NKRI adalah Negara Kepulauan yang diakui secara Internasional, hal ini adalah hasil Sejarah Perjuangan Panjang Perdebatan dan Diplomasi Internasional. Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) bagian penting, strategis dan vital bagi Kedaulatan dan Keutuhan NKRI, untuk itu membangun NKRI juga memperhatikan pembangunan di PPKT. Indonesia harus menjaga, merawat, mengamankan dan mengembangkan PPKT sebagai kewajiban dalam UNCLOS. PPKT dalam NKRI memang unik dan spesifik, karena tidak semua PPKT berpenghuni/dihuni masyarakat dan atau tidak dapat dihuni oleh manusia karena kondisi alam. Pemerintah telah melakukan banyak intervensi kebijakan untuk mempercepat pembangunan PPKT namun dibutuhkan arah kebijkan dan strategi baru (Reformulasi) karena pembangunan PPKT merupakan tangungjawab bersama, dan tidak mungkin dibebankan kepada satu atau dua Kementerian/Lembaga. Pemerintah Daerah dan Pihak Swasta mempunyai kontribusi penting untuk mendukung pengelolaan PPKT.
1. POLICY BRIEF
PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR (PPKT)
WUJUD TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL NKRI SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN
Tema
Mempertahankan Eksistensi Indonesia
sebagai Negara Kepulauan yang Berdaulat melalui Pembangunan PPKT
Penulis
Suryawan Hidayat
Kepala Bagian Program dan Anggaran
Biro Perencanaan dan Kerjasama
Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(Medio, Jakarta, Mei 2018)
1. LATAR BELAKANG
Kondisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara
kepulauan (archipelagic state), merupakan pengakuan dunia internasional sebagaimana
diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang
berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu gugus besar atau lebih kepulauan
dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Dalam berbagai referensi internasional, bahwa
NKRI merupakan negara ke-2 terbesar setelah Negara Finlandia dengan kepemilikan
pulau-pulau sejumlah 179.584 pulau. NKRI memiliki pulau-pulau sejumlah 17.504 pulau
dan 13.466 pulau telah diselesaikan toponiminya, sedangkan sisanya sejumlah 4.038
pulau masih memerlukan proses verifikasi dan validasi. Kepemilikan pulau tersebut
didaftarkan/didepositkan pemerintah pada sidang PBB melalui Badan PBB yaitu United
Nations Groups of Experts on Geographical Names (UNGEGN) yang mengatur Standarisasi
Nama Geografis1
Dengan sebaran banyaknya jumlah pulau-pulau menyelimuti wilayah perairan
NKRI maka terdapat keuntungan geo-maritim yaitu peran dan posisi strategis pulau-pulau
kecil terluar (PPKT) dalam menentukan/klaim segmen batas luas wilayah laut
kedaulatan dan laut yurisdiksi NKRI yang berbatasan dengan perairan 10 negara
tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New
Guinea, Australia dan Timor Leste) dan berbatasan dengan laut lepas (high seas),
termasuk luas batas landas kontinen/dasar benua.
Penentuan klaim batas wilayah laut dan landas kontinen NKRI dimaksud sesuai
dengan rejim/ketentuan khusus yang ditetapkan dalam UNCLOS2, selanjutnya dalam
UNCLOS ditetapkan bahwa NKRI sebagai negara kepulauan diwajibkan melakukan
pembangunan/pemeliharaan PPKT termasuk pemanfaatan sumber daya kelautan dan
perlindungan lingkungan laut.
Undang-Undang No.43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, telah
mengamanatkan bahwa wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di
bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang
1
United Nations Groups of Experts on Geographical Names (UNGEGN) memutuskan pembakuan nama geografis
berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Autorithy dari masing-masing negara
dan didistribusikan secara luas dalam bentuk standar nasional seperti gazetteers, atlas, basis data berbasis web,
pedoman toponimi atau nama, dll. UNGEGN mengutamakan pencatatan nama lokal yang digunakan dan mencerminkan
bahasa dan tradisi suatu negara (lihat https://unstats.un.org)
2
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), Indonesia telah meratifikasi UNCLOS melalui Undang-
Undang No.17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS, dan Undang-Undang No.5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia, serta Undang-Undang No.1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
2. terkandung di dalamnya. Merupakan bagian untuk menjamin keutuhan Wilayah Negara,
kedaulatan negara dan ketertiban kawasan perbatasan demi kepentingan kesejahteraan
segenap bangsa. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menyatakan bahwa PPKT termasuk
Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) yaitu kawasan yang terkait dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
Dengan memperhatikan arti penting dan strategisnya posisi pulau-pulau kecil
terluar (PPKT) tersebut sebagai beranda laut terdepan NKRI, maka pemerintah melalui
RPJMN tahun 2015-2019 dan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara tahun
2015-2019, telah mengamanatkan kepada seluruh stakeholder pembangunan, agar
PPKT dipandang perlu untuk ikut diperhatikan dan dibangun sesuai dengan kebutuhan
dan peruntukannya serta dikembangkan menjadi kawasan ekonomi produktif yang
mempunyai nilai ekonomis dan menciptakan nilai tambah (pendapatan) bagi
masyarakat perbatasan utamanya masyarakat pesisir dan nelayan sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan berkelanjutan (welfare sustainbility), namun tidak
melupakan faktor pertahanan dan keamanan seluruh PPKT sebagai sabuk pengaman
NKRI (martime safety belt)
2. PULAU-PULAU KECIL TERLUAR (PPKT) DI WILAYAH NKRI
Penetapan pulau-pulau kecil terluar (PPKT) di wilayah NKRI yang semula
berjumlah 92 (sembilan puluh dua) PPKT yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.78
tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, telah diubah dengan
terbitnya Keputusan Presiden No.6 tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil
Terluar, yang menetapkan bahwa jumlah PPKT di wilayah NKRI menjadi 111 (seratus
sebelas) PPKT dan tersebar di 22 Provinsi.
Selanjutnya dari 111 PPKT yang masuk dalam cakupan wilayah administrasi
provinsi terkait kawasan perbatasan negara sesuai dengan Renduk PPN Tahun 2015-
2019 sejumlah 91 (sembilan puluh satu) PPKT di 12 provinsi. Adapun sebaran 111 PPKT
pada 22 provinsi dan 91 PPKT pada 12 provinsi kawasan perbatasan negara disajikan
pada Gambar-1.
Gambar-1. Sebaran 111 PPKT di Wilayah 22 Provinsi dan 91 PPKT di Wilayah 12
Provinsi Kawasan Perbatasan Negara
Aceh; 7
Sumut; 3
Riau; 4
Sumbar; 3
Kepri; 22
Bengkulu; 2
Lampung; 1
Banten; 3
Jabar; 2
Jateng; 1Jatim; 3Bali; 1Kaltim; 2Kaltara; 2
Sulut; 12
Sulteng; 3
Malut; 1
Maluku; 19
NTT; 7
NTB; 1
Pabar; 3
Papua; 9
TOTAL 111
PPKT DI 22
PROVINSI
3. Pemahaman PPKT sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2010, bahwa
katagori PPKT adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta
kesatuan ekosistemnya, dan pulau dimaksud telah memiliki titik-titik dasar koordinat
geografi (TD) yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan
hukum internasional dan nasional3. Sehingga perdebatan yang sering timbul dalam
penyebutan pulau-pulau kecil lainnya atau pulau terdepan, apabila tidak memiliki
koordinat geografis dapat dikatakan tidak termasuk kelompok PPKT.
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) telah menerbitkan Rencana Induk
Pengelolaan Perbatasan Negara (Renduk PPN) tahun 2015-2019 yang sejalan dengan
RPJMN tahun 2015-2019, telah menetapkan lokasi pembangunan di kawasan
perbatasan negara di 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dan 187 Kecamatan
Lokasi Prioritas (Kec.Lokpri). Dalam cakupan wilayah administrasi pemerintahan, maka
PPKT dapat berada dalam wilayah administrasi kecamatan tertentu bahkan masuk
wilayah desa/kelurahan, hal ini berimplikasi kepada treatment kebijakan pembangunan
perbatasan negara berbasis Kec.Lokpri/PKSN, yang belum tentu PPKT yang dekat atau
dianggap dekat secara geografis masuk dalam administrasi Kec.Lokpri/PKSN tersebut.
Sebagai contoh Prov. Aceh memiliki total 7 PPKT dengan nama Pulau Simeulucut, Salaut
Besar, Raya, Rusa, Bateeleblah/Benggala, Rondo dan Weh. Apabila lokasi PPKT tersebut
dimasukan dalam cakupan wilayah administrasi Kecamatan Lokpri dan PKSN Kawasan
Perbatasan Negara, maka Prov. Aceh memiliki 3 PPKT yang berbatasan dengan Negara
India di Laut Andaman yaitu Pulau Bateeleblah/Benggala di Kec.Lokpri Pulo Aceh pada
Kab.Aceh Besar dan Pulau Weh dan Pulau Rondo di PKSN Sabang di Kota Sabang.
Sedangkan 4 PPKT lainnya berbatasan dengan Laut Lepas (High Seas), tidak dalam
cakupan wilayah administrasi kabupaten sesuai Renduk PPN.
3
Perhitungan dan penentuan jenis garis pangkal kepulauan NKRI yang menghubungkan titik dasar (TD) antar PPKT,
ditentukan dengan teknik tersendiri melalui survey hidrografi dan mengikuti aturan dalam UNCLOS dan Technical Aspect
of the Law of the Sea (TALOS) serta praktek internasional yang berlaku secara umum (common used).
22
19
12
9
7 7
4 3 3 2 2 1
SEBARAN 91 PPKT DI 12 PROVINSI KAWASAN
PERBATASAN NEGARA
(RINDUK PPN TAHUN 2015-2019)
DENGAN PPKT TERBANYAK
Jml. PPKT
Sumber Data : Keppres No.6 Tahun 2017, diolah Bag. Program dan Anggaran,
Biro Perencanaan dan Kerjasama, BNPP.
4. Berdasarkan contoh tersebut, apabila Lokasi PPKT dikaitkan dengan cakupan wilayah
administrasi di provinsi/kabupaten/kota/kecamatan kawasan perbatasan negara sesuai
Renduk PPN dan memperhatikan sejarah budaya masyarakat lokal, terdapat kondisi
PPKT sebagai berikut:
1) Masuk wilayah Kecamatan Lokpri dan/atau PKSN dalam kabupaten/kota
kawasan perbatasan negara;
2) Masuk wilayah Non Kecamatan Lokpri dalam kabupaten/kota kawasan
perbatasan negara;
3) Masuk wilayah Non Kecamatan Lokpri di luar Kab. Kws.Perbatasan Negara;
Adapun ilustrasi kondisi PPKT dalam cakupan wilayah administrasi kabupaten/kota
kawasan perbatasan negara dan non perbatasan negara, pada Gambar-2 dan Gambar-3.
Gambar-2. Lokasi PPKT dengan Cakupan Wilayah Administrasi Kecamatan Lokpri
dan/atau PKSN dalam Kabupaten/Kota Kawasan Perbatasan Negara.
PULAU RONDO
(PPKT) TD.177
PULAU WEH
(PPKT) TD.178WILAYAH
KOTA SABANG
(PKSN)
PULAU
BATEELEBLAH/
BENGGALA
(PPKT) TD.176A
WILAYAH KEC. LOKPRI
PULO ACEH,
KAB. ACEH BESAR
Sumber Data : Keppres No.6 Tahun 2017, diolah Bag. Program dan Anggaran,
Biro Perencanaan dan Kerjasama, BNPP.
Titik Dasar (TD) merupakan Koordinat Titik Terluar.
5. Gambar-3. Lokasi PPKT dengan Cakupan Wilayah Administrasi Kabupaten Non
Kawasan Perbatasan Negara Sesuai Rinduk PPN Tahun 2015-2019
Dengan demikian jika dari 91 PPKT pada 12 provinsi terkait kawasan perbatasan negara
dimasukan dalam cakupan wilayah administrasi PKSN dan Kec. Lokpri, maka Jumlah
PPKT menjadi 53 PPKT di 23 kabupaten/kota pada 10 provinsi, penjelasan lebih lanjut
pada Tabel-1.
Kebutuhan data dan informasi cakupan wilayah administrasi setiap PPKT yang dimiliki
oleh provinsi perbatasan negara yang menjadi target pembangunan, perlu diketahui dan
dan dipastikan secara administratif masuk/tidak masuk dalam wilayah Kec.Lokpri dan
atau PKSN. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan BNPP, lokasi
wilayah administrasi PPKT di Provinsi/Kabupaten/Kota, disampaikan pada Tabel-1.
Sumber Data : Keppres No.6 Tahun 2017, diolah Bag. Program dan Anggaran,
Biro Perencanaan dan Kerjasama, BNPP.
Titik Dasar (TD) merupakan Koordinat Titik Terluar.
WILAYAH KAB. HALMAHERA
TENGAH (NON KAWASAN
PERBATASAN NEGARA)
WILAYAH KAB. PULAU
MOROTAI, PROV. MALUKU
UTARA. TERDAPAT 5 KEC.
LOKPRI (TIDAK MEMILIKI
PPKT)
PULAU JIEW
(PPKT) TD. 063
6. Tabel-1 Cakupan Wilayah Administrasi dan Tipologi PPKT Sesuai Lokasi PKSN dan
Kecamatan Lokpri dalam Renduk PPN Tahun 2015-2019
Tipologi PPKT :
A. Berpenduduk/Menetap : Masyarakat dan/atau aparat keamanan/petugas navigasi
suar serta terdapat struktur pemerintahan minimal setingkat Desa.
B. Dihuni hanya oleh aparat keamanan/petugas navigasi suar
C. Tidak Bisa Dihuni (Kondisi alamiah/batu-batuan/karang).
D. Tidak Dihuni/Bepernduduk (Kondisi secara alamiah dapat dihuni)
NO. PROVINSI
KAB/KOTA
NAMA PPKT WIL.
ADMINISTRASI
TIPOLOGI
PPKT
BERBATASAN
DENGAN LAUT
NEGARA
KEC.LOKPRI PKSN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. ACEH
1.1 Aceh Besar 1. Bateeleblah Pulo Aceh C India
1.2 Kota Sabang 1. Rondo B India
2. Weh/Kota Sabang A India
2. SUMATERA UTARA
2.1 Serdang Berdagai 1. Berhala Tanjung Beringin B Malaysia
3. Riau
3.1 Bengkalis 1. Rupat Rupat A Malaysia
2. Bengkalis Bengkalis A Malaysia
3.2 Kep.Meranti 1. Rangsang Rangsang A Malaysia
3. KEPULAUAN RIAU
3.1 Kota Batam 1. Berakit Batam Kota C Singapura
2. Nipa Belakang Padang B Singapura
3. Pelampong Belakang Padang A Singapura
4. Batuberantai Sekupang C Singapura
5. Putri/Nongsa Nongsa A Singapura
3.2 Bintan 1. Bintan 5 Kec.Lokpri A Singapura
2. Malangberdaun Telok Sebong C Singapura
3.3 Kep. Anambas 1. Damar Jemaja C Malaysia
2. Mangkai Jemaja B Malaysia
3.4 Natuna 1. Tokongboro Pulau Laut C Malaysia
2. Semiun Pulau Laut C Malaysia
3. Sebetul Pulau Laut C Vietnam
4. Sekatung Pulau Laut A Vietnam
5. Senua Bunguran Timur D Malaysia
6. Subi Kecil Subi A Malaysia
7. Kepala Serasan D Malaysia
3.5 Karimun 1. Tokonghiu Kecil Tebing B Malaysia
2. Karimun Kecil Tebing A Malaysia
4. KALIMANTAN TIMUR
4.1 Berau 1. Maratua Maratua A Malaysia
5. Kaltara
5.2 Nunukan 1. Sebatik Sebatik A Malaysia
2. Karang Unarang Sebatik B Malaysia
6. SULAWESI UTARA
6.1 Kep. Sangihe 1. Kawaluso Kandahe A Filipina
2. Kawio Kep.Marore A Filipina
3. Marore Tabukan Utara
(awal) pemekaran
menjadi
Kec.Kep.Marore
A Filipina
7. 4. Batubawaikang Tabukan Utara C Filipina
6.2 Talaud 1. Miangas Miangas A Filipina
2. Marampit Nanusa A Filipina
3. Intata Nanusa A Filipina
4. Kakarutan Nanusa A Filipina
7. MALUKU
7.1 Maluku Tenggara
Barat
1. Larat Tanimbar Utara A Timor Leste
dan Australia
2.Selaru Selaru A Timor Leste
dan Australia
7.2 Maluku Barat
Daya
1. Metimarang Mdona Hiera A Timor Leste
dan Australia
2. Letti Wetar A Timor Leste
3. Wetar Wetar A Timor Leste
4. Lirang Wetar A Timor Leste
8. NUSA TENGGARA TIMUR
8.1 Alor 1. Alor (termasuk
pulau besar)
Alor Selatan
Alor Barat Daya
Pureman
Mataru
Alor Timur
Teluk Mutiara
A Timor Leste
8.2 Kupang 1. Batek Amfoang Timur A Timor Leste
8.3 Rote Ndao 1. Rote (termasuk
pulau besar)
Rote Barat Daya
Rote Selatan
Lobalain
A Timor Leste
2. Ndana Rote Barat Daya A Australia
8.4 Sabu Raijua 1. Sabu Raijua A Australia
2. Dana Raijua B Australia
9. PAPUA BARAT
9.1 Raja Ampat 1. Moff/Budd Ayau D Palau
2. Fani Ayau B Palau
10. PAPUA
10.1 Supiori 1. Fanildo Supiori Barat D Palau
2. Bras Supiori Barat A Palau
3. Bepondi Supiori Utara A Palau
Jml. Prov. : 10 PPKT : 53 PKSN : 4 A : 32
Kab/Kota: 23 Kec.Lokpri: 47 B : 8
C : 9
D : 4
Sumber data: Bagian Program dan Anggaran, Biro Perencanaan dan Kerjasama, BNPP
(perlu diverifikasi dengan kondisi terkini dengan pemkab/kota terkait posisi PPKT dalam
satuan administrasi PKSN dan Kec.lokpri)
Perlu untuk menjadi pemahaman bahwa penyusunan Tipologi PPKT hanya dipergunakan
untuk memberikan informasi bahwa dari 111 PPKT terdapat PPKT yang berpenduduk
dan tidak berpenduduk, dalam rangka mendukung kebijakan perencanaan atas
treatment pembangunan PPKT berpenduduk tentunya berbeda dengan PPKT tidak
berpenduduk. Tipologi PPKT belum mengambarkan potensi yang dapat dikembangkan
sesuai daya dukung dan daya tampung PPKT, namun pembahasan selanjutnya
diupayakan pada setiap tipologi PPKT memuat informasi tentang kebutuhan
pembangunan dalam rangka pemanfaatan PPKT untuk kepentingan peningkatkan
kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan pelestarian lingkungan, dan pertahanan dan
keamanan wilayah NKRI.
8. 3. KEBIJAKAN PENGELOLAAN PPKT DI WILAYAH PERBATASAN NKRI
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa PPKT adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari konstruksi NKRI sebagai Negara Kepulaun berdasarkan sejarah4
perjuangan dan telah diakui secara Hukum UNCLOS serta diakui sebagai archipelagic
state oleh seluruh bangsa dalam praktek internasional. Selanjutnya didalam Undang-
Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
menyatakan bahwa PPKT termasuk Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) yaitu
kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup,
dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan
nasional.
Berdasarkan Tabel-1, diperoleh data terdapat 53 PPKT yang tersebar masuk dalam
wilayah administrasi di 4 PKSN dan 47 Kec. Lokpri pada 10 provinsi dan 23
kabupaten/kota. Selanjutnya, apabila digunakan pendekatan pengelompokan PPKT
berdasarkan tipe atau jenis (tipologi), maka tipologi PPKT sebagai berikut :
a. PPKT Tipologi A terdapat 32 pulau dihuni/berpenduduk secara permanen oleh
masyarakat berserta petugas keamanan dan/atau navigasi, serta memiliki
struktur pemerintahan setingkat desa;
b. PPKT Tipologi B terdapat 8 pulau yang hanya dihuni/dijaga oleh petugas
keamanan dan/atau navigasi;
c. PPKT Tipologi C terdapat 8 pulau yang tidak bisa dihuni/tidak dihuni karena
kondisi alamiah pulau berupa batu-batuan/bongkahan batu/karang;
d. PPKT Tipologi D terdapat 5 pulau yang secara prinsip dapat dihuni secara alamiah,
namun tidak dihuni/tidak ada petugas keamanan dan/atau navigasi.
Untuk mempermudah pemahanan disampaikan dalam Gambar-1, contoh Tipologi PPKT.
Gambar-1 Contoh Tipologi PPKT
Cuplikan pada terbitan jurnal ilmiah di Brussel tanggal 5 Mei 2003 yaitu Future of
regional policy: Commission presents a study on outermost regions and islands Analysis
of national, regional and local policies, and Community programmes relate to the
following areas: - remoteness, transport and access to markets - economic structure -
4
Pengumuman Pemerintah RI tanggal 13 Desember 1957, berdasarkan: (a) faktor etimologis, (b) faktor geografis, (c)
faktor keutuhan yurisdiksi, (d) faktor interdependensi ekonomi pulau-pulaunya satu sama lain, (e) faktor keamanan dan
kelestarian netralitas dalam keadaan perang, dan (f) faktor perlindungan kekayaan laut. Oleh karena itu, delegasi
Pemerintah RI berketetapan mempertahankan asas archipelago dalam Pengumuman Pemerintah RI tanggal 13
Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda.
Tipologi B :
Pulau Batek, Kec.
Amfoang Timur, Kab.
Kupang, Prov. NTT.
Tipologi C :
Pulau Sebetul, Kec.
Pulau Laut, Kab. Natuna,
Prov. Kep. Riau
Tipologi A :
Pulau Metimarang, Kec.
Mdona Heira, Kab. MBD,
Prov. Maluku
Tipologi D :
Pulau Senua, Kec.
Bunguran Timur, Kab.
Natuna, Prov. Kep. Riau
9. labour force and population trends - access to public services - environmental problems,
memperhatikan hal tersebut, maka dapat diartikan bahwa seluruh tipologi PPKT,
membutuhkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kebutuhan utama yaitu:
a. Kebutuhan akses internal yang diidentifikasikan dengan adanya ketersediaan
sarana prasarana dasar minimal untuk memudahkan kelompok penghuni
berinteraksi dalam layanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan, air bersih,
perumahan, ketenagalistrikan, dan keamanan);
b. Kebutuhan akses eksternal yang didentifikasinya dengan adanya ketersediaan
sarana prasarana untuk memudahkan penghuni keluar/masuk pulau untuk
berinteraksi dengan penghuni lainnya diluar pulau dalam rangka
mempertahankan keberlangsungan kehidupan;
c. Kebutuhan akses inter alia yang didenfikasi adanya kemampuan buatan dan/atau
alamiah dari PPKT tersebut untuk tetap eksis melawan abrasi, misalnya
pembuatan tanggul penahan abrasi dan atau penanaman/mempertahankan
pohon manggrove yang telah ada sebelumnya.
Kebutuhan akses internal dan eksternal bagi penghuni di PPKT merupakan bagian dari
proses pembangunan nasional utamanya kewilayahan dan memiliki kontribusi
tangungjawab oleh pemerintah daerah terkait untuk memberikan sentuhan
pembangunan secara konsiten dan berkelanjutan, dengan kiranya dibutuhkan
perencanaan dengan pendekatan thematic, holistic, integrative, and spatial (THIS).
Pendekatan ini merupakan wujud tangungjawab bersama5 untuk membangun PPKT
melalui mekanisme integratif perencanaan dan penganggaran, yang mampu
memetakan dan menjelaskan kontribusi pembangunan nasional yang diarahkan secara
langsung ke PPKT dan kiranya proses ini apabila diperlukan melibatkan partisipasi Pihak
Swasta serta dukungan masyarakat secara luas.
3.1 Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, telah mengatur sistem dan mekanisme umum pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam rangka melindungi, mengonservasi,
merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; menciptakan
keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau Kecil; memperkuat peran serta
masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan,
keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dalam Pasal 5 pada Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar, bahwa pemanfaatan PPKT hanya dapat
dilakukan untuk pertahanan dan keamanan (hankam), kesejahtaraan masyarakat,
dan/atau pelestarian lingkungan, disesuaikan dengan daya dukung dan daya
tampung PPKT, namun demikian pilihan pemanfaatan PPKT untuk tetap harus
mengikutsertakan pelestarian lingkungan. Selanjutnya bagi PPKT peruntukan
kepentingan hankam dan kesejahteraan masyarakat tetap memperhatikan
pelestarian lingkungan.
Pemanfaatan PPKT khusus untuk pelestarian lingkungan dilakukan dengan
prosedur penetapan terlebih dahulu PPKT sebagai kawasan yang dilindungi. Kawasan
yang dilindungi dimaksud dapat berupa sebagian atau seluruh wilayah sebagai
5
Dalam konteks keterpaduan perencanaan dan anggaran utamanya pembiayaan APBN/APBD telah diterbitkan Perpres
No.17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, diupayakan
Pemerintah melalui penerapan kewajiban aplikasi Sistem Perencanaan dan Penganggaran (Pasal 34)
10. kawasan konservasi yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. Kawasan konservasi bagi PPKT
sebagai kawasan yang dilindungi dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi
pesisir, konservasi maritim, dan konservasi perairan, dan/atau sempadan pantai.
Pemanfaatan PPKT merupakan kegiatan yang berkaitan dengan upaya
memanfaatkan potensi sumber daya PPKT dan perairan di sekitarnya sampai
paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai dalam upaya
menjaga kedaulatan NKRI, selanjutnya karena pengelolaan PPKT menyangkut
faktor strategis yaitu kedaulatan wilayah negara, kesejahteraan masyarakat,
pengendalian lingkungan hidup, dan adanya kepentingan nasional, sehingga seluruh
PPKT termasuk dalam golongan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dan
dimanfaatkan bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Dalam tataran regulasi tata cara penetapan kawasan konservasi diatur dengan
peraturan menteri terkait, sedangkan untuk tata cara penetapan sempadan pantai
diatur dengan Peraturan Presiden. Secara keseluruhan Pemanfaatan PPKT untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan (hankam), kesejahtaraan masyarakat,
dan/atau pelestarian lingkungan, wajib mendapat izin dari Menteri setelah
mendapat rekomendasi dari gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Izin sebagaimana dimaksud diberikan berdasarkan permohonan
yang diajukan oleh orang perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk
memperoleh izin diatur dengan Peraturan Menteri.
Kewenangan Pemerintah dalam pemanfaatan PPKT untuk pertahanan dan
keamanan mencakup kewenangan untuk menetapkan rencana strategis pertahanan
dan keamanan; mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai
penetapan batas wilayah negara; menetapkan titik referensi dan koordinat geografis
titik dasar; membangun dan memelihara tanda titik referensi; menyusun rencana
pengelolaan PPKT; melakukan pendataan dan pemberian nama pulau-pulau kecil
terluar; dan menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan wilayah negara, serta
kawasan perbatasan.
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan PPKT merupakan bagian dari proses
pembangunan, sehingga masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pemanfaatan PPKT. Peran serta masyarakat dalam
mendukung perencanaan PPKT terdiri atas kegiatan antara lain mengidentifikasi
berbagai potensi dan masalah, dan memberikan masukan/usulan terhadap rencana
kegiatan pemanfaatan PPKT. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pemanfaatan PPKT antara lain terdiri atas melakukan kegiatan pemanfaatan
sumber daya PPKT berdasarkan hukum adat yang tidak bertentangan dengan
hukum nasional; dan menjaga, memelihara, dan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas, serta kelestarian fungsi lingkungan di PPKT. Selanjutnya peran serta
masyarakat dalam pengawasan PPKT antara lain terdiri atas kegiatan
menyampaikan laporan dan/atau pengaduan atas kerugian yang ditimbulkan
berkaitan dengan pelaksanaan pemanfaatan PPKT; dan melaporkan adanya
pencemaran dan/atau kerusakan PPKT yang merugikan kelestarian lingkungan.
Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia Tahun 2016-2019 merupakan bagian
dari Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan
Indonesia, memasukan PPKT menjadi aset strategis bahari nasional guna
mendukung terwujudnya Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan eksistensi
Indonesia sebagai negara kepulauan. Sumbangsih PPKT dalam mewujudkan Poros
Maritim Dunia menjadi bagian dari manajemen pembangunan yang meliputi
membangun budaya maritim, menjaga laut dan sumber daya laut melalui inisiatif
kedaulatan pangan laut dengan pengembangan industri perikanan terpadu dan
11. terkoneksi dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama, memberikan
prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim melalui
pembangunan tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan dan pariwisata
maritim, selanjutnya memperkuat diplomasi maritim, kerjasama di bidang kelautan,
menghilangkan sumber konflik dan potensi konflik di laut seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, aktivitas kriminal laut lainnya yang memanfaatkan perairan
PPKT sebagai stepping stone jalur exit/entry memasuki wilayah Indonesia, serta
membangun kekuatan pertahanan maritim dan kecepatan reaksi pertahanan
maritim berbasis PPKT melalui salah satu upayanya menyusun standar sarana
prasarana hankam maritim sesuai dengan daya dukung dan daya tampung PPKT,
serta arah kebijakan pemanfaatannya.
3.2 Model Pembangunan PPKT berdasarkan Tipologi
1. PPKT dalam Tipologi A
Berdasarkan Table-1, terdapat 32 PPKT masuk dalam Tipologi A yaitu PPKT yang
secara historis dan fakta yang terjadi saat ini, merupakan PPKT berpenduduk yang
masyarakatnya menetap secara permanen dan mayoritas memiliki struktur
pemerintahan terkecil setingkat Desa, namun ada juga bersatus kecamatan.
Disamping terdapat masyarakat, terdapat pula personil aparat keamanan yang
berfungsi untuk menjaga ketertiban dan keamanan wilayah PPKT, termasuk
petugas navigasi jika di PPKT terdapat menara suar (light house) untuk kepentingan
keselamatan navigasi pelayaran. Karena PPKT dalam Tipologi A cenderung dinamis
mengingat terdapat keberlangsungan kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya
yang mengandalkan potensi darat dan potensi kelautan.
Layanan dan sarana fisik untuk akses pemenuhan sosial dasar masyarakat yaitu
pendidikan, kesehatan, perumahan dan air bersih telah ada dan berlangsung sejalan
dengan pertumbuhan generasi, yang diperoleh melalui swadaya masyarakat
setempat dan atau bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk PPKT Tipologi A, belum dirumuskan secara
komprehensif dan dijadikan acuan nasional pembangunan. Namun pada
prakteknya misalnya SPM Bidang Kesehatan yang telah disusun dan diterapkan
Kementerian/Lembaga terkait dalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan
kesehatan masyarakat secara nasional, belum tentu menjawab kebutuhan prioritas
masyarakat di PPKT atau mempertahankan kualitas pelayanannya. Hal ini
dimaklumi mengingat merawat kesehatan masyarakat di PPKT (outermost island)
berlokasi jauh sangat berbeda dengan kondisi masyarakat yang menetap di pulau-
pulau besar (main island).
Faktor geografis wilayah maritim memang menjadi faktor kritis yang berpotensi
memperlambat kecepatan pelayanan kesehatan masyarakat. Belum ada publikasi
ilmiah yang menyatakan bahwa dibutuhkan sumberdaya yang besar untuk menjaga
keberlanjutan kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal di PPKT, jika
dibandingkan dengan masayarakat yang tinggal di pulau besar.
Namun demikian jika menggunakan saintest logical dari sisi pemerintahan tentunya
wilayah maritim perlu didukung pengerahan sumber daya yang besar dan menjadi
tangungjawab bersama, bukan tangunggjawab satu Kementerian/Lembaga.
Misalnya untuk kecepatan pelayanan kesehatan di daratan PPKT (dukungan
internal) membutuhkan akses transportasi (jalan dan moda transportasi) dari dan
menuju puskesmas pembantu atau posyandu, membutuhkan kualitas
ketenagalistrikan yang prima untuk menjalankan alat-alat kesehatan agar berfungsi
dengan baik dan tidak cepat rusak, membutuhkan mobilisasi tenaga medis
permanen yang tinggal di lokasi, membutuhkan ketersediaan sumber dan jaringan
air bersih dengan kecukupan volumen air, membutuhkan jaringan telekomunikasi
untuk mempercepat komunikasi situasi kritis/kondisi gawat darurat.
Sementara itu pada sisi perairan PPKT (dukungan eksternal) membutuhkan
kapasitas dermaga dan moda transportasi laut untuk menjamin suplai obat-obatan
12. dan kebutuhan medis lainnya tercukupi. Hal tersebut juga dialami pada praktek
pemenuhan layanan dan sarana dasar keberlanjutan pendidikan masyarakat dan
perbaikan pemukiman dan perumahan layak huni.
Dari aspek pengembangan ekonomi lokal dengan fokus kemaritiman, PPKT Tipologi
A memiliki karakteristik yang berbeda-beda karena terdapat masyarakat di PPKT
tertentu yang telah mengembangkan kemampuan ekonomi lokalnya yang telah
menjadi bagian dari rantai keberlanjutan industri perikanan regional dan nasional
bahkan internasional, akan tetapi mayoritas kemampuan usaha perikanan dan
turunan produk perikanan masih terbatas pada skala ekonomi survival atau hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari belum bergeser kepada kelompok
Usaha Kecil dan Menengah yang berpola income generating atau peningkatan
pendapatan dalam konteks kesejateraan masyarakat, yang secara sederhana
diukur melalui indikator gabungan atas Tabungan, Konsumsi dan Investasi (TKI).
Pengertian tabungan adalah seberapa banyak nelayan dapat menyisihkan
pendapatan mereka dari hasil investasi/perputaran modal usaha yang dipisahkan.
Sehingga membutuhkan bantuan layanan perbankan/lembaga keuangan untuk
menabung (saving). Besarnya jumlah tabungan bukan menjadi tolok ukur utama.
Sedangkan konsumsi adalah kemampuan nelayan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari (konsumtif dan social cost) serta kebutuhan pendidikan dan
kesehatan bagi dirinya dan atau keluarganya. Selanjutnya investasi diartikan
sebagai alat kerja nelayan (tools) untuk menghasilkan keutungan dalam business
process yang dilakukan sehari-hari sebagai mata pencaharian utama.
Konsep TKI dimaksud tentunya perlu dukungan komprehensif dan saling terkait
serta adanya perlindungan terhadap iklim kondusif bagi usaha nelayan. Misalnya
pemberdayaan masyarakat dan desa nelayan/pesisir melalui fasilitator teknis
pendamping usaha ekonomi masyarakat, bantuan kredit bergulir dengan bunga
rendah, mendayagunakan lembaga yang sudah terbentuk dan berjalan ditingkat
lokal (Badan Usaha Milik Desa, Koperasi dan lain sebagainya),
pembangunan/rehabilitasi sarana dasar pengembangan perekonomian nelayan
(pasar atau tempat pelelangan ikan, sarana tangkap, pabrik es, tempat pengisian
bahan bakar kapal nelayan, teknologi tepat guna untuk pengembangan produk
turunan perikanan, dan lain hal terkait, termasuk kebutuhan tenaga listrik, air bersih
dan jaringan komunikasi).
Selanjutnya tidak kalah penting dan perlu mendapat perhatian adalah konsep bisnis
afirmasi/keberpihakan kepada masyarakat nelayan untuk dapat menjadi sistem
utama dalam perdagangan produk perikanan. Penentuan harga dan pasar yang
dituju tentunya melibatkan para kelompok nelayan dalam pengambilan keputusan
bersama, bukan intervensi dari investor atau tengkulak yang menekan harga beli
prosuk perikanan serendah mungkin dari pihak kelompok nelayan penghasil.
Pendayagunaan investor swasta sangat diperlukan, sebagai akselerasi
pengembangan ekonomi lokal, namun demikian perlu dirancang agar kelompok
nelayan menjadi bagian penting dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pengambilan keputusan. Cara untuk mencapai pasar yang dituju perlu dikaji
secara seksama, misalnya penjualan langsung oleh nelayan melalui pasar rakyat
yang diwadahi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau Koperasi Nelayan
sebagai agen utama untuk menuju pembeli/pedangan individu atau perusahaan
disesuaikan dengan rantai penjualan yang berlaku dan dikelola secara transparan.
Ekspor produk perikanan dapat dilaksanakan langsung oleh BUMDes dengan
regulasi yang didukung dan dilindungi oleh pemerintah maupun pola kerjasama
operasi (KSO) dengan perusahaan yang berkompeten menuju pasar yang lebih luas.
13. Fakta lapangan mencatat bahwa program pengembangan ekonomi lokal berbasis
pemberdayaan nelayan di PPKT atau program sejenis yang selama ini dilaksanakan
pemerintah melalui Kementerian/Lembaga terkait, belum mampu mempercepat
income generating yang memadai dan menunjukan peningkatan terhadap
kesejahteraan masyarakat nelayan di PPKT atau konsep Tabungan, Konsumsi dan
Investasi apabila dijadikan indikator kesejahteran, masih belum memadai dan
membutuhkan perhatian pembangunan yang lebih luas jangkauannya serta
diperlukan perbaikan/inovasi manajemen dan regulasi asismetris dalam rangka
keberlanjutan dan perlindungan kesejahteraan kelompok nelayan di PPKT.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut yang didalamnya memuat pemanfaatan
PPKT telah digagas dalam lokakarya Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut6, menjelaskan kepentingan untuk
melakukan perencanaan spasial sebagai landasan operasional untuk
melaksanakan berbagai program pembangunan dan pengembangan kawasan.
Sampai dengan tahun 2018 KKP mempunyai target untuk menyelesaikan 7 (tujuh)
Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan 20 (dua puluh) Kawasan Strategis Nasional
Tertentu (KSNT) di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Lokakarya ini dimaksudkan
untuk menggalang input dari sektor lain bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Laut,
diantaranya Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN), Rencana Zonasi Kawasan
Strategis Nasional (RZ KSN), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu
(RZ KSNT), Rencana Zonasi kawasan Antar Wilayah (RZ Teluk, Selat, dan Laut), dan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), sebagaimana
telah ditargetkan dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan
Indonesia. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN) merupakan
rencana yang disusun untuk menentukan arahan pemanfaatan ruang kawasan
strategis nasional. Penyusunan RZ KSN tidak terlepas dari dokumen perencanaan
lainnya, untuk itu sinkronisasi dan harmonisasi dengan RTR KSN dan RTRW maupun
dokumen perencanaan RZWP3K Provinsi merupakan suatu keniscayaan.
Saat ini 5 (lima) Provinsi telah menetapkan Peraturan Daerah tentang RZWP3K,
yaitu: Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan
Nusa Tenggara Barat. Upaya harmonisasi meliputi berbagai isu permasalahan yang
bernilai penting dan strategis nasional maupun aspek kewenangan pengelolaan di
KSN tersebut.
Agar uraian tersebut diatas dalam dilaksanakan secara komprehensif maka salah
satu kriteria kesiapan (rediness criteria) adalah pemantapan data, analisa data dan
informasi yang akurat/valid untuk mendukung kondisi terkini dan kondisi
perubahan skala prioritas (targeting) yang diharapkan sesuai waktu penanganan
kepentingan/intervensi pembangunan jangka pendek, menengah dan jangka
panjang. Manajemen gap/celah dari kondisi terkini dengan kondisi perubahan pada
skala prioritas yang diharapkan melalui rumusan rencana aksi yang mantap, sangat
menentukan besaran intervensi pemerintah yang akan dilaksanakan termasuk
keterlibatan pihak investor dan kelompok usaha masyarakat nelayan.
PPKT dalam Tipologi A, mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tidak
semuanya berangkat dari asumsi keadaan lemah ataupun ready to market dari sisi
kesiapan masyarakat terhadap perubahan dan daya dukung alamiah PPKT terkait.
Derajat kemampuan teknis (grade) berdasarkan data dan survei yang dihimpun,
perlu disusun secara sistematis. Meskipun potensi perikanan atau mata
pencaharian utama masyarakat penduduk PPKT adalah nelayan, namun potensi
6
Kutipan dari Siaran Pers Nomor: SP.205/DJPRL.0/I/2018 tanggal 26 Januari 2018 Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam Lokakarya Nasional Perencanaan Ruang Laut Kawasan Strategis
Nasional
14. pertanian dapat dimaksukan dalam data dan survei, kadangkala kesulitan melaut
bagi nelayan karena faktor cuaca yang tidak memungkinkan, mereka mengganti
mata pencaharian sementara pada sektor pertanian (Product switching). Pada
kondisi tertentu dari PPKT Tipologi A mata pencaharian utama penduduk adalah
sektor pertanian, bukan sebagai nelayan.
Sebagai contoh Pulau Marore merupakan PPKT, pada tanggal 12 September 2008
Kepulauan Marore yang merupakan bagian wilayah kecamatan Tabukan Utara,
mulai berdiri sendiri menjadi satu kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Marore.
Kecamatan Kepulauan Marore berdasarkan pembagian wilayah administratif
pemerintah daerah keadaan tahun 2008 sampai 2012 terbagi dalam 3 Desa yang
terdiri dari 8 lindongan/dusun. Kecamatan Kepulauan Marore dipimpin oleh seorang
Camat, pada tingkat desa dipimpin oleh Kepala Desa, dan tingkat lindongan
dipimpin oleh kepala lindongan. Kecamatan Kepulauan Marore dengan luas sekitar
4,45 km memiliki 3 Desa yaitu Desa Marore, Kawio dan Matutuang, dengan jumlah
penduduk di 3 desa sekitar 1.514 jiwa7.
Dilanjutkan pada edisi pembaharuan.
7
Dapat dilihat secara lengkap pada data Kecamatan Kepulauan Marore tahun 2017 dan Statistik Daerah Kecamatan
Kepulauan Marore tahun 2016 yang diterbitkan oleh BPS