SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 174
1
Infeksi Mycobacterium
Leprae
Skenario IV
Oleh :
Kelompok I
SP IMUN
2
Skenario
Perempuan 20 tahun datang ke poli kulit dan
kelamin dengan keluhan badan panas, bercak
merah tidak gatal pada daerah punggung,
tangan dan kaki. Pada pemeriksaan didapatkan
makula eritematosa, plak eritematosa dan nodul
eritematosa.
3
Klarifikasi Istilah
• Makula eritematosa  Kelainan kulit berbatas tegas
dengan disertai warna kemerahan pada kulit.
• Plak eritematosa  Peninggian yang relatif terjadi
pada daerah yang > luas dibanding dengan tingginya
dengan permukaan kulit yang disertai warna
kemerahan pada kulit.
• Nodul eritematosa  Peninggian kulit batas jelas,
lebih besar dan lebih dalam dari papul, yang disertai
dengan warna kemarahan pada kulit.
4
Key Word
• Perempuan usia 20 tahun
• Badan panas (Febris)
• Bercak merah tidak gatal pada punggung,
tangan dan kaki
• Makula eritematosa
• Plak eritematosa
• Nodul eritematosa
5
Rumusan Masalah
1. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan
untuk menegakkan diagnosa kepada pasien
tersebut ?
2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk
pasien tersebut ?
6
Hipotesis
1. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosa kepada pasien tersebut
adalah dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi yang tepat.
2. Penatalaksanaan yang tepat untuk perempuan
tersebut adalah dengan pemerikasaan penunjang
yang dilanjutkan dengan terapi yang sesuai
berdasarkan tipe Morbus Hansen yang diderita oleh
perempuan tersebut.
7
Tinjauan Pustaka
• Anatomi Kulit
• Fisiologi Kulit
• Effloresensi Kulit
• Etiologi, Patofisiologi, dan Reaksi MH
• Gambaran Klinis dan Reaksi MH
• Macam – macam Diagnosa Banding MH
• Pemeriksaan Penunjang untuk Membantu
Menegakkan Diagnosis.
• Komplikasi pada MH
• Penatalaksanaan dan reaksi MH
• Pencegahan Kecacatan pada MH
8
Anatomi Kulit
9
10
Anatomi Secara Histopatologik
Lapisan
epidermis
Lapisan Dermis
Lapisan
Subkutis.
Kulit merupakan bagian tubuh
paling luar yang terdiri atas
Lapisan Tanduk
(stratum korneum)
Stratum Lusidum
Stratum Basale
Stratum
Granulosum
Stratum Spinosum
Pars
Papilare
Pars
Retikulare
Jaringan
Lemak
11
Anatomi Kulit
1. Epidermis
Lapisan ini merupakan lapisan berlapis
gepeng,dari permukaan ke dalam terdiri atas :
– Stratum Korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati,dan tidak berinti dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin(zat tanduk).
12
Anatomi Kulit
– Stratum Lusidium
Terdapat langsung dibawah lapisan
korneum,merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.
lapisan ini tampak jelas ditelapak tangan dan kaki
– Stratum Granulosum
merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti
diantaranya dan butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin.
tampak jelas pada telapak tangan dan kaki
13
Anatomi Kulit
– Stratum Spinosum
• Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis.
• Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen,dan intinya terletak
ditengah-tengah.
14
Stratum Spinosum (stratum
malphigi)
• Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis.
• Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan intinya terletak
ditengah - tengah.
15
Anatomi Kulit
2. Dermis
adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal dari pada epidermis. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian
– Pars Papilaris : bagian yang menonjol ke
epidermis ,berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah
– Pars Retikularis
bagian bawah yang menonjol kearah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut penunjang, misalnya
serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
16
3. Subkutis
• Adalah kelanjutan terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak didalam
nya.
• Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adiposa berfungsi sebagai cadangan
makanan.
Anatomi Kulit
17
Adneksa kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar - kelenjar
kulit, rambut, dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat dilapisan dermis, terdiri atas :
-Glandula sudorifera (kelenjar keringat), dibagi
menjadi :
-Glandula ekrin  terdapat diseluruh permukaan
kulit dan terdapat paling banyak ditelapak tangan
dan kaki,dahi,dan aksila.
-Glandula apokrin  terdapat di aksila. areola
mame, pubis, labia minora, dan telinga luar.
18
2. Kuku
Bagian terminal lapisan tanduk yang
menebal,bagian kuku yang terbenam
dalam kulit jari disebut akar
kuku,bagian terbuka diatas dasar
jaringan lunak kulit pada jari tersebut
badan kuku.
19
20
3. Rambut
• Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar
rambut) dan bagian yang berada diluar kulit
(batang rambut).
• Ada dua macam tipe rambut yaitu lanugo yang
merupakan rambut halus,dan tidak mengandung
pigmen dan banyak terdapat pada bayi,dan rambut
terminal yaitu ranbut yang lebih kasar dan
mempunyai pigmen dan terdapat pada orang
dewasa.
21
Fisiologi Kulit
22
Fisiologi Kulit
1. P elindung berbagai organ terhadap faktor
fisika,kimiawi dan infeksi.
2. Sebagai penyesuai diri terhadap dehidrasi atau
cairan dari luar.
3. Pengatur suhu tubuh melalui keringat dan efek
vasodilasator/vasokontriksi pembuluh darah kulit.
4. Pelindung terhadap infeksi.
5. Kelenjar minyak untuk melumasi kulit dan
mempengaruhi hidrasi korneum.
23
Fisiologi Kulit
6. Adanya pigmen sebagai pelindung terhadap radiasi
7. Lemak kulit sebagai isolator panas,bantal terhadap
trauma mekanis dan sebagai cadangan gizi
8. Kelenjar keringat mengekskresikan zat-zat yang tak
berguna seperti asam urat,urea,amonia.
9. Kulit juga mensintesis vitamin D dari provitamin D
malalui fotosintesis
24
Pelindung (Proteksi)
• Menjaga bagian dalam tubuh terhadap :
– Gangguan fisis atau mekanis
– Gangguan kimiawi
– Gangguan yg bersifat panas
– Gangguan infeksi luar
• Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar
membatasi masuknya benda-benda dari luar dan
keluarnya cairan berlebihan dari tubuh.
• Melanin yang memberi warna pada kulit melindungi
kulit dari akibat buruk sinar ultraviolet.
25
Penyerap (Absorbsi)
• Dapat menyerap bahan-bahan tertentu, spti : gas dan zat
yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk
melalui kulit.
• Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam
kulit dan masuk peredaran darah, karena dapat bercampur
dengan lemak yg menutupi permukaan kulit.
• Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya
sedikit sekali yang melalui muara kelenjar keringat.
• Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh :
– Tebal / tipisnya kulit
– Hidrasi
– Kelembaban
– Metabolisme
– Jenis vehikulum
26
Pengatur Suhu Tubuh
• Mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi)
• Pada suhu dingin
– Peredaran darah di kulit berkurang guna
mempertahankan suhu badan
• Pada suhu panas
– Peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat
suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas
27
Indera Perasa
• Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan
terhadap saraf sensoris dalam kulit
• Fungsi indera perasa yang pokok yaitu
merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin
28
Faal Pergetahan
Kulit diliputi oleh 2 jenis pergetahan :
SEBUM KERINGAT
KELENJAR SEBASEUS KELENJAR KERINGAT
29
Pembentukan Pigmen
• Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf
• Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2
Pigmen
EPIDERMIS LAPISAN KULIT BAWAH
Tangan2
dendrit
Sel melanofag
30
Pembentukan vit. D
• Mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari
31
Effloresensi Kulit
32
Efloresensi
• Efloresensi (ruam) kulit dapat berubah pada waktu
berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang
perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari
luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan
yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi. Demi kepentingan diagnosis penting
sekali untuk mencari kelainan yang pertama
(efloresensi primer), yang biasanya khas untuk
33
Efloresensi Primer
Ruam Kulit Primer :
• Makula : efloresensi primer yang hanya berupa
perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk,
seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen.
• Eritema : makula yang berwarna merah
disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler
yang reversible, seperti pada dermatitis, lupus
eritematosus.
34
• Hiperpigmentasi : penimbunan pigmen berlebihan,
sehingga kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya.
Misal pada melasma dan pasca inflamasi.
• Hipopigmentasi : kelainan yang menyebabkan
kulit menjadi lebih putih dan sekitarnya, misalnya
pada skleroderma dan vitiligo.
35
36
• Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit,
berbatas tegas, berukuran < 1/2 cm.
• Nodula : sama seperti papula tetapi diameter < 1
cm, misalnya pada prurigo nodularis.
37
• Vesikula : gelembung yang berisi cairan serosa
dengan diameter < 1/2 cm dan mempunyai dasar,
misalnya pada varisela, herpes zoster.
• Bula : vesikel dengan diameter > 1/2 cm, misal
pada pemfigus, luka bakar.
• Pustula : vesikel berisi nanah, seperti pada
variola, varisela, psoriasis pustulosa.
38
39
• Urtika : penonjolan di atas permukaan kulit akibat
edema setempat dan dapat hilang perlahan-lahan,
misalnya pada dermatitis medika mentosa, dan gigitan
serangga.
• Tumor : penonjolan di atas permukaan kulit
berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh.
• Kista : penonjolan di atas permukaan kulit berupa
kantong yang berisi cairan serosa / padat / setengah
padat, seperti pada kista epidermoid.
40
41
Efloresensi Sekunder
• Skuama : pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kulit. Dapat berupa sisik halus, sedang
(dermatitis) atau kasar (psoriasis).
• Krusta : cairan darah, kotoran, nanah, dan obat
yang sudah mengering diatas permukaan kulit,
misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis kontak.
42
43
• Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum
spinosum. Kulit tampak menjadi merah dan keluar
cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak.
• Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung
stratum papilaris sehingga kulit tampak merah
disertai bintik – bintik perdarahan. Ditemukan
pada dermatitis kontak dan ektima.
• Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan
dermis) yang memiliki dasar, dinding, tepi dan isi.
Misal, ulkus tropikum, ulkus durum.
44
45
• Rhagaden : belahan-belahan kulit dengan dasar yang
sangat kecil / dalam. Misal pada keratoskisis,
keratodermia.
• Parut (sikatriks) : jaringan ikat yang menggantikan
epidermis dan dermis yang sudah hilang. Jaringan
ikat ini dapat lebih cekung dan kulit sekitarnya
(sikatriks atrofi), dapat lebih menonjol (sikatriks
hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi / luka sayat).
• Keloid: hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui
batas.
46
47
• Abses adalah efloresensi sekunder berupa
kantong berisi nanah di dalam jaringan. Misalnya
abses Bartholini dan abses banal.
• Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-
garis lipatan / relief kulit tampak lebih jelas, seperti
pada prurigo, neurodermatitis.
• Guma adalah efloresensi sekunder berupa
kerusakan kulit yang destruktif, kronik, dengan
penyebaran serpiginosa, dan biasanya melunak.
Misal pada sifilis gumosa.
48
49
Efloresensi Khusus
• Kanalikuli : ruam kulit berupa saluran-saluran pada
stratum korneum, yang timbul sejajar dengan
permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.
• Milia (white head) : penonjolan di atas permukaan kulit
yang berwarna putih, yang ditimbulkan penyumbatan
saluran kelenjar sebasea, seperti pada akne sistika.
• Komedo (black head) : ruam kulit berupa bintik-bintik
hitam yang timbul akibat proses oksidasi udara
terhadap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit,
seperti pada akne.
50
51
• Eksantema : ruam permukaan kulit yang timbul serentak
dalam waktu singkat dan tidak berlangsung lama, biasanya
didahului demam, seperti pada demam berdarah.
• Roseola : eksantema lentikular berwarna merah tembaga
seperti pada sifilis dan frambusia.
• Purpura yaitu perdarahan di dalam / di bawah kulit yang
tampak kemerahan, dan tidak hilang pada penekanan kulit,
seperti pada dermatitis medikamentosa.
• Telangiektasis : pelebaran pembuluh darah kapiler yang
menetap pada kulit.
52
53
Sifat – Sifat Efloresensi
Ukuran
• Miliar : sebesar kepala jarum pentul
• Lentikular : sebesar kacang hijau - jagung
• Numular : sebesar uang logam seratus rupiah
• Plakat : > uang logam seratus rupiah
54
55
Gambaran
• Liniar : seperti garis lurus
• Sirsinar / anular : seperti lingkaran
• Arsinar : menyerupai bulan sabit
• Polisiklis : menyerupai bunga
• Korimbiformis : susunan seperti induk ayam di
kelilingi anak-anaknya. (hen and chicken
configuration).
56
57
Bentuk
• Bundar (impetigo)
• Lonjong (pitiriasis rosea)
• Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu
jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian
yang ditinggalakan. (sifilis stadium III)
• Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada
herpes zoster.
58
Bentuk
• Konfluen : jika beberapa efloresensi bergabung
menjadi satu efloresensi besar (variola)
• Iris formis : menyerupai iris (bentuk bulat /
lonjong, pada bagian tengah tampak putih /
hitam), pada eritema multiforme.
59
60
Lokalisasi dan penyebaran :
• Solitar : hanya satu lesi (ulkus durum).
• Multipel : lesi banyak (varisela).
• Regional : menyerang satu regio (pada prurigo dan
urtikaria)
• Diskrit : lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain
(pada ektima).
• Simetris : mengenai kedua belah badan yang sama
(pada dermatitis medikamentosa).
61
Lokalisasi dan penyebaran :
• Bilateral : mengenai kedua belah badan (pada
varisela, variola).
• Unilateral : mengenai sebelah badan.
• Universal : bila seluruh atau hampir seluruh tubuh
terkena.
• Generalisata : bila seluruh / hampir seluruh tubuh
terkena (pada eritroderma).
62
63
Etiologi, Patofisiologi,
dan
Reaksi Morbus Hansen
64
Definisi
• Kusta = lepra = morbus hansen
• Merupakan penyakit infeksi yg kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium
leprae yg bersifat intraseluler obligat.
65
Etiologi
G.A. HANSEN (1874)
Basil bentuk tahan asam
M.leprae
66
Patogenesis
• Lepra mempunyai patogenesis dan daya invasi
yg rendah, sebab penderita yg mengandung
banyak kuman belum tentu memberikan gejala
yg berat, bahkan dpt sebaliknya.
• Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dg
derajat penyakit tidak lain disebabkan oleh
respons imun yg berbeda.
• Oleh karena itu penyakit kusta dpt disebut
67
Gambaran Klinis
dan
Reaksi MH
68
Gambaran Klinis
• Bila basil M. leprae masuk ke dalam tubuh
seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan
kerentanan orang tersebut.
• Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas
selular (SIS) penderita.
• SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah
tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan
gambaran lepromatosa.
69
Ridley dan jopling memperkenalkan istilah
spektrum dan determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas berbagai tipe dan atau bentuk,
yaitu :
• TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
• Ti : Tuberkuloid indefinite
• BT : Borderline tuberculoid
• BB : Mid Tuberculoid
• BI : borderline lepromatous
• Li : Lepromatosa indefinite
• LL : Lepromatosa polar, bentuk yang
stabil
Bentuk yang labil
70
I
71
• Keterangan :
– Kontak langsung dengan penderita
– Terinfeksi dan tidak terinfeksi
– Terinfeksi menjadi subklinis
– Persentase kesembuhan subklinis 95%
– Subklinis menjadi Inderminate ( I )
– Kesembuhan Inderminate 70%
– Inderminate menjadi Determinate
– Tipe 1 tidak masuk dalam spektrum
– TT adalah Tuberculoid polar
– LL adalah Lepramatosa Polar
– Ti & Li adalah borderline atau campuran
– BB adalah tipe campuran
– BT & Ti → lebih banyak tuberculoidnya
– BL & Li → lebih banyak lepramatosanya
72
• Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam
spektrum
• TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni
tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil,
jadi tidak mungkin berubah tipe.
• Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran,
berarti campuran antara tuberkuloid dan
lepromatosa.
73
Tipe – tipe campuran ini adalah tipe yang labil,
berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT
maupun ke arah LL.
• BB adalah tipe campuran yang terdiri atas 50%
tuberkuloid dan 50% lepromatosa.
– BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya
– BL dan Li lebih banyak lepromatosanya
74
Gambaran Klinis
1. Kerusakan saraf tepi
 SensorikHipoestesi atau anastesi pada lesi kulit
yang terserang
 Motorikkelemahan otot, biasanya di daerah
ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot muka
 Autonomikmenyerang persyarafan kelenjar
keringat lesi terserang tampak kering
 Pembesaran saraf tepi dekat dengan permukaan
kulit, mis:n.ulnaris, n. tibialis posterior, n. peroneus
komunis, dll.
75
2. Kelainan Kulit dan Organ Lain
 Kelainan kulit: hipopigmentasi/aritematus dengan
adanya gangguan estesi yang jelas
 Gejala berlanjut:
• Facies leonina (infiltrasi difus di muka)
• Penebalan cuping telinga
• Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral)
• Anastesi simetris pada kedua tangan
76
KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTA
Ridley & Jopling TT BT BB BL LL
Madrid
Tuberkuloid Borderline
Lepromatosa
WHO
Pausibasilar
(PB)
Multibasilar
(MB)
Puskesmas PB MB
• Multibasilar  mengandung banyak basil
– LL , BL, dan BB
• Pausibasilar  mengandung sedikit basil
– TT, BT dan I
77
SIFAT Lepromatosa (LL)
Borderline
Lepromatosa (BL)
Mid Borderline
(BB)
Lesi
• Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome – Shaped (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodus
• Jumlah
Tidak terhitung, praktis
tidak ada kulit sehat
Sukar dihitung, masih
ada kulit sehat
Dapat dihitung, kulit
sehat jelas ada
• Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
• Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
• Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
• Anastesia Biasanya tak jelas Tak jelas Lebih jelas
BTA
• Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
• Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes Lepromin Negatif Biasanya negatif Biasanya negatif
GAMBARAN KLINIS TIPE MB
78
Tipe Multibasiler (BB)
79
Tipe Multibasiler (BB)
80
81
Tipe Multibasiler (LL)
82
Tipe Multibasiler (LL)
83
Tipe Multibasiler (BL)
84
Tipe Multibasiler (BL)
85
Gejala Klinis Tipe Pb
86
Morbus Hansen Tipe Pausibasiler
( TT )
87
Morbus Hansen Tipe Pausibasiler
( BT )
88
Morbus Hansen Tipe Pausibasiler
( BT )
89
Reaksi kusta adalah interupsi dengan apisode
akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
kronik
K
L
A
S
I
F
I
K
A
S
I
E.N.L. (eritema nodusum leprosum)
Reaksi reversal atau reaksi upgrading
&
90
E.N.L. terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan
dapat pula pada BL, berarti makin tinggi tingkat
multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya
E.N.L.
Reversal
E.N.L.
TT BB BL
BT
Ti
LL
Li
91
• Gejala klinis reaksi reversal  umumnya
sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi b aru dalam
waktu yang relatif singkat.
92
• Secara klinis, Reaksi E.N.L. dan reversal
berbeda :
– E.N.L. dengan lesi eritema nodosum  Reaksi non -
nodular
– Reversal tenpa nodus  Reaksi lepra nodular
Membantu menegakkan diagnosis reaksi atas dasar lesi,
ada atau tidak adanya nodus.
Kalau ada, berarti reaksi nodular atau E.N.L. ,
Jika tidak ada berarti reaksi non- nodular
atau reaksi reversal atau reaksi borderline.
93
Fenomena Lucio
• Merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang
terjadi pada kusta tipe lepromatosa non-nodular
difus  ditemukan di meksiko dan amerika
tengah, namun dapat juga dijumpai di negri lain
dengan prevalensi rendah.
94
• Gambaran klinis dapat berupa plak atau infltrat
difus, berwarna merah muda, bentuk tak teratur
dan terasa nyeri.
• Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas
ke seluruh tubuh.
• Lesi yang berat tampak lebih eritematosa,
disertai purpura, dan bula, kemudian dengan
cepat terjadi nekrosis serte ulserasi yang nyeri.
Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk
jaringan parut.
95
Macam – Macam Diagnosa
Banding Morbus Hansen
96
Diagnosis Banding MH
• Dermatofitosis
• Pitiriasis Versikolor
• Pitiriasis rosea
• Pitiriasis alba
• Dermatitis seboroika
• Verukosa
• TBC kutis
• Psoriasis
neurofibrimatosis
• Granuloma anulare
• Xantomatosis
• Skleroderma
• Leukimia kutis
• Birth mark
97
Dermatofitosis
DEFINISI
• Infeksi jamur dermatofita pada jaringan mengandung zat
tanduk misalnya stratum korneum kulit, rambut, kuku
98
Dermatofitosis
• Disebabkan kolonisasi jamur Dermatofit
• menyerang jaringan yg mengandung
keratin :
– Stratum korneum kulit
– Rambut
– Kuku
ETIOLOGI
Penyebab 3 spesies :
– Microsporum
– Trichophyton
– Epidermophyton
99
Dermatofitosis
• Faktor predisposisi :
- Higiene sanitasi jelek
- Daerah tropis
- Kelembaban yang tinggi
- Kontak dgn manusia, binatang/tanah terinfeksi jamur
• 3 cara penularan :
- Antropofilik ( manusia ke manusia )
- Zoofilik ( binatang ke binatang )
- Geofilik ( tanah ke manusia )
100
Pitiriasis Versikolor
DEFINISI :
• Infeksi jamur superfisialis, kronis, asimtomatis, menyerang
stratum korneum dari epidermis
ETIOLOGI :
• Malassezia furfur = Pityrosporum orbiculare = Pityrosporum
ovale
101
Pitiriasis Versikolor
FAKTOR PREDISPOSISI :
• ENDOGEN :
- Kulit berminyak
- Genetik
- Imunodefisiensi
- Malnutrisi
- Sindroma Cushing
• EKSOGEN :
- Kelembaban / suhu tinggi
- Higiene jelek
- Pakaian tertutup
- Penggunaan emolien yang berminyak
102
Pitiriasis Versikolor
GEJALA KLINIS
• Kadang-kadang tanpa keluhan
• Gatal bila berkeringat
• Warna putih / coklat / kemerahan / hitam
• Lesi kulit :
– Makular :
soliter atau saling bertemu (koalesen) tertutup skuamar
– Papular / gutata :
bulat kecil-kecil, peifolikular, tertutup skuama
103
Pitiriasis Versikolor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• MIKROSKOPIS LANGSUNG
– Kerokan kulit
– KOH 10 - 20%
 Spagetti meat ball
• LAMPU WOOD
– Kuning keemasan
• KULTUR
104
Pitiriasis Versikolor
DIAGNOSIS BANDING
• HIPERPIGMENTASI
– Pitiriasis rosea
– Dermatitis seboroik
– Tinea korporis
– Eritrasma
• HIPOPIGMENTASI
– Pitiriasis alba
– Vitiligo
– MH tipe tuberkuloid
– Hipopigmentasi paska inflamasi
105
Pitiriasis Versikolor
PENATALAKSANAAN
UMUM :
- Menghindari faktor predisposisi
Topikal :
– Sampo :
ketokonazol 1-2%, zink piriton 1%
– Golongan imidazol :
ketokonazol 2%, mikonazole 2%
– Propilen glikol 50%
– Derivat alilamin :
Terbinafin, naftitin 1%
106
Pitiriasis Versikolor
PENATALAKSANAAN
SISTEMIK
– Ketokonazol 200 mg / hari
 7-10 hari
– Itrakonazol 200 mg / hari
 5-7 hr
107
Pitiriasis Rosea
DEFINISI
- penyakit kulit, ringan, swasirna
- makula eritema, oval, skuama, papul
EPIDEMIOLOGI
- Semua usia 15 – 40 tahun
- pria = wanita
108
Pitiriasis Rosea
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
- Penyebab pasti belum diketahui
 diduga infeksi virus
PREDILEKSI
- Tertutup pakaian, leher – dagu
- Kadang bagian tubuh terbuka
 Pitiriasis rosea inversa
109
Pitiriasis Rosea
GEJALA KLINIS
- Gejala konstitusi 
- Gatal ringan - sedang / asimtomatik
- Herald patch / mother plaque / medalion
- Makula bulat lonjong, tepi meninggi, lekat pd tepi
- Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit  dipunggung ~
pohon cemara
110
Pitiriasis Rosea
DIAGNOSIS BANDING
- Psoriasis vulgaris
- Dermatitis seboroik
- Lues II
- Tinea korporis
– MH
111
Dermatitis Seboroik
DEFINISI :
- Penyakit kulit, radang superfisialis, kronis
- Predileksi area seboroik
- Kronis, residif
AREA SEBOROIK :
Banyak kelenjar sebasea :
Kepala (telinga, leher), muka (alis mata, kelopak, bibir,
kumis) badan atas (presternum, interskapula), lipatan- lipatan
112
Dermatitis Seboroik
GAMBARAN KLINIS :
- BAYI ( 2-10 minggu ):
- Kepala : krusta tebal berminyak
 cradle scalp
- DEWASA ( mulai puber ) :
- Gatal
- Eritema, papula, skuama kuning berminyak
- KEPALA :
- Pitiriasis sica
113
Dermatitis Seboroik
PENATALAKSANAAN :
- Hindari faktor pencetus
- Topikal :
- Kepala :
Sampo selenium sulfid 1-1,8%, zinc pirithion,
ketokonazol 2%
- Lokasi lain :
Kortikosteroid
- Sistemik :
- Luas
- Kortikosteroid
114
CRADLE SCALP
115
Pemeriksaan Penunjang
untuk Membantu
Menegakkan Diagnosis.
116
Kusta
1.Pemeriksaan Fisik
– Gangguan sensibilitas ditemukan dengan
• Pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa
raba (dengan ujung kapas)
• Nyeri (dengan jarum suntik)
• Suhu (dengan 2 tabung reaksi yang
masing-masing berisi air panas dan air
dingin).
117
• Setelah diberi penjelasan, pasien diminta
menutup matanya. Bila sentuhan tidak
dirasakan oleh pasien, pemeriksaan ini
menunjang diagnosis kusta.
• Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N
radialis, N. peroneus, dan N. tibialis posterior)
harus diperiksa, dan pembesaran saraf
tersebut adalah patognomonis untuk kusta.
118
Kusta
Tes rasa raba menggunakan
ujung kapas yang
disentuhkan pada lesi
Tes sensibilitas
Tes rasa nyeri dengan
menggunakan ujung jarum
yang disentuhkan pd lesi.
119
Tes suhu menggunakan 2 tabung reaksi
yang berisi air dingin dan
air hangat. Bila ada gangguan sensibilitas,
pasien tidak dapat membedakan dingin
dan panas
120
Kusta
• Pemeri
ksaan
saraf
tepi
Pemeriksaan
N. ulnaris
121
Kusta
Pemeriksaaan
N. radikulokutaneus.
Pemeriksaan
N. tibialis posterior
122
Kusta
Pemeriksaaan N.
peroneus lateralis
123
3 TANDA KARDINAL
2. Penebalan saraf tepi :
- Nyeri : + / -
- Gangguan fungsi : + / -
1. Sensoris  mati rasa
2. Motoris  paresis / paralisis
3. Otonom kulit kering
124
3 TANDA KARDINAL
3. Ditemukan Basil Tahan Asam (BTA)
Sediaan dari :
1. Cuping telinga kanan & kiri
2. Lesi kulit
3. Mukosa hidung
Pewarnaan Zeihl Nielsen
125
Pemeriksaan BTA Cuping Telinga
126
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Bakterioskopis :
- Indeks bakteri (BI)
- Indeks morfologi (MI)
 Histopatologi
 Serologi :
- ELISA
 Polymerase chain reaction ( PCR )
127
Komplikasi pada Morbus
Hansen
128
• ULSERASI :
– Pembentukan atau perkembangan ulkus
• MUTILASI :
– Tindakan menghilangkan anggota
gerak,anggota,atau bagian terpenting dari
seseorang
– Kehilangan suatu organ
– Rusak berat
• DEFORMITAS :
– Perubahan bentuk tubuh sebagian atau
umum,malformasi.
129
• Kerusakan tangan.
• Trauma dan infeksi kronik sekunder dpat
menyebabkan hilangnya jari-jemari ataupun
ekstremitas bagian distal.
• Juga sering terjadi kebutaan.
• Fenomena Lucio, yang ditandai oleh arthritis,terbatas
pada pasien penyakit lepromatosa difus, infiltratif dan
non-noduler.
• Kasus klinis yang berat menyerupai bentuk lain
vaskulitis nekrotikans dan menyebabkan tingginya
angka mortalitas.
130
Penatalaksanaan
dan
Reaksi Morbus Hansen
131
MORBUS HANSEN
REAKSI KUSTA
Keluhan & gejala tanda radang akut pada
lesi penderita kusta
REAKSI
KUSTA
REAKSI II
( ERITEMA NODUSUM
LEPROSUM / E.N.L. )
REAKSI I
( REVERSAL)
132
REAKSI KUSTA
• REAKSI I (REVERSAL)
– tanpa nodus
– awal terapi
– reaksi ant.antigen
M.leprae+antibodi
(IgM,IgG)+komplemen
kompleks imun
– timbul lesi baru dalam
waktu relatif singkat;
sebagian/seluruh lesi
bertambah aktif
– tipe MB/PB
• REAKSI II (E.N.L.)
– tdp.lesi eritema nodosum
– pertengahan/akhir
– reaksi peradangan pada
tempat yg diserang
– timbul nodule baru yang
meradang
– tipe MB
133
MORBUS HANSEN
PENATALAKSANAAN pada REAKSI KUSTA
PRINSIP
1. Istirahat / imobilisasi
2. Obat antireaksi
3. Analgetik, sedatif  mengurangi nyeri
4. Obat antikusta diteruskan
OBAT ANTI REAKSI
1. Ringan : aspirin
2. Berat : kortikosteroid, kloroquin, talidomide
134
Pencegahan Kecacatan
pada Morbus Hansen
135
PENCEGAHAN
CACAT
Rehabilitasi
• Operasi
• Fisioterapi
Terdapat
Gangguan
Sensibilitas
• Memakai sepatu  melindungi
kaki yang telah terkena
• memakai sarung tangan
Mengenali Gejala
& Tanda Reaksi
Kusta Disertai
Gangguan Saraf
Memulai pengobatan
dengan kortikosteroid
sesegera mungkin
Melakukan
deteksi Dini
Jika + maka segera
melakukan pengobatan
136
Program Multi Drug Therapy
(MDT)
• Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin
meningkat,mengurangi ketidaktaatan
pasien,menurunkan angka putus obat,dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan.
137
Type PB
1. Rifampisin 600mg/bulan diminum
didepan petugas.
2. DDS tablet 100mg/hari diminum di
rumah.
SELAMA 6 BULAN
138
Type MB
1. Rifampisin 600mg/bulan diminum
didepan petugas.
2. Klofazimin 300mg/bulan diminum di
depan petugas dilanjutkan klofazimin
50mg/hari diminum di rumah.
3. DDS tablet 100mg/hari diminum di rumah
PENGOBATAN 24 DOSIS DISELESAIKAN
MAKS.36BULAN
139
Type MB
1. Klofazimin 100mg/bulan atau
50mg/2kali/minggu(untuk anak
<10th),100mg/bulan,
50mg/3kali/minggu,1-2 mg/kg berat
badan,10-15 mg/kg berat badan
140
• Disamping penggunaan (MDT) sebagai
salah satu cara penghindaran terhadap
kecacatan, evaluasi pengobatan &peran
serta pihak ketiga juga diperlukan guna
menghindari kecacatan si penderita.
141
Pembahasan
142
Keluhan pasien :
Febris
Bercak merah tidak gatal
di punggung, tangan dan kaki.
Makula eritematosa
Plak eritematosa
Nodul eritematosa
Anamnesa
Febris berapa lama.
Derajat febris.
Nyeri apa tidak
Riwayat kontak dengan penderita.
Riwayat tanda-tanda kulit/
saraf yang dicurigai.
RPD
RPS
RPK dll.
Pemeriksaan Fisik
Periksa rasa raba pada
kelainan kulit.
Pemeriksaan saraf tepi
dengan perabaan.
Pemeriksaan Penunjang
Jumlah Lesi
Pewarnaan Ziehl Neelsen
Histopatologi
ELISA
Polymerase chain
reaction ( PCR )
Jumlah
> 5
Jumlah
< 5
PB
MB Terapi
MB
Terapi
PB
• Pada perempuan tersebut disertai
dengan keluhan febris  reaksi
kusta.
143
Reaksi MH
• Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu :
– Reaksi Tipe 1 (Reaksi Borderline)
Terjadi baik pada penderita PB maupun MB.
Kebanyakan terjadi segera setelah pengobatan.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6 –
12 minggu atau lebih dengan gejala – gejala
dapat dilihat di tabel berikut :
144
Reaksi MH tipe 1
Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat
1. Lesi kulit Makula  merah, nyeri,
panas, sampai
membentuk plaque.
Sangat merah, nyeri,
panas, sampai pecah,
ada lesi baru.
2. Bengkak kaki dan
tangan
- √
3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam
berat
4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba /
gangguan fungsi
Ada nyeri raba dan atau
gangguan fungsi.
145
Reaksi MH
• Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu :
– Reaksi Tipe 2 (ENL)
Terjadi pada penderita tipe MB
Merupakan reaksi humoral.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3
minggu atau lebih dengan gejala – gejala
sebagai berikut :
146
Reaksi MH tipe 2
Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat
1. Lesi kulit Nodul merah yang
nyeri tekan, biasanya
hilang sendiri dalam 2-
3 hari.
Sangat merah, nyeri,
panas, sampai pecah,
ada lesi baru.
2. Organ Tubuh Tidak ada Gangguan Iridosiklitis,
epididymoorchitis,
nefritis, limfadenitis,
artritis
3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam
berat
4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba /
gangguan fungsi
Ada nyeri raba dan atau
gangguan fungsi.
147
Epidemiologi MH
• Cara penularan  kulit, saluran nafas.
• Etiologi  M. leprae (basil tahan asam)
• Untuk mendiagnosis penyakit MH, minimal harus ditemukan
satu cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal Sign, kita hanya
boleh menyatakan sebagai suspek MH.
• Cardinal Sign :
– Tanda – tanda pada kulit :
• Kelainan kulit berupa bercak merah, atau putih, atau
benjolan.
• Kulit mengkilat.
• Bercak yang tidak gatal.
• Adanya bagian – bagian tubuh yang tidak berkeringat
atau berambut.
• Lepuh tidak nyeri.
148
Epidemiologi MH
– Tanda – tanda pada saraf :
• Rasa kesemutan, tertusuk – tusuk dan nyeri
pada anggota badan atau muka.
• Gangguan gerak anggota badan atau bagian
muka.
• Adanya cacat
• Luka yang tidak sakit.
149
Diagnosis MH
• Diagnosis penyakit MH hanya dapat didasarkan pada
penemuan tanda utama :
– Lesi (kelainan) kulit mati rasa
Dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritematous
yang mati rasa.
Pemeriksaan gangguan rasa : rasa suhu  tabung
panas, dan dingin. Rasa nyeri  jarum. Rasa raba 
panas.
– Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf.
 Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa  gangguan
fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris
(kelemahan otot, kelumpuhan), gangguan fungsi otonom
(kulit kering)
– Basil Tahan Asam Positif.
150
Alur Diagnosis MH
151
Klasifikasi MH menurut WHO
152
Penatalaksanaan
WHO
 Multi drug treatment / MDT
1. MULTIBASILER (MB) :
- Rifampisin : 600 mg / bulan
- Dapsone : 100 mg / hari
- Clofazimin / Lampren : 300 mg /bulan
dan 50 mg /hari
Durasi : selama 12 bulan
153
Penatalaksanaan
2. PAUSIBASILER (PB)
- Rifampicin : 600 mg / bulan
- Dapsone : 100 mg / hari
Durasi selama 6 bulan
3. LESI TUNGGAL
- Rifampisin : 600 mg
- Ofloksasin : 400 mg
- Minosiklin : 100 mg
154
Tabel Perbedaan Reaksi MH Tipe 1 dan 2
155
Penatalaksanaan Reaksi MH
• Untuk Reaksi Ringan :
– Berobat jalan atau istirahat di rumah.
– Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila
perlu.
– Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
– MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
156
Penatalaksanaan Reaksi MH
• Untuk Reaksi Berat :
– Immobilisasi lokal/ istirahat di rumah.
– Pemberian analgesik
– Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan
prednison sesuai protap.
– MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
– Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
– Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke RS.
– Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan
prednison dan lamprene.
157
Skema Pemberian Prednison
• Pada orang dewasa  Reaksi Tipe 1 Berat
– 2 minggu I  40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu II  30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu III  20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu IV  15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu V  10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu VI  5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah
makan.
158
Skema Pemberian Prednison
• Pada orang dewasa  Reaksi Tipe 2 Berat
– Minggu I  40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah makan.
– Minggu II  30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu III  20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu IV  15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu V  10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu VI  5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah makan.
159
Skema Pemberian Prednison
• Pada Anak
– Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus
dikonsultasikan ke dokter atau dirujuk, karena
steroid pada anak dapat mengganggu proses
pertumbuhan.
– Dosis maksimum prednison pada anak tidak boleh
melebihi 1mg/kgBB.
– Minimal pengobatan 12 minggu/3bulan.
160
Diagnosa Banding
Morbus Hansen
161
TINEA KORPORIS
Gejala Klinis
• Pada badan, tungkai, lengan, wajah
• Gatal, makin lama makin lebar
• Makula eritematosa, batas jelas, tertutup
skuama, tepi aktif, tengah menyembuh
• Plak eritematosa, papula eritematosa.
162
Pemeriksaan Laboatorium
• Kerokan kulit dengan KOH 10% dijumpai hifa.
Penatalaksanaan
• Umum :
– Meningkatkan kebersihan badan
– Menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat
• Khusus :
– Sistemik :
• Antihistamin
• Gliseofulvin, dewasa : 500-1000 mg/hr
• Itrakonazol 100mg/hr selama 2 mgg
• Ketokonazol 200mg/hari selama 3 mgg
– Topikal :
• Salep Whitfield
163
TINEA KORPORIS
164
PITIRIASIS
VERSIKOLOR
Gejala Klinis
• Kadang-kadang tanpa keluhan
• Gatal bila berkeringat
• Warna putih / coklat / kemerahan / hitam
• Lesi kulit :
– Makular :
Soliter, tertutup skuamar
– Papular :
Bulat kecil-kecil
165
PITIRIASIS VERSIKOLOR
166
Pemeriksaan Penunjang
• MIKROSKOPIS LANGSUNG
– Kerokan kulit
– KOH 10-20%
 Spagetti meat ball
• LAMPU WOOD
– Kuning keemasan
• KULTUR
167
• UMUM :
- Menghindari faktor predisposisi
• Topikal :
– Sampo :
ketokonazol 1-2%, zink piriton 1%
– Golongan imidazol :
ketokonazol 2%, mikonazole 2%
– Propilen glikol 50%
– Derivat alilamin :
Terbinafin, naftitin 1%
Penatalaksanaan
168
• SISTEMIK
– Ketokonazol 200 mg / hari  7-10 hari
– Itrakonazol 200 mg / hari  5-7 hr
Penatalaksanaan
169
Psoriasis Vulgaris
Faktor endokrin
Faktor Pencetus
Merokok / alkohol
Infeksi bakteri/virus Trauma
Iklim
Stress
Obat-obatan
PSORIASIS VULGARIS
170
PSORIASIS VULGARIS
– Predileksi :
• Tempat yang mudah terkena trauma
 Siku, lutut, sakrum, kepala, genetalia.
• Kulit :
– Plak eritema, batas jelas, tertutup skuama tebal, warna
putih, transparan.
– Fenomena bercak lilin (digores dengan benda tajam),
Austpitz sign (bintik-bintik darah), fenomena Kobner (lesi –
lesi psoriasis).
– Gejala Klinis
Sedikit gatal, panas.
171
PSORIASIS VULGARIS
172
PITIRIASIS ROSEA
Gejala Klinis
- Diawali dengan adanya bercak induk atau mother
patch atau Herald patch, yang terdapat di lengan
atas atau badan.
- Morfologi khas  makula eritematosa lonjong
dengan diameter terpanjang sesuai dengan
diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit
serta ditutupi oleh skuama halus.
- Gatal ringan – sedang.
- Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit 
dipunggung ~ pohon cemara.
173
PITIRIASIS ROSEA
174
Daftar Pustaka
• Adhi Djuanda, dkk. : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin; ed. ke-5, halaman 129-152 (Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2007).
• Djuanda.Ardi.2001.Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Jakarta: FKUI
• Siregar.R.S.1996.Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit.Jakarta: EGC

Weitere ähnliche Inhalte

Ähnlich wie 136362351-Infeksi-Mycobacterium-Leprae.ppt

anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptx
anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptxanatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptx
anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptxEsterCintyaRomiannaS
 
Anatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumenAnatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumendwisibuea
 
Biologi kulit
Biologi kulitBiologi kulit
Biologi kulit97vania
 
Pp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumenPp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumenarniwianti
 
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptx
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptxperawatankulit-121231155552-phpapp02.pptx
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptxmufida16
 
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.pptANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.pptMeilanySasti
 
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptxPENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptxDesinta6
 
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.pptanatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.pptAmia20
 

Ähnlich wie 136362351-Infeksi-Mycobacterium-Leprae.ppt (20)

anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptx
anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptxanatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptx
anatomifisiologisistemintegumen-160625132652.pptx
 
Anatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumenAnatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumen
 
ANFIS Integument.ppt
ANFIS Integument.pptANFIS Integument.ppt
ANFIS Integument.ppt
 
Biologi kulit
Biologi kulitBiologi kulit
Biologi kulit
 
kulit ss
kulit sskulit ss
kulit ss
 
Anatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumenAnatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumen
 
Anfis integumen
Anfis integumenAnfis integumen
Anfis integumen
 
Sistem Integumen
Sistem IntegumenSistem Integumen
Sistem Integumen
 
Pp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumenPp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumen
 
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptx
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptxperawatankulit-121231155552-phpapp02.pptx
perawatankulit-121231155552-phpapp02.pptx
 
Dermatitis
Dermatitis Dermatitis
Dermatitis
 
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.pptANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
 
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptxPENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
 
Anatomi fisiologi integumen akper
Anatomi fisiologi integumen akperAnatomi fisiologi integumen akper
Anatomi fisiologi integumen akper
 
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)
Funsi kulit (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
Sistem integumen
Sistem integumenSistem integumen
Sistem integumen
 
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.pptanatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 

Kürzlich hochgeladen

jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologijenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologissuser7c01e3
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccanangkuniawan
 
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smeardokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smearprofesibidan2
 
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)fifinoktaviani
 
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksihaslinahaslina3
 
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaasuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaAnnisFathia1
 
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbregulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbSendaUNNES
 
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.ppt
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.pptPPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.ppt
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.pptHenryAdhySantoso
 
partograf. pencatatan proses kelahiran.ppt
partograf. pencatatan proses kelahiran.pptpartograf. pencatatan proses kelahiran.ppt
partograf. pencatatan proses kelahiran.pptchoukocat
 
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdfPPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdfaguswidiyanto98
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioSafrina Ramadhani
 
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.pptcels17082019
 
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.pptParasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.pptStevenSamuelBangun
 
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANKONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANfaisalkurniawan12
 
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYA
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYAPPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYA
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYAStarkoko
 
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptx
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptxPenyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptx
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptxnuri729086
 
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank MaybankUNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybankcsooyoung073
 

Kürzlich hochgeladen (17)

jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologijenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
 
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smeardokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
 
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
 
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
 
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaasuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
 
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbregulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
 
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.ppt
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.pptPPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.ppt
PPT Antibiotik amoxycillin, erytromycin.ppt
 
partograf. pencatatan proses kelahiran.ppt
partograf. pencatatan proses kelahiran.pptpartograf. pencatatan proses kelahiran.ppt
partograf. pencatatan proses kelahiran.ppt
 
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdfPPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
 
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
 
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.pptParasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
 
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANKONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
 
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYA
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYAPPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYA
PPT LAPORAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAINNYA
 
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptx
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptxPenyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptx
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut.pptx
 
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank MaybankUNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
 

136362351-Infeksi-Mycobacterium-Leprae.ppt

  • 2. 2 Skenario Perempuan 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan badan panas, bercak merah tidak gatal pada daerah punggung, tangan dan kaki. Pada pemeriksaan didapatkan makula eritematosa, plak eritematosa dan nodul eritematosa.
  • 3. 3 Klarifikasi Istilah • Makula eritematosa  Kelainan kulit berbatas tegas dengan disertai warna kemerahan pada kulit. • Plak eritematosa  Peninggian yang relatif terjadi pada daerah yang > luas dibanding dengan tingginya dengan permukaan kulit yang disertai warna kemerahan pada kulit. • Nodul eritematosa  Peninggian kulit batas jelas, lebih besar dan lebih dalam dari papul, yang disertai dengan warna kemarahan pada kulit.
  • 4. 4 Key Word • Perempuan usia 20 tahun • Badan panas (Febris) • Bercak merah tidak gatal pada punggung, tangan dan kaki • Makula eritematosa • Plak eritematosa • Nodul eritematosa
  • 5. 5 Rumusan Masalah 1. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosa kepada pasien tersebut ? 2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut ?
  • 6. 6 Hipotesis 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosa kepada pasien tersebut adalah dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi yang tepat. 2. Penatalaksanaan yang tepat untuk perempuan tersebut adalah dengan pemerikasaan penunjang yang dilanjutkan dengan terapi yang sesuai berdasarkan tipe Morbus Hansen yang diderita oleh perempuan tersebut.
  • 7. 7 Tinjauan Pustaka • Anatomi Kulit • Fisiologi Kulit • Effloresensi Kulit • Etiologi, Patofisiologi, dan Reaksi MH • Gambaran Klinis dan Reaksi MH • Macam – macam Diagnosa Banding MH • Pemeriksaan Penunjang untuk Membantu Menegakkan Diagnosis. • Komplikasi pada MH • Penatalaksanaan dan reaksi MH • Pencegahan Kecacatan pada MH
  • 9. 9
  • 10. 10 Anatomi Secara Histopatologik Lapisan epidermis Lapisan Dermis Lapisan Subkutis. Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang terdiri atas Lapisan Tanduk (stratum korneum) Stratum Lusidum Stratum Basale Stratum Granulosum Stratum Spinosum Pars Papilare Pars Retikulare Jaringan Lemak
  • 11. 11 Anatomi Kulit 1. Epidermis Lapisan ini merupakan lapisan berlapis gepeng,dari permukaan ke dalam terdiri atas : – Stratum Korneum Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati,dan tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin(zat tanduk).
  • 12. 12 Anatomi Kulit – Stratum Lusidium Terdapat langsung dibawah lapisan korneum,merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. lapisan ini tampak jelas ditelapak tangan dan kaki – Stratum Granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya dan butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. tampak jelas pada telapak tangan dan kaki
  • 13. 13 Anatomi Kulit – Stratum Spinosum • Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. • Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen,dan intinya terletak ditengah-tengah.
  • 14. 14 Stratum Spinosum (stratum malphigi) • Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. • Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan intinya terletak ditengah - tengah.
  • 15. 15 Anatomi Kulit 2. Dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian – Pars Papilaris : bagian yang menonjol ke epidermis ,berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah – Pars Retikularis bagian bawah yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut penunjang, misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
  • 16. 16 3. Subkutis • Adalah kelanjutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalam nya. • Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa berfungsi sebagai cadangan makanan. Anatomi Kulit
  • 17. 17 Adneksa kulit Adneksa kulit terdiri atas kelenjar - kelenjar kulit, rambut, dan kuku. Kelenjar kulit terdapat dilapisan dermis, terdiri atas : -Glandula sudorifera (kelenjar keringat), dibagi menjadi : -Glandula ekrin  terdapat diseluruh permukaan kulit dan terdapat paling banyak ditelapak tangan dan kaki,dahi,dan aksila. -Glandula apokrin  terdapat di aksila. areola mame, pubis, labia minora, dan telinga luar.
  • 18. 18 2. Kuku Bagian terminal lapisan tanduk yang menebal,bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku,bagian terbuka diatas dasar jaringan lunak kulit pada jari tersebut badan kuku.
  • 19. 19
  • 20. 20 3. Rambut • Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada diluar kulit (batang rambut). • Ada dua macam tipe rambut yaitu lanugo yang merupakan rambut halus,dan tidak mengandung pigmen dan banyak terdapat pada bayi,dan rambut terminal yaitu ranbut yang lebih kasar dan mempunyai pigmen dan terdapat pada orang dewasa.
  • 22. 22 Fisiologi Kulit 1. P elindung berbagai organ terhadap faktor fisika,kimiawi dan infeksi. 2. Sebagai penyesuai diri terhadap dehidrasi atau cairan dari luar. 3. Pengatur suhu tubuh melalui keringat dan efek vasodilasator/vasokontriksi pembuluh darah kulit. 4. Pelindung terhadap infeksi. 5. Kelenjar minyak untuk melumasi kulit dan mempengaruhi hidrasi korneum.
  • 23. 23 Fisiologi Kulit 6. Adanya pigmen sebagai pelindung terhadap radiasi 7. Lemak kulit sebagai isolator panas,bantal terhadap trauma mekanis dan sebagai cadangan gizi 8. Kelenjar keringat mengekskresikan zat-zat yang tak berguna seperti asam urat,urea,amonia. 9. Kulit juga mensintesis vitamin D dari provitamin D malalui fotosintesis
  • 24. 24 Pelindung (Proteksi) • Menjaga bagian dalam tubuh terhadap : – Gangguan fisis atau mekanis – Gangguan kimiawi – Gangguan yg bersifat panas – Gangguan infeksi luar • Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. • Melanin yang memberi warna pada kulit melindungi kulit dari akibat buruk sinar ultraviolet.
  • 25. 25 Penyerap (Absorbsi) • Dapat menyerap bahan-bahan tertentu, spti : gas dan zat yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. • Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak yg menutupi permukaan kulit. • Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sedikit sekali yang melalui muara kelenjar keringat. • Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh : – Tebal / tipisnya kulit – Hidrasi – Kelembaban – Metabolisme – Jenis vehikulum
  • 26. 26 Pengatur Suhu Tubuh • Mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) • Pada suhu dingin – Peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan • Pada suhu panas – Peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas
  • 27. 27 Indera Perasa • Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit • Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin
  • 28. 28 Faal Pergetahan Kulit diliputi oleh 2 jenis pergetahan : SEBUM KERINGAT KELENJAR SEBASEUS KELENJAR KERINGAT
  • 29. 29 Pembentukan Pigmen • Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf • Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2 Pigmen EPIDERMIS LAPISAN KULIT BAWAH Tangan2 dendrit Sel melanofag
  • 30. 30 Pembentukan vit. D • Mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari
  • 32. 32 Efloresensi • Efloresensi (ruam) kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Demi kepentingan diagnosis penting sekali untuk mencari kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk
  • 33. 33 Efloresensi Primer Ruam Kulit Primer : • Makula : efloresensi primer yang hanya berupa perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk, seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen. • Eritema : makula yang berwarna merah disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversible, seperti pada dermatitis, lupus eritematosus.
  • 34. 34 • Hiperpigmentasi : penimbunan pigmen berlebihan, sehingga kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya. Misal pada melasma dan pasca inflamasi. • Hipopigmentasi : kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih dan sekitarnya, misalnya pada skleroderma dan vitiligo.
  • 35. 35
  • 36. 36 • Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit, berbatas tegas, berukuran < 1/2 cm. • Nodula : sama seperti papula tetapi diameter < 1 cm, misalnya pada prurigo nodularis.
  • 37. 37 • Vesikula : gelembung yang berisi cairan serosa dengan diameter < 1/2 cm dan mempunyai dasar, misalnya pada varisela, herpes zoster. • Bula : vesikel dengan diameter > 1/2 cm, misal pada pemfigus, luka bakar. • Pustula : vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela, psoriasis pustulosa.
  • 38. 38
  • 39. 39 • Urtika : penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema setempat dan dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medika mentosa, dan gigitan serangga. • Tumor : penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh. • Kista : penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa / padat / setengah padat, seperti pada kista epidermoid.
  • 40. 40
  • 41. 41 Efloresensi Sekunder • Skuama : pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa sisik halus, sedang (dermatitis) atau kasar (psoriasis). • Krusta : cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah mengering diatas permukaan kulit, misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis kontak.
  • 42. 42
  • 43. 43 • Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. Kulit tampak menjadi merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak. • Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak merah disertai bintik – bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima. • Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar, dinding, tepi dan isi. Misal, ulkus tropikum, ulkus durum.
  • 44. 44
  • 45. 45 • Rhagaden : belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat kecil / dalam. Misal pada keratoskisis, keratodermia. • Parut (sikatriks) : jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung dan kulit sekitarnya (sikatriks atrofi), dapat lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi / luka sayat). • Keloid: hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
  • 46. 46
  • 47. 47 • Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam jaringan. Misalnya abses Bartholini dan abses banal. • Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis- garis lipatan / relief kulit tampak lebih jelas, seperti pada prurigo, neurodermatitis. • Guma adalah efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang destruktif, kronik, dengan penyebaran serpiginosa, dan biasanya melunak. Misal pada sifilis gumosa.
  • 48. 48
  • 49. 49 Efloresensi Khusus • Kanalikuli : ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum korneum, yang timbul sejajar dengan permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies. • Milia (white head) : penonjolan di atas permukaan kulit yang berwarna putih, yang ditimbulkan penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti pada akne sistika. • Komedo (black head) : ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang timbul akibat proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit, seperti pada akne.
  • 50. 50
  • 51. 51 • Eksantema : ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat dan tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam, seperti pada demam berdarah. • Roseola : eksantema lentikular berwarna merah tembaga seperti pada sifilis dan frambusia. • Purpura yaitu perdarahan di dalam / di bawah kulit yang tampak kemerahan, dan tidak hilang pada penekanan kulit, seperti pada dermatitis medikamentosa. • Telangiektasis : pelebaran pembuluh darah kapiler yang menetap pada kulit.
  • 52. 52
  • 53. 53 Sifat – Sifat Efloresensi Ukuran • Miliar : sebesar kepala jarum pentul • Lentikular : sebesar kacang hijau - jagung • Numular : sebesar uang logam seratus rupiah • Plakat : > uang logam seratus rupiah
  • 54. 54
  • 55. 55 Gambaran • Liniar : seperti garis lurus • Sirsinar / anular : seperti lingkaran • Arsinar : menyerupai bulan sabit • Polisiklis : menyerupai bunga • Korimbiformis : susunan seperti induk ayam di kelilingi anak-anaknya. (hen and chicken configuration).
  • 56. 56
  • 57. 57 Bentuk • Bundar (impetigo) • Lonjong (pitiriasis rosea) • Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian yang ditinggalakan. (sifilis stadium III) • Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster.
  • 58. 58 Bentuk • Konfluen : jika beberapa efloresensi bergabung menjadi satu efloresensi besar (variola) • Iris formis : menyerupai iris (bentuk bulat / lonjong, pada bagian tengah tampak putih / hitam), pada eritema multiforme.
  • 59. 59
  • 60. 60 Lokalisasi dan penyebaran : • Solitar : hanya satu lesi (ulkus durum). • Multipel : lesi banyak (varisela). • Regional : menyerang satu regio (pada prurigo dan urtikaria) • Diskrit : lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain (pada ektima). • Simetris : mengenai kedua belah badan yang sama (pada dermatitis medikamentosa).
  • 61. 61 Lokalisasi dan penyebaran : • Bilateral : mengenai kedua belah badan (pada varisela, variola). • Unilateral : mengenai sebelah badan. • Universal : bila seluruh atau hampir seluruh tubuh terkena. • Generalisata : bila seluruh / hampir seluruh tubuh terkena (pada eritroderma).
  • 62. 62
  • 64. 64 Definisi • Kusta = lepra = morbus hansen • Merupakan penyakit infeksi yg kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yg bersifat intraseluler obligat.
  • 65. 65 Etiologi G.A. HANSEN (1874) Basil bentuk tahan asam M.leprae
  • 66. 66 Patogenesis • Lepra mempunyai patogenesis dan daya invasi yg rendah, sebab penderita yg mengandung banyak kuman belum tentu memberikan gejala yg berat, bahkan dpt sebaliknya. • Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dg derajat penyakit tidak lain disebabkan oleh respons imun yg berbeda. • Oleh karena itu penyakit kusta dpt disebut
  • 68. 68 Gambaran Klinis • Bila basil M. leprae masuk ke dalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. • Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas selular (SIS) penderita. • SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.
  • 69. 69 Ridley dan jopling memperkenalkan istilah spektrum dan determinate pada penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe dan atau bentuk, yaitu : • TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil • Ti : Tuberkuloid indefinite • BT : Borderline tuberculoid • BB : Mid Tuberculoid • BI : borderline lepromatous • Li : Lepromatosa indefinite • LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil Bentuk yang labil
  • 70. 70 I
  • 71. 71 • Keterangan : – Kontak langsung dengan penderita – Terinfeksi dan tidak terinfeksi – Terinfeksi menjadi subklinis – Persentase kesembuhan subklinis 95% – Subklinis menjadi Inderminate ( I ) – Kesembuhan Inderminate 70% – Inderminate menjadi Determinate – Tipe 1 tidak masuk dalam spektrum – TT adalah Tuberculoid polar – LL adalah Lepramatosa Polar – Ti & Li adalah borderline atau campuran – BB adalah tipe campuran – BT & Ti → lebih banyak tuberculoidnya – BL & Li → lebih banyak lepramatosanya
  • 72. 72 • Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum • TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak mungkin berubah tipe. • Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa.
  • 73. 73 Tipe – tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun ke arah LL. • BB adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. – BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya – BL dan Li lebih banyak lepromatosanya
  • 74. 74 Gambaran Klinis 1. Kerusakan saraf tepi  SensorikHipoestesi atau anastesi pada lesi kulit yang terserang  Motorikkelemahan otot, biasanya di daerah ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot muka  Autonomikmenyerang persyarafan kelenjar keringat lesi terserang tampak kering  Pembesaran saraf tepi dekat dengan permukaan kulit, mis:n.ulnaris, n. tibialis posterior, n. peroneus komunis, dll.
  • 75. 75 2. Kelainan Kulit dan Organ Lain  Kelainan kulit: hipopigmentasi/aritematus dengan adanya gangguan estesi yang jelas  Gejala berlanjut: • Facies leonina (infiltrasi difus di muka) • Penebalan cuping telinga • Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral) • Anastesi simetris pada kedua tangan
  • 76. 76 KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTA Ridley & Jopling TT BT BB BL LL Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB) Puskesmas PB MB • Multibasilar  mengandung banyak basil – LL , BL, dan BB • Pausibasilar  mengandung sedikit basil – TT, BT dan I
  • 77. 77 SIFAT Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB) Lesi • Bentuk Makula Makula Plakat Infiltrat difus Plakat Dome – Shaped (kubah) Papul Papul Punched out Nodus • Jumlah Tidak terhitung, praktis tidak ada kulit sehat Sukar dihitung, masih ada kulit sehat Dapat dihitung, kulit sehat jelas ada • Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris • Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat • Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas • Anastesia Biasanya tak jelas Tak jelas Lebih jelas BTA • Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak • Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif Tes Lepromin Negatif Biasanya negatif Biasanya negatif GAMBARAN KLINIS TIPE MB
  • 80. 80
  • 86. 86 Morbus Hansen Tipe Pausibasiler ( TT )
  • 87. 87 Morbus Hansen Tipe Pausibasiler ( BT )
  • 88. 88 Morbus Hansen Tipe Pausibasiler ( BT )
  • 89. 89 Reaksi kusta adalah interupsi dengan apisode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya kronik K L A S I F I K A S I E.N.L. (eritema nodusum leprosum) Reaksi reversal atau reaksi upgrading &
  • 90. 90 E.N.L. terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL, berarti makin tinggi tingkat multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya E.N.L. Reversal E.N.L. TT BB BL BT Ti LL Li
  • 91. 91 • Gejala klinis reaksi reversal  umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi b aru dalam waktu yang relatif singkat.
  • 92. 92 • Secara klinis, Reaksi E.N.L. dan reversal berbeda : – E.N.L. dengan lesi eritema nodosum  Reaksi non - nodular – Reversal tenpa nodus  Reaksi lepra nodular Membantu menegakkan diagnosis reaksi atas dasar lesi, ada atau tidak adanya nodus. Kalau ada, berarti reaksi nodular atau E.N.L. , Jika tidak ada berarti reaksi non- nodular atau reaksi reversal atau reaksi borderline.
  • 93. 93 Fenomena Lucio • Merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non-nodular difus  ditemukan di meksiko dan amerika tengah, namun dapat juga dijumpai di negri lain dengan prevalensi rendah.
  • 94. 94 • Gambaran klinis dapat berupa plak atau infltrat difus, berwarna merah muda, bentuk tak teratur dan terasa nyeri. • Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. • Lesi yang berat tampak lebih eritematosa, disertai purpura, dan bula, kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serte ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
  • 95. 95 Macam – Macam Diagnosa Banding Morbus Hansen
  • 96. 96 Diagnosis Banding MH • Dermatofitosis • Pitiriasis Versikolor • Pitiriasis rosea • Pitiriasis alba • Dermatitis seboroika • Verukosa • TBC kutis • Psoriasis neurofibrimatosis • Granuloma anulare • Xantomatosis • Skleroderma • Leukimia kutis • Birth mark
  • 97. 97 Dermatofitosis DEFINISI • Infeksi jamur dermatofita pada jaringan mengandung zat tanduk misalnya stratum korneum kulit, rambut, kuku
  • 98. 98 Dermatofitosis • Disebabkan kolonisasi jamur Dermatofit • menyerang jaringan yg mengandung keratin : – Stratum korneum kulit – Rambut – Kuku ETIOLOGI Penyebab 3 spesies : – Microsporum – Trichophyton – Epidermophyton
  • 99. 99 Dermatofitosis • Faktor predisposisi : - Higiene sanitasi jelek - Daerah tropis - Kelembaban yang tinggi - Kontak dgn manusia, binatang/tanah terinfeksi jamur • 3 cara penularan : - Antropofilik ( manusia ke manusia ) - Zoofilik ( binatang ke binatang ) - Geofilik ( tanah ke manusia )
  • 100. 100 Pitiriasis Versikolor DEFINISI : • Infeksi jamur superfisialis, kronis, asimtomatis, menyerang stratum korneum dari epidermis ETIOLOGI : • Malassezia furfur = Pityrosporum orbiculare = Pityrosporum ovale
  • 101. 101 Pitiriasis Versikolor FAKTOR PREDISPOSISI : • ENDOGEN : - Kulit berminyak - Genetik - Imunodefisiensi - Malnutrisi - Sindroma Cushing • EKSOGEN : - Kelembaban / suhu tinggi - Higiene jelek - Pakaian tertutup - Penggunaan emolien yang berminyak
  • 102. 102 Pitiriasis Versikolor GEJALA KLINIS • Kadang-kadang tanpa keluhan • Gatal bila berkeringat • Warna putih / coklat / kemerahan / hitam • Lesi kulit : – Makular : soliter atau saling bertemu (koalesen) tertutup skuamar – Papular / gutata : bulat kecil-kecil, peifolikular, tertutup skuama
  • 103. 103 Pitiriasis Versikolor PEMERIKSAAN PENUNJANG • MIKROSKOPIS LANGSUNG – Kerokan kulit – KOH 10 - 20%  Spagetti meat ball • LAMPU WOOD – Kuning keemasan • KULTUR
  • 104. 104 Pitiriasis Versikolor DIAGNOSIS BANDING • HIPERPIGMENTASI – Pitiriasis rosea – Dermatitis seboroik – Tinea korporis – Eritrasma • HIPOPIGMENTASI – Pitiriasis alba – Vitiligo – MH tipe tuberkuloid – Hipopigmentasi paska inflamasi
  • 105. 105 Pitiriasis Versikolor PENATALAKSANAAN UMUM : - Menghindari faktor predisposisi Topikal : – Sampo : ketokonazol 1-2%, zink piriton 1% – Golongan imidazol : ketokonazol 2%, mikonazole 2% – Propilen glikol 50% – Derivat alilamin : Terbinafin, naftitin 1%
  • 106. 106 Pitiriasis Versikolor PENATALAKSANAAN SISTEMIK – Ketokonazol 200 mg / hari  7-10 hari – Itrakonazol 200 mg / hari  5-7 hr
  • 107. 107 Pitiriasis Rosea DEFINISI - penyakit kulit, ringan, swasirna - makula eritema, oval, skuama, papul EPIDEMIOLOGI - Semua usia 15 – 40 tahun - pria = wanita
  • 108. 108 Pitiriasis Rosea ETIOLOGI DAN PATOGENESIS - Penyebab pasti belum diketahui  diduga infeksi virus PREDILEKSI - Tertutup pakaian, leher – dagu - Kadang bagian tubuh terbuka  Pitiriasis rosea inversa
  • 109. 109 Pitiriasis Rosea GEJALA KLINIS - Gejala konstitusi  - Gatal ringan - sedang / asimtomatik - Herald patch / mother plaque / medalion - Makula bulat lonjong, tepi meninggi, lekat pd tepi - Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit  dipunggung ~ pohon cemara
  • 110. 110 Pitiriasis Rosea DIAGNOSIS BANDING - Psoriasis vulgaris - Dermatitis seboroik - Lues II - Tinea korporis – MH
  • 111. 111 Dermatitis Seboroik DEFINISI : - Penyakit kulit, radang superfisialis, kronis - Predileksi area seboroik - Kronis, residif AREA SEBOROIK : Banyak kelenjar sebasea : Kepala (telinga, leher), muka (alis mata, kelopak, bibir, kumis) badan atas (presternum, interskapula), lipatan- lipatan
  • 112. 112 Dermatitis Seboroik GAMBARAN KLINIS : - BAYI ( 2-10 minggu ): - Kepala : krusta tebal berminyak  cradle scalp - DEWASA ( mulai puber ) : - Gatal - Eritema, papula, skuama kuning berminyak - KEPALA : - Pitiriasis sica
  • 113. 113 Dermatitis Seboroik PENATALAKSANAAN : - Hindari faktor pencetus - Topikal : - Kepala : Sampo selenium sulfid 1-1,8%, zinc pirithion, ketokonazol 2% - Lokasi lain : Kortikosteroid - Sistemik : - Luas - Kortikosteroid
  • 116. 116 Kusta 1.Pemeriksaan Fisik – Gangguan sensibilitas ditemukan dengan • Pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa raba (dengan ujung kapas) • Nyeri (dengan jarum suntik) • Suhu (dengan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi air panas dan air dingin).
  • 117. 117 • Setelah diberi penjelasan, pasien diminta menutup matanya. Bila sentuhan tidak dirasakan oleh pasien, pemeriksaan ini menunjang diagnosis kusta. • Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N radialis, N. peroneus, dan N. tibialis posterior) harus diperiksa, dan pembesaran saraf tersebut adalah patognomonis untuk kusta.
  • 118. 118 Kusta Tes rasa raba menggunakan ujung kapas yang disentuhkan pada lesi Tes sensibilitas Tes rasa nyeri dengan menggunakan ujung jarum yang disentuhkan pd lesi.
  • 119. 119 Tes suhu menggunakan 2 tabung reaksi yang berisi air dingin dan air hangat. Bila ada gangguan sensibilitas, pasien tidak dapat membedakan dingin dan panas
  • 123. 123 3 TANDA KARDINAL 2. Penebalan saraf tepi : - Nyeri : + / - - Gangguan fungsi : + / - 1. Sensoris  mati rasa 2. Motoris  paresis / paralisis 3. Otonom kulit kering
  • 124. 124 3 TANDA KARDINAL 3. Ditemukan Basil Tahan Asam (BTA) Sediaan dari : 1. Cuping telinga kanan & kiri 2. Lesi kulit 3. Mukosa hidung Pewarnaan Zeihl Nielsen
  • 126. 126 PEMERIKSAAN PENUNJANG  Bakterioskopis : - Indeks bakteri (BI) - Indeks morfologi (MI)  Histopatologi  Serologi : - ELISA  Polymerase chain reaction ( PCR )
  • 128. 128 • ULSERASI : – Pembentukan atau perkembangan ulkus • MUTILASI : – Tindakan menghilangkan anggota gerak,anggota,atau bagian terpenting dari seseorang – Kehilangan suatu organ – Rusak berat • DEFORMITAS : – Perubahan bentuk tubuh sebagian atau umum,malformasi.
  • 129. 129 • Kerusakan tangan. • Trauma dan infeksi kronik sekunder dpat menyebabkan hilangnya jari-jemari ataupun ekstremitas bagian distal. • Juga sering terjadi kebutaan. • Fenomena Lucio, yang ditandai oleh arthritis,terbatas pada pasien penyakit lepromatosa difus, infiltratif dan non-noduler. • Kasus klinis yang berat menyerupai bentuk lain vaskulitis nekrotikans dan menyebabkan tingginya angka mortalitas.
  • 131. 131 MORBUS HANSEN REAKSI KUSTA Keluhan & gejala tanda radang akut pada lesi penderita kusta REAKSI KUSTA REAKSI II ( ERITEMA NODUSUM LEPROSUM / E.N.L. ) REAKSI I ( REVERSAL)
  • 132. 132 REAKSI KUSTA • REAKSI I (REVERSAL) – tanpa nodus – awal terapi – reaksi ant.antigen M.leprae+antibodi (IgM,IgG)+komplemen kompleks imun – timbul lesi baru dalam waktu relatif singkat; sebagian/seluruh lesi bertambah aktif – tipe MB/PB • REAKSI II (E.N.L.) – tdp.lesi eritema nodosum – pertengahan/akhir – reaksi peradangan pada tempat yg diserang – timbul nodule baru yang meradang – tipe MB
  • 133. 133 MORBUS HANSEN PENATALAKSANAAN pada REAKSI KUSTA PRINSIP 1. Istirahat / imobilisasi 2. Obat antireaksi 3. Analgetik, sedatif  mengurangi nyeri 4. Obat antikusta diteruskan OBAT ANTI REAKSI 1. Ringan : aspirin 2. Berat : kortikosteroid, kloroquin, talidomide
  • 135. 135 PENCEGAHAN CACAT Rehabilitasi • Operasi • Fisioterapi Terdapat Gangguan Sensibilitas • Memakai sepatu  melindungi kaki yang telah terkena • memakai sarung tangan Mengenali Gejala & Tanda Reaksi Kusta Disertai Gangguan Saraf Memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin Melakukan deteksi Dini Jika + maka segera melakukan pengobatan
  • 136. 136 Program Multi Drug Therapy (MDT) • Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,mengurangi ketidaktaatan pasien,menurunkan angka putus obat,dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
  • 137. 137 Type PB 1. Rifampisin 600mg/bulan diminum didepan petugas. 2. DDS tablet 100mg/hari diminum di rumah. SELAMA 6 BULAN
  • 138. 138 Type MB 1. Rifampisin 600mg/bulan diminum didepan petugas. 2. Klofazimin 300mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan klofazimin 50mg/hari diminum di rumah. 3. DDS tablet 100mg/hari diminum di rumah PENGOBATAN 24 DOSIS DISELESAIKAN MAKS.36BULAN
  • 139. 139 Type MB 1. Klofazimin 100mg/bulan atau 50mg/2kali/minggu(untuk anak <10th),100mg/bulan, 50mg/3kali/minggu,1-2 mg/kg berat badan,10-15 mg/kg berat badan
  • 140. 140 • Disamping penggunaan (MDT) sebagai salah satu cara penghindaran terhadap kecacatan, evaluasi pengobatan &peran serta pihak ketiga juga diperlukan guna menghindari kecacatan si penderita.
  • 142. 142 Keluhan pasien : Febris Bercak merah tidak gatal di punggung, tangan dan kaki. Makula eritematosa Plak eritematosa Nodul eritematosa Anamnesa Febris berapa lama. Derajat febris. Nyeri apa tidak Riwayat kontak dengan penderita. Riwayat tanda-tanda kulit/ saraf yang dicurigai. RPD RPS RPK dll. Pemeriksaan Fisik Periksa rasa raba pada kelainan kulit. Pemeriksaan saraf tepi dengan perabaan. Pemeriksaan Penunjang Jumlah Lesi Pewarnaan Ziehl Neelsen Histopatologi ELISA Polymerase chain reaction ( PCR ) Jumlah > 5 Jumlah < 5 PB MB Terapi MB Terapi PB • Pada perempuan tersebut disertai dengan keluhan febris  reaksi kusta.
  • 143. 143 Reaksi MH • Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu : – Reaksi Tipe 1 (Reaksi Borderline) Terjadi baik pada penderita PB maupun MB. Kebanyakan terjadi segera setelah pengobatan. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6 – 12 minggu atau lebih dengan gejala – gejala dapat dilihat di tabel berikut :
  • 144. 144 Reaksi MH tipe 1 Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat 1. Lesi kulit Makula  merah, nyeri, panas, sampai membentuk plaque. Sangat merah, nyeri, panas, sampai pecah, ada lesi baru. 2. Bengkak kaki dan tangan - √ 3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam berat 4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba / gangguan fungsi Ada nyeri raba dan atau gangguan fungsi.
  • 145. 145 Reaksi MH • Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu : – Reaksi Tipe 2 (ENL) Terjadi pada penderita tipe MB Merupakan reaksi humoral. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih dengan gejala – gejala sebagai berikut :
  • 146. 146 Reaksi MH tipe 2 Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat 1. Lesi kulit Nodul merah yang nyeri tekan, biasanya hilang sendiri dalam 2- 3 hari. Sangat merah, nyeri, panas, sampai pecah, ada lesi baru. 2. Organ Tubuh Tidak ada Gangguan Iridosiklitis, epididymoorchitis, nefritis, limfadenitis, artritis 3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam berat 4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba / gangguan fungsi Ada nyeri raba dan atau gangguan fungsi.
  • 147. 147 Epidemiologi MH • Cara penularan  kulit, saluran nafas. • Etiologi  M. leprae (basil tahan asam) • Untuk mendiagnosis penyakit MH, minimal harus ditemukan satu cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal Sign, kita hanya boleh menyatakan sebagai suspek MH. • Cardinal Sign : – Tanda – tanda pada kulit : • Kelainan kulit berupa bercak merah, atau putih, atau benjolan. • Kulit mengkilat. • Bercak yang tidak gatal. • Adanya bagian – bagian tubuh yang tidak berkeringat atau berambut. • Lepuh tidak nyeri.
  • 148. 148 Epidemiologi MH – Tanda – tanda pada saraf : • Rasa kesemutan, tertusuk – tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka. • Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka. • Adanya cacat • Luka yang tidak sakit.
  • 149. 149 Diagnosis MH • Diagnosis penyakit MH hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda utama : – Lesi (kelainan) kulit mati rasa Dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritematous yang mati rasa. Pemeriksaan gangguan rasa : rasa suhu  tabung panas, dan dingin. Rasa nyeri  jarum. Rasa raba  panas. – Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf.  Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa  gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris (kelemahan otot, kelumpuhan), gangguan fungsi otonom (kulit kering) – Basil Tahan Asam Positif.
  • 152. 152 Penatalaksanaan WHO  Multi drug treatment / MDT 1. MULTIBASILER (MB) : - Rifampisin : 600 mg / bulan - Dapsone : 100 mg / hari - Clofazimin / Lampren : 300 mg /bulan dan 50 mg /hari Durasi : selama 12 bulan
  • 153. 153 Penatalaksanaan 2. PAUSIBASILER (PB) - Rifampicin : 600 mg / bulan - Dapsone : 100 mg / hari Durasi selama 6 bulan 3. LESI TUNGGAL - Rifampisin : 600 mg - Ofloksasin : 400 mg - Minosiklin : 100 mg
  • 154. 154 Tabel Perbedaan Reaksi MH Tipe 1 dan 2
  • 155. 155 Penatalaksanaan Reaksi MH • Untuk Reaksi Ringan : – Berobat jalan atau istirahat di rumah. – Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu. – Mencari dan menghilangkan faktor pencetus. – MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
  • 156. 156 Penatalaksanaan Reaksi MH • Untuk Reaksi Berat : – Immobilisasi lokal/ istirahat di rumah. – Pemberian analgesik – Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai protap. – MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah. – Mencari dan menghilangkan faktor pencetus. – Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke RS. – Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan prednison dan lamprene.
  • 157. 157 Skema Pemberian Prednison • Pada orang dewasa  Reaksi Tipe 1 Berat – 2 minggu I  40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah makan. – 2 minggu II  30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah makan. – 2 minggu III  20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah makan. – 2 minggu IV  15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah makan. – 2 minggu V  10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah makan. – 2 minggu VI  5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah makan.
  • 158. 158 Skema Pemberian Prednison • Pada orang dewasa  Reaksi Tipe 2 Berat – Minggu I  40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah makan. – Minggu II  30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah makan. – Minggu III  20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah makan. – Minggu IV  15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah makan. – Minggu V  10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah makan. – Minggu VI  5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah makan.
  • 159. 159 Skema Pemberian Prednison • Pada Anak – Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus dikonsultasikan ke dokter atau dirujuk, karena steroid pada anak dapat mengganggu proses pertumbuhan. – Dosis maksimum prednison pada anak tidak boleh melebihi 1mg/kgBB. – Minimal pengobatan 12 minggu/3bulan.
  • 161. 161 TINEA KORPORIS Gejala Klinis • Pada badan, tungkai, lengan, wajah • Gatal, makin lama makin lebar • Makula eritematosa, batas jelas, tertutup skuama, tepi aktif, tengah menyembuh • Plak eritematosa, papula eritematosa.
  • 162. 162 Pemeriksaan Laboatorium • Kerokan kulit dengan KOH 10% dijumpai hifa. Penatalaksanaan • Umum : – Meningkatkan kebersihan badan – Menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat • Khusus : – Sistemik : • Antihistamin • Gliseofulvin, dewasa : 500-1000 mg/hr • Itrakonazol 100mg/hr selama 2 mgg • Ketokonazol 200mg/hari selama 3 mgg – Topikal : • Salep Whitfield
  • 164. 164 PITIRIASIS VERSIKOLOR Gejala Klinis • Kadang-kadang tanpa keluhan • Gatal bila berkeringat • Warna putih / coklat / kemerahan / hitam • Lesi kulit : – Makular : Soliter, tertutup skuamar – Papular : Bulat kecil-kecil
  • 166. 166 Pemeriksaan Penunjang • MIKROSKOPIS LANGSUNG – Kerokan kulit – KOH 10-20%  Spagetti meat ball • LAMPU WOOD – Kuning keemasan • KULTUR
  • 167. 167 • UMUM : - Menghindari faktor predisposisi • Topikal : – Sampo : ketokonazol 1-2%, zink piriton 1% – Golongan imidazol : ketokonazol 2%, mikonazole 2% – Propilen glikol 50% – Derivat alilamin : Terbinafin, naftitin 1% Penatalaksanaan
  • 168. 168 • SISTEMIK – Ketokonazol 200 mg / hari  7-10 hari – Itrakonazol 200 mg / hari  5-7 hr Penatalaksanaan
  • 169. 169 Psoriasis Vulgaris Faktor endokrin Faktor Pencetus Merokok / alkohol Infeksi bakteri/virus Trauma Iklim Stress Obat-obatan PSORIASIS VULGARIS
  • 170. 170 PSORIASIS VULGARIS – Predileksi : • Tempat yang mudah terkena trauma  Siku, lutut, sakrum, kepala, genetalia. • Kulit : – Plak eritema, batas jelas, tertutup skuama tebal, warna putih, transparan. – Fenomena bercak lilin (digores dengan benda tajam), Austpitz sign (bintik-bintik darah), fenomena Kobner (lesi – lesi psoriasis). – Gejala Klinis Sedikit gatal, panas.
  • 172. 172 PITIRIASIS ROSEA Gejala Klinis - Diawali dengan adanya bercak induk atau mother patch atau Herald patch, yang terdapat di lengan atas atau badan. - Morfologi khas  makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai dengan diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. - Gatal ringan – sedang. - Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit  dipunggung ~ pohon cemara.
  • 174. 174 Daftar Pustaka • Adhi Djuanda, dkk. : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; ed. ke-5, halaman 129-152 (Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2007). • Djuanda.Ardi.2001.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta: FKUI • Siregar.R.S.1996.Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.Jakarta: EGC