1. Perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan badan panas dan bercak merah tidak gatal di punggung, tangan, dan kaki.
2. Pemeriksaan menemukan makula eritematosa, plak eritematosa, dan nodul eritematosa.
3. Langkah-langkah diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat diperlukan untuk memastikan diagnosis dan pengobatan yang sesuai.
2. 2
Skenario
Perempuan 20 tahun datang ke poli kulit dan
kelamin dengan keluhan badan panas, bercak
merah tidak gatal pada daerah punggung,
tangan dan kaki. Pada pemeriksaan didapatkan
makula eritematosa, plak eritematosa dan nodul
eritematosa.
3. 3
Klarifikasi Istilah
• Makula eritematosa Kelainan kulit berbatas tegas
dengan disertai warna kemerahan pada kulit.
• Plak eritematosa Peninggian yang relatif terjadi
pada daerah yang > luas dibanding dengan tingginya
dengan permukaan kulit yang disertai warna
kemerahan pada kulit.
• Nodul eritematosa Peninggian kulit batas jelas,
lebih besar dan lebih dalam dari papul, yang disertai
dengan warna kemarahan pada kulit.
4. 4
Key Word
• Perempuan usia 20 tahun
• Badan panas (Febris)
• Bercak merah tidak gatal pada punggung,
tangan dan kaki
• Makula eritematosa
• Plak eritematosa
• Nodul eritematosa
5. 5
Rumusan Masalah
1. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan
untuk menegakkan diagnosa kepada pasien
tersebut ?
2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk
pasien tersebut ?
6. 6
Hipotesis
1. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosa kepada pasien tersebut
adalah dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi yang tepat.
2. Penatalaksanaan yang tepat untuk perempuan
tersebut adalah dengan pemerikasaan penunjang
yang dilanjutkan dengan terapi yang sesuai
berdasarkan tipe Morbus Hansen yang diderita oleh
perempuan tersebut.
7. 7
Tinjauan Pustaka
• Anatomi Kulit
• Fisiologi Kulit
• Effloresensi Kulit
• Etiologi, Patofisiologi, dan Reaksi MH
• Gambaran Klinis dan Reaksi MH
• Macam – macam Diagnosa Banding MH
• Pemeriksaan Penunjang untuk Membantu
Menegakkan Diagnosis.
• Komplikasi pada MH
• Penatalaksanaan dan reaksi MH
• Pencegahan Kecacatan pada MH
10. 10
Anatomi Secara Histopatologik
Lapisan
epidermis
Lapisan Dermis
Lapisan
Subkutis.
Kulit merupakan bagian tubuh
paling luar yang terdiri atas
Lapisan Tanduk
(stratum korneum)
Stratum Lusidum
Stratum Basale
Stratum
Granulosum
Stratum Spinosum
Pars
Papilare
Pars
Retikulare
Jaringan
Lemak
11. 11
Anatomi Kulit
1. Epidermis
Lapisan ini merupakan lapisan berlapis
gepeng,dari permukaan ke dalam terdiri atas :
– Stratum Korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati,dan tidak berinti dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin(zat tanduk).
12. 12
Anatomi Kulit
– Stratum Lusidium
Terdapat langsung dibawah lapisan
korneum,merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa
inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.
lapisan ini tampak jelas ditelapak tangan dan kaki
– Stratum Granulosum
merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti
diantaranya dan butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin.
tampak jelas pada telapak tangan dan kaki
13. 13
Anatomi Kulit
– Stratum Spinosum
• Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis.
• Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen,dan intinya terletak
ditengah-tengah.
14. 14
Stratum Spinosum (stratum
malphigi)
• Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis.
• Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan intinya terletak
ditengah - tengah.
15. 15
Anatomi Kulit
2. Dermis
adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal dari pada epidermis. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian
– Pars Papilaris : bagian yang menonjol ke
epidermis ,berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah
– Pars Retikularis
bagian bawah yang menonjol kearah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut penunjang, misalnya
serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
16. 16
3. Subkutis
• Adalah kelanjutan terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak didalam
nya.
• Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adiposa berfungsi sebagai cadangan
makanan.
Anatomi Kulit
17. 17
Adneksa kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar - kelenjar
kulit, rambut, dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat dilapisan dermis, terdiri atas :
-Glandula sudorifera (kelenjar keringat), dibagi
menjadi :
-Glandula ekrin terdapat diseluruh permukaan
kulit dan terdapat paling banyak ditelapak tangan
dan kaki,dahi,dan aksila.
-Glandula apokrin terdapat di aksila. areola
mame, pubis, labia minora, dan telinga luar.
18. 18
2. Kuku
Bagian terminal lapisan tanduk yang
menebal,bagian kuku yang terbenam
dalam kulit jari disebut akar
kuku,bagian terbuka diatas dasar
jaringan lunak kulit pada jari tersebut
badan kuku.
20. 20
3. Rambut
• Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar
rambut) dan bagian yang berada diluar kulit
(batang rambut).
• Ada dua macam tipe rambut yaitu lanugo yang
merupakan rambut halus,dan tidak mengandung
pigmen dan banyak terdapat pada bayi,dan rambut
terminal yaitu ranbut yang lebih kasar dan
mempunyai pigmen dan terdapat pada orang
dewasa.
22. 22
Fisiologi Kulit
1. P elindung berbagai organ terhadap faktor
fisika,kimiawi dan infeksi.
2. Sebagai penyesuai diri terhadap dehidrasi atau
cairan dari luar.
3. Pengatur suhu tubuh melalui keringat dan efek
vasodilasator/vasokontriksi pembuluh darah kulit.
4. Pelindung terhadap infeksi.
5. Kelenjar minyak untuk melumasi kulit dan
mempengaruhi hidrasi korneum.
23. 23
Fisiologi Kulit
6. Adanya pigmen sebagai pelindung terhadap radiasi
7. Lemak kulit sebagai isolator panas,bantal terhadap
trauma mekanis dan sebagai cadangan gizi
8. Kelenjar keringat mengekskresikan zat-zat yang tak
berguna seperti asam urat,urea,amonia.
9. Kulit juga mensintesis vitamin D dari provitamin D
malalui fotosintesis
24. 24
Pelindung (Proteksi)
• Menjaga bagian dalam tubuh terhadap :
– Gangguan fisis atau mekanis
– Gangguan kimiawi
– Gangguan yg bersifat panas
– Gangguan infeksi luar
• Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar
membatasi masuknya benda-benda dari luar dan
keluarnya cairan berlebihan dari tubuh.
• Melanin yang memberi warna pada kulit melindungi
kulit dari akibat buruk sinar ultraviolet.
25. 25
Penyerap (Absorbsi)
• Dapat menyerap bahan-bahan tertentu, spti : gas dan zat
yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk
melalui kulit.
• Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam
kulit dan masuk peredaran darah, karena dapat bercampur
dengan lemak yg menutupi permukaan kulit.
• Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya
sedikit sekali yang melalui muara kelenjar keringat.
• Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh :
– Tebal / tipisnya kulit
– Hidrasi
– Kelembaban
– Metabolisme
– Jenis vehikulum
26. 26
Pengatur Suhu Tubuh
• Mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi)
• Pada suhu dingin
– Peredaran darah di kulit berkurang guna
mempertahankan suhu badan
• Pada suhu panas
– Peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat
suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas
27. 27
Indera Perasa
• Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan
terhadap saraf sensoris dalam kulit
• Fungsi indera perasa yang pokok yaitu
merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin
29. 29
Pembentukan Pigmen
• Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf
• Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2
Pigmen
EPIDERMIS LAPISAN KULIT BAWAH
Tangan2
dendrit
Sel melanofag
32. 32
Efloresensi
• Efloresensi (ruam) kulit dapat berubah pada waktu
berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang
perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari
luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan
yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi. Demi kepentingan diagnosis penting
sekali untuk mencari kelainan yang pertama
(efloresensi primer), yang biasanya khas untuk
33. 33
Efloresensi Primer
Ruam Kulit Primer :
• Makula : efloresensi primer yang hanya berupa
perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk,
seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen.
• Eritema : makula yang berwarna merah
disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler
yang reversible, seperti pada dermatitis, lupus
eritematosus.
34. 34
• Hiperpigmentasi : penimbunan pigmen berlebihan,
sehingga kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya.
Misal pada melasma dan pasca inflamasi.
• Hipopigmentasi : kelainan yang menyebabkan
kulit menjadi lebih putih dan sekitarnya, misalnya
pada skleroderma dan vitiligo.
36. 36
• Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit,
berbatas tegas, berukuran < 1/2 cm.
• Nodula : sama seperti papula tetapi diameter < 1
cm, misalnya pada prurigo nodularis.
37. 37
• Vesikula : gelembung yang berisi cairan serosa
dengan diameter < 1/2 cm dan mempunyai dasar,
misalnya pada varisela, herpes zoster.
• Bula : vesikel dengan diameter > 1/2 cm, misal
pada pemfigus, luka bakar.
• Pustula : vesikel berisi nanah, seperti pada
variola, varisela, psoriasis pustulosa.
39. 39
• Urtika : penonjolan di atas permukaan kulit akibat
edema setempat dan dapat hilang perlahan-lahan,
misalnya pada dermatitis medika mentosa, dan gigitan
serangga.
• Tumor : penonjolan di atas permukaan kulit
berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan tubuh.
• Kista : penonjolan di atas permukaan kulit berupa
kantong yang berisi cairan serosa / padat / setengah
padat, seperti pada kista epidermoid.
41. 41
Efloresensi Sekunder
• Skuama : pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kulit. Dapat berupa sisik halus, sedang
(dermatitis) atau kasar (psoriasis).
• Krusta : cairan darah, kotoran, nanah, dan obat
yang sudah mengering diatas permukaan kulit,
misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis kontak.
43. 43
• Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum
spinosum. Kulit tampak menjadi merah dan keluar
cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak.
• Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung
stratum papilaris sehingga kulit tampak merah
disertai bintik – bintik perdarahan. Ditemukan
pada dermatitis kontak dan ektima.
• Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan
dermis) yang memiliki dasar, dinding, tepi dan isi.
Misal, ulkus tropikum, ulkus durum.
45. 45
• Rhagaden : belahan-belahan kulit dengan dasar yang
sangat kecil / dalam. Misal pada keratoskisis,
keratodermia.
• Parut (sikatriks) : jaringan ikat yang menggantikan
epidermis dan dermis yang sudah hilang. Jaringan
ikat ini dapat lebih cekung dan kulit sekitarnya
(sikatriks atrofi), dapat lebih menonjol (sikatriks
hipertrofi), dan dapat normal (eutrofi / luka sayat).
• Keloid: hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui
batas.
47. 47
• Abses adalah efloresensi sekunder berupa
kantong berisi nanah di dalam jaringan. Misalnya
abses Bartholini dan abses banal.
• Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-
garis lipatan / relief kulit tampak lebih jelas, seperti
pada prurigo, neurodermatitis.
• Guma adalah efloresensi sekunder berupa
kerusakan kulit yang destruktif, kronik, dengan
penyebaran serpiginosa, dan biasanya melunak.
Misal pada sifilis gumosa.
49. 49
Efloresensi Khusus
• Kanalikuli : ruam kulit berupa saluran-saluran pada
stratum korneum, yang timbul sejajar dengan
permukaan kulit, seperti yang terdapat pada skabies.
• Milia (white head) : penonjolan di atas permukaan kulit
yang berwarna putih, yang ditimbulkan penyumbatan
saluran kelenjar sebasea, seperti pada akne sistika.
• Komedo (black head) : ruam kulit berupa bintik-bintik
hitam yang timbul akibat proses oksidasi udara
terhadap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit,
seperti pada akne.
51. 51
• Eksantema : ruam permukaan kulit yang timbul serentak
dalam waktu singkat dan tidak berlangsung lama, biasanya
didahului demam, seperti pada demam berdarah.
• Roseola : eksantema lentikular berwarna merah tembaga
seperti pada sifilis dan frambusia.
• Purpura yaitu perdarahan di dalam / di bawah kulit yang
tampak kemerahan, dan tidak hilang pada penekanan kulit,
seperti pada dermatitis medikamentosa.
• Telangiektasis : pelebaran pembuluh darah kapiler yang
menetap pada kulit.
53. 53
Sifat – Sifat Efloresensi
Ukuran
• Miliar : sebesar kepala jarum pentul
• Lentikular : sebesar kacang hijau - jagung
• Numular : sebesar uang logam seratus rupiah
• Plakat : > uang logam seratus rupiah
55. 55
Gambaran
• Liniar : seperti garis lurus
• Sirsinar / anular : seperti lingkaran
• Arsinar : menyerupai bulan sabit
• Polisiklis : menyerupai bunga
• Korimbiformis : susunan seperti induk ayam di
kelilingi anak-anaknya. (hen and chicken
configuration).
57. 57
Bentuk
• Bundar (impetigo)
• Lonjong (pitiriasis rosea)
• Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu
jurusan diikuti oleh penyembuhan pada bagian
yang ditinggalakan. (sifilis stadium III)
• Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada
herpes zoster.
58. 58
Bentuk
• Konfluen : jika beberapa efloresensi bergabung
menjadi satu efloresensi besar (variola)
• Iris formis : menyerupai iris (bentuk bulat /
lonjong, pada bagian tengah tampak putih /
hitam), pada eritema multiforme.
60. 60
Lokalisasi dan penyebaran :
• Solitar : hanya satu lesi (ulkus durum).
• Multipel : lesi banyak (varisela).
• Regional : menyerang satu regio (pada prurigo dan
urtikaria)
• Diskrit : lesi-lesi terpisah satu dengan yang lain
(pada ektima).
• Simetris : mengenai kedua belah badan yang sama
(pada dermatitis medikamentosa).
61. 61
Lokalisasi dan penyebaran :
• Bilateral : mengenai kedua belah badan (pada
varisela, variola).
• Unilateral : mengenai sebelah badan.
• Universal : bila seluruh atau hampir seluruh tubuh
terkena.
• Generalisata : bila seluruh / hampir seluruh tubuh
terkena (pada eritroderma).
64. 64
Definisi
• Kusta = lepra = morbus hansen
• Merupakan penyakit infeksi yg kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium
leprae yg bersifat intraseluler obligat.
66. 66
Patogenesis
• Lepra mempunyai patogenesis dan daya invasi
yg rendah, sebab penderita yg mengandung
banyak kuman belum tentu memberikan gejala
yg berat, bahkan dpt sebaliknya.
• Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dg
derajat penyakit tidak lain disebabkan oleh
respons imun yg berbeda.
• Oleh karena itu penyakit kusta dpt disebut
68. 68
Gambaran Klinis
• Bila basil M. leprae masuk ke dalam tubuh
seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan
kerentanan orang tersebut.
• Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas
selular (SIS) penderita.
• SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah
tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan
gambaran lepromatosa.
69. 69
Ridley dan jopling memperkenalkan istilah
spektrum dan determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas berbagai tipe dan atau bentuk,
yaitu :
• TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
• Ti : Tuberkuloid indefinite
• BT : Borderline tuberculoid
• BB : Mid Tuberculoid
• BI : borderline lepromatous
• Li : Lepromatosa indefinite
• LL : Lepromatosa polar, bentuk yang
stabil
Bentuk yang labil
71. 71
• Keterangan :
– Kontak langsung dengan penderita
– Terinfeksi dan tidak terinfeksi
– Terinfeksi menjadi subklinis
– Persentase kesembuhan subklinis 95%
– Subklinis menjadi Inderminate ( I )
– Kesembuhan Inderminate 70%
– Inderminate menjadi Determinate
– Tipe 1 tidak masuk dalam spektrum
– TT adalah Tuberculoid polar
– LL adalah Lepramatosa Polar
– Ti & Li adalah borderline atau campuran
– BB adalah tipe campuran
– BT & Ti → lebih banyak tuberculoidnya
– BL & Li → lebih banyak lepramatosanya
72. 72
• Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam
spektrum
• TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni
tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil,
jadi tidak mungkin berubah tipe.
• Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran,
berarti campuran antara tuberkuloid dan
lepromatosa.
73. 73
Tipe – tipe campuran ini adalah tipe yang labil,
berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT
maupun ke arah LL.
• BB adalah tipe campuran yang terdiri atas 50%
tuberkuloid dan 50% lepromatosa.
– BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya
– BL dan Li lebih banyak lepromatosanya
74. 74
Gambaran Klinis
1. Kerusakan saraf tepi
SensorikHipoestesi atau anastesi pada lesi kulit
yang terserang
Motorikkelemahan otot, biasanya di daerah
ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot muka
Autonomikmenyerang persyarafan kelenjar
keringat lesi terserang tampak kering
Pembesaran saraf tepi dekat dengan permukaan
kulit, mis:n.ulnaris, n. tibialis posterior, n. peroneus
komunis, dll.
75. 75
2. Kelainan Kulit dan Organ Lain
Kelainan kulit: hipopigmentasi/aritematus dengan
adanya gangguan estesi yang jelas
Gejala berlanjut:
• Facies leonina (infiltrasi difus di muka)
• Penebalan cuping telinga
• Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral)
• Anastesi simetris pada kedua tangan
76. 76
KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTA
Ridley & Jopling TT BT BB BL LL
Madrid
Tuberkuloid Borderline
Lepromatosa
WHO
Pausibasilar
(PB)
Multibasilar
(MB)
Puskesmas PB MB
• Multibasilar mengandung banyak basil
– LL , BL, dan BB
• Pausibasilar mengandung sedikit basil
– TT, BT dan I
77. 77
SIFAT Lepromatosa (LL)
Borderline
Lepromatosa (BL)
Mid Borderline
(BB)
Lesi
• Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome – Shaped (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodus
• Jumlah
Tidak terhitung, praktis
tidak ada kulit sehat
Sukar dihitung, masih
ada kulit sehat
Dapat dihitung, kulit
sehat jelas ada
• Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
• Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
• Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
• Anastesia Biasanya tak jelas Tak jelas Lebih jelas
BTA
• Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
• Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes Lepromin Negatif Biasanya negatif Biasanya negatif
GAMBARAN KLINIS TIPE MB
89. 89
Reaksi kusta adalah interupsi dengan apisode
akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
kronik
K
L
A
S
I
F
I
K
A
S
I
E.N.L. (eritema nodusum leprosum)
Reaksi reversal atau reaksi upgrading
&
90. 90
E.N.L. terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan
dapat pula pada BL, berarti makin tinggi tingkat
multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya
E.N.L.
Reversal
E.N.L.
TT BB BL
BT
Ti
LL
Li
91. 91
• Gejala klinis reaksi reversal umumnya
sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi b aru dalam
waktu yang relatif singkat.
92. 92
• Secara klinis, Reaksi E.N.L. dan reversal
berbeda :
– E.N.L. dengan lesi eritema nodosum Reaksi non -
nodular
– Reversal tenpa nodus Reaksi lepra nodular
Membantu menegakkan diagnosis reaksi atas dasar lesi,
ada atau tidak adanya nodus.
Kalau ada, berarti reaksi nodular atau E.N.L. ,
Jika tidak ada berarti reaksi non- nodular
atau reaksi reversal atau reaksi borderline.
93. 93
Fenomena Lucio
• Merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang
terjadi pada kusta tipe lepromatosa non-nodular
difus ditemukan di meksiko dan amerika
tengah, namun dapat juga dijumpai di negri lain
dengan prevalensi rendah.
94. 94
• Gambaran klinis dapat berupa plak atau infltrat
difus, berwarna merah muda, bentuk tak teratur
dan terasa nyeri.
• Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas
ke seluruh tubuh.
• Lesi yang berat tampak lebih eritematosa,
disertai purpura, dan bula, kemudian dengan
cepat terjadi nekrosis serte ulserasi yang nyeri.
Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk
jaringan parut.
98. 98
Dermatofitosis
• Disebabkan kolonisasi jamur Dermatofit
• menyerang jaringan yg mengandung
keratin :
– Stratum korneum kulit
– Rambut
– Kuku
ETIOLOGI
Penyebab 3 spesies :
– Microsporum
– Trichophyton
– Epidermophyton
99. 99
Dermatofitosis
• Faktor predisposisi :
- Higiene sanitasi jelek
- Daerah tropis
- Kelembaban yang tinggi
- Kontak dgn manusia, binatang/tanah terinfeksi jamur
• 3 cara penularan :
- Antropofilik ( manusia ke manusia )
- Zoofilik ( binatang ke binatang )
- Geofilik ( tanah ke manusia )
101. 101
Pitiriasis Versikolor
FAKTOR PREDISPOSISI :
• ENDOGEN :
- Kulit berminyak
- Genetik
- Imunodefisiensi
- Malnutrisi
- Sindroma Cushing
• EKSOGEN :
- Kelembaban / suhu tinggi
- Higiene jelek
- Pakaian tertutup
- Penggunaan emolien yang berminyak
102. 102
Pitiriasis Versikolor
GEJALA KLINIS
• Kadang-kadang tanpa keluhan
• Gatal bila berkeringat
• Warna putih / coklat / kemerahan / hitam
• Lesi kulit :
– Makular :
soliter atau saling bertemu (koalesen) tertutup skuamar
– Papular / gutata :
bulat kecil-kecil, peifolikular, tertutup skuama
116. 116
Kusta
1.Pemeriksaan Fisik
– Gangguan sensibilitas ditemukan dengan
• Pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa
raba (dengan ujung kapas)
• Nyeri (dengan jarum suntik)
• Suhu (dengan 2 tabung reaksi yang
masing-masing berisi air panas dan air
dingin).
117. 117
• Setelah diberi penjelasan, pasien diminta
menutup matanya. Bila sentuhan tidak
dirasakan oleh pasien, pemeriksaan ini
menunjang diagnosis kusta.
• Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N
radialis, N. peroneus, dan N. tibialis posterior)
harus diperiksa, dan pembesaran saraf
tersebut adalah patognomonis untuk kusta.
118. 118
Kusta
Tes rasa raba menggunakan
ujung kapas yang
disentuhkan pada lesi
Tes sensibilitas
Tes rasa nyeri dengan
menggunakan ujung jarum
yang disentuhkan pd lesi.
119. 119
Tes suhu menggunakan 2 tabung reaksi
yang berisi air dingin dan
air hangat. Bila ada gangguan sensibilitas,
pasien tidak dapat membedakan dingin
dan panas
123. 123
3 TANDA KARDINAL
2. Penebalan saraf tepi :
- Nyeri : + / -
- Gangguan fungsi : + / -
1. Sensoris mati rasa
2. Motoris paresis / paralisis
3. Otonom kulit kering
124. 124
3 TANDA KARDINAL
3. Ditemukan Basil Tahan Asam (BTA)
Sediaan dari :
1. Cuping telinga kanan & kiri
2. Lesi kulit
3. Mukosa hidung
Pewarnaan Zeihl Nielsen
128. 128
• ULSERASI :
– Pembentukan atau perkembangan ulkus
• MUTILASI :
– Tindakan menghilangkan anggota
gerak,anggota,atau bagian terpenting dari
seseorang
– Kehilangan suatu organ
– Rusak berat
• DEFORMITAS :
– Perubahan bentuk tubuh sebagian atau
umum,malformasi.
129. 129
• Kerusakan tangan.
• Trauma dan infeksi kronik sekunder dpat
menyebabkan hilangnya jari-jemari ataupun
ekstremitas bagian distal.
• Juga sering terjadi kebutaan.
• Fenomena Lucio, yang ditandai oleh arthritis,terbatas
pada pasien penyakit lepromatosa difus, infiltratif dan
non-noduler.
• Kasus klinis yang berat menyerupai bentuk lain
vaskulitis nekrotikans dan menyebabkan tingginya
angka mortalitas.
132. 132
REAKSI KUSTA
• REAKSI I (REVERSAL)
– tanpa nodus
– awal terapi
– reaksi ant.antigen
M.leprae+antibodi
(IgM,IgG)+komplemen
kompleks imun
– timbul lesi baru dalam
waktu relatif singkat;
sebagian/seluruh lesi
bertambah aktif
– tipe MB/PB
• REAKSI II (E.N.L.)
– tdp.lesi eritema nodosum
– pertengahan/akhir
– reaksi peradangan pada
tempat yg diserang
– timbul nodule baru yang
meradang
– tipe MB
136. 136
Program Multi Drug Therapy
(MDT)
• Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin
meningkat,mengurangi ketidaktaatan
pasien,menurunkan angka putus obat,dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan.
137. 137
Type PB
1. Rifampisin 600mg/bulan diminum
didepan petugas.
2. DDS tablet 100mg/hari diminum di
rumah.
SELAMA 6 BULAN
138. 138
Type MB
1. Rifampisin 600mg/bulan diminum
didepan petugas.
2. Klofazimin 300mg/bulan diminum di
depan petugas dilanjutkan klofazimin
50mg/hari diminum di rumah.
3. DDS tablet 100mg/hari diminum di rumah
PENGOBATAN 24 DOSIS DISELESAIKAN
MAKS.36BULAN
139. 139
Type MB
1. Klofazimin 100mg/bulan atau
50mg/2kali/minggu(untuk anak
<10th),100mg/bulan,
50mg/3kali/minggu,1-2 mg/kg berat
badan,10-15 mg/kg berat badan
140. 140
• Disamping penggunaan (MDT) sebagai
salah satu cara penghindaran terhadap
kecacatan, evaluasi pengobatan &peran
serta pihak ketiga juga diperlukan guna
menghindari kecacatan si penderita.
142. 142
Keluhan pasien :
Febris
Bercak merah tidak gatal
di punggung, tangan dan kaki.
Makula eritematosa
Plak eritematosa
Nodul eritematosa
Anamnesa
Febris berapa lama.
Derajat febris.
Nyeri apa tidak
Riwayat kontak dengan penderita.
Riwayat tanda-tanda kulit/
saraf yang dicurigai.
RPD
RPS
RPK dll.
Pemeriksaan Fisik
Periksa rasa raba pada
kelainan kulit.
Pemeriksaan saraf tepi
dengan perabaan.
Pemeriksaan Penunjang
Jumlah Lesi
Pewarnaan Ziehl Neelsen
Histopatologi
ELISA
Polymerase chain
reaction ( PCR )
Jumlah
> 5
Jumlah
< 5
PB
MB Terapi
MB
Terapi
PB
• Pada perempuan tersebut disertai
dengan keluhan febris reaksi
kusta.
143. 143
Reaksi MH
• Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu :
– Reaksi Tipe 1 (Reaksi Borderline)
Terjadi baik pada penderita PB maupun MB.
Kebanyakan terjadi segera setelah pengobatan.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6 –
12 minggu atau lebih dengan gejala – gejala
dapat dilihat di tabel berikut :
144. 144
Reaksi MH tipe 1
Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat
1. Lesi kulit Makula merah, nyeri,
panas, sampai
membentuk plaque.
Sangat merah, nyeri,
panas, sampai pecah,
ada lesi baru.
2. Bengkak kaki dan
tangan
- √
3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam
berat
4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba /
gangguan fungsi
Ada nyeri raba dan atau
gangguan fungsi.
145. 145
Reaksi MH
• Jenis reaksi sesuai proses terjadinya, dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu :
– Reaksi Tipe 2 (ENL)
Terjadi pada penderita tipe MB
Merupakan reaksi humoral.
Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3
minggu atau lebih dengan gejala – gejala
sebagai berikut :
146. 146
Reaksi MH tipe 2
Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat
1. Lesi kulit Nodul merah yang
nyeri tekan, biasanya
hilang sendiri dalam 2-
3 hari.
Sangat merah, nyeri,
panas, sampai pecah,
ada lesi baru.
2. Organ Tubuh Tidak ada Gangguan Iridosiklitis,
epididymoorchitis,
nefritis, limfadenitis,
artritis
3. Demam Demam ringan Demam ringan – demam
berat
4. Saraf Tepi Tidak ada nyeri raba /
gangguan fungsi
Ada nyeri raba dan atau
gangguan fungsi.
147. 147
Epidemiologi MH
• Cara penularan kulit, saluran nafas.
• Etiologi M. leprae (basil tahan asam)
• Untuk mendiagnosis penyakit MH, minimal harus ditemukan
satu cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal Sign, kita hanya
boleh menyatakan sebagai suspek MH.
• Cardinal Sign :
– Tanda – tanda pada kulit :
• Kelainan kulit berupa bercak merah, atau putih, atau
benjolan.
• Kulit mengkilat.
• Bercak yang tidak gatal.
• Adanya bagian – bagian tubuh yang tidak berkeringat
atau berambut.
• Lepuh tidak nyeri.
148. 148
Epidemiologi MH
– Tanda – tanda pada saraf :
• Rasa kesemutan, tertusuk – tusuk dan nyeri
pada anggota badan atau muka.
• Gangguan gerak anggota badan atau bagian
muka.
• Adanya cacat
• Luka yang tidak sakit.
149. 149
Diagnosis MH
• Diagnosis penyakit MH hanya dapat didasarkan pada
penemuan tanda utama :
– Lesi (kelainan) kulit mati rasa
Dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritematous
yang mati rasa.
Pemeriksaan gangguan rasa : rasa suhu tabung
panas, dan dingin. Rasa nyeri jarum. Rasa raba
panas.
– Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa gangguan
fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris
(kelemahan otot, kelumpuhan), gangguan fungsi otonom
(kulit kering)
– Basil Tahan Asam Positif.
155. 155
Penatalaksanaan Reaksi MH
• Untuk Reaksi Ringan :
– Berobat jalan atau istirahat di rumah.
– Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila
perlu.
– Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
– MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
156. 156
Penatalaksanaan Reaksi MH
• Untuk Reaksi Berat :
– Immobilisasi lokal/ istirahat di rumah.
– Pemberian analgesik
– Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan
prednison sesuai protap.
– MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
– Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
– Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke RS.
– Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan
prednison dan lamprene.
157. 157
Skema Pemberian Prednison
• Pada orang dewasa Reaksi Tipe 1 Berat
– 2 minggu I 40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu II 30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu III 20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu IV 15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu V 10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah
makan.
– 2 minggu VI 5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah
makan.
158. 158
Skema Pemberian Prednison
• Pada orang dewasa Reaksi Tipe 2 Berat
– Minggu I 40mg/hari (1X8tab) pagi hari sesudah makan.
– Minggu II 30mg/hari (1X6tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu III 20mg/hari (1X4tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu IV 15mg/hari (1X3tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu V 10mg/hari (1X2tab) pagi hari sesudah
makan.
– Minggu VI 5mg/hari (1X1tab) pagi hari sesudah makan.
159. 159
Skema Pemberian Prednison
• Pada Anak
– Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus
dikonsultasikan ke dokter atau dirujuk, karena
steroid pada anak dapat mengganggu proses
pertumbuhan.
– Dosis maksimum prednison pada anak tidak boleh
melebihi 1mg/kgBB.
– Minimal pengobatan 12 minggu/3bulan.
172. 172
PITIRIASIS ROSEA
Gejala Klinis
- Diawali dengan adanya bercak induk atau mother
patch atau Herald patch, yang terdapat di lengan
atas atau badan.
- Morfologi khas makula eritematosa lonjong
dengan diameter terpanjang sesuai dengan
diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit
serta ditutupi oleh skuama halus.
- Gatal ringan – sedang.
- Sumbu panjang sejajar pelipatan kulit
dipunggung ~ pohon cemara.
174. 174
Daftar Pustaka
• Adhi Djuanda, dkk. : Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin; ed. ke-5, halaman 129-152 (Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2007).
• Djuanda.Ardi.2001.Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Jakarta: FKUI
• Siregar.R.S.1996.Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit.Jakarta: EGC