Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
1. Profil kesehatan
Provinsi sulawesi barat
tahun 2011
DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT
TAHUN 2012
2. Diterbitkan oleh :
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju
Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579
Website : dinkes.sulbarprov.go.id
Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal Dinkes Sulbar
3. Diterbitkan oleh :
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju
Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579
Website : dinkes.sulbarprov.go.id
Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal
Dinkes Sulbar
4. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab
dr.Achmad Azis,M.Kes
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Ketua
Dr.Indahwati Nursyamsi
Sekretaris
Wahyuddin,SE,M.Kes
Anggota
Drs.Dadang Hardiawan,MM, Rosmianti,SKM
Yulianus Dupa Budi,Amd.F; Tenri Bulaeng,SKM,M.Kes
Firman Gazali,SKM,M.Kes, Rachmi,SKM
Agustina Uta Tabang Kalua,S.Gz; Wa Ode Nuraisyah,S.Kep
Irianti,SKM; Muh. Saleh,Amd.Kep
5. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya untuk mewujudkan
Negara Indonesia menjadi bangsa yang sehat,maju, mandiri, sejahtera,
adil dan makmur dengan sasaran meningkatnuya kualitas sumber daya
manusia yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan semakin kuatnya
jati diri dan karakter bangsa.
Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan dengan keterlibatan
masyarakat luas dan dilaksanakan dengan semangat kemitraan lintas
sektor, antara pemerintah dan sawasta, serta antara pusat dengan
daerah. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan :
1). Upaya kesehatan, 2). Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan,
3). Pembiayaan Kesehatan, 4). SDM Kesehatan, 5). Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Makanan, 6). Manajemen, Informasi, Regulasi
Kesehatan, dan 7). Pemberdayaan Masyarakat.
Sesuai dengan amanat yang tertiuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 – 2014, yang ditujukan
6. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 2
untuk meningkatkan status kesehatan setinggi-tingginya, serta
mencapai MDG,s yang merupakan salah satu tugas penting dari
Pemerintah. Diupayakan percepatan pencapaian target sasaran yang
telah ditetapkan dengan pembangunan kesehatan yang lebih focus,
sistematis, terpadu, efisien, terintegrasi yang memerlukan kerjasama
dan komitmen dari seluruh stakeholders.
Untuk menjamin terlaksananya pembangunan secara efektif dan
efisien khususnya dalam bidang Kesehatan maka diperlukan data dan
informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat sebagai bahan dasar
penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis,
terarah, terpadu dan menyeluruh . Data yang akurat menjadi salah
satu indikator penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan
kesehatan
Profil Kesehatan 2011 yang berbasis data terpilah menurut jenis
kelamin. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah
gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang memuat
berbagai data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan
selama tahun 2011. Data dan informasi yang termuat antara lain data
kependudukan, fasilitas kesehatan, pencapaian program-program
kesehatan, masalah kesehatan dan lain sebagainya. Profil Kesehatan
Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan secara sederhana dan informatif
dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
7. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 3
Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan
Propinsi Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur
keberhasilan/kemajuan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan
selama tahun 2011 dibandingkan dengan target yang sudah ditetapkan,
sekaligus bisa dipakai sebagai bahan evaluasi perwujudan menuju
Sulawesi Barat Malaqbi.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
I. Maksud
Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2011 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif
sebagai acuan dalam manajemen pelaksanaan upaya pelayanan
kesehatan.
II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi tentang program-program pembangunan
kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja
pembangunan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosial-ekonomi.
2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan
8. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 4
3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan
4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat
digunakan sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan
kesehatan
C. SISTEMATIKA PENYAJIAN
Profil Kesehatan diharapkan bisa lebih informatif, maka profil
kesehatan ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab I – Pendahuluan. Bab ini secara ringkas menjelaskan latar
belakang, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya
berisi pula uraian ringkas dari masing-masing bab.
BAB II - Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum
Propinsi Sulawesi Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan
geografis, keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi,
dan keadaan lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat
BAB III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini menyajikan situasi
Derajat Kesehatan berisi uraian tentang angka kematian, angka
kesakitan, dan keadaan gizi;
BAB IV - Situasi Upaya Kesehatan . Bab ini membahas tentang upaya –
upaya kesehatan yang telah dilaksanakan di Sulawesi Barat sampai
tahun 2011.
9. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 5
BAB V - Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga
kesehatan, unit kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran
tenaga kesehatan di unit kerja Propinsi Sulawesi Barat
**************
10. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 6
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFI
Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang cukup
strategis karena berada diantara dua Provinsi, yaitu Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat sebelah barat berbatasan
langsung dengan Selat Makassar, Sebelah timur berbatasan dengan
Sulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi tengah
dan Sulawesi selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan.
Gambar 2.1
Peta Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011
11. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 7
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 16.729,9 km2, secara
administratif terbagi menjadi 5 kabupaten, yang tersebar menjadi 604
desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Mamuju dengan
luas 7.943 km2, atau sekitar 47,5% dari luas total Provinsi Sulawesi
Barat, sedangkan Kabupaten Majene merupakan wilayah yang luasnya
paling kecil di Sulawesi barat, yaitu seluas 948 km2.
Gambar 2.2
Luas dan Persentase Kabupaten Se- Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2011
Secara topografi, wilayah Sulawesi Barat memiliki kondisi yang
bervariasi yaitu pegunungan, perbukitan, dataran rendah, pesisir
pantai serta rawa-rawa. Sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat
merupakan daerah yang sulit dijangkau disebabkan kondisi daerah
yang sangat berat sehingga hanya bisa dilalui dengan kuda dan jalan
kaki. Disamping itu masih terdapat sekelompok masyarakat terasing
yang menutup diri dari kemajuan ilmu pengetahuan.
12. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 8
B. KEADAAN PENDUDUK
Jumlah penduduk Sulawesi Barat tahun 2011 (Hasil Estimasi Dinas
Kesehatan masing-masing kabupaten) sebesar 1.163.737 Jiwa. Dengan
luas wilayah sebesar 16.937,2 km2,maka rata – rata kepadatan
penduduk di Sulawesi Barat sebesar 69 jiwa untuk setiap kilometer
persegi (km2). Wilayah terpadat adalah Kabupaten Polewali Mandar,
dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 231 jiwa per kilometer
persegi (km2). Wilayah terlapang di Sulawesi Barat adalah Kabupaten
Mamuju, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 42 jiwa per
kilometer persegi (km2). Dengan demikian dapat dilihat bahwa
persebaran penduduk se Sulawesi Barat belum merata.
Gambar 2.3
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Barat
Menurut Kabupaten Tahun 2011
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten tahun 2011
13. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 9
Dengan jumlah rumah tangga sebesar 255.512 rumah tangga, maka
rata-rata jumlah rumah tangga di Sulawesi Barat adalah 4,55 Jiwa
untuk setiap rumah tangga. Jumlah penduduk tertinggi berada di
Kabupaten Polewali Mandar dan terendah di Kabupaten Mamuju Utara.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio
jenis kelamin yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk
perempuan per 100 penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi Dinas
Kesehatan Kabupaten tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk laki-laki
di Sulawesi Barat sulit ditentukan karena kelengkapan data yang
kurang dari kabupaten. Data mengenai Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)
dapat dilihat pada lampiran tabel 2.
Struktur/komposisi penduduk Sulawesi Barat menurut umur dan jenis
kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki maupun perempuan
mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 10 – 14 tahun dan
5–9 tahun.
C. KEADAAN PENDIDIKAN
Keadaan pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap
ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah.
Melalui pengetahuan, pendidikan berkonstribusi penting terhadap
perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor
14. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 10
pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang
untuk berperilaku sehat.
Angka buta huruf berkolerasi dengan angka kemiskinan. Sebab,
pendududk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung
mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu
sendiri mendekatkan kepada kemiskinan.
Berdasarkan data BPS 2010, persentase penduduk usia 5 tahun keatas
yang melek huruf di Sulawesi Barat sebesar 84,86%, artinya persentase
penduduk usia 5 tahun keatas yang bisa membaca serta mengerti
sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan
AMH adalah untuk mengukur keberhasilan program-program
pemberantasan buta huruf, terutama didaerah pedesaan di Indonesia
terutama didaerah di Sulawesi Barat; menunjukkan kemampuan
penduduk suatu wilayah dalam menyerap informasi daer beberapa
media dan menunjukkan kemapuan untuk berkomunikasi secara lisan
dan tertulis.
D. KEADAAN EKONOMI
Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per
kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan
pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah
nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity
15. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 11
(PPP) yang konversinya dengan mata uang lokal berdasarkan harga
tahun 1993.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat tidak melakukan
pendataan tingkat kemiskinan dengan parameter pendapatan kurang
dari US$ 1,00 per kapita perhari, oleh karena itu tolak ukur yang
digunakan adalah garis kemiskinan yang telah ditentukan secara
nasional.
Salah satu pendekatan dalam pengukuran kemiskinan di Indonesia
menurut Badan Pusat Statistik adalah seseorang yang dianggap miskin
jika tak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan yang disetarakan
2100 kilokalori serta kebutuhan bukan makanan, yakni kebutuhan
minimum perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang
dibawah rata-rata minimum, konsep dan Pendekatan di atas dikenal
denga nama pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach).
Jumlah Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat sejak Maret 2007
sampai dengan Maret 2010 terus mengalami penurunan yang signifikan.
Tahun 2007 presentase penduduk miskin mencapai kisaran 19,03
persen atau setara dengan 189,9 ribu orang, kemudian mengalami
penurunan yang cukup besar hingga tahun 2010, yaitu sebesar 13,58
persen atau sekitar 141,33 ribu orang dan pada tahun 2011 mengalami
peningkatan menjadi 13,89%
16. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 12
Gambar 2.4
Angka Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2007-2011
Sumber : BPS
Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Kecenderungan data garis Kemiskinan dari hasil pendataan Badan
Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan hasil yang
positif, dimana garis kemiskinan rata-rata penduduk di Provinsi
Sulawesi Barat dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 semakin
membaik.
17. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 13
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Gambaran masyarakat Provinsi Sulawesi Barat masa depan yang ingin
dicapai oleh segenap kelompok masyarakat melalui pembangunan
kesehatan Provinsi Sulawesi Barat adalah “Terwujudnya Masyarakat
Sulawesi Barat Yang Sehat Maju dan Amanah”. Untuk mewujudkan
visi tersebut ada lima misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas
kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu
meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, Menjamin
pemerataan sumber daya kesehatan, Memberdayakan masyarakat
untuk hidup sehat, Mendorong percepatan pelaksanaan pembangunan
kesehatan daerah tertinggal dan daerah perbatasan dan menciptakan
manajemen kesehatan yang akuntabel.
Guna mempertegas rumusan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat Yang Sehat Maju
dan Amanah” maka ditempuh strategi percepatan berupa
mewujudkan komitemen pembangunan berwawasan kesehatan,
Profesioanalisme Unit Kerja, mempercepat pemerataan pelayanan
kesehatan yang berkualitas di daerah terpencil dan kepulauan dengan
strategi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan
Melaksanakan jejaring Pembangunan Kesehatan.
18. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 14
Adapun situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi
Barat adalah sebagi berikut :
A. ANGKA KEMATIAN
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat
menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi
atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan
biologic secara tidak langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan.
1. Angka Kematian Bayi
Angka kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan)
per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB dapat
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan factor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan
antenatal, status gizi ibu hami, tingkat keberhasilan program KIA dan
KB, serta kondisi lingkungan dan social ekonomi. Bila AKB disuatu
wilayah tinggi, berarti status kesehatan diwilayah tersebut rendah.
AKB di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 sebesar 11,6/1000 kelahiran
hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar
15,2/1000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target
Nasional dalam RPJMN 24/1000 kelahiran hidup, maka AKB Provinsi
Sulawesi Barat sudah melampaui target Nasional, demikian juga bila
19. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 15
dibandingkan dengan target yang diharapkan dalam MDD (Millennium
Development Goals) tahun 2015 yaitu 23/1000 kelahiran hidup.
Penurunan AKB di Provinsi Sulawesi Barat satu tahun terakhir dapat
memberi gambaran pelayanan kesehatan yang meningkat secara
keseluruh lapisan masyarakat.
Gambar 3.5
Angka Kematian
Bayi di Provinsi
Sulawesi Barat
Tahun 2007-2011
Sumber : Program
KIA Dinas
Kesehatan Sulawesi
Barat, 2012
Kabupaten dengan Angka Kematian Bayi tertinggi pada tahun 2011
adalah kabupaten Mamuju Utara dengan AKB sebesar 15,9/1000
Kelahiran hidup atau sebanyak sedangkan yang terendah adalah
Kabupaten Mamasa 6/1000 kelahiran hidup
Gambar 3.6
Angka Kematian Bayi
Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat
Tahun2011
Sumber : Program KIA
Dinas Kesehatan Provinsi,
tahun 2012
20. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 16
Angka kematian bayi yang bervariasi dan tidak merata ditiap
kabupaten merupakan masalah pelayanan kesehatan. Akses
pelayanan yang tidak merata ditiap kabupaten memerlukan
intervensi yang berbeda.
Tabel 3.1
Jumlah kematian bayi
menurut Kabupaten
tahun 2011
Sumber : Program KIA
Dinas Kesehatan
Provinsi 2012
2. Angka Kematian Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian balita (1 – 5
tahun) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA
dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita,
tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program
KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan.
Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang untuk
meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
Berdasarkan laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi
Barat, Angka kematian balita tahun 2007 sebesar 17,2 per 1.000
kelahiran hidup, tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 11,4 per
21. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 17
1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi
14,02 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010 menurun menjadi 16,42
per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 menjadi 12,1/1000
Kelahiran hidup . Hal ini menandakan Angka Kematian Balita 3 tahun
terakhir sifatnya fluktuatif
Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi lingkungan,
perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta mutu dari
pelayanan kesehatan. Format pelaporan program KIA yang selama ini
digunakan tidak bisa mengakomodasi jumlah kematian balita yang ada
di wilayah kerja Puskesmas sehingga data kematian balita (1 – 4 th)
tidak bisa diketahui.
Gambar 3.7
Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2011
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
Pada gambar 3.7 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama
periode 2007-2009 menunjukkan flukstuasi dan mengalami penurunan
22. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 18
pada tahun 2011. Pencapaian AKABA Sulawesi Barat sudah mencapai
target MDGs yakni 32 / 1000 kelahiran hidup yang mesti dicapai pada
tahun 2015
Data kematian balita ini termasuk dalam indikator pemantauan pada
cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan). Jadi, kasus kematian
yang terjadi tergantung dari peran tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan sesuai standar meliputi pemantauan
pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantuan perkembangan min 2x
setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Termasuk dalam
pelayanan mendapatkan MTBS, khusus untuk anak yang sakit sehingga
kematian dapat dicegah.
3. Angka Kematian Ibu
AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan pada
saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan
oleh kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang disebabkan oleh
kecelakaan.
Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting yang
merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup
tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu,
kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.
23. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 19
Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan
kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan
bersalin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung
serta resioko bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau
yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari).
Gambar 3.8
Jumlah Kematian Ibu Menurut
Kabupaten Tahun 2011
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat, 2012
Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat
belum memiliki data statistik vital yang
langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Jumlah
Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari
Puskesmas semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan.
Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan
AKI antar wilayah di Sulawesi Barat. Berdasarkan data Jumlah
Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 di 5 (lima)
kabupaten menunjukkan bahwa kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa
mempunyai jumlah kematian Ibu yang paling rendah yaitu 5 ibu di
bandingkan dengan Polman dan Mamuju 13 ibu yang meninggal dan
Majene 6 ibu yang meninggal pada tahun 2010.
24. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 20
Gambar 3.9
Angka Kematian Ibu Menurut Kabupaten Tahun 2011
Provinsi Sulawesi Barat
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun
2012
Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum
dapat ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat
pada tahun 2011, sebesar 23.259 kelahiran hidup. Namun untuk
menjadi acuan program dalam pelaksanaan kebijakan program bidag
kesehatan dan pembanding capaian tiap kabupaten maka konstanta
yang digunakan dalam perhitungan Angka Kematian Ibu pada gambar
3.9 adalah per 100.000 kelahiran hidup. Jadi dalam buku ini penyusun
hanya angka absolut atau jumlah sebenarnya, dan dengan
menggunakan rumus per 100.000 kelahiran hidup.
25. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 21
Gambar 3.10
Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat
Tahun 2006-2011
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat,2012
B. Morbiditas
Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari
suatu penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu
tertentu. Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau
terjangkitnya penyakit didalam populasi, baik fatal maupun non-fatal.
Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan
masyarakat dari pada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang
mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas yang rendah.
1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit
Penyakit terbesar di rumah sakit sepanjang tahun 2010 di Sulawesi
Barat menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan pasien yang paling banyak
26. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 22
berkunjung adalah pasien dengan faktor yang mempengaruhi keadaan
kesehatan dan berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Perincian penyakit yang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah
sakit menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Kunjungan terbesar pertama rawat jalan adalah Diare dengan Jumlah
kunjungan 1888 orang dan penyakit kedua adalah Demam Berdarah
dengan jumlah kunjungan 1232 orang.
Gambar 3.11
Jumlah 6 Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap
Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2011
Sumber : Bina Pelayanan Medik Dinkes Sulbar tahun 2012
27. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 23
2. Penyakit Menular
a. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millennium
Development Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu
(protozoa). Plasmodium yang ditularkan melaui gigitan nyamuk
Anopheles. Wilayah endemis malaria di Sulawesi Barat pada umumnya
adalah desa – desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak
baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan
kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan social ekonomi masyarakat
yang rendah.
Direktorat Jenderal PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan
stratifikasi endemisitas malaria di suatu wilayah di Indonesia menjadi
4 strata yaitu:Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk; Endemis
sedang bila API berkisar antara 1 - < 5 per 1.000 penduduk; Endemis
rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk; Non Endemis adalah daerah
yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembebasan malaria)
atau API = 0.
Guna mencapai target yang di canangkan secara nasional maka ada
beberapa program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat diantaranya sebagai berikut :
28. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 24
1. Gebrak Malaria yang bertujuan untuk memastikan 80% dari
masyarakat yang beresiko terjangkit malaria mendapatkan
perlindungan melalui metode pengendalian vector yang sesuai
keadaan setempat; 80% penderita malaria didiagnosis dan diobati
dengan menggunakan antimalarial yang adekuat; 80% perempuan
ibu hamil didaerah penularan yang stabil mendapat perawatan
pencegahan berkala (IPTp); dan beban akibat penyakit malaria
berkurang sampai 50% dan pada tahun 2015, penyakit dan
kematian akibat malaria berkurang 75 persen dibandingkan
dengan tahun 2005, tervapainya target MDG dan intervensi
efektif diterapkan secara universal
Tabel 3.2
Strategi Kampanye Gebrak Malaria
Strategi Utama Tujuan Utama
Memobilisasi dan memberdayakan
masyarakat menuju hidup sehat
Semua desa menjadi “desa siaga”-
pemberdayaan dan pelibatan
masyarakat dalam pemberantasan dan
pengendalian malaria dan penyakit lain
yang merupakan masalah utama
kesehatan
Meningkatkan akses ke pelayanan
kesehatan yang berkualitas
Setiap bayi, anak dan kelompok resiko
tinggi terlindung dari penyakit-penyakit
Memperbaiki sistem surveilans,
monitoring dan informasi
Setiap kejadian penyakit dilaporkan
secara tepat waktu dan akurat kepada
dinas kesehatan terdekat
Setiap kejadian luar biasa/wabah
dikendalikan secara cepat dan tepat
Peningkatan ketersediaan pendanaan
malaria
29. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 25
2. Penelitian Malaria terpadu kerjasama Universitas Hasanuddin
dengan Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. Penelitian ini
dilaksanakan di kabupaten Mamuju yang merupakan daerah
endemis malaria tinggi di Sulawesi Barat dan berlangsung selama
3 tahun mulai 2010 – 2012.
Di Sulawesi Barat terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam daerah
endemis tinggi yakni Mamuju dan Mamuju Utara. Kondisi wilayah yang
ada menjadi salah satu faktor tingginya kasus malaria di kedua wilayah
tersebut di bandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Barat.
API Sulawesi Barat pada tahum 2010 adalah 6,7 per 1.000 dan
mengalami penurunan menjadi 5,9 per 1000 penduduk Sulawesi barat
pada tahun 2011. Di hubungkan dengan target MDGs angka API
Sulawesi Barat masih sangat tinggi. Begitupula dengan target nasional
yang yang menargetkan jumlah kasus kejadian malaria menjadi kurang
dari 1 per 1000 kasus malaria positif yang ditemukan melalui
pelayanan rutin. Sulawesi Barat mesti memacu diri untuk mencapai
target nasional Indonesia bebas malaria tahun 2030.
b. TB Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi hasil TB.
30. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 26
Bersama dengan malaria dan HIV AIDS, TB menjadi salah satu penyakit
yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.
Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah
Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru TBA
Positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA
positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian
Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2010 sebesar
70%.
Dalam upaya peningkatan efektifitas pengendalian TB, Sulawesi Barat
telah melakukan upaya penguatan DOTS yang merupakan kebijakan
nasional dalam pengendalian Tuberkulosis. Kunci utama dalam DOTS
yaitu : komitmen, doagnosa yang benar dan baik. Ketersediaan dan
lancarnya distribusi obat, pengawasan penderita menelan obat dan
pencatatan dan pelaporan penderira dengan baik dan benar dengan
sistem kohort.
Gambar 3.12 Angka
Penemuan Kasus (CDR)
Per Kabupaten Provinsi
Sulawesi Barat tahun
2011
Sumber : Program P2PL
Dinas Kesehatan Sulawesi
Barat, 2012
31. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 27
Angka penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) Sulawesi Barat
tahun 2011 Sulawesi Barat sebesar 55%. Kabupaten Majene adalah
Kabupaten dengan pencapaian CDR sebesar 110% dan paling rendah
adalah Kabupaten Mamasa sebesar 17%. CDR Sulawesi Barat sebesar
50%. Capaian ini belum mencapai target MDGs sebesar 70%. Hal ini
tentu menjadi tantangan terbesar bagi Sulawesi Barat untuk dapat
mencapai target MDGs pada tahun 2015.
Tantangan yang dihadapi dalam upaya penanganan TB di Sulawesi
Barat antara lain:
1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan tingginya
resiko penyebaran infeksi. Hal ini terkait dengan advokasi,
komunikasi dan mobilisasi social belum optimal, terbatasnya
akses pelayanan dan belum maksimalnya kemitraan antara
public-swasta;
2. Masih tingginya penemuan kasus yang belum diimbangi dengan
ketersediaan pelayanan pengobatan yang memadai. Layanan
pengobatan untuk TB secara rutin belum merata.
3. Masih terbatasnya penguatan kebijakan pengendalian TB berbasis
local di Sulawesi Barat. Diperlukan penguatan pelayanan
kesehatan, informasi dan pendanaan tingkat daerah
4. Belum optimalnya sistem informasi untuk penyusunan kebijakan
berbasis fakta. Saat ini penerapan elemen strategi TB, penguatan
32. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 28
sistem kesehatan, peran serta petugas kesehatan, ASCM, dan
riset masih kurang optimal
5. Masih terbatasnya sumber pendanaan untuk menanggulangi TB di
Sulawesi Barat. Selama ini sumber dana pendanaan
penanggulangan TB di Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari
bantuan luar negeri (GF TB). Untuk itu diperlukan peningkatan
mobilisasi sumber daya local dan peningkatan efisiensi anggaran
bersumber APBD dalam peningkatan program TB.
c. HIV AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus) yang
menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah kondisi kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak
sistem kekebalan terhadap penyakit Infeksi menular seksual (IMS)
merupakan penyakit yang sangat erat keterkaitannya dengan kejadian
HIV dan AIDS.
Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana
jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan
penduduk yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat mencapai 000000
orang. Kondisi tersebut berkaitan dengan keadaan geografis Sulawesi
Barat yang berada dalam posisi “Segitia emas” terletak diantara
33. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 29
Sulawesi selatan dan Sulawesi Tengan dan berbatasan langsung dengan
pulau Kalimantan menjadi salah satu faktor mobilisasi penduduk yang
cepat. Selain itu banyaknya penduduk yang masuk menyebabkan
adanya perubahan pola hidup dan perubahan perilaku seksual yang
tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas.
Tantangan lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan dalam pencegahan, perawatan dan pengobatan
HIV AIDS. Sistem layanan kesehatan perlu diperkuat dalam menangani
kasus HIV/AIDS; terbatasnya alokasi anggaran dan ketersediaan dana
yang berkesinambungan dalam pengendalian HIV/AIDS. Masalah dana
menjadi kendala utama dalam mengani HIV/AIDS; masih lemahnya
koordinasi linta sektor sistem monitoring dan evaluasi; dan masih
terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan baik dalam hal kuantitas
dan kualitas maupun kapasitas dalam penanganan HIV AIDS.
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan memalui
penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan Voluntary
Concealing Test VCT di puskesmas, pengobatan dan pemeriksaan
berkala penyakit menular seksual, pengamatan darah donor dan
kegiatan lain yang menunjang pemberantasan penyakit HIV/AIDS.
Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten,
34. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 30
Majelis Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait
merupakan usaha lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
dalam penanggulangan HIV/AIDS.
Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat
hingga tahun 2011 belum ada laporan secara tertulis penduduk yang
tercatat sebagai penderita positif, namun penderita positif tersebut
diperkirakan ada di sekitar kita.
d. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA seringkali menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan
balita, dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya.
ISPA juga merupakan salah satu penyebab kunjungan berobat pasien di
rumah sakit dan Puskesmas.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory
Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga
alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program
kesehatan adalah Pneumonia, karena pneumonia merupakan salah satu
penyebab utama kematian pada anak.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru
yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan
populasi rentan pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut
35. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 31
lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan
(malnutrisi, gangguan imunologi).
Gambar 3.13
Penderita Pneumonia pada Balita
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012
Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
dari dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, kasus
pneumonia mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2007.
Pada tahun 2011 kasus pneumonia menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan dari 4.187 pada tahun 2010 menjadi 1.729
pada tahun 2011
e. Kusta
Penyakit kusta atau disebut penyakit lepra adalah penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang
36. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 32
menyerang syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani
dengan baik, kusta dapat menjadi progresif, menyebabkan kerusakan
permanen pada kulit, syaraf, anggota gerak dan mata.
Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi kusta
Pausi Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan pengobatannya
disesuaikan dengan klasifikasi jenisnya.
Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah
angka penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya Newly Case
Detection Rate (NCDR) yang menggantikan indicator utama
sebelumnya yaitu angka penemuan penderita terdaftar berupa
prevalensi rate < 1/100.000 penduduk.
Gambar 3.14
Angka Penemuan
Kasus Kusta Baru
Provinsi Sulawesi
Barat Tahun 2007 –
2011
Sumber :Bagian P2PL
Dina Kesehatan
Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Angka penemuan kasus kusta baru pada tahun 2011 mengalami
peningkatan, baik dari jenis MB. Sedangkan untuk persebarannya,
kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah kasus yang
37. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 33
berbeda-beda.Hal ini disebabkan masalah dalam pengelolaan
pengendalian penyakit kusta baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten.
Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah satu
indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala angka
proporsi cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan mata)
sebesar 5% dan proporsi anak di antara kasus baru. Angka proporsi
cacat tingkat II digunakan untuk menilai kinerja petugas dalam upaya
peningkatan penemuan kasus.
3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan melemahnya,
lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas
secara tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma
yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini
sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan seperti
pada polio.
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun dengan
kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara mendadak.
Sedangkan AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan
spesimen tinja tidak ditemukan virus polio liar yang ditetapkan oleh
tim ahli sebagai kasus AFP dengan kriteria tertentu.
38. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 34
Gambar 3.15
Jumlah Kasus AFP [lumpuh layuh]
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP minimal
2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio selama lima
tahun berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi Barat dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.16
AFP Rate tahun 2007 – 2011
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
39. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 35
4. Penyakit Potensial KLB/Wabah
a. Demam Berdarah
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta disebarkan dengan
perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang hidup
di genangan air bersih atau jernih di sekitar rumah atau tempat-tempat
yang dapat menampung dan menjadi genangan air dan
umumnya kasus ini mulai meningkat pada musim penghujan.
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat
ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga menimbulkan kepanikan di
masyarakat karena penyebarannya yang sangat cepat dan berpotensi
menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan penangan secara cepat
dan tepat.
Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2011
cukup tinggi walaupun secara umum mengalami penurunan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 325 kasus meningkat
dibandingkan tahun 2010 sebesar 169 kasus. Jumkah penderita yang
meninggal pada tahun 2011 sebanyak 5 orang yang tersebar 1 di
kabupaten Mamuju dan 4 di Kabupaten Mamuju Utara. Adanya kasus
40. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 36
kematian yang terjadi di Mamuju Utara ini karena adanya kasus KLB
yang membuat 139
orang menderita DBD
dan 4 diantaranya
meninggal.
Gambar 3.17
Jumlah kasus DBD
tahun 2010 dan 2011
Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi
Barat 2011
Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat 2012
b. Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi fases selain
dari frekuensi buang air besar. Dikatakan diare apabila fases lebih
berair dari biasanya. Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar
(BAB) tiga kali atau lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah
dalam waktu 24 jam. Sementara diare yang berdarah didefinisikan
sebagai disentri.
Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering
menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah satu
upaya menurunkan kematian akibat diare adalah dengan tatalaksana
yang tepat dan cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi data
secara rutin juga akan dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini KLB
41. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 37
Diare. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan petugas
terintegrasi dengan pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas sentinel.
Gambar 3.18
Cakupan Penemuan Penderita Diare
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012
Untuk tahun 2011, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabupaten
Mamuju sebanyak 18.425 kasus melebihi kasus perkiraan kejadian
sebesar 13.850 kasus diare dan terendah di Kabupaten Mamasa
sebanyak 4.128 kasus dengan kasus perkiraan sebenayak 5.925 kasus
Gambar 3.19
Cakupan Penanganan
Penderita Diare Menurut
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2008 - 2011.
Sumber : Bagian P2PL Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat tahun 2012
42. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 38
Penanganan kasus diare di Provinsi Sulawesi Barat sudah mulai
menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 secara
signifikan. Pada tahun 2010 sebesar 43,9% dan menjadi 110,5% pada
tahun 2011. Jumlah kasus diare yang terjadi lebih tinggi dari perkiraan
kasus. Hal ini terjadi karena adanya kasus KLB diare yang terjadi
beberapa kali selama kurun waktu tahun 2011.
c. Filariasis
Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria
(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) menginfeksi
jaringan limfe (getah bening). Parasit ini ditularkan pada manusia
melalui gigitan berbagai jenis nyamuk yang telah terinfeksi dan
kemudian menjadi cacing dewasa dan hidup di jaringan limfe.
Penyakit ini sering menyebabkan menurunkan daya kerja dan
produktifitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap atau
permanen berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelaminsebagai
tanda tingkat lanjut dari penyakit. Penyakit ini juga sering disebut
Elefantiasis atau yang sering juga disebut penyakit kaki gajah karena
penderitanya sering mengalami bengkak di kaki yang sangat besar
menyerupai kaki gajah.
Pada tahun 2011 penyakit ini menyebar di Kabupaten Polewali Mandar
dan Mamuju Utara. Di Polewali Mandar berdasarkan data yang masuk
tercatat 33 dan di Mamuju Utara sebanyak 10 kasus. Survey pemetaan
43. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 39
endemitas telah di beberapa kabupaten namun hingga saat ini belum
dapat diketahui secara akurat prevalensi dan jumlah penderita secara
pasti. Penemuan kasus filariasis selama ini hanya setelah timbulnya
tanda tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat penyakit ini bersifat
kronis. Belum pernah ditemukan orang yang menderita filaria secara
dini walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau
terdapat penderita filariasis disekitarnya.
Gambar 3.20
Trend Kejadian Kasus Filariasis
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011
Sumber : Bagian
P2PL Dinas
Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat,
2012
Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020 diperlukan
upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus
rantai penularan dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi
sekunder serta alat/sarana yang sensitive untuk penegakan diagnosis
sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan sampai
tidak menimbulkan kecatatan.
44. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 40
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai
upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan
gambaran situasi upaya kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi
Sulawesi Barat.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat,
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai
pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan dan jaringannya adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu
yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam
kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.
45. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 41
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan
antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang
diberikan di sarana kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.
a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4)
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan,
dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai
pedoman.Kegiatan pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat
badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi
Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi pada ibu hamil
selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan adalah promotif dan
preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil,
menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama
ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal dan kemampuan program dalam menggerakan masyarakat.
Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun dibandingkan tahun
2010 sebesar 99,2%.
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali
kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di trimester pertama,
46. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 42
sekali di trimester kedua dan dua kali di trimester ketiga). Indikator ini
berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan dan kualitas
pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%.
Gambar 4.21
Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil
Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan
Masyarakat, 2012
Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan
peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang
berarti terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di
Sulawesi Barat, namun menunjukkan penurunan dari tahun 2010 –
2011. Hal ini menunjukkan adanya penurunan program memberikan
pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu hamil.
47. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 43
Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk
meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan
memberikan kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk
memeriksakan kesehatannya, terutama kabupaten Mamasa yang
cakupannya terendah 88,7%. Gambaran cakupan pelayanan K1 dan K4
menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di lihat pada gambar 4.22
berikut:
Gambar 4.22
Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil
Menurut Kabupaten Tahun 2011
Sumber : Program Ibu
dan Anak, Binkesmas
Dinkes Sulbar, 2012
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase
ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4)
yang tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten
Mamuju 81,1% dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%).
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan
kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi
(P4K), kemitraan bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga
48. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 44
dengan adanya program kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu
dapat meningkatkan cakupan K4.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu
hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga
kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi
Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini
disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se
Provinsi Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari
sasaran yang telah mendapatkan pelayanan antenatal care pada
kehamilannya tapi melihat DO K1-K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi
Sulawesi Barat perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Salah
satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak pertama (K1)
dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3
bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil
dan mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan
kehamilan secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan
melakukan sweeping ibu hamil secara berkala di wilayah kerja masing
– masing.
49. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 45
Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada
trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena
dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan
tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan
tenaga kesehatan ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak
dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 3
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki
kompetensi Kebidanan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian
besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain
disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi kebidanan (profesional).
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3%
meningkat di bandingkan tahun 2010 sebesar 73,1% % Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2006-2011
cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum mencapai
target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di
lihat pada gambar 4.23 dan 4.24 berikut ini :
50. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 46
Gambar 4.23
Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan
Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2011
Sumber : Program
Kesehatan Ibu dan Anak
Bidang Bina Kesehatan
Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2012
Sumber : Program
Kesehatan Ibu dan Anak,
Bidang Bina Kesehatan
Masyarakat Dinas
kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat, 2012
Pada gambar 4.23 terlihat bahwa presentase ibu hamil yang
melahirkan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan ( cakupan PN) yang
tertinggi adalah Kabupaten Majene (85,6%) kemudian Kabupaten
Polman (83,9%) dan yang terendah adalah Kabupaten Mamuju (67,8%).
Capaian Linakes Provinsi Sulawesi Barat berbanding lurus dengan Angka
Kematian Ibu Kabupaten masing-masing. Kabupaten Mamasa dengan
capaian Linakes 69,1% memiliki capaian Angka kematian ibu tertinggi
di Sulawesi Barat yang mencapai 214 Per 100.000 Kelahiran hidup.
51. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 47
(Perhitungan menggunakan rumus Jumlah kematian Ibu / Jumlah
Kelahiran hidup x 100.000. Perhitungan ini digunakan sebagai alat
untuk membandingkan AKI per Kabupaten. Sebab konstanta yang
digunakan adalah 100.000 Kelahiran hidup sedangkan jumlah kelahiran
hidup di Kabupaten dan Provinsi belum mencapai angka 100.000)
Untuk dapat meningkatkan cakupan linakes dapat didukung dengan
kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi
(P4K), kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta pelatihan
APN bagi bidan sehingga dapat menambah keterampilan bidan
menangani persalinan disamping pelatihan – pelatihan lainnya yang
menunjang peningkatan keterampilan bidan memberikan pelayanan di
masyarakat. Serta membuat rumah tunggu untuk ibu hamil yang
tempat tinggalnya jauh dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa
dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader
dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
c. Ibu Hamil Resiko Tinggi (Risti)/komplikasi yang ditangani
Risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan penyimpangan dari normal
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu
maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 %, Tekanan
darah tinggi (Sistole >140 mmHg, diastole > 90 mmHg), oedema nyata,
52. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 48
ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang
pada usia kehamilan > 36 minggu, letak sungsang pada pramigravida,
infeksi berat/sepsis, persalinan prematur.
Dalam memberikan pelayan kuhususnya oleh tenaga bidan didesa dan
puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti)
memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan
dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan
rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai.
Gambar 4.26
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil Di Sulawesi Barat Tahun 2006 -
2011
Sumber : Program Ibu dan
Anak Dinkes Sulawesi Barat
tahun 2012
Pada tahun 2011
terdapat 28.154 ibu
hamil di Propinsi Sulawesi Barat. Dari jumlah tersebut, terdapat
sebanyak 5.631 ibu hamil risiko tinggi/komplikasi atau sebesar 20% dari
jumlah ibu hamil yang ada. Jumlah ibu hamil risiko tinggi/komplikasi
yang ditangani sebesar 3.519 ibu hamil atau sebesar 62,5% .
53. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 49
Gambar 4.27
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil menurut Kabupaten Di
Sulawesi Barat Tahun 2011
Sumber : Program
Ibu dan Anak
Dinkes Sulawesi
Barat tahun 2012
Persentase cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) yang
tertinggi adalah Kabupaten Polman (89,1%) dan yang terendah adalah
Kabupaten Mamuju(35,1%). Untuk dapat meningkatkan cakupan PK
dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan
Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat
lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula
didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara brkala dengan
menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obgyn ke daerah
yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera
PKM mampu PONED sehingga bila ada yang ditedeksi bumil resti oleh
nakes maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM
PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED
di PKM masih banyak yang belum aktif memberikan pelayanan
54. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 50
disebabkan oleh tiak adanya alat PONED serta seringnya terjadi
pergeseran petugas kesehatan.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa
bumil resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan
sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda
– tanda dan mendeteksi secara dini.
d. Pelayanan Nifas
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ
reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal,
walau pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam
waktu 3 bulan pasca persalinan.
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan
yang meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut,
perineum, kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan
perawatan nifas yang tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan
kematian ibu nifas.
Gambar 4.28
Cakupan Kunjungan
Ibu Nifas Di Sulawesi
Barat Tahun 2007 –
2011
Sumber : Sumber :
Program Ibu dan Anak
Dinkes Sulawesi Barat
tahun 2012
55. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 51
Pada tahun 2011 jumlah sasaran ibu bersalin di Sulawesi Barat
sebanyak 26.911 orang dan 21.708 (81,1) mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2010 sebesar 76,89%. Capaian tertinggi pelayanan
nifas yang mendapat pelayanan nifas sesuai standar tahun 2011 adalah
kabupaten Majene (96,4%) dan terendah Mamasa (71,9%).
Persentase pelayanan nifas tidak sama dengan cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan. Di Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju dan
Mamuju Utara ada kecenderungan cakupan pelayanan nifas lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal ini
menandakan bahwa adanya ibu hamil yang dilahirkan dengan bantuan
tenaga non kesehatan yang masa nifasnya ditangani oleh tenaga
kesehatan. Sebaliknya di Kabupaten Polewali Mandar cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan
cakupan pelayanan ibu nifas. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
adanya ibu hamil yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang tidak
mendapatkan pelayanan nifas sebesar 7,1% atau sebanyak 657 ibu
hamil.
Gambar 4.29
Cakupan Kunjungan Ibu Nifas
Menurut Kabupaten Di
Sulawesi Barat Tahun 2011
Sumber : Program Ibu dan Anak,
Dinkes Sulawesi Barat 2011
56. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 52
e. Kunjungan Neonatus (KN2)
Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan
tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal
tiga kali yaitu dua kali pada umur 0 -7 hari dan satu kali pada umur 8-
28 hari (KN2).
Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan
kesehatan neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi,
pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian
imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda
(MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang perawatan neonatus di
rumah dengan menggunakan buku KIA.
Berdasarkan laporan Program Kesehatan ibu dan Anak jumlah
perkiraan dengan risiko tinggi/komplikasi pada neonatal di Propinsi
Sulawesi Barat tahun 2011 sebanyak 3.413 bayi. Dari jumlah tersebut
cakupan penanganan neonatal resiko tinggi ditangani sebanyak 1.431
atau sebesar 41,9%. Cakupan penanganan Neonatla selama tahun 2008
sampai 2011 dapat dilihat pada gambar berikut :
57. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 53
Gambar 4.30
Cakupan Penangana Neonatal resiko tinggi Sulawesi Barat
Tahun 2008-2011
Sumber : Program
Kesehatan Ibu dan Anak
Dinkes Sulawesi Barat,
2012
Berdasarkan gambar 4.30 diatas menunjukkan bahwa selama tahun
2008-2011 penanganan neonatal resiko tinggi di Sulawesi Barat
mengalami peningkatan yang cukup fluktuatif . Penurunan penanganan
neonatus dengan komplikasi ditangani pada tahun 2010 - 2011 bukan
berarti penanganan neonatus tidak dilaksanakan, namun dari perkiraan
neonatus yang ada ternyata lebih banyak dari jumlah sebenarnya. Ini
menjadi tanda bahwa semakin baiknya pelayanan kesehatan dan
kunjungan ibu hamil kesarana pelayanan kesehatan selama hamil.
Pada tahun 2011 persentase cakupan neonatal komplikasi yang
ditangani yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (57,9%). Kabupaten
Polman mempunyai 1 (orang) orang dokter ahli anak dan memiliki RS
mampu PONEK yang menjadi pusat rujukan, kemudian Kabupaten
Majene dapat menangani neonatal yang komplikasi sebesar 45,2%.
58. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 54
Gambar 4.31
Cakupan Penanganan Neonatal
resiko tinggi
menurut Kabupaten Di Sulawesi
Barat Tahun 2011
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan
Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2012
Untuk dapat meningkatkan cakupan penanganan neonatal dapat
didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan
Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat
lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula
didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara berkala dengan
menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obstetric dan
ginekologin ke daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan
dukun, kelas ibu hamil serta PKM mampu PONED sehingga bila ada
yang terdeteksi neonatal resti oleh nakes maupun masyarakat dapat
terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi
kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum
aktif memberikan pelayanan disebabkan oleh tidak adanya alat PONED
serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta
diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa neonatal
resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan
sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda
– tanda dan mendeteksi secara dini.
59. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 55
2. Pelayanan Kesehatan Anak Balita, Usia Sekolah Dan Remaja
Pelayanan kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia
sekolah dan remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini
terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak pra sekolah serta
pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar/ sederajat dan pelayanan
kesehatan pada remaja (SMP dan SMU).
Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah
cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh
kembangnya sesuai standar oleh dokter, bidan dan perawat paling
sedikit dua (2) kali per tahun baik didalam gedung maupun diluar
gedung seperti Posyandu, taman kanak-kanak, panti asuhan.
Sementara untuk pelayanan kesehatan bagi siwa SD/MI dan
siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan melalui penjaringan
kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan SMP/SMU.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita
mencakup: Penimbangan berat badan; Penentuan status pertumbuhan;
Penyuluhan; Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan
pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang,
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
60. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 56
Cakupan pelayanan anak balita pra sekolah tahun 2011 sebesar 77,1%
meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 43,6%, meningkat tajam
dibanding tahun 2009 sebesar 41,16%, namun masih jauh dari target
SPM sebesar 80%.
Gambar 4.32
Cakupan Pelayanan Anak Balita Sulawesi Barat
Tahun 2008 – 2011
Sumber : Program KIA Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
2012
Cakupan tahun 2011 masih sangat jauh target SPM yang harus dicapai
maka masih dibutuhkan upaya ekstra guna meningkatkan cakupan.
Dibutuhkan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
3. Pelayanan Kesehatan Pra Usila (45-59 Th) Dan Usila (>60 Th)
Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan
para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu
diupayakan peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut
usia.
61. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 57
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 60
tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas, di Posyandu
lansia maupun di kelompok usia lanjut.
Pada tahun 2011 jumlah usila di Sulawesi Barat sebanyak 105.588
orang, dan yang mendapat pelayanan kesehatan 60.519 orang atau
57,32%. Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten dengan capaian
tertinggi pelayanan kesehatan lansia sebesar 72,45% dan terendah
adalah kabupaten Mamuju Utara sebesar 6,30%. Kabupaten Mamasa
tidak melaporkan datanya.
Gambar 4.33
Cakupan pelayanan lansia
menurut Kabupaten Sulawesi
Barat Tahun 2011
Sumber : Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat tahun
2012
Masih kurangnya cakupan pelayanan kesehatan bagi untuk warga usila,
kemungkinan karena belum berfungsinya posyandu lansia secara
optimal. Selain itu belum semua desa mempunyai posyandu lansia.
Padahal dengan adanya posyandu lansia maka pelayanan kesehatan
akan lebih mudah dijangkau oleh para lansia. Dibutuhkan koordinasi
62. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 58
dan peran serta masyarakat serta lintas sektor terkait dalam upaya
meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para lansia.
4. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya
kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi,
menurut hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49
tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka
wanita/ pasangan usia subur (PUS) diprioritaskan untuk menggunaan
KB.
Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2011
cakupan peserta KB baru sebesar 13,3 % meningkat dibandingkan
tahun 2010 sebesar 6,1% dan KB aktif sebesar 42,9 % menurun
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 45,1 % dari jumlah PUS
sebanyak 188.922 orang. Cakupan KB aktif Sulawesi Barat tahun 2010
masih dibawah target nasional sebesar 70%
Gambar 4.34 : Cakupan
peserta KB Baru dan Aktif
Provinsi Sulawesi Barat tahun
2010 - 2011
Sumber : Program KIA Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat 2012
63. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 59
Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan, pada tahun
2010 sebanyak 93% akseptor KB aktif memilih metode kontrasepsi
jangka pendek (non MKJP) meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar
92,4% dengan pilihan terbanyak adalah metode Pil (48,2%). Sementara
yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD,
MOW/MOP dan implant hanya 7,0% meningkat dibandingkan tahun
2010 sebesar 6,1%.
5. Pelayanan Imunisasi
Beberapa penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok vaksin, yaitu vaksin yang
tergabung dalam kelompok vaksin virus dan kelompok vaksin bakteri.
Kelompok vaksin bakteri misalnya tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, meningitis meningokokus, tipus abdominalis, kolera,
hemophilus influenza tipe B dan pneumonia pneumokokus.
Sedangkan vaksin virus termasuk di dalamnya adalah penyakit campak,
polio, hepatitis B, hepatitis A, influenza, rabies, Japanese
encephalitis, yellow fever (demam kuning), rubella, varicella, parotitis
epidemica dan rotavirus. Banyak penyakit lain yang sedang
dikembangkan seperti malaria, demam berdarah, HIV/AIDS dan AI.
Upaya imunisasi telah terbukti dapat mengeradikasi penyakit cacar
dan menekan penyakit polio, yaitu serta sejak tahun 1995 tidak
64. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 60
ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous).
Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia
dengan program ERAPO.
Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi
secara nasional adalah angka cakupan Universal Child Immunization
(UCI) pada wilayah desa/kelurahan. Untuk tahun 2011 indikator
perhitungan UCI adalah cakupan imunisasi lengkap pada bay1 >85%
untuk semua antigen. Sehingga bila cakupan UCI dikaitkan dengan
batas wilayah maka dapat menggambarkan besarnya tingkat kekebalan
masyarakat atau bayi terhadap penularan PD3I di wilayah tersebut.
Gambar 4.35
Cakupan Desa / Kelurahan UCI
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011
Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat 2012
Cakupan UCI desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun
2011 sebesar 65,1% meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar
65,5%. Pencapaian UCI Sulawesi Barat tahun 2010 belum mencapai
target nasional sebesar 85%.
65. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 61
Sedangkan untuk cakupan UCI per Kabupaten, Kabupaten Mamuju
memiliki cakupan UCI desa/kelurahan tertinggi 75,5%, yang paling
terendah adalah Kabupaten Mamasa (56,2%)
Gambar 4.36 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009-2011
Sumber : Bagian P2PL Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi
umur 0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi kepada
Wanita Usia Subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi kepada anak
sekolah dasar kelas 1 : DT, kelas 2-3 : TT) sedangkan kegiatan
imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah,
seperti desa non UCI, potensial/risti KLB, ditemukan adanya virus polio
liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis.
Gambar 4.37
Cakupan pemberian Imunisasi DPT,
HB dan Campak Pada Bayi
Menurut Kabupaten di Sulawesi
Barat tahun 2011
Sumber: Program P2PL Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat,
2012
66. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 62
Dari 25.486 bayi di Sulawesi Barat 23.557 bayi atau 92,4% diantaranya
telah mendapatkan imunisasi campak pada tahun 2011. Cakupan DO
tahun 2011 sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan tahun 2010 yang
hanya sebesar 0,5%. seluruh kabupaten di Sulawesi Barat mencapai
cakupan campak > 80% dengan cakupan terendah adalah Kabupaten
Mamasa (91,4%).
Adapun untuk Imunisasi BCG dan Polio Capaian Sulawesi Barat untuk
BCG sebesar 92,41% meningkat sedikit dibandingkan tahun 2010
sebesar 92,31%. Sedangkan untuk imunisasi polio juga mengalami
sedikit peningkatan dari 89,5% pada tahun 2010 menjadi 92,95% pada
tahun 2011. kabupaten Majene pada tahun 2011 memiliki cakupan
capaian tertinggi 102,44% dibandingkan dengan kabupaten lain.
Capaian ini melebihi 100% karena yang digunakan sebagai pembagi
adalah jumlah perkiraan sasaran bayi selama kurun waktu tahun 2011.
6. Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet
besi (Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan
pemberian kapsul yodium pada WUS.
a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada ibu hamil
Pada saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan
mendapatkan tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah
67. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 63
terjadinya kasus anemia serta meminimalkan dampak buruk akibat
kekurangan Fe, karena kekurangan Fe pada ibu hamil dapat
mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan bayi atau bayi lahir
dengan berat badan rendah (BBLR).
Tablet Tambah Darah ( TTD ) atau Tablet Fe adalah suplemen gizi yang
mengandung 60 mg element besi dan 0,25 mg asam folat. Pemberian
Tablet Besi ( Fe ) pada ibu hamil bertujuan untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya kasus anemia serta meminimalisasi dampak
buruk akibat kekurangan Fe pada ibu hamil karena kekurangan Fe
dapat mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan pada bayi dan
BBLR.
Gambar 4.38
Cakupan Fe3 Pada Ibu hamil
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011
Sumber : Program Gizi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Berdasarkan grafik diatas pencapaian cakupan TTD ibu hamil ( Fe.1 )
provinsi Sulawesi barat dari tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami
penurunan dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 –
2011.Sedangkan cakupan Fe3 terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
68. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 64
Pada tahun 2007 cakupan ibu hamil mendapat Fe3 55, 91 % dan pada
tahun 2011 sudah meningkat mencapai 74,47 %. Akan tetapi belum
mencapai target nasional. Hal ini bisa saja disebabkan beberapa hal
yaitu ibu malas datang keposyandu atau kesarana kesehatan , tingkat
pengetahuan dan kesadaran ibu hamil akan manfaat tablet tambah
darah masih rendah, system pencatatan dan pelaporan distribusi TTD
masih lemah sehingga banyak data yang tidak terinput
Pada tahun Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet)
tahun 2011 sebesar 93,14% dan cakupan Fe-3 sebesar 74,47%.
Cakupan Fe-1 tertinggi dicapai Kabupaten Majene 110,90% dan
terendah Kota Mamasa (68,65%). Sedangkan capaian Fe-3 tertinggi
adalah kabupaten Majene sebesar 84,97% dan terendah kabupaten
Mamasa 63,93%. Berdasarkan data yang ada ada beberapa ibu hamil
yang tersaring pada saat pemberian Fe-1 namun tidak mendapatkan Fe
90 tablet. Petugas kesehatan harus memotivasi ibu hamil agar
meminum tablet besi tersebut guna mencegah terjadinya anemia ibu
hamil.
Gambar 4.39
Cakupan distribusi tablet
Fe1 dan Fe-3 Menurut
Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Program Gizi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
69. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 65
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada balita
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam
lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh,
sehingga harus dipenuhi dari luar ( essensial ). Vitamin A bermanfaat
untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan, karena
vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi seperti campak ,diare, dan ISPA. Vitamin A juga bermanfaat
sangat penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup
Sasaran pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan
balita (1-4 tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan
Agustus) serta ibu nifas satu kali. Cakupan balita yang mendapat
vitamin A pada tahun 2011 sebesar 77,57%, kondisi ini sudah mencapai
target nasional tahun 2010 75% namun belum mencapai target
Nasional 2015 sebesar 85%. Capaian tertinggi pemberian kapsul
vitamin A adalah Kabupaten Majene 89,74% dan terendah kabupaten
Mamuju Utara (66,72%)
Gambar 4.40
Cakupan pemberian kapsul
Vitamin A pada Bayi dan Anak
Balita
Menurut Kabupaten di Sulawesi
Barat Tahun 2011
Sumber : Program Gizi Dinkes
Sulawesi Barat 2012
70. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 66
c. Pemberian Kapsul Vitamin A Ibu Nifas
Selain balita, sasaran lain yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis
tinggi adalah ibu nifas. Kapsul diberikan segera setelah melahirkan
atau dalam waktu sebulan setelah melahirkan yang bertujuan untuk
meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI, mempercepat proses
pemulihan ibu pasca melahirkan. Ibu nifas harus mendapatkan 2 kapsul
vitamin A dosis tinggi karena bayi lahir dengan cadangan vitamin A
yang rendah, kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan
dan peningkatan daya tahan tubuh.
Pemberian 1 (satu ) kapsul vitamin A warna merah pada ibu nifas
hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI
selama 60 hari sedangkan pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah
diharapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai
bayi usia 6 bulan.
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa cakupan kapul vitamin A
dosis tinggi ibu nifas di provinsi Sulawesi barat sudah baik , hal ini
ditandai dengan cakupan pada tahun 2011 udah mencapai target
nasional yaitu 81,77 %. Kendati demikian perlu dilakukan upaya
peningkatan distribusi vitamin A, sosialisasi program melalui promosi
penyuluhan dan integrasi gizi KIA untuk mencapai target cakupan
vitamin A ibu nifas sesuai SPM – gizi yaitu 100 % pada tahun 2014
71. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 67
Gambar 4.41
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A Ibu Nifas Menurut Kabupaten di
Sulawesi Barat Tahun 2011
Sumber : Program KIA Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Kabupaten dengan
cakupan tertinggi
pemberian Vit A pada ibu nifas adalah Majene dengan capaian 100%
dan yang terendah adalah kabupaten Mamasa sebesar 72,36%. Capaian
pemberian Vit A pada ibu Nifas berbanding lurus dan hampir sama
dengan cakupan pemberian A pada balita. Rendahnya capaian Vit A
pada kabupaten Mamasa diperlukan intervensi secara khusus untuk
penanganannya.
d. Balita di timbang Berat Badannya
Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di posyandu maupun
diluar posyandu secara teratur setiap bulan untuk mmngetahui adanya
gangguan pertumbuhan. Perubahan berat badan anak dari waktu ke
waktu merupakanpetunjuk awal perubahan status gizi anak.
pemantauan pertumbuhan balita dilakukan dengan mengunakan data
SKDN . Persentase D/S memberikan gambaran partisipasi masyarakat
72. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 68
terhadap kegiatan posyandu dan persentase N/D memberikan
gambaran keberhasilan program.
Gambar 4.42
Cakupan Penimbangan Balita Menurut Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2006 – 2011
Sumber : Program Gizi
Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Berdasarkan hasil pencatatan pelaporan hasil penimbangan balita di
Provinsi Sulawesi Barat dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun
2007 sampai tahun 2011 sudah mengalami peningkatan walaupun
belum signifikan . Hal ini dapat dilihat dari cakupan D/S provinsi
Sulawesi barat tahun 2007 hanya 49,20 % dan meningkat menjadi
68,52 % pada tahun 2011. Peningkatan ini belum bisa mencapai target
nasional yaitu 70% . Usaha peningkatan cakupan D/S saat ibi dilakukan
melaui beberapa program pengembangan. Salah satu program yang
dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah Penanggulangan
Daerah bermasalah Kesehatan yang melakukan intervensi utama
terhadap indikator IPKM. Penimbangan balita dalam IPKM menjadi
prioritas utama yang dilaksanakan oleh daerah. 4 Kabupaten
73. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 69
bermasalah kesehatan di Sulawesi Barat (Polewali Mandar, Mamasa,
Mamuju dan Mamuju Utara) telah melaksanakan sweepin atau kejar
timbang bagi balita yang tidak tertimbang di sarana pelayanan
kesehatan.
Gambar 4.43
Cakupan penimbangan Balita menurut Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011
Sumber : Program Gizi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat, 2012
Dari 5 kabupaten yang ada di provinsi Sulawesi barat , 3 kabupaten
sudah mencapai target nasional tahun 2011 yaitu kabupaten mamasa
78,25 % , kabupaten majene 88,83 % dan kabupaten mamuju 74,33 %
sedangkan 2 kabupaten lainnya yaitu Polewali Mandar hanya 61,41 %
dan Mamuju Utara 45,02 %.
Rendahnya partisipasi masyarakat menunjukan bahwa perhatian
masyarakat akan pentingnyapemantauan pertumbuhan balita (
penimbangan berat badan balita ) masih sangat rendah. Hal ini
disebabkan masih kurangnya kesadaran ibu – ibu akan pentingya
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga malas
membawa anak keposyandu, dan juga sebagian ibu yang anaknya
74. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 70
sudah mendapat imunisasi lengkap tidak lagi mau membawa anaknya
keposyandu dan factor kebosanan Selain itu kerjasama lintas sector
terkait belum optimal sehingga pencapain target nasional yaitu 70 %
belum tercapai.
Pertumbuhan balita dapat digambarkan oleh pertambahan atau
kenaikan berat badan anak pada penimbangan diposyandu setiap
bulannya. Saat ini perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak
naik berat badannya, tetap atau kenaikan berat badannya tidak dapat
mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat badan minimal (
KBM ).
Rata – rata pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat terjadi
penurunan dari 70,83 % tahun 2007 menjadi 58,19 % tahun 2008 dan
meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 68,16 % dan 70 % tahun 2010,
akan tetapi menurun lagi pada tahun 2011 menjadi 66,41 %. Hal ini
menunjukan bahwa pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat
belum bertumbuh secara optimal sehingga diperlukan upaya
peningkatan kegiatan konseling dan pemantauan yang intensive bagi
balita yang berat badannya tidak naik
7. Pelayanan Kefarmasian
Pelaksanaan Program ini ditujukan dalam rangka melindungi
masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat,
75. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 71
narkotika, psikotropika, Terhindarnya masyarakat dari penyalahgunaan
dan kesalahgunaan obat ;
Terwujudnya mutu sediaan Farmasi dan alat kesehatan yang
beredar;
Terhindarnya masyarakat dari informasi penggunaan sediaan farmasi
yang tidak objektif dan menyesatkan;
Terjaminnya mutu pengelolaan obat di kabupaten/kota dalam
rangka desentralisasi.
Kondisi Sulawesi Barat pada saat ini memiliki sumber daya berupa
sarana dan prasarana yang terdiri dari :
53 Apotik,
3 Instalasi Farmasi / GFK
2 Pedagang Besar Farmasi,
Dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat dan
perbekalan Kesehatan diperlukan Instalasi Farmasi Kab/Kota (GFK),
yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pusat pengelolaan obat.
Dari 5 Kab / Kota, 4 kab/kota sudah mempunyai Instalasi Farmasi /
GFK yang dibangun dengan anggaran dari APBN, DAK dan DAU
Kab/Kota, sedangkan 1 (satu) Kabupaten yang baru, sementara
proses pembangunan IFK (Kab. Mamuju Utara).
Gambar 4.44
Anggaran Obat Kabupaten Majene
Sulawesi Barat
Tahun 2006 - 2012
Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian
Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
76. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 72
Gambar 4.45
Anggaran Obat Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat
Tahun 2006 - 2012
Sumber:Bidang Pelayanan
Kefarmasian Dinas Kesehatan
Sulawesi Barat, 2012
Gambar 4.46
Anggaran Obat Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat
Tahun 2006 - 2012
Sumber:Bidang Pelayanan
Kefarmasian Dinas
Kesehatan Sulawesi Barat,
2012
Gambar 4.47
Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat
Tahun 2006 - 2012
Sumber:Bidang Pelayanan
Kefarmasian Dinas
Kesehatan Sulawesi Barat,
2012
77. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 73
Gambar 4.48
Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat
Tahun 2006 - 2012
Sumber:Bidang
Pelayanan Kefarmasian
Dinas Kesehatan
Sulawesi Barat, 2012
Gambar 4.49
Anggaran Obat Per Kapita Menurut Kabupaten
Sulawesi Barat
Sumber:Bidang
Pelayanan Kefarmasian
Dinas Kesehatan
Sulawesi Barat, 2012
Sasaran anggaran obat esensial generik disektor publik yang telah
ditetapkan sebesar US $ 2,00 setara dengan Rp. 18.000,- perkapita
pertahun. Dari 5 Kabupaten / Kota di Propinsi Sulawesi Barat masih
terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita
dibawah Rp. 8.000,- yaitu : Mamuju, Polman, Mamasa. Sedangkan 2
(dua) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita diatas Rp.
10.000,- yaitu : Kabupaten Mamuju Utara dan Majene
78. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 74
Sasaran ketersediaan obat esensial generik dan alat kesehatan dasar
disarana pelayanan kesehatan diharapkan mencapai 95 %. Untuk
Propinisi Sulawesi Barat belum maksimal dapat terpenuhi, tetapi
melihat anggaran bersumber dana DAK pada 5 Kab/Kota 2 tahun
terakhir ( 2011, 2012 ) cenderung meningkat, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan capian ketertesiaan obat dan perbekalan
kesehatan.
Peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat
rasional di Puskesmas.
Penggunaan obat, merupakan rangkaian terakhir dalam siklus
pengelolaan obat, yang dapat mempengaruhi baik buruknya
perencanaan dalam hal pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
Dari hasil monitoring pada 25 Puskesmas di 5 ( lima ) kabupaten se-
Sulawesi Barat pada tahun 2012 menunjukkan masih belum
terlaksananya penggunaan obat rasional dimana penggunaan
polifarmasi masih di temukan walaupun demikian ada beberapa
sarana kesehatan yang mulai untuk menekan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagai
acuan bagi provider tidak digunakan bahkan tidak tersedia walaupun
secara berkesinambungan telah disosialisasikan. Pada tahun 2012 telah
dilaksanakan Pertemuan Pergerakan POR oleh Dirjen Binfar dan Alkes
di Propinsi Sulawesi Barat dalam rangka untuk meningkatakan Tingkat
79. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 75
Pengetahuan dan Penggunaan Obat Rasional yang mana Dinas
Kesehatan Propinsi telah berupaya untuk mendukung program
Peregerakan Penggunaan Obat Rasional tersebut dengan mengajukan
Draf SK untuk pembentukan Tim Pergerakan POR propinsi kepada
Bapak Gubernur.
Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas
Kab/Kota diperoleh hasil terhadap daftar Tilik Pelayanan Kefamasian
yang masih sangat rendah Hal ini mungkin disebabkan pengelola Obat
di Puskesmas masih berstatus Tenaga Teknis Kefarmasian dan
Keperawatan sedangkan merujuk pada PP 51 tahun 2009 tentang
pelayanan kefarmasian seyogyanya Pengelola Obat di Puskesmas
Perawatan wajib
Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas
Kab/Kota diperoleh hasil rata – rata kesesuaian jenis obat yang
tersedia dibandingkan dengan DOEN sudah maksimal yaitu ± 97 %.
Hal ini mungkin disebabkan oleh aktifnya sosialisasi penggunaan obat
Generik di 5 kabupaten sejak tahun 2011 dan 2012.
Pelayanan Kefarmasian terhadap 5 (lima ) rumah sakit yaitu terdapat
1 rumah sakit yang sudah memiliki struktur organisasi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), 6 diantaranya di pimpin oleh Apoteker. Dari 6
rumah sakit yang sudah memiliki IFRS, 3 RS diantaranya telah memiliki
80. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 76
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Formularium Rumah Sakit (
Majene, mamuju dan Polewali Mandar ).
a. Dari 1 RS yang mempunyai Formularium RS, diperoleh tingkat
kepatuhan dokter dalam mematuhi Formularium Rumah Sakit
b. Kegiatan Farmasi Klinik yang terbanyak dilakukan oleh Apoteker
adalah Pelayanan Informasi Obat (PIO) yaitu sebanyak 5 RS satu
diantaranya sudah memiliki kepustakaan PIO sedangkan kegiatan
Farmasi Klinik berupa pengkajian resep hanya dilakukan oleh 1 RS
c. Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS berdasarkan: DOEN, Data
Catatan Medik, Anggaran yang tersedia, Penetapan Prioritas,
Siklus Penyakit, Sisa Persediaan dan data pemakaian Priode yang
lalu. Terdapat 5 RS yang perencanaan pengadaan obatnya sudah
mengikuti dasar – dasar di atas sisanya merencanakan obat
memakai salah satu atau lebih dasar - dasar di atas
d. Dalam pengembangan SDM di RS ada 1 RS yang telah
melaksanakan pendidikan berkelanjutan
e. RS yang memiliki SOP untuk setiap kegiatan pelayanan Farmasi
adalah sebanyak 3 RS .
Dari gambaran diatas, pelayanan kefarmasian di rumah sakit
belum berjalan secara optimal, Analisa hasil monitoring terhadap
pelayanan kefarmasian di rumah sakit diperoleh sebagai berikut:
Kurangnya jumlah RS yang memiliki struktur IFRS, PFT,
Formularium Rumah Sakit, Kepatuhan menerapkan
Formularium RS menunjukkan masih rendahnya komitmen dari
pihak management RS, hal ini mungkin disebabkannya
pelayanan kefarmasian tidak dimasukkan dalam akreditasi
tahap awal,serta kurangnya Advokasi dari Apoteker yang
81. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 77
bertugas di Rumah Sakit kemungkinan disebabkan kemampuan
advokasi yang masih kurang.
Kegiatan Farmasi Klinik berupa PIO dan pengkajian resep serta
pembuatan SOP yang dilakukan Apoteker di RS masih rendah
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri dan
keilmuan yang dimiliki oleh Apoteker di RS.
Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS pada umumnya sudah
mengikuti dasar-dasar yang ada.
Dari hasil monitoring Sarana SUB PAK yang terletak di Kabupaten
Mamuju dan Kabupaten Polewali 8 (delapan) sarana SUB PAK, dapat
digambarkan
Dari semua Sarana SUB PAK yang berada di Kabupaten mamuju dan
Kabupaten Polewali Mandar sampai Bulan Juli 2012 belum ada yang
merubah Sarana SUB PAK ke PAK.Untuk Pengujian sampiling Alkes dan
PKRT yang telah dilakukan oleh seksi Obat Tradisional dan Alat
Kesehatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012 menunjukkan hasil yang
positif hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian Sampling alat
Kesehatan [ALKES] dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga [PKRT]
dari BPOM RI Jakarta.
Pelayanan farmasi komunitas khususnya di Apotek belum terlaksana
dengan baik sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan SK
Menkes No.1207/2004, faktor kehadiran Apoteker sangat menentukan
dalam hal ini, dimana 80 % APA adalah PNS dan tidak adanya
Apoteker Pendamping pada jam buka apotek, sanksi belum berjalan.
82. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 78
Jumlah PBF tahun 2012 adalah 2 sarana, dengan perincian 2 PBF pusat
yang aktif mengirimkan laporan hingga triwulan IV ( tahun 2010 )
adalah 2 PBF ( 100 %) sedangkan yang Dalam penerapan sistem
pelaporan menggunakan software yang ditetapkan oleh Depkes belum
ada tenaga penanggung jawab PBF yang dilatih. Oleh karena itu masih
diperlukan pelatihan serupa untuk PBF yang belum mendapat pelatihan
Peningkatan SDM Kefarmasian melalui pelaksanaan Jabatan Fungsional
Apoteker dan Asisten Apoteker serta melalui Pendidikan
berkelanjutan, lebih banyak dilaksanakan bekerjasama dengan
Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi, antara lain dengan
melakukan uji kompetensi Apoteker secara bertahap, pada saat ini
sudah diikuti lebih kurang 4 apoteker dan pelaksanaan berbagai
kegiatan seminar.
Dalam rangka terkendalinya distribusi Narkotika dan Psikotropika telah
diterapkan sistem pelaporan melalui software secara berjenjang dari
Sarana ( Apotek, RS, dan Puskesmas ) ke Dinas Kab/Kota,
selanjutnya ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Ke Kementerian
Kesehatan. Dari Kab/Kota yang sudah mendapat pelatihan software
rata-rata yang sudah mengirimkan laporannya setiap bulan ke Dinas
Kesehatan Propinsi adalah 25% untuk Laporan Penggunaan Narkotika
dan 10 % untuk Psikotropika. Selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi
melaporkan hasil rekapan laporan dari kab/kota setiap bulannya untuk
83. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 79
narkotika dan triwulan untuk psikotropika ke Dirjen Bina Kefarmasian
dan Alkes Kementerian Kesehatan RI
Dalam rangka terwujudnya mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang beredar; bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi telah
melakukan penertiban terhadap distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan dan masih ditemukannya produk yang tidak
memenuhi syarat.
Dalam rangka pencapai tujuan dan sasaran dari Program Obat dan
Perbekalan Kesehatan serta Program Pengawasan Obat dan Makanan
dilaksanakan berbagai Kegiatan dengan sumber anggaran pembiayaan
APBN untuk Program Obat dan Perbekalan Kesehatan dan APBD untuk
Program Pengawasan Obat dan Makanan. Dari analisa situasi yang
telah dipaparkan di atas, telah dilakukan beberapa kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan ketercapaian sasaran program namun
masih ditemukan beberapa masalah sebagai berikut :
a. Anggaran obat mempengaruhi ketersediaan obat di kab/kota dimana
anggaran yang tersedia masih belum sesuai dengan yang diharapkan,
disamping itu dengan adanya kebijakan Permendagri No. 13 tidak
diperkenankannya lagi mengalokasikan anggaran ke daerah
bawahan. Untuk itu kegiatan yang terkait untuk meningkatan
anggaran obat seperti melakukan pertemuan advokasi pengelolaan
obat terpadu pada tahun 2012 kepada pengambil keputusan di
84. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 80
kab/kota harus dilaksanakan, serta kegiatan untuk pengelolaan obat
di sarana kesehatan perlu ditingkatkan.
b. Penerapan Pharmaceutical Care (PC) di Rumah Sakit masih belum
terlaksana sesuai dengan standard pelayanan kefarmasian di rumah
sakit. Untuk itu masih diperlukan lagi berbagai upaya dalam
kebijakan lintas sektor maupun lintas program terutama dalam
kebijakan akreditasi rumah sakit dimana pelayanan farmasi
dipisahkan dari pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang
masuk dalam akreditasi tahap I, sedangkan pelayanan farmasi
dimasukkan dalam akreditasi tahap II. Demikian juga ditinjau dari
kewenangan yang diatur dalam PP 38 tahun 2007 semakin terlihat
tidak adanya ditingkatan pemerintahan ( Pusat/Propinsi/Kab yang
bertanggung jawab terhadap kewenangan pelayanan kefarmasian.
c. Program Kefarmasian pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
dilaksanakan melalui Program Obat dan Perbekalan Kesehatan serta
Program Pengawasan Obat dan Makanan yang masih perlu dilakukan
peningkatan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
d. Masih diperlukan kegiatan – kegiatan intervensi untuk mendukung
pelaksanaan program kefarmasian guna mencapai sasaran program
dan Kegiatan lintas sektor dan lintas program perlu ditingkat untuk
mensinergiskan program farmasi dengan program lainnya
85. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 81
e. Agar pelayanan kefarmasian di rumah sakit dapat berjalan dengan
baik , diperlukan review terhadap kebijakan rumah sakit khususnya
yang berhubungan dengan akreditasi rumah sakit, sehingga
pelayanan kefarmasian dapat dimasukkan kedalam akreditasi tahap
pertama bersama dengan pelayanan medis dan pelayanan
keperawatan
f. Agar pelayanan kefarmasian di Apotek dapat berjalan sesuai standar
yang diharapkan regulasi dalam bidang pekerjaan kefarmasian
sebagaimana yang telah dirancang dalam Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian dapat segera terwujud (
PP 51 Tahun 2009 ).
Dalam rangka peningkatan mutu sediaan Farmasi dan perbekalan
kesehatan, sudah saatnya Pemerintah melaksanakan akreditasi
khususnya terhadap sarana distribusi sediaan farmasi, dan perbekalan
kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Kewenangan yang tertuang
dalam PP 38 tahun 2007, KONAS 2006.
86. BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya
pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya
kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian
pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar
masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya adalah sebagai
berikut :
1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Seorang ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang
hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran
dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal,
persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana
kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.
87. a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4)
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter
umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan
pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah,
pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian
tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan
adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan
besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan
untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam
menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun
dibandingkan tahun 2010 sebesar 99,2%.
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa
kehamilannya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua
kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat
perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%.
88. Gambar 4.18
Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil
Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat,
2012
Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan
peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang berarti
terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, namun
menunjukkan penurunan dari tahun 2010 – 2011. Hal ini menunjukkan adanya
penurunan program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi
ibu hamil.
Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk
meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan memberikan
kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk memeriksakan kesehatannya,
terutama kabupaten Mamasa yang cakupannya terendah 88,7%. Gambaran
cakupan pelayanan K1 dan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di
lihat pada gambar 4.19 berikut:
89. Gambar 4.19
Persentase Cakupan
Pelayanan K1 dan K4 Ibu
Hamil
Menurut Kabupaten Tahun
2011
Sumber : Program Ibu dan
Anak, Binkesmas Dinkes
Sulbar, 2012
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase
ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang
tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten Mamuju 81,1%
dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%).
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan
bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga dengan adanya program kelambu
oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan K4.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu hamil
dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat
mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi
Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini
disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se Provinsi
Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari sasaran yang telah
mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1-
K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan
intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak
90. pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari
3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan
mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan secara
dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan Persalinan
dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu hamil secara
berkala di wilayah kerja masing – masing.
Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada
trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena dikatakan
cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan
pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan ada
kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada
kehamilan trimester 3
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki
kompetensi Kebidanan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi
kebidanan (profesional).
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3% meningkat di bandingkan tahun
2010 sebesar 73,1% % Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
91. tahun 2006-2011 cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum
mencapai target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di lihat
pada gambar 4.20 berikut ini :
Gambar 4.20
Persentase Cakupan
Pertolongan Persalinan
Oleh tenaga Kesehatan Tahun
2006-2011
Sumber : Program Kesehatan
Ibu dan Anak Bidang Bina
Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat tahun 2012
Sumber :
Program
Kesehatan
Ibu dan
Anak,
Bidang Bina
Kesehatan
Masyarakat
Dinas
kesehatan
Provinsi
Sulawesi
Barat, 2012