1. Dokumen membahas teknologi yang dibutuhkan nelayan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan penangkapan ikan serta mendukung kesejahteraan mereka.
2. Beberapa teknologi yang direkomendasikan adalah alat tangkap yang selektif, sistem informasi lokasi ikan, dan teknologi penanganan pascapanen untuk mempertahankan mutu ikan.
3. Peraturan pemerintah melarang alat tangkap tertent
2. 1. Background
2. Issues Dan Masalah Pembangunan
3. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
4. Potensi Pembangunan Sumberdaya Pesisir,
Laut dan Pulau-Pulau Kecil
5. Peran Sektor Kelautan Dalam Perekonomian Nasional
6. Kebijakan Pemerintah Terkait Optimalisasi
Industri Perikanan Di Indonesia
7. Keterbatasan Atau Kontrakdiksi Teknologi? Dan
Teknologi Apa Yang Dibutuhkan Nelayan?
8. Contoh Alat Tangkap Yang Dilarang
9. Rekomendasi Penggunaan Teknologi Yang Disarankan
10. Penutup
Outline
3. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut yang luasnya sekitar
5,8 juta km² yang di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan kelautan untuk
dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut
WPPNRI, adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan yang meliputi
perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona
ekonomi eksklusif Indonesia.
Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru,
USA dan beberapa negara kelautan lainnya
Sektor kelautan, terutama perikanan memiliki pertumbuhan cukup baik dibandingkan
dengan sektor pertanian yang pertumbuhannya relatif stagnan atau menurun
Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per
tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI yang terbagi
dalam 9 wilayah perairan utama Indonesia.
4. Pemanfaatan sumberdaya kelautan masih jauh dari optimal,
Adanya perbedaan kepentingan yang cenderung menjurus ke konflik kepentingan
antar sektor serta stakeholder lainnya,
Lemahnya peraturan perundangan dalam hal pengaturan pengelolaan
Kerusakan habitat akibat pengelolaan yang tidak terkendali (over eksploitasi,
polusi)
Masih minimnya peranan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
pengelolaan, mengakibatkan masih kurang tersentuhnya usaha perbaikan tingkat
kesejahteraan masyarakat,
90 % armada kapal ikan Indonesia terkonsentrasi di perairan pesisir dan laut
dangkal seperti Selat Malaka, pantura, Selat Bali, dan pesisir selatan Sulawesi
Belum optimalnya implementasi rencana tata ruang pesisir, lautan dan pulau-pulau
kecil secara terpadu.
5. 1. Industri pangan berbasis perikanan termasuk dalam sektor prioritas
berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional(RIPIN) tahun
2015-2035.
2. Tahun 2015-2019, kebijakan pengembangan industri pangan berbasis
perikanan berfokus pada aneka produk olahan ikan, pengembangan
teknologi pengolahan minyak ikan dan penyusunan standar minyak ikan
3. Tahun 2020-2024 akan difokuskan pada pengembangan minyak ikan
sebagai pangan fungsional dan pangan fungsional berbasis limbah industri
pengolahan ikan(food grade).
4. Tahun 2025-2035 diharapkan industri pengolahan ikan telah menjadi
bagian dari industri pangan fungsional
6. 1. Sumberdaya yang dapat diperbaharui : (DKP)
- Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan Pascapanen)
- Hutan Mangrove - Pulau-Pulau Kecil.
- Terumbu Karang
- Industri Bioteknologi Kelautan
2. Sumberdaya yang tak dapat diperbaharui:
- Minyak Bumi dan Gas
- Harta Karun (DKP)
- Bahan Tambang dan Mineral lainnya
3. Energi Kelautan:
- Pasang Surut
- Gelombang
- Angin
- OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion)
4. Jasa-Jasa Lingkungan
- Pariwisata
- Perhubungan dan Kepelabuhanan.
- Penampung (Penetralisir) Limbah
7. • Kontribusi sektor kelautan nasional terhadap PDB tahun 2016 masih rendah
berkisar 30% dibandingkan dengan negara Jepang dan Norwegia yang sudah
mencapai di atas 30%
• Negara‐negara tujuan ekspor dunia, khususnya untuk Indonesia, masih
didominasi oleh Jepang (25%), Singapura (13%), USA (11%), Hongkong
(7%), RRC (4%), dan Thailand (4%)
• Jumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di laut lepas, laut dalam, dan
wilayah perbatasan seperti Laut Natuna, Laut China Selatan, Laut Sulawesi,
Laut Seram, Laut Banda, Samudra Pasifik, Laut Arafura, dan Samudra Hindia
bisa dihitung dengan jari.
• Kapal-kapal ikan asing merajalela dan merugikan negara minimal Rp 30 triliun
per tahun.
8. 3 PILAR MISI KKP
TRISAKTI & NAWA CITA
VISI KKP
Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat
dan berbasis kepentingan nasional
KeberlanjutanKedaulatan Kesejahteraan
VISI DAN
MISI KKP 2015-2019
“Ini saatnya kita
mengembalikan semuanya
sehingga jalesveva
jayamahe, di laut justru
kita jaya…”
Presiden Joko Widodo, 20
Oktober 2014
VISI DAN MISI KKP
9. *Modified from Encourage Capital (2015)
Ecological
Functional
Flow
Ecological
Economics
Flow
Payment for
Ecosystem
Services
Ecological
Economics
Flow
FILOSOFI KEBIJAKAN PERIKANAN
Keberlanjutan
Kesejahteraan
Anggota
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan
10. MASALAH
UTAMA
IUU FISHING
OVERFISHING
DESTRUCTIVE
FISHING
INTERVENSI KEBIJAKAN
LANGKAH OPERASIONAL
• Peningkatan pengawasan sumber
daya
• Transparansi perizinan & berbasis
kuota
• Kapal penyangga
• Penetapan pelabuhan pangkalan
(designated port)
• Penggantian/alih alat
penangkap ikan
• Diversifikasi komoditas
• Pembiayaan (KUR & JARING OJK)
• Pembangunan sentra kelautan
perikanan terpadu di pulau-pulau
kecil & kawasan perbatasan
Permen 56/2014
Permen 57/2014
PP 75/2015 : PNBP
Permen 01/2015 *)
direvisi Permen 56/2016
Permen 02/2015 **)
telah direvisi melalui
Permen 71/2016
UU 45/2009
UU 32/2014
DASAR HUKUM
*) tentang pelarangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan
**) tentang pelarangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik di WPP-NRI
REGULASI UNTUK KEBERLANJUTAN PERIKANAN
11. Mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan (SDI) yang bertanggung jawab,
optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan SDI
berdasarkan prinsip pengelolaan SDI
Pasal 2 ayat (2) Permen KP No. 71/PERMEN-KP/2016
Sustainable Development Goal (SDG) No. 14
Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Untuk
Pengembangan Berkelanjutan
PENGELOLAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DI INDONESIA
SDG 14.2 Improve ocean health
and enhance the contribution
of marine biodiversity;
SDG 14.4 Effectively regulate
harvesting and end overfishing,
destructive fishing practices in
order to restore fish stocks in the
shortest time feasible, and
produce maximum sustainable
yield as determined by their
biological characteristics;
14.7 Increase the economic
benefits to small island
developing States through
sustainable management of
fisheries.
HEALTY
ENVIROMENT
LIFE
FISHING
FISHING
CAPACITY
Pemilihan API yang tepat/sesuai
dengan target penangkapan dengan
memperhatikan aspek/karakteristik
biologi dan habitat, ekologi, sosial
dan ekonomi
Pemetaan suatu daerah/habitat
penting yang berperan dalam suatu
ekosistem untuk menghindari
tertangkapnya by-catch, ETP Species,
habitat dan ekosistem kritis serta
perlindungan keanekaragaman hayati
Penentuan fishing capacity/total
allowable effort terhadap target
penangkapan di wilayah
tertentu.
12. 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Nomor 45
Tahun 2009 Tentang Perikanan;
2. Kepmen KP No. KEP.06/MEN/2010 tentang Alat
Penangkapan Ikan di WPP NRI;
3. Permen KP No. 71/PERMEN-KP/
2016 tentang Jalur Penangkapan
Ikan dan Penempatan API di
WPP NRI;
API yang
diperbolehkan
dan dilarang
REGULASI TERKAIT ALAT PENANGKAPAN IKAN
13. Permen 71/2016:
JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Permen2/2011
Jalur
Penangkapan
Ikan dan
Penempatan Alat
Penangkapan
Ikan dan Alat
Bantu
Penangkapan
Ikan Permen2/2015
Larangan
Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan
Pukat Hela
(Trawls) dan
Pukat Tarik (Seine
Nets) di WPP NRI
Permen71/2016
Pukat Tarik
• Diijinkan: Pukat
Tarik Pantai &
Payang (Pukat
Tarik Berkapal)
Pukat Hela
• Diijinkan: Pukat
Dorong
14. • Nelayan suatu kelompok masyarakat yang tergolong miskin, meskipun dimensi
kemiskinan setiap nelayan tidak dapat disamakan satu dengan lainnya (Mubyarto,
1984; Imron, 2001; Masyhuri, 1999; Kusnadi, 2002)
• Kemiskinan nelayan banyak dipengaruhi oleh adanya keterbatasan teknologi yang
digunakan, meskipun banyak nelayan di indonesia yang telah melanggar peraturan
dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan
• Keterbatasan alat tangkap yang dimiliki nelayan akan mempengaruhi wilayah operasi
penangkapan, meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi misalnya pada musim
ombak, nelayan tidak pergi melaut bisa lebih dari dari satu bulan
15. Teknologi yang dibutuhkan nelayan untuk mendukung operasi
penangkapan ikan :
1. Teknologi untuk penyediaan informasi yang akurat (posisi gerombolan ikan)
2. Teknologi rumpon yang lebih efektif (teknologi untuk menarik ikan)
3. Teknologi/alat tangkap dengan tingkat selektifitas yang tinggi dan alat tangkap
yang dapat dioperasikan untuk eksploitasi ikan laut dalam (sesuai yang diijinkan)
4. Teknologi penanganan atau penyimpanan hasil tangkap di atas kapal yang baik
(menjaga kualitas ikan)
5. Disain kapal yang memenuhi persyaratan sanitasi dan higiene untuk menjamin
mutu dan keamanan hasil tangkapan.
16. Teknologi yang dibutuhkan nelayan Pascapanen :
Ikan setelah dipanen dapat dipasarkan dalam bentuk ikan hidup, ikan segar dan
produk olahan. Teknologi pascapanen:
(a) Teknologi penanganan ikan hidup (transportasi ikan hidup sistem basah)
(b) Teknologi penanganan ikan segar ( penundaan pembusukan ikan)
(c) Teknologi pengolahan ikan (tradisional dan modern)
17. SK MENKP NO.2 TAHUN 2015
Pasal 2: semua alat tangkap hela dan tarik dilarang di WPP RI
Inti dari larangan ini adalah :
1. Tidak merusak habitat
2. Mencegah agar SDI yang tertangkap tidak berukuran terlalu kecil
3. Regenerasi dan pembentukan stok baru terjaga
18. PERMEN 02/MEN/2011 DAN 71 TAHUN 2016 TENTANG
JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN
DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PERBEDAAN 71 TAHUN 2016 02 tahun 2011
BAB V ALAT PENANGKAPAN IKAN
YANG MENGGANGGU DAN
MERUSAK:
Pasal 21.
a. mengancam kepunahan
biota;
b. mengakibatkan
kehancuran habitat; dan
c. membahayakan
keselamatan pengguna
PENEMPATAN ALAT
PENANGKAPAN IKAN DAN
ALAT BANTU
PENANGKAPAN IKAN PADA
JALUR PENANGKAPAN IKAN
DAN WILAYAH
PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
19. PERBEDAAN 71 TAHUN 2016 02/2011
BAB V API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber
daya ikan dan dilarang di semua WPP RI:
a) pukat tarik (seine nets), yang meliputi dogol (danish
seines), scottish seines, pair seines, cantrang, dan
lampara dasar;
b) pukat hela (trawls), meliputi pukat hela dasar (bottom
trawls), pukat hela dasar berpalang (beam trawls),
pukat hela dasar berpapan (otter trawls), pukat hela
dasar dua kapal (pair trawls), nephrops trawl, pukat
hela dasar udang (shrimp trawls), pukat udang, pukat
hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela
pertengahan berpapan (otter trawls), pukat ikan, pukat
hela pertengahan dua kapal (pair trawls), pukat hela
pertengahan udang (shrimp trawls), dan pukat hela
kembar berpapan (otter twin trawls); dan
c) perangkap, yang meliputi Perangkap ikan peloncat
(Aerial traps) dan Muro ami
20. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls) dan pukat ikan
yang tambat labuh di Teluk Ambon
Dilarang dengan Permen KP Nomor 2/PERMEN-KP/2015,
dilanjutkan pelarangannya dengan Permen KP Nomor 71/PERMEN-KP/2016
21. Dilarang dengan Permen KP Nomor 2/PERMEN-KP/2015,
dilanjutkan pelarangannya dengan Permen KP Nomor 71/PERMEN-KP/2016
22. REKOMENDASI SEBAGAI SOLUSI OPTIMALISASI PEMANFAATAN SDI
PASCA PERMEN KP NOMOR 71/PERMEN-KP/2016
Agar optimalisasi pemanfaatan SDI dapat tercapai melalui pemberdayaan masyarakat
pesisir (khususnya nelayan), seharusnya pemerintah berpihak untuk menggerakan
perikanan rakyat. Perlu dispensasi (pengecualian) pemberlakuan Permen KP Nomor
71/PERMEN-KP/2016, khususnya pada WPPNRI 714, 715, dan 718 dengan kebijakan
pemerintah yakni:
1) Mengijinkan pukat cincin mini (mini purse seine) pelagis kecil satu
kapal dengan menggunakan kapal berukuran hingga ±15 GT, API
dengan panjang tali ris atas ±400 meter dan penempatan ABPI
(rumpon) agar dapat beroperasi pada jalur I-A, I-B hingga jalur II.
2) Melarang beroperasinya pukat cincin (purse seine) pelagis besar
dengan satu kapal untuk menangkap ikan pada WPPNRI 714 Laut
Banda.
3) Meningkatkan pengawasan secara kontinu dan melakukan
penindakan terhadap beroperasinya pukat cincin (purse seine)
pelagis besar dan pemasangan rumpon laut dalam, yang pada
kenyataannya masih beroperasi pada jalur penangkapan ikan
WPPNRI 715 Laut Seram.
23. 4) Mengijinkan jaring lingkar tanpa tali kerut (without purse line) untuk beroperasi di
WPPNRI 714 pada jalur I-A.
5) Mengijinkan penangkapan ikan dengan pukat tarik pantai (beach seine) yang
dioperasikan dengan menggunakan kapal berukuran hingga ±8 GT.
6) Mengkaji kemungkinan diijinkannya pukat hela dasar berpapan (otter trawls) kembali
beroperasi di WPPNRI 718 (berdampak pada industri perikanan dan sosial ekonomi
perikanan), disesuaikan dengan peta hasil analisis daerah penangkapan ikan.
7) Mengijinkan beroperasinya bagan apung (perahu dan rakit) & bouke ami di jalur I-A
karena merupakan API ikan umpan hidup pada perikanan pole and line.
8) Mengijinkan semua jenis jaring insang (gillnets) untuk beroperasi di jalur I-A karena
pada umumnya digunakan oleh nelayan kecil (perikanan rakyat/perikanan skala kecil).
24. PENUTUP
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan melibatkan pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pihak
swasta sebagai pelaku industri perikanan, pihak legislatif yang berperan penting memberikan rekomendasi
terkait dengan regulasi-regulasi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan serta masyarakat.
Dengan demikian, beberapa hal yang menjadi perhatian:
Manusia sebagai pelaku sekaligus merupakan variabel penting yang menentukan status pemanfaatan
potensi sumber daya ikan, namun masih belum diatur secara sistematis, terintegrasi dan terarah supaya
berkelanjutan.
Perlu diupayakan adanya jejaring kerjasama antar instansi pemerintah (pusat, provinsi dan
kabupaten/kota), sektor swasta, dan stakeholder terkait lainnya untuk secara bersama memanfaatkan
potensi SDI yang tersedia untuk kepentingan masyarakat dengan mengedepankan kelestariannya.
Monitoring dan evaluasi terkait penggunaan teknologi mulai proses penangkapan ikan sampai pasca panen
dan distribusi hasil industri perikanan harus senantiasa di lakukan oleh pihak pemerintah, agar
optimalisasi industri perikanan mampu menghantarkan masyarakat indonesia khususnya nelayan kepada
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa eksploitasi alam laut yang berlebihan
Perencanaan pesisir dan laut harus terintegrasi dengan ruang, sumber daya manusia (SDM) dan industri.
Integrasi ruang adalah pembauran antara darat dan laut melalui infrastruktur yang terkoneksi.
Memaksimalkan potensi sektor perikanan dengan mengembangkannya sebagai industri dengan
ketersediaan teknologi yang dibutuhkan