Tiga penelitian menggunakan pendekatan analisis kelembagaan untuk mempelajari interaksi antara komunitas lokal dan hutan mereka. Penelitian pertama mempelajari peran aturan yang dibuat komunitas dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Penelitian kedua menganalisis efektivitas lembaga lokal dalam kebijakan desentralisasi kehutanan di Uganda. Penelitian ketiga menganalisis hubungan antara kondisi hut
2. 2
Pengertian institutional analysis (IA):
• = “is that part of the social sciences which studies how
institutions, i.e. structures and mechanisms of
social order and cooperation governing the behavior of
two or more individuals, behave and function
according to both empirical rules – informal rules-in-
use and norms - and also theoretical rules - formal
rules and law.
• = bagaimana individu dan kelompok membentuk
lembaga-lembaga, bagaimana berjalannya lembaga,
dan apa peran lembaga dalam masyarakat.
• Berupaya mempelajari secara sistematis tentang
perilaku kolektif masyarakat dalam lembaga
(institutions), dan menjelaskannya dari sisi politik,
sosial, maupun historik.
3. 3
Beragam makna “institutional analysis”:
• Istilah “institutional analysis” digunakan pada banyak disiplin ilmu,
dan memiliki beberapa makna.
• Sebagian orang memaknai terbatas pada lembaga formal yang
eksis (actual formal institutions).
• Dalam ilmu medis (Bio-Medical Sciences), “institutional analysis”
dimaknai sebagai analisa data yang dihasilkan dari berjalannya
berbagai lembaga di bidang kesehatan, yaitu pemegang otoritas
kebijakan mengenai kesehatan, jaringan rumah sakit, dan lain-
lain.
• Pada ilmu pendidikan dan administrasi publik, dimaknai sebagai
bagaimana dewan sekolah dan pemerintah bertanggung jawab
dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah
dikeluarkan.
• Sebagian orang memaknai lembaga sebagai ways of thinking
yang memiliki dampak langsung kepada perilaku masyarakat.
• Dalam konteks ini, dari sisi ekonomi = menerangkan bagaimana
perilaku ekonomi yang tidak sesuai dengan teori suplay dan
demand.
4. 4
• Dalam ilmu sosiologi = bagaimana social institutions, seperti hukum dan
keluarga dapat eksis sekian lama.
• Semenjak 1980-an, kerjasama sosiologi dan ekonomi mengembangkan
IA dengan fokus = “ .... how organizations and individuals within
organizations take economic and managerial decisions, particularly by
investigating the non-rational, non-economic, and non-psychological
factors”.
• Ini dikenal dengan New Institutional Analysis, yang dipecah kedalam
beberapa cabang. Salah satunya adalah yang menggunakan model
ekonomi, misalnya Theory of the Public Choice, juga ada IAD framework
(Institutional Analysis and Development).
• Cabang lain dipengaruhi oleh topik sosiologi keorganisasian
(organizational sociology) yang mengintegrasikan dengan konsep Max
Weber tentang mental birokrasi (bureaucratic mentality).
• Selain itu jug ada kelompok “French school” yang dipengaruhi pemikiran
Durkheim tentang lembaga sosial (social institutions), dan yang
dipengaruhi oleh antropolog Marcel Mauss.
• Juga ada yang dipengaruhi pemikiran post-structuralist seperti Cornelius
Castoriadis and Michel Foucault, yang mempelajari bentuk-bentuk
tersembunyi dari kekuatan yang membentuk perilaku dan aturan dalam
sebuah lembaga (behaviors and organizational procedures).
5. 5
IA menurut World Bank:
• = “... to identify the constraints within an organization that can
undermine policy implementation”
• Kendala yang terjadi baik pada level internal, hubungan antar
lembaga (misalnya antar departemen), atau karena hasil dari
sebuah struktur.
• IA mengeavluasi “ ... formal institutions, such as rules, resource
allocation and authorization procedures. It also evaluates "soft"
institutions, such as informal rules of the game, power relations
and incentive structures, which underlie practices”.
• Menggunakan institutional assessment tool (IAT), untuk
membantu menganalisa struktur berpikir tentang hubungan
kelembagaan yang kompleks.
• Salah satunya menggunakan teknik organizational mapping,
untuk mempelajari bagaimana sebuag lembaga mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh sebuah kebijakan.
6. 6
IA pada CIPEC (Center for The Study of Institutions, Population
and Enviromental Change):
• Analisis lembaga = “.... the study of how rules shape
human behavior”.
• “Rules or institutions” dapat berupa aturan formal yang
dikodiifikasi sebagai hukum (law), atau aturan informal
namun eksis (rules-in-use) dan norma. “Institutions”
dimaknai sempit sebagai “rules” (norma, aturan).
• Dalam penelitian, pendekatan kelembagaan
(“institutional approach”) adalah “how individuals and
groups construct institutions, how institutions operate,
and the results generated by institutions”.
7. 7
Lanjutan:
• Di CIPEC, dibawah riset kelembagaan dipelajari “... human use of forest
resources in the western hemisphere”.
• Peneltian di CIPEC memfokuskan pada berbagai hak penguasaan yang
ada,khususnya yang terbentuk karena lembaga, terhadap hasil-hasil
kehutanan.
• Sistem property rights dibedakan atas: kepemilikan prifat, komunal, dan
publik (oleh pemerintah).
• Asumsi = lembaga-lembaga yang didalamnya termuat property rights
mempengaruhi pernggunaan sumber-sumber daya kehutanan.
• Peneltian di CIPEC juga memelajari aturan-aturan formal dan informal
pada level nasional dan lokal, serta mempelajari kompleksitas
permasalahan pada level lokal
• Metode penelitian di CIPEC = survey dan diskusi dengan petani lokal,
dengan pemerintah lokal, dan mengumpulkan data dari instansi
pemerintah.
• Di CIPEC, penelitinya menjadikan objek “institutions” sebagai pusat
kegiatan mereka.
8. 8
Topik-topik penelitian dalam IA:
1. Uncommons in the Commons: Community Initiated Forest Resource
Management.
2. People and Forests: Communities, Institutions, and Governance.
3. Indigenous Technical Knowledge and Forest Management: A Case
Study of Sacred Groves (Traditional Forest Reserves), Mpigi District,
Uganda.
4. Community Based Forest Management in East Africa.
5. Institutions, Incentives and Conflicts in Forest Management: A
Perspective.
6. Decentralization, Forests and Rural Communities: Policy Outcomes in
South and Southeast Asia.
7. Institutions, Collective Action and Effective Forest Management:
Learning from Studies in Nepal.
8. Decentralized Governance and Ecological Health: Why Local Institutions
Fail to Moderate Deforestation in Mpigi District of Uganda.
9. 9
9. Forest Fragmentation and Regrowth in an Institutional Mosaic of
Community, Government and Private Ownership in Nepal.
10.Institutions, Biophysical Factors and History: An Integrative
Analysis of Private and Common Property Forests in Guatemala
and Honduras.
11.Decentralized Governance and Environmental Change: Local
Institutional Moderation of Deforestation in Bolivia.
12.Parks, People, and Forest Protection: An Institutional
Assessment of the Effectiveness of Protected Areas.
13.Technical and Institutional Capacity in Local Organisations to
Manage Decentralised Forest Resources in Uganda.
14.Forest Property Rights under Nationalized Forest Management
in Bhutan.
15.Understanding Decentralized Forest Governance: An Application
of the Institutional Analysis and Development Framework
16.Explaining Success on the Commons: Community Forest
Governance in the Indian Himalaya
17.“Role of Monitoring in Institutional Performance: Forest
Management in Maharashtra, India.
18.Examining Institutional Change: Social Conflict in Nepal’s
Leasehold Forestry Programme.
10. 10
19. Conditions for Successful Local Collective Action in Forestry: Some
Evidence from the Hills of Nepal.
20. Forest Health, Collective Behaviors, and Management
21. Community Institutions and Forest Management in Mexico's Monarch
Butterfly Reserve.
22. A Review of Forest Policies, Institutions, and Changes in the Resource
Condition in Nepal.
23. Heterogeneity, Group Size and Collective Action: The Role of
Institutions in Forest Management.
24. Institutional Development in the Face of Complexity: Developing Rules
for Managing Forest Resources
25. Forest Cover Change, Physiography, Local Economy, and Institutions in
a Mountain Watershed in Nepal.
26. Can a Nationalised Forest Management System Uphold Local
Institutions? The Case of Leaf Litter Forest [sokshing] Management in
Bhutan
27. Ensuring 'Collective Action' in 'Participatory' Forest Management.
28. The Local Politics of Decentralized Environmental Policy in Guatemala.
29. Making Community-Based Forest Management Work: A Case from
Duru-Haitemba Village Forest Reserve, Babati, Arusha, the United
Republic of Tanzania
30. Local Participants’ Perception about Socio-Economic and
Environmental Impacts of Community Forestry in the Middle Hills of
Nepal
11. 11
31. The Influence of Accessibility, Local Institutions, and
Socioeconomic Factors on Forest Cover Change in the Mountains
of Western Honduras
32. Group Size and Collective Action: Third-Party Monitoring in
Common-Pool Resources.
33. Explaining Deforestation: The Role of Local Forest Institutions in
Ugandan Forests -- A Policy Brief
34. The Contested Role of Heterogeneity in Collective Action: Some
Evidence from Community Forestry in Nepal
35. Forest Resources: Institutions for Local Governance in
Guatemala
36. Population and Forest Dynamics in the Hills of Nepal: Institutional
Remedies by Rural Communities
37. A Lack of Institutional Demand: Why a Strong Local Community
in Western Ecuador Fails to Protect Its Forest
38. Small Is Beautiful, but Is Larger Better? Forest-Management
Institutions in the Kumaon Himalaya, India
39. Common Property: What Is It, What Is It Good For, and What
Makes It Work?
40. Explaining Deforestation: The Role of Local Institutions.
12. 12
People and Forests:
Communities, Institutions, and Governance
By Clark C. Gibson, Margaret A. McKean and Elinor Ostrom
• Mengungkaplan interaksi yang kompleks antara komunitas lokal
dengan hutan milik mereka.
• Fokusnya adalah pada aturan-aturan (rules) yang dipedomani
masyarakat dalam mengelola hutannya.
• Pertanyaan yang digali = mengapa sebagian masyarakat bisa
mengelola hutannya secara berkelanjutan, sedangkan yang lain
tidak?
• Penelitian di Bolivia, Ecuador, India, Nepal, and Uganda.
• Tujuan penelitian = memberikan kepada para pengambil kebijakan
sebuah telaahan yang lengkap tentang manajemen hutan di tingkat
lokal, untuk memberi opsi kebijakan bagi kalangan ahli biofisik dan
sosial, berkenaan dengan pemahaman tentang penduduk, lembaga
lokal, dan hutan.
13. 13
Decentralized governance and ecological health: why local
institutions fail to moderate deforestation in Mpigi district of
Uganda (Abwoli Y. Banana et al.)
• Keluaran penelitian = desentraliasi kebijakan berkenaan dengan
pelayanan sektor kehutanan dan lingkungannya.
• Pertanyaan penelitian= apakah desentralisasi kebijakan terhadap
kehutanan memberikan dampak yang lebih baik ataukah lebih buruk?
• Objek penelitian= keefektifan lembaga lokal dalam menjalankan
kebijakan tersebut.
• Studi kasus adalah kelembagaan yang sukses dan gagal dalam
manajemen hutan. Bagaimana peran kelompok lokal dalam pemanfaat
hutan, pemimpin tradisional, dan pemerintah daerah?
• Faktor-faktor yang diidentifikasi berpengaruh= (1) sifat hutan, lokasi, dan
lingkungan eksternal, (2) level dan kekuatan sinyal pasar terhadap
produk hutan, dan (3) diversitas stakeholders dan nilai-nilai yang
dianutnya serta ketergantungan kepada kondisi hutan.
• Kata kunci: desentralisasi, hutan, deforestation, pemerintah.
14. 14
“Institutions, Biophysical Factors and History: An Integrative
Analysis of Private and Common Property Forests in
Guatemala and Honduras”
• Rekayasa kelembagaan (institutional arrangements) telah menjadi
bagian integral dalam riset manajemen hutan dan konservasi.
• Lembaga yang kuat biasanya memiliki hutan dengan kondisi yang baik
(better forest conditions).
• Objek riset= rekayasan kelembagaan dikaitkan dengan kondisi hutan
pada 9 lokasi di Guatemala dan Honduras, dengan melihat karakteristik
bio fisiknya.
• Analisa statistik dilakukan untuk data kandungan nitrogen dalam tanah,
suhu tahunan, dan curah hujan.
• Hasil riset= “better forest conditions were in turn associated with stronger
institutions”.
• Produktifvitas hutan dipengaruhi kondisi biofisik hutan, sosial ekonomi,
dan lembaga yang kuat.
• Rekomendasi = “.... efforts to improve natural resource management
should recognize the biophysical factors and historical contexts that
facilitate or constrain strong institutions”.
15. 15
Parks, People, and Forest Protection: An
Institutional Assessment of the Effectiveness of
Protected Areas. (Tanya M. Hayes)
• Data dari 163 wilayah hutan di 13 negara.
• Hasil riset= necessity of legally established protected
areas for forest conservation and alternative conditions
and institutions that may conserve forests.
• Tidak ada hasil statistik yang nyata antara kondisi
hutan, dalam hal proteksi yang legal dengan hutan
yang dikelola dengan norma yang kuat (meskipun non
formal).
• Implikasi= “.. parks may not be the optimal governance
structure for promoting local conservation”.
16. 16
Institutional Development in the Face of Complexity:
Developing Rules for Managing Forest Resources
(Amy R. Poteete dan David Welch)
• Asumsi = kemampuan pengembangan lembaga
terkendala oleh kemampuan manusia dalam
menangani secara kompleks suatu permasalahan.
• Complexity memiliki sisi yang multidiomensi, dan
belum diketahui bagaimana hubungan antara
kompleksitas dalam kaitannya dengan pengembangan
kelembagaan (institutional development).
• Hasil riset = “the importance of resource complexity
relative to various social, political, and institutional
factors known to influence collective choice remains
an open question”.
• Kata kunci: complexity,forests,institutions,natural
resource management
17. 17
An Institutional Analysis Framework For Collaborative
Watershed Management Efforts
(Russell K. Henly)
• Pendekatan IA menyatakan bahwa kemampuan dan
karakteristik pelaku untuk terlibat dalam kerjasama terpengaruh
oleh kondisi biofisik, legalitas, dan lingkungan kebijakan.
• Dari tiga pelaku utama, masing-masing memiliki kemampuan
dan karakter yang berbeda.
• Delapan faktor ditemukan memberi pengaruh dalam
keterlibatan pelaku.
• Untuk menjalankan manajemen sumber daya secara baik
dibutuhkan ahli dengan latar keilmuan kehutanan, hydrology,
tanah, perikanan, dan kehidupan liar (wildlife).
• Untuk staf, dibutuhkan kemampuan yang tinggi selain
pengalaman yang cukup.
• Peran kepemimpinan terbukti signifikan.
18. 18
Contoh penelitian IA di CIFOR:
(http://www.cifor.cgiar.org/acm/projects/ia.html):
Tujuan penelitian:
1. Memahami akses dan kontrol terhadap sumber
daya oleh berbagai pihak (secara individu, rumah
tangga, maupun kelompok).
2. Mengidentifikasi nilai sumber daya dan sekaligus
karakteristik komunitas yang (berhak) mengelola
sumber daya, yaitu dari pihak swasta maupun
sistem yang berbasis komunitas (community-based
systems).
3. Mempelajari indikator yang muncul karena adanya
poerubahan kelembagaan (institutional change),
dan menganalisa bagaimana lembaga merespon
perubahan yang terjadi di lingkungannya.
19. 19
Objek yang dipelajari:
• Relasi kekuasaan (power relations) di antara
stakeholders serta levels of devolution-nya;
• Perubahan kelembagaan (institutional change)
dan faktor penyebabnya;
• Konflik dan resolusinya; dan
• Operasional manajemen berbasis komunitas.
Metodologi:
• Review literatur sekunder,
• Metode PRA,
• Pendekatan: pengumpulan beragam data
kualitatif..