SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 231
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Profil kesehatan 
Provinsi sulawesi barat 
tahun 2011 
DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT 
TAHUN 2012
Diterbitkan oleh : 
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju 
Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579 
Website : dinkes.sulbarprov.go.id 
Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal Dinkes Sulbar
Diterbitkan oleh : 
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju 
Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579 
Website : dinkes.sulbarprov.go.id 
Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal 
Dinkes Sulbar
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 
TIM PENYUSUN 
Penanggung Jawab 
dr.Achmad Azis,M.Kes 
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
Ketua 
Dr.Indahwati Nursyamsi 
Sekretaris 
Wahyuddin,SE,M.Kes 
Anggota 
Drs.Dadang Hardiawan,MM, Rosmianti,SKM 
Yulianus Dupa Budi,Amd.F; Tenri Bulaeng,SKM,M.Kes 
Firman Gazali,SKM,M.Kes, Rachmi,SKM 
Agustina Uta Tabang Kalua,S.Gz; Wa Ode Nuraisyah,S.Kep 
Irianti,SKM; Muh. Saleh,Amd.Kep
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 1 
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat 
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya untuk mewujudkan 
Negara Indonesia menjadi bangsa yang sehat,maju, mandiri, sejahtera, 
adil dan makmur dengan sasaran meningkatnuya kualitas sumber daya 
manusia yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan 
Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan semakin kuatnya 
jati diri dan karakter bangsa. 
Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan dengan keterlibatan 
masyarakat luas dan dilaksanakan dengan semangat kemitraan lintas 
sektor, antara pemerintah dan sawasta, serta antara pusat dengan 
daerah. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan : 
1). Upaya kesehatan, 2). Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan, 
3). Pembiayaan Kesehatan, 4). SDM Kesehatan, 5). Sediaan Farmasi, 
Alat Kesehatan dan Makanan, 6). Manajemen, Informasi, Regulasi 
Kesehatan, dan 7). Pemberdayaan Masyarakat. 
Sesuai dengan amanat yang tertiuang dalam Rencana Pembangunan 
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana 
Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 – 2014, yang ditujukan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 2 
untuk meningkatkan status kesehatan setinggi-tingginya, serta 
mencapai MDG,s yang merupakan salah satu tugas penting dari 
Pemerintah. Diupayakan percepatan pencapaian target sasaran yang 
telah ditetapkan dengan pembangunan kesehatan yang lebih focus, 
sistematis, terpadu, efisien, terintegrasi yang memerlukan kerjasama 
dan komitmen dari seluruh stakeholders. 
Untuk menjamin terlaksananya pembangunan secara efektif dan 
efisien khususnya dalam bidang Kesehatan maka diperlukan data dan 
informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat sebagai bahan dasar 
penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, 
terarah, terpadu dan menyeluruh . Data yang akurat menjadi salah 
satu indikator penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan 
kesehatan 
Profil Kesehatan 2011 yang berbasis data terpilah menurut jenis 
kelamin. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah 
gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang memuat 
berbagai data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan 
selama tahun 2011. Data dan informasi yang termuat antara lain data 
kependudukan, fasilitas kesehatan, pencapaian program-program 
kesehatan, masalah kesehatan dan lain sebagainya. Profil Kesehatan 
Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan secara sederhana dan informatif 
dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 3 
Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan 
Propinsi Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur 
keberhasilan/kemajuan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan 
selama tahun 2011 dibandingkan dengan target yang sudah ditetapkan, 
sekaligus bisa dipakai sebagai bahan evaluasi perwujudan menuju 
Sulawesi Barat Malaqbi. 
B. MAKSUD DAN TUJUAN 
I. Maksud 
Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat 
Tahun 2011 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem 
Informasi Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif 
sebagai acuan dalam manajemen pelaksanaan upaya pelayanan 
kesehatan. 
II. Tujuan 
a. Tujuan Umum 
Memberikan informasi tentang program-program pembangunan 
kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja 
pembangunan kesehatan. 
b. Tujuan Khusus 
1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosial-ekonomi. 
2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 4 
3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan 
4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat 
digunakan sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan 
kesehatan 
C. SISTEMATIKA PENYAJIAN 
Profil Kesehatan diharapkan bisa lebih informatif, maka profil 
kesehatan ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: 
Bab I – Pendahuluan. Bab ini secara ringkas menjelaskan latar 
belakang, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya 
berisi pula uraian ringkas dari masing-masing bab. 
BAB II - Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum 
Propinsi Sulawesi Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan 
geografis, keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, 
dan keadaan lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat 
BAB III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini menyajikan situasi 
Derajat Kesehatan berisi uraian tentang angka kematian, angka 
kesakitan, dan keadaan gizi; 
BAB IV - Situasi Upaya Kesehatan . Bab ini membahas tentang upaya – 
upaya kesehatan yang telah dilaksanakan di Sulawesi Barat sampai 
tahun 2011.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 5 
BAB V - Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga 
kesehatan, unit kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran 
tenaga kesehatan di unit kerja Propinsi Sulawesi Barat 
**************
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 6 
BAB II 
GAMBARAN UMUM 
A. KEADAAN GEOGRAFI 
Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang cukup 
strategis karena berada diantara dua Provinsi, yaitu Sulawesi Selatan 
dan Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat sebelah barat berbatasan 
langsung dengan Selat Makassar, Sebelah timur berbatasan dengan 
Sulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi tengah 
dan Sulawesi selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan. 
Gambar 2.1 
Peta Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 7 
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 16.729,9 km2, secara 
administratif terbagi menjadi 5 kabupaten, yang tersebar menjadi 604 
desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Mamuju dengan 
luas 7.943 km2, atau sekitar 47,5% dari luas total Provinsi Sulawesi 
Barat, sedangkan Kabupaten Majene merupakan wilayah yang luasnya 
paling kecil di Sulawesi barat, yaitu seluas 948 km2. 
Gambar 2.2 
Luas dan Persentase Kabupaten Se- Provinsi Sulawesi Barat 
Tahun 2011 
Secara topografi, wilayah Sulawesi Barat memiliki kondisi yang 
bervariasi yaitu pegunungan, perbukitan, dataran rendah, pesisir 
pantai serta rawa-rawa. Sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat 
merupakan daerah yang sulit dijangkau disebabkan kondisi daerah 
yang sangat berat sehingga hanya bisa dilalui dengan kuda dan jalan 
kaki. Disamping itu masih terdapat sekelompok masyarakat terasing 
yang menutup diri dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 8 
B. KEADAAN PENDUDUK 
Jumlah penduduk Sulawesi Barat tahun 2011 (Hasil Estimasi Dinas 
Kesehatan masing-masing kabupaten) sebesar 1.163.737 Jiwa. Dengan 
luas wilayah sebesar 16.937,2 km2,maka rata – rata kepadatan 
penduduk di Sulawesi Barat sebesar 69 jiwa untuk setiap kilometer 
persegi (km2). Wilayah terpadat adalah Kabupaten Polewali Mandar, 
dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 231 jiwa per kilometer 
persegi (km2). Wilayah terlapang di Sulawesi Barat adalah Kabupaten 
Mamuju, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 42 jiwa per 
kilometer persegi (km2). Dengan demikian dapat dilihat bahwa 
persebaran penduduk se Sulawesi Barat belum merata. 
Gambar 2.3 
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Barat 
Menurut Kabupaten Tahun 2011 
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten tahun 2011
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 9 
Dengan jumlah rumah tangga sebesar 255.512 rumah tangga, maka 
rata-rata jumlah rumah tangga di Sulawesi Barat adalah 4,55 Jiwa 
untuk setiap rumah tangga. Jumlah penduduk tertinggi berada di 
Kabupaten Polewali Mandar dan terendah di Kabupaten Mamuju Utara. 
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio 
jenis kelamin yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk 
perempuan per 100 penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi Dinas 
Kesehatan Kabupaten tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk laki-laki 
di Sulawesi Barat sulit ditentukan karena kelengkapan data yang 
kurang dari kabupaten. Data mengenai Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) 
dapat dilihat pada lampiran tabel 2. 
Struktur/komposisi penduduk Sulawesi Barat menurut umur dan jenis 
kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki maupun perempuan 
mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 10 – 14 tahun dan 
5–9 tahun. 
C. KEADAAN PENDIDIKAN 
Keadaan pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap 
ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah. 
Melalui pengetahuan, pendidikan berkonstribusi penting terhadap 
perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang 
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 10 
pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang 
untuk berperilaku sehat. 
Angka buta huruf berkolerasi dengan angka kemiskinan. Sebab, 
pendududk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung 
mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu 
sendiri mendekatkan kepada kemiskinan. 
Berdasarkan data BPS 2010, persentase penduduk usia 5 tahun keatas 
yang melek huruf di Sulawesi Barat sebesar 84,86%, artinya persentase 
penduduk usia 5 tahun keatas yang bisa membaca serta mengerti 
sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan 
AMH adalah untuk mengukur keberhasilan program-program 
pemberantasan buta huruf, terutama didaerah pedesaan di Indonesia 
terutama didaerah di Sulawesi Barat; menunjukkan kemampuan 
penduduk suatu wilayah dalam menyerap informasi daer beberapa 
media dan menunjukkan kemapuan untuk berkomunikasi secara lisan 
dan tertulis. 
D. KEADAAN EKONOMI 
Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per 
kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan 
pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah 
nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 11 
(PPP) yang konversinya dengan mata uang lokal berdasarkan harga 
tahun 1993. 
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat tidak melakukan 
pendataan tingkat kemiskinan dengan parameter pendapatan kurang 
dari US$ 1,00 per kapita perhari, oleh karena itu tolak ukur yang 
digunakan adalah garis kemiskinan yang telah ditentukan secara 
nasional. 
Salah satu pendekatan dalam pengukuran kemiskinan di Indonesia 
menurut Badan Pusat Statistik adalah seseorang yang dianggap miskin 
jika tak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan yang disetarakan 
2100 kilokalori serta kebutuhan bukan makanan, yakni kebutuhan 
minimum perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang 
dibawah rata-rata minimum, konsep dan Pendekatan di atas dikenal 
denga nama pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). 
Jumlah Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat sejak Maret 2007 
sampai dengan Maret 2010 terus mengalami penurunan yang signifikan. 
Tahun 2007 presentase penduduk miskin mencapai kisaran 19,03 
persen atau setara dengan 189,9 ribu orang, kemudian mengalami 
penurunan yang cukup besar hingga tahun 2010, yaitu sebesar 13,58 
persen atau sekitar 141,33 ribu orang dan pada tahun 2011 mengalami 
peningkatan menjadi 13,89%
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 12 
Gambar 2.4 
Angka Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat 
Tahun 2007-2011 
Sumber : BPS 
Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Kecenderungan data garis Kemiskinan dari hasil pendataan Badan 
Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan hasil yang 
positif, dimana garis kemiskinan rata-rata penduduk di Provinsi 
Sulawesi Barat dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 semakin 
membaik.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 13 
BAB III 
SITUASI DERAJAT KESEHATAN 
Gambaran masyarakat Provinsi Sulawesi Barat masa depan yang ingin 
dicapai oleh segenap kelompok masyarakat melalui pembangunan 
kesehatan Provinsi Sulawesi Barat adalah “Terwujudnya Masyarakat 
Sulawesi Barat Yang Sehat Maju dan Amanah”. Untuk mewujudkan 
visi tersebut ada lima misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas 
kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu 
meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, Menjamin 
pemerataan sumber daya kesehatan, Memberdayakan masyarakat 
untuk hidup sehat, Mendorong percepatan pelaksanaan pembangunan 
kesehatan daerah tertinggal dan daerah perbatasan dan menciptakan 
manajemen kesehatan yang akuntabel. 
Guna mempertegas rumusan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat Yang Sehat Maju 
dan Amanah” maka ditempuh strategi percepatan berupa 
mewujudkan komitemen pembangunan berwawasan kesehatan, 
Profesioanalisme Unit Kerja, mempercepat pemerataan pelayanan 
kesehatan yang berkualitas di daerah terpencil dan kepulauan dengan 
strategi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan 
Melaksanakan jejaring Pembangunan Kesehatan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 14 
Adapun situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi 
Barat adalah sebagi berikut : 
A. ANGKA KEMATIAN 
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat 
menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi 
atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan 
biologic secara tidak langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai 
indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan 
program pembangunan kesehatan. 
1. Angka Kematian Bayi 
Angka kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan) 
per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB dapat 
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang 
berkaitan dengan factor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan 
antenatal, status gizi ibu hami, tingkat keberhasilan program KIA dan 
KB, serta kondisi lingkungan dan social ekonomi. Bila AKB disuatu 
wilayah tinggi, berarti status kesehatan diwilayah tersebut rendah. 
AKB di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 sebesar 11,6/1000 kelahiran 
hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 
15,2/1000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target 
Nasional dalam RPJMN 24/1000 kelahiran hidup, maka AKB Provinsi 
Sulawesi Barat sudah melampaui target Nasional, demikian juga bila
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 15 
dibandingkan dengan target yang diharapkan dalam MDD (Millennium 
Development Goals) tahun 2015 yaitu 23/1000 kelahiran hidup. 
Penurunan AKB di Provinsi Sulawesi Barat satu tahun terakhir dapat 
memberi gambaran pelayanan kesehatan yang meningkat secara 
keseluruh lapisan masyarakat. 
Gambar 3.5 
Angka Kematian 
Bayi di Provinsi 
Sulawesi Barat 
Tahun 2007-2011 
Sumber : Program 
KIA Dinas 
Kesehatan Sulawesi 
Barat, 2012 
Kabupaten dengan Angka Kematian Bayi tertinggi pada tahun 2011 
adalah kabupaten Mamuju Utara dengan AKB sebesar 15,9/1000 
Kelahiran hidup atau sebanyak sedangkan yang terendah adalah 
Kabupaten Mamasa 6/1000 kelahiran hidup 
Gambar 3.6 
Angka Kematian Bayi 
Kabupaten di Provinsi 
Sulawesi Barat 
Tahun2011 
Sumber : Program KIA 
Dinas Kesehatan Provinsi, 
tahun 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 16 
Angka kematian bayi yang bervariasi dan tidak merata ditiap 
kabupaten merupakan masalah pelayanan kesehatan. Akses 
pelayanan yang tidak merata ditiap kabupaten memerlukan 
intervensi yang berbeda. 
Tabel 3.1 
Jumlah kematian bayi 
menurut Kabupaten 
tahun 2011 
Sumber : Program KIA 
Dinas Kesehatan 
Provinsi 2012 
2. Angka Kematian Balita 
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian balita (1 – 5 
tahun) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA 
dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita, 
tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program 
KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan. 
Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang untuk 
meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. 
Berdasarkan laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi 
Barat, Angka kematian balita tahun 2007 sebesar 17,2 per 1.000 
kelahiran hidup, tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 11,4 per
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 17 
1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi 
14,02 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010 menurun menjadi 16,42 
per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 menjadi 12,1/1000 
Kelahiran hidup . Hal ini menandakan Angka Kematian Balita 3 tahun 
terakhir sifatnya fluktuatif 
Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi lingkungan, 
perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta mutu dari 
pelayanan kesehatan. Format pelaporan program KIA yang selama ini 
digunakan tidak bisa mengakomodasi jumlah kematian balita yang ada 
di wilayah kerja Puskesmas sehingga data kematian balita (1 – 4 th) 
tidak bisa diketahui. 
Gambar 3.7 
Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup 
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2011 
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 
Pada gambar 3.7 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama 
periode 2007-2009 menunjukkan flukstuasi dan mengalami penurunan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 18 
pada tahun 2011. Pencapaian AKABA Sulawesi Barat sudah mencapai 
target MDGs yakni 32 / 1000 kelahiran hidup yang mesti dicapai pada 
tahun 2015 
Data kematian balita ini termasuk dalam indikator pemantauan pada 
cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan). Jadi, kasus kematian 
yang terjadi tergantung dari peran tenaga kesehatan dalam 
memberikan pelayanan sesuai standar meliputi pemantauan 
pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantuan perkembangan min 2x 
setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Termasuk dalam 
pelayanan mendapatkan MTBS, khusus untuk anak yang sakit sehingga 
kematian dapat dicegah. 
3. Angka Kematian Ibu 
AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan pada 
saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan 
oleh kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang disebabkan oleh 
kecelakaan. 
Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting yang 
merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup 
tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu, 
kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan 
terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 19 
Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan 
kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan 
bersalin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung 
serta resioko bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau 
yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari). 
Gambar 3.8 
Jumlah Kematian Ibu Menurut 
Kabupaten Tahun 2011 
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi Barat, 2012 
Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat 
belum memiliki data statistik vital yang 
langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Jumlah 
Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari 
Puskesmas semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan. 
Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan 
AKI antar wilayah di Sulawesi Barat. Berdasarkan data Jumlah 
Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 di 5 (lima) 
kabupaten menunjukkan bahwa kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa 
mempunyai jumlah kematian Ibu yang paling rendah yaitu 5 ibu di 
bandingkan dengan Polman dan Mamuju 13 ibu yang meninggal dan 
Majene 6 ibu yang meninggal pada tahun 2010.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 20 
Gambar 3.9 
Angka Kematian Ibu Menurut Kabupaten Tahun 2011 
Provinsi Sulawesi Barat 
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 
2012 
Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum 
dapat ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat 
pada tahun 2011, sebesar 23.259 kelahiran hidup. Namun untuk 
menjadi acuan program dalam pelaksanaan kebijakan program bidag 
kesehatan dan pembanding capaian tiap kabupaten maka konstanta 
yang digunakan dalam perhitungan Angka Kematian Ibu pada gambar 
3.9 adalah per 100.000 kelahiran hidup. Jadi dalam buku ini penyusun 
hanya angka absolut atau jumlah sebenarnya, dan dengan 
menggunakan rumus per 100.000 kelahiran hidup.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 21 
Gambar 3.10 
Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat 
Tahun 2006-2011 
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat,2012 
B. Morbiditas 
Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari 
suatu penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu 
tertentu. Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau 
terjangkitnya penyakit didalam populasi, baik fatal maupun non-fatal. 
Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan 
masyarakat dari pada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang 
mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas yang rendah. 
1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit 
Penyakit terbesar di rumah sakit sepanjang tahun 2010 di Sulawesi 
Barat menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan pasien yang paling banyak
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 22 
berkunjung adalah pasien dengan faktor yang mempengaruhi keadaan 
kesehatan dan berhubungan dengan pelayanan kesehatan. 
Perincian penyakit yang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah 
sakit menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah sebagai berikut : 
Kunjungan terbesar pertama rawat jalan adalah Diare dengan Jumlah 
kunjungan 1888 orang dan penyakit kedua adalah Demam Berdarah 
dengan jumlah kunjungan 1232 orang. 
Gambar 3.11 
Jumlah 6 Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap 
Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2011 
Sumber : Bina Pelayanan Medik Dinkes Sulbar tahun 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 23 
2. Penyakit Menular 
a. Malaria 
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya 
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millennium 
Development Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu 
(protozoa). Plasmodium yang ditularkan melaui gigitan nyamuk 
Anopheles. Wilayah endemis malaria di Sulawesi Barat pada umumnya 
adalah desa – desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak 
baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan 
kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan social ekonomi masyarakat 
yang rendah. 
Direktorat Jenderal PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan 
stratifikasi endemisitas malaria di suatu wilayah di Indonesia menjadi 
4 strata yaitu:Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk; Endemis 
sedang bila API berkisar antara 1 - < 5 per 1.000 penduduk; Endemis 
rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk; Non Endemis adalah daerah 
yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembebasan malaria) 
atau API = 0. 
Guna mencapai target yang di canangkan secara nasional maka ada 
beberapa program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi 
Sulawesi Barat diantaranya sebagai berikut :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 24 
1. Gebrak Malaria yang bertujuan untuk memastikan 80% dari 
masyarakat yang beresiko terjangkit malaria mendapatkan 
perlindungan melalui metode pengendalian vector yang sesuai 
keadaan setempat; 80% penderita malaria didiagnosis dan diobati 
dengan menggunakan antimalarial yang adekuat; 80% perempuan 
ibu hamil didaerah penularan yang stabil mendapat perawatan 
pencegahan berkala (IPTp); dan beban akibat penyakit malaria 
berkurang sampai 50% dan pada tahun 2015, penyakit dan 
kematian akibat malaria berkurang 75 persen dibandingkan 
dengan tahun 2005, tervapainya target MDG dan intervensi 
efektif diterapkan secara universal 
Tabel 3.2 
Strategi Kampanye Gebrak Malaria 
Strategi Utama Tujuan Utama 
Memobilisasi dan memberdayakan 
masyarakat menuju hidup sehat 
Semua desa menjadi “desa siaga”- 
pemberdayaan dan pelibatan 
masyarakat dalam pemberantasan dan 
pengendalian malaria dan penyakit lain 
yang merupakan masalah utama 
kesehatan 
Meningkatkan akses ke pelayanan 
kesehatan yang berkualitas 
Setiap bayi, anak dan kelompok resiko 
tinggi terlindung dari penyakit-penyakit 
Memperbaiki sistem surveilans, 
monitoring dan informasi 
Setiap kejadian penyakit dilaporkan 
secara tepat waktu dan akurat kepada 
dinas kesehatan terdekat 
Setiap kejadian luar biasa/wabah 
dikendalikan secara cepat dan tepat 
Peningkatan ketersediaan pendanaan 
malaria
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 25 
2. Penelitian Malaria terpadu kerjasama Universitas Hasanuddin 
dengan Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. Penelitian ini 
dilaksanakan di kabupaten Mamuju yang merupakan daerah 
endemis malaria tinggi di Sulawesi Barat dan berlangsung selama 
3 tahun mulai 2010 – 2012. 
Di Sulawesi Barat terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam daerah 
endemis tinggi yakni Mamuju dan Mamuju Utara. Kondisi wilayah yang 
ada menjadi salah satu faktor tingginya kasus malaria di kedua wilayah 
tersebut di bandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Barat. 
API Sulawesi Barat pada tahum 2010 adalah 6,7 per 1.000 dan 
mengalami penurunan menjadi 5,9 per 1000 penduduk Sulawesi barat 
pada tahun 2011. Di hubungkan dengan target MDGs angka API 
Sulawesi Barat masih sangat tinggi. Begitupula dengan target nasional 
yang yang menargetkan jumlah kasus kejadian malaria menjadi kurang 
dari 1 per 1000 kasus malaria positif yang ditemukan melalui 
pelayanan rutin. Sulawesi Barat mesti memacu diri untuk mencapai 
target nasional Indonesia bebas malaria tahun 2030. 
b. TB Paru 
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh 
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat 
menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi hasil TB.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 26 
Bersama dengan malaria dan HIV AIDS, TB menjadi salah satu penyakit 
yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. 
Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah 
Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru TBA 
Positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA 
positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian 
Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2010 sebesar 
70%. 
Dalam upaya peningkatan efektifitas pengendalian TB, Sulawesi Barat 
telah melakukan upaya penguatan DOTS yang merupakan kebijakan 
nasional dalam pengendalian Tuberkulosis. Kunci utama dalam DOTS 
yaitu : komitmen, doagnosa yang benar dan baik. Ketersediaan dan 
lancarnya distribusi obat, pengawasan penderita menelan obat dan 
pencatatan dan pelaporan penderira dengan baik dan benar dengan 
sistem kohort. 
Gambar 3.12 Angka 
Penemuan Kasus (CDR) 
Per Kabupaten Provinsi 
Sulawesi Barat tahun 
2011 
Sumber : Program P2PL 
Dinas Kesehatan Sulawesi 
Barat, 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 27 
Angka penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) Sulawesi Barat 
tahun 2011 Sulawesi Barat sebesar 55%. Kabupaten Majene adalah 
Kabupaten dengan pencapaian CDR sebesar 110% dan paling rendah 
adalah Kabupaten Mamasa sebesar 17%. CDR Sulawesi Barat sebesar 
50%. Capaian ini belum mencapai target MDGs sebesar 70%. Hal ini 
tentu menjadi tantangan terbesar bagi Sulawesi Barat untuk dapat 
mencapai target MDGs pada tahun 2015. 
Tantangan yang dihadapi dalam upaya penanganan TB di Sulawesi 
Barat antara lain: 
1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan tingginya 
resiko penyebaran infeksi. Hal ini terkait dengan advokasi, 
komunikasi dan mobilisasi social belum optimal, terbatasnya 
akses pelayanan dan belum maksimalnya kemitraan antara 
public-swasta; 
2. Masih tingginya penemuan kasus yang belum diimbangi dengan 
ketersediaan pelayanan pengobatan yang memadai. Layanan 
pengobatan untuk TB secara rutin belum merata. 
3. Masih terbatasnya penguatan kebijakan pengendalian TB berbasis 
local di Sulawesi Barat. Diperlukan penguatan pelayanan 
kesehatan, informasi dan pendanaan tingkat daerah 
4. Belum optimalnya sistem informasi untuk penyusunan kebijakan 
berbasis fakta. Saat ini penerapan elemen strategi TB, penguatan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 28 
sistem kesehatan, peran serta petugas kesehatan, ASCM, dan 
riset masih kurang optimal 
5. Masih terbatasnya sumber pendanaan untuk menanggulangi TB di 
Sulawesi Barat. Selama ini sumber dana pendanaan 
penanggulangan TB di Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari 
bantuan luar negeri (GF TB). Untuk itu diperlukan peningkatan 
mobilisasi sumber daya local dan peningkatan efisiensi anggaran 
bersumber APBD dalam peningkatan program TB. 
c. HIV AIDS 
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus) yang 
menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem 
kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome 
(AIDS) adalah kondisi kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak 
sistem kekebalan terhadap penyakit Infeksi menular seksual (IMS) 
merupakan penyakit yang sangat erat keterkaitannya dengan kejadian 
HIV dan AIDS. 
Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana 
jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan 
penduduk yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah 
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat mencapai 000000 
orang. Kondisi tersebut berkaitan dengan keadaan geografis Sulawesi 
Barat yang berada dalam posisi “Segitia emas” terletak diantara
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 29 
Sulawesi selatan dan Sulawesi Tengan dan berbatasan langsung dengan 
pulau Kalimantan menjadi salah satu faktor mobilisasi penduduk yang 
cepat. Selain itu banyaknya penduduk yang masuk menyebabkan 
adanya perubahan pola hidup dan perubahan perilaku seksual yang 
tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif 
lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas. 
Tantangan lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap 
pelayanan kesehatan dalam pencegahan, perawatan dan pengobatan 
HIV AIDS. Sistem layanan kesehatan perlu diperkuat dalam menangani 
kasus HIV/AIDS; terbatasnya alokasi anggaran dan ketersediaan dana 
yang berkesinambungan dalam pengendalian HIV/AIDS. Masalah dana 
menjadi kendala utama dalam mengani HIV/AIDS; masih lemahnya 
koordinasi linta sektor sistem monitoring dan evaluasi; dan masih 
terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan baik dalam hal kuantitas 
dan kualitas maupun kapasitas dalam penanganan HIV AIDS. 
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan memalui 
penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan Voluntary 
Concealing Test VCT di puskesmas, pengobatan dan pemeriksaan 
berkala penyakit menular seksual, pengamatan darah donor dan 
kegiatan lain yang menunjang pemberantasan penyakit HIV/AIDS. 
Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi 
Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 30 
Majelis Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait 
merupakan usaha lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
dalam penanggulangan HIV/AIDS. 
Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat 
hingga tahun 2011 belum ada laporan secara tertulis penduduk yang 
tercatat sebagai penderita positif, namun penderita positif tersebut 
diperkirakan ada di sekitar kita. 
d. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) 
ISPA seringkali menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan 
balita, dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya. 
ISPA juga merupakan salah satu penyebab kunjungan berobat pasien di 
rumah sakit dan Puskesmas. 
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory 
Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu 
bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga 
alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga 
tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program 
kesehatan adalah Pneumonia, karena pneumonia merupakan salah satu 
penyebab utama kematian pada anak. 
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru 
yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan 
populasi rentan pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 31 
lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan 
(malnutrisi, gangguan imunologi). 
Gambar 3.13 
Penderita Pneumonia pada Balita 
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 
Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian penyakit 
dari dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, kasus 
pneumonia mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2007. 
Pada tahun 2011 kasus pneumonia menunjukkan adanya 
kecenderungan penurunan dari 4.187 pada tahun 2010 menjadi 1.729 
pada tahun 2011 
e. Kusta 
Penyakit kusta atau disebut penyakit lepra adalah penyakit infeksi 
kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 32 
menyerang syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani 
dengan baik, kusta dapat menjadi progresif, menyebabkan kerusakan 
permanen pada kulit, syaraf, anggota gerak dan mata. 
Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi kusta 
Pausi Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan pengobatannya 
disesuaikan dengan klasifikasi jenisnya. 
Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah 
angka penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya Newly Case 
Detection Rate (NCDR) yang menggantikan indicator utama 
sebelumnya yaitu angka penemuan penderita terdaftar berupa 
prevalensi rate < 1/100.000 penduduk. 
Gambar 3.14 
Angka Penemuan 
Kasus Kusta Baru 
Provinsi Sulawesi 
Barat Tahun 2007 – 
2011 
Sumber :Bagian P2PL 
Dina Kesehatan 
Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Angka penemuan kasus kusta baru pada tahun 2011 mengalami 
peningkatan, baik dari jenis MB. Sedangkan untuk persebarannya, 
kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah kasus yang
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 33 
berbeda-beda.Hal ini disebabkan masalah dalam pengelolaan 
pengendalian penyakit kusta baik di tingkat provinsi maupun 
kabupaten. 
Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah satu 
indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala angka 
proporsi cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan mata) 
sebesar 5% dan proporsi anak di antara kasus baru. Angka proporsi 
cacat tingkat II digunakan untuk menilai kinerja petugas dalam upaya 
peningkatan penemuan kasus. 
3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) 
AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan melemahnya, 
lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas 
secara tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma 
yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini 
sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan seperti 
pada polio. 
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun dengan 
kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara mendadak. 
Sedangkan AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan 
spesimen tinja tidak ditemukan virus polio liar yang ditetapkan oleh 
tim ahli sebagai kasus AFP dengan kriteria tertentu.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 34 
Gambar 3.15 
Jumlah Kasus AFP [lumpuh layuh] 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011 
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011 
Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP minimal 
2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio selama lima 
tahun berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi Barat dapat 
dilihat pada gambar berikut : 
Gambar 3.16 
AFP Rate tahun 2007 – 2011 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 35 
4. Penyakit Potensial KLB/Wabah 
a. Demam Berdarah 
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) adalah 
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta disebarkan dengan 
perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang hidup 
di genangan air bersih atau jernih di sekitar rumah atau tempat-tempat 
yang dapat menampung dan menjadi genangan air dan 
umumnya kasus ini mulai meningkat pada musim penghujan. 
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat 
ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul 
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga menimbulkan kepanikan di 
masyarakat karena penyebarannya yang sangat cepat dan berpotensi 
menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan penangan secara cepat 
dan tepat. 
Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2011 
cukup tinggi walaupun secara umum mengalami penurunan 
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah kasus 
Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 325 kasus meningkat 
dibandingkan tahun 2010 sebesar 169 kasus. Jumkah penderita yang 
meninggal pada tahun 2011 sebanyak 5 orang yang tersebar 1 di 
kabupaten Mamuju dan 4 di Kabupaten Mamuju Utara. Adanya kasus
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 36 
kematian yang terjadi di Mamuju Utara ini karena adanya kasus KLB 
yang membuat 139 
orang menderita DBD 
dan 4 diantaranya 
meninggal. 
Gambar 3.17 
Jumlah kasus DBD 
tahun 2010 dan 2011 
Menurut Kabupaten 
Provinsi Sulawesi 
Barat 2011 
Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat 2012 
b. Diare 
Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi fases selain 
dari frekuensi buang air besar. Dikatakan diare apabila fases lebih 
berair dari biasanya. Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar 
(BAB) tiga kali atau lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah 
dalam waktu 24 jam. Sementara diare yang berdarah didefinisikan 
sebagai disentri. 
Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering 
menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah satu 
upaya menurunkan kematian akibat diare adalah dengan tatalaksana 
yang tepat dan cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi data 
secara rutin juga akan dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini KLB
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 37 
Diare. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan petugas 
terintegrasi dengan pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), 
serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas sentinel. 
Gambar 3.18 
Cakupan Penemuan Penderita Diare 
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 
Untuk tahun 2011, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabupaten 
Mamuju sebanyak 18.425 kasus melebihi kasus perkiraan kejadian 
sebesar 13.850 kasus diare dan terendah di Kabupaten Mamasa 
sebanyak 4.128 kasus dengan kasus perkiraan sebenayak 5.925 kasus 
Gambar 3.19 
Cakupan Penanganan 
Penderita Diare Menurut 
Provinsi Sulawesi Barat 
Tahun 2008 - 2011. 
Sumber : Bagian P2PL Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat tahun 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 38 
Penanganan kasus diare di Provinsi Sulawesi Barat sudah mulai 
menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 secara 
signifikan. Pada tahun 2010 sebesar 43,9% dan menjadi 110,5% pada 
tahun 2011. Jumlah kasus diare yang terjadi lebih tinggi dari perkiraan 
kasus. Hal ini terjadi karena adanya kasus KLB diare yang terjadi 
beberapa kali selama kurun waktu tahun 2011. 
c. Filariasis 
Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria 
(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) menginfeksi 
jaringan limfe (getah bening). Parasit ini ditularkan pada manusia 
melalui gigitan berbagai jenis nyamuk yang telah terinfeksi dan 
kemudian menjadi cacing dewasa dan hidup di jaringan limfe. 
Penyakit ini sering menyebabkan menurunkan daya kerja dan 
produktifitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap atau 
permanen berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelaminsebagai 
tanda tingkat lanjut dari penyakit. Penyakit ini juga sering disebut 
Elefantiasis atau yang sering juga disebut penyakit kaki gajah karena 
penderitanya sering mengalami bengkak di kaki yang sangat besar 
menyerupai kaki gajah. 
Pada tahun 2011 penyakit ini menyebar di Kabupaten Polewali Mandar 
dan Mamuju Utara. Di Polewali Mandar berdasarkan data yang masuk 
tercatat 33 dan di Mamuju Utara sebanyak 10 kasus. Survey pemetaan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 39 
endemitas telah di beberapa kabupaten namun hingga saat ini belum 
dapat diketahui secara akurat prevalensi dan jumlah penderita secara 
pasti. Penemuan kasus filariasis selama ini hanya setelah timbulnya 
tanda tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat penyakit ini bersifat 
kronis. Belum pernah ditemukan orang yang menderita filaria secara 
dini walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau 
terdapat penderita filariasis disekitarnya. 
Gambar 3.20 
Trend Kejadian Kasus Filariasis 
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011 
Sumber : Bagian 
P2PL Dinas 
Kesehatan Provinsi 
Sulawesi Barat, 
2012 
Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020 diperlukan 
upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus 
rantai penularan dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi 
sekunder serta alat/sarana yang sensitive untuk penegakan diagnosis 
sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan sampai 
tidak menimbulkan kecatatan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 40 
BAB IV 
SITUASI UPAYA KESEHATAN 
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu 
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai 
upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan 
gambaran situasi upaya kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi 
Sulawesi Barat. 
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat 
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, 
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai 
pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan 
kesehatan dan jaringannya adalah sebagai berikut : 
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi 
Ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan 
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu 
yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam 
kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 41 
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan 
antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang 
diberikan di sarana kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit. 
a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4) 
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga 
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, 
dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai 
pedoman.Kegiatan pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat 
badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi 
Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi pada ibu hamil 
selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan adalah promotif dan 
preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4 
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, 
menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama 
ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. 
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan 
antenatal dan kemampuan program dalam menggerakan masyarakat. 
Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun dibandingkan tahun 
2010 sebesar 99,2%. 
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah 
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali 
kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di trimester pertama,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 42 
sekali di trimester kedua dan dua kali di trimester ketiga). Indikator ini 
berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan dan kualitas 
pelayanan kesehatan pada ibu hamil. 
Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan 
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%. 
Gambar 4.21 
Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil 
Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011 
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan 
Masyarakat, 2012 
Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan 
peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang 
berarti terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di 
Sulawesi Barat, namun menunjukkan penurunan dari tahun 2010 – 
2011. Hal ini menunjukkan adanya penurunan program memberikan 
pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu hamil.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 43 
Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk 
meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan 
memberikan kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk 
memeriksakan kesehatannya, terutama kabupaten Mamasa yang 
cakupannya terendah 88,7%. Gambaran cakupan pelayanan K1 dan K4 
menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di lihat pada gambar 4.22 
berikut: 
Gambar 4.22 
Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil 
Menurut Kabupaten Tahun 2011 
Sumber : Program Ibu 
dan Anak, Binkesmas 
Dinkes Sulbar, 2012 
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase 
ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) 
yang tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten 
Mamuju 81,1% dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%). 
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan 
kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi 
(P4K), kemitraan bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 44 
dengan adanya program kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu 
dapat meningkatkan cakupan K4. 
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu 
hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga 
kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. 
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi 
Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini 
disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se 
Provinsi Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari 
sasaran yang telah mendapatkan pelayanan antenatal care pada 
kehamilannya tapi melihat DO K1-K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi 
Sulawesi Barat perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Salah 
satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak pertama (K1) 
dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 
bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang 
kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil 
dan mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan 
kehamilan secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan 
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan 
melakukan sweeping ibu hamil secara berkala di wilayah kerja masing 
– masing.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 45 
Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada 
trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena 
dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan 
tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan 
tenaga kesehatan ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak 
dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 3 
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki 
kompetensi Kebidanan 
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian 
besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain 
disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang 
mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). 
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan 
oleh tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan 
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3% 
meningkat di bandingkan tahun 2010 sebesar 73,1% % Cakupan 
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2006-2011 
cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum mencapai 
target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian 
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di 
lihat pada gambar 4.23 dan 4.24 berikut ini :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 46 
Gambar 4.23 
Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan 
Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2011 
Sumber : Program 
Kesehatan Ibu dan Anak 
Bidang Bina Kesehatan 
Masyarakat Dinas 
Kesehatan Provinsi 
Sulawesi Barat tahun 2012 
Sumber : Program 
Kesehatan Ibu dan Anak, 
Bidang Bina Kesehatan 
Masyarakat Dinas 
kesehatan Provinsi 
Sulawesi Barat, 2012 
Pada gambar 4.23 terlihat bahwa presentase ibu hamil yang 
melahirkan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan ( cakupan PN) yang 
tertinggi adalah Kabupaten Majene (85,6%) kemudian Kabupaten 
Polman (83,9%) dan yang terendah adalah Kabupaten Mamuju (67,8%). 
Capaian Linakes Provinsi Sulawesi Barat berbanding lurus dengan Angka 
Kematian Ibu Kabupaten masing-masing. Kabupaten Mamasa dengan 
capaian Linakes 69,1% memiliki capaian Angka kematian ibu tertinggi 
di Sulawesi Barat yang mencapai 214 Per 100.000 Kelahiran hidup.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 47 
(Perhitungan menggunakan rumus Jumlah kematian Ibu / Jumlah 
Kelahiran hidup x 100.000. Perhitungan ini digunakan sebagai alat 
untuk membandingkan AKI per Kabupaten. Sebab konstanta yang 
digunakan adalah 100.000 Kelahiran hidup sedangkan jumlah kelahiran 
hidup di Kabupaten dan Provinsi belum mencapai angka 100.000) 
Untuk dapat meningkatkan cakupan linakes dapat didukung dengan 
kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi 
(P4K), kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta pelatihan 
APN bagi bidan sehingga dapat menambah keterampilan bidan 
menangani persalinan disamping pelatihan – pelatihan lainnya yang 
menunjang peningkatan keterampilan bidan memberikan pelayanan di 
masyarakat. Serta membuat rumah tunggu untuk ibu hamil yang 
tempat tinggalnya jauh dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. 
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa 
dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader 
dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. 
c. Ibu Hamil Resiko Tinggi (Risti)/komplikasi yang ditangani 
Risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan penyimpangan dari normal 
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu 
maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 %, Tekanan 
darah tinggi (Sistole >140 mmHg, diastole > 90 mmHg), oedema nyata,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 48 
ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang 
pada usia kehamilan > 36 minggu, letak sungsang pada pramigravida, 
infeksi berat/sepsis, persalinan prematur. 
Dalam memberikan pelayan kuhususnya oleh tenaga bidan didesa dan 
puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti) 
memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan 
dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan 
rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. 
Gambar 4.26 
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil Di Sulawesi Barat Tahun 2006 - 
2011 
Sumber : Program Ibu dan 
Anak Dinkes Sulawesi Barat 
tahun 2012 
Pada tahun 2011 
terdapat 28.154 ibu 
hamil di Propinsi Sulawesi Barat. Dari jumlah tersebut, terdapat 
sebanyak 5.631 ibu hamil risiko tinggi/komplikasi atau sebesar 20% dari 
jumlah ibu hamil yang ada. Jumlah ibu hamil risiko tinggi/komplikasi 
yang ditangani sebesar 3.519 ibu hamil atau sebesar 62,5% .
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 49 
Gambar 4.27 
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil menurut Kabupaten Di 
Sulawesi Barat Tahun 2011 
Sumber : Program 
Ibu dan Anak 
Dinkes Sulawesi 
Barat tahun 2012 
Persentase cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) yang 
tertinggi adalah Kabupaten Polman (89,1%) dan yang terendah adalah 
Kabupaten Mamuju(35,1%). Untuk dapat meningkatkan cakupan PK 
dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan 
Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat 
lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula 
didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara brkala dengan 
menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obgyn ke daerah 
yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera 
PKM mampu PONED sehingga bila ada yang ditedeksi bumil resti oleh 
nakes maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM 
PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED 
di PKM masih banyak yang belum aktif memberikan pelayanan
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 50 
disebabkan oleh tiak adanya alat PONED serta seringnya terjadi 
pergeseran petugas kesehatan. 
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa 
bumil resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan 
sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda 
– tanda dan mendeteksi secara dini. 
d. Pelayanan Nifas 
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ 
reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, 
walau pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam 
waktu 3 bulan pasca persalinan. 
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan 
yang meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, 
perineum, kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan 
perawatan nifas yang tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan 
kematian ibu nifas. 
Gambar 4.28 
Cakupan Kunjungan 
Ibu Nifas Di Sulawesi 
Barat Tahun 2007 – 
2011 
Sumber : Sumber : 
Program Ibu dan Anak 
Dinkes Sulawesi Barat 
tahun 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 51 
Pada tahun 2011 jumlah sasaran ibu bersalin di Sulawesi Barat 
sebanyak 26.911 orang dan 21.708 (81,1) mengalami peningkatan 
dibandingkan tahun 2010 sebesar 76,89%. Capaian tertinggi pelayanan 
nifas yang mendapat pelayanan nifas sesuai standar tahun 2011 adalah 
kabupaten Majene (96,4%) dan terendah Mamasa (71,9%). 
Persentase pelayanan nifas tidak sama dengan cakupan persalinan oleh 
tenaga kesehatan. Di Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju dan 
Mamuju Utara ada kecenderungan cakupan pelayanan nifas lebih tinggi 
dibandingkan dengan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal ini 
menandakan bahwa adanya ibu hamil yang dilahirkan dengan bantuan 
tenaga non kesehatan yang masa nifasnya ditangani oleh tenaga 
kesehatan. Sebaliknya di Kabupaten Polewali Mandar cakupan 
persalinan oleh tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan 
cakupan pelayanan ibu nifas. Sehingga dapat diasumsikan bahwa 
adanya ibu hamil yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang tidak 
mendapatkan pelayanan nifas sebesar 7,1% atau sebanyak 657 ibu 
hamil. 
Gambar 4.29 
Cakupan Kunjungan Ibu Nifas 
Menurut Kabupaten Di 
Sulawesi Barat Tahun 2011 
Sumber : Program Ibu dan Anak, 
Dinkes Sulawesi Barat 2011
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 52 
e. Kunjungan Neonatus (KN2) 
Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan 
tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal 
tiga kali yaitu dua kali pada umur 0 -7 hari dan satu kali pada umur 8- 
28 hari (KN2). 
Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan 
kesehatan neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi, 
pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan 
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian 
imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda 
(MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang perawatan neonatus di 
rumah dengan menggunakan buku KIA. 
Berdasarkan laporan Program Kesehatan ibu dan Anak jumlah 
perkiraan dengan risiko tinggi/komplikasi pada neonatal di Propinsi 
Sulawesi Barat tahun 2011 sebanyak 3.413 bayi. Dari jumlah tersebut 
cakupan penanganan neonatal resiko tinggi ditangani sebanyak 1.431 
atau sebesar 41,9%. Cakupan penanganan Neonatla selama tahun 2008 
sampai 2011 dapat dilihat pada gambar berikut :
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 53 
Gambar 4.30 
Cakupan Penangana Neonatal resiko tinggi Sulawesi Barat 
Tahun 2008-2011 
Sumber : Program 
Kesehatan Ibu dan Anak 
Dinkes Sulawesi Barat, 
2012 
Berdasarkan gambar 4.30 diatas menunjukkan bahwa selama tahun 
2008-2011 penanganan neonatal resiko tinggi di Sulawesi Barat 
mengalami peningkatan yang cukup fluktuatif . Penurunan penanganan 
neonatus dengan komplikasi ditangani pada tahun 2010 - 2011 bukan 
berarti penanganan neonatus tidak dilaksanakan, namun dari perkiraan 
neonatus yang ada ternyata lebih banyak dari jumlah sebenarnya. Ini 
menjadi tanda bahwa semakin baiknya pelayanan kesehatan dan 
kunjungan ibu hamil kesarana pelayanan kesehatan selama hamil. 
Pada tahun 2011 persentase cakupan neonatal komplikasi yang 
ditangani yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (57,9%). Kabupaten 
Polman mempunyai 1 (orang) orang dokter ahli anak dan memiliki RS 
mampu PONEK yang menjadi pusat rujukan, kemudian Kabupaten 
Majene dapat menangani neonatal yang komplikasi sebesar 45,2%.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 54 
Gambar 4.31 
Cakupan Penanganan Neonatal 
resiko tinggi 
menurut Kabupaten Di Sulawesi 
Barat Tahun 2011 
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan 
Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2012 
Untuk dapat meningkatkan cakupan penanganan neonatal dapat 
didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan 
Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat 
lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula 
didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara berkala dengan 
menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obstetric dan 
ginekologin ke daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan 
dukun, kelas ibu hamil serta PKM mampu PONED sehingga bila ada 
yang terdeteksi neonatal resti oleh nakes maupun masyarakat dapat 
terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi 
kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum 
aktif memberikan pelayanan disebabkan oleh tidak adanya alat PONED 
serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta 
diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa neonatal 
resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan 
sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda 
– tanda dan mendeteksi secara dini.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 55 
2. Pelayanan Kesehatan Anak Balita, Usia Sekolah Dan Remaja 
Pelayanan kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia 
sekolah dan remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini 
terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak pra sekolah serta 
pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar/ sederajat dan pelayanan 
kesehatan pada remaja (SMP dan SMU). 
Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah 
cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh 
kembangnya sesuai standar oleh dokter, bidan dan perawat paling 
sedikit dua (2) kali per tahun baik didalam gedung maupun diluar 
gedung seperti Posyandu, taman kanak-kanak, panti asuhan. 
Sementara untuk pelayanan kesehatan bagi siwa SD/MI dan 
siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan melalui penjaringan 
kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan SMP/SMU. 
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita 
mencakup: Penimbangan berat badan; Penentuan status pertumbuhan; 
Penyuluhan; Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan 
pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, 
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 56 
Cakupan pelayanan anak balita pra sekolah tahun 2011 sebesar 77,1% 
meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 43,6%, meningkat tajam 
dibanding tahun 2009 sebesar 41,16%, namun masih jauh dari target 
SPM sebesar 80%. 
Gambar 4.32 
Cakupan Pelayanan Anak Balita Sulawesi Barat 
Tahun 2008 – 2011 
Sumber : Program KIA Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
2012 
Cakupan tahun 2011 masih sangat jauh target SPM yang harus dicapai 
maka masih dibutuhkan upaya ekstra guna meningkatkan cakupan. 
Dibutuhkan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait. 
3. Pelayanan Kesehatan Pra Usila (45-59 Th) Dan Usila (>60 Th) 
Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan 
para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu 
diupayakan peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut 
usia.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 57 
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 60 
tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar 
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas, di Posyandu 
lansia maupun di kelompok usia lanjut. 
Pada tahun 2011 jumlah usila di Sulawesi Barat sebanyak 105.588 
orang, dan yang mendapat pelayanan kesehatan 60.519 orang atau 
57,32%. Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten dengan capaian 
tertinggi pelayanan kesehatan lansia sebesar 72,45% dan terendah 
adalah kabupaten Mamuju Utara sebesar 6,30%. Kabupaten Mamasa 
tidak melaporkan datanya. 
Gambar 4.33 
Cakupan pelayanan lansia 
menurut Kabupaten Sulawesi 
Barat Tahun 2011 
Sumber : Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 
2012 
Masih kurangnya cakupan pelayanan kesehatan bagi untuk warga usila, 
kemungkinan karena belum berfungsinya posyandu lansia secara 
optimal. Selain itu belum semua desa mempunyai posyandu lansia. 
Padahal dengan adanya posyandu lansia maka pelayanan kesehatan 
akan lebih mudah dijangkau oleh para lansia. Dibutuhkan koordinasi
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 58 
dan peran serta masyarakat serta lintas sektor terkait dalam upaya 
meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para lansia. 
4. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) 
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya 
kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi, 
menurut hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49 
tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka 
wanita/ pasangan usia subur (PUS) diprioritaskan untuk menggunaan 
KB. 
Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2011 
cakupan peserta KB baru sebesar 13,3 % meningkat dibandingkan 
tahun 2010 sebesar 6,1% dan KB aktif sebesar 42,9 % menurun 
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 45,1 % dari jumlah PUS 
sebanyak 188.922 orang. Cakupan KB aktif Sulawesi Barat tahun 2010 
masih dibawah target nasional sebesar 70% 
Gambar 4.34 : Cakupan 
peserta KB Baru dan Aktif 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 
2010 - 2011 
Sumber : Program KIA Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 59 
Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan, pada tahun 
2010 sebanyak 93% akseptor KB aktif memilih metode kontrasepsi 
jangka pendek (non MKJP) meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 
92,4% dengan pilihan terbanyak adalah metode Pil (48,2%). Sementara 
yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, 
MOW/MOP dan implant hanya 7,0% meningkat dibandingkan tahun 
2010 sebesar 6,1%. 
5. Pelayanan Imunisasi 
Beberapa penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi 
dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok vaksin, yaitu vaksin yang 
tergabung dalam kelompok vaksin virus dan kelompok vaksin bakteri. 
Kelompok vaksin bakteri misalnya tuberculosis, difteri, pertusis, 
tetanus, meningitis meningokokus, tipus abdominalis, kolera, 
hemophilus influenza tipe B dan pneumonia pneumokokus. 
Sedangkan vaksin virus termasuk di dalamnya adalah penyakit campak, 
polio, hepatitis B, hepatitis A, influenza, rabies, Japanese 
encephalitis, yellow fever (demam kuning), rubella, varicella, parotitis 
epidemica dan rotavirus. Banyak penyakit lain yang sedang 
dikembangkan seperti malaria, demam berdarah, HIV/AIDS dan AI. 
Upaya imunisasi telah terbukti dapat mengeradikasi penyakit cacar 
dan menekan penyakit polio, yaitu serta sejak tahun 1995 tidak
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 60 
ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). 
Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia 
dengan program ERAPO. 
Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi 
secara nasional adalah angka cakupan Universal Child Immunization 
(UCI) pada wilayah desa/kelurahan. Untuk tahun 2011 indikator 
perhitungan UCI adalah cakupan imunisasi lengkap pada bay1 >85% 
untuk semua antigen. Sehingga bila cakupan UCI dikaitkan dengan 
batas wilayah maka dapat menggambarkan besarnya tingkat kekebalan 
masyarakat atau bayi terhadap penularan PD3I di wilayah tersebut. 
Gambar 4.35 
Cakupan Desa / Kelurahan UCI 
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 
Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi Barat 2012 
Cakupan UCI desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 
2011 sebesar 65,1% meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 
65,5%. Pencapaian UCI Sulawesi Barat tahun 2010 belum mencapai 
target nasional sebesar 85%.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 61 
Sedangkan untuk cakupan UCI per Kabupaten, Kabupaten Mamuju 
memiliki cakupan UCI desa/kelurahan tertinggi 75,5%, yang paling 
terendah adalah Kabupaten Mamasa (56,2%) 
Gambar 4.36 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Menurut Kabupaten 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009-2011 
Sumber : Bagian P2PL Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi 
umur 0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi kepada 
Wanita Usia Subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi kepada anak 
sekolah dasar kelas 1 : DT, kelas 2-3 : TT) sedangkan kegiatan 
imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah, 
seperti desa non UCI, potensial/risti KLB, ditemukan adanya virus polio 
liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis. 
Gambar 4.37 
Cakupan pemberian Imunisasi DPT, 
HB dan Campak Pada Bayi 
Menurut Kabupaten di Sulawesi 
Barat tahun 2011 
Sumber: Program P2PL Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 
2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 62 
Dari 25.486 bayi di Sulawesi Barat 23.557 bayi atau 92,4% diantaranya 
telah mendapatkan imunisasi campak pada tahun 2011. Cakupan DO 
tahun 2011 sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan tahun 2010 yang 
hanya sebesar 0,5%. seluruh kabupaten di Sulawesi Barat mencapai 
cakupan campak > 80% dengan cakupan terendah adalah Kabupaten 
Mamasa (91,4%). 
Adapun untuk Imunisasi BCG dan Polio Capaian Sulawesi Barat untuk 
BCG sebesar 92,41% meningkat sedikit dibandingkan tahun 2010 
sebesar 92,31%. Sedangkan untuk imunisasi polio juga mengalami 
sedikit peningkatan dari 89,5% pada tahun 2010 menjadi 92,95% pada 
tahun 2011. kabupaten Majene pada tahun 2011 memiliki cakupan 
capaian tertinggi 102,44% dibandingkan dengan kabupaten lain. 
Capaian ini melebihi 100% karena yang digunakan sebagai pembagi 
adalah jumlah perkiraan sasaran bayi selama kurun waktu tahun 2011. 
6. Perbaikan Gizi Masyarakat 
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet 
besi (Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan 
pemberian kapsul yodium pada WUS. 
a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada ibu hamil 
Pada saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan 
mendapatkan tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 63 
terjadinya kasus anemia serta meminimalkan dampak buruk akibat 
kekurangan Fe, karena kekurangan Fe pada ibu hamil dapat 
mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan bayi atau bayi lahir 
dengan berat badan rendah (BBLR). 
Tablet Tambah Darah ( TTD ) atau Tablet Fe adalah suplemen gizi yang 
mengandung 60 mg element besi dan 0,25 mg asam folat. Pemberian 
Tablet Besi ( Fe ) pada ibu hamil bertujuan untuk mengatasi dan 
mencegah terjadinya kasus anemia serta meminimalisasi dampak 
buruk akibat kekurangan Fe pada ibu hamil karena kekurangan Fe 
dapat mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan pada bayi dan 
BBLR. 
Gambar 4.38 
Cakupan Fe3 Pada Ibu hamil 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011 
Sumber : Program Gizi Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Berdasarkan grafik diatas pencapaian cakupan TTD ibu hamil ( Fe.1 ) 
provinsi Sulawesi barat dari tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami 
penurunan dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 – 
2011.Sedangkan cakupan Fe3 terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 64 
Pada tahun 2007 cakupan ibu hamil mendapat Fe3 55, 91 % dan pada 
tahun 2011 sudah meningkat mencapai 74,47 %. Akan tetapi belum 
mencapai target nasional. Hal ini bisa saja disebabkan beberapa hal 
yaitu ibu malas datang keposyandu atau kesarana kesehatan , tingkat 
pengetahuan dan kesadaran ibu hamil akan manfaat tablet tambah 
darah masih rendah, system pencatatan dan pelaporan distribusi TTD 
masih lemah sehingga banyak data yang tidak terinput 
Pada tahun Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet) 
tahun 2011 sebesar 93,14% dan cakupan Fe-3 sebesar 74,47%. 
Cakupan Fe-1 tertinggi dicapai Kabupaten Majene 110,90% dan 
terendah Kota Mamasa (68,65%). Sedangkan capaian Fe-3 tertinggi 
adalah kabupaten Majene sebesar 84,97% dan terendah kabupaten 
Mamasa 63,93%. Berdasarkan data yang ada ada beberapa ibu hamil 
yang tersaring pada saat pemberian Fe-1 namun tidak mendapatkan Fe 
90 tablet. Petugas kesehatan harus memotivasi ibu hamil agar 
meminum tablet besi tersebut guna mencegah terjadinya anemia ibu 
hamil. 
Gambar 4.39 
Cakupan distribusi tablet 
Fe1 dan Fe-3 Menurut 
Kabupaten di Provinsi 
Sulawesi Barat tahun 2010 
Sumber : Program Gizi Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 65 
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada balita 
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam 
lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, 
sehingga harus dipenuhi dari luar ( essensial ). Vitamin A bermanfaat 
untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan, karena 
vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit 
infeksi seperti campak ,diare, dan ISPA. Vitamin A juga bermanfaat 
sangat penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup 
Sasaran pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan 
balita (1-4 tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan 
Agustus) serta ibu nifas satu kali. Cakupan balita yang mendapat 
vitamin A pada tahun 2011 sebesar 77,57%, kondisi ini sudah mencapai 
target nasional tahun 2010 75% namun belum mencapai target 
Nasional 2015 sebesar 85%. Capaian tertinggi pemberian kapsul 
vitamin A adalah Kabupaten Majene 89,74% dan terendah kabupaten 
Mamuju Utara (66,72%) 
Gambar 4.40 
Cakupan pemberian kapsul 
Vitamin A pada Bayi dan Anak 
Balita 
Menurut Kabupaten di Sulawesi 
Barat Tahun 2011 
Sumber : Program Gizi Dinkes 
Sulawesi Barat 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 66 
c. Pemberian Kapsul Vitamin A Ibu Nifas 
Selain balita, sasaran lain yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis 
tinggi adalah ibu nifas. Kapsul diberikan segera setelah melahirkan 
atau dalam waktu sebulan setelah melahirkan yang bertujuan untuk 
meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI, mempercepat proses 
pemulihan ibu pasca melahirkan. Ibu nifas harus mendapatkan 2 kapsul 
vitamin A dosis tinggi karena bayi lahir dengan cadangan vitamin A 
yang rendah, kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan 
dan peningkatan daya tahan tubuh. 
Pemberian 1 (satu ) kapsul vitamin A warna merah pada ibu nifas 
hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI 
selama 60 hari sedangkan pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 
diharapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai 
bayi usia 6 bulan. 
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa cakupan kapul vitamin A 
dosis tinggi ibu nifas di provinsi Sulawesi barat sudah baik , hal ini 
ditandai dengan cakupan pada tahun 2011 udah mencapai target 
nasional yaitu 81,77 %. Kendati demikian perlu dilakukan upaya 
peningkatan distribusi vitamin A, sosialisasi program melalui promosi 
penyuluhan dan integrasi gizi KIA untuk mencapai target cakupan 
vitamin A ibu nifas sesuai SPM – gizi yaitu 100 % pada tahun 2014
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 67 
Gambar 4.41 
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A Ibu Nifas Menurut Kabupaten di 
Sulawesi Barat Tahun 2011 
Sumber : Program KIA Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Kabupaten dengan 
cakupan tertinggi 
pemberian Vit A pada ibu nifas adalah Majene dengan capaian 100% 
dan yang terendah adalah kabupaten Mamasa sebesar 72,36%. Capaian 
pemberian Vit A pada ibu Nifas berbanding lurus dan hampir sama 
dengan cakupan pemberian A pada balita. Rendahnya capaian Vit A 
pada kabupaten Mamasa diperlukan intervensi secara khusus untuk 
penanganannya. 
d. Balita di timbang Berat Badannya 
Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di posyandu maupun 
diluar posyandu secara teratur setiap bulan untuk mmngetahui adanya 
gangguan pertumbuhan. Perubahan berat badan anak dari waktu ke 
waktu merupakanpetunjuk awal perubahan status gizi anak. 
pemantauan pertumbuhan balita dilakukan dengan mengunakan data 
SKDN . Persentase D/S memberikan gambaran partisipasi masyarakat
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 68 
terhadap kegiatan posyandu dan persentase N/D memberikan 
gambaran keberhasilan program. 
Gambar 4.42 
Cakupan Penimbangan Balita Menurut Provinsi Sulawesi Barat 
Tahun 2006 – 2011 
Sumber : Program Gizi 
Dinas Kesehatan 
Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Berdasarkan hasil pencatatan pelaporan hasil penimbangan balita di 
Provinsi Sulawesi Barat dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 
2007 sampai tahun 2011 sudah mengalami peningkatan walaupun 
belum signifikan . Hal ini dapat dilihat dari cakupan D/S provinsi 
Sulawesi barat tahun 2007 hanya 49,20 % dan meningkat menjadi 
68,52 % pada tahun 2011. Peningkatan ini belum bisa mencapai target 
nasional yaitu 70% . Usaha peningkatan cakupan D/S saat ibi dilakukan 
melaui beberapa program pengembangan. Salah satu program yang 
dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah Penanggulangan 
Daerah bermasalah Kesehatan yang melakukan intervensi utama 
terhadap indikator IPKM. Penimbangan balita dalam IPKM menjadi 
prioritas utama yang dilaksanakan oleh daerah. 4 Kabupaten
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 69 
bermasalah kesehatan di Sulawesi Barat (Polewali Mandar, Mamasa, 
Mamuju dan Mamuju Utara) telah melaksanakan sweepin atau kejar 
timbang bagi balita yang tidak tertimbang di sarana pelayanan 
kesehatan. 
Gambar 4.43 
Cakupan penimbangan Balita menurut Kabupaten 
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 
Sumber : Program Gizi Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat, 2012 
Dari 5 kabupaten yang ada di provinsi Sulawesi barat , 3 kabupaten 
sudah mencapai target nasional tahun 2011 yaitu kabupaten mamasa 
78,25 % , kabupaten majene 88,83 % dan kabupaten mamuju 74,33 % 
sedangkan 2 kabupaten lainnya yaitu Polewali Mandar hanya 61,41 % 
dan Mamuju Utara 45,02 %. 
Rendahnya partisipasi masyarakat menunjukan bahwa perhatian 
masyarakat akan pentingnyapemantauan pertumbuhan balita ( 
penimbangan berat badan balita ) masih sangat rendah. Hal ini 
disebabkan masih kurangnya kesadaran ibu – ibu akan pentingya 
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga malas 
membawa anak keposyandu, dan juga sebagian ibu yang anaknya
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 70 
sudah mendapat imunisasi lengkap tidak lagi mau membawa anaknya 
keposyandu dan factor kebosanan Selain itu kerjasama lintas sector 
terkait belum optimal sehingga pencapain target nasional yaitu 70 % 
belum tercapai. 
Pertumbuhan balita dapat digambarkan oleh pertambahan atau 
kenaikan berat badan anak pada penimbangan diposyandu setiap 
bulannya. Saat ini perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak 
naik berat badannya, tetap atau kenaikan berat badannya tidak dapat 
mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat badan minimal ( 
KBM ). 
Rata – rata pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat terjadi 
penurunan dari 70,83 % tahun 2007 menjadi 58,19 % tahun 2008 dan 
meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 68,16 % dan 70 % tahun 2010, 
akan tetapi menurun lagi pada tahun 2011 menjadi 66,41 %. Hal ini 
menunjukan bahwa pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat 
belum bertumbuh secara optimal sehingga diperlukan upaya 
peningkatan kegiatan konseling dan pemantauan yang intensive bagi 
balita yang berat badannya tidak naik 
7. Pelayanan Kefarmasian 
Pelaksanaan Program ini ditujukan dalam rangka melindungi 
masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat,
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 71 
narkotika, psikotropika, Terhindarnya masyarakat dari penyalahgunaan 
dan kesalahgunaan obat ; 
 Terwujudnya mutu sediaan Farmasi dan alat kesehatan yang 
beredar; 
 Terhindarnya masyarakat dari informasi penggunaan sediaan farmasi 
yang tidak objektif dan menyesatkan; 
 Terjaminnya mutu pengelolaan obat di kabupaten/kota dalam 
rangka desentralisasi. 
Kondisi Sulawesi Barat pada saat ini memiliki sumber daya berupa 
sarana dan prasarana yang terdiri dari : 
 53 Apotik, 
 3 Instalasi Farmasi / GFK 
 2 Pedagang Besar Farmasi, 
Dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat dan 
perbekalan Kesehatan diperlukan Instalasi Farmasi Kab/Kota (GFK), 
yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pusat pengelolaan obat. 
Dari 5 Kab / Kota, 4 kab/kota sudah mempunyai Instalasi Farmasi / 
GFK yang dibangun dengan anggaran dari APBN, DAK dan DAU 
Kab/Kota, sedangkan 1 (satu) Kabupaten yang baru, sementara 
proses pembangunan IFK (Kab. Mamuju Utara). 
Gambar 4.44 
Anggaran Obat Kabupaten Majene 
Sulawesi Barat 
Tahun 2006 - 2012 
Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian 
Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 72 
Gambar 4.45 
Anggaran Obat Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat 
Tahun 2006 - 2012 
Sumber:Bidang Pelayanan 
Kefarmasian Dinas Kesehatan 
Sulawesi Barat, 2012 
Gambar 4.46 
Anggaran Obat Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat 
Tahun 2006 - 2012 
Sumber:Bidang Pelayanan 
Kefarmasian Dinas 
Kesehatan Sulawesi Barat, 
2012 
Gambar 4.47 
Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat 
Tahun 2006 - 2012 
Sumber:Bidang Pelayanan 
Kefarmasian Dinas 
Kesehatan Sulawesi Barat, 
2012
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 73 
Gambar 4.48 
Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat 
Tahun 2006 - 2012 
Sumber:Bidang 
Pelayanan Kefarmasian 
Dinas Kesehatan 
Sulawesi Barat, 2012 
Gambar 4.49 
Anggaran Obat Per Kapita Menurut Kabupaten 
Sulawesi Barat 
Sumber:Bidang 
Pelayanan Kefarmasian 
Dinas Kesehatan 
Sulawesi Barat, 2012 
Sasaran anggaran obat esensial generik disektor publik yang telah 
ditetapkan sebesar US $ 2,00 setara dengan Rp. 18.000,- perkapita 
pertahun. Dari 5 Kabupaten / Kota di Propinsi Sulawesi Barat masih 
terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita 
dibawah Rp. 8.000,- yaitu : Mamuju, Polman, Mamasa. Sedangkan 2 
(dua) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita diatas Rp. 
10.000,- yaitu : Kabupaten Mamuju Utara dan Majene
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 74 
Sasaran ketersediaan obat esensial generik dan alat kesehatan dasar 
disarana pelayanan kesehatan diharapkan mencapai 95 %. Untuk 
Propinisi Sulawesi Barat belum maksimal dapat terpenuhi, tetapi 
melihat anggaran bersumber dana DAK pada 5 Kab/Kota 2 tahun 
terakhir ( 2011, 2012 ) cenderung meningkat, sehingga diharapkan 
dapat meningkatkan capian ketertesiaan obat dan perbekalan 
kesehatan. 
Peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat 
rasional di Puskesmas. 
Penggunaan obat, merupakan rangkaian terakhir dalam siklus 
pengelolaan obat, yang dapat mempengaruhi baik buruknya 
perencanaan dalam hal pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. 
Dari hasil monitoring pada 25 Puskesmas di 5 ( lima ) kabupaten se- 
Sulawesi Barat pada tahun 2012 menunjukkan masih belum 
terlaksananya penggunaan obat rasional dimana penggunaan 
polifarmasi masih di temukan walaupun demikian ada beberapa 
sarana kesehatan yang mulai untuk menekan penggunaan antibiotik 
yang tidak tepat. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagai 
acuan bagi provider tidak digunakan bahkan tidak tersedia walaupun 
secara berkesinambungan telah disosialisasikan. Pada tahun 2012 telah 
dilaksanakan Pertemuan Pergerakan POR oleh Dirjen Binfar dan Alkes 
di Propinsi Sulawesi Barat dalam rangka untuk meningkatakan Tingkat
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 75 
Pengetahuan dan Penggunaan Obat Rasional yang mana Dinas 
Kesehatan Propinsi telah berupaya untuk mendukung program 
Peregerakan Penggunaan Obat Rasional tersebut dengan mengajukan 
Draf SK untuk pembentukan Tim Pergerakan POR propinsi kepada 
Bapak Gubernur. 
Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas 
Kab/Kota diperoleh hasil terhadap daftar Tilik Pelayanan Kefamasian 
yang masih sangat rendah Hal ini mungkin disebabkan pengelola Obat 
di Puskesmas masih berstatus Tenaga Teknis Kefarmasian dan 
Keperawatan sedangkan merujuk pada PP 51 tahun 2009 tentang 
pelayanan kefarmasian seyogyanya Pengelola Obat di Puskesmas 
Perawatan wajib 
Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas 
Kab/Kota diperoleh hasil rata – rata kesesuaian jenis obat yang 
tersedia dibandingkan dengan DOEN sudah maksimal yaitu ± 97 %. 
Hal ini mungkin disebabkan oleh aktifnya sosialisasi penggunaan obat 
Generik di 5 kabupaten sejak tahun 2011 dan 2012. 
Pelayanan Kefarmasian terhadap 5 (lima ) rumah sakit yaitu terdapat 
1 rumah sakit yang sudah memiliki struktur organisasi Instalasi Farmasi 
Rumah Sakit (IFRS), 6 diantaranya di pimpin oleh Apoteker. Dari 6 
rumah sakit yang sudah memiliki IFRS, 3 RS diantaranya telah memiliki
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 76 
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Formularium Rumah Sakit ( 
Majene, mamuju dan Polewali Mandar ). 
a. Dari 1 RS yang mempunyai Formularium RS, diperoleh tingkat 
kepatuhan dokter dalam mematuhi Formularium Rumah Sakit 
b. Kegiatan Farmasi Klinik yang terbanyak dilakukan oleh Apoteker 
adalah Pelayanan Informasi Obat (PIO) yaitu sebanyak 5 RS satu 
diantaranya sudah memiliki kepustakaan PIO sedangkan kegiatan 
Farmasi Klinik berupa pengkajian resep hanya dilakukan oleh 1 RS 
c. Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS berdasarkan: DOEN, Data 
Catatan Medik, Anggaran yang tersedia, Penetapan Prioritas, 
Siklus Penyakit, Sisa Persediaan dan data pemakaian Priode yang 
lalu. Terdapat 5 RS yang perencanaan pengadaan obatnya sudah 
mengikuti dasar – dasar di atas sisanya merencanakan obat 
memakai salah satu atau lebih dasar - dasar di atas 
d. Dalam pengembangan SDM di RS ada 1 RS yang telah 
melaksanakan pendidikan berkelanjutan 
e. RS yang memiliki SOP untuk setiap kegiatan pelayanan Farmasi 
adalah sebanyak 3 RS . 
Dari gambaran diatas, pelayanan kefarmasian di rumah sakit 
belum berjalan secara optimal, Analisa hasil monitoring terhadap 
pelayanan kefarmasian di rumah sakit diperoleh sebagai berikut: 
 Kurangnya jumlah RS yang memiliki struktur IFRS, PFT, 
Formularium Rumah Sakit, Kepatuhan menerapkan 
Formularium RS menunjukkan masih rendahnya komitmen dari 
pihak management RS, hal ini mungkin disebabkannya 
pelayanan kefarmasian tidak dimasukkan dalam akreditasi 
tahap awal,serta kurangnya Advokasi dari Apoteker yang
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 77 
bertugas di Rumah Sakit kemungkinan disebabkan kemampuan 
advokasi yang masih kurang. 
 Kegiatan Farmasi Klinik berupa PIO dan pengkajian resep serta 
pembuatan SOP yang dilakukan Apoteker di RS masih rendah 
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri dan 
keilmuan yang dimiliki oleh Apoteker di RS. 
 Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS pada umumnya sudah 
mengikuti dasar-dasar yang ada. 
Dari hasil monitoring Sarana SUB PAK yang terletak di Kabupaten 
Mamuju dan Kabupaten Polewali 8 (delapan) sarana SUB PAK, dapat 
digambarkan 
Dari semua Sarana SUB PAK yang berada di Kabupaten mamuju dan 
Kabupaten Polewali Mandar sampai Bulan Juli 2012 belum ada yang 
merubah Sarana SUB PAK ke PAK.Untuk Pengujian sampiling Alkes dan 
PKRT yang telah dilakukan oleh seksi Obat Tradisional dan Alat 
Kesehatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012 menunjukkan hasil yang 
positif hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian Sampling alat 
Kesehatan [ALKES] dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga [PKRT] 
dari BPOM RI Jakarta. 
Pelayanan farmasi komunitas khususnya di Apotek belum terlaksana 
dengan baik sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan SK 
Menkes No.1207/2004, faktor kehadiran Apoteker sangat menentukan 
dalam hal ini, dimana 80 % APA adalah PNS dan tidak adanya 
Apoteker Pendamping pada jam buka apotek, sanksi belum berjalan.
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 78 
Jumlah PBF tahun 2012 adalah 2 sarana, dengan perincian 2 PBF pusat 
yang aktif mengirimkan laporan hingga triwulan IV ( tahun 2010 ) 
adalah 2 PBF ( 100 %) sedangkan yang Dalam penerapan sistem 
pelaporan menggunakan software yang ditetapkan oleh Depkes belum 
ada tenaga penanggung jawab PBF yang dilatih. Oleh karena itu masih 
diperlukan pelatihan serupa untuk PBF yang belum mendapat pelatihan 
Peningkatan SDM Kefarmasian melalui pelaksanaan Jabatan Fungsional 
Apoteker dan Asisten Apoteker serta melalui Pendidikan 
berkelanjutan, lebih banyak dilaksanakan bekerjasama dengan 
Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi, antara lain dengan 
melakukan uji kompetensi Apoteker secara bertahap, pada saat ini 
sudah diikuti lebih kurang 4 apoteker dan pelaksanaan berbagai 
kegiatan seminar. 
Dalam rangka terkendalinya distribusi Narkotika dan Psikotropika telah 
diterapkan sistem pelaporan melalui software secara berjenjang dari 
Sarana ( Apotek, RS, dan Puskesmas ) ke Dinas Kab/Kota, 
selanjutnya ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Ke Kementerian 
Kesehatan. Dari Kab/Kota yang sudah mendapat pelatihan software 
rata-rata yang sudah mengirimkan laporannya setiap bulan ke Dinas 
Kesehatan Propinsi adalah 25% untuk Laporan Penggunaan Narkotika 
dan 10 % untuk Psikotropika. Selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi 
melaporkan hasil rekapan laporan dari kab/kota setiap bulannya untuk
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 79 
narkotika dan triwulan untuk psikotropika ke Dirjen Bina Kefarmasian 
dan Alkes Kementerian Kesehatan RI 
Dalam rangka terwujudnya mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan 
yang beredar; bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi telah 
melakukan penertiban terhadap distribusi sediaan farmasi, alat 
kesehatan dan makanan dan masih ditemukannya produk yang tidak 
memenuhi syarat. 
Dalam rangka pencapai tujuan dan sasaran dari Program Obat dan 
Perbekalan Kesehatan serta Program Pengawasan Obat dan Makanan 
dilaksanakan berbagai Kegiatan dengan sumber anggaran pembiayaan 
APBN untuk Program Obat dan Perbekalan Kesehatan dan APBD untuk 
Program Pengawasan Obat dan Makanan. Dari analisa situasi yang 
telah dipaparkan di atas, telah dilakukan beberapa kegiatan yang 
bertujuan untuk meningkatkan ketercapaian sasaran program namun 
masih ditemukan beberapa masalah sebagai berikut : 
a. Anggaran obat mempengaruhi ketersediaan obat di kab/kota dimana 
anggaran yang tersedia masih belum sesuai dengan yang diharapkan, 
disamping itu dengan adanya kebijakan Permendagri No. 13 tidak 
diperkenankannya lagi mengalokasikan anggaran ke daerah 
bawahan. Untuk itu kegiatan yang terkait untuk meningkatan 
anggaran obat seperti melakukan pertemuan advokasi pengelolaan 
obat terpadu pada tahun 2012 kepada pengambil keputusan di
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 80 
kab/kota harus dilaksanakan, serta kegiatan untuk pengelolaan obat 
di sarana kesehatan perlu ditingkatkan. 
b. Penerapan Pharmaceutical Care (PC) di Rumah Sakit masih belum 
terlaksana sesuai dengan standard pelayanan kefarmasian di rumah 
sakit. Untuk itu masih diperlukan lagi berbagai upaya dalam 
kebijakan lintas sektor maupun lintas program terutama dalam 
kebijakan akreditasi rumah sakit dimana pelayanan farmasi 
dipisahkan dari pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang 
masuk dalam akreditasi tahap I, sedangkan pelayanan farmasi 
dimasukkan dalam akreditasi tahap II. Demikian juga ditinjau dari 
kewenangan yang diatur dalam PP 38 tahun 2007 semakin terlihat 
tidak adanya ditingkatan pemerintahan ( Pusat/Propinsi/Kab yang 
bertanggung jawab terhadap kewenangan pelayanan kefarmasian. 
c. Program Kefarmasian pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 
dilaksanakan melalui Program Obat dan Perbekalan Kesehatan serta 
Program Pengawasan Obat dan Makanan yang masih perlu dilakukan 
peningkatan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 
d. Masih diperlukan kegiatan – kegiatan intervensi untuk mendukung 
pelaksanaan program kefarmasian guna mencapai sasaran program 
dan Kegiatan lintas sektor dan lintas program perlu ditingkat untuk 
mensinergiskan program farmasi dengan program lainnya
Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 81 
e. Agar pelayanan kefarmasian di rumah sakit dapat berjalan dengan 
baik , diperlukan review terhadap kebijakan rumah sakit khususnya 
yang berhubungan dengan akreditasi rumah sakit, sehingga 
pelayanan kefarmasian dapat dimasukkan kedalam akreditasi tahap 
pertama bersama dengan pelayanan medis dan pelayanan 
keperawatan 
f. Agar pelayanan kefarmasian di Apotek dapat berjalan sesuai standar 
yang diharapkan regulasi dalam bidang pekerjaan kefarmasian 
sebagaimana yang telah dirancang dalam Rancangan Peraturan 
Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian dapat segera terwujud ( 
PP 51 Tahun 2009 ). 
Dalam rangka peningkatan mutu sediaan Farmasi dan perbekalan 
kesehatan, sudah saatnya Pemerintah melaksanakan akreditasi 
khususnya terhadap sarana distribusi sediaan farmasi, dan perbekalan 
kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Kewenangan yang tertuang 
dalam PP 38 tahun 2007, KONAS 2006.
BAB IV 
SITUASI UPAYA KESEHATAN 
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu 
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya 
pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya 
kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat. 
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting 
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian 
pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar 
masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang 
dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya adalah sebagai 
berikut : 
1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI 
Seorang ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan 
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang 
hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran 
dan masa pertumbuhan bayi / anaknya. 
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal, 
persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana 
kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.
a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4) 
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga 
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter 
umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan 
pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah, 
pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian 
tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan 
adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4 
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan 
besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan 
untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini digunakan untuk 
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam 
menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun 
dibandingkan tahun 2010 sebesar 99,2%. 
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan 
pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa 
kehamilannya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua 
kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat 
perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil. 
Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan 
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%.
Gambar 4.18 
Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil 
Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011 
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, 
2012 
Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan 
peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang berarti 
terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, namun 
menunjukkan penurunan dari tahun 2010 – 2011. Hal ini menunjukkan adanya 
penurunan program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi 
ibu hamil. 
Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk 
meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan memberikan 
kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk memeriksakan kesehatannya, 
terutama kabupaten Mamasa yang cakupannya terendah 88,7%. Gambaran 
cakupan pelayanan K1 dan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di 
lihat pada gambar 4.19 berikut:
Gambar 4.19 
Persentase Cakupan 
Pelayanan K1 dan K4 Ibu 
Hamil 
Menurut Kabupaten Tahun 
2011 
Sumber : Program Ibu dan 
Anak, Binkesmas Dinkes 
Sulbar, 2012 
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase 
ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang 
tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten Mamuju 81,1% 
dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%). 
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan 
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan 
bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga dengan adanya program kelambu 
oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan K4. 
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu hamil 
dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat 
mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. 
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi 
Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini 
disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se Provinsi 
Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari sasaran yang telah 
mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1- 
K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan 
intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak
pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 
3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang 
kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan 
mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan secara 
dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan Persalinan 
dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu hamil secara 
berkala di wilayah kerja masing – masing. 
Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada 
trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena dikatakan 
cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan 
pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan ada 
kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada 
kehamilan trimester 3 
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki 
kompetensi Kebidanan 
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar 
terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan 
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi 
kebidanan (profesional). 
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh 
tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan pertolongan 
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3% meningkat di bandingkan tahun 
2010 sebesar 73,1% % Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
tahun 2006-2011 cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum 
mencapai target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian 
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di lihat 
pada gambar 4.20 berikut ini : 
Gambar 4.20 
Persentase Cakupan 
Pertolongan Persalinan 
Oleh tenaga Kesehatan Tahun 
2006-2011 
Sumber : Program Kesehatan 
Ibu dan Anak Bidang Bina 
Kesehatan Masyarakat Dinas 
Kesehatan Provinsi Sulawesi 
Barat tahun 2012 
Sumber : 
Program 
Kesehatan 
Ibu dan 
Anak, 
Bidang Bina 
Kesehatan 
Masyarakat 
Dinas 
kesehatan 
Provinsi 
Sulawesi 
Barat, 2012
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015Muh Saleh
 
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015Muh Saleh
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015Muh Saleh
 
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014Muh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015Muh Saleh
 
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013Muh Saleh
 
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014Muh Saleh
 
Profil kesehatan Kabupaten mamuju tengah
Profil  kesehatan Kabupaten mamuju tengahProfil  kesehatan Kabupaten mamuju tengah
Profil kesehatan Kabupaten mamuju tengahMuh Saleh
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Muh Saleh
 
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009Muh Saleh
 
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015Profil kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015Muh Saleh
 
Profil kesehatan-indonesia-2013
Profil kesehatan-indonesia-2013Profil kesehatan-indonesia-2013
Profil kesehatan-indonesia-2013Kamu Aku
 
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...Muh Saleh
 
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013Muh Saleh
 

Was ist angesagt? (20)

RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
 
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar 2015
 
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017
Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2017
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tahun 2015
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa 2014
 
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Majene Tahun 2015
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara 2015
 
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Majene tahun 2014
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015
Profil Kesehatan Kabupaten Mamasa Tahun 2015
 
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013
LPPD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013
 
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014
Profil kesehatan kabupaten Mamuju tahun 2014
 
Profil kesehatan Kabupaten mamuju tengah
Profil  kesehatan Kabupaten mamuju tengahProfil  kesehatan Kabupaten mamuju tengah
Profil kesehatan Kabupaten mamuju tengah
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2016
 
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2009
 
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015Profil kabupaten Polewali Mandar 2015
Profil kabupaten Polewali Mandar 2015
 
Profil kesehatan-indonesia-2013
Profil kesehatan-indonesia-2013Profil kesehatan-indonesia-2013
Profil kesehatan-indonesia-2013
 
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...
Hasil Pemantauan Status Gizi Menurut Kabupaten provinsi Sulawesi Barat Tahun ...
 
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
 

Ähnlich wie Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011

Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Muh Saleh
 
Materi kadis anak sehat ibu selamat
Materi kadis anak sehat ibu selamatMateri kadis anak sehat ibu selamat
Materi kadis anak sehat ibu selamatMuh Saleh
 
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025Muh Saleh
 
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi BaratArah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi BaratMuh Saleh
 
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011afshandewanti
 
Bahan kleideskop dinas kesehatan edisi 1
Bahan kleideskop dinas kesehatan   edisi 1  Bahan kleideskop dinas kesehatan   edisi 1
Bahan kleideskop dinas kesehatan edisi 1 indrasutanmudo
 
kependudukan dan ketenagakerjaan
kependudukan dan ketenagakerjaankependudukan dan ketenagakerjaan
kependudukan dan ketenagakerjaanIka Kustikasari
 
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...Muh Saleh
 
1.PEDOMAN USILA.docx
1.PEDOMAN USILA.docx1.PEDOMAN USILA.docx
1.PEDOMAN USILA.docxwiwiefarida
 
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-com
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-comBuletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-com
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-comLalu Suhaedi
 
LAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docLAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docAulia TAn
 
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan AnakKebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan AnakMuh Saleh
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)wulanda732
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumiKel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumiwulanda732
 
MAKALAH kel 13
MAKALAH kel 13MAKALAH kel 13
MAKALAH kel 13andiar30
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumiKel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumianigayatri9
 

Ähnlich wie Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011 (20)

Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2008
 
Profil
ProfilProfil
Profil
 
Materi kadis anak sehat ibu selamat
Materi kadis anak sehat ibu selamatMateri kadis anak sehat ibu selamat
Materi kadis anak sehat ibu selamat
 
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
Grand Strategi Pembangunan Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
 
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi BaratArah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat
Arah kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat
 
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011
Profil data kesehatan_indonesia_tahun_2011
 
Perkembangan pembangunan (suripto 2013)
Perkembangan pembangunan (suripto  2013)Perkembangan pembangunan (suripto  2013)
Perkembangan pembangunan (suripto 2013)
 
Bahan kleideskop dinas kesehatan edisi 1
Bahan kleideskop dinas kesehatan   edisi 1  Bahan kleideskop dinas kesehatan   edisi 1
Bahan kleideskop dinas kesehatan edisi 1
 
kependudukan dan ketenagakerjaan
kependudukan dan ketenagakerjaankependudukan dan ketenagakerjaan
kependudukan dan ketenagakerjaan
 
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...
Merangkai jembatan emas penanggulangan daerah bermasalah kesehatan sulawesi b...
 
28 prov sultra_2013
28 prov sultra_201328 prov sultra_2013
28 prov sultra_2013
 
1.PEDOMAN USILA.docx
1.PEDOMAN USILA.docx1.PEDOMAN USILA.docx
1.PEDOMAN USILA.docx
 
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-com
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-comBuletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-com
Buletin perdesaan-sehat-2-perdesaansehat-com
 
LAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.docLAPORAN PROMKES 2022.doc
LAPORAN PROMKES 2022.doc
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan AnakKebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak
Kebijakan Umum Pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi (1)
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumiKel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
 
MAKALAH kel 13
MAKALAH kel 13MAKALAH kel 13
MAKALAH kel 13
 
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumiKel. 13 upt puskesmas sukabumi
Kel. 13 upt puskesmas sukabumi
 

Mehr von Muh Saleh

Buku Panduan Aplikasi eKinerja
Buku Panduan Aplikasi eKinerjaBuku Panduan Aplikasi eKinerja
Buku Panduan Aplikasi eKinerjaMuh Saleh
 
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdf
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdfRKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdf
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdfMuh Saleh
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026Muh Saleh
 
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptx
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptxEvaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptx
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptxMuh Saleh
 
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019Muh Saleh
 
Kompetensi Kader Posyandu 2023
Kompetensi Kader Posyandu 2023Kompetensi Kader Posyandu 2023
Kompetensi Kader Posyandu 2023Muh Saleh
 
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025Muh Saleh
 
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdf
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdfLKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdf
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdfMuh Saleh
 
Keseragaman Data SIM Puskesmas Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...
Keseragaman Data SIM Puskesmas  Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...Keseragaman Data SIM Puskesmas  Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...
Keseragaman Data SIM Puskesmas Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...Muh Saleh
 
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdf
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdfPermenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdf
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdfMuh Saleh
 
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdf
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdfCetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdf
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdfMuh Saleh
 
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdf
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdfTransformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdf
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdfMuh Saleh
 
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfPermenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfMuh Saleh
 
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...Muh Saleh
 
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah dan Launching Permendagr...
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah  dan   Launching  Permendagr...Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah  dan   Launching  Permendagr...
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah dan Launching Permendagr...Muh Saleh
 
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...Muh Saleh
 
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten Kota
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten KotaHasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten Kota
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten KotaMuh Saleh
 
Permenkes nomor 4 tahun 2019
Permenkes nomor 4 tahun 2019Permenkes nomor 4 tahun 2019
Permenkes nomor 4 tahun 2019Muh Saleh
 
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali Mandar
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali MandarIndeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali Mandar
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali MandarMuh Saleh
 
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju TengahIndeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju TengahMuh Saleh
 

Mehr von Muh Saleh (20)

Buku Panduan Aplikasi eKinerja
Buku Panduan Aplikasi eKinerjaBuku Panduan Aplikasi eKinerja
Buku Panduan Aplikasi eKinerja
 
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdf
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdfRKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdf
RKPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2024.pdf
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2023 - 2026
 
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptx
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptxEvaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptx
Evaluasi Capaian Program TBC Januari - Desember 2023.pptx
 
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019
Update Revisi Permenkes SPM Kesehatan No 4 Tahun 2019
 
Kompetensi Kader Posyandu 2023
Kompetensi Kader Posyandu 2023Kompetensi Kader Posyandu 2023
Kompetensi Kader Posyandu 2023
 
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025
RPJPD Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2025
 
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdf
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdfLKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdf
LKJIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2022.pdf
 
Keseragaman Data SIM Puskesmas Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...
Keseragaman Data SIM Puskesmas  Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...Keseragaman Data SIM Puskesmas  Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...
Keseragaman Data SIM Puskesmas Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 01.07-m...
 
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdf
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdfPermenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdf
Permenkes No 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.pdf
 
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdf
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdfCetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdf
Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.pdf
 
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdf
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdfTransformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdf
Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia V36.pdf
 
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdfPermenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
Permenkes Nomor 13 Tahun 2022.pdf
 
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
STANDAR TEKNIS SPM PUPR Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru...
 
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah dan Launching Permendagr...
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah  dan   Launching  Permendagr...Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah  dan   Launching  Permendagr...
Materi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah dan Launching Permendagr...
 
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar ...
 
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten Kota
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten KotaHasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten Kota
Hasil Survey Status Gizi Indonesia Tahun 2021 tingkat Kabupaten Kota
 
Permenkes nomor 4 tahun 2019
Permenkes nomor 4 tahun 2019Permenkes nomor 4 tahun 2019
Permenkes nomor 4 tahun 2019
 
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali Mandar
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali MandarIndeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali Mandar
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Polewali Mandar
 
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju TengahIndeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
Indeks Keluarga Sehat (IKS) Kabupaten Mamuju Tengah
 

Kürzlich hochgeladen

415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAH
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAHKISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAH
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAHIrmaYanti71
 
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normalmenghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normalHendriKurniawanP
 
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaanANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaanamalaguswan1
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanBungaCitraNazwaAtin
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 

Kürzlich hochgeladen (10)

415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAH
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAHKISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAH
KISI AKM BAHASA INGGRIS ASSESMENT MADRASAH
 
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normalmenghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
menghitung skewness dan kurtosis pada distribusi normal
 
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaanANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 

Profil kesehatan provinsi sulawesi barat tahun 2011

  • 1. Profil kesehatan Provinsi sulawesi barat tahun 2011 DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2012
  • 2. Diterbitkan oleh : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579 Website : dinkes.sulbarprov.go.id Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal Dinkes Sulbar
  • 3. Diterbitkan oleh : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Jalan Kurungan Bassi No. 19 Mamuju Telpon : 0426-21027 Fax 0426-22579 Website : dinkes.sulbarprov.go.id Email : dinkessulbar@gmail.com; Facebook : Portal Dinkes Sulbar
  • 4. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 TIM PENYUSUN Penanggung Jawab dr.Achmad Azis,M.Kes Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Ketua Dr.Indahwati Nursyamsi Sekretaris Wahyuddin,SE,M.Kes Anggota Drs.Dadang Hardiawan,MM, Rosmianti,SKM Yulianus Dupa Budi,Amd.F; Tenri Bulaeng,SKM,M.Kes Firman Gazali,SKM,M.Kes, Rachmi,SKM Agustina Uta Tabang Kalua,S.Gz; Wa Ode Nuraisyah,S.Kep Irianti,SKM; Muh. Saleh,Amd.Kep
  • 5. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya untuk mewujudkan Negara Indonesia menjadi bangsa yang sehat,maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur dengan sasaran meningkatnuya kualitas sumber daya manusia yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan semakin kuatnya jati diri dan karakter bangsa. Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan dengan keterlibatan masyarakat luas dan dilaksanakan dengan semangat kemitraan lintas sektor, antara pemerintah dan sawasta, serta antara pusat dengan daerah. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan : 1). Upaya kesehatan, 2). Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan, 3). Pembiayaan Kesehatan, 4). SDM Kesehatan, 5). Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan, 6). Manajemen, Informasi, Regulasi Kesehatan, dan 7). Pemberdayaan Masyarakat. Sesuai dengan amanat yang tertiuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 – 2014, yang ditujukan
  • 6. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 2 untuk meningkatkan status kesehatan setinggi-tingginya, serta mencapai MDG,s yang merupakan salah satu tugas penting dari Pemerintah. Diupayakan percepatan pencapaian target sasaran yang telah ditetapkan dengan pembangunan kesehatan yang lebih focus, sistematis, terpadu, efisien, terintegrasi yang memerlukan kerjasama dan komitmen dari seluruh stakeholders. Untuk menjamin terlaksananya pembangunan secara efektif dan efisien khususnya dalam bidang Kesehatan maka diperlukan data dan informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat sebagai bahan dasar penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh . Data yang akurat menjadi salah satu indikator penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan Profil Kesehatan 2011 yang berbasis data terpilah menurut jenis kelamin. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang memuat berbagai data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama tahun 2011. Data dan informasi yang termuat antara lain data kependudukan, fasilitas kesehatan, pencapaian program-program kesehatan, masalah kesehatan dan lain sebagainya. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan secara sederhana dan informatif dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
  • 7. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 3 Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan/kemajuan pembangunan kesehatan yang telah dilakukan selama tahun 2011 dibandingkan dengan target yang sudah ditetapkan, sekaligus bisa dipakai sebagai bahan evaluasi perwujudan menuju Sulawesi Barat Malaqbi. B. MAKSUD DAN TUJUAN I. Maksud Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif sebagai acuan dalam manajemen pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan. II. Tujuan a. Tujuan Umum Memberikan informasi tentang program-program pembangunan kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan kesehatan. b. Tujuan Khusus 1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosial-ekonomi. 2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan
  • 8. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 4 3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan 4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan kesehatan C. SISTEMATIKA PENYAJIAN Profil Kesehatan diharapkan bisa lebih informatif, maka profil kesehatan ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bab I – Pendahuluan. Bab ini secara ringkas menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya berisi pula uraian ringkas dari masing-masing bab. BAB II - Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Propinsi Sulawesi Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan geografis, keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, dan keadaan lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat BAB III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini menyajikan situasi Derajat Kesehatan berisi uraian tentang angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan gizi; BAB IV - Situasi Upaya Kesehatan . Bab ini membahas tentang upaya – upaya kesehatan yang telah dilaksanakan di Sulawesi Barat sampai tahun 2011.
  • 9. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 5 BAB V - Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga kesehatan, unit kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran tenaga kesehatan di unit kerja Propinsi Sulawesi Barat **************
  • 10. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 6 BAB II GAMBARAN UMUM A. KEADAAN GEOGRAFI Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang cukup strategis karena berada diantara dua Provinsi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat sebelah barat berbatasan langsung dengan Selat Makassar, Sebelah timur berbatasan dengan Sulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi tengah dan Sulawesi selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan. Gambar 2.1 Peta Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011
  • 11. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 7 Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 16.729,9 km2, secara administratif terbagi menjadi 5 kabupaten, yang tersebar menjadi 604 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Mamuju dengan luas 7.943 km2, atau sekitar 47,5% dari luas total Provinsi Sulawesi Barat, sedangkan Kabupaten Majene merupakan wilayah yang luasnya paling kecil di Sulawesi barat, yaitu seluas 948 km2. Gambar 2.2 Luas dan Persentase Kabupaten Se- Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 Secara topografi, wilayah Sulawesi Barat memiliki kondisi yang bervariasi yaitu pegunungan, perbukitan, dataran rendah, pesisir pantai serta rawa-rawa. Sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat merupakan daerah yang sulit dijangkau disebabkan kondisi daerah yang sangat berat sehingga hanya bisa dilalui dengan kuda dan jalan kaki. Disamping itu masih terdapat sekelompok masyarakat terasing yang menutup diri dari kemajuan ilmu pengetahuan.
  • 12. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 8 B. KEADAAN PENDUDUK Jumlah penduduk Sulawesi Barat tahun 2011 (Hasil Estimasi Dinas Kesehatan masing-masing kabupaten) sebesar 1.163.737 Jiwa. Dengan luas wilayah sebesar 16.937,2 km2,maka rata – rata kepadatan penduduk di Sulawesi Barat sebesar 69 jiwa untuk setiap kilometer persegi (km2). Wilayah terpadat adalah Kabupaten Polewali Mandar, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 231 jiwa per kilometer persegi (km2). Wilayah terlapang di Sulawesi Barat adalah Kabupaten Mamuju, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 42 jiwa per kilometer persegi (km2). Dengan demikian dapat dilihat bahwa persebaran penduduk se Sulawesi Barat belum merata. Gambar 2.3 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Barat Menurut Kabupaten Tahun 2011 Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten tahun 2011
  • 13. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 9 Dengan jumlah rumah tangga sebesar 255.512 rumah tangga, maka rata-rata jumlah rumah tangga di Sulawesi Barat adalah 4,55 Jiwa untuk setiap rumah tangga. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kabupaten Polewali Mandar dan terendah di Kabupaten Mamuju Utara. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per 100 penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat sulit ditentukan karena kelengkapan data yang kurang dari kabupaten. Data mengenai Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) dapat dilihat pada lampiran tabel 2. Struktur/komposisi penduduk Sulawesi Barat menurut umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki maupun perempuan mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 10 – 14 tahun dan 5–9 tahun. C. KEADAAN PENDIDIKAN Keadaan pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah. Melalui pengetahuan, pendidikan berkonstribusi penting terhadap perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor
  • 14. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 10 pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Angka buta huruf berkolerasi dengan angka kemiskinan. Sebab, pendududk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan kepada kemiskinan. Berdasarkan data BPS 2010, persentase penduduk usia 5 tahun keatas yang melek huruf di Sulawesi Barat sebesar 84,86%, artinya persentase penduduk usia 5 tahun keatas yang bisa membaca serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan AMH adalah untuk mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama didaerah pedesaan di Indonesia terutama didaerah di Sulawesi Barat; menunjukkan kemampuan penduduk suatu wilayah dalam menyerap informasi daer beberapa media dan menunjukkan kemapuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. D. KEADAAN EKONOMI Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity
  • 15. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 11 (PPP) yang konversinya dengan mata uang lokal berdasarkan harga tahun 1993. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat tidak melakukan pendataan tingkat kemiskinan dengan parameter pendapatan kurang dari US$ 1,00 per kapita perhari, oleh karena itu tolak ukur yang digunakan adalah garis kemiskinan yang telah ditentukan secara nasional. Salah satu pendekatan dalam pengukuran kemiskinan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik adalah seseorang yang dianggap miskin jika tak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan yang disetarakan 2100 kilokalori serta kebutuhan bukan makanan, yakni kebutuhan minimum perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang dibawah rata-rata minimum, konsep dan Pendekatan di atas dikenal denga nama pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Jumlah Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat sejak Maret 2007 sampai dengan Maret 2010 terus mengalami penurunan yang signifikan. Tahun 2007 presentase penduduk miskin mencapai kisaran 19,03 persen atau setara dengan 189,9 ribu orang, kemudian mengalami penurunan yang cukup besar hingga tahun 2010, yaitu sebesar 13,58 persen atau sekitar 141,33 ribu orang dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 13,89%
  • 16. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 12 Gambar 2.4 Angka Kemiskinan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2011 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Kecenderungan data garis Kemiskinan dari hasil pendataan Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan hasil yang positif, dimana garis kemiskinan rata-rata penduduk di Provinsi Sulawesi Barat dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 semakin membaik.
  • 17. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 13 BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Gambaran masyarakat Provinsi Sulawesi Barat masa depan yang ingin dicapai oleh segenap kelompok masyarakat melalui pembangunan kesehatan Provinsi Sulawesi Barat adalah “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat Yang Sehat Maju dan Amanah”. Untuk mewujudkan visi tersebut ada lima misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administrasi pemerintahan, yaitu meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, Menjamin pemerataan sumber daya kesehatan, Memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Mendorong percepatan pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah tertinggal dan daerah perbatasan dan menciptakan manajemen kesehatan yang akuntabel. Guna mempertegas rumusan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat Yang Sehat Maju dan Amanah” maka ditempuh strategi percepatan berupa mewujudkan komitemen pembangunan berwawasan kesehatan, Profesioanalisme Unit Kerja, mempercepat pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas di daerah terpencil dan kepulauan dengan strategi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan Melaksanakan jejaring Pembangunan Kesehatan.
  • 18. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 14 Adapun situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat adalah sebagi berikut : A. ANGKA KEMATIAN Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologic secara tidak langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan. 1. Angka Kematian Bayi Angka kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan factor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hami, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan social ekonomi. Bila AKB disuatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan diwilayah tersebut rendah. AKB di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 sebesar 11,6/1000 kelahiran hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 15,2/1000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target Nasional dalam RPJMN 24/1000 kelahiran hidup, maka AKB Provinsi Sulawesi Barat sudah melampaui target Nasional, demikian juga bila
  • 19. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 15 dibandingkan dengan target yang diharapkan dalam MDD (Millennium Development Goals) tahun 2015 yaitu 23/1000 kelahiran hidup. Penurunan AKB di Provinsi Sulawesi Barat satu tahun terakhir dapat memberi gambaran pelayanan kesehatan yang meningkat secara keseluruh lapisan masyarakat. Gambar 3.5 Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Kabupaten dengan Angka Kematian Bayi tertinggi pada tahun 2011 adalah kabupaten Mamuju Utara dengan AKB sebesar 15,9/1000 Kelahiran hidup atau sebanyak sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa 6/1000 kelahiran hidup Gambar 3.6 Angka Kematian Bayi Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi, tahun 2012
  • 20. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 16 Angka kematian bayi yang bervariasi dan tidak merata ditiap kabupaten merupakan masalah pelayanan kesehatan. Akses pelayanan yang tidak merata ditiap kabupaten memerlukan intervensi yang berbeda. Tabel 3.1 Jumlah kematian bayi menurut Kabupaten tahun 2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi 2012 2. Angka Kematian Balita Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian balita (1 – 5 tahun) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan. Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Berdasarkan laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, Angka kematian balita tahun 2007 sebesar 17,2 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 11,4 per
  • 21. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 17 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi 14,02 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010 menurun menjadi 16,42 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 menjadi 12,1/1000 Kelahiran hidup . Hal ini menandakan Angka Kematian Balita 3 tahun terakhir sifatnya fluktuatif Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi lingkungan, perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta mutu dari pelayanan kesehatan. Format pelaporan program KIA yang selama ini digunakan tidak bisa mengakomodasi jumlah kematian balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas sehingga data kematian balita (1 – 4 th) tidak bisa diketahui. Gambar 3.7 Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Pada gambar 3.7 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama periode 2007-2009 menunjukkan flukstuasi dan mengalami penurunan
  • 22. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 18 pada tahun 2011. Pencapaian AKABA Sulawesi Barat sudah mencapai target MDGs yakni 32 / 1000 kelahiran hidup yang mesti dicapai pada tahun 2015 Data kematian balita ini termasuk dalam indikator pemantauan pada cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan). Jadi, kasus kematian yang terjadi tergantung dari peran tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan sesuai standar meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantuan perkembangan min 2x setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Termasuk dalam pelayanan mendapatkan MTBS, khusus untuk anak yang sakit sehingga kematian dapat dicegah. 3. Angka Kematian Ibu AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang disebabkan oleh kecelakaan. Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.
  • 23. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 19 Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan bersalin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resioko bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari). Gambar 3.8 Jumlah Kematian Ibu Menurut Kabupaten Tahun 2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Jumlah Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari Puskesmas semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan. Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI antar wilayah di Sulawesi Barat. Berdasarkan data Jumlah Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 di 5 (lima) kabupaten menunjukkan bahwa kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa mempunyai jumlah kematian Ibu yang paling rendah yaitu 5 ibu di bandingkan dengan Polman dan Mamuju 13 ibu yang meninggal dan Majene 6 ibu yang meninggal pada tahun 2010.
  • 24. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 20 Gambar 3.9 Angka Kematian Ibu Menurut Kabupaten Tahun 2011 Provinsi Sulawesi Barat Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum dapat ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat pada tahun 2011, sebesar 23.259 kelahiran hidup. Namun untuk menjadi acuan program dalam pelaksanaan kebijakan program bidag kesehatan dan pembanding capaian tiap kabupaten maka konstanta yang digunakan dalam perhitungan Angka Kematian Ibu pada gambar 3.9 adalah per 100.000 kelahiran hidup. Jadi dalam buku ini penyusun hanya angka absolut atau jumlah sebenarnya, dan dengan menggunakan rumus per 100.000 kelahiran hidup.
  • 25. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 21 Gambar 3.10 Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat Tahun 2006-2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat,2012 B. Morbiditas Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari suatu penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau terjangkitnya penyakit didalam populasi, baik fatal maupun non-fatal. Angka morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat dari pada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas yang rendah. 1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit Penyakit terbesar di rumah sakit sepanjang tahun 2010 di Sulawesi Barat menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan pasien yang paling banyak
  • 26. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 22 berkunjung adalah pasien dengan faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Perincian penyakit yang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 adalah sebagai berikut : Kunjungan terbesar pertama rawat jalan adalah Diare dengan Jumlah kunjungan 1888 orang dan penyakit kedua adalah Demam Berdarah dengan jumlah kunjungan 1232 orang. Gambar 3.11 Jumlah 6 Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Bina Pelayanan Medik Dinkes Sulbar tahun 2012
  • 27. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 23 2. Penyakit Menular a. Malaria Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millennium Development Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa). Plasmodium yang ditularkan melaui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah endemis malaria di Sulawesi Barat pada umumnya adalah desa – desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan social ekonomi masyarakat yang rendah. Direktorat Jenderal PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria di suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata yaitu:Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk; Endemis sedang bila API berkisar antara 1 - < 5 per 1.000 penduduk; Endemis rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk; Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembebasan malaria) atau API = 0. Guna mencapai target yang di canangkan secara nasional maka ada beberapa program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat diantaranya sebagai berikut :
  • 28. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 24 1. Gebrak Malaria yang bertujuan untuk memastikan 80% dari masyarakat yang beresiko terjangkit malaria mendapatkan perlindungan melalui metode pengendalian vector yang sesuai keadaan setempat; 80% penderita malaria didiagnosis dan diobati dengan menggunakan antimalarial yang adekuat; 80% perempuan ibu hamil didaerah penularan yang stabil mendapat perawatan pencegahan berkala (IPTp); dan beban akibat penyakit malaria berkurang sampai 50% dan pada tahun 2015, penyakit dan kematian akibat malaria berkurang 75 persen dibandingkan dengan tahun 2005, tervapainya target MDG dan intervensi efektif diterapkan secara universal Tabel 3.2 Strategi Kampanye Gebrak Malaria Strategi Utama Tujuan Utama Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat menuju hidup sehat Semua desa menjadi “desa siaga”- pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam pemberantasan dan pengendalian malaria dan penyakit lain yang merupakan masalah utama kesehatan Meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas Setiap bayi, anak dan kelompok resiko tinggi terlindung dari penyakit-penyakit Memperbaiki sistem surveilans, monitoring dan informasi Setiap kejadian penyakit dilaporkan secara tepat waktu dan akurat kepada dinas kesehatan terdekat Setiap kejadian luar biasa/wabah dikendalikan secara cepat dan tepat Peningkatan ketersediaan pendanaan malaria
  • 29. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 25 2. Penelitian Malaria terpadu kerjasama Universitas Hasanuddin dengan Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Mamuju yang merupakan daerah endemis malaria tinggi di Sulawesi Barat dan berlangsung selama 3 tahun mulai 2010 – 2012. Di Sulawesi Barat terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam daerah endemis tinggi yakni Mamuju dan Mamuju Utara. Kondisi wilayah yang ada menjadi salah satu faktor tingginya kasus malaria di kedua wilayah tersebut di bandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Barat. API Sulawesi Barat pada tahum 2010 adalah 6,7 per 1.000 dan mengalami penurunan menjadi 5,9 per 1000 penduduk Sulawesi barat pada tahun 2011. Di hubungkan dengan target MDGs angka API Sulawesi Barat masih sangat tinggi. Begitupula dengan target nasional yang yang menargetkan jumlah kasus kejadian malaria menjadi kurang dari 1 per 1000 kasus malaria positif yang ditemukan melalui pelayanan rutin. Sulawesi Barat mesti memacu diri untuk mencapai target nasional Indonesia bebas malaria tahun 2030. b. TB Paru Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi hasil TB.
  • 30. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 26 Bersama dengan malaria dan HIV AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru TBA Positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2010 sebesar 70%. Dalam upaya peningkatan efektifitas pengendalian TB, Sulawesi Barat telah melakukan upaya penguatan DOTS yang merupakan kebijakan nasional dalam pengendalian Tuberkulosis. Kunci utama dalam DOTS yaitu : komitmen, doagnosa yang benar dan baik. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat, pengawasan penderita menelan obat dan pencatatan dan pelaporan penderira dengan baik dan benar dengan sistem kohort. Gambar 3.12 Angka Penemuan Kasus (CDR) Per Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
  • 31. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 27 Angka penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) Sulawesi Barat tahun 2011 Sulawesi Barat sebesar 55%. Kabupaten Majene adalah Kabupaten dengan pencapaian CDR sebesar 110% dan paling rendah adalah Kabupaten Mamasa sebesar 17%. CDR Sulawesi Barat sebesar 50%. Capaian ini belum mencapai target MDGs sebesar 70%. Hal ini tentu menjadi tantangan terbesar bagi Sulawesi Barat untuk dapat mencapai target MDGs pada tahun 2015. Tantangan yang dihadapi dalam upaya penanganan TB di Sulawesi Barat antara lain: 1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan tingginya resiko penyebaran infeksi. Hal ini terkait dengan advokasi, komunikasi dan mobilisasi social belum optimal, terbatasnya akses pelayanan dan belum maksimalnya kemitraan antara public-swasta; 2. Masih tingginya penemuan kasus yang belum diimbangi dengan ketersediaan pelayanan pengobatan yang memadai. Layanan pengobatan untuk TB secara rutin belum merata. 3. Masih terbatasnya penguatan kebijakan pengendalian TB berbasis local di Sulawesi Barat. Diperlukan penguatan pelayanan kesehatan, informasi dan pendanaan tingkat daerah 4. Belum optimalnya sistem informasi untuk penyusunan kebijakan berbasis fakta. Saat ini penerapan elemen strategi TB, penguatan
  • 32. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 28 sistem kesehatan, peran serta petugas kesehatan, ASCM, dan riset masih kurang optimal 5. Masih terbatasnya sumber pendanaan untuk menanggulangi TB di Sulawesi Barat. Selama ini sumber dana pendanaan penanggulangan TB di Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari bantuan luar negeri (GF TB). Untuk itu diperlukan peningkatan mobilisasi sumber daya local dan peningkatan efisiensi anggaran bersumber APBD dalam peningkatan program TB. c. HIV AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus) yang menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kondisi kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak sistem kekebalan terhadap penyakit Infeksi menular seksual (IMS) merupakan penyakit yang sangat erat keterkaitannya dengan kejadian HIV dan AIDS. Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan penduduk yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat mencapai 000000 orang. Kondisi tersebut berkaitan dengan keadaan geografis Sulawesi Barat yang berada dalam posisi “Segitia emas” terletak diantara
  • 33. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 29 Sulawesi selatan dan Sulawesi Tengan dan berbatasan langsung dengan pulau Kalimantan menjadi salah satu faktor mobilisasi penduduk yang cepat. Selain itu banyaknya penduduk yang masuk menyebabkan adanya perubahan pola hidup dan perubahan perilaku seksual yang tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas. Tantangan lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan dalam pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV AIDS. Sistem layanan kesehatan perlu diperkuat dalam menangani kasus HIV/AIDS; terbatasnya alokasi anggaran dan ketersediaan dana yang berkesinambungan dalam pengendalian HIV/AIDS. Masalah dana menjadi kendala utama dalam mengani HIV/AIDS; masih lemahnya koordinasi linta sektor sistem monitoring dan evaluasi; dan masih terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan baik dalam hal kuantitas dan kualitas maupun kapasitas dalam penanganan HIV AIDS. Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan memalui penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan Voluntary Concealing Test VCT di puskesmas, pengobatan dan pemeriksaan berkala penyakit menular seksual, pengamatan darah donor dan kegiatan lain yang menunjang pemberantasan penyakit HIV/AIDS. Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten,
  • 34. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 30 Majelis Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait merupakan usaha lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dalam penanggulangan HIV/AIDS. Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat hingga tahun 2011 belum ada laporan secara tertulis penduduk yang tercatat sebagai penderita positif, namun penderita positif tersebut diperkirakan ada di sekitar kita. d. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ISPA seringkali menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan balita, dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya. ISPA juga merupakan salah satu penyebab kunjungan berobat pasien di rumah sakit dan Puskesmas. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah Pneumonia, karena pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan populasi rentan pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut
  • 35. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 31 lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Gambar 3.13 Penderita Pneumonia pada Balita Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian penyakit dari dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, kasus pneumonia mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2007. Pada tahun 2011 kasus pneumonia menunjukkan adanya kecenderungan penurunan dari 4.187 pada tahun 2010 menjadi 1.729 pada tahun 2011 e. Kusta Penyakit kusta atau disebut penyakit lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang
  • 36. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 32 menyerang syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani dengan baik, kusta dapat menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, syaraf, anggota gerak dan mata. Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi kusta Pausi Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan pengobatannya disesuaikan dengan klasifikasi jenisnya. Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya Newly Case Detection Rate (NCDR) yang menggantikan indicator utama sebelumnya yaitu angka penemuan penderita terdaftar berupa prevalensi rate < 1/100.000 penduduk. Gambar 3.14 Angka Penemuan Kasus Kusta Baru Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 Sumber :Bagian P2PL Dina Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Angka penemuan kasus kusta baru pada tahun 2011 mengalami peningkatan, baik dari jenis MB. Sedangkan untuk persebarannya, kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah kasus yang
  • 37. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 33 berbeda-beda.Hal ini disebabkan masalah dalam pengelolaan pengendalian penyakit kusta baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala angka proporsi cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan mata) sebesar 5% dan proporsi anak di antara kasus baru. Angka proporsi cacat tingkat II digunakan untuk menilai kinerja petugas dalam upaya peningkatan penemuan kasus. 3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan melemahnya, lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas secara tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan seperti pada polio. Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara mendadak. Sedangkan AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan spesimen tinja tidak ditemukan virus polio liar yang ditetapkan oleh tim ahli sebagai kasus AFP dengan kriteria tertentu.
  • 38. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 34 Gambar 3.15 Jumlah Kasus AFP [lumpuh layuh] Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011 Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011 Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP minimal 2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio selama lima tahun berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi Barat dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 3.16 AFP Rate tahun 2007 – 2011 Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
  • 39. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 35 4. Penyakit Potensial KLB/Wabah a. Demam Berdarah Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta disebarkan dengan perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang hidup di genangan air bersih atau jernih di sekitar rumah atau tempat-tempat yang dapat menampung dan menjadi genangan air dan umumnya kasus ini mulai meningkat pada musim penghujan. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga menimbulkan kepanikan di masyarakat karena penyebarannya yang sangat cepat dan berpotensi menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan penangan secara cepat dan tepat. Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2011 cukup tinggi walaupun secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 325 kasus meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 169 kasus. Jumkah penderita yang meninggal pada tahun 2011 sebanyak 5 orang yang tersebar 1 di kabupaten Mamuju dan 4 di Kabupaten Mamuju Utara. Adanya kasus
  • 40. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 36 kematian yang terjadi di Mamuju Utara ini karena adanya kasus KLB yang membuat 139 orang menderita DBD dan 4 diantaranya meninggal. Gambar 3.17 Jumlah kasus DBD tahun 2010 dan 2011 Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 2011 Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat 2012 b. Diare Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi fases selain dari frekuensi buang air besar. Dikatakan diare apabila fases lebih berair dari biasanya. Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar (BAB) tiga kali atau lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Sementara diare yang berdarah didefinisikan sebagai disentri. Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah satu upaya menurunkan kematian akibat diare adalah dengan tatalaksana yang tepat dan cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi data secara rutin juga akan dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini KLB
  • 41. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 37 Diare. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan petugas terintegrasi dengan pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas sentinel. Gambar 3.18 Cakupan Penemuan Penderita Diare Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Untuk tahun 2011, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabupaten Mamuju sebanyak 18.425 kasus melebihi kasus perkiraan kejadian sebesar 13.850 kasus diare dan terendah di Kabupaten Mamasa sebanyak 4.128 kasus dengan kasus perkiraan sebenayak 5.925 kasus Gambar 3.19 Cakupan Penanganan Penderita Diare Menurut Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008 - 2011. Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012
  • 42. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 38 Penanganan kasus diare di Provinsi Sulawesi Barat sudah mulai menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 secara signifikan. Pada tahun 2010 sebesar 43,9% dan menjadi 110,5% pada tahun 2011. Jumlah kasus diare yang terjadi lebih tinggi dari perkiraan kasus. Hal ini terjadi karena adanya kasus KLB diare yang terjadi beberapa kali selama kurun waktu tahun 2011. c. Filariasis Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Parasit ini ditularkan pada manusia melalui gigitan berbagai jenis nyamuk yang telah terinfeksi dan kemudian menjadi cacing dewasa dan hidup di jaringan limfe. Penyakit ini sering menyebabkan menurunkan daya kerja dan produktifitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap atau permanen berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelaminsebagai tanda tingkat lanjut dari penyakit. Penyakit ini juga sering disebut Elefantiasis atau yang sering juga disebut penyakit kaki gajah karena penderitanya sering mengalami bengkak di kaki yang sangat besar menyerupai kaki gajah. Pada tahun 2011 penyakit ini menyebar di Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju Utara. Di Polewali Mandar berdasarkan data yang masuk tercatat 33 dan di Mamuju Utara sebanyak 10 kasus. Survey pemetaan
  • 43. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 39 endemitas telah di beberapa kabupaten namun hingga saat ini belum dapat diketahui secara akurat prevalensi dan jumlah penderita secara pasti. Penemuan kasus filariasis selama ini hanya setelah timbulnya tanda tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat penyakit ini bersifat kronis. Belum pernah ditemukan orang yang menderita filaria secara dini walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau terdapat penderita filariasis disekitarnya. Gambar 3.20 Trend Kejadian Kasus Filariasis Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2011 Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020 diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus rantai penularan dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi sekunder serta alat/sarana yang sensitive untuk penegakan diagnosis sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan sampai tidak menimbulkan kecatatan.
  • 44. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 40 BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat. A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi Ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.
  • 45. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 41 Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit. a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4) Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4 Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun dibandingkan tahun 2010 sebesar 99,2%. Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di trimester pertama,
  • 46. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 42 sekali di trimester kedua dan dua kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil. Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%. Gambar 4.21 Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, 2012 Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang berarti terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, namun menunjukkan penurunan dari tahun 2010 – 2011. Hal ini menunjukkan adanya penurunan program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu hamil.
  • 47. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 43 Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan memberikan kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk memeriksakan kesehatannya, terutama kabupaten Mamasa yang cakupannya terendah 88,7%. Gambaran cakupan pelayanan K1 dan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di lihat pada gambar 4.22 berikut: Gambar 4.22 Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil Menurut Kabupaten Tahun 2011 Sumber : Program Ibu dan Anak, Binkesmas Dinkes Sulbar, 2012 Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten Mamuju 81,1% dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%). Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga
  • 48. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 44 dengan adanya program kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan K4. Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari sasaran yang telah mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1-K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu hamil secara berkala di wilayah kerja masing – masing.
  • 49. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 45 Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 3 b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki kompetensi Kebidanan Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3% meningkat di bandingkan tahun 2010 sebesar 73,1% % Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2006-2011 cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum mencapai target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di lihat pada gambar 4.23 dan 4.24 berikut ini :
  • 50. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 46 Gambar 4.23 Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak, Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Pada gambar 4.23 terlihat bahwa presentase ibu hamil yang melahirkan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan ( cakupan PN) yang tertinggi adalah Kabupaten Majene (85,6%) kemudian Kabupaten Polman (83,9%) dan yang terendah adalah Kabupaten Mamuju (67,8%). Capaian Linakes Provinsi Sulawesi Barat berbanding lurus dengan Angka Kematian Ibu Kabupaten masing-masing. Kabupaten Mamasa dengan capaian Linakes 69,1% memiliki capaian Angka kematian ibu tertinggi di Sulawesi Barat yang mencapai 214 Per 100.000 Kelahiran hidup.
  • 51. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 47 (Perhitungan menggunakan rumus Jumlah kematian Ibu / Jumlah Kelahiran hidup x 100.000. Perhitungan ini digunakan sebagai alat untuk membandingkan AKI per Kabupaten. Sebab konstanta yang digunakan adalah 100.000 Kelahiran hidup sedangkan jumlah kelahiran hidup di Kabupaten dan Provinsi belum mencapai angka 100.000) Untuk dapat meningkatkan cakupan linakes dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta pelatihan APN bagi bidan sehingga dapat menambah keterampilan bidan menangani persalinan disamping pelatihan – pelatihan lainnya yang menunjang peningkatan keterampilan bidan memberikan pelayanan di masyarakat. Serta membuat rumah tunggu untuk ibu hamil yang tempat tinggalnya jauh dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. c. Ibu Hamil Resiko Tinggi (Risti)/komplikasi yang ditangani Risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 %, Tekanan darah tinggi (Sistole >140 mmHg, diastole > 90 mmHg), oedema nyata,
  • 52. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 48 ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 36 minggu, letak sungsang pada pramigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan prematur. Dalam memberikan pelayan kuhususnya oleh tenaga bidan didesa dan puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti) memerlukan pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Gambar 4.26 Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil Di Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2011 Sumber : Program Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat tahun 2012 Pada tahun 2011 terdapat 28.154 ibu hamil di Propinsi Sulawesi Barat. Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 5.631 ibu hamil risiko tinggi/komplikasi atau sebesar 20% dari jumlah ibu hamil yang ada. Jumlah ibu hamil risiko tinggi/komplikasi yang ditangani sebesar 3.519 ibu hamil atau sebesar 62,5% .
  • 53. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 49 Gambar 4.27 Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Program Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat tahun 2012 Persentase cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (89,1%) dan yang terendah adalah Kabupaten Mamuju(35,1%). Untuk dapat meningkatkan cakupan PK dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara brkala dengan menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obgyn ke daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera PKM mampu PONED sehingga bila ada yang ditedeksi bumil resti oleh nakes maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum aktif memberikan pelayanan
  • 54. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 50 disebabkan oleh tiak adanya alat PONED serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa bumil resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. d. Pelayanan Nifas Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan pasca persalinan. Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas. Gambar 4.28 Cakupan Kunjungan Ibu Nifas Di Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 Sumber : Sumber : Program Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat tahun 2012
  • 55. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 51 Pada tahun 2011 jumlah sasaran ibu bersalin di Sulawesi Barat sebanyak 26.911 orang dan 21.708 (81,1) mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 76,89%. Capaian tertinggi pelayanan nifas yang mendapat pelayanan nifas sesuai standar tahun 2011 adalah kabupaten Majene (96,4%) dan terendah Mamasa (71,9%). Persentase pelayanan nifas tidak sama dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Di Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju dan Mamuju Utara ada kecenderungan cakupan pelayanan nifas lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal ini menandakan bahwa adanya ibu hamil yang dilahirkan dengan bantuan tenaga non kesehatan yang masa nifasnya ditangani oleh tenaga kesehatan. Sebaliknya di Kabupaten Polewali Mandar cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan pelayanan ibu nifas. Sehingga dapat diasumsikan bahwa adanya ibu hamil yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang tidak mendapatkan pelayanan nifas sebesar 7,1% atau sebanyak 657 ibu hamil. Gambar 4.29 Cakupan Kunjungan Ibu Nifas Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Program Ibu dan Anak, Dinkes Sulawesi Barat 2011
  • 56. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 52 e. Kunjungan Neonatus (KN2) Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal tiga kali yaitu dua kali pada umur 0 -7 hari dan satu kali pada umur 8- 28 hari (KN2). Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA. Berdasarkan laporan Program Kesehatan ibu dan Anak jumlah perkiraan dengan risiko tinggi/komplikasi pada neonatal di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2011 sebanyak 3.413 bayi. Dari jumlah tersebut cakupan penanganan neonatal resiko tinggi ditangani sebanyak 1.431 atau sebesar 41,9%. Cakupan penanganan Neonatla selama tahun 2008 sampai 2011 dapat dilihat pada gambar berikut :
  • 57. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 53 Gambar 4.30 Cakupan Penangana Neonatal resiko tinggi Sulawesi Barat Tahun 2008-2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2012 Berdasarkan gambar 4.30 diatas menunjukkan bahwa selama tahun 2008-2011 penanganan neonatal resiko tinggi di Sulawesi Barat mengalami peningkatan yang cukup fluktuatif . Penurunan penanganan neonatus dengan komplikasi ditangani pada tahun 2010 - 2011 bukan berarti penanganan neonatus tidak dilaksanakan, namun dari perkiraan neonatus yang ada ternyata lebih banyak dari jumlah sebenarnya. Ini menjadi tanda bahwa semakin baiknya pelayanan kesehatan dan kunjungan ibu hamil kesarana pelayanan kesehatan selama hamil. Pada tahun 2011 persentase cakupan neonatal komplikasi yang ditangani yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (57,9%). Kabupaten Polman mempunyai 1 (orang) orang dokter ahli anak dan memiliki RS mampu PONEK yang menjadi pusat rujukan, kemudian Kabupaten Majene dapat menangani neonatal yang komplikasi sebesar 45,2%.
  • 58. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 54 Gambar 4.31 Cakupan Penanganan Neonatal resiko tinggi menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2012 Untuk dapat meningkatkan cakupan penanganan neonatal dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara berkala dengan menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obstetric dan ginekologin ke daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta PKM mampu PONED sehingga bila ada yang terdeteksi neonatal resti oleh nakes maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum aktif memberikan pelayanan disebabkan oleh tidak adanya alat PONED serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa neonatal resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
  • 59. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 55 2. Pelayanan Kesehatan Anak Balita, Usia Sekolah Dan Remaja Pelayanan kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia sekolah dan remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak pra sekolah serta pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar/ sederajat dan pelayanan kesehatan pada remaja (SMP dan SMU). Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh kembangnya sesuai standar oleh dokter, bidan dan perawat paling sedikit dua (2) kali per tahun baik didalam gedung maupun diluar gedung seperti Posyandu, taman kanak-kanak, panti asuhan. Sementara untuk pelayanan kesehatan bagi siwa SD/MI dan siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan melalui penjaringan kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan SMP/SMU. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: Penimbangan berat badan; Penentuan status pertumbuhan; Penyuluhan; Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
  • 60. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 56 Cakupan pelayanan anak balita pra sekolah tahun 2011 sebesar 77,1% meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 43,6%, meningkat tajam dibanding tahun 2009 sebesar 41,16%, namun masih jauh dari target SPM sebesar 80%. Gambar 4.32 Cakupan Pelayanan Anak Balita Sulawesi Barat Tahun 2008 – 2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2012 Cakupan tahun 2011 masih sangat jauh target SPM yang harus dicapai maka masih dibutuhkan upaya ekstra guna meningkatkan cakupan. Dibutuhkan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait. 3. Pelayanan Kesehatan Pra Usila (45-59 Th) Dan Usila (>60 Th) Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu diupayakan peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut usia.
  • 61. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 57 Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas, di Posyandu lansia maupun di kelompok usia lanjut. Pada tahun 2011 jumlah usila di Sulawesi Barat sebanyak 105.588 orang, dan yang mendapat pelayanan kesehatan 60.519 orang atau 57,32%. Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten dengan capaian tertinggi pelayanan kesehatan lansia sebesar 72,45% dan terendah adalah kabupaten Mamuju Utara sebesar 6,30%. Kabupaten Mamasa tidak melaporkan datanya. Gambar 4.33 Cakupan pelayanan lansia menurut Kabupaten Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 Masih kurangnya cakupan pelayanan kesehatan bagi untuk warga usila, kemungkinan karena belum berfungsinya posyandu lansia secara optimal. Selain itu belum semua desa mempunyai posyandu lansia. Padahal dengan adanya posyandu lansia maka pelayanan kesehatan akan lebih mudah dijangkau oleh para lansia. Dibutuhkan koordinasi
  • 62. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 58 dan peran serta masyarakat serta lintas sektor terkait dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para lansia. 4. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi, menurut hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka wanita/ pasangan usia subur (PUS) diprioritaskan untuk menggunaan KB. Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2011 cakupan peserta KB baru sebesar 13,3 % meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,1% dan KB aktif sebesar 42,9 % menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 45,1 % dari jumlah PUS sebanyak 188.922 orang. Cakupan KB aktif Sulawesi Barat tahun 2010 masih dibawah target nasional sebesar 70% Gambar 4.34 : Cakupan peserta KB Baru dan Aktif Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010 - 2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2012
  • 63. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 59 Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan, pada tahun 2010 sebanyak 93% akseptor KB aktif memilih metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP) meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 92,4% dengan pilihan terbanyak adalah metode Pil (48,2%). Sementara yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, MOW/MOP dan implant hanya 7,0% meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,1%. 5. Pelayanan Imunisasi Beberapa penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok vaksin, yaitu vaksin yang tergabung dalam kelompok vaksin virus dan kelompok vaksin bakteri. Kelompok vaksin bakteri misalnya tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, meningitis meningokokus, tipus abdominalis, kolera, hemophilus influenza tipe B dan pneumonia pneumokokus. Sedangkan vaksin virus termasuk di dalamnya adalah penyakit campak, polio, hepatitis B, hepatitis A, influenza, rabies, Japanese encephalitis, yellow fever (demam kuning), rubella, varicella, parotitis epidemica dan rotavirus. Banyak penyakit lain yang sedang dikembangkan seperti malaria, demam berdarah, HIV/AIDS dan AI. Upaya imunisasi telah terbukti dapat mengeradikasi penyakit cacar dan menekan penyakit polio, yaitu serta sejak tahun 1995 tidak
  • 64. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 60 ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program ERAPO. Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi secara nasional adalah angka cakupan Universal Child Immunization (UCI) pada wilayah desa/kelurahan. Untuk tahun 2011 indikator perhitungan UCI adalah cakupan imunisasi lengkap pada bay1 >85% untuk semua antigen. Sehingga bila cakupan UCI dikaitkan dengan batas wilayah maka dapat menggambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi terhadap penularan PD3I di wilayah tersebut. Gambar 4.35 Cakupan Desa / Kelurahan UCI Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2011 Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2012 Cakupan UCI desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 65,1% meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 65,5%. Pencapaian UCI Sulawesi Barat tahun 2010 belum mencapai target nasional sebesar 85%.
  • 65. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 61 Sedangkan untuk cakupan UCI per Kabupaten, Kabupaten Mamuju memiliki cakupan UCI desa/kelurahan tertinggi 75,5%, yang paling terendah adalah Kabupaten Mamasa (56,2%) Gambar 4.36 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009-2011 Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi umur 0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi kepada Wanita Usia Subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi kepada anak sekolah dasar kelas 1 : DT, kelas 2-3 : TT) sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah, seperti desa non UCI, potensial/risti KLB, ditemukan adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis. Gambar 4.37 Cakupan pemberian Imunisasi DPT, HB dan Campak Pada Bayi Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat tahun 2011 Sumber: Program P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012
  • 66. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 62 Dari 25.486 bayi di Sulawesi Barat 23.557 bayi atau 92,4% diantaranya telah mendapatkan imunisasi campak pada tahun 2011. Cakupan DO tahun 2011 sebesar 2,7%, meningkat dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 0,5%. seluruh kabupaten di Sulawesi Barat mencapai cakupan campak > 80% dengan cakupan terendah adalah Kabupaten Mamasa (91,4%). Adapun untuk Imunisasi BCG dan Polio Capaian Sulawesi Barat untuk BCG sebesar 92,41% meningkat sedikit dibandingkan tahun 2010 sebesar 92,31%. Sedangkan untuk imunisasi polio juga mengalami sedikit peningkatan dari 89,5% pada tahun 2010 menjadi 92,95% pada tahun 2011. kabupaten Majene pada tahun 2011 memiliki cakupan capaian tertinggi 102,44% dibandingkan dengan kabupaten lain. Capaian ini melebihi 100% karena yang digunakan sebagai pembagi adalah jumlah perkiraan sasaran bayi selama kurun waktu tahun 2011. 6. Perbaikan Gizi Masyarakat Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet besi (Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan pemberian kapsul yodium pada WUS. a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada ibu hamil Pada saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan mendapatkan tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah
  • 67. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 63 terjadinya kasus anemia serta meminimalkan dampak buruk akibat kekurangan Fe, karena kekurangan Fe pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan bayi atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Tablet Tambah Darah ( TTD ) atau Tablet Fe adalah suplemen gizi yang mengandung 60 mg element besi dan 0,25 mg asam folat. Pemberian Tablet Besi ( Fe ) pada ibu hamil bertujuan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kasus anemia serta meminimalisasi dampak buruk akibat kekurangan Fe pada ibu hamil karena kekurangan Fe dapat mengakibatkan terjadinya abortus, kecacatan pada bayi dan BBLR. Gambar 4.38 Cakupan Fe3 Pada Ibu hamil Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2011 Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Berdasarkan grafik diatas pencapaian cakupan TTD ibu hamil ( Fe.1 ) provinsi Sulawesi barat dari tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami penurunan dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 – 2011.Sedangkan cakupan Fe3 terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.
  • 68. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 64 Pada tahun 2007 cakupan ibu hamil mendapat Fe3 55, 91 % dan pada tahun 2011 sudah meningkat mencapai 74,47 %. Akan tetapi belum mencapai target nasional. Hal ini bisa saja disebabkan beberapa hal yaitu ibu malas datang keposyandu atau kesarana kesehatan , tingkat pengetahuan dan kesadaran ibu hamil akan manfaat tablet tambah darah masih rendah, system pencatatan dan pelaporan distribusi TTD masih lemah sehingga banyak data yang tidak terinput Pada tahun Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet) tahun 2011 sebesar 93,14% dan cakupan Fe-3 sebesar 74,47%. Cakupan Fe-1 tertinggi dicapai Kabupaten Majene 110,90% dan terendah Kota Mamasa (68,65%). Sedangkan capaian Fe-3 tertinggi adalah kabupaten Majene sebesar 84,97% dan terendah kabupaten Mamasa 63,93%. Berdasarkan data yang ada ada beberapa ibu hamil yang tersaring pada saat pemberian Fe-1 namun tidak mendapatkan Fe 90 tablet. Petugas kesehatan harus memotivasi ibu hamil agar meminum tablet besi tersebut guna mencegah terjadinya anemia ibu hamil. Gambar 4.39 Cakupan distribusi tablet Fe1 dan Fe-3 Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010 Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012
  • 69. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 65 b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada balita Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar ( essensial ). Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak ,diare, dan ISPA. Vitamin A juga bermanfaat sangat penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup Sasaran pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan balita (1-4 tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan Agustus) serta ibu nifas satu kali. Cakupan balita yang mendapat vitamin A pada tahun 2011 sebesar 77,57%, kondisi ini sudah mencapai target nasional tahun 2010 75% namun belum mencapai target Nasional 2015 sebesar 85%. Capaian tertinggi pemberian kapsul vitamin A adalah Kabupaten Majene 89,74% dan terendah kabupaten Mamuju Utara (66,72%) Gambar 4.40 Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Program Gizi Dinkes Sulawesi Barat 2012
  • 70. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 66 c. Pemberian Kapsul Vitamin A Ibu Nifas Selain balita, sasaran lain yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi adalah ibu nifas. Kapsul diberikan segera setelah melahirkan atau dalam waktu sebulan setelah melahirkan yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI, mempercepat proses pemulihan ibu pasca melahirkan. Ibu nifas harus mendapatkan 2 kapsul vitamin A dosis tinggi karena bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah, kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan daya tahan tubuh. Pemberian 1 (satu ) kapsul vitamin A warna merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari sedangkan pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah diharapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi usia 6 bulan. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa cakupan kapul vitamin A dosis tinggi ibu nifas di provinsi Sulawesi barat sudah baik , hal ini ditandai dengan cakupan pada tahun 2011 udah mencapai target nasional yaitu 81,77 %. Kendati demikian perlu dilakukan upaya peningkatan distribusi vitamin A, sosialisasi program melalui promosi penyuluhan dan integrasi gizi KIA untuk mencapai target cakupan vitamin A ibu nifas sesuai SPM – gizi yaitu 100 % pada tahun 2014
  • 71. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 67 Gambar 4.41 Cakupan pemberian kapsul Vitamin A Ibu Nifas Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2011 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Kabupaten dengan cakupan tertinggi pemberian Vit A pada ibu nifas adalah Majene dengan capaian 100% dan yang terendah adalah kabupaten Mamasa sebesar 72,36%. Capaian pemberian Vit A pada ibu Nifas berbanding lurus dan hampir sama dengan cakupan pemberian A pada balita. Rendahnya capaian Vit A pada kabupaten Mamasa diperlukan intervensi secara khusus untuk penanganannya. d. Balita di timbang Berat Badannya Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di posyandu maupun diluar posyandu secara teratur setiap bulan untuk mmngetahui adanya gangguan pertumbuhan. Perubahan berat badan anak dari waktu ke waktu merupakanpetunjuk awal perubahan status gizi anak. pemantauan pertumbuhan balita dilakukan dengan mengunakan data SKDN . Persentase D/S memberikan gambaran partisipasi masyarakat
  • 72. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 68 terhadap kegiatan posyandu dan persentase N/D memberikan gambaran keberhasilan program. Gambar 4.42 Cakupan Penimbangan Balita Menurut Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2006 – 2011 Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Berdasarkan hasil pencatatan pelaporan hasil penimbangan balita di Provinsi Sulawesi Barat dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sudah mengalami peningkatan walaupun belum signifikan . Hal ini dapat dilihat dari cakupan D/S provinsi Sulawesi barat tahun 2007 hanya 49,20 % dan meningkat menjadi 68,52 % pada tahun 2011. Peningkatan ini belum bisa mencapai target nasional yaitu 70% . Usaha peningkatan cakupan D/S saat ibi dilakukan melaui beberapa program pengembangan. Salah satu program yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah Penanggulangan Daerah bermasalah Kesehatan yang melakukan intervensi utama terhadap indikator IPKM. Penimbangan balita dalam IPKM menjadi prioritas utama yang dilaksanakan oleh daerah. 4 Kabupaten
  • 73. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 69 bermasalah kesehatan di Sulawesi Barat (Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju dan Mamuju Utara) telah melaksanakan sweepin atau kejar timbang bagi balita yang tidak tertimbang di sarana pelayanan kesehatan. Gambar 4.43 Cakupan penimbangan Balita menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012 Dari 5 kabupaten yang ada di provinsi Sulawesi barat , 3 kabupaten sudah mencapai target nasional tahun 2011 yaitu kabupaten mamasa 78,25 % , kabupaten majene 88,83 % dan kabupaten mamuju 74,33 % sedangkan 2 kabupaten lainnya yaitu Polewali Mandar hanya 61,41 % dan Mamuju Utara 45,02 %. Rendahnya partisipasi masyarakat menunjukan bahwa perhatian masyarakat akan pentingnyapemantauan pertumbuhan balita ( penimbangan berat badan balita ) masih sangat rendah. Hal ini disebabkan masih kurangnya kesadaran ibu – ibu akan pentingya memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga malas membawa anak keposyandu, dan juga sebagian ibu yang anaknya
  • 74. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 70 sudah mendapat imunisasi lengkap tidak lagi mau membawa anaknya keposyandu dan factor kebosanan Selain itu kerjasama lintas sector terkait belum optimal sehingga pencapain target nasional yaitu 70 % belum tercapai. Pertumbuhan balita dapat digambarkan oleh pertambahan atau kenaikan berat badan anak pada penimbangan diposyandu setiap bulannya. Saat ini perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak naik berat badannya, tetap atau kenaikan berat badannya tidak dapat mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan berat badan minimal ( KBM ). Rata – rata pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat terjadi penurunan dari 70,83 % tahun 2007 menjadi 58,19 % tahun 2008 dan meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 68,16 % dan 70 % tahun 2010, akan tetapi menurun lagi pada tahun 2011 menjadi 66,41 %. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan balita di provinsi Sulawesi barat belum bertumbuh secara optimal sehingga diperlukan upaya peningkatan kegiatan konseling dan pemantauan yang intensive bagi balita yang berat badannya tidak naik 7. Pelayanan Kefarmasian Pelaksanaan Program ini ditujukan dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat,
  • 75. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 71 narkotika, psikotropika, Terhindarnya masyarakat dari penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat ;  Terwujudnya mutu sediaan Farmasi dan alat kesehatan yang beredar;  Terhindarnya masyarakat dari informasi penggunaan sediaan farmasi yang tidak objektif dan menyesatkan;  Terjaminnya mutu pengelolaan obat di kabupaten/kota dalam rangka desentralisasi. Kondisi Sulawesi Barat pada saat ini memiliki sumber daya berupa sarana dan prasarana yang terdiri dari :  53 Apotik,  3 Instalasi Farmasi / GFK  2 Pedagang Besar Farmasi, Dalam rangka menjamin ketersediaan dan pemerataan obat dan perbekalan Kesehatan diperlukan Instalasi Farmasi Kab/Kota (GFK), yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pusat pengelolaan obat. Dari 5 Kab / Kota, 4 kab/kota sudah mempunyai Instalasi Farmasi / GFK yang dibangun dengan anggaran dari APBN, DAK dan DAU Kab/Kota, sedangkan 1 (satu) Kabupaten yang baru, sementara proses pembangunan IFK (Kab. Mamuju Utara). Gambar 4.44 Anggaran Obat Kabupaten Majene Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2012 Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
  • 76. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 72 Gambar 4.45 Anggaran Obat Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2012 Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Gambar 4.46 Anggaran Obat Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2012 Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Gambar 4.47 Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2012 Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012
  • 77. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 73 Gambar 4.48 Anggaran Obat Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat Tahun 2006 - 2012 Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Gambar 4.49 Anggaran Obat Per Kapita Menurut Kabupaten Sulawesi Barat Sumber:Bidang Pelayanan Kefarmasian Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2012 Sasaran anggaran obat esensial generik disektor publik yang telah ditetapkan sebesar US $ 2,00 setara dengan Rp. 18.000,- perkapita pertahun. Dari 5 Kabupaten / Kota di Propinsi Sulawesi Barat masih terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita dibawah Rp. 8.000,- yaitu : Mamuju, Polman, Mamasa. Sedangkan 2 (dua) Kabupaten yang mempunyai biaya obat per kapita diatas Rp. 10.000,- yaitu : Kabupaten Mamuju Utara dan Majene
  • 78. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 74 Sasaran ketersediaan obat esensial generik dan alat kesehatan dasar disarana pelayanan kesehatan diharapkan mencapai 95 %. Untuk Propinisi Sulawesi Barat belum maksimal dapat terpenuhi, tetapi melihat anggaran bersumber dana DAK pada 5 Kab/Kota 2 tahun terakhir ( 2011, 2012 ) cenderung meningkat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan capian ketertesiaan obat dan perbekalan kesehatan. Peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat rasional di Puskesmas. Penggunaan obat, merupakan rangkaian terakhir dalam siklus pengelolaan obat, yang dapat mempengaruhi baik buruknya perencanaan dalam hal pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Dari hasil monitoring pada 25 Puskesmas di 5 ( lima ) kabupaten se- Sulawesi Barat pada tahun 2012 menunjukkan masih belum terlaksananya penggunaan obat rasional dimana penggunaan polifarmasi masih di temukan walaupun demikian ada beberapa sarana kesehatan yang mulai untuk menekan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagai acuan bagi provider tidak digunakan bahkan tidak tersedia walaupun secara berkesinambungan telah disosialisasikan. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan Pertemuan Pergerakan POR oleh Dirjen Binfar dan Alkes di Propinsi Sulawesi Barat dalam rangka untuk meningkatakan Tingkat
  • 79. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 75 Pengetahuan dan Penggunaan Obat Rasional yang mana Dinas Kesehatan Propinsi telah berupaya untuk mendukung program Peregerakan Penggunaan Obat Rasional tersebut dengan mengajukan Draf SK untuk pembentukan Tim Pergerakan POR propinsi kepada Bapak Gubernur. Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas Kab/Kota diperoleh hasil terhadap daftar Tilik Pelayanan Kefamasian yang masih sangat rendah Hal ini mungkin disebabkan pengelola Obat di Puskesmas masih berstatus Tenaga Teknis Kefarmasian dan Keperawatan sedangkan merujuk pada PP 51 tahun 2009 tentang pelayanan kefarmasian seyogyanya Pengelola Obat di Puskesmas Perawatan wajib Dari monitoring dan Evaluasi yang dilakukan kepada Puskesmas Kab/Kota diperoleh hasil rata – rata kesesuaian jenis obat yang tersedia dibandingkan dengan DOEN sudah maksimal yaitu ± 97 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh aktifnya sosialisasi penggunaan obat Generik di 5 kabupaten sejak tahun 2011 dan 2012. Pelayanan Kefarmasian terhadap 5 (lima ) rumah sakit yaitu terdapat 1 rumah sakit yang sudah memiliki struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), 6 diantaranya di pimpin oleh Apoteker. Dari 6 rumah sakit yang sudah memiliki IFRS, 3 RS diantaranya telah memiliki
  • 80. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 76 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan Formularium Rumah Sakit ( Majene, mamuju dan Polewali Mandar ). a. Dari 1 RS yang mempunyai Formularium RS, diperoleh tingkat kepatuhan dokter dalam mematuhi Formularium Rumah Sakit b. Kegiatan Farmasi Klinik yang terbanyak dilakukan oleh Apoteker adalah Pelayanan Informasi Obat (PIO) yaitu sebanyak 5 RS satu diantaranya sudah memiliki kepustakaan PIO sedangkan kegiatan Farmasi Klinik berupa pengkajian resep hanya dilakukan oleh 1 RS c. Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS berdasarkan: DOEN, Data Catatan Medik, Anggaran yang tersedia, Penetapan Prioritas, Siklus Penyakit, Sisa Persediaan dan data pemakaian Priode yang lalu. Terdapat 5 RS yang perencanaan pengadaan obatnya sudah mengikuti dasar – dasar di atas sisanya merencanakan obat memakai salah satu atau lebih dasar - dasar di atas d. Dalam pengembangan SDM di RS ada 1 RS yang telah melaksanakan pendidikan berkelanjutan e. RS yang memiliki SOP untuk setiap kegiatan pelayanan Farmasi adalah sebanyak 3 RS . Dari gambaran diatas, pelayanan kefarmasian di rumah sakit belum berjalan secara optimal, Analisa hasil monitoring terhadap pelayanan kefarmasian di rumah sakit diperoleh sebagai berikut:  Kurangnya jumlah RS yang memiliki struktur IFRS, PFT, Formularium Rumah Sakit, Kepatuhan menerapkan Formularium RS menunjukkan masih rendahnya komitmen dari pihak management RS, hal ini mungkin disebabkannya pelayanan kefarmasian tidak dimasukkan dalam akreditasi tahap awal,serta kurangnya Advokasi dari Apoteker yang
  • 81. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 77 bertugas di Rumah Sakit kemungkinan disebabkan kemampuan advokasi yang masih kurang.  Kegiatan Farmasi Klinik berupa PIO dan pengkajian resep serta pembuatan SOP yang dilakukan Apoteker di RS masih rendah kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri dan keilmuan yang dimiliki oleh Apoteker di RS.  Perencanaan Pengadaaan Obat di IFRS pada umumnya sudah mengikuti dasar-dasar yang ada. Dari hasil monitoring Sarana SUB PAK yang terletak di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Polewali 8 (delapan) sarana SUB PAK, dapat digambarkan Dari semua Sarana SUB PAK yang berada di Kabupaten mamuju dan Kabupaten Polewali Mandar sampai Bulan Juli 2012 belum ada yang merubah Sarana SUB PAK ke PAK.Untuk Pengujian sampiling Alkes dan PKRT yang telah dilakukan oleh seksi Obat Tradisional dan Alat Kesehatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012 menunjukkan hasil yang positif hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian Sampling alat Kesehatan [ALKES] dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga [PKRT] dari BPOM RI Jakarta. Pelayanan farmasi komunitas khususnya di Apotek belum terlaksana dengan baik sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan SK Menkes No.1207/2004, faktor kehadiran Apoteker sangat menentukan dalam hal ini, dimana 80 % APA adalah PNS dan tidak adanya Apoteker Pendamping pada jam buka apotek, sanksi belum berjalan.
  • 82. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 78 Jumlah PBF tahun 2012 adalah 2 sarana, dengan perincian 2 PBF pusat yang aktif mengirimkan laporan hingga triwulan IV ( tahun 2010 ) adalah 2 PBF ( 100 %) sedangkan yang Dalam penerapan sistem pelaporan menggunakan software yang ditetapkan oleh Depkes belum ada tenaga penanggung jawab PBF yang dilatih. Oleh karena itu masih diperlukan pelatihan serupa untuk PBF yang belum mendapat pelatihan Peningkatan SDM Kefarmasian melalui pelaksanaan Jabatan Fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker serta melalui Pendidikan berkelanjutan, lebih banyak dilaksanakan bekerjasama dengan Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi, antara lain dengan melakukan uji kompetensi Apoteker secara bertahap, pada saat ini sudah diikuti lebih kurang 4 apoteker dan pelaksanaan berbagai kegiatan seminar. Dalam rangka terkendalinya distribusi Narkotika dan Psikotropika telah diterapkan sistem pelaporan melalui software secara berjenjang dari Sarana ( Apotek, RS, dan Puskesmas ) ke Dinas Kab/Kota, selanjutnya ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Ke Kementerian Kesehatan. Dari Kab/Kota yang sudah mendapat pelatihan software rata-rata yang sudah mengirimkan laporannya setiap bulan ke Dinas Kesehatan Propinsi adalah 25% untuk Laporan Penggunaan Narkotika dan 10 % untuk Psikotropika. Selanjutnya Dinas Kesehatan Propinsi melaporkan hasil rekapan laporan dari kab/kota setiap bulannya untuk
  • 83. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 79 narkotika dan triwulan untuk psikotropika ke Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes Kementerian Kesehatan RI Dalam rangka terwujudnya mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan yang beredar; bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi telah melakukan penertiban terhadap distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan dan masih ditemukannya produk yang tidak memenuhi syarat. Dalam rangka pencapai tujuan dan sasaran dari Program Obat dan Perbekalan Kesehatan serta Program Pengawasan Obat dan Makanan dilaksanakan berbagai Kegiatan dengan sumber anggaran pembiayaan APBN untuk Program Obat dan Perbekalan Kesehatan dan APBD untuk Program Pengawasan Obat dan Makanan. Dari analisa situasi yang telah dipaparkan di atas, telah dilakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan ketercapaian sasaran program namun masih ditemukan beberapa masalah sebagai berikut : a. Anggaran obat mempengaruhi ketersediaan obat di kab/kota dimana anggaran yang tersedia masih belum sesuai dengan yang diharapkan, disamping itu dengan adanya kebijakan Permendagri No. 13 tidak diperkenankannya lagi mengalokasikan anggaran ke daerah bawahan. Untuk itu kegiatan yang terkait untuk meningkatan anggaran obat seperti melakukan pertemuan advokasi pengelolaan obat terpadu pada tahun 2012 kepada pengambil keputusan di
  • 84. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 80 kab/kota harus dilaksanakan, serta kegiatan untuk pengelolaan obat di sarana kesehatan perlu ditingkatkan. b. Penerapan Pharmaceutical Care (PC) di Rumah Sakit masih belum terlaksana sesuai dengan standard pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Untuk itu masih diperlukan lagi berbagai upaya dalam kebijakan lintas sektor maupun lintas program terutama dalam kebijakan akreditasi rumah sakit dimana pelayanan farmasi dipisahkan dari pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang masuk dalam akreditasi tahap I, sedangkan pelayanan farmasi dimasukkan dalam akreditasi tahap II. Demikian juga ditinjau dari kewenangan yang diatur dalam PP 38 tahun 2007 semakin terlihat tidak adanya ditingkatan pemerintahan ( Pusat/Propinsi/Kab yang bertanggung jawab terhadap kewenangan pelayanan kefarmasian. c. Program Kefarmasian pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan melalui Program Obat dan Perbekalan Kesehatan serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang masih perlu dilakukan peningkatan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan. d. Masih diperlukan kegiatan – kegiatan intervensi untuk mendukung pelaksanaan program kefarmasian guna mencapai sasaran program dan Kegiatan lintas sektor dan lintas program perlu ditingkat untuk mensinergiskan program farmasi dengan program lainnya
  • 85. Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2011 81 e. Agar pelayanan kefarmasian di rumah sakit dapat berjalan dengan baik , diperlukan review terhadap kebijakan rumah sakit khususnya yang berhubungan dengan akreditasi rumah sakit, sehingga pelayanan kefarmasian dapat dimasukkan kedalam akreditasi tahap pertama bersama dengan pelayanan medis dan pelayanan keperawatan f. Agar pelayanan kefarmasian di Apotek dapat berjalan sesuai standar yang diharapkan regulasi dalam bidang pekerjaan kefarmasian sebagaimana yang telah dirancang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian dapat segera terwujud ( PP 51 Tahun 2009 ). Dalam rangka peningkatan mutu sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan, sudah saatnya Pemerintah melaksanakan akreditasi khususnya terhadap sarana distribusi sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Kewenangan yang tertuang dalam PP 38 tahun 2007, KONAS 2006.
  • 86. BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat. A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya adalah sebagai berikut : 1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI Seorang ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya. Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.
  • 87. a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4) Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat kegiatan adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1 dan K4 Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan program dalam menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2011 sebesar 97,8%, menurun dibandingkan tahun 2010 sebesar 99,2%. Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil. Cakupan K4 Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011 sebesar 78,1% dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 sebesar 74,9%.
  • 88. Gambar 4.18 Persentase cakupan pelayanan K1 dan K4 ibu hamil Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, 2012 Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan peningkatan dalam empat tahun terakhir dari tahun 2006 - 2010 yang berarti terjadi peningkatan kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, namun menunjukkan penurunan dari tahun 2010 – 2011. Hal ini menunjukkan adanya penurunan program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu hamil. Hal ini harus menjadi perhatian dari pemegang program untuk meningkatkan program pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan memberikan kesadaran kepada masyarakat (ibu hamil) untuk memeriksakan kesehatannya, terutama kabupaten Mamasa yang cakupannya terendah 88,7%. Gambaran cakupan pelayanan K1 dan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di lihat pada gambar 4.19 berikut:
  • 89. Gambar 4.19 Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil Menurut Kabupaten Tahun 2011 Sumber : Program Ibu dan Anak, Binkesmas Dinkes Sulbar, 2012 Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2011 presentase ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang tertinggi adalah Kabupaten Majene (85%) setelah itu Kabupaten Mamuju 81,1% dan yang terendah adalah Kabupaten Mamasa (70%). Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga dengan adanya program kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan K4. Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang drop out. Semua kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat cakupan K1 lebih banyak dari ibu hamil dari sasaran yang telah mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1- K4 sejumlah 19,1% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak
  • 90. pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu hamil secara berkala di wilayah kerja masing – masing. Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada kehamilan trimester 3 b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki kompetensi Kebidanan Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 79,3% meningkat di bandingkan tahun 2010 sebesar 73,1% % Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
  • 91. tahun 2006-2011 cenderung meningkat selama 4 tahun terakhir, namun belum mencapai target Standar Pelayanan Minimal tahun 2015 sebesar 90%. Capaian Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat hal dapat di lihat pada gambar 4.20 berikut ini : Gambar 4.20 Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2011 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak, Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2012