2. Definisi
FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat
kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan
sistem dan peralatan. Kegagalan digolongkan
berdasarkan dampaknya pada kesuksesan suatau misi
dan keselamatan anggota atau peralatan. Konsep
FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi
manufaktur modern yang memproduksi produk-
produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk
konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa
prioritas baru termasuk kepuasan dan keselamatan
konsumen (Haviland, 1998).
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
3. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
adalah sebuah tool yang digunakan untuk
memeriksa kegagalan produk atau proses
yang potensial, mengevaluasi prioritas resiko,
dan membantu menentukan tindakan yang
sesuai untuk menghindari masalah yang
telah teridentifikasi.
Dengan format spreadsheet, tabel FMEA
memungkinkan analisa dapat dilakukan
dengan mudah.
Definisi
4. Definisi
Secara umum, Failure Mode & Effect Analysis (FMEA)
didefinisikan sebagai sebuah teknik yang
mengidentifikasi tiga hal (Haviland, 1998) yaitu:
Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau
produk selama siklus hidupnya. Efek dari kegagalan
tersebut. Tingkat kekritisan efek kegagalan ter-hadap
fungsi proses atau produk.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
5. Definisi – FMEA
FMEA dalam konteks six sigma adalah sebagai suatu pendekatan
untuk :
1. Identifikasi mengapa system, design, dan proses dapat gagal dalam
memenuhi permintaan customer
2. Estimasi resiko penyebab yang mengakibatkan terjadinya kegagalan
3. Evaluasi rencana kontrol untuk mencegah terjadinya kegagalan
4. Prioritaskan tindakan yang harus diambil untuk memperbaikinya
Identifikasi bagaimana system, desain, atau proses
dapat gagal lalu susun rencana untuk mencegah
kegagalan tersebut.
6. Tujuan & Keuntungan FMEA
Meningkatkan kualitas, kehandalan dan keamanan produk
Membantu meningkatkan kepuasan customer (internal dan eksternal)
Mengurangi waktu dan biaya pengembangan produk
Mendokumentasi dan melacak tindakan yang diambil untuk mengurangi resiko
Tipe FMEA
• System FMEA : digunakan untuk menganalisa sistem dan subsistem pada
tahap konsep dan desain awal. Fokus pada potential failure modes yang
berhubungan dengan fungsi sistem, atau subsistem
• Design FMEA : digunakan untuk menganalisa produk sebelum diproduksi.
Suatu FMEA untuk desain fokus pada potential failure modes yang
disebabkan oleh kekurangan (deficiencies) dalam desain
• Process FMEA : digunakan untuk menganalisa proses produksi, perakitan
dan kegiatan transaksi. Suatu FMEA untuk proses fokus pada potentiall
failure modes yang disebabkan oleh proses deficiency(ies).
7. Terminology FMEA
Contoh: desain pintu mobil
Failure Modes
-Physical description of a failure :suara bising pada bagian pertemuan antara daun pintu dan
atap mobil.
Cause
- Refers to cause of the failure: karet seal yang tidak memadai
Effect (dampak)
- Impact of failure on : people, machine, method, material, or evironment : pada
orang/penumpang: ketidaknyamanan
Failure Mode dapat juga disebut cacat (defect), sedangkan Effect
adalah pengaruh yang diberikan pada customer.
8. FMEA sebagai tool dalam menganalisis
kehandalan (reliability) dan penyebab kegagalan
FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (reliability) dan
penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan
keamanan produk dengan memberikan informasi dasar mengenai
prediksi kehandalan, desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA
terdapat beberapa hal yang berpengaruh antara lain:
• Rating keparahan (severity)
• Rating kejadian (occurrence)
• Rating deteksi (detection)
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
9. Rating keparahan (severity)
Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan
tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek
dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai
tingkat yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan
menyangkut berbagai aspek dari desain, pemilihan material,
kekurangan atau kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan,
pengerjaan ulang, perakit-an, inspeksi, uji coba atau testing,
pengendalian kualitas (quality control), penyimpanan dan
pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan dan penyimpanan yang tidak
diduga akibat kelebihan beban atau kerusakan mekanis atau kimia
dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber tersebut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya kegagalan (Ford Motor
Company, 1992).
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
10. Rating kejadian (occurrence)
Rating kejadian (occurrence) adalah rating yang berhubungan dengan
estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu
penyebab tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang
diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan saat ini.
Rating kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif
yang muncul pada setiap 1000 komponen atau CNF (Cumulative
Number of Failure) /1000. CNF/1000 dapat diestimasikan dari sejarah
tingkat kegagalan proses manufaktur dan perakitan pada komponen
yang mirip atau yang dapat mewakili jika estimasi dari kegagalan dari
komponen yang dimaksud tidak dapat ditentukan.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
11. Rating deteksi (detection)
Rating deteksi (detection) tergantung pada metode pengendalian
yang digunakan saat ini. Rating deteksi adalah ukuran
kemampuan metode pengenda- lian tipe (2) untuk mendeteksi
penyebab atau mekanisme kegagalan atau kemampuan metode
pengendalian tipe (3) untuk mendeteksi mode kegagalan. Satu
nilai deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang
digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk
mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Metode
pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang sebagai
sebuah sistem jika beroperasi secara independen. Fault Tree
Analysis merupakan metodologi analisis yang menggunakan
model grafis untuk menunjukkan analisis proses secara visual.
FTA memungkinkan untuk mengidentifikasi kejadian gagal
berdasarkan penilaian probabilitas kegagalan (Dewi, 2005).
RPN =Risk Priority Numbers
RPN = Severity X Occurance X Detection
RPN terbesar harus dijadikan target dalam perbaikan
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
12. Tabel Severity Rating
INJURY RISK ASSESMENT OF CM BED USE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS FOR SYSTEM AND DESIGN OF THE
BED
by Susanto PT Mak Yogyakarta
Table 2 : Severity Rating Table
Effect Rating Criteria
No effect
Customer not annoyed. Very slight effect on product or System
performance
Customer slightly annoyed. Slight effect on product or System
performance
Customer experiences minor annoyed. Minor effect on product
or System performance
Customer experiences some dissatisfaction. Moderate effect on
product or System performance
Customer experiences discomfort. Product performance degraded
but operable and safe. Partial loss of System function but operable
Customer dissatisfied. Product performance severely affected
but driveable and safe. System function impaired
Customer very dissatisfied. Product in operable, but safe
System inoperable
Potential hazardous effect. Able to stop product without mishap -
gradual failure.
Hazardous effect. Safety related - sudden failure.
No Effect
Very Slight Effect
Slight Effect
Minor Effect
7
8
Moderate Effect
Significant Effect
Mayor Effect
Extreme Effect
9
10
Serious Effect
Hazardous Effect
1
2
3
4
5
6
13. Tabel Occurance Rating
INJURY RISK ASSESMENT OF CM BED USE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS FOR SYSTEM AND DESIGN OF THE
BED
by Susanto PT Mak Yogyakarta
Table 3: Occurrence Rating
Occurrence Rating CNF/1000 Criteria
<0.00058 Failure unlikely. History of similar design show no
(<1 in 1,500,000)failures
0.0068
(1 in 150,000)
0.063
(1 in 15,000)
0.46
(1 in 2,000)
2.7
(1 in 400)
12.4
(1 in 80 )
46
(1 in 20)
134
(1 in 8)
316
( 1in 3)
>316 Failure almost certain to occur. History of many
(>1 in 3) failures with previous or similar design
Almost Never
Remote
Very Slight
Slight
Low
Medium
Moderately High
High
Ver High
Almost Certain
1
2
3
4
5
6
7
8
Very high number of failures likely
9
10
Rare number of failures likely
Very few failures likely
Few failures likely
Occasional number of failures likely
Modium number of failures likely
Moderately high number of failures likely
High number of failures likely
14. Tabel Detection Rating
INJURY RISK ASSESMENT OF CM BED USE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS FOR SYSTEM AND DESIGN OF THE
BED
by Susanto PT Mak Yogyakarta
Table 4: Detection Rating
Occurrence Rating Criteria
Proven detection method available in early concept stage
No known method available
Almost Certain
Ver High
High
Moderately High
Medium
low
Slight
Very Slight
Remote
Almost Imposible
1
2
3
4
5
6
7
8
Only unproven or unreliable method available
9
10
Proven Computer analysis program available in early design stage
Simulation/modeling techniques available in early design stage
Test on early prototype System elements
Test on pre-production System Elements
Test on similar System elements
Test on product with prototype System elements installed
Proving ground durability test on product with system elements installed
16. History
Failure Mode and Effect Analysis
Market pressure, kompetisi, legal requirements, customer
requirements, public liability Ketidakpastian
Uncertainty Risk
Risk harus dapat di ukur, dikontrol, dan di reduksi/minimize
Risk analysis
Prinsip dasar di dalam manajemen resiko: Prevention of Problems,
not solution of problems
Dalam FMEA: Failure prevention, not failure detection
Asal FMEA : dari reliability engineering (bagian dari maintenance)
17. FMEA Road map
Identify
Potential
Failure Mode
Identify
Potential
Effect(s) of
Failure Mode
Identify
Potential
Cause(s) of
Failure Mode
Evaluate
Current
Controls or
Design
verification
Determine
Saverity
Determine
Occurence
Determine
Detectability
Determine
RPN
Identify Actions
Leading to
Improvement
18. Procedure
Failure Mode and Effect Analysis
Buat tabel keterangan nilai-nilai yang ditentukan. Untuk kolom
Frequency of Occurrence, Degree of Severity, dan Chance of Detection
buatlah sebuah tabel konsensus dari nilai-nilai relatif untuk
mengasumsikan frekuensi muncul (occurrence), severity (seberapa
besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi), dan kemungkinan
masalah tersebut terdeteksi dan diatasi sekarang ini (detection). Isikan
nilai yang sesuai untuk kolom-kolom di atas berdasarkan tabel yang
dibuat
Hitung risk factor (faktor resiko) untuk tiap-tiap penyebab kegagalan.
Untuk tiap penyebab kegagalan, faktor resikonya adalah hasil kali
angka-angka pada kolom pada kolom Occurrence, Degree of Severity,
dan Chance of Detection
Identifikasi failure modes yang kritis (memiliki nilai faktor resiko yang
besar)
19. Procedure
Failure Mode and Effect Analysis
Buat kolom-kolom dalam sebuah spreadsheet. Beri nama masing-
masing kolom tersebut sebagai berikut : Modes of Failure, Cause of
Failure, Effect of Failure, Frequency of Occurrence, Degree of
Severity, Chance of Detection, Risk Priority Number (RPN), dan
Rank
Identifikasi semua modes of failure (modus kegagalan) yang
mungkin, dapat dilakukan dengan brainstorming atau hasil
dokumentasi dari diagram CFME
Identifikasi semua penyebab kegagalan yang mungkin untuk
setiap modus kegagalan (modes of failure) di atas
Tentukan efek dari tiap kegagalan tersebut. Identifikasi akibat
potensial dari kegagalan terhadap pelanggan, produk, dan proses
22. ANALYZE : CFME
Diagram Cause Failure Mode Effect
Cacat silver dan short
shoot pada proses injection
Pendinginan
pada mesin
kurang sempurna
Tonase mesin
tidak sesuai
Clamping force
kurang
Komposisi mixing
tidak sesuai
Proses
pemanasan
material tidak baik
Material tidak
sesuai standar
Suhu material
tidak sesuai
Tidak ada
pelatihan yg
terstruktur
Operator
kurang pelatihan
Mesin bervariasi
setting tidak sama
Setting mesin
tidak baik
Lubang air kotor
Pendinginan
pada mold
kurang sempurna
Chiller tidak
bekerja dengan
baik
Tidak ada
perawatan rutin
Kapasitas chiller
tidak memenuhi
banyaknya mesin
Terlalu banyak
material recycle
Tidak ada
prosedur standar
Perlu operator
berpengalaman
Hasil setting perlu
dibuat prosedur
standar
Kapasitas produksi
melebihi jumlah
mesin
24. ANALYZE : FMEA
Dari tabel Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dihasilkan beberapa modus
kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi :
Rank 1, RPN 294
Pendinginan pada cetakan/mold yang kurang sempurna, akan membuat aliran
material terhambat ataupun udara akan terjebak (air trap) sehingga produk cacat
akan mungkin sekali terjadi. Kapasitas produksi yang tinggi membuat sulitnya
proses perawatan ideal.
Rank 2, RPN 288
Setting mesin menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Setting mesin ini
menjadi sulit dilakukan karena ada tiga jenis merk mesin di perusahaan yang
masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Selain itu faktor eksternal
seperti suhu pada mold, suhu pada chiller dan material yang dipakai
mempengaruhi unsur-unsur dalam setting mesin tadi.
Rank 3, RPN RPN 252
Komposisi material yang tidak sesuai adalah salah satu penyebab cacat silver dan
short shoot. Material yang terlalu panas dan komposisi material recycle yang
terlalu banyak dicampur dengan material dasar membuat aliran material menjadi
terhambat.
28. Penggunaan FMEA dalam estimasi Cost
Of Poor Quality (COPQ)
Langkah 1: Identifikasi penyebab potensial terjadinya failure menggunakan input dari input-output
diagram dan pindahkan ke dalam FMEA worksheet. Gunakan cause-and-effect matrix, untuk
meyakinkan bahwa semua jenis failure masuk dalam COPQ analysis. Masukkan hanya input
/faktor terkontrol, ini penting karena biaya untuk faktor tak terkontrol tidak dapat dikalkulasi
dengan pasti.
Langkah 2: Setelah memasukkan input, lakukan review dengan tim untuk memastikan semua
potensi failure sudah diidentifikasi. Masukkan setiap kemungkinan failure yang dapat terjadi. Jika
terdapat resiko failure, tim harus mengidentifikasinya dan memasukkan potential cost of failure ke
dalam perhitungan COPQ.
Langkah 3: Lakukan perhitungan prioritas resiko untuk semua potensial failure dengan
menggunakan FMEA. Hitung nilai Risk Priority Number dengan mempertimbangkan nilai
severity, occurrence and detection.
Risk Priority Number = Severity x Occurrence x Detection
Severity = ranking tingkat keparahan dari efek modus kegagalan bagi pelanggan
Occurrence = ranking tejadinya penyebab modus kegagalan pada saat pemakaian produk
Detection = ranking deteksi sistem pengendalia yang ada saat ini mampu mendeteksi
terjadinya modus kegagalan dan mencegahnya sampai ke tangan pelanggan
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
29. Penggunaan FMEA dalam estimasi Cost
Of Poor Quality (COPQ) (Lanjutan)
Langkah 4: Gunakan masukan tim dan semua alat estimasi yang tersedia ,hitung
average cost to resolve (ACR) untuk tiap penyebab potensial terjadinya
kegagalan . ACR dihitung sebagi perkalian antara estimasi waktu penyelesaian
problem (estimated effort hours to resolve =EHR) dan rata-rata biaya
penyelesaian per jam ( average cost per effort hour = ACH).Estimasi disini
menggunakan tingkat kepercayaan 90%-95%.
ACRi = EHRi x ACHi
Dimana :
ACRi = rata-rata biaya untuk menyelesaiakan masalah i
EHRi = waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah I
ACHi = rata-rata biaya per jam untuk menyelesaikan masalah I
i = 1 sampai n (n total jumlah kegagalan/kerusakan )
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
30. Penggunaan FMEA dalam estimasi Cost
Of Poor Quality (COPQ) (Lanjutan)
Langkah 5: Hitung rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan problem
yang bersifat random, gunakan rata-rata berbobot ( weighted average) dari waktu
untuk menyelesaikan problem. Pembobotan menggunakan risk priority dari tiap
kegagalan.
Weighted Average Cost to Resolve (WACR) = [Sum of (RPNi x ACRi) / Sum of (RPNi)]
Step 6: Hitung COPQ dari proyek dengan mengalikan WACR dengan target
pengurangan kejadian selama proyek
COPQ = WACR x Reduction in Events Due to the Project
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
31. Contoh Kasus Penerapan :
IMPLEMENTASI LEAN SIX SIGMA
BERDASARKAN NILAI COPQ
MENGGUNAKAN PENDEKATAN FMEA
PADA BANK ‘X’
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
32. Define
Proyek ini dilakukan bagi perbaikan proses pelayanan di sebuah bank,
bertujuan untuk mengurangi waktu antrian nasabah dengan melakukan
perbaikan pada kecepatan pelayanan serta faktor-faktor yang bisa mengurangi
antrian. Input dari proses pelayanan ni adalah : Skill karyawan, Sistem
computer Prosedur transaksi, dan Form transaksi. Out put yang dihasilkan :
Waktu pelayanan nasabah (5± 2 menit), Nilai transaksi per bulan Rp. 250 juta ±
10 juta, dan kepuasan pelanggan skala 8-10. Proses pelayanan nasabah seperti
gambar 3. Berdasarkan value stream mapping diketahui dari seluruh kegiatan
55% merupakan Value added activity, 20% merupakan necessary but non added
activity dan 25% merupakan non added activity, Adanya non added activity
mengakbatkan kinerja bank kurang efektif dan efisien.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
33. Measure (langkah 1)
Dari peta proses teridentifikais waste terbesar pada
kegiatan ini adalah menunggu akibat pengerjaan ulang.
Dari input output process, teridentifikasi penyebab waste:
Skill karyawan , Sistem computer dan prosedur transaksi
dan form transaksi.Selanjutnya dituangkan dalam FMEA
worksheet . Langkah-langkahnya sebagai berikut :
Langkah 1 Tim menggunakan diagram input output untuk
mengidentifikasi semua penyebab potensial terjadinya
kegagalan. Teridentifikasi terdapat empat penyebab dan di
impor ke dalam alat FMEA. Keempat penyebab tersebut
adalah Skill Karyawan, Sistem Komputer, Prosedur
Transaksi, dan Form Transaksi
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
34. Measure (langkah 1)
Tunggu
ya
tdk
Mulai
Masuk ke bank
Mengambil & Mengisi
FormTransaksi
Form
Bena
r?
Antri
?
Periksa
Periksa
Print Data
Serahkan Ke Nasabah
Input Data Ke Sistem
Komputer
NASABAH TELLER
Menyerahkan Form
Transaksi Ke Teller
Perbaiki
Selesai
tdk
ya
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
35. Langkah 2 Selanjutnya tim mengadakan pertemuan untuk melakukan
brainstroming dan mengidentifikasi penyebab yang lain. Dari brainstroming
yang dilakukan teridentifikasi satu penyebab lagi yaitu : ATM Rusak sehingga
total terdapat 5 penyebab.
Langkah 3 Dilakukan perhitungan Risk Priority Numbers (RPN)untuk ke
lima penyebab kegagalan dengan menggunakan FMEA tools.
Measure (langkah 2 & 3)
No. Penyebab Potensial
Severity Occurence Detection
RPN
1 Skill Karyawan 7 5 0,20 7,0
2 Sistem Komputer 5 5 0,5 12,5
3 Prosedur Transaksi 6 9 0,8 43,2
4 Form Transaksi 8 9 0,8 57,6
5 ATM Rusak 4 5 0,3 6,0
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
36. Langkah 4 Kemudian tim mereview tiap penyebab
kegagalan dan menghitung biaya rata-rata untuk
menangani kegagalan yang disebabkan faktor
tersebut. Disini dibutuhkan estimasi waktu
penyelesaian masalah dan biaya rata-rata per unit
waktu.
Measure (langkah 4)
No. Penyebab Potensial RPN
Effort Hours to
Resolve (Hours)
Average Cost Per
Hour (Rp.000)
Average Cost to
Resolve (Rp.000)
RPN x ACR
(000)
1 Skill Karyawan 7,0 1 50 50 350
2 Sistem Komputer 12,5 4 100 400 5000
3 Prosedur Transaksi 43,2 1 50 50 2160
4 Form Transaksi 57,6 1 50 50 2880
5 Cuaca 6,0 16 100 1600 9600
Jumlah 126,3 Jumlah 19990
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
37. Langkah 5 Gunakan perkiraan biaya rata-rata perkejadian untuk menghitung estimasi
bobot rata-rata tertimbang untuk menyelesaian masalah (WACR ).
Weighted Average Cost to Resolve (WACR) = (RPN x ACR) / RPN
= Rp. 19.990.000 /126,3 = Rp. 158.274
Langkah 6 Akhirnya , COPQ diestimasi dengan mengalikan biaya penyelesaian
kegagalan dengan dengan potensi terjadinya kegagalan per tahun
COPQ (annualized)= [Sum of (RPNi x ACRi) / Sum of (RPNi)] x Annual Reduction in Events
Estimasi terjadinya kegagalan ini adalah 400 kejadian per bulan = 4800 kejadian per tahun
COPQ dalam 1 tahun= Rp. 158.274 x 4800 = Rp. 759.714.964
Jadi pada kondisi terdapat 400 kegagalan perbulan (4800per tahun), COPQ yang terjadi
sebesar Rp. 759.714.964. Jika dibandingkan dengan nilai transaksi pertahun = Rp.
250juta x 12 = Rp.3000juta, maka COPQ ini mencapai 25,32%. Berdasar tabel 2, maka
nilai tersebut menunjukkan level sigma 3
Measure (langkah 5 & 6)
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
38. Analyze
Untuk memperbaiki layanan, terdapat 4 alternatif tindakan perbaikan yang
dipertimbangkan, yaitu : melakukan pelatihan untuk meningkatkan skill
kayawan, mengubah sistem komputerisasi, memperbaiki prosedur transaksi
dan memperbaiki form transaksi. Dari FMEA Work sheet terlihat Form
transaksi memiliki nilai RPN tertnggi, maka ini merupakan alternative
improvement yang memiliki prioritas tertinggi untuk dilaksanakan. Pihak
manajemen Bank menargetkan pada tahun ini mampu mengurangi
terjadinya keterlambatan pelayanan dari 400kasus.menjadi 200 kasus. Untuk
itu akan dianalisa nilai COPQ serta nilai Sigma pada kondisi tersebut. Dari
hasil perhitungan diperoleh Nilai COPQ Rp. 379.857.482, atau 12,66 % dari
nilai penjualan pertahun, sehingga mampu mencapai nilai sigma 4.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
39. Improve
Perbaikan dilakukan sesuai dengan alternative improvement yang memiliki
nilai RPN terbesar, yaitu perbaikan form transasi.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
40. Control
Jika implementasi telah dilakukan, maka perlu ada tindakan penendalian yang
menjamin pelaksanaan improve sesuai dengan yang telah ditentukan. Selain
itu juga dilakukan perhitungan nilai COPQ dan nilai sigma untuk mengetahui
apakan perbaikan yang dilakukan telah mampu memperbaiki kulitas
proses.Proses perhitungan menggunakan pendekatan FMEA.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012
41. Kesimpulan contoh kasus
Kombinasi pendekatan Lean Thinking dan six sigma akan menghasilkan proses yang
berkualitas dalam waktu yang cepat dan biaya yang murah, karena keduanya saling
bersinergi. Six Sigma menghasilkan produk yang berkualitas sehingga akan memacu
terjadinya Lean Speed karena minimasi waktu pengerjaan ulang. Demikian juga
sebaliknya Lean speed akan membantu six sigma menghasilkan produk berkualitas
karena dipacu oleh proses eksperimen dan proses pembelajaran yang dilakukan dengan
cepat.
Keberhasilan implementasi six sigma dapat dilihat dari besarnya biaya akibat
dihasilkannya produk yang berkualitas buruk (COPQ). Makin rendah nilai COPQ
menunjukkan proses memerlukan biaya penanganan failure yang relatif kecil. Ini berarti
proses mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang baik , dan pencapaian level
sigma oleh proses yang lebih tinggi.
Jika tim proyek six sigma akan menghitung COPQ pada tahap measure, pendekaan
FMEA akan sangat membantu karena pendekatan ini secara objektif mengestimasikan
COPQ saat tidak ada data masalalu dan sistem pengukuran yang tersedia.
FMEA merupakan pendekatan yang terstruktur, sehingga perhitungan ini relatif mudah
untuk dilakukan. Akurasi dan kemampuan mengetahui keterkaitan (dependensi) dari
tiap kejadian dan tingkat keparahannya (severity) akan menghasilkan estimasi COPQ
yang mendekati nilai actualnya.
Endang Suhendar,MT Teknik Industri UNINDRA 2012