1. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
1
MODUL 1
PENGERTIAN FILSAFAT MANUSIA
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis pengertian filsafat manusia.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis filsafat manusia yang
meliputi sebagai berikut:
• Filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia
• Ciri-ciri filsafat manusia
• Kedudukan manusia dalam humanisme (filsafat humanistik)
Materi Pembahasan
Pengertian Manusia
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa Arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang
berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena
manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.
Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam
kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan hakekat
manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia dalam
memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatar
belakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah.
Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang
sesudahnya dengan melengkapi sisi transendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan
pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat
Islam, 1999)
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perspektif, ada yang
mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosuf. Sedangkan
yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyataan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan
bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia
adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja.
Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia
memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus
menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif
memiliki akal budi dan mengungguli makhluk yang lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut
dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia
juga disebut sebagai homo ludens (makhluk yang senang bermain). Manusia dalam bermain memiliki ciri khasnya dalam
suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permainan dalam sejarahnya
juga digunakan untuk memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai
ritual suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005)
Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung
menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan
kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi dirinya dan keturunannya,
sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya
dalam kebebasan dari kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut
ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi menurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang
2. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
2
inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan
universal, bebas dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai
beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah
satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan
manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal. (Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx,
1999).
Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia
dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian
menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan
mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna
keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno
seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap
tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam sekeliling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak
berubah. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Manusia menurut Paulo Freire merupakan satu-satunya makhluk yang memiliki hubungan dengan dunia.
Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang kekal, yang mempunyai kontak
tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusia dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya
untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan transendensi) yang
menjadikan makhluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan
kesadaran manusia bersifat historis. Manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan
disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. Manusia
menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan
Pemikirannya, 2002).
Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang melebihi
makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan keyakinan agama serta menganggap bahwa bumi tempat
manusia hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan
bahwa bumi tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang
mengitari matahari.
Manusia dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-
operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan transendensi) yang menjadikan makhluk berelasi dikarenakan
kapasitasnya untuk menyampaikan hubungan dengan dunia.
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya. Manusia secara individu tidak
pernah menciptakan dirinya, akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentuk jalan hidup setelah kelahirannya
dan eksistensinya dalam kehidipan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil
atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa asy’ari,
Filsafat Islam,. 1999).
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan
monoteisme, yang mencari unsur pokok yang menentukan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan
materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki pandangan yang
menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan yaitu materi dan rohani, nyakni
pandangan pluralisme yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya
mencerminkan unsur yang ada dalam macro kosmos atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada
kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralism yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang
membentuknya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya , akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak
dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan
dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya
dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Hakekat Manusia
3. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
3
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini didasarkan atas humanisme,
martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian
manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memaksa ketika berhadapan dengan
kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001). Bagi Iqbal ego adalah
bersifat bebas unifed dan immortal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat
tersebut adalah membantah tesis yang dikemukakan oleh Kant yang mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak
ditemukan dalam pengalaman konkrit namun secara logis harus dapat dijadikan postulat bagi kepentingan moral. Hal ini
dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan tidak kelanjutan
kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan
rasionalisme. Pantheisme memandang ego manusia sebagai non eksistensi dimana eksistensi sebenarnya adalah ego
absolut. Tetapi bagi Iqbal bahwa ego manusia adalah nyata, hal tersebut dikarenakan manusia berfikir dan manusia
bertindak membuktikan bahwa aku ada. Empirisme memandang ego sebagai poros pengalaman-pengalaman yang silih
berganti dan sekedar penanaman yang real adalah pengalaman. Benak manusia dalam pandangan ini adalah bagaikan
panggung teater bagai pengalaman yang silih berganti. Iqbal menolak empirisme orang yang tidak dapat menyangkal
tentang yang menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak rasionalisme ego yang diperoleh melalui penalaran dubium
methodicum (semuanya bisa diragukan kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mempertegas
keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat diketahui dengan menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego
pada dasarnya adalah berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang bertujuan yang bergerak
pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak
ditetapkan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal
Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)
Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur
membentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang berada dalam
perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual
manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan oleh amal,
karya dan perbuatannya, sedangkan pada tauhid hakekat manusia dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan
kesatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy’ari,
Filsafat Islam, 1999)
Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya.
Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat
tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan
didalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunia dan hubungannya dengan dunia
manusia bersifat unik. Status unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasitasnya dapat mengetahui,
mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran
atau tindakan otentik, dikarenakan kesadaran merupakan penjelasan eksistensi penjelasan manusia didunia. Orientasi
dunia yang terpusat oleh refleksi kritis serta kemampuan pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini
manusia sebagai suatu proses dan ia adalah makhluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu. Manusia memiliki
kemampuan dan harus bangkit dan terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti Murtiningsih,
Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004)
Manusia dalam konsep Al-Quran mengunakan kensep filosofis, seperti halnya dalam proses kejadian Adam
mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kudrat ruhaniah
dan atributnya, sebagaimana dilukiskan dalam kisah Adam dapat diredusir menjadi rumus;
Keberadaan Manusia
Manusia mampu mengetahui dirinya dengan kemampuan berpikir yang ada pada dirinya. Manusia
menghasilkan pertanyaan tentang segala sesuatu. Filsafat lahir karena berbagai pertanyaan yang diajukan oleh manusia.
Ketika Manusia mulai menanyakan keberadaan dirinya, filsafat manusia lahir dan mempertanyakan,“Siapakah Kamu
Manusia?” Manusia bisa memikirkan dirinya, tapi apakah tujuan pertanyaan yang diajukannya. Keberadaan dirinya
diantara yang lain yang membuat menusia perlu mendefinisikan keberadaan dirinya. Apabila pernyataan bahwa manusia
4. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
4
dapat mengatur dirinya untuk dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari hakikat diri
manusia. Hakikat diri manusia tidak akan muncul ketika tidak terdapat pembanding diluar dirinya. Sesuatu yang baik dan
buruk pada manusia menunjukkan dirinya ada dinilai diantara keberadaan yang lain. Watak manusia merupakan suatu
kumpulan corak-corak yang khas, atau rangkaian bentuk yang dinamis yang khas yang secara mutlak terdapat pada
manusia. Manusia berada dengan yang lain menciptakan kebudayaan. Suatu kebudayaan manusia tidak mungkin ada
tanpa bahasa. Bahasa melakukan nilai tentang keberdaan manusia berupa wujud yang dapat diterjemahkan melalui kata-
kata. Filsafat mengarahkan penyelidikannya terhadap segi yang mendalam dari makhluk hidup karena terdapat penilaian
dari yang lain sebagai pembanding. Pengetahuan dan pengalaman manusia, serta dunia yang secara wajar ada pada
setiap individu yang dimiliki oleh semua orang secara bersama-sama malakukan penilaian diantara individu manusia.
Menurut Adelbert Snijders, filsafat manusia adalah suatu refleksi atas pengalaman yang dilaksanakan dengan
rasional, kritis serta ilmiah, dan dengan maksud untuk memahami diri manusia dari segi yang paling asasi. Sedangkan
tujuan filsafat manusia adalah untuk memahami diri manusia dari segi yang paling dasar. Dengan demikian, Adelbert
Snijders, mengajak kepada manusia untuk mengetahui apa dan siapa sebenarnya manusi. Manusia adalah makhluk unik
yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini dikarenakan, manusia selain dibekali dengan nafsu juga dibekali dengan
akal pikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Watak Sifat Manusia
Filsafat manusia menduga bahwa suatu watak manusia suatu kumpulan atau corak-corak yang khas, atau
rangkaian bentuk yang dinamis yang khas yang secara mutlak terdapat pada manusia. Kategori manusia secara
fundamental dari semua kebudayaan memiliki kesamaan. Suatu kebudayaan manusia tidak mungkin ada tanpa bahasa.
Semua kebudayaan diatur untuk dapat menyelamatkan solidaritas kelompok yang dengan cara memenuhi tuntutan yang
di ajukan oleh semua orang, yaitu dengan mengadakan cara hidup teratur yang memungkinkan pelaksanaan kebutuhan
vital mereka.
Filsafat Manusia
Fisafat manusia atau antropologi filsafat adalah bagian integral dari sistem filsafat, yang secara spesifik
menyoroti hakikat atau esensi manusia. Secara ontologisme filsafat manusia sangat penting karena mempersoalkan
secara spesifik persoalan asasi mengenai esensi manusia.
Filsafat manusia sebagaimana juga ilmu-ilmu tentang manusia mengkaji secara material gejala-gejala manusia,
yaitu menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekpresi manusia. Ini berarti bahwa gejala
atau ekspresi manusia, baik merupakan objek kajian untuk filsafat manusia maupun untuk ilmu-ilmu tentang manusia.
Setiap cabang ilmu-ilmu tentang manusia mendasarkan penyelidikannya pada gejala-gejala empiris, yang
bersifat objektif dan bisa diukur dan gejala itu kemudian diselidiki dengan menggunakan metode yang bersifat
observasional dan atau eksperimental. Sebaliknya filsafat manusia tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau
jenis gejala apapun tentang manusia sejauh bisa dipikirkan dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional, bisa
menjadi bahan kajian filsafat manusia.
Aspek-aspek, dimensi-dimensi atau nilai-nilai yang bersifat metafisis, spritual dan universal dari manusia yang
tidak bisa diobservasi dan diukur melalui metode-metode keilmuan, bisa menjadi bahan kajian terpenting bagi filsafat
manusia. Aspek itu suatu hal yang hendak dipikirkan, dipahami dan diungkap maknanya oleh filsafat manusia.
Filsafat manusia tidak mungkin hanya menggunakan metode yang bersifat obsrervasional dan eksperimental
karena luas cakupannya. Observasi dan eksperimentasi hanya mungkin dilakukan, kalau gejalanya bisa diamati (empiris),
bisa diukur (misalnya dengan menggunakan metode statistik) dan bisa dimanupulasi (misalnya di dalam eksperimen-
eksperimen di laboratorium). Sedangkan aspek dan dimensi metafisis, spritual dan universal hanya bisa diselidiki dengan
menggunakan metode yang lebih spesifik, misalnya melalui sintesis dan refleksi.
Sintesis dan refleksi bisa dilakukan sejauh gejalanya bisa dipikirkan. Dan karena apa yang bisa dipikirkan jauh
lebih luas daripada apa yang bisa diamati secara empiris, maka pengetahuan atau informasi tentang gejala manusia di
dalam filsafat manusia, pada akhirnya, jauh lebih ekstensif (menyeluruh) dan intensif (mendalam) daripada informasi atau
teori yang didapatkan oleh ilmu-ilmu tentang manusia.
5. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
5
Filsafat Manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau
ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies). Adapun secara
spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adalah upaya
untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu.
Filsafat manusia suatu cara atau metode pemikiran yang bertanya tentang sifat dasar dan hakekat dari berbagai
kenyataan yang tampil dimuka kita. Filsafat mencoba menerangi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: apa arti hidup
dan kegiatan, kebebasan dan cita? Apakah yang dikatakan kalau bicara tentang dunia, alam semesta, manusia dan
Allah? Filsafat manusia adalah bagian filsafat yang mengupas apa arti manusia sendiri. Filsafat manusia disebut juga
antropologi filosofis yang mempelajari manusia sepenuhnya, roh serta badannya, jiwa serta dagingnya. Apakah alasan
mempelajari filsafat manusia.
manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan dan kewajiban untuk menyelidiki arti yang dalam dari ”yang
ada” . ”kenalilah dirimu sendiri”. Ia mengerti dirinya secara mendalam sebelum mengatur sikapnya dalam hidup ini. Ia
harus memiliki pandangan yang cukup tentang apa hakikat kodrat manusia itu. Apa sebenarnya manusia itu, apa yang
menjadi khas dari sifat manusiawi, apa yang menjadikan manusia itu berkedudukan di atas makhluk-makhluk lain dan apa
yang merupakan martabatnya.
Filsafat Manusia dan Ilmu-Ilmu lain
Ilmu-ilmu pengetahuan tentang manusia, miring dengan ilmu tentang alam, berusaha menemukan hukum-
hukum perbuatan manusia, sejauh perbuatan itu dapat dipelajari secara inderawi atau dapat dijadikan objek introspeksi.
Filsafat mengarah kepada penyelidikan terhadap segi yang lebih mendalam dari manusia.
Kesenian, kesusasteraan dan sinema mempergunakan bahasa yang lebih konkret daripada ilmu-ilmu
pengetahuan dan filsafat. Sejarah mengisahkan kepada kita bagaimana orang-orang zaman dahulu hidup. Teologi
mengajarkan kita banyak tentang manusia, sejarahnya, tujuannya karena ia bertugas untuk meneruskan dan memperjelas
apa yang Tuhan sabdakan tentang Diri-Nya sendiri dan tentang asal dan tujuan akhir manusia.
Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional dan atau eksperimental, tetapi
menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan
secara rasional.
Metodenya: (1) Sintesis, yakni mensintesakan pengetahuan dan pengalaman kedalam satu visi yang
menyeluruh tentang manusia; (2) Refleksi, yakni mempertanyakan esensi sesuatu hal yang tengah direnungkan sekaligus
menjadikannya landasan bagi proses untuk memahami diri sendiri (self understanding).
Cirinya: (1) Ekstensif, yakni mencakup segala aspek dan ekspresi manusia, lepas dari kontekstualitas ruang
dan waktu. Jadi merupakan gambaran menyeluruh (universal) tidak fragmentaris tentang realitas manusia; (2) Intensif,
yakni bersifat mendasar dengan mencari inti, esensi atau akar yang melandasi suatu kenyataan; dan (3) Kritis, atau tidak
puas pada pengetahuan yang sempit, dangkal dan simplistis tentang manusia. Orientasi telaahnya tidak berhenti pada
“kenyataan sebagaimana adanya” (das Sein) tetapi juga berpretensi untuk mempertimbangkan “kenyataan yang
seharusnya atau yang ideal (das Sollen).
Manfaatnya, secara: (1) Praktis, mengetahui tentang apa atau siapa manusia dalam keutuhannya, serta
mengetahui tentang apa dan siapa diri kita ini dalam pemahaman tentang manusia tersebut; dan (2) secara Teoritis, untuk
meninjau secara kritis beragam asumsi-asumsi yang berada di balik teori-teori dalam ilmu-ilmu tentang manusia.
Jadi, objek formal filsafat itu adalah inti manusia, strukturnya yang fundamental. Ia hanya diketahui melalui
usaha daya pikir saja. Manusia yang dimaksud adalah struktur metafisiknya, yaitu semua yang terbentuk dari badan dan
jiwa.
Diharapkan dengan mempelajari filsafat manusia, seseorang akan menyadari dan memahami tentang
kompleksitas manusia yang takkan pernah ada habisnya untuk senantiasa dipertanyakan tentang makna dan hakikatnya.
Sejauh “misteri” dan “ambiguitas” manusia ini disadari dan dipahami, seseorang akan menghindari sikap sempit dan tinggi
hati.
6. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
6
Soal / Tugas
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Apakah arti Manusia secara filsafat
2. Apakah arti filsafat manusia yang batasan kajiannya?
3. Apakah perbedaan filsafat manusia dengan ilmu-ilmu yang mengkaji tentang manusia?
4. Jelaskanlah tentang hakekat manusia ?
5. Apakah watak dan keberadaan manusia ?
Daftar Pustaka:
1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya.
2. Franz Magnis Suseno. 2009. Menjadi Manusia. Jokyakarta. Kanisius.
3. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah
4. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius.
5. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius.
7. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
7
MODUL 2
METODE DAN KEDUDUKAN
FILSAFAT MANUSIA
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis metode dan kedudukan filsafat manusia.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis metode dan kedudukan
filsafat manusia yang meliputi sebagai berikut:
• Filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia
• Ciri-ciri filsafat manusia
• Mengenal manusia melalui filsafat
Materi Pembahasan
Filsafat Manusia dan Ilmu Tentang Manusia
Perbedaan antara filsafat manusia dengan ilmu-ilmu tentang manusia. Ilmu tentang manusia tidak mampu
menjawab pertanyaan–pertanyaan mendasar tentang manusia, seperti: Apakah esensi atau hakikat manusia itu bersifat
material atau spiritual? Siapakah sesungguhnya manusia itu dan bagaimana kedudukannya di dalam alam semesta raya
yang maha luas ini? Apakah arti, nilai atau makna hidup manusia itu? Apakah ada kebenaran pada manusia? Kalau ada,
sampai sejauh mana pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh manusia itu? Apakah sebenarnya yang menjadi tujuan
asasi dari hidup manusia itu? Apakah yang sebenarmya dilakukan manusia di dalam dunia yang serba tidak menentu ini?
Bagaimana sebaiknya manusia bersikap dan berperilaku, sehingga bukan saja tidak merugikan diri sendiri tetapi juga
tidak merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya? Dan masih banyak lagi pertanyaan mendasar lainnya.
Metode Filsafat
Filsafat bersifat interogatif. Ia mengajukan persoalan-persoalan dan mempertanyakan apa yang tampak sebagai
sudah jelas. Ilmu pengetahuan mengemukakan pertanyaan. Filosuf memberikan pertanyaan ke jantung hal-hal atau
sampai ke akar persoalan. Metodenya bersifat diagonal atau menurut ungkapan dialektik. Plato melalui diskusi antara
guru dan murid kemudian dikemukaan persoalan yang setapak demi setapak demi mencapai pemecahan. Dialektik
merupakan hasil pengumpulan, penjumlahan, dan penilaian kritik dari semua opini yang didapatkan dari sesuatu masalah
yang telah dikemukaan. Aristoteles selalu memulai dulu dengan mengemukaan apa yang telah dia katakan tentang
masalah oleh para pendahulunya. Pada Hegel, dialektik menjadi cara yang mulai dengan memperlawankan dua ide yang
saling bertentangan lalu mendamaikan mereka dengan unsur ketiga yang mengandung kedua ide itu dan merupakan
sintesis daripadanya. Metode filosuf pada aliran Descartes disebut aliran filsafat bersifat refleksif. Sang filosuf hendaknya
penuh perhatian terhadap gejala-gejala terutama dalam arti luas. Mulai dari Husserl di Jerman, metode filsafat
diklasifikasikan fenomologis. Filsafat ingin menjelaskan gejala-gejala secara objektif mungkin menurut bagaimana gejala
itu menampilkan diri terhadap kesadaran.
Keterbatasan metode observasi dan eksperimentasi tidak memungkinkan ilmu-ilmu tentang manusia untuk
melihat gejala manusia secara utuh dan menyeluruh. Hanya aspek dan bagian tertentu manusia yang bisa disentuh oleh
ilmu-ilmu tersebut. Psikologi sebagai suatu ilmu, misalnya lebih menekankan pada aspek psikis dan fisiologis manusia
sebagai suatu organisme dan tidak bersentuhan dengan pengalaman-pengalaman subjektif, spritual dan eksistensional.
Antropologi dan sosiologi lebih memfokuskan pada gejala budaya dan pranata sosial manusia dan tidak bersentuhan
dengan pengalaman dan gejala individual. Bahkan dalam suatu cabang ilmu itu sendiri bisa terjadi spesialisasi-
spesialisasi dalam menelaah sub-sub aspek gejala manusia.
8. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
8
Banyak aspek positif yang bisa dipetik dari hasil penelitian ilmu tentang manusia, baik secara praktis maupuan
secara teoritis. Berbeda dengan ilmu-ilmu tentang manusia, Filsafat manusia yang menggunakan metode sintesis dan
reflektif itu mempunyai ciri-ciri ekstensif, intensif dan kritis. Penggunaan metode sintesis dalam filsafat manusia yang
mensistensiskan pengalaman dan pengetahuan kedalam satu visi. Penggunaan metode refleksi dalam filsafat manusia
tampak dari pemikiran filsafat dasar yang menunjukan dua hal, yaitu :
1. pertanyaan tentang esensi suatu hal, misalnya apakah esensi keindahan itu, apakah esensi kebenaran itu, apakah
esensi manusia itu dst.
2. pada proses pemahaman diri (self-understanding) berdasarkan pada totalitas gejala dan kejadian manusia yang
sedang direnungkannya.
Dengan demikian ada kemungkinan dalam filsafat manusia terdapat keterlibatan pribadi dan pengalaman
subjektif dari beberapa filosuf tertentu pada setiap apa yang dipikirkannya dan bersikap objektif. Tugas seorang ilmuan
adalah mengamati, mengukur (dengan statistik), menjelaskan dan memprediksikan dalam bentuk bahasa ilmiah,
ditambah dengan angka-angka, tabel-tabel atau grafik-grafik. Kemungkinan untuk terlibat atau tidak netral, relatif sangat
kecil karena nilai-nilai yang sifatnya subjektif dan manusiawi tidak dapat dirumuskan secara statistik dalam bentuk angka
atau grafik.
Ada suatu yang khusus dari filsafat manusia yang tidak dapat di dalam ilmu-ilmu tentang manusia. Kalau ilmu
adalah netral dan bebas nilai, ilmu berkenaan dengan das sain (kenyataan sebagaimana adanya). Nilai dari manapun
asalnya dan apapun bentuknya, diupayakan untuk tidak dilibatkan dalam kegiatan keilmuan. Nilai dipandang sebagai
suatu yang "subjektif" dan "tidak bisa diukur", sehingga keberadaannya dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Sebaliknya, dalam filsafat manusia, bukan hanya das Sein yang dipertimbangkan, tapi juga das Sollen
(kenyataan yang seharusnya). Ini berarti bahwa nilai selain dipandang subjektif tapi juga ide, mewarnai kegiatan filsafat
manusia. Nilai-nilai, apakah itu nilai personal, sosial, moral, religius ataupun kemanusiaan, bukan barang haram atau
terlarang di dalam filsafat manusia. Itulah sebabnya kita tidak perlu heran kalau Karl Marx menganjurkan kepada para
filosul bahwa tugas mereka sekarang bukan lagi menerangkan dunia (das sein), tetapi mengubah dunia (das sollen). Kita
tidak perlu heran kalau Nietzsche mengajak kita untuk mendobrak kebudayaan yang lembek, mapan, bodoh dan cepat
puas diri (berasal dari moral budak), dan menggantinya dengan kebudayaan yang adikuasa, megah, kompetitif, perkasa,
hebat dan berani (berasal dari moral Tuhan)
Menurut aliran Descartes, banyak orang beranggapan bahwa metode filsafat harus bersifat terutama reflektif,
artinya sang filsul hendaknya penuh perhatian terhadap fenomena-fenomena, khususnya kehidupan psikologis, sebab
tidak hanya mepertimbangkan fenomena-fenomena tetapi ia juga mengerti kodrat dasar-dasar yang mungkin tanpak dari
fenomena itu.
Husserl, mengklasifikasikan metode filsafat fenomenologis, yang ingin menjelaskan secara objektif
menampilkan diri terhadap kesadaran. Disamping itu metode filsafat juga dikatakan induktif, abstraktif dan eidetik. Disebut
induktif karena ia menyimpulkan dari suatu fenomena atau beberapa fenomena struktur yang dasariah. Disebut abstraktif
karena dalam suatu fenomena atau beberapa fenomena ia membedakan apa yang esensial dari apa yang tidak esensial.
Disebut eidetik sejauh hasil dari pemahaman itu adalah persis kodrat atau bentuk fenomena itu (eidos).
Ciri-ciri Filsafat Manusia
Ciri filsafat manusia adalah ekstensif, intensif dan kritis. Ciri ekstensif dapat disaksikan dari luasnya
jangkauan atau menyeluruhnya objek kajian, gambaran menyeluruh atau sinopsis tentang realitas manusia. Filsafat
manusia mencakup segenap aspek dan eksistensi manusia serta lepas dari kontektualitas ruang dan waktu (universal),
maka ia tidak mungkin bisa mendeskripsikan semuanya itu secara rinci dan detail. Tidak mungkin, misalnya filsafat
manusia mengurai sampai sekecil-kecilnya perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain, antara
kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain. Filsafat manusia hanya menggambarkan realitas
manusia secara garis besarnya saja, ia cukup puas dengan gambaran umum tentang manusia dan gambaran
menyeluruh tentang dimensi-dimensi tertentu dari manusia. Dalam filsafat manusia terdapat dua aliran, yaitu aliran
materialisme dan spiritualisme.
9. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
9
Materialisme adalah secara tegas menyatakan bahwa manusia pada asasnya adalah materi sehingga kita
dapat menjelaskan setiap gejala dan pengalaman manusia berdasarkan hukum-hukum alam, mekanika, kimia, biologi
dan lain-lain sebaiknya, filsafat spiritualisme mengajarkan bahwa hakikat manusia berdasarkan jiwa dan roh dan tidak
bisa diukur dengan mengacu kepada hukum alam, hanya melalui interpretasi-interpretasi yang murni kualitatif dan
introspektif untuk memahami gejala dan esensi manusia secara benar.
Dalam perkembangan filsafat manusia mengalami perubahan sehingga menerima aliran baru filsafat
eksistensialisme dan vitalisme Henry Bergson, yang juga memasukan aspek manusia sebagai makhluk sosial,
makhluk biologis dan makhluk budaya yang mendasari keberadaan alam semesta dan manusia.
Ciri kedua filsafat manusia adalah Intensif (mendasar) yaitu mencari inti, hakikat, akar, struktur dasar yang
melandasi kenyataan manusia. Sebagaimana pendapat Leenhouwers " walaupun ilmu pengetahuan mencari
pengertian dengan menerobos realitas sendiri, pengertian itu hanya dicari di tataran empiris dan eksperimental. Ilmu
pengetahuan membatasi kegiatannya hanya pada fenomena-fenomena langsung atau tidak langsung yang dialami oleh
pancaindera, ia tidak memberi jawaban perihal kausalitas yang paling dalam.
Ciri kritis dari filsafat manusia berhubungan dengan dua metode yang dipakai (sintesa dan refleksi) dan dua
ciri yang terdapat dari hasil filsafat (ekstensif dan intensif). Karena itu tujuan filsafat manusia adalah untuk memahami
diri manusia sendiri (pemahaman diri), maka hal apa saja (apakah berupa ilmu pengatahuan, kebudayaan dan ideologi)
tak luput dari kritik filsafat. Filsafat manusia akan berusaha membongkar kekuatan-kekuatan yang ada di balik
kecenderungan tersebut. Ia sangat peka pada masalah-masalah yang berkenaan dengan (pemahaman diri) manusia.
Ciri khas filsafat manusia seringkali menimbulkan kesan, bahwa para filosuf yang membahas hakikat
manusia adalah "tukang kecam" yang gemar menentang ilmu pengetahuan. Ilmu, dimata filsafat merupakan
pengetahuan yang dangkal dan keliru, namun tidak sepenuhnya benar karena filsafat manusia menempatkan informasi
ilmiah sebagai titik tolak pemikirannya.
Filsafat manusia menyoroti gejala dan kejadian manusia secara sintesis dan reflektif dan memiliki ekstensif,
intensif dan kritis. Kalau betul demikian, maka dengan mempelajari filsafat manusia berarti kita dibawa ke dalam suatu
panorama pengetahuan yang sangat luas, dalam dan kritis yang menggambarkan esensi manusia. Panorama
pengetahuan seperti itu paling tidak mempunyai manfaat ganda yakni manfaat praktis dan teoritis.
Secara praktis filsafat manusia bukan saja berguna untuk mengetahui apa dan siapa manusia secara
menyeluruh, melainkan juga untuk mengetahui siapakah sesungguhnya diri kita di dalam pemahaman tentang manusia
yang menyeluruh itu. Pemahaman yang demikian pada gilirannya akan memudahkan kita dalam mengambil
keputusan-keputusan praktis atau dalam menjalankan berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
Dalam mengambil makna dan arti dari setiap peristiwa yang setiap saat kita jalani, dalam menentukan arah
dan tujuan hidup kita yang selalu saja tidak gampang untuk kita tentukan secara pasti. Sedangkan secara teoritis
filsafat manusia mampu memberikan kepada kita pemahaman yang esensial tentang manusia, sehingga pada
gilirannya kita bisa meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di dalam
ilmu – ilmu tentang manusia.
Kedudukan Manusia dan Humanisme
Humanis akan lebih mudah dipahami kalau kita meninjaunya dari dua sisi; sisi historis dan sisi aliran filsafat.
Humanisme dari sisi historis berari suatu gerakan intelektual dan kesusasteraan yang pertama kali muncul di Italia pada
abad ke-14. Gerakan ini sebagai motor pengerak kebudayaan modern, khususnya kebudayaan Eropa, seperti tokohnya
Dante, Petrarca, Boccaceu dll.
Dari sisi kedua humanisme berarti paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia
sehingga manusia sentral dan penting. Manusia dipandang sebagai ukuran dari penilaian dan referensi utama dari
setiap kejadian.
Humanisme sebagai suatu gerakan intelektual dan kesusasteraan merupakan aspek dasar gerakan
renaissance (abad ke-14-ke-16) untuk membangun manusia dari tidur panjang abad pertengahan yang dikuasai oleh
dogma-dogma gerejani. Pikiran manusia yang menyimpang dari dogma tersebut adalah pikiran sesat dan harus
dicegah dan dikendalikan. Oleh sebab itulah gerakan humanisme muncul yang bertujuan melepaskan diri dari belenggu
gereja dan membebaskan akal budi dari kukungan yang mengikat. Melalui pendidikan liberal mereka mengajarkan
10. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
10
bahwa manusia pada prinsipnya adalah makhluk bebas dan berkuasa penuh atas eksistensinya sendiri dan masa
depannya. Maka dalam batas-batas tertentu kekuatan-kekuatan dari luar yang membelenggu kebebasan manusia
harus dipatahkan.
Humanisme menempatkan pendidikan liberal yang ditandai dengan kehidupan demokratis (pada abad
pertengahan dianggap kaum kafir). Kendati kebebasan menjadi tema penting humanisme tapi bukan kebebasan
absolut melainkan kebebasan sebagai antitesis dari determinisme abad pertengahan, kebebasan yang berkarakter
manusiawi dalam batas-batas alam, sejarah dan masyarakat. Konsep kebebasan aliran naturalisme. Kendati mereka
menentang kekuatan gereja tidak berarti mereka anti agama, semangat menjunjung nilai, martabat dan kebebasan
manusia disertai dengan kesadaran bahwa mereka tidak mungkin bisa menolak keluhuran dan kekuasaan Tuhan.
Yang terbaik untuk menjelaskan gejala alam bukan dengan mengacu kepada ajaran gereja, melainkan pada
eksperimentasi dan perhitungan-perhitungan matematis. Manusia ditinjau dari aspek naturallistik (tubuh) yaitu makhluk
alamiah (fisis) yang dikuraniai pancaindera sehingga mampu mengadakan observasi empiris. Ditinjau dari aspek
rohaniah manusia mempunyai akal budi sehingga sanggup mengadakan perhitungan matematis.
Humanisme adalah aliran filsafat yang hendak menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia. Realitas,
manusia adalah hak milik manusia sehingga setiap kejadian, gejala dan penilaian apapun harus selalui dikaitkan
dengan keberadaan, kepentingan dan kebutuhan manusia. Manusia adalah pusat realitas sehingga segala sesuatu
yang terdapat di dalam realitas harus dikembalikan kepada manusia. Jika humanisme diartikan sebagai aliran filsafat,
maka marxisme, pragmatisme dan eksistensialisme dapat dikatgorikan dalam humanisme.
Sesungguhnya gejala dan kejadian manusia adalah kaya akan ketidak terbatasan. Berkembangnya ilmu-ilmu
tentang manusia yang diikuti oleh munculnya spesialisasinya menjadi bukti dari "kekayaan" manusia yang tidak terbatas.
Kritik Scheler, sangat relevan sampai sekarang. Pemahaman tentang manusia memang tidak akan pernah tuntas.
Manusia seperti yang diungkapkan oleh filosuf modern Prancis, Merleau Ponty, adalah makhluk "ambigu", yaitu makhluk
yang bermakna ganda. Setiap kali kita mengungkap satu aspek atau dimensi dari gejala manusia, setiap kali pula kita
luput melihat aspek-aspek lain dari gejala itu. Setiap kali kita berhasil menjawab sebuah pertanyaan tentang dimensi
manusia, setiap kali itu pula muncul pertanyaan-pertanyaan baru tentang dimensi lain yang juga menuntut segera kita cari
jawabannya.
Mengenal Manusia Melalui Filsafat
Filsafat ialah tertib atau metode pemikiran yang berupa pertanyaan kepada diri sendiri tentang sifat dasar dan
hakikat berbagai kenyataan yang tampil dimuka. Filsafat manusia merupakan bagian dari filsafat yang mengupas apa
artinya manusia. Filsafat manusia mempelajari manusia sepenuhnya, sukma serta jiwanya.
Filsafat manusia perlu dipelajari karena manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan hak istimewa
dari sampai batas tertentu memiliki tugas menyelidiki hal-hal secara mendalam. Manusia dapat mengatur dirinya untuk
dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari hakikat diri manusia.
Kesulitan Bagi Suatu Filsafat
Manusia Filsafat berpretensi mengatakan apa yang paling penting bagi manusia. Para filosuf mangatakan dan
menimbulkan berbagai pendapat. Bagi Platon dan Platin misalnya, manusia adalah suatu makhluk ilahi. Bagi Epicura dan
Lekritius sebaliknya manusia yang berumur pendek lahir karena kebetulan dan tidak berisi apa-apa. Descartes
mengambarkan manusia sebagai terbetuk dari campuran antara dua macam bahan yang terpisah, badan dan jiwa.
Perlunya dan Kemungkinan Filsafat Manusia, Filsafat mengajukan pertanyaan dan mengupasnya. Filsafat
bertanya pada diri sejak ribuan tahun apakah manusia itu, dan darimana datangnya manusia, tempat apakah yang
didudukinya dalam alam semesta yang luas, darimana manusia datang dan untuk apakah ia ditakdirkan.
Watak Sifat Manusia, Obyek Filsafat Manusia
Filsafat manusia menduga bahwa suatu watak manusia suatu kumpulan corak-corak yang khas, atau rangkaian
bentuk yang dinamis yang khas yang secara mutlak terdapat pada manusia. Kategori manusia secara fundamental dari
semua kebudayaan memiliki kesamaan. Suatu kebudayaan manusia tidak mungkin ada tanpa bahasa. Semua
kebudayaan diatur untuk dapat menyelamatkan solidaritas kelompok yang dengan cara memenuhi tuntutan yang diajukan
11. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
11
oleh semua orang, yaitu dengan mengadakan cara hidup teratur yang memungkinkan pelaksanaan kebutuhan vital
mereka.
Perbedaan Filsafat Manusia dengan Ilmu-Ilmu yang Bersangkut-paut Dengannya
Ilmu yang mengemukakan kesimpulan-kesimpulan dengan bahasa matematika, yang menunjukkan bahwa
mereka dalam objeknya mencapai secara langsung hanya apa yang dapat diukur dan dapat dihitung jumlahnya. Filsafat
mengarahkan penyelidikannya terhadap segi yang mendalam dari makhluk hidup. Filsafat bertanya apakah yang paling
mendasar memberi corak yang khas pada manusia, apakah yang menyebabkan ia bertindak sebagaimana yang ia
lakukan .
Titik Tolak dan Objek yang Tepat pada Filsafat Manusia
Fisafat selalu tergantung dari konteks kebudayaan dimana dia berkembang, namun dia tetap merupakan
sesuatu yang sama sekali berlainan dengan jumlah atau perpaduan segala pengetahuan dari suatu zaman. Filsafat tidak
dituntut untuk mempergunakan kesimpulan-kesimpulan sebagai titik tolak yang wajib bagi pemikirannya. Maka
seharusnya bertolak dari pengetahuan dan pengalaman manusia, serta dunia yang secara wajar ada pada setiap individu
yang dimiliki oleh semua orang secara bersama-sama.
Soal / Tugas
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Apakah metode filsafat manusia yang digunakan! Jelaskan
2. Apakah kedudukan manusia dan humanisme?
3. Apakah perbedaan filsafat manusia dengan ilmu-ilmu yang mengkaji tentang manusia?
4. Jelaskanlah ciri-ciri filsafat manusia tersebut?
5. Apakah paham humanisme itu
Daftar Pustaka:
1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya.
2. Franz Magnis Suseno. 2009. Menjadi Manusia (Aristoteles). Jokyakarta. Kanisius.
3. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah
4. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius.
5. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius.
12. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
12
MODUL 3
TUJUAN MANUSIA
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis tujuan manusia secara filsafat.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis tujuan manusia secara
filsafat yang meliputi sebagai berikut:
• Hakikat tujuan manusia
• Mencari nikmat sebanyak-banyaknya
Materi Pembahasan
Tujuan Manusia
Apabila manusia melakukan sesuatu, ia selalu melakukannya karena ada tujuannya, sebuah nilai. Apabila
manusia mau mengatur kehidupannya secara nalar, maka pertanyaan kunci baginya adalah: Apakah tujuan manusia itu?
Setiap tindakan yang mengarah ke pencapaian tujuan itu masuk akal dan setiap tindapan yang tidak menunjang
tercapainya tujuan manusia tidak masuk akal. Inilah prinsip Filosul Aristoteles.
Hidup kita akan terarah apabila kita melakukan sedemikian rupa hingga kita mencapai tujuan kita. Kehidupan
modern ditentukan oleh agama, apa yang diperintahkan oleh agama dilaksanakan sedangkan yang dilarang dihentikan.
Sedangkan filosuf Aristoteles berpendapat bahwa dia tidak menolak ajaran agama, Namun Aritoteles memiliki
pertimbangan bahwa ia tidak berspekulasi, tidak berandai-andai dan tidak mengandaikan ajaran apapun termasuk agama.
Menurut Aristoteles, manusia sebagai makhluk berpikir dapat mengetahui bagaimana dia seharusnya hidup,
melalui pendekatan analitis dan langkah-langkah logis. Dia bertolak dari sebuah fakta: Apapun yang dilakukan manusia
selalu dilakukan demi tujuan. Kita melakukan sesuatu dengan satu maksud. Kita makan untuk menghilangkan rasa lapar,
kita nonton TV karena hiburan, kita nipu untuk dapat uang dll. Dapat juga manusia melakukan dua tujuan yang
kontradiksi, seperti kita merasa lapar, mau makan tapi puasa karena itu tidak makan.
Menurut Aristoteles tujuan manusia itu ada dua, yaitu:
1. Tujuan manusia sementara: tujuan ini hanyalah sarana untuk lebih lanjut, seperti orang mengikuti kuliah untuk
lulus sarjana sedangkan tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan pekerjaan atau meningkatkan jabatan
kerja.
2. tujuan akhir manusia, adalah suatu tujuan apabila kita dapat mencapainya kita akan merasakan kepuasan.
Tujuan akhir mestinya sesuatu yang kalau tercapai tidak ada lagi yang masih diminati, selama belum tercapai,
manusia belum akan puas dan tetap masih mencari.
Apakah tujuan akhir itu? Menurut Aristoteles adalah "Kebahagiaan" kalau seseorang sudah bahagia tidak ada
yang masih diinginkan selebihnya. Sebaliknya ia belum bahagia apapun yang diperolehnya dia tidak akan merasa puas.
Disatu pihak, kebahagiaan selalu dicari demi dirinya sendiri dan bukan demi sesuatu yang lain. Dipihak lain kebahagiaan
mencukupi dirinya sendiri, kalau sudah bahagia tidak ada yang perlu ditambah.
Aristoteles seorang filosuf yang pertama mengkaji tentang tujuan manusia, yaitu "kebahagiaan", etikanya
disebut "eudemonisme", dalam bahasa Yunani "eudaimonia" = bahagia). Pertanyaan selanjutnya adalah Bagaimana
manusia harus hidup, jawabannya adalah manusia harus menata kehidupannya sedemikian rupa hingga ia menjadi
semakin bahagia. Aristoteles memberi tolak ukur yang jelas secara akal, aturan moralitas bukan sesuatu yang tidak dapat
dimengerti, sesuatu yang diharuskan diluar, melainkan sesuatu yang sangat masuk akal, yang perlu kita perhatikan agar
kita dapat mencapai apa yang menjadi tujuan terakhir kita, kebahagiaan. Kita hendaknya hidup secara bermoral karena
itulah jalan ke pada kebahagiaan. Tujuan moralitas adalah mengantar manusia ke tujuan akhirnya, kebahagiaan. Apakah
hidup yang kita jalani berhasil dapat diukur pada tingkat kebahagiaan yang kita capai di dalamnya. Berdasarkan pendapat
filosuf Aristoteles ada tiga hal yang harus kita perhatikan, yaitu:
13. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
13
Pertama, kebahagian sebagai tujuan manusia tidak perlu dipertentangkan dengan agama. Agama sendiri justru
menegaskan bahwa tujuan akhir itu menghasilkan kebahagiaan. Orang masuk sorga atau dekat dengan Tuhan adalah
orang yang mendapatkan kebahagiaan, khususnya agama Timur. Agama Budha misalnya mau menunjukkan jalan
mengurangi penderitaan. Lao-Tzu mengajarkan bahwa manusia harus mencapai dao-nya, jalannya dan implikasinya
adalah bahwa ia akan bahagia semakin ia menemukannya. Ki Suryamentaram memahami etikanya sebagai ngelmu
kebegdjan, sebagai ilmu yang menuju ke kebahagiaan.
Kedua, kalau kebagiaan merupakan tujuan akhir manusia, maka sekaligus menjadi jelas bahwa beberapa hal
yang umumnya dianggap menjadi tujuan tidak memadai. Aristoteles menyatakan dua tujuan akhir yang salah, yaitu;
"Uang dan Nama tersohor". Uang atau kekayaan hanyalah sarana untuk bisa bebas dari kekurangan dan lebih
menguasai hidupnya sendiri dan mudah memenuhi segala yang diinginkan. Kekayaan merupakan sarana bukan tujuan
pada dirinya sendiri. Kekayaan tidak menjamin kebahagiaan. Maka, orang yang mengarahkan seluruh hidupnya dengan
uang tidak mencapai tujuan. Ia justru tidak bahagia. Nama tersohor agak berbeda. Sepintas nama tersohor kelihatan
seperti tujuan pada dirinya sendiri, tetapi Aristoteles menegaskan bahwa mendapat nama tersohor merupakan sesuatu
dalam pandangan orang lain, bukan sesuatu pada diri orang yang bersangkutan. Orang bisa tersohor meskipun kurang
bermutu. Kalau dia tersohor karena bermutu dan prestasinya, maka mutu dan prestasi itu yang perlu diusahakan, buka
nama tersohor. Tersohor tergantung pada adanya ciri-ciri yang ada pada kita, maka tidak merupakan tujuan, yang
diusahakan adalah ciri-ciri yang dikagumi itu dan bukan agar kita tersohor.
Ketiga, perlu diperhatikan bahwa kebahagian tidak bisa langsung diusahakan. Kebahagian itu bukan sasaran
yang bisa langsung kita bidik. Kebahagiaan adalah suatu yang lebih bersifat "diberikan" daripada direbut. Hidup macam
apakah yang menghasilkan kebahagiaan? Apakah kebahagaan dapat dicapai dengan mengejar rasa nikmat dan
menghindari rasa sakit. Berikutnya kita akan lihat cara hidup yang mana yang oleh Aristoteles secara positif dianggap
menghasilkan kebahagiaan.
Manusia Mencari Nikmat Sebanyak-banyaknya : Persahabatan
Etika Aristoteles bukan yang bernada egois, yang tidak mengatakan kita hendaknya selalu berusaha untuk
menjadi bahagia. Kita sudah melihat bahwa kebahagiaan justru tidak dapat diusahakan secara langsung. Kebahagiaan
tercapai dengan mengambil cara hidup yang mengembangkan kerohanian dan keterlibatan sosial manusia. Bukan
dengan sikap egois, melainkan dengan komitmen pada komunitas, dengan bersedia bertanggung jawab atas kemajuan
masyarakat manusia akan menjadi bahagia.
Tak mungkin orang melibatkan diri dalam urusan masyarakat dan hanya memikirkan dampaknya pada dirinya
sendiri. Tentu ia harus meminati masyarakat dalam bahasa kita sekarang, ia harus seorang nasionalis dan seorang yang
sosial, yang mau memajukan masyarakatnya ke dalam dan ke luar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dialektis. Apabila
langsung diusahakan, kebahagiaan mengelak. Tetapi orang yang tampa pamrih melibatkan diri dalam memajukan atau
menyelamatkan sesama, dialah yang akan bahagia. Jadi etika kebahagiaan, "eudemonisme" Aristoteles , justru tidak
egosentris.
Aristoteles membedakan persahabatan pada tiga macam, yaitu persahabatan atas dasar saling
menguntungkan, atas dasar saling menikmati, dan atas dasar saling menyenangi dan mencintai. Dua bentuk pertama
belum melampaui egoisme. Apabila dua orang bersahabat karena persahabatan itu menguntungkan keduanya atau
karena masing-masing memperoleh nikmat daripadanya, persahabatan hanya merupakan sarana saja. Persahabatan
semacam ini bisanya tidak bertahan dan rawan pertengkaran dan perasaan tidak puas.
Persahabatan dari arti sebenarnya adalah persahabatan demi sahabat. Persahabatan karena dua sehabat
saling mencintai. Aristoteles menulis bahwa "rupa-rupanya keutamaan di antara pada sahabat adalah cinta”. Baru dalam
persahabatan atas dasar cinta manusia betul-betul membuka diri kepada orang lain dan justru di dalam keterbukaan itu
menjadi diri, manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia memerlukan orang lain, ia adalah makhluk sosial, berbeda dari ternak
yang bersama-sama berada direrumputan. Begitu dari sahabat harus disadari bahwa ia ada dan itu terdiri dalam hidup
bersama dan dalam kebersamaan dalam bicara dan berpikir. Sebagai makhluk yang secara hakiki sosial manusia
masing-masing hanya mencapai dirinya sendiri apabila ia tidak hanya berkisar pada dirinya sendiri, melainkan meminati
orang lain, hal mana juga dijelaskan mengapa berpolitik membawa manusia ke kebahagiaan. Dalam persahabatan orang
meminati orang lain demi dia sendiri dan bukan hanya sebagai sarana bagi nikmatnya sendiri.
14. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
14
Dalam cinta tumbuh persahabatan sejati, kita menjadi diri kita yang sebenarnya, mengembangkan diri bukan
dengan mengitari diri kita sendiri, dengan memikirkan kita sendiri dan dengan prihatin atas segala hal yang kita alami atau
yang lepas dari tangan kita, melainkan dengan mencintai. Mencintai orang lain memang amat penting bagi perkembangan
kita sendiri, tetapi cinta yang mengembangkan itu hanya nyata dan demikian hanya mengembangkan kita, apabila cinta
itu sungguh-sungguh. Aristoteles menegaskan bahwa persahabatan mendalam tidak mungkin dan tidak perlu dengan
banyak orang. Itulah perbedaan dengan kebaikan hati yang tidak perlu terbatas, namun merupakan sikap sepihak.
Kemampuan untuk mencintai bagi Aristoteles merupakan tanda bahwa orang memiliki keutamaan tinggi bahwa ia seorang
utama. Orang berbudi luhur tidak mencari untung atau nikmat dari persahabatan. Ia lebih bahagia memberikan kepada
sahabat daripada menerima darinya. Meskipun dalam situasi sulit ia tentu akan menerima bantuannya.
Persahabatan dan Cinta Diri
Apakah persahabatan harus dipertahankan apabila sahabat berubah. Apabila sahabat yang dahulunya berbudi
luhur menjadi orang bersemangat rendah dan buruk, persahabatan tidak mungkin dipertahankan. Begitu pula,
persahabatan waktu mereka masih anak-anak belum tentu bisa, lalu juga tidak perlu dipertahankan apabila mereka
menjadi dewasa. Karena mereka berubah dalam proses menjadi dewasa. Dari situ Aristoteles mempertanyakan "Cinta
Diri"
Dua macam cinta diri, Yang pertama adalah kalau orang menginginkan uang, kedudukan terhormat dan nikmat
jasmani bagi dirinya sendiri. Cinta diri semacam ini sudah pantas mendapat nama buruk. Kerana cinta seperti itu adalah
cinta orang buruk. Tetapi Aristoteles memperlihatkan bahwa orang yang bersikap demikian sebenarnya justru tidak
mencintai dirinya karena dengan mengejar tiga hal itu ia justru tidak beruntung, melainkan merugi. Orang itu "melayani
nafsu-nafsunya dan bagian jiwa yang tidak berakal". Orang yang berkeutamaan mencintai yang luhur dan indah dan ini
diarahkan oleh akal budi, tentu ia menginginkan yang luhur dan indah itu bagi dirinya sendiri dan itu baik
Persahabatan dan Ketaktergantungan
Persahabatan mengurangi independensi kita, ini berlaku bagi dewa bukan manusia kata Aristolteles. Manusia
tidak seluruhnya mandiri dan kerana itu kebahagian tidak diperoleh dengan berusaha untuk sama sekali mandiri, justru
orang berbuat baik membutuhkan orang lain. Manusia berarti bahwa mamahami hidupnya, yang perlu berkomunikasi
dengan orang lain. Manusia tidak mungkin bahagia sendirian, dia perlu sahabat.
Soal / Tugas
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Apakah tujuan manusia menurut Aristoteles?
2. Bagaimana pendapat Arsitoles bahwa kebahagian menjadi tujuan hidup manusia?
3. Apakah hubungan tujuan moralitas dengan kebahagiaan?
4. Apakah yang perlu diperhatikan untuk menca[ai tujuan kebahagiaan?
5. Kenapa kita harus mencari nikmat sebanayk-banyaknya sebagai tujuan manusia?
Daftar Pustaka:
1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya.
2. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah.
3. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius.
4. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius.
15. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
15
MODUL 4
FILSAFAT MANUSIA
DAN KEBIJAKSANAAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis hubungan filsafat manusia dan kebijaksanaan.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis hubungan filsafat
manusia dan kebijaksanaan yang meliputi sebagai berikut:
• Filsafat manusia dan politik
• Kebijakan dan rasionalitas
Materi Pembahasan
Filsafat dan Politik
Ada tiga cara hidup yang menjadi tujuan pada dirinya sendiri, yaitu: hidup yang mengejar nikmat, filsafat dan
politik. Nikmat sebagai tujuan hidup ditolak oleh Aristoteles maka tinggal hidup berfilsafat dan hidup berpolitik. Anggapan
ini kelihatan kurang masuk akal. Hanya segelintir di antara kita yang sempat berpolitik aktif dan lebih sedikit sekali yang
berfilsafat. Apakah itu berarti orang lain tidak bisa bahagia atau hidup mereka salah arah. Menurut Aristoteles pada saat
menulis buku Etika Nikomacheia, politik dalam arti yang dia maksud sudah merupakan sebuah nostalgia. Yang dimaksud
adalah berpolitik dalam polis, dalam negara kota Yunani, dimana orang masih dapat saling mengenal. Padahal, waktu
Aristoteles mengajar di Athena, seluruh Yunani hanya menjadi sebuah propinsi dalam kerajaan raksasa Iskandar Agung.
Jadi, Aristoteles memang tidak dapat diikuti secara harfiah. Tetapi itu tidak berarti bahwa keyakinan Aristoteles
bisa dilupakan. Sebaliknya, apabila kita berusaha mengerti apa yang sebenarnya dia maksud, kita akan melihat bahwa ia
tetap masih memberikan petunjuk amat berharga kepada kita di abad ke 21 ini.
Pengembangan Diri
Manusia tidak menjadi bahagia dengan malas-malas mau menikmati, melainkan dengan berbuat sesuatu.
Manusia menjadi bahagia melalui aktivitasnya, dengan menggerakkan diri untuk mencapai sesuatu dengan bertindak.
Kalau kita menggantikan kata ”bahagia” dengan ”bermakna”, maka menurut Aristoteles manusia akan mengalami hidup
bermakna dan itulah ini kebahagiaan yang dapat dicapai dalam hidup ini, bukan apabila ia pasif-pasif saja, apabila segala
apa telah tersedia baginya tinggal menikmati, melainkan dengan mengembangkan diri dan manusia mengembangkan diri
dalam tindakan. Namun, bagaimana manusia bertindak? Bukan dengan membatasi diri pada fungsi yang juga dimiliki
kambing, melainkan dengan bertindak sesuai dengan kekhasannya sebagai manusia.
Manusia menjadi bahagia dengan mengembangkan diri, dengan membuat nyata kemampuan dan bakatnya.
Misalnya apabila ia berbakat musik dan bila melalui latihan keras dan tertib, maka ia akan berhasil menjadi pemusik yang
unggul. Jadi, menurut Aristoteles, kita hendaknya hidup sedemikian rupa hingga kita mengembangkan diri.
Pengembangan diri sampai hari ini merupakan tujuan penting pendidikan yang bermutu. Mengembangkan diri berarti:
Dengan menghadapi tantangan yang membuat diri kita menjadi nyata dari sesuatu yang hanya mungkin kita menjadi
nyata. Identitas kita terbangun, kita menjadi orang, kita memperoleh profil yang khas. Barangkali itu berat, sekurang-
kurangnya sering tidak mudah, tetapi mengembangkan diri berhadapan dengan segala macam tantangan terasa amat
memuaskan dan penuh makna. Maka, Aristoteles menyarankan agar bahwa kita hendaknya senantiasa berusaha untuk
mengembangkan diri.
Manusia tidak berkembang dengan merancang kehidupannya sebagaimana kita merencana studi kita. Kita kan
belum mengetahui diri kita. Tentu, apabila kita merasa mempunyai bakat menjadi penyanyi, maka sebaiknya kita
mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan kemampuan menyanyi kita secara profesional. Tetapi kita tidak
hanya berkembang menurut rencana kita. Persoalannya hidup tidak dapat seluruhnya direncanakan dan apabila itu
16. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
16
dicoba, kita berada dalam bahaya menjadi sempit, karena fokus ekslusif pada sebuah rencana kita sendiri membatasi diri
pada suatu yang sudah kita pahami. Jadi tidak ada yang baru. Yang betul-betul mengembangkan kita adalah tantangan
yang kita hadapi. Tantangan itu tidak pernah dapat kita rencanakan atau kita pilih saja. Tantangan dapat muncul dalam
segala situasi. Berhadapan dengan tantangan itu kita teransang untuk mengambil sikap, dan sikap itulah yang
mengambangkan kita, yang membuat kita sadar akan kemampuan baru kita. Bukan dengan memandang pusarnya sediiri
manusia berkembang, melainkan dengan berani berhadapan dengan apa yang menantangnya, yang menuntut
keterlibatan, dimana kita harus membuktikan diri. Tantangan itu dapat muncul dalam hidup kita sebagai mahasiswa atau
sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga kita atau sebagai warga negara ataupun di tengah jalan. Orang tidak
menjadi pemimpin dengan membaca buku ”how to become e leader” melainkan dengan melakukan tugas-tugasnya
secara terbuka dan dengan berani menghadapi tantangan yang mau menggagalkannya. Lama kelamaan kemampuan
untuk memimpin akan berkembang dan menjadi nyata. Suatu tantangan merangsang kemampuan kita yang masih
tersembunyi, yang tentu lantas perlu kita kembangkan secara aktif. Yang penting hanya ini: Orang tidak berkembang
dengan memandang, merenungkan dan merefleksikan diri (meskipun kadang-kadang perlu) melainkan dengan melihat ke
luar dengan menjawab apa yang dalam situasi tertentu diharapkan dari kita.
Mengembangkan diri juga berarti menerima diri. Kita akan mengalami bahwa kita mempunyai keterbatasan.
Kita tentu akan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri, tetapi kita juga perlu menerima bahwa ada
kemungkinan kita dibatasi baik oleh situasi di luar diri kita, maupun oleh keterbatasan kita sendiri. Oleh sebab itu orang
diajari sikap menurut falsafat Jawa ”narima” adalah tanda watak yang kuat, ulet dan tidak cepat putus asa. Orang yang
tahu ”narima” tahu diri, tetapi akan berusaha ke depan begitu situasi mengizinkannya.
Manusia Berfilsafat
Mengapa Aristoteles berpendapat bahwa filsafat dan kehidupan politik merupakan kegiatan yang
membahagiakan manusia? Filsafat adalah kegiatan orang yang ber-theoria. Tetapi kita harus berhati-hati. Bagi
Aristoteles, seperti juga Plato, kata theoria bukanlah teori dalam arti modern, sebagai pandangan ”teoretis” tentang salah
satu masalah, seperti teori evolusi adalah pandangan tersusun tentang evolusi, melainkan bagi orang Yunani theoria
berati ”memandang”, merenungkan realitas yang abadi dan realitas yang tak berubah, realitas ilahi. Jadi, dalam theoria
manusia mengarahkan diri ke realitas yang abadi, realitas yang mengatasinya. Dengan ber-theoria manusia memperoleh
”sophia”, kebijaksanaan. Jadi manusia yang ber-theoria mencintai (philei) kebijaksanaan, karena itu ia adalah seorang
”phi-sophos” seorang pencita kebijaksanaan, seorang filosof, Jadi filsafat adalah kegiatan memandang penuh kagum hal
yang abadi-ilahi. Mengapa memandang yang abadi adalah khas bagi manusia? Karena manusia beda dari binatang,
memiliki logos, akal budi, yang terungkap dalam bahasa. Logos itu adalah unsur ilahi dalam manusia. Dalam bagian
terakhir bukunya Etika Nikomacheia, Aristoteles menjelaskan mengapa orang menjadi bahagia dalam filsafat. Filsafat
adalah tempat di mana manusia mengangkat rohnya di atas alam yang berubah, melampaui wilayah keniscayaan fisik.
Jadi mengatai keterbatasannya sebagai makhluk di waktu dan tempat tertentu. Orang yang berfilsafat, yang merenungkan
yang abadi tak berubah, amat bahagia karena ia membuat nyata unsur ilahi yang ada di dalamnya.
Bagi Aristoteles filsafat memenuhi fungsi yang sekarang kita berikan kepada agama, tetapi perlu diperhatikan
bahwa filsafat Timur tidak mengenal perpisahan tajam antara agama dan filsafat. Kesatuan itu memang pecah karena
munculnya agama monoteis, Yahudi, Kristen dan Islam di panggung dunia. Terhadap wahyu Allah, spekulasi filsosofis
manusia yang terpandaipun kalah. Maka, bagi manusia Barat (Yahudi dan Kristiani) dan dunia Islam, renungan filosofis
tentang yang ilahi tergeser oleh ketaatan yang mengarahkan seluruh hidup pada wahyu yang diberikan Allah kepada
manusia. Apalagi, monoteisme membuka perspekstif yang sama sekali baru dengan penegasan bahwa hidup tidak
selesai dengan kematian, melainkan masing-masing orang beda dari binatang, diciptakan untuk mencapai eksistensi yang
mantap dan definitif sesudah kematian, entah di surga atau di neraka.
Menurut Jurgen Habermas, munculnya agama monoteisme secara definitif memotong sebagian dari fungsi
filsafat. Orang tidak lagi lari ke filsafat untuk mencari makna hidupnya maupun penjelasan tentang tujuan manusia pada
umumnya. Ia merasa telah menemukannya dalam agama. Filsafat sudah sejak ratusan tahun menerima keterbatasannya
itu dan sekarang tidak lagi mengklaim bisa memberikan arahan dasar bagi manusia dalam mencari makna hidupnya.
Apakah itu berarti bahwa Aristoteles pada filsafat sudah usang? Sebetulnya filsafat menurutnya lebih daripada
renungan hal-hal ilahi. Filsafat adalah usaha roh manusia untuk memahami eksistensi, dunia dan untuk menjalani
17. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
17
kehidupannya tidak seperti kerbau, tanpa tahu dan peduli, melainkan dengan peduli, kritis, bermoral, cerdas. Manusia
hanya manusia apabila ia merefleksikan eksistensinya apabila ia mengadapi kuasa yang ada, baik kuasa politik maupun
kuasan agama, ideologi, ilmu pengetahuan dan lain-lain secara dewasa, rasional, kritis dalam perspektif penegakan
keadilan dan pemanusiaan kondisi masyarakat. Seluruh alam ilmu pengetahuan, lalu komunikasi tentang kehidupan
dalam semua dimensi (keluarga, kampung, negara dan dunia) seperti terjadi dalam media (pers, radio, TV dan internet)
merupakan dimensi khas manusia.
Sikap filosofis Aristoteles menuntut keterbukaan, keinginan untuk belajar terus dan tak pernah berhenti ingin tahu, sikap
kritis, sikap diskursif yang menguji gagasannya sendiri dalam diskursus dengan semua yang terlibat dan sikap rendah hati
karena seorang ”filosof” selalu akan tahun bahwa banyak sekali yang belum dipahaminya.
Politik
Dimensi kedua yang khas bagi manusia adalah politik. Disini pun dunia kita jauh berbeda dari dunia Arsitoteles.
Dia memikirkan ”polis”, negara-negara kota khas Yunani. Dalam polis setiap warga negara dapat ikut serta mengurus
masyarakat. Karena itu dalam polis kegiatan politik memang terbuka bagi segenap warga. Bagi laki-laki Yunani, terjun
dalam pengurusan polis menjadi puncak cita-citanya untuk menjadi seorang terhormat.
Mengapa Aristoteles menganggap kegiatan berpolis itu khas bagi manusia? Karena berpolitk merupakan
puncak kesosialan manusia dan kesosialan merupakan ciri yang khas bagi manusia. Manusia dan hanya manusia adalah
zoon politikon, makhluk sosial. Tuhan (theos) tidak sosial (karena Tuhan hanya satu dan mencukup diri), tetapi binatang
pun tidak sosial melainkan hanya hidup sesuai dengan insting dan dorongan indvidualnya masing- masing. Sosial bagi
Aristoteles berarti lebih daripada sekedar ada kerja sama, seperti halnya semut dan banyak jenis binatang lain. Hidup
secara sosial bagi Aristoteles berarti bekerja sama berdasarkan diskursus rasional bersama, pertimbangan dan debat, jadi
dalam kesadaran kritis. Dalam arti ini memang hanya manusialah yang sosial. Maka, untuk menjadi bahagia manusia
perlu membuat nyata hakekat sosialnya itu.
Politik bukan bidang di mana kita menyatakan sifat sosial kita, melainkan bidang yang justru abstrak. Hanya
segelintir warga masyarakat dapat berpolitik dalam arti yang sebenarnya. Kita yang kebanyakan, kecuali berpartisipasi
dalam beberapa tindakan demokratis dan mengikuti perkembangan politik dengan prihatin melalui media, hampir tidak
bisa dikatakan berpolitik. Tetapi, Aristoteles tidak boleh dimengerti dalam arti terlalu sempit. Yang mau dikatakannya
adalah: manusia adalah makhluk yang dapat menjalankan kehidupannya hanya dalam kebersamaan, dalam berpikir dan
berefleksi bersama, dalam perdebatan rasional dan dalam bertindak berdasarkan pertimbangan kritis bersama.
Kesepakatan kita sekarang bahwa suatu negara harus diatur secara demokratis masih tetap berdasarkan pertimbangan
itu. Karena kita semua secara kodrati terdorong untuk menyelesaikan masalah kita bersama-sama, maka tidak pantas
kalau warga negara kebanyakan hanya menjadi objek penentuan beberapa elit. Maka, yang sebenarnya dimaksud
Aristoteles adalah keterlibatan penuh manusia dalam urusan masyarakatnya, dalam dimensi-dimensi yang terbuka
baginya, tetapi tanpa mengesampingkan dimensi apapun mereka yang tidak langsung berpolitik tetap diharapkan
memperhatikan apa yang terjadi dalam masyarakat. Itu pun dengan penuh tanggung jawab.
Epikuros pernah mengajar bahwa orang untuk bisa bahagia harus menarik diri dari urusan publik dan
mengembangkan diri dalam lingkungan akrab teman sealiran. Berlawanan dengan privatisme itu, Aristoteles menegaskan
bahwa manusia karena hakekatnya yang sosial perlu melibatkan diri dalam urusan masyarakat bahwa ia harus berani
memikul tanggung jawab demi kemajuan masyarakat dan bahwa keterlibatan yang tentu tidak tanpa risiko itu justru
membahagiakan. Berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam semua dimensi kehidupan masyarakat tentu sesuai
dengan kemungkinan kita masing-masing yang sangat berbeda. Itu juga cita-cita demokrasi deliberatif yang dipaparkan
Habermas.
Ada dua dimensi hakiki kehidupan manusia, yaitu dimensi roh atau rasionalitas dan dimensi sosial. Dimensi
rasionalitas dikembangkan dengan menjalankan hidup kita dalam semua segi dengan sadar, reflektif, terbuka dan kritis.
Dimensi sosialitas kita kembangkan dengan ikut bertanggung jawab dalam urusan masyarakat.
Kebijaksanaan dan Rasionalitas
Dalam bahasa Yunani ”Kebijaksanaan” berasal dari kata ”sophia” dan ”phronesis”. Sophia yang artinya
kebijaksanaan dalam arti kemampuan manusia untuk memandang yang ilahi, yang abadi. Sedangkan ”phronesis” adalah
18. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
18
kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti kelakuan yang bijaksana, kemampuan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi secara bijaksana.
Sophia tumbuh dari perhatian pada idea-idea, kemampuan untuk memahami hakekat realitas dan tidak pada
lahiriah belaka, bagaimana tatanan yang seharusnya yang mampu melihat ide dan memimpin masyarakat yang
sebenarnya. Phronesis disebut juga kebijaksanaan praktis tidak terkait dengan sophia (kebijaksanaan akibat filsafat) dan
negara jangan dipimpin oleh para filsosof. Negara harus dipimpin oleh orang yang bijaksana dalam menjalankan urusan
antar manusia, khususnya urusan negara dan kebijaksanaan dalam kehidupan nyata, phronesis tidak ada kaitan dengan
sophia.
Phronesis, juga dibedakan dengan Episteme. Episteme adalah ketajaman pengetahuan ilmiah, mampu menghitung,
berkalkulasi, menarik kesimpulan logis. Maka Episteme membutuhkan sikap eksak ketepatan ilmu-ilmu alam, ketajaman
berpikir yang dibutuhkan dalam sains. Sedangkan phronesis adalah kebijaksanaan manusia dalam bertindak yang tidak
dapat dipastikan secara sains. Manusia bertindak menurut pertimbangannya dalam masalah baik dan buruk bagi
manusia, bukan menurut hukum alam.
Orang menjadi bijaksana karena belajar dari pengalaman dan kebiasaan dalam bertindak, Phronesis membuat
manusia menjadi pandai dan benar dalam membawa diri dan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Soal / Tugas
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Apakah gunanya berfilsafat menurut Aristoteles?
2. Apakah arti berpolitik menurut Aristoteles dan bagaimana dengan kondisi sekarang?
3. Apakah kebijaksanaan itu! Jelaskanlah menurut pendapat Aristoteles?
4. Bagaimana kedudukan rasionalitas dan fungsi manusia?
Daftar Pustaka:
1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya.
2. Franz Magnis-Suseno. 2009. Menjadi Manusia. Jokyakarta. Kanisius.
3. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah.
4. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius.
5. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius.
19. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
19
MODUL 5
ESENSI MANUSIA:
FILSUF ATHUR SCHOPENHAUR
(1788-1868)
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis esensi manusia menurut filsuh Athur Schopenhauer
(1788-1868)..
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis esensi manusia
menurut filsuh Athur Schopenhauer (1788-1868)..
yang meliputi sebagai berikut:
• Dunia sebagai kehendak
• Kebijaksanaan hidup
• Kebijaksanaan dari kematian dan tragedy wanita
• Evaluasi kritis terhadap pemikiran Schopenhauer
Materi Pembahasan
Dunia sebagai kehendak
Filsafat Schopenhauer adalah kejelasan dan kekonkretannya. Kita harus hidup terlebih dahulu, baru kemudian
berfilsafat (prium vivere, deinde philosophary). Dia mengomentasi filsafat Hegel yang mengabaikan kekuatan irrasional
(nonrasio atau nonintelek), yakni kehendak. Dimata, Hegel, katanya "hidup tidak membiarkan kita berkata sepatah pun
selain tentang kebaikan" (de vivis nil nisi bonum). Akan tetapi dia memuji semangat Hegel dalam mencari kebenaran.
Katanya "hidup teramat pendek, tapi kebenaran berlaku lama dan berumur panjang, oleh sebab itu, mari kita bicara
tentang kebenaran"
Schopenhauer pun menyerang materialisme. Ia tidak henti-hentinya bertanya, "bagaimana kita bisa
menjelaskan bahwa jiwa adalah materi, kalau kita mengetahui materi melalui jiwa, melalui diri kita sendiri? Dunia sebagai
kehendak dilihat sebagai berikut.
1. Kehendak Untuk Hidup
Hampir tanpa kecuali, semua filosuf sebelum Schopenhauer memandang kesadaran atau intelek atau rasio
sebagai hakikat jiwa. Manusia disebut hewan yang berakal, sebagai "animale rarionale". Schopenhauer mengkritik
anggapan tersebut. Kesadaran dan intelek pada dasarnya hanya merupakan permukaan jiwa kita. Seperti dulu banyak
orang tidak mengetahui hakikat bumi kecuali permukaanya, demikian pula filosuf sampai sekarang baru mengetahui
permukaan jiwa, yakni intelek atau kesadaran, tetapi tidak mengetahui hakikat jiwa yang sesungguhnya.
Dibawah intelek sesungguhnya terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup abadi,
suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Intelek kadang-kadang memang mengendalikan kehendak, tapi hanya sebagai
pembantu yang mengantar tuannya. "Kehendak adalah orang kuat yang buta mengendong orang lumpuh yang melek"
Orang yang berebut makanan, mengadakan hubungan seksual atau perbuatan anak-anak misalnya, mereka
tidak mengandalkan refleksi. Sumber dari perbuatan mereka adalah kehendak yang setengah sadar untuk hidup.
"Manusia kelihatannya saja ditarik dari depan, yang benarnya, mereka didorong dari belakang". Mereka mengira
dibimbing oleh apa yang mereka lihat: kenyataannya mereka didorong oleh apa yang mereka rasakan – yakni, oleh naluri-
naluri yang beradanya tidak mereka sadari. Intelek hanyalah "the minister of foreign affairs", alam menciptakan intelek
untuk melayani kehendak individu. Oleh sebab itu, intelek dirancang hanya untuk mengetahui hal-hal yang bersangkut-
paut dengan kehendak. Kehendak adalah satu-satunya unsur yang permanen dan tidak dapat berubah di dalam jiwa.
Kehendak merupakan pemersatu kesadaran, pemersatu ide-ide dan pemikiran-pemikiran serta mengikatnya dalam satu
kesatuan yang harmonis. Kehendak adalah pusat organ pikiran".
20. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
20
Karakter atau watak merupakan kontinuitas tujuan dan sikap dan ia terletak di dalam kehendak, bukan di dalam
intelek. Bahasa sehari-hari dengan tepat sekali menunjukkan pada "hati" dan bukannya pada "kepala" Kehendak baik
lebih mendalam dan lebih dapat dipercaya daripada "pikiran yang jernih" Semua agama menjanjikan ganjaran untuk
keunggulan kehendak atau hati, tapi tidak untuk keunggulan kepala dan intelek.
Tubuh pun merupakan hasil dari kehendak. Darah yang didorong oleh kehendak, kehendak untuk mengetahui
untuk membangun otak. Intelek bisa letih, kehendak selalu terjaga. Intelek perlu tidur, kehendak bekerja dalam tidur.
Letihnya intelek karena ia berada di dalam otak, tetapi bagi urat-urat yang tidak berhubungan dengan hati, tidak pernah
merasakan rasanya lelah. Dalam tidur otak memerlukan makanan, namun kehendak tidak memerlukan apapun untuk
dimakan. Dalam tidur segenap kekuatan kekuatan dari kehendak diarahkan untuk melindungi dan memperbaiki
organisme. Tidur adalah sepenggal kematian yang dipinjam untuk menjaga dan memperbaharui bagian-bagian dari
kehidupan kita yang sudah aus. Jadi, Kehendak adalah hakikat manusia, akan tetapi apakah kehendak pun merupakan
hakikat dari segala-galanya, yakni segalanya yang ada di permukaan bumi ini?
Semakin rendah bentuk kehidupan, semakin kecil peran intelek. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan
kehendak. Intelek mengejar segenap tujuannya melalui cahaya pengetahuan, tapi tidak demikian halnya dengan
kehendak, kehendak berusaha secara buta dan tuli. Ketidaksadaran, bagaimanapun adalah kondisi asli dan alami dari
segala sesuatu. Hewan perilaku mereka secara kebetulan bukan hasil penalaran. Perilaku-perilaku mereka adalah
ekspresi-ekspresi dari kehendak, bukan dari intelek. Kehendak, tentu saja adalah kehendak untuk hidup dan kehendak
untuk memaksimumkan kehidupan. Sedangkan musuh abadi dari kehendak untuk hidup adalah kematian. Akan tetapi
bisakah kehendak untuk hidup mengalahkan kematian.
2. Kehendak Untuk Reproduksi
Kehendak tidak memerlukan pengetahuan, ia bekerja dalam kegelapan, karena pada dasarnya ia tidak sadar,
demikian organ-organ reproduktif sesungguhnya merupakan titik pusat dari kehendak dan membentuk kutub yang
berlawanan dengan otak yang diwakili oleh pengetahuan. Kehendak adalah prinsip yang menopang kehidupan, ia
menjamin kehidupan abadi.
Kebijaksanaan Hidup
Orang yang mengejar kekayaan seringkali diejek dengan berbagai sebutan: mata duitan, serakah, perampok.
Adalah alamiah kalau manusia mengejar seuatu yang gampang dipertukarkan dengan benda-benda karena akan
mempermudah kehidupannya. Hanya saja kehidupan yang sepenuhnya dicurahkan untuk mengejar kekayaan pada
prinsipnya kehidupan yang tidak berguna, kecuali bagaimana kekayaan itu diubah menjadi kenikmatan. Hal itu tidak
mudah karena memerlukan seni, peradaban dan kebijaksanaan. Mengejar kepuasan indrawi tidak akan memberikan
kenikmatan untuk jangka panjang, orang perlu paham tentang tujuan hidup, disamping seni untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
Laki-laki seribu kali lebih bergairah untuk menjadi kaya dibandingkan untuk menjadi berbudaya, meskipun
sangat pasti bahwa keberadaannya (is) jauh lebih bisa memberikan kebahagiaan daripada apa yang dimilikinya (have).
Seorang manusia yang tidak mempunyai kebutuhan mental dinamakan tidak berbudaya, ia tidak tahu apa yang harus
dilakukan dengan waktu luangnya, ia bingung mencari sensasi-sensai baru dari satu tempat ke tempat lain dan akhirnya
ia ditaklukkan oleh kebosanan yang selalu membayang-bayanginya.
Bukan kekayaan melainkan kebijaksanaanlah yang merupakan jalan. Manusia adalah makhluk yang
berkehendak (yang sumbernya terletak pada sistem reproduksi) dan baru kemudian sebagai subjek dari pengetahuan
murni (yang sumbernya adalah otak). Filsafat berfungsi sebagai alat untuk memurnikan kehendak, hiduplah sebelum
membaca buku-buku, bacalah teks sebelum membaca komentar, satu karya tulis jenius lebih baik daripada seribu
komentar. Sangat berguna mengejar peradaban karena kebahagian kita tergantung pada apa yang ada dalam kepala
kita, bukan pada apa yang kita miliki di dalam kantong kita. Menurut Aristoteles " bahagia berarti menjadi diri yang
sederhana".
Jenius adalah bentuk tertinggi dari pengetahuan yang tidak banyak unsur kehendaknya (will-less knowledge).
Bentuk paling rendah dari seluruh kehidupan berasal dari kehendak, tampa pengetahuan manusia kebanyakan adalah
sebagian besar kehendak sedikit pengetahuan, jenius adalah sebagian besar pengetahuan dan sedikit kehendak. Pada
21. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
21
manusia jenius, aktivitas reproduktif berada jauh di luar aktivitas intelektual. Jenius adalah keunggulan yang tidak normal
dari perasaan dan sikap lekas marah terhadap kekuatan reproduktif. Itulah sebabnya ada permusuhan yang sengit antara
jenius dengan wanita, Wanita merupakan simbol dari reproduksi dari tunduknya intelek pada kehendak. Wanita bisa saja
punya bakat, tapi tidak jenius karena selalu tetap subjektif. Bersama wanita segala sesuatu adalah personal dan
dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi, sebaliknya, jenius adalah objektivitas yang paling lengkap. Jenius
adalah daya atau kekuatan yang meninggalkan kepentingan sendiri, menghapus keinginan dan tujuan sendiri, menunda
keperibadiannya untuk sementara waktu, sehingga bisa menjadi subjek yang sungguh-sungguh mengatahui dan visinya
tentang dunia yang jelas. Oleh sebab itu ekspresi dari seorang jenius adalah : pada wajah jenius unggulnya pengetahuan
atas kehendak.
Kebijaksanaan dari Kematian dan Tragedi Wanita
Satu-satunya penakluk akhir dan radikal atas kehendak adalah menghentikan sumber kehidupan, yaitu
kehendak untuk reproduksi. Kepuasan yang timbul akibat dorongan reproduktif harus dikutuk karena kepuasan seperti itu
merupakan penegasan yang paling kuat atas nafsu untuk hidup. Beranak pinak dengan demikian bisa disebut kejahatan.
Jika kita berpikir tentang rusuhnya kehidupan, maka kita melihat bahwa semuanya itu bersumber dari keinginan
dan kesengsaraan, yang memaksa seluruh kekuatannya untuk memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas, dan untuk
menangkis penderitaannya yang bermacam-macam.
Yang terutama melakukan kejahatan itu adalah wanita, karena ketika pengetahuan telah sampai pada tiadanya
kehendak, persona yang bodoh dari perempuan menggoda lagi laki-laki untuk beranak pinak. Anak-anak muda tidak
cukup cerdas untuk melihat betapa singkatnya pesona wanita tersebut dan ketika akal sehat mulai berfungsi lagi, ia sudah
lama terperosok.
Pemujaan terhadap wanita merupakan produk dari Kristianitas dan sentimentalitas Jerman. Sebaliknya,
pemujaan itu merupakan sebab dari gerakan romantik yang memuja perasaan, naluri dan kehendak di atas intelek. Orang
Asia tahu lebih baik tentang inferioritas wanita dan mereka tidak menutup-nutupi kenyataan itu. Kalau undang-undang
memberi hak yang sama dengan laki-laki, mereka pun seharusnya mempunyai intelek-intelek yang maskulin. Orang-
orang Asia pun menunjukkan keunggulan dalam masalah perkawinan daripada orang-orang Eropa, mereka menerima
poligami sebagai suatu yang normal dan wajar, sementara orang-orang Eropa, meskipun mempraktikkannya, menutup-
nutupi kenyataan itu dengan pelbagai alasan dan ungkapan yang tidak masuk akal. Sungguh absurd memberikan kepada
perempuan hak yang sama dengan laki-laki, khususnya dalam bidang kekayaan. Semua wanita dengan sedikit
pengecualian, cenderung untuk menghambur-hamburkan uang, karena mereka hidup untuk hari ini, olah raga mereka
adalah adalah berbelanja. Mereka mengira bahwa bekerja adalah tugas laki-laki sedangkan tugas mereka hanya
membelanjakan hasil keringat suaminya. Korupsi besar-besaran yang memuncak dalam bentuk revolusi Perancis
disebabkan oleh kemewahan dan keroyalan wanita pada masa Louis XII.
Oleh sebab itu, semakin kurang kita berhubungan dengan wanita, semakin baiklah hidup kita. Hidup terasa
lebih aman, lebih menyenangkan dan lebih halus tanpa wanita. Biarkanlah para lelaki memahami jerat yang dipasang
pada kecantikan wanita, maka komedi absurd reproduksi (pasti) akan berakhir. Perkembangan intelegensi akan
memperlemah kehendak untuk bereproduksi dan dengan demikian suatu ras akan punah. Dan, dengan begitu,
penderitaan hidup akan berakhir.
Evaluasi kritis terhadap pemikiran Schopenhauer
Tanggapan terhadap pemikiran Schopenhauer berkisar pada diagnosa medis terhadap zaman dan manusianya
sendiri. Zaman dimana dia hidup adalah zaman setelah Aleksander Agung (Yunani) dan setelah Caesar (Romawi)
meninggal, pada zaman itu Eropa (Yunani – Romawi) dibanjiri keyakinan dan sikap Oriental (Timur). Ciri utama keyakinan
dan sikap Timur adalah tekanan kepada kehendak sebagai suatu kekuatan eksternal, yang kekuatannya lebih besar di
dalam alam ketimbang di dalam manusia. Keyakinan dan sikap ini pada akhirnya membawa kita kepada doktrin tentang
ketidakberdayaan dan keputusasaan manusia. Perang Napoleon membuat lelah jiwa Eropa, yang ekspresi kelelahannya
disuarakan oleh Schopenhauer. Eropa menderita sakit yang sangat pada pada tahun 1815.
22. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
22
Diagnosa terhadap manusianya bisa dimulai dari pengakuan Schopenhauer bahwa kebahagiaan manusia
tergantung pada keberadaannya dan bukan pada lingkungan luarnya. Pesimisme adalah tuduhan yang dilancarkan oleh
orang-orang yang pesimis.
Pesimisme berhubungan dengan usia, setelah berusia tiga puluhan tidak ada pemisisme, hanya terdapat pada
diri anak-anak yang merasa mewah dan dirinya penting. Dengan sendirinya akan hilang begitu anak dewasa. Bagaimana
mungkin seorang laki-laki bisa menolak feminisme yang telah hidup dan berkembang hampir sepanjang hidup umat
manusia?
Schopenhauer berhasil mengajarkan kepada kita tentang keniscayaan jenius dan nilai seni, ia melihat bahwa
kebaikan yang tertinggi adalah keindahan dan bahwa kenikmatan yang paling mendalam terletak pada penciptaan karya
seni dan kesenangan pada yang indah. Bersama Goethe dan Carlyle, ia menentang usaha Hegel, Marx dan Buckle untuk
menhapuskan jenius sebagai faktor fundamental dalam sejarah manusia. Dalam suatu zaman ketika semua orang besar
hendak dikubur, ia justru mengajarkan sekali lagi pemujaan pada para pahlawan dan dengan segala kegagalannya ia
berhasil menambahkan nama lain kepada mereka.
Yang sangat mengesankan adalah kemampuan Schopenhauer dalam membuka mata para psikolog pada
kekuatan naluri yang paling dalam, halus dan ada di mana-mana. Intelektualisme yakni konsepsi tentang manusia
sebagai hewan yang melulu berpikir, hewan yang mampu hanya menggunakan rasio atau intelek dalam mengejar setiap
tujuan hidupnya – jatuh sakit bersama Rouusseaum terbujur kaku bersama Kant dan kehilangan jiwa bersama
Schopenhauer. Setelah dua abad analisis introspektif, filsafat akhirnya menemukan adanya deminasi keinginan,
dibelakang pemikiran dan dibelakang intelek. Filsafat menemukan naluri dan setelah satu abad materialisme, fisika
menemukan energi, dibelakang materi. Kita berhutang budi pula pada Schopenhauer, karena ia berhasil mengungkapkan
rahasia hati kepada kita, menunjukkan bahwa filsafat adalah keinginan kita dan pemikiran bukanlah perhitungan abstrak
semata-mata tentang peristiwa inpersonal, melainkan alat tindakan dan keinginan yang fleksibel.
Soal / Tugas
Jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Gambarkanlah tentang dunia sebagai suatu kehendak dalam pandangan berbagai filsuf?
2. Jelaskanlah apa arti dan makna kebijaksaaan dalam filsafat manusia?
3. Bagaimana fenomena wanita menurt filsuf Schopenhauer?
4. Jelaskanlah sedikit kritik tehadap pemikiran Schopenhauer?
Daftar Pustaka:
1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya.
2. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah
3. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius.
4. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius..
23. Dr. Syahrial Syarbaini, MA., Modul FIl-MAN
23
MODUL 6
BAHASA DAN KEHIDUPAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis bahasa dan kehidupan manusia.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis bahasa dan kehidupan
manusia meliputi sebagai berikut:
• Arti isyarat, lambang dan struktur internnya
• Perbedaan fundamental bahasa binatang dengan manusia
• Asimilasi, memulihan dan repruduksi merupakan kegiatan-kegiatan yang khas makhluk hidup
• Perbedaan sehubungan dengan reaksi, antara makhluk hidup dengan mesin
• Makhluk hidup bukanlah suatu yang sederhana.
• Arti dualisme Plato dan tantangan Aristoteles?
• Tanggapan filosuf abad pertengahan dan kontemporer tentang badan dan jiwa
• Badan manusia didefinisikan
Materi Pembahasan
Bahasa
Berbicara adalah suatu gejala yang sudah dikenal dengan dan jelas sehingga secara relatif mudah dipelajari
oleh setiap orang baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. Kita tetap sedang berbicara dengan seseorang
ataupun mendengarkan seseorang sedang berbicara. Bahkan apabila kita sedang mendengarkan apa-apa, kita tak henti-
hentinya berbicara dalam diri kita sendiri. Perkuliahan yangan ejekan-ejekan yang kita ucapkan dalam hati kita sendiri
yang terjadi pada waktu kita sedang membaca dengan berdialog intensif dan tanpa suara dengan sang penulis .
Bila kita sedang sendirian kita tidak hentinya berbicara di dalam hati. Meskipun dalam lamunan itu kita tidak
bicara dengan orang lain, setidaknya kita berbicara dengan diri sendiri untuk menyalahkan, membenarkan, memuji atau
menentramkan diri. Demikian pembicaraan menyertai segala aktivitas kita, mengemukan atau menafsirkan setiap gerak
kita, memenuhi saat istirahat kita dan bergema sampai ke dalam liku-liku bawah sadar kita.
Karena berbicara mengisi eksistensi manusia dan memberi ciri khas kepadanya, daya bicara itu selalu menjadi
objek observasi serta refleksi bagi filosuf. Manusia telah diciptakan menurut Tuhan agar menguasai bumi, manusia bisa
berbicara dengan lidahnya serta isyarat dengan tangannya, maka ia melebihi binatang-binatang. Kemampuan berbicara
pada manusia merupakan lambang atau alat dari roh, alat yang memungkinkannya untuk mengukur segala benda dan
mengisyaratkan segala realitas.
Pada zaman ini penuturan serta bahasa, seperti halnya mitos dan simbol telah menjadi pokok-pokok
pengamatan yang sangat disukai dalam berbagai penyelidikan dan pembahasan, bukan saja di kalangan para filosuf
tetapi juga dikalangan para psikolog dan antropolog. Para filosuf komtemporer, seperti M. Merleau Ponty dan Paul
Ricoveur (Leahy: 208:40-42) menjelaskan bahwa bahasa tidak hanya mengemukan pikiran, tetapi juga membentuknya,
mempelajari bermacam-macam lambang yang dapat dipakai untuk mengutarakan pengalaman.
Manusia hidup dalam suatu alam semesta simbolik. Bahasa, mitos, seni dan agama merupakan bagian-bagian
dari semesta itu. Perilaku manusia memang telah didefinisikan sebagai ”perilaku simbolik”, menggunakan simbol-simbol
manusia memberikan arti kepada hidupnya, serta secara kultural mendefinisikan pengalaman-pengalamannya yang diatur
dengan kelompok tempat dia dilahirkan dan tempat dia menjadi anggota aktif melalui proses penerimaan pengatahuan.
Berkat bahasalah manusia menghadiri dunia dan dunia menghadiri pikiran. Bahasa mewahyukan ”ada” dari dunia. ”ada”
dari manusia dan ”ada dari pikiran (2008:41).