Pendekatan Penulisan................................................................ II. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI......................................................................... 2.1. Ketidakkonsistenan Konsep di Level Akademisi........................ 2.2. Ketidakkonsistenan Istilah dalam Produk Legislasi Pemerintah................................................................................ 2.3. Perumusan Istilah dan Rekonseptualisasi “Lembaga dan Organisasi” yang lebih Operasional.................... 2.4. Pendekatan Kelembagaan Baru.................................................. 2.5. Konsep dan Teori Organisasi, serta Interaksinya dengan Kelembagaan............................................................................. III. Kondisi dan Praktik Pengembangan Organisasi Petani....................... 3.1. Strategi dan Pola Pengembangan Organisasi Petani di Indonesia.............................................................................. 3.2. Intervensi Negara Berupa Organisasi Formal dan ”Perlawanan” Petani............................................................ DAFTAR ISI
  • 9. viii | DAFTAR ISI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi 3.3. Pengaruh Kultur Pasar Dalam Pembentukan Organisasi Petani........................................................................................ 3.4. Lokalitas dan Kemandirian........................................................ 3.5. Organisasi untuk Pemenuhan Permodalan................................. 3.6. Organisasi untuk Menjalankan Pemasaran................................. 3.7. Penyuluhan untuk Membentuk dan Menggerakkan Organisasi.................................................................................. 3.8. Pengorganisasian Petani untuk Kegiatan Anti Kemiskinan......... 3.9. Mengorganisasikan Perempuan Petani....................................... IV. KUNCI-KUNCI PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI............................................................................................ 4.1. Faktor Waktu serta Pilihan Organisasi dan Konfigurasi Organisasi.................................................................................. 4.2. Pengembangan Gapoktan sebagai Intergroup Associaton.............. 4.3. Koperasi sebagai Organisasi Multiperan untuk Petani Kecil....... 4.4. Peran dan Kendala Pemerintahan Desa untuk Organisasi Petani............................................................. 4.5. Pertimbangan Petani untuk Berpartisipasi dalam Organisasi Formal........................................................... 4.6. Kepemimpinan: Dilema Antara Aktor versus Organisasi............ 4.7. Partisipasi dan Peran Pihak Luar................................................ 4.8. Mitos tentang Bantuan Uang..................................................... 4.9. Organisasi dan Social Capital..................................................... 4.10. Pengorganisasian sebagai Upaya Pemberdayaan.......................... 4.11. Organisasi untuk Menjalankan Tindakan Kolektif..................... 4.12. Efektivitas Sanksi dalam Organisasi...........................................
  • 10. DAFTAR ISI | ix Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi V. PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KELEMBAGAAN BARU.................................................................. 5.1. Konfigurasi Organisasi Petani di Perdesaan dan Pilihan yang Dihadapi Petani dalam menjalankan Usaha Pertanian......................................................................... 5.2. Langkah-langkah dan Prinsip Pembentukan dan Pengembangan Organisasi Petani........................................ 5.3. Organisasi Hanyalah Alat, Bukan Tujuan................................... 5.4. Pengembangan Teori dan Praktik Lembaga dan Organisasi dalam Kerangka Ilmu Sosial....................................................... DAFTAR PUSTAKA................................................................................ LAMPIRAN.............................................................................................
  • 11.
  • 12. 1.1. Latar Belakang Selamaini,mengorganisasikanpetanisecaraformalmerupakanstrategi utama bagi pemberdayaan di perdesaan yang dijalankan oleh pemerintah, termasuk NGO lokal maupun internasional. Seluruh peserta program mesti tergabung ke dalam kelompok-kelompok yang diharapkan dapat menjalankan peran mulai dari sebagai fungsi representatif, komunikasi, dan juga ekonomi. Pendekatan “organisasi formal” di Indonesia telah berlangsung semenjak era Bimas tahun 1970-an dengan pendekatan produksi,sampaisekarangyangmenggunakanpendekatan”pemberdayaan” dan ”pengembangan komunitas” (community development). Untuk mewujudkan ini telah dihabiskan anggaran dan tenaga lapang yang cukup besar. Permasalahannya, kelompok-kelompok tersebut tidak berkembang sesuai harapan, sehingga tidak mampu mendukung pencapaian tujuan program. Namun demikian, berbagai kebijakan baru, misalnya undang- undang dan peraturan menteri, masih tetap menjadikan organisasi formal sebagai keharusan. Misalnya, Peraturan Menteri Pertanian No. 273/kpts/ ot.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, dan Keputusan Menko Kesra No. 25/Kep/Menko/Kesra/vii/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Keberhasilan pembentukan organisasi formal rendah (Bourgeois, et al. 2003), dan kapasitas keorganisasian mereka lemah. Hal ini bahkan telah menjadi faktor utama yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan program secara keseluruhan (PSEKP 2006). Kondisi ini relatif serupa di banyak I PENDAHULUAN
  • 13. 2 | PENDAHULUAN Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi belahan dunia lain (Grootaert 2001). Banyak studi membuktikan bahwa tidak mudah membangun organisasi petani (Hellin, et al. 2007), karena petani cenderung merasa lebih baik tidak berorgansiasi (Stockbridge, et al. 2003). Pengalaman berbagai pihak yang melakukan pekerjaan langsung di lapangan menemukan berbagai penyebab kegagalan tersebut, misalnya karena kurang dihargainya inisiatif lokal, proses yang tidak terdesentralisasi, pendekatan yang seragam (blue print approach), serta kurangmengedepankanpartisipasidandialog.Partisipasiyangberlangsung masih bersifat searah atau baru sebatas mobilisasi. Pada hakikatnya, akar penyebabnya terletak pada tiga hal, yaitu pada pihak pelaku pengembangan, dalam diri masyarakat desa itu sendiri, dan karena kendala perangkat keilmuan yang digunakan dalam kegiatan tersebut. Konsep ”lembaga” (institutions) dan ”organisasi” (organization) merupakan dua objek yang mengiringi proses pengorganisasian selama ini. Pada awalnya, studi terhadap lembaga terpisah dari studi terhadap organisasi, namun kemudian menyatu dalam bentuk kajian kelembagaan baru (new institutionalism) di mana organisasi merupakan perhatian pokoknya. Satu hal yang menarik dalam kajian kelembagaan adalah terjadinya ketidaksepahaman yang cukup tajam dan berlangsung lama di antara para ahli. Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris, ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian yang sama antarahli. Selain itu, penggunaan konsep ini sering kali bercampur dengan konsep ”organization”. Hal yang sama juga terjadi pada literatur berbahasa Indonesia, antara istilah ”lembaga, ”kelembagaan”, dan ”organisasi”. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”. Dalam konteks pembangunan perdesaan, negara dengan aktor-aktor sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan (property rights), struktur pemerintahan (governance structures), dan aturan pertukaran yang berperan dalam menentukan lingkungan pasar (market environment) terhadap berjalannya organisasi petani dan masyarakat desa. Negara menginginkan
  • 14. PENDAHULUAN | 3 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi sebuah sistem masyarakat yang terorganisir dengan sistematis. Di sisi lain, tekanan kultur pasar menyebabkan lingkungan pasar menjadi kondisi yang umum yang dihadapi oleh organisasi petani. Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi klasik sampai munculnya paham kelembagaan baru (new institionalism), ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga, yaitu aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Pendekatan kelembagaan dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan legitimasi. Perkembangan akhir-akhir ini memperlihatkan banyaknya berbagai asosiasi maupun paguyuban-paguyuban petani yang tumbuh dan berkembang secara mandiri. Meskipun pendekatan kelembagaan telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan perdesaan, namun kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, pengembangan kelembagaan mestilah dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan juga harus menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan. Buku ini menjadi penting, karena sampai saat ini, konsep dan strategi pembentukan dan pengembangan berbagai organisasi di level petani misalnya (kelompok tani, koperasi, Gapoktan, dan lain-lain), belum memiliki konsep yang berbasiskan kepada kebutuhan dan kemampuan petani itu sendiri, namun bias kepada kebutuhan pihak “atas petani”. Untuk itu, buku ini berupaya memberikan peringatan dan arahan kepada semua pihak khususnya bagaimana organisasi yang aplikatif untuk menjalankan agribisnis. Selama Bimas, pengembangan organisasi menggunakan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Hal ini cenderung menghasilkan kegagalan. Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial dan temporal. Ke depan, setidaknya perlu diperhatikan tiga aspek dalam
  • 15. 4 | PENDAHULUAN Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi pengembangan kelembagaan petani (tidak sekedar organisasi), yaitu konteks otonomi daerah, prinsip-prinsip pemberdayaan, dan kemandirian lokal. Per Oktober 2009 misalnya, secara administratif telah terdaftar sebanyak 270.817 unit kelompok tani di Indonesia dengan total anggota sebanyak 11, 3 juta orang, yang baru merupakan lebih kurang 10% dari total tenaga kerja di pertanian. Sementara, total Gapoktan sebanyak 28.304 unit. Dibandingkan dengan semua desa, baru 40% desa yang sudah memiliki Gapoktan. Untuk koperasi, telah ada koperasi pertanian tani sebanyak 10.527 unit, atau sama dengan 14% dari total desa yang ada. 1.2. Pendekatan Penulisan Untuk menjangkau pembaca yang lebih luas, buku ini menggunakan bahasa yang populer dan disusun secara sederhana sehingga mudah dipahami, baik untuk komunitas ilmiah maupun kalangan birokrasi dan pelaksana di lapangan. Pihak yang akan memperoleh manfaat terbesar dengan membaca buku ini adalah kalangan yang bergerak dalam pembangunan pertanian dan perdesaan secara langsung yaitu para penyuluh pertanian dan kalangan penggiat di NGO misalnya; serta kalangan penyusun perencanaan dan pengambil kebijakan di tingkat nasional dan lokal. Tiap bab akan berisi materi teori ditambah temuan- temuan penelitian, terutama dari PSEKP. Bahan berasal dari berbagai literatur berupa buku, jurnal, maupun hasil penelitian (termasuk penelitian penulis sendiri) berkenaan dengan pengembangan organisasi-organisasi di tingkat petani. Untuk memahami berbagai pengetahuan terbaru tentang bidang ini, dilakukan review dengan mengandalkan literatur dari luar. Sementara untuk kasus-kasus, digunakan hasil-hasil riset di Indonesia ditambah kasus lain yang dipandang mirip dengan konteks sosial ekonomi dan kultur petani Indonesia. Buku ini diharapkan dapat menyumbang untuk memperkaya literatur bidang ini yang saat ini tidak hanya lemah, tetapi juga cenderung keliru. Kekeliruan tersebut dimulai dari ketidaktegasan konsep yang lalu berakibat pada teori yang dikembangkan. Media penulisan berupa buku ini akan
  • 16. PENDAHULUAN | 5 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi lebih mendayagunakan berbagai hasil penelitian PSEKP. Lebih jauh, buku ini diharapkan juga mampu memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan pengorganisasian petani di masa mendatang yang lebih efektif. Isi pokok buku ini terdiri atas tiga bagian, yaitu telaah konsep, sebagai awal untuk memperbaiki struktur pengetahuan tentang ini dan membuat pengetahuan yang sama dengan yang berkembang di dunia internasional. Bagian berikutnya memaparkan kondisi faktual pengorganisasian petani di Indonesia saat ini. Lalu, bagian akhir berisi analisis dan merumuskan kunci-kunci pengorganisasian petani yang lebih operasional dan strategis di masa mendatang, bertolak dari berbagai pelajaran selama ini.
  • 17.
  • 18. II REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Dalam buku ini, kata “lembaga” merupakan terjemahan langsung dari “institution”, dan kata “organisasi” sebagai terjemahan “organization”; sementara “kelembagaan” sebagai terjemahan “institutional” dan keorganisasian untuk “organizational”. Mungkin baru dalam buku ini, penerjemahan kedua kata ini dibuat demikian1. Meskipun terminologi ini tampak begitu sederhana, namun sesungguhnya selama ini penerjemahan kedua kata ini dari bahan bacaan berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia telah dibuat membingungkan oleh banyak penulis. Untuk memudahkan pemahaman, berbagai konsep penting bisa dilihat pada Lampiran 1. 2.1. Ketidakkonsistenan Konsep di Level Akademisi Penggunaan istilah ”institution” pada literatur berbahasa Inggris, ataupun istilah ”lembaga” dan ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia cenderung tidak konsisten dan tidak memperoleh pengertian yang sama antar ahli, demikian pula dengan konsep ”organization” 2 . Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”. 1 Satu buku yang belakangan ini sangat populer di Indonesia, yaitu buku “Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori dan Aplikasi” yang ditulis oleh A. E. Yustika, menerjemahkan institution dan institutional menjadi “kelembagaan” saja. 2 Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia tidak selalu merupakan terjemahan langsung atau dapat disamakan dengan konsep ”institution” dalam literatur berbahasa Inggris. Contohnya, ”kelembagaan” sering digunakan untuk menyebut organisasi petani pengguna air di Bali yaitu”subak”, padahal dalam literatur berbahasa Inggris subak biasanya disebut sebagai ”nonformal organization”.
  • 19. 8 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Penyebabnya adalah karena banyak pihak yang menulis tentang objek ini namun tidak mengembangkan konsep dan teorinya. Ketidaksepakatan ini dinyatakan oleh Uphof (1986) bahwa: “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organization are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion”. Richard Scott yang telah merangkum seluruh perkembangan teori kelembagaan juga menemukan hal serupa. Scott (2008) menyatakan bahwa: “The existing literature is a jungle of conflicting conceptions, divergent underlying assumptions, and discordant voices”. Ia menemukan penggunaan asumsi yang berbeda dan penuh pertentangan satu sama lain. Sementara, Soemardjan dan Soemardi juga mengakuinya. “Belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menerjemahkan istilah Inggris ‘social institution’……. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ ….. ada pula yang ‘bangunan sosial’” (Soemardjan dan Soemardi 1964). ”The words ‘institution’ and ‘organization’ are usually used interchangeably or inclusively and often lead to misunderstandings and misguided interventions” (Lobo 2008). Penggunaan istilah ”institution” dan ”organization” dalam literatur berbahasa Inggris sering kali juga tidak konsisten (lihat Horton dan Hunt 1984). Sebagian mendefiniskan social institution yang mencakup aspek organisasi, sebaliknya ada yang memasukkan aspek-aspek lembaga di bawah topik social organization. Para ahli menggunakan entry istilah yang berbeda, namun membicarakan hal yang sama 3. Dalam hal konsep, terutama di Indonesia, setidaknya ada empat bentuk cara pembedaan antara lembaga dan organisasi. Literatur berbahasa Indonesia biasanya menggunakan kata “kelembagaan”, karena mereka menggunakan “lembaga” sebagai sebutan lain untuk “organisasi”. 3 Soekanto (1999) dan Hebding dan Glick (1994) misalnya hanya mengenal istilah institusi yang disebutnya dengan lembaga kemasyarakatan atau lembaga sosial dan tidak mengenal sub bab organisasi sosial secara khusus. Untuk organisasi dengan pembahasan tentang grup, kelompok, dll. Sedangkan Ralph et al. (1977) mengenal istilah social organization dan tak menjadikan institusi atau istilah yang sinonim dengannya sebagai bab atau sub bab. Ini tidak cukup untuk menyimpulkan, bahwa insitusi dikenal di sosiologi sedangkan organisasi dikenal di antroplogi, namun hanya menunjukkan bahwa tiap penulis menggunakan istilah yang berbeda untuk menyebut objek yang sama.
  • 20. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 9 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Pembedaan tersebut adalah (1) tradisional dan modern4 , (2) asal pembentukannya dari bawah dan atas (Tjondronegoro 1999), (3) berbeda level namun dalam satu kontinuum (Uphoff 1986; Huntington 1965), dan (4) pembedaan di mana organisasi merupakan elemen dari lembaga5 . Pada kalangan ahli di dunia internasional sekalipun, yang dapat dilacak dari literatur-literatur berbahasa Inggris, sebagaimana ahli ekonomi kelembagaan (Douglass C. North6 dan Lionel Robbins 7 ) dan pendekatan kelembagaan baru (new institutionalism) (Scott 1995; 2008); kedua objek ini pada awalnya berbaur lalu kemudian menjadi terpisah8 . Ini karena penulis bersangkutan hanya mengenal satu kata saja dalam menerangkan fenomena sosial: institution saja, atau organization saja9 . Sebagian penulis tidak sadar atau kurang peduli dengan penggunaan istilah ini. 4 “Some institutional manifestations are indigenous or diffuse and thus are difficult to adress in terms of technical or financial assistance, so we are focusing on organizational structure or channels which have been, or could be, more readily institutionalized” (Uphof, 1986). Juga Horton dan Hunt, 1984. Sociology. Sixth Edition. McGraww-Hill Book Company; Sidney, Tokyo, dan lain-lain. Hal. 211. 5 Dari kacamata ekonomi, Binswanger dan Ruttan mengemukakan pandangan, bahwa: “An institution is usually defined as the set of behavioral rules that govern a particular pattern of section and relationship. An organization is generally seen as a decision making unit – a family, a firm, a bureau – that exercise control of resources….. the concept of institution will include that of organization” (Binswanger dan Ruttan, 1978. Induced Innovation: Technology, Institutions and Development. The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London. Hal. 329). 6 Douglass C. North. “Prize Lecture: Lecture to the memory of Alfred Nobel, December 9, 1993. (http://nobelprize.org/economics/laureates/1993/north-lecture.html., 27 April 2005. 7 Lionel Robin. “Understanding Institutions: Institutional Persistence and Institutional Change”. hhttp://www.lse.ac.uk/collections/LSEPublicLecturesAndEvents/ events/ 2004/20031222t0946z001.htm., 27 April 2005. 8 Perubahan ini misalnya dapat ditelusuri pada Mitchell, G. Duncan (ed). 1968. hal 172-3, dan di bawah entry social institution dan social organization. 9 Perhatikan dua definisi berikut antara yang menggunakan social institution dengan yang meng- gunakan social organization. Objek yang dilihat sesungguhnya sama, namun menggunakan dua kata yang berbeda. Sumner memasukkan aspek struktur ke dalam pengertian kelembagaan: “An institution consist s of a concept (idea, notion, doctrine, interest) and structure. The structure is a framework, or apparatus, or perhaps only a number of functionaries set to-operate in prescribed ways at a certain conjuncture. The structure holds the concepts and furnishes instrumentalis for bringing it into the world of facts and action in a way to serve the interaest of men in society” (Sumner. 1906 Folkways. Ginn and Co., Boston. Dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964. Juga dalam Mitchell, 1968). Sebaliknya Cooley dalam buku Social Organization yang terbit tahun 1909, memasukkan objek mental dalam pembahasannya tentang grup primer. Ia menyatakan: “…. his view of social organization as the ‘diferentiated unity of mental or social life’….. mind and one’s conception of self are shaped through social interaction, and social organization is nothing more than the shared activities and understanding which social interaction requires” (Mitchell, 1968: 173).
  • 21. 10 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Studi terhadap lembaga dan analisis tentang pengaruh lembaga terhadap individu dalam masyarakat dimulai oleh kalangan sosiologi abad ke-19 dan 20, misalnya Max Weber dalam studi birokrasi dan bagaimana birokrasi mempengaruhi cara berprilaku masyarakat (Weber 1914). Perhatian terhadap lembaga cukup konstan dari masa ke masa meskipun menggunakan berbeda istilah (Scott 2008). Melalui pendekatan teori perilaku (behavioural theory) dan teori pilihan rasional (rational choice theory), studi kelembagaan menjadi lebih mikro dan individual. Dalam dekade sosiologi klasik, Spencer misalnya melihat masyarakat sebagai sebuah sistem organis yang terbentuk oleh proses waktu. Sementara bagi Sumner, lembaga berisi konsep (ide, notion, doktrin, interest) dan sebuah struktur (Sumner dalam Soemardjan dan Soemardi 1964), sementara Cooley melihat pada kesalinghubungan antara individu dengan lembaga dalam konteks self dan structure. Perilaku individu terbentuk atau terpengaruh oleh lembaga tempat ia hidup (Scott 2008). Dalam kurun ini pula, Durkheim menjelaskan masyarakat dengan memberi perhatian terhadap lembaga yang menghasilkan keteraturan kolektif yang didasarkan pada tindakan-tindakan rasional (Durkheim 1965). Bagi Durkheim, lembaga sosial adalah sistem simbol yang berisi pengetahuan, kepercayaan, dan otoritas moral (Durkheim dalam Scott 2008). Norma sebagai pembentuk perilaku banyak menjadi perhatian kalangan sosiologi klasik, misalnya Weber dan Parsons. Menurut Parsons, lembaga adalah ”sistem norma yang mengatur relasi antarindividu, yakni bagaimana relasi individu semestinya” (Scott 2008). Nilai dan norma juga merupakan aspek yang dikaji oleh Durkheim (1968). “ ... Social integration and individual regulation through consensus about morals and values”. Demikian pula dengan Soekanto (1999) yang menyebut bahwa lembaga adalah sebagai jelmaan dari kesatuan norma-norma yang dijalankan atau diwujudkandalamhubunganantarmanusia.DalamkonteksinipulaSumner atau Cooley memaknai lembaga sebagai “established norm” (Soemardjan dan Soemardi 1964). Sementara Uphoff (1992) mendefinisikan lembaga sebagai “a complex of norms and behaviours that persist overtime by serving some socially valued purpose”.
  • 22. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 11 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Pada perkembangan yang lebih baru, beberapa sosiolog memberikan perhatian pada pengetahuan sebagai faktor pembentuk perilaku individu di tengah masyarakat. Bourdieu misalnya, melalui perjuangan simbolik, mendeskripsikan bagaimana kekuatan beberapa kelompok menekankan kerangka pengetahuan dan konsepnya tentang realitas sosial terhadap pihak lain (Ritzer 1996; Perdue 1986). Demikian pula dengan Berger dan Luckmann (1976) yang fokus pada penciptaan realitas sosial yang memandang bahwa lembaga adalah pola perilaku (pattern of conduct) untuk mencapai kebutuhan (end). Sementara,studitentangorganisasidiawaliolehstuditentangbirokrasi oleh Weber (Colignon 2009), lalu Robert Merton yang dengan kerangka kerja Weber membangun teori lebih rendah (middle range theory), dan dilanjutkan Selznick dengan menggunakan teori struktural fungsional dan membangun pendekatan kelembagaan lama (old institutional). Selznick menekankan pentingnya kontrol norma (normative controls) yang secara bersamaan kemudian menginternalisasi (internalized) aktor dan menekannyadalamsituasisosial(socialsituations).Pendekatankelembagaan baru terhadap organisasi dimulai dari usaha Meyer dan Rowan (1977) yang membangun dari pendekatan kelembagaan Selznick. Mereka mempelajari “…how organizational decision making is shaped, mediated, and channeled by normative institutional arrangements (Powell da DiMaggio 1991). Semenjak tahun 1980-an, kalangan sosiologi organisasi telah menyadari pentingnya kajian teoritis dan keefektifan organisasi sebagai grup. Hal ini mendorong tumbuhnya pendekatan-pendekatan baru, di mana terjadi perubahan perspektif dari organisasi individual kepada jaringan antarorganisasi, termasuk bagaimana relasi organisasi dengan negara. Pendekatan “organization-state approach” mempelajari bagaimana relasi organisasi dengan pasar dan negara dalam hal materi dan ide. Dalam kajian ini juga dipelajari bagaimana negara dengan aktor-aktor sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan (property rights), struktur pemerintahan (governance structures), dan aturan pertukaran yang berperan dalam menentukan lingkungan pasar (market environment) terhadap berjalannya organisasi.
  • 23. 12 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Dalam menjalankan pembangunan dan pemerintahan secara umum, negara menginginkan sebuah sistem masyarakat yang terorganisir dengan sistematis. Organisasi berjenjang berdasarkan satuan-satuan unit manajemen pemerintahan merupakan pendekatan yang jamak ditemukan. Kecenderungan bahwa kultur pasar merupakan penekan utama bahkan terhadap negara, menyebabkan lingkungan pasar menjadi kondisi yang umum yang dihadapi oleh organisasi petani. Saat ini, disadari bahwa kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh norma dan harapan (expectations), juga oleh teknologi dan pasar (Colignon 2009). Perusahaan swasta misalnya menghadapi sekaligus tekanan pasar dan persoalan legitimasi. Menghadapi kondisi ini digunakan pendekatan majemuk (multiple approaches). Pendekatan jaringan organisasi (organizational networks) digabungkan dengan perosalan “fields” serta relasi dengan negara (state-organization relations) (Casey 2002). Masyarakat modern dicirikan oleh kehidupan berorganisasi10 . Interaksi antara Teori Kelembagaan (Institutional Theory) dan Organisasi melahirkan Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalisme Theory). Menurut Scott (2008), studi lembaga dan organisasi mulai berinteraksi sejak era 1970-an, yaitu dengan tumbuhnya perhatian pada pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian (organizational forms) dan lapangan organisasi (organization fields). Beberapa penyumbang penting dalam pertalian ini, yaitu Weber dengan teori birokrasi, Parsons dengan kelembagaan kultural (cultural institutional) terhadap organisasi, Herbert Simmon yang berkerjasama dengan James G. March yang mempelajari sifat atau ciri rasionalitas pada organisasi, Selznick yang mempelajari teori kelembagaan terhadap organisasi (Scott 2008), serta Victor Nee dalam konteks analisis kelembagaan (institutional analysis) yang mempelajari hubunganantaraprosesformaldaninformalpadalingkungankelembagaan (institutional settings) 11 . 10 Casey mengikuti pemikiran Alain Touraine, yang memandang kehidupan masyarakat modern sebagai: “ ….. society conceived as rationally organized around a central system of institutional and behavioural regulation”. 11 Vicki D. Alexander dari University of Surrey yang membahas buku Victor Nee and Mary C. Brinton (editors). 1998. The New Institutionalism in Sociology. Russell Sage Foundation: New York. xx + 332 pp. http://www.socresonline.org.uk/3/4/ alexander.html
  • 24. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 13 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Pertautan ini menurut Nee dan Ingram (1998) berasal dari teori pilihan rasional dengan teori kelekatan (embeddedness theory). Riset-riset dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga terhadap perilaku manusia melalui aturan-aturan (rules), norma (norms), dan kultural-kognitif (cultural-cognitive) yang dibangun dan dipersepsikan oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan pengaruh dari pengetahuan (cognitive), di mana individu bertindak karena persepsinya terhadap dunia sosial. Pendekatan mikro terhadap teori kelembagaan (Microfoundations of Institutional Theory) relatif sejalan dengan ini. Dalam pandangan mikro ini dipelajari bagaimana individu memposisikan dirinya dalam relasi sosial dan memahami konteks yang melingkupinya, serta bagaimana orang-orang dalam organisasi menjaga dan mentrasformasikan kekuatan- kekuatan kelembagaan dalam praktik hidup sehari-hari (Powell dan Colyvas 2008). Melalui kacamata mikro ini akan dapat dijelaskan kondisi makro. Sumbangan lain diberikan Battilana (2006) dengan studinya yang menggunakan analisis pada level individual (dengan kerangka Bourdieu), sesuatu yang selama ini diabaikan oleh kalangan kelembagaan baru; mendapatkan bahwa posisi sosial individu merupakan satu variabel kunci dalam memahami bagaimana mereka dapat menjadi seorang institutional entrepreneurs dalam satu tekanan kelembagaan. Powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan konsep “new institutionalism” dengan menolak model aktor rasional dari ekonomi klasik. Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi organisasi 12 . Akar teoritisnya berasal dari teori kognitif, teori kultural, serta fenomenologi dan etnometodologi. Ada 3 elemen yang disebut dengan pilar (pillar) yang membangun lembaga, yakni aspek regulatif, normatif, dan aspek kultural-kognitif 13 . 12 Scott merumuskan lembaga sebagai: “…are comprised of regulative, normative and cultural- cognitive elements that, together with associated activities and resources, provide stability and meaning to social life” (Scott, 2008: 48). 13 Pilar kognitif dalam paham kelembagaan baru berakar dari pemikiran sosiologi pengeta- huan yang dibangun oleh Mannheim serta Berger dan Luckman (1979).
  • 25. 14 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi 2.2. Ketidakkonsistenan Istilah dalam Produk Legislasi Pemerintah Secara umum, dalam berbagai produk hukum yang dikeluarkan pemerintah, istilah yang dipakai adalah “kelembagaan” dan “organisasi”. Kadang-kadang juga digunakan istilah “lembaga” sebagai kata lain untuk organisasi. Dalam dokumen Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) tahun 2005, dibedakan antara ”kebijakan pengembangan kelembagaan” dengan ”kebijakan pengembangan organisasi ekonomi petani”. Masing-masing pada subbab berbeda. Dalam dokumen ini, ”kelembagaan” dan ”organisasi” adalah hal berbeda, di mana kelembagaan adalah sesuatu yang berada ”di atas petani”, sedangkan organisasi berada di level petani. Sesuai dengan rekonseptualisasi yang saya susun di buku ini, maka kedua hal ini merupakan “organisasi”. Dalam Subbab Kebijakan Pengembangan Kelembagaan, objek yang diatur adalah lembaga keuangan perdesaan, sistem perbankan di daerah, lembaga keuangan lokal, dan lembaga pengawas mutu produk-produk. Kata “lembaga” di sini jelas adalah organisasi menurut konsep sosiologi. Sementara, pada bagian Kebijakan Pengembangan Organisasi Ekonomi Petani, mencakup kelembagaan ketahanan pangan di perdesaan, dan kelembagaan ekonomi petani di perdesaan. Kata “kelembagaan” di kalimat terakhir ini bermakna sebagai kesalinghubungan berbagai organisasi dalam menjalankan satu urusan, misalnya bagaimana relasi antara Pemerintah Daerah dengan kelompok tani dalam mencapai ketahanan pangan. Contoh kedua adalah Permentan No. 273 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Dalam bagian batasan tidak dicakup apa itu “lembaga, kelembagaan, dan organisasi”; meskipun sebenarnya ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam dokumen ini. Pada bagian Pengembangan Kelompok Tani tertulis: “Menumbuhkembangkan kemampuan manajerial, kepemimpinan, dan kewirausahaan kelembagaan tani serta pelaku agribisnis lainnya”. Lalu, “Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan tani baik nonformal maupun formal serta terlaksananya berbagai forum kegiatan”,
  • 26. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 15 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi dan “Menginventarisasi kelompoktani, GAPOKTAN dan kelembagaan tani lainnya yang berada di wilayah kabupaten/kota”. Dalam kalimat-kalimat ini digunakan istilah “kelembagaan tani” yang maksudnya adalah organisasi- organisasi milik petani. Sementara, pada kalimat ”Merencanakan dan melaksanakan pertemuan-pertemuan berkala baik di dalam Gapoktan, antar Gapoktan atau dengan instansi/lembaga terkait”, kata “lembaga” di sini bermakna sebagai organisasi milik pemerintah. Dalam ilmu sosiologi, ini tergolong organisasi. Dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2008, bagian tujuan poin b tertulis “Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif, dan akuntabel”. Lalu, pada kalimat “PNPM Mandiri diarahkan menggunakan dan mengembangkan secara optimal kelembagaan masyarakat yang telah ada”. Kata “kelembagaan masyarakat” di sini bisa dimaknai sebagai organisasi. Namun, pada kalimat “Dimensi kelembagaan masyarakat meliputi proses pengambilan keputusan dan tindakan kolektif, organisasi, serta aturan main”, maknanya sudah mencakup aspek-aspek lembaga. Pada bagian lain tertulis: “Harmonisasi kelembagaan dilakukan melalui pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan yang telah ada dengan cara meningkatkan kapasitas pengelola, memperbaiki kinerja dan etika lembaga, dan meningkatkan tingkat keterwakilan berbagai lembaga yang ada”. Dari kalimat ini, kata “harmonisasi kelembagaan” lebih tepat disebut sebagai manajemen kegiatan, sedangkan “kelembagaan yang telah ada” adalah organisasi. Sementarapadakalimat“Konsolidasiorganisasipelaksanaprogramsektor yang bersifat ad hoc dan koordinasi berbagai kelompok masyarakat yang ada oleh lembaga keswadayaan masyarakat di desa/ kelurahan” dan ”Kelembagaan PNPM Mandiri di desa/kelurahan adalah lembaga keswadayaan masyarakat yangdibentuk,ditetapkanolehmasyarakat,...”;istilahLembagakeswadayaan masyarakat (LKM) yang dimaksud di sini hanya sebutan (= nama organik) untuk sebuah organisasi kecil beranggotakan biasanya 5 orang. Mereka
  • 27. 16 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi mengajukan dana pinjaman ke pengelola PNPM yang disebut dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), di mana mereka menjalankan kegiatan ekonomi; misalnya, 5 orang ibu-ibu yang semuanya menjalankan usaha jahit-menjahit. Contoh terakhir adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Pada Pasal 1 poin 17 tertulis ”Kelembagaan petani, pekebun, peternak nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku utama”. Kata “kelembagaan” dan “lembaga” mestinya diganti dengan organisasi. Demikian pula pada poin 25: ”Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/ atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan”; juga Pasal 8 “Kelembagaan penyuluhan terdiri atas: kelembagaan penyuluhan pemerintah; kelembagaan penyuluhan swasta; dan kelembagaan penyuluhan swadaya”; dan Pasal 9 “Badan penyuluhan pada tingkat pusat mempunyai tugas ....”. Dalam UU ini tidak ditemukan penggunaan kata “organisasi” sama sekali. 2.3. Perumusan Istilah dan Rekonseptualisasi “Lembaga dan Organisasi” yang lebih Operasional Sebagaimanaditunjukkandiatas,baikdalamdalamliteraturberbahasa Inggris maupun Indonesia ditemui berbagai ketidaksepakatan dan ketidakkonsistenanpenggunaanistilah.Ketidakkonsistenandalamliteratur berbahasa Indonesia terjadi antara istilah ”lembaga”, ”kelembagaan”, dan ”organisasi”. Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam literatur berbahasa Indonesia tidak selalu merupakan terjemahan langsung atau dapat disamakan dengan konsep ”institutional” dalam literatur berbahasa Inggris. Kekeliruan yang paling sering adalah menerjemahkan ”institution” menjadi ”kelembagaan”, sedangkan ”lembaga” dimaknai persis sebagai ”organisasi”. Menghadapi berbagai kekeliruan dan ketidaksepakatan ini, dilakukan perumusan rekonseptualisasi sebagaimana matriks berikut.
  • 28. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 17 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Rekonseptulasisasi “lembaga” dan “organisasi” Terminologi dalam literatur berbahasa Inggris Sering diterjemahkan dalam literatur berbahasa Indonesia selama ini menjadi Terminologi semestinya Batasan dan materinya 1. institution Kelembagaan, institusi Lembaga Berisi norma, nilai, regulasi, pengetahuan, dan lainnya. Menjadi pedoman dalam berperilaku aktor (individu dan organisasi) 2. institutional Kelembagaan, institusi Kelembagaan Hal-hal berkenaan dengan lembaga. 3. organization Organisasi, lembaga Organisasi Adalah social group, aktor sosial, yang sengaja dibentuk, punya anggota, untuk mencapai tujuan tertentu, di mana aturan dinyatakan tegas. Misalnya koperasi, kelompok tani, kantor pemerintah. 4. organizational Keorganisasian, kelembagaan Keorganisasian Hal-hal berkenaan dengan organisasi. Misalnya kepemimpinan, keanggotaan, manajemen, keuangan organisasi, kapasitas organisasi, relasi dengan organisasi lain. Dengan demikian, ”lembaga” adalah terjemahan langsung dari ”institution”,danorganisasiadalahterjemahanlangsungdari”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan” adalah terjemahan dari ”institutional”, yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga”. Demikian pula dengan ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”) yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi” 14 . 14 Ini serupa dengan kata ”kepresidenan” yang bermakana segala hal yang berhubungan dengan presiden, dan ”kehutanan” yang bermakna sebagai hal-hal yang berhubungan dengan hutan. Dalam kamus, tambahan suffix –al dalam bahasa Inggris menjadikan kata asal yaitu kata benda menjadi kata sifat. Namun, dalam tata bahasa Indonesia, saya merasa lebih sesuai bahwa kelembagaan, keorganisasian, kepresidenan, dan kehutanan adalah ”kata benda abstrak”, bukan ”kata sifat”.
  • 29. 18 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi 2.4. Pendekatan Kelembagaan Baru SesuaidengansistematikayangdisusunScott(2008),makapendekatan kelembagaan baru mencakup tiga pilar. Pendekatan ini telah merangkum seluruh pemikiran yang berkembang berkenaan dengan lembaga dalam bidang sosiologi, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru (new institionalism). Secara sederhana dibedakan seperti berikut (selengkapnya ada pada Lampiran 2). Perbedaan antara tiga pilar dalam Teori Lembaga PILAR REGULATIF Disebut juga regulative institution atau rational choice institutionalism PILAR NORMATIF Disebut juga genuine institutionalism, normatif institution, atau historical institutionalism PILAR KULTURAL- KOGNITIF Disebut juga dengan social institution Objek Aturan (rule) yang ada, “keuntungan apa” yg akan diperoleh. Norma-norma yang hidup dan disepakati di tengah masyarakat Pengetahuan yang dimiliki individu dan masyarakat, serta kultur Perspektif keilmuan Sosiologi ekonomi, khususnya perspektif r rational choice. Sosiologi (terutama sosiologi kultural) dan antropologi Sosiologi pengetahuan Inti pemikiran Masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan, dan manusia berperilaku dengan melihat pada aturan- aturantersebut. Manusia akan berusaha memaksimalkan keuntungan untuk dirinya, dengan menggunakan atau berkelit dari aturan- aturan yang ada tadi. Perilaku manusia, baik sebagai individu atau sebagai group ditentukan oleh norma yang hidup di masyarakat bersangkutan. Manusia adalah aktor yang tunduk patuh pada norma. Manusia memaknai segala hal di seputarnya, termasuk norma dan regulasi, namun ia tidak langsung patuh sepenuhnya.Ia memaknai lagi norma dan aturan yang ada, lalu memilih sikap dan perilakunya sendiri. Pandangan tentang manusia Manusia adalah makhluk yang rasional Manusia adalah makhluk yang pasif. Manusia adalah aktor yang aktif
  • 30. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 19 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Satu, Pilar regulatif Objek perhatian pada bagian ini adalah aturan (rule) yang ada, dan “keuntungan apa” yg akan diperoleh pelaku dalam bertindak. Perspektif keilmuan yang banyak dipakai adalah bidang sosiologi ekonomi, khususnya perspektif rational choice. Karena itu, ini disebut juga dengan regulative institution atau rational choice institutionalism. Diyakini bahwa masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan, dan manusia berperilaku dengan melihat pada aturan-aturan tersebut. Manusia akan berusaha memaksimalkan keuntungan untuk dirinya, dengan menggunakan atau berkelit dari aturan- aturan yang ada tadi. Mengapa demikian? Karena, dalam perspektif ini, manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional. Aspek regulatif terutama datang dari kalangan sosiolog yang banyak memerhatikan perilaku ekonomi, sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan aliran “rational choice institusionalism”. Binswanger dan Ruttan (1978) berada di sisi ini yang menyebut lembaga sebagai “ …the set of behavioral rules that govern a particular pattern of section and relationship”, Sejalan dengan ini, Nee (2005) dalam konteks analisa kelembagaan (institutional analysis) juga menyebut hubungan antara proses formal dan informal pada lingkungan kelembagaan (institutional settings) . Portes (2006) juga menyebut lembaga sebagai “…they are the set of rules (formal or informal), governing relationships among role occupants in social organizations…”. Dalam objek ini terkait perihal rule setting, monitoring, dan sanksi- sanksi. Lembaga diukur dari kapasitasnya untuk menegakkan aturan, misalnya melalui mekanisme reward and punishment. Aturan ditegakkan melalui mekanisme informal (folkways) dan formal (melalui polisi dan pengadilan). Aturan bersifat represif dan membatasi (constraint), namun juga memberi kesempatan (empower) terhadap aktor. Menghadapi kompleks aturan ini, aktor berupaya memaksimalkan keuntungan. Karena menjadikan regulasi sebagai objek pokoknya, lembaga jenis ini sering pula disebut sebagai “kelembagaan regulatif”. Dua, Pilar normatif Objek pokok pada kelompok ini adalah norma-norma yang hidup dan disepakati di tengah masyarakat. Norma memang menjadi perhatian utama pada kalangan sosiologi, terutama sosiologi kultural, serta dari
  • 31. 20 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi kalanganilmuwanantropologi.Lembagayangberkembangpadakelompok ini disebut juga dengan genuine institutionalism, normatif institution, atau historical institutionalism. Mereka mengklaim sebagai yang paling murni dalam memahami kelembagaan. Menurut pemahaman di bagian ini, perilaku manusia, baik sebagai individu atau sebagai grup ditentukan oleh norma yang hidup di masyarakat bersangkutan. Manusia adalah aktor yang tunduk patuh pada norma, dan manusia adalah makhluk yang pasif. Beberapa kalangan sosiolog yang menyebut bahwa norma sebagai penentu pokok perilaku individu dalam masyarakat adalah Durkheim, Parsons, Sumner dan Cooley, Selznick, Soekanto, serta Uphoff. Parsons menyebutkan bahwa ”sistem normalah yang mengatur relasi antarindividu, yakni bagaimana relasi individu semestinya” (Scott 2008), sementara Durkheim (1968) menyebut bahwa “ …. social integration and individual regulation through consensus about morals and values”, Soekanto (1999) menerjemahkan lembaga sebagai jelmaan dari kesatuan norma-norma yang dijalankan atau diwujudkan dalam hubungan antarmanusia; Sumner dan Cooley memaknai lembaga sebagai “established norm”, demikian pula dengan Uphoff (1992) yang mendefinisikan lembaga sebagai “a complex of norms and behaviours that persist overtime by serving some socially valued purpose”. Selznick menekankan pentingnya kontrol norma (normative controls) yang secara bersamaan kemudian menginternalisasi (internalized) aktor dan menekannya dalam situasi sosial (social situations). Norma merupakan komponen pokok dan paling awal dalam lembaga. Karena itulah, para ahli yang berada di sisi ini sering mengklaim telah melahirkan “genuine institutionalism”. Pada prinsipnya, norma (how things should be done) akan menghasilkan preskripsi, bersifat evaluatif, dan melahirkan tanggung jawab dalam kehidupan aktor di masayarkat. Norma memberi pengetahuan apa tujuan kita dan bagaimana cara mencapainya. Norma bersifat membatasi (constraint) sekaligus mendorong (empower) aktor. Kompleks norma pada hakikatnya menjelaskan apa kewajiban bagi aktor (supposed to do). Bagi sebagian kalangan, lembaga yang menjadikan norma sebagai objek pokoknya disebut dengan “normatif instistution” atau “historical institutioanlism”.
  • 32. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 21 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Pilar kultural-kognitif Fokus perhatian pada bagian ini adalah pengetahuan kultural yang dimiliki individu dan masyarakat, dengan menggunakan perspektif sosiologi pengetahuan. Sebagian kalangan menyebut ini dengan social institution. Intinya, diyakini bahwa manusia memaknai segala hal di seputarnya, termasuk norma dan regulasi, namun ia tidak langsung patuh sepenuhnya. Ia memaknai lagi norma dan aturan yang ada, lalu memilih sikap dan perilakunya sendiri. Manusia adalah aktor yang aktif. Tokoh-tokoh yang menjadikan ini sebagai aspek penting lembaga adalah Geertz, Douglass, Berger, Goffman, Bourdieu, Meyer, DiMaggio, Powel, dan Scott. Inti dari objek kultural-kognitif ini adalah pada makna (meaning). Fokus dalam kultural-kognitif adalah pada bagaimana kehidupan sosial menggunakan kerangka makna dan bagaimana makna- maknadiproduksidandireproduksi.Dalamkonteksinidiperhatikanproses sedimentasi dan kristalisasi makna dalam bentuk objektif melalui proses interpretatif internal yang dibentuk oleh kerangka kultural eksternal. Bourdieu, misalnya, melalui perjuangan simbolik, mendeskripsikan bagaimana kekuatan beberapa kelompok menekankan kerangka pengetahuan dan konsepnya tentang realitas sosial terhadap pihak lain (Ritzer 1996; Perdue 1986). Sementara Berger dan Luckmann (1976) yang fokus pada penciptaan realitas sosial memandang bahwa lembaga adalah pola perilaku (pattern of conduct) untuk mencapai kebutuhan (end). Realitas sosial adalah konstruksi manusia sebagai produk interaksi sosial, di mana individu bertindak sesuai persepsinya terhadap dunia sosial. Tumbuhnya perhatian pada objek pengetahuan (cognitive) dalam kajian lembaga merupakan penyumbang utama lahirnya Teori Kelembagaan Baru. Berdasarkantigaobjekataupilarini,“lembaga”dapatdirumuskansebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman,sumberdaya,dansekaligushambatanuntukbertindakbagiaktor . Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan (order) dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah. Demikian pula untuk petani, lembaga memberikan pedoman bagi petani dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari khususnya dalam bidang agribisnis. Berbagai norma yang hidup di masyakat termasuk norma-norma pasar
  • 33. 22 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi beserta seperangkat regulasi menjadi pertimbangan petani untuk bertindak sebagaimana ia memahaminya (kultural-kognitif). Lembaga tak hanya berisi batasan-batasan, namun juga menyediakan berbagai kriteria sehingga individu dapat memanfaatkan apa yang ia sukai . Lembaga memiliki dimensi preskriptif, evaluatif, and obligatory dari kehidupan sosial (Blom-Hansen 1997) dan memberi kerangka sehingga identitas individu terbentuk (March Olsen 1989; Scott 1995). Ini sejalan dengan Nee (2005) yang berpendapat bahwa aktor yang merupakan “aktor ekonomi” bukan seperti atom-atom yang lepas dari konteks masyarakat tempatnya hidup, namun tidak pula sepenuhnya patuh pada aturan sosial yang hidup. 2.5. Konsep dan Teori Organisasi, serta Interaksinya dengan Kelembagaan Selanjutnya, dalam hal konsep ”organisasi”, organisasi merupakan elemen dari lembaga. Acuan utama dalam hal ini adalah ahli ekonomi kelembagaan (North dan Robbins) dan dari pendekatan kelembagaan baru (Scott, 1995; 2008). Menurut Scott (2008), dalam Teori Kelembagaan Baru digunakan pendekatan kelembagaan dalam mempelajari sosiologi organisasi. Proses kelembagaan memiliki kaitan dengan struktur organisasi dan perilaku. Teori Kelembagaan Baru, tidak sebagaimana ”old institutionalism”, menyediakan jalan untuk melihat organisasi pada masyarakat kontemporer. Perspektif yang digunakan pada objek ini dari kelompok sosiologi organisasi. Diyakini bahwa untuk mengefektifkan hidupnya, manusia dengan sadar membentuk organisasi, lalu berkomitmen bersama-sama mencapai tujuan dgn mengikuti aturan yg disepakati. Di sini, reward dan sanksi lebih tegas. Untuk keperluan analisis, manusia diasumsikan sebagai makhluk yang perilakunya tergantung pada organisasi tempat ia menjadi anggota. Organisasi merupakan sebuah decision making unit (sebagaimana Binswanger dan Ruttan 1978), tempat aktor berinteraksi secara lebih intensif untuk menjalankan aktifitas mencapai beberapa tujuan yang telah didefinisikan secara lebih tegas. Dalam dunia pertanian, organisasi,
  • 34. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 23 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi sebagaimana Scott (2008), terdiri atas beragam level, mulai dari level internasional sampai dengan grup-grup kecil (individual organization), misalnya kelompok tani dan koperasi-koperasi pertanian. Organisasi juga menjadi wadah untuk mengelola sumber daya. Dalam konteks relasi dengan negara, pendekatan “organization-state approach” telah lama mempelajari bagaimana relasi organisasi dengan pasar dan negara dalam hal materi dan ide. Dalam kajian ini juga dipelajari bagaimana negara dengan aktor-aktor sosial menegosiasikan hak-hak kepemilikan (property rights), struktur pemerintahan (governance structures), dan aturan pertukaran yang berperan dalam menentukan lingkungan pasar (market environment) terhadap berjalannya organisasi. Kehadiran negara dan pasar merupakan ciri masyarakat modern, dan ”organisasi adalah ciri masyarakat modern” (Casey 2002). Lembaga = norma + aturan + cultural cognitif Organisasi Organisasi Gambar lembaga, organisasi, dan aktor individual Organisasi merupakan arena sosial tempat tindakan rasional berlangsung (Selznick dalam Scott 2008: 21). Perilaku dalam organisasi pasti rasional, karena pilihan-pilihan dibatasi dan dipandu oleh aturan- aturan (Scott 2008; 25). Adanya organisasi akan mempercepat tercapainya
  • 35. 24 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi kestabilan tindakan. Ini merupakan jiwa dasar dari pelembagaan 15 . Nee (2005) juga sejalan dengan ini. Menurutnya, lingkungan kelembagaan dikristalisasi dalam organisasi. Adanya organisasi akan membantu untuk menyederhanakan dan mendukung pembentukan keputusan individu. Aktivitas bertani tetap bisa berjalan tanpa organisasi, karena lembaga sesungguhnya telah memberi cukup pedoman dan kesempatan. Namun, dalam organisasi perilaku akan lebih tertata, lebih terpola, sehingga lebih bisa diprediksi pula. Pendekatan kelembagaan baru paling tepat digunakan dalam mempelajari organisasi, karena ia telah menjadi prespektif yang pokok dalam memahami tindakan- tindakan ekonomi, di mana ia lebih banyak perhatian pada konteks sosial (Portes 2006; Nee 2005) 16 . Objek “oganisasi” tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pemikiran teori kelembagaan. Organisasi adalah aktor sekaligus social form yang dipandang lebih efektif dalam kehidupan sosial. Sejak tahun 1980-an, kalangan sosiologi organisasi telah menyadari pentingnya kajian teoritis dan keefektifan organisasi sebagai grup. Hal ini mendorong tumbuhnya pendekatan-pendekatan baru; terjadi perubahan perspektif dari organisasi individual kepada jaringan antarorganisasi dan relasi antara organisasi dengan negara. Keberadaan organisasi sangat bergantung pada lingkungan kelembagaannya, sebagaimana dijelaskan oleh Meyer dan Rowan (1977), Selznick dan DiMaggio (1991), serta Colignon (2009). Hal ini sejalan pula dengan konsep Bourdieu tentang ”field’ (arena sosial) sebagai konsep yang sangat berguna untuk meletakkan lokus proses kelembagaan yang paling baik untuk membentuk organisasi (Scott 2008). Saat ini, disadari bahwa kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh norma dan harapan (expectations), juga oleh teknologi dan pasar (Colignon, 2009). Perusahaan swasta misalnya menghadapi sekaligus tekanan pasar dan persoalan legitimasi. Menghadapi kondisi ini digunakan 15 Menurut Scott (2008): ”Organization vary in their deggre of institutionalization”, dimana ia menjadi wadah atau kendaraan untuk melekatnya nilai-nilai. 16 Menurut Nee (2005), kelembagaan baru “integrating social relations and institutions, highlighting the mechanisms that regulate the manner in which formal elements of institutional structures (distal) and informal social organization of networks and norms (proximate) facilitate, motivate, and govern economic action”.
  • 36. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 25 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi pendekatan majemuk (multiple approaches). Pendekatan jaringan organisasi (organizational networks) digabungkan dengan persoalan “fields” serta relasi dengan negara (Casey 2002). Interaksi antara Teori Kelembagaan (Institutional Theory) dan Organisasi melahirkan Teori Kelembagaan Baru (New Institutionalisme Theory). Menurut Scott (2008), studi lembaga dan organisasi mulai berinteraksi sejak era 1970-an, yaitu dengan tumbuhnya perhatian pada pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian (organizational forms) dan lapangan organisasi (organization fields). Beberapa penyumbang penting dalam pertalian ini adalah Weber dengan teori birokrasi, Parsons dengan kelembagaan kultural (cultural institutional) terhadap organisasi, Herbert Simmon yang bekerja sama dengan James G. March yang mempelajari sifat atau ciri rasionalitas pada organisasi, Selznick yang mempelajari teori kelembagaan terhadap organisasi (Scott 2008), serta Victor Nee dalam konteks analisa kelembagaan (institutional analysis) yang mempelajari hubunganantaraprosesformaldaninformalpadalingkungankelembagaan (institutional settings)17 . Pertautan ini, menurut Nee dan Ingram (1998), berasal dari teori pilihan rasional dengan teori kelekatan (embeddedness theory). Riset-riset dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga terhadap perilaku manusia melalui aturan-aturan (rules), norma (norms), dan kultural-kognitif (cultural-cognitive) yang dibangun dan dipersepsikan oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan pengaruh dari pengetahuan (cognitive), di mana individu bertindak karena persepsinya terhadap dunia sosial. Powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan konsep “new institutionalism” dengan menolak model aktor rasional dari ekonomi klasik. Sementara menurut Scott (2008), akar teoritisnya berasal dari teori kognitif, teori kultural, serta fenomenologi dan etnometodologi18 . Adanya organisasi akan membantu penyederhanaan dan mendukung pembentukan keputusan individu. Dalam dunia pertanian, misalnya, aktivitas bertani tetap bisa berjalan tanpa organisasi karena lembaga 17 Vicki D. Alexander dari University of Surrey yang membahas buku Victor Nee and Mary C. Brinton (editors). 1998. The New Institutionalism in Sociology. Russell Sage Foundation: New York. xx + 332 pp. http://www.socresonline.org.uk/3/4/ alexander.html 18 Pilarkognitifdalampahamkelembagaanbaruberakardaripemikiransosiologipengetahuan yang dibangun oleh Mannheim serta Berger dan Luckman (1979).
  • 37. 26 | REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi sesungguhnya telah memberi cukup pedoman dan kesempatan. Namun, dalam organisasi, perilaku akan lebih tertata dan terpola, sehingga lebih bisa diprediksi pula. Pendekatan kelembagaan baru paling tepat digunakan dalam mempelajari organisasi, karena ia telah menjadi prespektif yang pokok dalam memahami tindakan-tindakan ekonomi, yang lebih banyak memerhatikan konteks sosial (Portes 2006; Nee 2005) 19 . Pendekatan kelembagaan baru (neo-institutional approach) yang dimulai oleh Meyer and Rowan (1977) memandang bahwa strukur organisasi merupakan hasil dari lingkungan teknik dan ekonomi (“organizational structure is the result of technical and economic contingencies in the environment”). Organisasi lahir dan hidup untuk memenuhi harapan normatif (normative expectations) dari lingkungannya. Tekanan yang dimaksud adalah cara keputusan organisasi dibuat, dimediasi, dan disampaikan oleh seperangkat kelembagaan normatif (Powell dan DiMaggio 1991). Pendekatan kelembagaan dipandang lebih sesuai untuk organisasi dalam masyarakat (public sector organizations) karena lebih sensitif terhadap harapan normatif dan legitimasi. Dari kalangan ekologi populasi, Hannan and Freeman (1977) dan Aldrich and Pfeffer (1976) mempelajari kuatnya relasi antara berbagai bentuk organisasi (organizational form) dengan penekanan pada dampak lingkungan terhadap daya hidup organisasi. Sesuai dengan rekonseptualisasi di atas, kelompok tani, Gapoktan, dan koperasi, misalnya, adalah organisasi formal, bukan kelembagaan formal, sedangkan subak adalah organisasi nonformal, bukan kelembagaan nonformal. Kelompok tani, Gapoktan, dan koperasi dibentuk secara sengaja, anggotanya jelas, memiliki peraturan yang disepakati (misalnya AD dan ART), dicatatkan di pemerintah, dan juga memiliki legalitas hukum, sedangkan subak tidak dicatatkan di instansi pemerintah. Lalu, untuk kasus lain, istilah kelembagaan sakap-menyakap dan kelembagaanbagihasilsemestinyahanyalahsatukesepakatandankebiasaan sakap menyakap yang telah melembaga (menjadi pola). Penggunaan istilah ”kelembagaan” dalam kalimat tersebut kurang tepat. 19 Menurut Nee (2005), kelembagaan baru “integrating social relations and institutions, highlighting the mechanisms that regulate the manner in which formal elements of institutional structures (distal) and informal social organization of networks and norms (proximate) facilitate, motivate, and govern economic action”.
  • 38. REKONSEPTUALISASI TEORI LEMBAGA DAN ORGANISASI | 27 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Lembaga juga dapat direkayasa dan didayagunakan untuk pembangunan. Karena itu, setelah memahami konsepnya dengan baik, analisis kelembagaan merupakan keterampilan yang sangat berguna. Pengalaman Lobo (2008) di International Fund for Agricultural Development (IFAD) mendapatkan bahwa “appropriate institutional analysis can provide the basis for initiating such processes, as well as a better understanding of how those processes can be directed and managed to achieve specific results”. Analisis kelembagaan mampu menyediakan dasar untuk proses inisiasi, memahami lebih baik cara mengarahkan proses ini, dan manajemen untuk mencapai tujuan. Kenapa lembaga penting? Karena ia menentukan dan membentuk bagaimana proses pertukaran dan intekasi sosial, politik, kultural dan ekonomi berlangsung. Lembaga juga menetapkan batasan pilihan (range of choices), pengaturan risiko dan ketidakpastian, dan menentukan biaya transaksi dan produksi. Lebih jauh, ia juga mempengaruhi feasibilitas dan keuntungan dalam aktivitas ekonomi. Lebih dahsyat lagi, lembaga “… evolve incrementally, linking the past with the present and future”. Ia menghubungkan masa lalu, sekarang, dan masa depan. Lembaga menentukan bagaimana insentif akan terbagi dalam masyarakat.Siapamendapatapadanberapabanyak.Lembaga“…determine the growth path (social, economic, political, technological and cultural) of society, as well as distribution of benefits, access to resources and power”. Sementara itu, organisasi merupakan organ penting bagi berjalannya masyarakat. “Organizations exist to secure and advance the interests of their members within the existing institutional framework, while constantly seeking to influence that framework so as to achieve greater advantages and benefits”.
  • 39.
  • 40. 3.1. Strategi dan Pola Pengembangan Organisasi Petani di Indonesia Hampir tiap program pembangunan ke desa mengintroduksikan satu organisasi baru. Telah tumbuh pemahaman pada kalangan pemerintah bahwa organisasi merupakan komponen yang dapat menjadi agent of change. Namun, pendekatan ini cenderung kurang tepat dan keliru. Ada tujuh kekeliruan dalam pengembangan organisasi yang ditemukan, yaitu: 1. Organisasi-organisasi yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal. Anggota suatu organisasi terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa daya tawar sekelompok orang akan meningkat bila secara kuantitas jumlahnya cukup banyak. Tampaknya ini berasal dari jargon zaman perjuangan “seikat lidi lebih sulit dipatahkan”. Kelompok tani, misalnya, adalah kelompok orang- orang yang selevel, yaitu pada kegiatan budi daya satu komoditas tertentu. 2. Organisasi dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan, memudahkan kontrol dari pelaksana program, dan mobilisasi; bukan untuk peningkatan social capital masyarakat. Pembentukannya sering kali merupakan ide dan kehendak atas, sehingga bentuk, tujuan, dan strukturnya ditetapkan oleh pelaksana program. 3. Setiap program atau proyek membuat satu organisasi baru dengan nama yang khas. Jarang sekali ada program dari dinas tertentu yang menggunakan organisasi-organisasi yang sudah ada. III KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI
  • 41. 30 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi 4. Struktur dan kultur keorganisasian yang dibangun relatif seragam, yang bias kepada bentuk kelembagaan usaha tani padi sawah sawah irigasi teknis di Pantura Jawa. 5. Pembuatan organisasi selalu dimulai dengan membuat struktur organisasi dan lalu mengisinya dengan pengurus, padahal belum tentu anggota paham kenapa ia harus berorganisasi, mengapa ada seksi ini dan itu, dan seterusnya. Pendamping beranggapan bahwa dengan membangun struktur, organisasi akan berjalan dengan sendirinya. Namun, dengan cara ini, tidak ada learning process. 6. Pemberian bantuan material (traktor, thresher, atau uang tunai) dianggap telah memperkuat kapasitas dan kinerja organisasi, sementara kemampuan manajemen pengurus dan kemampuan anggota berorganisasi kurang diperhatikan. 7. Introduksi organisasi baru telah merusak organisasi lokal yang ada sebelumnya, termasuk merusak hubungan-hubungan horizontal yang telah ada. Salah satunya karena proyek bersifat sektoral dan diskontinu. Karena kekacauan pemaknaan antara ”lembaga, kelembagaan, dan organisasi”, pembentukan organisasi diklaim sebagai pengembangan kelembagaan. Nah, dengan membungkus suatu kebijakan dengan sebutan “pengembangan kelembagaan”, seolah-olah pelaksana program telah bersifat begitu bijak, menghargai kearifan lokal, lebih sosial, dan lebih partisipatif. Padahal kenyataannya, yang diintroduksikan adalah teknologi baru, dan itu pun baru sebatas membentuk pengurus dan menetapkan struktur, yang lalu dikukuhkan dengan tanda tangan PPL dan Kepala Desa. Pendekatan yang top-down planning menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi anggota dalam berorganisasi. Tenaga lapang pemerintah menghadapi waktu yang sempit, cara pikir yang lebih mengutamakan keselamatan adminsitrasi, kurang didukung keilmuan, dan lemahnya integritas dan etos kerja. Jika ada satu-dua organisasi yang bagus; itu merupakan berkah yang jarang terjadi karena ”ditemukannya” pemimpin organisasi yang bagus.
  • 42. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 31 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Periodesasi Perkembangan Organisasi Petani di Perdesaan Organisasi petani sebagai program pemerintah telah dikembangkan secara massal semenjak Program Bimas, mulai akhir tahun 1960-an, dan semakin ramai pada era 1970-an. Semenjak kurun tersebut sampai era reformasi sekarang, ditemukan adanya pola pengembangan organisasi- organisasi petani yang dapat dibagi atas 3 babak besar. Penelitian Saptana, et al. (2003), yang penulis juga terlibat di dalamnya, menjadikan 60 organisasi petani sebagai sampel penelitian. Dalam studi ini juga digali berbagai organisasi yang dulu pernah hidup di tengah masyarakat namun saat ini sudah tidak hidup lagi, misalnya pemerintahan marga di Bengkulu. Di dalam penelitian tersebut dilakukan wawancara dengan para informan kunci yang dahulu pernah terlibat di dalamnya, seperti tokoh adat dan tokoh masyarakat. Dalam mempelajari organisasi tersebut, kondisi lingkungan kelembagaan yang menyertainya juga didalami. Kondisi kelembagaan diyakini memberikan pengaruh pada kapasitas organisasi dan sejauh apa ia bisa berkembang. Pada setiap sampel dilakukan kajian secara historis sejak berdiri hingga kondisi terakhir, yang mencakup keragaan keorganisasian secara umum; struktur organisasi, kegiatan yang dijalankan, aturan main yang disepakati, tujuan yang ingin dicapai, dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Sedikitbanyak,perubahan-perubahanpolayangterjadijugamengikuti kecenderungan perubahan tata perpolitikan negara, khususnya kebijakan terhadap pembangunan dan masyarakat desa pada umumnya. Secara umum, tiga tahap perubahan kelembagaan, yang didalamnya berbeda dari sisi bentuk-bentuk kelembagaannya, sifat keterlibatan warga, serta pendekatan politik atas desa terhadapnya. Ketiga tahap tersebut beserta karakteristiknya adalah sebagai berikut: Pertama, Organisasi pada Tahap Masyarakat Komunal Tipe masyarakat komunal merupakan ciri yang universal ketika ketergantungan antarpenduduk tinggi dan campur tangan pihak luar rendah sekali. Tipe masyarakat seperti ini selalu dapat ditemui di belahan dunia mana pun, sebagaimana disebut Durkheim dengan mechanistic solidarity. Salah satu cirinya adalah kepemilikan sumber daya secara bersama dan distribusi manfaatnya juga bersama-sama, serta berbagai
  • 43. 32 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi aktivitas kerja bersama yang kita kenal dengan istilah gotong-royong atau sambat-sinambat di Jawa. Pada periode tersebut, hampir seluruh keputusan yang penting dilakukan dengan cara musyawarah-mufakat atas prinsip kebersamaan dalam kesetaraan. Pada masa ini, organisasi yang hidup seluruhnya merupakan organisasi yang dibangun sendiri oleh masyarakat. Mereka sendiri yang memutuskan untuk membentuk suatu organisasi, bagaimana bentuk strukturnya, bagaimana pemilihan anggotanya, pola kepemimpinannya, serta aturan- aturan beserta sanksi-sanksinya. Sanksi yang banyak diterapkan pada waktu itu berupa sanksi adat bagi anggota komunitas yang melanggar. Contoh organisasi yang berpola demikian yang ditemukan dalam penelitian ini adalah organisasi Banjar dan Subak yang ada di Bali, dan Pemerintahan Marga yang ada di Bengkulu. Subak dan banjar masih ditemukan sampai sekarang, namun pemerintahan marga telah mati semenjaktahun1970-ankarenaadanyaprosespenyeragamanpemerintahan desa di Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa. Salah satu ciri umum organisasi pada era ini adalah jumlah organisasi tidak banyak namun fungsinya banyak. Artinya, “miskin organisasi namun kaya fungsi”. Sebuah Banjar, misalnya, merupakan wadah untuk beraktifitas mulai dari bidang politik-kekuasaan, sosial-kemasyarakatan, serta masalah keagamaan. Dalam kepengurusan banjar ada struktur yang bertanggung jawab kepada hal-hal mulai dari keamanan sampai dengan sekoo-sekoo kesenian dan hiburan. Demikian pula pada pemerintahan marga, yang selain bertanggung jawab kepada pemerintahan juga mengatur keamanan dan pengairan sawah. Ciri lain organisasi pada era ini adalah adanya saling keterkaitan antarbagiannya, penetapan keputusan yang demokratis, serta luas jangkauan yang terbatas. Khusus untuk aktifitas ekonomi, tidak memiliki organisasi yang khusus namun sudah tercakup di dalam organisasi yang ada. Mekanisme pasar belum cukup berkembang, dan ketergantungan atau pertukaran barang antarwilayah masih rendah. Pertukaran barang lebih banyak terjadi antarwarga dalam komunitas yang relatif terbatas.
  • 44. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 33 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Kedua, Organisasi pada Tahap Penghancuran Masyarakat Komunal Invansi kekuatan atas desa terhadap masyarakat desa mulai terasa semenjak era pembangunan atau Orde Baru. Pada masa ini, terjadi perombakan yang besar tidak hanya terhadap cara berpikir dan orientasi hidup, teknologi yang digunakan, namun juga pada organisasi-organisasi yang ada. Puluhan organisasi baru diintroduksikan kepada masyarakat dengan struktur dan aturan yang sudah ditentukan. Masyarakat tidak sempat memahami kenapa perlu sebuah organisasi baru, namun dipaksa untuk mengikutinya. Seorang responden di Bengkulu menyatakan, bahwa pada era ini setiap warga “di KUD-kan” tanpa tahu dan merasa butuh kehadiran sebuah koperasi. Pada setiap desa di Indonesia kita akan dapat menemukan seperangkat organisasi, karena merupakan keharusan untuk dimiliki. Organisasi- organisasi introduksi tersebut adalah pemerintahan desa dengan LKMD dan LMD, beberapa kelompok tani, kelompok ternak, kelompok wanita tani, kelompencapir, kelompok Kadarkum, dan PKK. Pada setiap kecamatan juga dapat dapat kita temui setidaknya sebuah KUD, yang sebelumnya bernama BUUD. Masuknya organisasi-organisasi baru ini sayangnya bukan merupakan tambahan atau pengembangan terhadap organisasi yang telah ada, namun sering kali menggantikan organisasi-organisasi yang sebelumnya yang didirikanolehmasyarakat.Artinya,sejalandenganpembentukanorganisasi- organisasi baru tersebut secara bersamaan terjadi pula penghancuran organisasi-organisasi tradisional yang dibangun di atas prinsip komunalitas dan berbasis budaya lokal (local endowment). Organisasi baru ini kadang kala belum sesuai dengan kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berubah banyak. Artinya, pemerintah mencoba memasukkan ikan lele (ikan air tawar) ke akuarium yang diisi air laut. Organisasi-organisasi introduksi tersebut berjumlah banyak dan dengan tujuan dan aktifitas yang khusus dan sempit. Karena pada periode tersebut pembangunan dilakukan dengan pendekatan proyek dan sektoral yang sering kali bersifat diskontinu. Terjadi gejala “banyak organisasi namun miskin fungsi”. Ini sangat berbeda dengan ciri organisasi tradisional sebelumnya.Akibatnya,organisasiyangterbentuktidakpernahdapathidup
  • 45. 34 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi secara baik, karena tidak mengakar, dan tidak mempertimbangkan norma- norma dan jejaring sosial (social network) yang telah ada sebelumnya, serta tidak melalui proses sosial yang matang. Organisasi yang dibentuk lebih sebagai alat untuk mobilisasi sosial dan memudahkan kontrol dari atas, bukan untuk trasformasi yang alamiah. Satu hal yang membanggakan, di Bali, introduksi organisasi baru tidak sampai merusak organisasi lama, namun hanya menjadi tambahan atau perluasan struktur baru. Hal ini disebabkan kelembagaan adat di perdesaan Bali yang dibangun atas filosofi “Tri Hita Karana” yang mencakup Parahyangan (hubungan antara Tuhan dengan manusia), Pawongan (hubungan antarmanusia), dan Palemahan (hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya) berhasil di aplikasikan dalam tatanan kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun kolektif. Kuatnya kelembagaan adat yang bersumber dari ajaran Agama Hindu Bali tersebut mampu membentengi dari masuknya organisasi baru yang diintroduksikan. Karena itu, di Bali sekarang hidup secara berdampingan Banjar Dinas dan Banjar Adat, serta Desa Dinas dan Desa Adat dengan perbedaan peran yang saling melengkapi. Ketiga, Organisasi Pada Tahap Komunalitas Baru Setelah mulai dirasakan adanya kesalahan-kesalahan di dalam perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan pertanian dan ekonomi masyarakat selama ini, yaitu dengan terlalu memaksakan organisasi yang tidak dibarengi pendekatan kultural (aspek kelembagaan) yang cukup, pemerintah mulai beralih dengan pendekatan baru yang lebih menghargai komunalitas lokal. Peran kepemimpinan lokal kembali direvitalisasi sebagai jaminan kesuksesan pembentukan organisasi introduksi dan melalui pengembangan organisasi melalui melalui berbagai program pembangunan yang bertahap, sehingga diharapkan pembentukan organisasi akan melalui proses sosial yang matang dengan melibatkan pihak di tingkat desa. Dua kasus organisasi baru yang menggunakan pendekatan ini adalah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali dan Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD) di Bengkulu. LPD mulai digerakkan pertengahan tahun 1990-an, dengan melibatkan secara intensif pemerintahan Desa dan Banjar Adat. LPD pada tahap awalnya didanai oleh pemerintah daerah
  • 46. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 35 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi baik kabupaten maupun propinsi. Ini merupakan satu contoh pelaksanaan otonomi daerah yang melibatkan masyarakat adat baik dalam konsolidasi anggota, perencanaan kegiatan, aturan main yang dibangun, dalam pelaksanaan kegiatan, serta dalam monitoring dan evaluasi. Hampir dalam setiap pengambilan keputusan penting dalam LPD ini dilakukan dengan cara musyawarah di antara pengurus dan anggota. Aturan main dituangkan dalam awig-awig (aturan umum) dan perarem (aturan detail dan tambahan). Di dalam awig-awig dan perarem juga terdapat struktur organisasi; kegiatan simpan-pinjam yang dilakukan; sistem pengajuan pinjaman, penyaluran, penggunaan, serta dalam pengembalian; serta sistem reward and punishment yang harus dipatuhi secara bersama oleh pengurus dan anggota. Sementara itu, UPKD di Bengkulu yang baru berjalan 3 tahun saat studi dilaksanakan melibatkan tenaga muda terdidik di desa, pemerintah desa, serta tim pembina dalam kerangka penguatan keorganisasiannya. Program ini didanai oleh Bengkulu Regional Development Project (BRDP). Kata kunci dalam program pengembangan UPKD ini adalah melibatkan pemerintah desa dan kaum muda terdidik, serta bersifat bertahap. Hampir dalam setiap pengambilan keputusan penting dalam UPKD ini dilakukan dengan cara musyawarah di antara pengurus, anggota, dan tim pembina secaratransparandandemokratis.Aturanmaindituangkandalamanggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Dalam AD dan ART tercakup struktur organisasi; kegiatan simpan-pinjam yang dilakukan; sistem pengajuan pinjaman, penyaluran, penggunaan, serta dalam pengembalian; serta sistem reward and punishment yang harus dipatuhi oleh pengurus dan anggota. Keduanya menunjukkan perkembangan yang baik, meskipun pertumbuhannya tidak bersifat massal. Bersamaan dengan itu, ketika suasana politik atas desa agak mengendor, beberapa kelompok tani dan koperasi mulai berusaha menjadi “mandiri secara sesungguhnya”. Hal ini ditemukan baik pada KUD Kediri di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan maupun KUD-Makmur di Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Rejang Lebong. Justru sejak tidak lagi menjalankan program-program dari pemerintah, mereka mulai memperoleh banyak kemajuan karena bidang usaha yang dikembangkan benar-benar didukung oleh anggota melalui proses musyawarah yang baik. Pada periode ini, kedua KUD berhasil melakukan beberapa pembenahan
  • 47. 36 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi mendasar, khususnya dalam penerapan prinsip-prinsip usaha, pembenahan manajemen dengan struktur yang lebih ramping dan lebih profesional, dan asas selektifitas layaknya perbankan pun mulai diterapkan. Selain itu, mereka juga menjadi lebih bebas memilih jenis-jenis usaha dan memperoleh modal dari berbagai pihak dengan perjanjian yang betul- betul berdasarkan kapasitas riil. Sebagai ilustrasi, KUD Makmur telah memperoleh pinjaman dari lembaga perbankan dengan bunga komersial dan berhasil melunasi dengan baik. Di samping itu, kedua KUD juga berhasil mengembangkan diversifikasi usaha hingga 6–8 cabang usaha, antara lain usaha jasa simpan-pinjam, usaha penggilingan padi, usaha pengadaan sarana produksi, usaha toko, warung telekomunikasi, jasa alisintan, usaha ternak itik, dan pemasaran hasil (musiman) Bentuk-bentuk Transformasi Organisasi Petani Dari 60 organisasi sampel penelitian Saptana, et al. (2003), terlihat bahwa transformasi keorganisasian baru berjalan parsial. Tidak ada yang mengalami perubahan secara menyeluruh. Beberapa perubahan yang ditemukan akan dijabarkan sebagai berikut. Satu, penambahan struktur baru. Transformasi pada beberapa subak di Bali berupa penambahan struktur baru bersamaan dengan adanya bantuan ekonomi dari luar. Subak pada mulanya hanya mengurusi persoalan distribusi air dan kegiatan usaha tani, sekaligus dengan segala upacaranya. Namun, sejak menerima bantuan berupa uang tunai dari pemerintah berupa program BLM, dalam struktur kepengurusan yang ada ditambahkan seorang manajer untuk aktifitas penyediaan saprodi dan simpan pinjam. Dua, perluasan tujuan. Kelompok ternak Gading Indah di Desa Air Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong pada mulanya adalah sebuah kelompok kerja sambatan yang berjumlah 12 orang. Karena seluruhnya menyenangi kegiatan beternak, mereka kemudian bersepakat untuk memperluas kegiatannya dengan peningkatan formalitas kelembagaan menjadi sebuah kelompok ternak. Salah satu kekuatannya adalah karena berbasiskan kepada solidaritas ketetanggaan yang telah lama terjalin sebelumnya.
  • 48. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 37 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Tiga, pembentukan ikatan-ikatan horizontal. Ada dua contoh kelembagaanyangberbentukikatan-ikatanhorizontalini,yaitukelembagaan kelompok tani dan kelembagaan KASS. Para pedagang hanya memiliki ikatan vertikal dengan petani sebagai pemasoknya, dengan pengusaha truk angkutan, dan terutama sekali dengan pedagang penampung di daerah tujuan pemasaran terutama di pasar 16 Ilir Palembang. Pemerintah menginisiasi organisasi KASS dengan berlandaskan pada pembentukan ikatan-ikatan horizontal sesama pedagang, serta menyatukannya dalam program Agropolitan. Sampai saat ini, usaha tersebut belum menunjukkan hasil. Empat, penambahan aktifitas pada bidang ekonomi. Desa Adat di Bali merupakan sebuah persekutuan hidup yang sebelumnya hanya mengurusi masalah sosial dan keagamaan. Namun, semenjak beberapa tahun terakhir ini, pemerintah daerah mengintroduksikan LPD langsung di bawah pengawasan pemimpin desa (Bandesa). Artinya, terjadi penambahan aktifitas baru pada kelembagaan desa adat yang sebelumnya tidak ada. Perkembangan LPD menunjukkan hasil yang baik karena berbasiskan kelembagaan yang sudah mengakar, dan terutama karena mengandalkan kepatuhan tradisional yang telah hidup secara mengakar. Lima,pembesaranstruktur.MasyarakatRejangLebongdikenaldengan “Negeri Empat Petulai”, yang berarti ada empat kelompok masyarakat dengan pemimpinnya masing-masing. Namun, sejak 2 tahun belakangan ini, sebagai upaya merevitalisasi kehidupan masyarakat dibentuk sebuah lembaga yang mewadahi seluruh anggota masyarakat. yaitu BMA (Badan Musayawarah Adat) yang berada di tingkat kabupaten. Transformasi ini tampaknya kurang berpijak kepada kenyataan struktur sosial sebelumnya. Enam, pergeseran tingkat otonomi kelembagaan. Di Bali, banjar dan desa sebelumnya merupakan unit-unit yang otonom yang telah mampu mewadahi seluruh aktifitas masyarakatnya, ketika kerajaan-kerajaan sudah lama menghilang. Namun, negara membangun suatu lembaga otonomi yang baru pada tingkat kabupaten. Artinya, di sini terjadi pergeseran wilayah otonomi. Transfromasi seperti ini merupakan sesuatu yang sulit bagi masyarakat, karena mereka selama ini hanya mampu membangun kelembagaan-kelembagaan dengan luasan yang relatif kecil, yaitu sebatas sebuah desa dengan jumlah anggota beberapa ribu orang.
  • 49. 38 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa suatu transformasi hanya akan memberi hasil yang baik apabila diterima oleh kelembagaan tempatnya berpijak. Penambahan struktur, perluasan tujuan, dan lain-lain akan dapat berjalan apabila secara kelembagaan hal itu telah diterima oleh pemilik kelembagaan tersebut atau mengakar pada masyarakat. Berbagai Model Transformasi Lembaga dan Organisasi Perkembagan lembaga (dan organisasi) di tengah masyarakat tidak terlepas dari tiga bentuk kekuatan yang saling tarik menarik, yaitu kelembagaan pemerintahan (politik), ekonomi (pasar), dan komunitas. Ketiganya memiliki ideologi yang berbeda, serta juga menghendaki penggunaan norma dan juga struktur yang berbeda-beda. Dari beberapa kasus transformasi yang terjadi terlihat beberapa kecenderungan kekuatan yang bisa dikelompokkan menjadi beberapa pola sebagai berikut. Satu, tarikan kelembagaan pasar lebih kuat dibandingkan dengan kelembagaan pemerintah. Para pelaku pemasaran selama ini menjunjung tinggi ideologi pasar dan sudah terbiasa menjalani usahanya dengan berlandaskan norma-norma yang berlaku di pasar. Oleh karena itu, usaha pemerintah untuk mencoba mengatur kelembagaan tata niaga sayuran di Rejang Lebong melalui KASS, program Agropolitan, dan pembangunan STA (Sub Terminal Agribisnis) pastilah akan menemui berbagai kendala yang tidak mudah. Pada model ini, peran yang paling baik bagi pemerintah adalah sebagai mediasi, advokasi, dan fasilitasi. Beberapa peran sentral yang dapat dimainkan pemerintah adalah dalam penyediaan infrastruktur fisik pemasaran, membangun aliansi di antara pelaku agribisnis (petani, pedagang, dan pengelola STA), melakukan penguatan kelembagaan yang sudah terbentuk secara partisipatif guna mendorong kemandirian anggota baik dalam usaha, manajemen, maupun kelembagaannya. Dua, tarikan kelembagaan pasar yang berlandaskan kelembagaan komunitas lebih mampu menggantikan dukungan kelembagaan pemerintah. Koperasi-koperasi yang hidup beberapa tahun terakhir ini, yaitu sejak dibebaskannya distribusi pupuk yang semula dipegang oleh PT PUSRI dan KUD ke pasar bebas dan tidak lagi mendapat dukungan penuh dari pemerintah, justru malah lebih mampu mengembangkan usahanya. Hal ini ditemukan pada KUD Makmur di Kecamatan Lebong Utara dan
  • 50. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 39 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi KUD Kediri di Kecamatan Kediri. Para pengurus merasa lebih bebas memasuki pasar, menyusun struktur keorganisasian yang lebih ramping dan profesional, melakukan diversifikasi usaha, dan didukung oleh anggota yang sudah kembali berlandaskan pada solidaritas tradisionalnya. Tiga, tarikan kelembagaan komunitas lebih mampu menjamin keberhasilan dibandingkan dengan kelembagaan pemerintah. Fenomena ini ditemukan pada kunci suksesnya keberhasilan LPD dan UPKD yang menghargai kepemimpinan lokal dan partisipasi masyarakat. Hal ini pada hakikatnya merupakan bentuk penggabungan dari menguatnya penerapan prinsip-prinsip kelembagaan komunitas dan prinsip-prinsip ekonomi dalam menjalankan usahanya, khususnya usaha simpan pinjam. Prinsip-prinsip kelembagaan komunitas antara lain adalah bagaimana menetapkan seorang pemimpin, bagaimana membangun partisipasi anggota dan kebersamaan, dan bagaimana menunjuk pelaksana/karyawan yang didasarkan atas kejujuran. Sementara itu, prinsip-prinsip ekonomi yang diterapkan antara lain adalah aspek kapasitas seorang pemimpin dan pelaksana, kesesuaian seorang pemimpin dan pengurus yang ditunjuk dengan bidang keahlian dan pengalaman yang dimiliki (profesionalisme), asas selektifitas diterapkan layaknya kelembagaan perbankan, pembukuan, dan administrasi. Dari ketiga pola tersebut dapat ditarik pelajaran penting bahwa masing-masing kelembagaan memiliki wilayah hidupnya sendiri-sendiri dalam dunia sosial dan setiap kelembagaan juga harus menghormati otoritas yang spesifik tersebut. Jadi, pemerintah tidak akan mampu mengurus seluruh persoalan sendiri, namun dalam bidang-bidang tertentu harus menyerahkannya kepada pasar dan komunitas. Asosiasi Petani dan Pengusaha Pertanian Keberadaan organisasi-organisasi, baik berupa badan usaha maupun asosiasi merupakan salah satu indikator kemajuan, karena organisasi formal merupakan komponen dalam binis modern dan global. Saat ini, sudah banyak organisasi-organisasi yang dibentuk dan bergerak khusus di bidang pertanian, baik organisasi di tingkat petani maupun di tingkat pedagang dan eksportir. Organisasi-organisasi ini merupakan elemen yang sangat berharga, meskipun peran nyata mereka masih beragam.
  • 51. 40 | KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Di tingkat petani kita mengenal organisasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) yang sudah cukup tua umurnya, bersama-sama dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA). Dalam website-nya dijelaskan bahwa HKTI merupakan sebuah organisasi sosial yang berskala nasional, berdiri sendiri, dan mandiri yang dikembangkan berdasarkan kesamaan aktifitas, profesi, dan fungsi di dalam bidang agrikultur dan pengembangan perdesaan, sehingga memiliki karakter profesional dan persaudaraan. HKTI didirikan pada 27 April 1973 di Jakarta melalui merger empat belas organisasi penghasil pertanian utama1 . Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat, dan martabat insan tani penduduk perdesaan dan pelaku agribisnis lainnya melalui pemberdayaan rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian, serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. HKTI memiliki fungsi sebagai wadah penghimpun segenap potensi insan tani Indonesia dan atau “Rukun Tani” jenis komoditas usaha tani, sebagai alat penggerak pengarah perjuangan insan tani Indonesia, sarana penampung dan penyalur aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk perdesaan, sebagai wahana menuju terwujudnya cita-cita nasional Indonesia raya, serta sebagai arena pemberdayaan dan pendidikan insan tani, masyarakat pertanian dan perdesaan. Kita menyaksikan betapa HKTI begitu sering berupaya mengadvokasi aspirasi dan kebutuhan petani Indonesia, baik terhadap pemerintahan sendiri maupun terhadap dunia luar. Semenjak era reformasi, bermunculan berbagai organisasi-organisasi di bidang pertanian, baik yang berskala lokal maupun nasional. Salah satu yang berskala nasional adalah Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) yang berdiri pada tahun 1998. Sebagai Federasi, organisasi ini menjadi payung serikat-serikat tani di tingkat nasional. Saat ini FSPI mempunyai anggota serikat tani dari berbagai provinsi, di antaranya adalah Perhimpunan Masyarakat Tani Aceh (Permata), Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU), Serikat Petani Sumatera Barat (SPSB), Persatuan Petani Jambi (Pertajam), Serikat Petani Sumatera Selatan (SPSS), Serikat Petani Lampung (SPL), 1 http://www.hkti.or.id/dsp_home.php?setLang=id, 14 April 2007
  • 52. KONDISI DAN PRAKTIK PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI | 41 Gampang-Gampang Susah Mengorganisasikan Petani: kajian teori dan praktek sosiologi lembaga dan organisasi Serikat Petani Banten (SPB), Serikat Petani Pasundan (SPP), Serikat Petani Jawa Tengah (SPJT), Serikat Tani Nusa Tenggara Barat (Serta NTB), dan Serikat Petani Kabupaten Sikka-NTT (SPKS-NTT) 2 . FSPI merupakan organisasi perjuangan petani dan buruh tani yang fokus utamanya untuk memperjuangkan hak-hak petani, pembaruan agraria, kedaulatan pangan, perdagangan yang adil, keadilan gender dalam bidang pertanian, penguatan organisasi tani, dan pertanian berkelanjutan berbasis keluarga. Dalam kancah internasional, FSPI menjadi anggota gerakan petani dan buruh tani internasional La Via Campesina. Selain itu, ia juga memiliki relasi dengan FIAN (FoodFirst Information Action Network) serta dengan LRAN (Land Research Action Network). Pada Kongres ke III La Via Campesina di Bangalore India, FSPI terpilih sebagai kordinator wilayah untuk Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemudian pada bulan Mei 2004 dipilih kembali sebagai Regional Kordinator untuk Wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Selanjutnya, pada kongres IV La Via Campesina di Sao Paolo, Brazil dipilih sebagai International Operative Secretariat La Via Campesina untuk masa 2004–2008. Beberapa organisasi yang secara dominan berjuang di aras politik misalnya adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Petani Indonesia (API), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Petani Mandiri, Dewan Tani Indonesia, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), serta Walhi. Dalam bentuk yang lebih umum, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), juga sering membantu petani memperjuangkan hak-hak hukumnya. Dalam bentuk yang lebih mengarah ke bisnis, juga telah lahir berbagai organisasi yang menyebut diri sebagai “asosiasi”. Di komoditas perkebunan, misalnya, telah ada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Organisasi ini cukup vokal. Sebagai contoh, pada bulan April tahun 2004 mereka melakukan protes kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). meminta agar SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 643/MPP/KEP/9/2002 tentang Tata Niaga Gula dipertahankan. Lebih jauh, mereka meminta agar SK tersebut ditingkatkan menjadi Kepres. Mereka menolak penyelundupan gula dan meminta agar gula selundupan dimusnahkan. 2 http://www.fspi.or.id/index.php?option=com_contact&Itemid=3, 14 April 2007