1. PEMERINTAH KABUPATEN GARUT
DINAS PENDIDIKAN
SMP NEGERI 1 LELES
Jl. Raya Leles No. 7 Telp. (0262) 455209 Garut
DIKTAT SEJARAH KELAS IX
[SEMESTER II]
A. Demokrasi Terpimpin
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 maka sejarah
Demokrasi Liberal yang terjadi antara tahun 1950-1959 berakhir, mengakhiri
masa-masa instabilitas yang mewarnai sejarah Indonesia pada waktu itu.
Sejak itu maka kita memasuki sejarah baru yaitu masa sejarah Demokrasi
Terpimpin. Ada beberapa hal yang menyebabkan Presiden Soekarno
melaksanakan sistem demokrasi yang baru ini, hal yang paling
memungkinkan Presiden Soekarno menerapkan sistem baru ini adalah
terjadinya kegagalan sistem Demokrasi Liberal, dan traumanya sejarah kita
yang kita alami pada masa itu.
Bila sebelumnya menurut UUDS/1950 kepala pemerintahan di pegang
oleh perdana menetri, maka setelah Dekrit Presiden kepala pemerintahan
kembali dipegang oleh presiden sendiri. Selanjutnya pada tanggal 22 Juli
1959 dikeluarkan Penetapan Presiden No 1 tahun 1959 yang menetapkan
bahwa sementara DPR menurut UUD 1945 belum terbentuk, maka DPR
yang dibentuk menurut UU No 7 tahun 1953 dapat menjalankan tugas
seperti DPR menurut UUD 1945.
Dijelaskan menurut Penetapan Presiden No 1 tahun 1959 bahwa,
”Penetapan Presiden ialah penetapan presiden sebelum adanya DPR dan
MPR dan ini in concreto dalam rangka pelaksanaan Dekrit Presiden RI/Panglima
Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Juli 1959, tindakan yang dilakukan
dengan Penetapan Presiden itu akan dipertanggung jawabkan hanya
kepada MPR yang melakukan kedaulatan rakyat sepenuhnya.”
Selanjutnya menurut surat presiden tanggal 20 Agustus 1959 yang
ditujukan kepada DPR dinyatakan bahwa semenjak berlakunya kembali UUD
Sydjspd2008-09 1
2. 1945 dikenal adanya bentuk peraturan-peraturan yang baru disamping UUD
1945 yaitu:
1. Penetapan Presiden.
2. Peraturan Presiden.
3. Peraturan Pemerintah untuk melakssankan Peraturan Presiden.
4. Keputusan Presiden.
5. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri .
Tindakan presiden selanjutnya adalah pembentukan kabinet. Kabinet
yang dibentuk disebut dengan kabinet kerja yang para menterinya tidak lagi
terikat dari partai mana asalnya. Karena Moh Hatta sudah menyatakan
mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden sejak tanggal 1 Desember
1959, maka sebagai penggantinya dibentuklah jabatan Menteri Pertama,
jabatan Menteri Pertama ini langsung berada dibawah presiden.
Pembentukan Kabinet Kerja dengan Ir. Djuanda sebagi Menteri Pertama.
Kabinet Kerja ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 yang merupakan Zaken
Kabinet dengan program :
1. Melengkapi sandang pangan rakyat.
2. Melaksanakan keamanan rakyat dan negara.
3. Melanjutkan perjuangan untuk menentang imperialisme untuk
mengembalikan Irian Barat.
Pembentukan DPR
Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan
kembali UUD1945, maka para anggota DPR hasil pemilu tahun 1955
menyatakan kesediaannya untuk bekerja terus, karena adanya kesediaan
para anggota DPR itu,maka pada tanggal 22 Juli 1959 dikeluarkanlah
penetapan Presiden No. Tahun 1959 tentang penetapan DPR sebagai
realisasi dari penepatan Presiden No. 1 Tahun 1959 tentang penepatan
DPR, maka pelantikan anggota DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR
berdasarkan UUD 1945 itu dilaksanakan pada 23 Juli 1959.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Sebelum ada MPR yang tetap sesuai dengan UUD 1945, maka
dibentuk Majelis Permusayawaratan Sementara (MPRS). MPRS ini dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No.2 Tahun 1959. Anggota-anggota
MPRS itu ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan beberapa syarat,
yaitu :
Sydjspd2008-09 2
3. ~ Setuju kembali UUD 1945
~ Setia kepada perjuangan Republik Indonesia.
~ Setuju kepada manifeso Politik ( manipol )
Keanggotaan MPRS itu terdiri atas: anggota DPR ditambah utusan –
utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan. Anggota DPR, 94 utusan
daerah dan 200 Wakil Golongan Karya. Dalam Penetapan Presiden ini
ditegaskan bahwa tugas MPRS adalah menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Selanjutnya MPRS mulai melakukan Sidang Umum
yang pertama yang dilaksanakan di di Bandung tanggal 10 Nopember-7
Desember 1960 yang berhasil menetapkan :
1. Tap MPRS No I/MPRS/1960 mengenai Manifesto Politik Republik
Indonesia sebagai GBHN.
2. Tap MPRS No II/MPRS/1060 mengenai Garis-Garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama
[1961-1969]
Pembentukan DPAS yang lazim disebut dewan Pertimbangan Agung
Sementara. Badan ini dibentuk dengan berdasarkan Penetapan Presiden
No. 3 Tahun 1959. Anggota berjumlah 45 orang yang terdiri dari 12 orang
wakil golongan politik, 8 orang utusan daerah, 24 wakil golongan karya dan
satu orang wakil ketua. Keanggotaan DPAS dilantik tanggal 15 Agustus
1959, sebagai ketua presiden sendiri dan wakil ketua Ruslan Abdulgani,
pada tanggal itu juga dilantik Ketua Dewan Perancang Nasional yaitu Mr.
Moh Yamin dan Ketua Badan Pengawas Kegiatan Aparatur yaitu Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Pembentukan DPR-GR
Pemerintah mengajukan Anggaran Belanja Negara kepada DPR,
tetapi ternyata DPR menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan oleh
Pemerintah bulan Juni 1960. Akibat dari penolakan DPR terhadap usulan
tersebut maka Presiden membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum Tahun
1955. Pembubaran DPR ini berdasarkan Penetapan Presiden No.3 Tahun
1960. Setelah DPR dibubarkan,maka Presiden Soekarno kemudian
membentuk Dewan Perwakolan Rakyat Gotong Royong [DPRGR]
keanggotaan DRPGR semuanya dibentuk oleh presiden. DPRGR dilantik
pada tanggal 25 Juni 1960 dengan tugas:
1. Melaksanakan Manipol.
Sydjspd2008-09 3
4. 2. Mewujudkan amanat Penderitaan Rakyat.
3. Melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Penetapan GBHN.
Dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1959, Presiden Sukarno mengucapkan pidato yang berjudul
”Penemuan Kembali Repolusi Kita”.Pidato ini dikenal dan diberi sebutan ”
Manifesto Politik Republik Indonesia (MANIPOL)”.
Kemudian DPAS dalam sidangnya tanggal 23-25 September 1959
mengusulkan agar Manipol menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara.
Penetapan manipol menjadi GBHN Pertama-tama dilakukan dengan
Penpres No.1 Tahun 1960, Kemudian dikukuhkan MPRS dengan ketetapan
No.1/MPRS/1960.
Ditambahkan juga oleh Presiden Sukarno bahwa intisari Manipol itu
ada lima hal,yaitu:
~ Undang-undang Dasar 1945
~ Sosialisme Indonesia.
~ Demokrasi Terpimpin.
~ Ekonomi Terpimpin.
~ Kepribadian Indonesia atau disingkat USDEK.
Dengan keluarnya Dekrit Presiden yang menyatakan
kembalinya/diberlakukannya kembali UUD 1945, pada awalnya masyarakat
Indonesia optimis bahwa kembali kepada UUD 1945,bangsa dan negara
Indonesia akan mengalami perubahan struktur politik yang lebih baik.
Masyarakat yang telah lama hidup dalam kekalutan politik merindukan suatu
masa kehidupan yang diwarnai kehidupan politik berdasarkan konstitusi
yang berlaku, sehingga tercipta alam kehidupan yang stabil, damai, tenang,
dan aman. Dengan demikian akan tercipta pula perkembangan dan
perbaikan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Namun harapan tinggal
harapan,keinginan dan kerinduan masyarakat akan pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen tidak dapat terpenuhi,bahkan kehidupan
masyarakat semakin terpuruk.
Kehidupan politik nasional pada masa Demokrasi Terpimpin selain
ditandai dengan adanya penyimpangan- penyimpangan terhadap UUD 1945,
juga ditandai adanya kekalutan dan pertentangan-pertentangan politik.
Sydjspd2008-09 4
5. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuatan politik terbagi dalam tiga
kutub,yaitu Presiden Soekarno, PKI dan TNI-AD.
Dalam sistem Demokrasi Terpimpin partai-partai pada umumnya tidak
diberi tempat dalam percaturan politik parlementer sebagaimana mestinya
dalam kehidupan demokrasi. Bahkan DPR-GR sendiri sebagai lembaga
demokrasi tidak mempunyai peran yang berarti.
Ketika terjadi perbubaran terhadap DPR hasil pemilu tahun 1955,
tindakan itu mendapat reaksi yang keras dari partai-partai politik. Beberapa
partai mendirikan Liga Demokrasi yang diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU,
beranggotakan beberapa tokoh parpol,seperti Masyumi, Parkindo, Partai
Katolik, Liga Muslim, PSI, dan IPKI. Mereka menyaatkan bahwa
kebijaksanaan Presiden membubarkan DPR hasil pemilu serta pembentukan
DPR-GR merupakan tindakan yang tidak tepat. Liga Demokrasi
menyusulkan agar dibentuk DPR yang demokrasi dan konsitusional. Selain
itu terdapat tokoh-tokoh di luar Liga Demokrasi yang menyatakan
keberatan atas pembubaran DPR hasil pemilu,seperti teman lama Presiden
Soekarno dalam PNI, yaitu Mr.Sartono dan Mr. Iskaq Cokrohadisoeryo.juga
Soetomo dari PRI dengan tegas menyatakan lewat pengaduanya bahwa
tindakan pembubaran parlemen merupakan tindakan sewenang-wenang
dengan alasan:
a.Ada paksaan untuk menerima manipol tanpa diberi waktu terlebih
dulu untuk mempelajari .
b. Ada paksaan untuk bekerja sama antar golongan
nasional,agama,dan komunis.
Reaksi-reaksi yang dilancarkan oleh beberapa partai tersebut
ditanggapi Presiden Soekarno dengan rencana membubarkan partai-partai
tersebut.Tetapi rencana pembubaran partai ditentang oleh PNI dan PKI,
sehingga tidak jadi. Namun,Partai Masyumi dan PSI yang dianggap terlibat
pemberontakan PRRI/Permesta dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960
oleh Presiden Soekarno.
Di antar partai-partai yang ada, PKI merupakan partai yang
menempati kedudukan istimewa di dalam sistem Demokrasi Terpimpin
Presiden Soekarno yang berintikan Nasakom. Begitu pula dalam hal
kegiatan politik pada masa itu didemokrasi oleh PKI. Garis politik PKI dapat
ditelusuri sejak pemberontakan PKI Madium tahun 1948, yang tujuan
akhirnya adalah perebutan kekuasaan negara dan menggantikan ideologi
Sydjspd2008-09 5
6. Pancasila dengan Komunisme. Dalam usaha mencapai tujuan politiknya, PKI
menjalankan tindakan-tindakan sebagai berikut,
a.Dalam negeri, berusaha keras untuk memecah belah atau
menyusupi tubuh partai atau organisasi massa atau badan-badan lainya
dari pihak yang dianggap lawan. Di bidang pendidikan berusaha
memasukan Marxisme sebagai salah satu mata pelajaran wajib, dibidang
militer berusaha mengindoktrinasi perwira-perwira dengan ajaran
komunisme dan membina sel-sel di kalangan ABRI.
b.Luar negri, berusaha untuk membelokkan politik luar negri yang yang
bebas aktif menjadi politik yang condong ke Blok Timur/Blok Komunis.
Dengan mendekati Presiden Soekarno,kedudukan PKI sangat kuat.
Untuk mengaburkan bahwa PKI bersifat internasionalis dan anti agama, PKI
mengakui Manipol yang harus dipegang teguh sebagai satu-satunya ajaran
Revolusi Indonesia yang belum selesai. Dengan Demokrasi Pancasila dapat
digeser dan digantikan oleh Manipol. Pada tanggal 16 Oktober 1964, DN
Aidit di depan kader Revolusi mengatakan bahwa ”Pancasila hanya
merupakan alat pemersatu, dan kalau kita sudah bersatu, Pancasila tidak
diperlukan lagi”.Tindakan tersebut menimbulkan kegelisahan dalam
masyarakat, terutama tokoh-tokoh yang meyakini Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Sekelompok wartawan yang mempunyai keyakinan kuat terhadap
Pancasila dan untuk melawan aksi teror PKI di bidang budaya dan pers
membentuk Barisan Pendukung Soekarno (BPS) dengan harapan Presiden
Soekarno berpaling dari PKI dan menempatan diri di pihak pembela
Pancasila. Dukungan ini diterima oleh Presiden Soekarno bahkan BPS
dilarang keberadannya.
Di antara partai-partai yang ada dan berani menentang PKI adalah
partai Murba,tetapi akhirnya partai ini dibubarkan oleh Presiden Soekarno
karena hasutan PKI. Partai PKI juga berhasil menyusup ke dalam tubuh PNI
yang menyebabkan partai ini pecah menjadi dua kubu,yaitu PNI di bawah
pimpinan Ali Sastroamidjojo yang disusupi oleh kader PKI, yakni
Ir.Surachman sehingga haluan politiknya menjadi sejajar dengan PKI
.Sedangkan tokoh-tokoh PNI sejati membentuk kepengurusan sendiri di
bawah pimpinan Osa Maliki dan Usep Ranawijaya yang dikenal dengan PNI
Osa-Usep.
Sydjspd2008-09 6
7. Satu-satunya kekuatan sosial politik terorganisir yang mampu
menghalangi PKI dalam usaha merobohkan Pancasila dan Republik
Indonesia adalah TNI. Oleh karena itu, PKI memusatkan perhatiannya
kepada usaha menguasai TNI dengan cara mananam sel-sel serta
membina simpatisan-simpatisan dan dengan jalan menjelek-jelekkan nama
serta memfitnah pemimpin TNI yang gigih membela Pancasila.
Di daerah-daerah, terutama yang banyak kader PKI nya,mereka
melancarkan aksi-aksi sepihak dalam rangka land reform. Anggota PKI atau
Barisan Tani Indonesia sebagai ormasnya diperintahkan begitu saja
mengambil tanah orang lain untuk kemudian dibagi-bagikan kepada buruh
tani. Tindakan ini dimaksudkan untuk menguji tekad TNI dan Polisi serta
mengukur kekuatannya dalam menghadapi ABRI. Aksi-aksi sepihak itu
contohnya di Badar Betsy (Sumatra Timur),Boyolali (Jawa Tengah),dan
Jengkol (Jawa Timur). Tindakan aksi sepihak ini banyak memakan korban
tetapi didiamkan oleh pemerintah.
Merasa menang, maka PKI lebih meningkatkan aksinya. PKI
menyarankan agar segera dibentuk Angkatan ke-5 selain TNI-AD,TNI-
AU,dan Kepolisian. Upaya ini gagal karena ditentang oleh TNI AD. Pada
akhirnya PKI melakukan kampanye untuk pembentukan Kabinet
Nasakom,upaya ini berhasil walau masih sedikit dengan masuknya tokoh-
tokoh utama PKI sebagai menteri tanpa memegang depertemen, seperti
D.N. Aidit ,M.H. .Lukman,dan Nyono.
B. Peristiwa G 30 S/ PKI/1965.
Sebagai fakta sejarah setiap orang Indonesia tidak akan melupakannya,
bahwa di negara ini pernah terjadi peristiwa di tahun 1965 yang dikenal
dengan nama Gerakan 30 September (G 30 S). Peristiwa ini terjadi pada
terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari yang menyebabkan
terbunuhnya sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat. Secara normatif dan
konvensional sifatnya, bahwa peristiwa itu terjadi adanya keinginan dari PKI
untuk membentuk negara Soviet-Indonesia dan menggantikan Pancasila
dengan dasar ideologi komunis. Karena itu sampai sekarang banyak istilah
untuk menyambut peristiwa tersebut,seperti G 30 S-PKI,G 30 S,Gestapu,
Gestok dan Kudeta 1 Oktober 1965.
Sydjspd2008-09 7
8. G 30 S /PKI adalah istilah resmi yang digunakan pemerintah Orde
Baru,bahkan dibekukan dalam buku-buku pembelajaran sejarah resmi yang
sampai sekarang sudah menjadi perbendaharaan kata masyarakat
Indonesia. Gestapu, kependekan dari Gerakan September Tiga Puluh. Istilah
ini muncul pada tanggal 1 Oktober 1965 yang diperkirakan berasal dari
kelompok mahasiswa pada saat itu. Merupakan istilah yang kurang cocok
kalau dilihat dari struktur tata bahasa Indonesia.Gestok,singkatan dari
Gerakan Satu Oktober,istilah ini pertama digunakan oleh Soekarno yang
diambil saat Gerakan Untung mengadakan penculikan terhadap sejumlah
jendral yang menurut rencana dilaksanakan pada dini hari 30 September
1965,tetapi oleh Sjam diundur menjadi 1 Oktober 1965 dini hari. Istilah G 30
S adalah istilah yang mengacu dari rencana nama operasi yang ditetapkan
pada rapat terakhir pada tanggal 29 September 1965 yang oleh Sjam dan
Aidit untuk mendahului operasi yang katanya dilakukan oleh Dewan Jendral
dan McVey dikenal dengan nama Kudeta 1 Oktober 1965.Sutrisno memberi
istilah G 30 S-PKI dengan tanda baca penghubung (-) karena kini terasakan
bahwa diantara G 30 dengan PKI yang korelatif itu, masih terasakan adanya
celah yang dapat diisi sebuah rekonstuksi yang akan melengkapi
pemahaman sejarah dengan lebih valid, karena jauh lebih jujur dan
bersungguh-sungguh.
Masyarakat sangat percaya bahwa PKI akan membentuk negara
komunis Indonesia dan ini sudah sejak lama sebelumnya sudah
direncanakan. Peristiwa di tahun 1926 di Jawa Barat dan Sumatra Barat
tahun 1948 di Madiun merupakan indikasi kuat akan keinginan mendirikan
negara komunis, tetapi gagal. Kegagalan ini menyebabhan Aidit dan
H.M.Lukman yang baru datang dari luar negri pada bulan Juli 1950 menata
kembali partainya. Mereka mendarat di Tanjung Priok yang dibantu oleh
Kamaruzaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam. Kegagalan yang
menyebabkan pada tahun 1954 mengubah strategi dalam menanamkan
pengaruhnya kembali di tanah air melalui MKTBP (Metode Kombinasi Tiga
Bentuk Perjuangan)nyang meliputi:
1. Perjuangan gerilya didesa yang terdiri dari kaum buruh tani dan
tani miskin.
2. Perjuangan revolusioner kaum buruh di kota-kota, terutama kaum
buruh angkutan.
Sydjspd2008-09 8
9. 3. Bekerja secara intensif di kalangan musuh, terutama di kalangan
angkutan bersenjata.
Dalam rangka melaksanakan dan mensukseskan tugas MKTBP maka
dibentuklah Biro Penghubungan yang kemudian di tahun 1964 dikenal
dengan nama Biro Khusus. Adapun tugas dari Biro Khusus ini adalah:
1. Mengambangkan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI
guna menyusun potensi dan kekuatan bersenjata. Mengingat tugas
ini memerlukan waktu yang lama dan ketekunana usaha serta
hasilnya tidak selalu memuaskan, maka sekurang-kurangnya
diusahakan untuk mendapatkan simpatisan yang tidak memusuhi PKI.
2. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia
menjadi anggota PKI dan disumpah, dapat membina para anggota
ABRI lainya. Dalam rangka mengembangkan pengaruh dan ideologi
komunis di lingkungan ABRI dapat ditempuh cara-cara melalui
penyelenggaraan diskusi-diskusi yang teratur sampai mereka
menjadi pengikut PKI yang dapat dipercaya.
3. Mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atan menjadi pengikut
PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bagi kepentingannya.
Kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun dasawarsa 50
han memperkokoh kedudukan PKI pada masa demokrasi terpimpin ini.
Fakta menunjukkan bahwa pada Pemilu 1955 PKI dapat memposisikan
partainya di nomor empat terbesar dalam parlemen. Dan ini adalah hasil
dari demokrasi yang ”mungkin” paling demokratis dan realistis.
Keberhasilan inilah yang mendorong Pres Soekarno untuk memasukkan PKI
sebagai salah satu anggota DRPGR, yang sesuai dengan namanya
berisikan empat parpol yang menjadi pemenang Pemilu 1955 yaitu Partai
Nasional Indonesia (PNI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi),
Nahdathul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Situasi ini
diperparah dengan pembentukan Kabinet Dwikora 27 Agustus 1964 dimana
orang-orang PKI seperti Dr. Soebandrio menjadi waperdam I, Chairul Saleh
menjadi Waperdam III.
Kedudukan PKI di tahun 1965 an semakin kokoh ,apalagi dengan
keberhasilan Biro khusus yang berhasil menanamkan pengaruhnya di
kalangan militer,dukungan kebijakan Pres Soekarno kepada anggota PNI
yang tidak mau bekerja sama dengan PKI dilakukan pemecatan dari PNI.
Sydjspd2008-09 9
10. Pada Agustus 1965 PKI mengumumkan keanggotaannya yang berjumlah 27
juta.
Pada saat menjelang ulang tahun ABRI Oktober 1965, muncul isu
adanya Dewan Jenderal Angkatan Darat yang akan mengadakan
kudeta/mengadakan perebutan kekuasaan. Adapun isu Dewan Jenderal
tersebut adalah;
1. Perdana Menteri : Jendral A.H. Nasution.
2. Wakil PM/Menham : Letjen A. Yani.
3. Mengadri : Hadisubono.
4. Menlu : Roeslan Abdulgani.
5. Menhub/perdaglu : Brigjen Sukendro.
6. Men/Jaksa Umum : Mayjen. S. Parman.
7. Menag : K.H. Rusli
8. Men/Pangab : Mayjen Ibrahim Adjie.
9. Men/Pangal : Komodor Rusmin Nuryadin.
10. Men/Pangak : Mayjen Pol Yasin..
Pada ssat kondisi Pres Soekarno semakin terpuruk, maka konsolidasi
yang dilakukan PKI semakin kuat, tanggal 4 Agustus 1965 oleh dokter China
yang menangani kesehatan Pres Soekarno dikatakan bahwa kondisi
Soekarno akan lumpuh atau meninggal. Kesimpulan ini di tindaklanjuti
dengan langkah rapat pertama PKI adalah mengadakan rapat tanggal 6
September 1965 membicarakan situasi kesehatan Pres Soekarno, rapat kedua
tanggal 9 September 1965 taktik pelaksanaan gerakan, rapat ketiga tanggal 13
September 1965 tinjauan kesatuan yang ada di Jakarta, rapat keempat tanggal
15 September 1965 membicarakan kesatuan yang dapat diajak dalam
gerakan, rapat kelima tanggal 17 September 1965 membicarakan kesatuan
yang sanggup diajak dalam gerakan seperti Kol. Inf. A. Latief, Mayor Udara
Sujono. Rapat keenam tanggal 19 September 1965, ketujuh tanggal 22 September
1965, kedelapan tanggal 24 September 1965, kesembilan tanggal 26 September
1965, kesepuluh tanggal 29 September 1965 penetapan nama gerakannya
yaitu Gerakan 30 September dan putusan perubahan hari H dan jam J, yang
semula direncanakan keesokan harinya tanggal 30 September 1965 jam
04.00 menjadi tanggal 1 Oktober 1965 menjelang dini hari.
Sesuai dengan rencana, gerakan dibagi tiga komando tugas:
Sydjspd2008-09 10
11. 1. Komando Penculikan dan Penyergapan dipimpin oleh Letnan Satu Dul
Arief,
2. Komando Penguasaan dipimpin Kapten Suradi.
3. Komando Basis dipimpin oleh Mayor Udara Gatot Sukresno
Komando penculikan dan penyergapan memakai nama sandi
Pasopati, Komando penguasan Kota memakai nama sandi Bima Sakti,
Komando Basis memakai nama sandi Gatotkaca.
Disaat situasi masih penuh dengan kecurigaan, Komandan Batalyon I
Kawal Cakrabirawa ( Pasukan Khusus Pengawal Presiden ) dibawah
pimpinan Letnan Kolonel Untung meninggalkan Lubang Buaya pada tengah
malam dipenghujung hari Kamis tanggal 30 September dan awal 1 Oktober 1965, mereka
melakukan penculikan dan pembunuhan kepada para petinggi AD yang
dianggap berseberangan dengan kepentingan politik PKI dan
membunuhnya lalu dibuangnya di Lubang Buaya Halim Perdanakusuma,
mereka yang menjadi korban ádalah :
1. Menteri/Panglima Angkatan Darat ( Men/Pangad) Letjen Ahmad Yani.
2. Deputy II Pangad Mayjen R. Soeprapto.
3. Deputy III Pangad Mayjen Harjono Mas Tirtodarmo.
4. Asisten I Pangad Mayjen Siswono Parman.
5. Asisten IV Pangad Brigjen Donald Izacus Panjaitan
6. Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD Brigjen Soetojo
Siswomihardjo.
7. Letnan Satu Piere Andreas Tendean.
8. Ajun Inspektur Polisi Karel Satsuat Tubun.
9. Ade Irma Suryani Nasution.
10. Kolonel Katamso Dhramokusumo.
11. Letnan Kolonel Sugiyono
Pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari, Komandan Komando G 30 S/
PKI Letnan kolonel Untung mengumumkan melalui RRI tentang adanya
penggagalan kudeta yang dilakukan oleh Dewan Jenderal berhasil
digagalkan oleh Gerakan 30 September 1965, pernyataan ini dilanjutkan
dengan dibentuknya Dewan revolusi yang dipimpin oleh letkol Untung,
Pembubaran Kabinet Dwikora, penghapusan pangkat jenderal dalam TNI.
C. Operasi Penumpasan Peristiwa G.30.S/PKI/1965.
Sydjspd2008-09 11
12. Karena adanya kevakuman dalam AD, Panglima Mayjen Kostrad
Soeharto segera mengambil sikap untuk melakukan/ melaksanakan operasi
penumpasan. Pada hari Jumat tanggal 1 Oktober 1965 sore hari, Pasukan RPKAD
dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo berhasil menguasai RRI
Pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi, keberhasilan ini dilanjutkan pada
hari Sabtu tanggal 2 Oktober 1965 berhasil menguasai Halim Perdanakusuma
Jakarta, hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965 Pasukan RPKAD dibawa pimpinan C.I.
Santoso berhasil menguasai Lubang Buaya, ini berkat laporan dan bantuan
dari Brigadir Polisi Sukitman yang berhasil melarikan diri dari penculikan
gerakan ini. Pada hari Senin tangga 4 Oktober 1965 pengangkatan para jenazah
dari Lubang Buaya, sebuah sumur kedalaman 12 meter dan diameter
sekitar 60-75 cm. Tanggal 5 Oktober hari Selasa bertepatan dengan Hari Ulang
Tahun TNI dilakukan upacara penghormatan penguburan jenazah para
petinggi AD yang gugur, dan berdasarkan Keputusan Presiden No 111/KOTI/
1965 mereka diangkat dan memperoleh gelar ”Pahlawan Revolusi.”
Operasi penumpasan diteruskan dan akhirnya, tokoh-tokoh gerakan
seperti kolonel Latief Komando Brigade Infantri I/Kodam V Jaya berhasil
ditangkap tanggal 9 Oktober di Jakarta, tanggal 11 Oktober 1965 Letkol
Untung Sutopo ditangkap di Tegal, Ketua CC PKI Dipa Nusantara Aidit
ditembak mati tanggal 22 November 1965 di Surakarta, yang diajukan
kepangadilan militer Nyono, Untung sutopo, Kol Latief, Dr. Soebandrio,
Omar Dhani, Kamaruzaman, Sudisman, Oetomo Ramelan, Kol Sahirman,
Mayor Mulyono, Brigjen Soepaedjo.
Operasi lainnya di Jawa Tengah TNI berhasil menembak mati Kol
Sahirman, Kol Maryono ,Letkol Usman, Mayor R.W Sakirno, Kapten Sukarno
D. Polemik Peristiwa G.30.S/PKI/1965.
1. Versi PKI dalang dari peristiwa Gerakan 30 September .
Penganut versi ini mengatakan bahwa PKI adalah tokoh utama peristiwa.
Bukti ini didukung dengan adanya Biro khusus yang dipimpin oleh Syam
Kamaruzaman dan berhasil menyusun organisasi gerakan seperti,
Pimpinan gerakan : D.N Aidit.
Pimpinan pelaksana : Syam Kamaruzaman.
Pimpinan militer : Letkol Untung sutopo.
Pimpinan sipil : Syam dan Pono.
Sydjspd2008-09 12
13. Pimpinan observasi : Bono alias Waluyo
Bukti lain dukungan Surat Kabar Harian Rakyat tanggal 2 Oktober 1965
terhadap Gerakan 30 September, pernyataan ini diperkuat atas kesaksian
Nyono di Mahkamah Luar Biasa ( Mahmilub).
2. Versi peristiwa Gerakan 30 September sebenarnya akibat konplik intern tubuh
Angkatan Darat.
Versi ini dikemukakan oleh Ben Anderson dan Ruth Me Vey yang
disebut dengan Cornell Paper, dikatakan dalam tulisan tersebut bahwa PKI
tidak mempunyai motip kudeta, karana posisinya sangat menguntungkan.
Yang terpenting buat PKI adalah mempertahankan status quo bukan
mengacaukan situasi yang juntru merugikan PKI. Menurut buku ini, peristiwa
ini adalah murni masalah intern AD yang dilakukan oleh para perwira
menengah progresif yang kecewa dengan kepemimpinan AD yang korup
sehingga ini perlu diingatkan.
3. Versi Letjen Soeharto yang sesungguhnya berada dibalik peristiwa Gerakan 30
September .
Selaku Panglima Kostrad, beliau adalah orang kedua dijajaran AD jika
Panglima AD berhalangan atau pergi keluar negeri. Logikanya ia harus
menjadi target operasi gerakan 30 September , tapi dalam kenyataan ia
tidak dalam daftar anggota AD yang harus disingkirkan. Menurut
W.F.Wertheim dari Belanda, bahkan Soeharto memiliki kedekatan dengan
Untung dan Latief. Dalam majalah Der Spiegel Juni 1970 Soeharto mengakui
pernah berbicara dengan Latief di RSPAD Gatot Subroto, pada malam 30
September 1965. Namun pernyataan ini di bantah dalam buku Soeharto,
Pikiran,Ucapan, dan Tindakan Saya.
4. Versi bahwa AS tidak ikut campur dalam peristiwa Gerakan 30 September.
Menurut versi ini Soekarno pernah menerima surat dari Untung, versi
ini terkumpul dalam dokumen CIA yang keluar 1995 The Coup that Backfire. Juga
disebutkan kemarahan Soekarno kepada Brigjen Sugandhi yang
mengetahuinya akan ada gerakan 30 september, tetapi justru Sugandhi
dimarahi oleh Soekarno.
Sydjspd2008-09 13
14. 5. Versi Peristiwa Gerakan 30 September adalah skenario Pres Soekarno untuk
melenyapkan para perwira tinggi yang menentang politiknya.
Versi ini ada menurut pengakuan Bambang Widjanarko kepada ahli
sejarawan AS Anthony Dake, pernyataan ini diperkuat dengan keberadaan
Soekarno di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pada waktu peristiwa
itu.
6. Versi Gerakan 30 September adalah ikut camput CIA
CIA dianggap memprovokatori PKI untuk mengadakan kudeta, tetapi
kudeta yang prematur sehingga mudah untuk ditumpas, versi ini
dikemukakan oleh Peter Dale Scoot UCLA, tetapi ini dibantah oleh Audrey
dan George Mc Turner Kahin dalam buku Subversion as a Foreign karena justru
Inggris lah yang sangat berkepentingan sebab pada waktu itu Indonesia
sedang bermasalah dengan Malaysia.
D. Situasi politik pasca peristiwa G.30 September 1965.
Lepas dari berbagai polemik mengenai peristiwa G.30 September
1965 yang berkembang akhir-akhir ini, sejarah ternyata mencatat bahwa
peristiwa ini telah membuka tabir atau tameng siapa sebenarnya
aktor/tokoh yang menyebabkan peristiwa ini.Gerakan 30 September 1965
adalah merupakan suatu revolusi politik negara yang dicatat sebagai satu
revolusi politik terbesar didunia. Revolusi besar ini ditandai dengan
meninggalnya para/beberapa perwira tinggi militer, jiwa raga mereka
korbankan untuk mempertahankan kemerdekaan demi tegaknya cita-cita
proklamasi dan terus kokohnya ideologi negara Pancasila.
Setelah berhasilnya pemerintah menguasai keadaan, setelah
peristiwa G. 30 September 1965, disemua lapisan masyarakat timbul bentuk
ketidak sukaannya kepada PKI, dari lapisan masyarakat bawah sampai
atas,meminta kepada pemerintah agar membubarkan PKI dan mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa ini. Namun pemerintah ternyata
tidak tegas dalam menanggapi keinginan ini, bahkan ada kesan pemerintah
seakan-akan menunda penyelesaiaan masalah ini, hal inilah yang
menyebabkan munculnya gerakan-gerakan massa sebagai wadah dalam
berbagai kesatuan aksi.
Sydjspd2008-09 14
15. Masyarakat umum dan parta-partai politik yang berseberangan
dengan PKI secara spontan mulai membentuk berbagai kelompok aksi yang
menuntut pertanggung jawaban PKI dan para pendudungnya. Pada tanggal
8 Oktober 1965, mulai terjadi demontrasi massa menuntut pertanggung
jawaban dan pembubaran organisasi PKI. Sementara itu Presiden Soekarno
tidak pernah mengutuk bahkan menghukum PKI yang dianggap sebagai
dalang peristiwa Gerakan 30 September. Presiden hanya berjanji akan
memberikan penyelesaian politis, tetapi tidak pernah dilaksanakan. Bagi
Presiden Soekarno, komunis adalah unsur Nasakom yang harus ditegakkan
pada waktu itu. Hal ini diartikan oleh masyarakat dan TNI, bahwa Presiden
Soekarno membela PKI. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya krisis
kemimpinan, di mana wibawa dan kepopuleran Presiden Soekarno merosot
dari hari ke hari dan bahkan menciptakan medan permusukan baru,yaitu
antara Presiden Soekarno dengan kesatuan aksi yang sedang bangkit.
Kelompok masyrakat yang merasa bertanggung jawab untuk
memperbaiki situasi politik situasi politik dan ekonomi pada waktu itu
melakukan tindakan-tindakan penghukuman terhadap PKI. Di Jakarta sendiri
sebagi ibu kota negara, masyarakat yang menamakan dirinya sebagai
pembela Pancasila membentuk Komando Aksi Pengganyangan Gerakan 30
September/PKI. Kemudian mereka mendirikan kesatuan aksi dalam
kelompoknya sendiri. Kelompok Mahasiswa mendirikan Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia ( KAMI ) pada tanggal 25 Oktober 1965. Sejak
itu,lahirlah kesatuan-kesatuan aksi lain seperti Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia ( KAPPI ),Kesatuan Aksi Buruh Indonesia ( KABI ),
Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI ),Kesatuan Aksi guru Indonesia
(KAGI ),Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia ( KASI ), Kesatuan Aksi Pengemudi
Becak Indonesia ( KAPBI ).
Dalam rangka meningkatkan kegiatanya Kesatuan–kesatuan aksi itu
bersama–sama dengan partai politik dan organisasi massa lainya yang
menentang PKI membentuk Front Pancasila,dan mengadakan rapat akbar
pada tanggal 26 Oktober 1965 di Lapangan Banteng Jakarta. Dalam
organisasi mereka menuntut penyelesaian politis terhadap PKI dan tokoh-
tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
Menghadapi arus demontrasi yang kian deras, Presiden Soekarno
akan mengadakan penyelesaian politik terhadap pelaku pemberontakan
Gerakan 30 September 1965. Namun janji teersebut tidak pernah ditepati.
Sydjspd2008-09 15
16. Hal ini menyebabkan para mahasiswa, pelajar, dan kelompok lainnya yang
didukung oleh masyarakat luas dan juga TNI mulai melakukan tindakan yang
langsung mengaruh kepada main hukum sendiri terhadap tokoh dan
organisasi PKI berserta ormas-ormasnya.
Pertikaian dan bentrokan langsung antara para pemuda ,mahasiswa,
pelajar, dan kesatuan aksi lainya dengan PKI dan pendukungnya tidak dapat
dihindarkan lagi. Di beberapa tempat, seperti di Jakarta, Yogyakarta, dan di
berbagai daerah lainnya telah terjadi pertikaian langsung dengan PKI dan
pendukungnya telah menimbulkan korban jiwa karena aksi berkembang
menjadi aksi kekerasan. Namun aksi kekerasan ini juga di manfaatkan oleh
kelompok atau individu tertentu untuk kepentingan sendiri.
Akibatnya,orang-orang yang tidak ada kaitnya dengan PKI atau organisasi
pendukungnya menjadi korban. Tidak ada yang tahu secara pasti berapa
jumlah orang yang telah terbunuh,karena semuanya hanya berdasarkan
perkiraan. Hal yang pasti telah terjadi adanya pelanggaran terhadap hak-
hak asasi manusia.
Sementara itu keadaan ekonomi Indonesia semakin memburuk pada
tahun 1965 inflasi mencapai 636%. Untuk mengatasi keadaan ini pemerintah
melakukan kebijakan dengan cara mendevaluasi mata uang rupiah dengan
tidak diimbangi produksi dan ekspor yang justru semakin mempersulit
kehidupan rakyat, harga–harga semakin membumbung tinggi, terjadi inflasi
yang terus meningkat. Akibatnya pada tanggal 6 Januari 1966 KAMI
meminta agar kenaikan harga barang itu ditinjau kembali, tetapi tidak
mendapat tanggapan dari pemerintah. Akhirnya dengan dipelopori KAMI
dan KAPPI pada tanggal 10 Januari 1966, Kesatuan – kesatuan Aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila turun ke jalan melakukan demontrasi,
sehingga muncul sebutan DPR jalanan. Mereka secara bersama-sama
mendatangi halaman Gedung DPR-GR dan mengajukan tiga buah tuntutan,
yang kemudian di kenal sebagai Tritura ( Tri Tuntutan Rakyat ),yang isinya:
1. Bubarkan PKI:
2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI;
3. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Demontrasi ini berlangsung lebih dari tiga bulan sampai
dikeluarkannya Surat Pemerintah 11 Maret 1966. Menanggapi aksi-aksi
mahasiswa dan pelajar di Jakarta itu Presiden Soekarno mengundang para
Sydjspd2008-09 16
17. wakil mahasiswa untuk mengikuti sidang Paripurna Kabinet Dwikora pada
tanggal 15 Januarai 1966 di Istana Bogor. Dalam sidang tersebut Presiden
Soekarno mengutuk aksi-aksi mahasiswa, tetapi sekali lagi berjanji akan
memberikan penyelesaian politik, bahkan menawarkan jabatan menteri
kepada siapa saja yang sanggup menurunkan harga.
Karena desakan dari berbagai elemen masyarakat semakin besar,
pemerintahan Presiden Soekarno membuat satu keputusan meresufle
kabinet Dwikora yang diumumkan pada tanggal 21 Februari 1966 menjadi
Kabinet Dwi Kora yang disempurnakan atau Kabinet seratus menteri (102).
Tetapi sususnan kabinet ini tidak memuaskan masyarakat karena
orang/tokoh PKI yang lainnya seperti Dr Soebandrio, Letkol Syafei masih
dipertahankan sedangkan Jend Nasution yang Pancasilais tidak menjabat.
Puncaknya dalam pelantikan susunan kabinet yang baru ini pada tanggal 24
Februari 1966 bentrokan antara pemerintah dengan mahasiswa tidak
terelakan, pada peristiwa ini meninggal mahasiswa Arif Rahman Hakim.
Pemerintah telah mengadili tokoh yang terlibat dalam gerakan 30
September 1965, namun keinginan masyarakat untuk membubarkan PKI
belum di tanggapi oleh pemerintahan Preside Soekarno, melihat tindakan
pemerintah yang demikian menyebabkan tindakan aksi-aksi mahasiswa
smakin meningkat. Tindakan mahasiswa ini kemudian ditanggapi oleh
Presiden Soekarno dengan membubarkan KAMI pada tanggal 26 Pebruai
1966, penutupan Universitas Indonesia Jakarta tanggal 3 Maret 1966. Sikap
pemerintah tersebut justru semakin meningkatkan demonstrasi mahasiswa
menentang pemerintah, suhu politik semakin panas.
Akhirnya pada hari Jumat, tanggal 11 Maret 1966 jam 09.00
diadakanlah sidang paripurna kabinet di Istana Merdeka Jakarta, tentunya
dengan tujuan untuk mencari penyelesaiaan masalah yang semakin kritis
,semua menteri hadir kecuali Menteri Panglima AD Letjen Soeharto karena
sakit. Sidang baru saja dimulai, tiba-tiba ajudan presiden Brigjen Sabur
menyampaikan laporan kepada presiden, bahwa disekitar Istana Merdeka
terdapat ”pasukan asing” yang sedang mengepung Istana Merdeka,pasukan
tanpa identitas. Tanpa berkata apapun Presiden Soekarno menuju
helikopter di ikuti oleh ajudan Brigjen M.Sabur ( versi penyusun karena posisinya sebagai
ajudan presiden ) sedangkan menurut sumber lain tidak ikut (?) di ikuti Waperdam I Dr.
Subandrio, Waperdam III Chairul Saleh menuju Bogor, sedangkan sidang
Sydjspd2008-09 17
18. dilanjutkan oleh Waperdam II Dr.J.Leimena diakhiri tanpa menghasilkan
keputusan yang dikehendaki oleh rakyat.
Dalam sidang paripurna tersebut juga dihadiri oleh Menteri Urusan
Veteran Brigjen Basuki Rachmat, Menteri Perindustrian M. Yusuf, Pangdam
V/Jayakarta Brigjen Amir Machmud, melihat kejadian tersebut M. Yusuf
segera melaporkan peristiwa kepada Letjen Soeharto, setelah komunikasi
dengan Letjen Soeharto mereka bertiga segera menyusul Presiden
Soekarno ke Bogor dan untuk meyakinkan Presiden Soekarno mengenai
situasi yang sebenarnya yang terjadi di sekitar Istana Merdeka. Sebelum
berangkat mereka bertiga mendapat amanat dari Letjen Soeharto untuk
Presiden Soekarno, bahwa ”saya sanggup mengatasi keadaan apabila Presiden
Soekarno memberikan kepercayaan kepada saya”
Berdasarkan amanat tersebut kemudian ketiganya berangkat ke
Bogor, sehingga sekarang di Bogor bertemu dua kelompok, yaitu kelompok
Soekarno beserta Dr. Soebandrio, Dr. Chairul Saleh, Dr. J. Leimena dan M.
Sabur (versi buku lain M. Sabur baru berangkat bersamaan dengan ketiga perwira AD ), dan
kelompok Soeharto yang diwakili oleh Basuki Rachmat, Amir Mahmud, dan
M. Yusuf. Kedua kelompok itu kemudian mulai merumuskan rancangan
pemberian wewenang kepada Soeharto. Konsep Supersemar disusun oleh
Brigjen Sabur ( menurut salah satu sumber ) menyerahkan surat perintah
kepada Letjen Soeharto yang berisikan perintah untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban serta menjaga wibawa pemerintah. Saat
dikeluarkan Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru
Dalam sumber yang lain dikatakan bahwa setelah Presiden Soekarno
mendengar pesan amanat yang disampaokan oleh ketiga utusan itu, lalu
Presiden memerintahkan Dr Soebandrio, Dr Chairul Saleh, Dr J.Lemiana,
Brigjen Sabur dan ketiga perwira tersebut untuk menyusun surat perintah
itu yang lalau kemudian dikenal sebagai nama Supersemar sekarang ini.
Berbicara tentang Supersemar, sekaramg ini muncul tu;isan yang
memperdebatkan keaslian supersemar ini. Amir Machmud salah satu
pelaku peristiwa ini mengatakan bahwa supersemsr adalah mujizat, lebih
jauh ia mengatakan bahwa penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeksrno
kepasda Soeharto bukan coup secara halus. Dikatakan juga pada saat
Soekarno membacakan konsep supersemar, dia melihat kami semua dan
berkata ’ saya tandatangani apa tidak ?”. Kami semua jadi bungkam,
Sydjspd2008-09 18
19. akhirnya ketiga kalinyakarena tidak ada yang menjawab, beliau melihat
surat itu lagi, sebelum bertanya lagi lalu saya katakan ”pak gampang saja,
ucapkan bismillahirrohmanirohhim ” ucapan itu diiyakan oleh semua yang
hadir, bung Karno lalu menandatanganinya.
Menurut versi Amir Machmud dialah yang nyeletuk agar Bung Karno
membuat surat perintah kepada Pak Harto, tertapi lain lagi pengakuan dari
Letjen Kemel Idris yang pada saat itu menjabat Kepala Staf Kostrad ,dia
mengatakan Dewan jenderal itu ada, tetapi semacam Dewan Kehormatan
dalm tubuh militer, pasukan yang berada disekitar istana merdeka pada
saat sidang pariputna Kabinet Dwikora tanggal 11 Maret 1966 adalah
pasukan RPKAD pimpinsn Kolonel Sarwo Edhi yang melepaskan tanda
pengenal militernya dengan tujuan untuk menangkaop Soebandrio yang
terus bersembunyi.
Salah satu tokoh lain yaitu M. Yusup mengatakan bahwa ”naskah
supersemar yang asli tidak akan saya berikan kepada siapapun, pak Harto
pernah meminta tetapi saya tetap semula ” Kita berpendapat semua
perbedaan kita hargai dan ini adalah tantangan para akedemisi dan ahli
sejarah untuk menggali kemurnia sejarah Supersemar,namun secsrs umum
supersemar mempunyai makna yang pernting seperti;
1. Keluarnya Supersemar merupakan tonggak lahirnya Orde Baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Dengan Supersemar menyebabkan Letjen Soeharto memngambil
tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan
ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan wibawa
pemeerintah demi keutuha Negara RI.
3. Berlandaskan pada Supersemar Letjen Soeharto mengambil tindakan
yang penting dan memberi arah baru pada perjalanan berbangsa dan
bernegara.
4. Keluarnya Supersemar diyakini sebagai langkah awal penataan
kembali pemerintahan sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.
Keluarnya Supersemar merupakan awal dari Orde Baru dan sesuai
engan
isi dari Supersemar sejak 11 Maret 1966 Letnan Jendral Soeharto sudah
mempunyai hak dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan isi Supersemar.
Karena itu berdasarkan Supersemar menjadi landasan yuridis Letnan
Sydjspd2008-09 19
20. Jenderal Soeharto mengambil langkah-langkah di segala bidang demi
keselamatan negara.
Sebagai konsekuensi dari isi Supersemar yang di antaranya berbunyi
“….mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya
keamanan dan ketenangan” Langkah pertama yang dilakukan pada
tannggal 12 Maret 1966 adalah membubarkan dan pelarangan PKI,
termasuk ormas-ormasnya dari tingkat pusat sampai daerah. Langkah
berikutnya tanggal 18 Maret 1966 yaitu pengamanan dan penangkapan
terhadap lima belas mentri Kabinet Dwikora yang terlibat dalam persitiwa di
tahun 1965. Kelimabelas mentri tersebut adalah Dr. Soebandrio, Dr. Chairul
Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Sumardjo, Oei Tju Tat, SH., Ir. Surachman,
Yusuf Muda Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto, A. Astrawinata,SH.,
Mayor Jenderal Achmadi, Drs. Moh. Achadi, Letnan Kolonel Sjafei, J.K.
Tumakaka, dan Mayor Jendral Dr. Soemarno.
Langkah berikutnya adalah pada tanggal 25 Juli 1966 tentang
pembentukan Kabinet Ampera sebagai pengganti Kabinet Dwikora. Adapun
tugas pokok dari Kabinet Ampera dikenal dengan nama Dwidharma yaitu
dalam rangka mewujudkan stabilitas politik dan ekonomi. Dalam
melaksanakan tugas ini maka penjabarannya tertuang dalam program
Kabinet Ampera yang dikenal dengan nama Catur Karya, meliputi:
a. memperbaiki perikehidupan rakyat, terutama dalam bidang
sandang dan pangan;
b. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti
tercantum dalam Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966;
c. melaksanaka politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk
kepentingan
nasional sesuai dengan Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966, dan;
d. melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia, yang pernah putus sejak 17
September 1963. Persetujuan normalisasi hubungan tersebut merupakan
hasil perundingan Bangkok (29 Mei- 1 Juni 1966).
Dalam sidang umum MPRS tanggal 20 Juni 1966 Soekarno dimintak
menyampaikan pidato pertanggungjawabannya terkait dengan peristiwa
Sydjspd2008-09 20
21. yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Dalam pertanggungjawaban ini
Soekarno
berpidato dengan nama NAWAKSARA yang artinya sembilan pasal. Pidato
Presiden Soekarno tersebut diatas tidak dapat diterima oleh MPRS,
sehingga
MPRS memberikan waktu kepada Presiden Soekarno untuk
menyempurnakan lagi pada tanggal 10 januari 1967 yang disebut
PELENGKAP NAWAKSARA yang dituangkan dalam Surat Presiden Republik
Indonesia No. 01/Pres/1967. Disini nampak terjadi pergeseran peranan
MPRS di hadapan pemegang Supersemar yang tidak sesuai dengan UUD
tahun 1945.
Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan 4 ketetapan,
diantaranya
Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan
Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal
Soeharto pemegang Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat
Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilu.
Dan pada tanggal 27 Maret 1968 dilakukan pelantikan Jendral
Soeharto pengemban Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden
Republik Indonesia yang kedua.
E. BERAKHIRNYA MASA ORDE BARU DAN LAHIRNYA REFORMASI .
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah
yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan
dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik,
demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda
berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial
merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi.
Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang
menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh
ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya
Sydjspd2008-09 21
22. pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan
nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum,
sosial, dan budaya. Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki
kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat.
1. Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
Faktor-faktor yang menyebabkan pemerintahan Orde Baru harus
mengakhiri kekuasaannya sama persis dengan faktor-faktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Secara substansial, berakhirnya
pemerintahan Orde Baru lebih disebabkan oleh ketidakmampuan
pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara.
Artinya, apabila pemerintahan Presiden Suharto mampu mengatasi segala
persoalan bangsa dan negara, niscaya gerakan reformasi tidak akan terjadi.
Selama ini, pemerintahan Orde Baru sering mengklaim telah berhasil
meningkatkan produksi nasional, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, dan berbagai keberhasilan di bidang fisik dan
non fisik, seperti perbaikan sarana transportasi, perumahan,
perekonomian, olah raga, pendidikan, dan kesehatan.
Gambaran tentang keberhasilan pembangunan nasional sering
dijadikan slogan bahwa pemerintahan Orde Baru telah berhasil mengubah
kondisi kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan orde
lama. Namun, pemerintahan Orde Baru tidak memberikan gambaran yang
benar bahwa keberhasilan itu harus dibayar dengan mahal oleh anak cucu
bangsa.
Kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing
yang tidak terkontrol secara baik, harga kebutuhan pokok yang tidak
menentu, kehidupan politik yang terpasung, dan sebagainya. Apakah yang
dilakukan PT Freefort di Papua? Apakah yang dilakukan oleh PT Newmont di
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat?
Sebab-sebab berakhirnya pemerintahan Orde Baru adalah
terbatasnya
kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara,
seperti:
1. Krisis Moneter
Sydjspd2008-09 22
23. Ketika krisis moneter melanda negara-negara Asia Tenggara, maka
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling lemah kemampuannya
untuk mengatasi krisis itu. Ada beberapa indikator ukuran ketidakmampuan
Indonesia, seperti:
a. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun sampai titik
terendah,
yaitu Rp 16,000.oo per dollat Amerika Serikat.
b. Lembaga perbankan mengalami keterpurukan sehingga beberapa bank
nasional harus dilikuidasi.
c. Harga barang-barang kebutuhan pokok meningkat sangat tinggi.
d. Dunia investasi mengalami kelesuan.
e. Daya beli masyarakat mengalami penurunan.
Ketidakmampuan Indonesia dalam mengatasi krisis moneter sebagai
akibat dari:
a. Ketergantungan Indonesia pada modal asing yang sangat tinggi.
b. Ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor.
c. Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Misalnya, sebagai negara agraris Indonesia masih mengimpor beras,
gula, minyak, dan sebagainya. Bersumber dari kesalahan pembangunan
ekonomi yang berorientasi pada industri besar, tetapi tidak didukung
dengan pembangunan industri hulu yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan setengah jadi. Misalnya, bahan baku industri textil Indonesia sangat
bergantung pada hasil impor. Padahal, Indonesia adalah salah satu
penghasil kapas terbesar di dunia.
2. Krisis Ekonomi
Krisis moneter membawa dampak yang sangat besar terhadap krisis
ekonomi. Krisis ekonomi ditandai oleh beberapa indikator, seperti:
a. Lemahnya investasi sehingga dunia industri dan usaha mengalami
keterpurukan sebagai akibat kekurangan modal.
b. Produktivitas dunia industri mengalami penurunan sehingga PHK menjadi
satu-satunya alternatif yang mudah untuk mempertahankan efisiensi
perusahaan.
c. Angka pengangguran sangat tinggi sehingga pendapatan dan daya beli
masyarakat menjadi sangat rendah.
Sydjspd2008-09 23
24. Semua itu membawa akibat terhadap kegiatan ekonomi yang
semakin rendah dan pada akhirnya produktivitas nasional mengalami
penurunan.
Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi bersumber
dari beberapa kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang kurang tepat.
Hal ini
dapat dilihat dari beberapa kenyataan, seperti:
a. Usaha pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil menengah
sebagai
soko guru perekonomian nasional kurang maksimal.
b. Jiwa kewirausahaan masyarakat tidak dapat berkembang karena
terbatasnya peluang dan adanya persaingan yang berat.
c. Pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib yang hidup di sektor
pertanian sehingga para pemuda di desa cenderung pergi ke kota untuk
mencari pekerjaan pada sektor industri.
Akibatnya, sektor pertanian tidak tergarap secara baik karena
kekurangan tenaga kerja di satu sisi dan ketidakmampuan masyarakat
memanfaatkan teknologi pertanian di sisi lain. Kebijakan pemerintah di
bidang ekonomi mengakibatkan kemampuan pemerintah dalam mengatasi
krisis ekonomi menjadi semakin lemah . Sektor industri tidak mampu
bersaing dengan industri negara-negara tetangga.
Demikian juga dengan sektor pertanian, di mana hasil pertanian
seperti buah-buahan yang dijualbelikan di mall-mall merupakan hasil impor.
Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang dilaksnakan pemerintahan
Orde Baru tidak didasarkana pada sumber daya alam maupun sumber daya
manusia Indonesia.
3. Krisis Politik
Sebenarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu
peduli
terhadap model atau sistem politik yang dibangun oleh pemerintahan Orde
Baru.
Yang penting masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam
mendapatkan
pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari.
Sydjspd2008-09 24
25. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat hanya mendambakan
kehidupan
yang tertib, tenang, damai, aman, serta adil dalam kemakmuran dan
makmur
dalam keadilan.
Namun dalam kenyataannya, dambaan masyarakat itu tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan politik yang dibangun pemerintahan Suharto.
Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional bersumber dari kebijakan
politik pemerintah. Oleh karena itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat
terpenuhi, maka muncu tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih
memperhatikan nasib masyarakat kecil.
Di sisi lain, kehidupan politik yang represif (yaitu suatu pemerintahan
yang ditandai dengan tekanan-tekanan) telah melahirkan konflik, kerusuhan,
dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir karena
ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam. Bahkan,
kerusuhan dan kekacauan itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat
dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya
krisis politik.
Sementara, pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu mengatasi
krisis politik yang berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang
dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk
mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde
Baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan
kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti.
4. Krisis Sosial
Krisis moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa
dan
negara Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan
terjadinya
perbaikan kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan
segera
datang. Berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat.
Demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori para mahasiswa telah
mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran,
Sydjspd2008-09 25
26. dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa
daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan
Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan
hubungan kerja (PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu
merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan
lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden
Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.
5. Krisis Hukum
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah
belum
dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman
menjadi
pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu,
tidak
mengherankan apabila seseorang yang dianggap bersalah bebas dari
hukuman
dan seseorang yang dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke
penjara.
Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa Orde Baru tidak
dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih
dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu,
bersamaan
dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang
hukum
(peradilan). Keadaan itulah yang menambah ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto.
Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu
jalan
adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan.
Para
mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai
tuntutan.
Sydjspd2008-09 26
27. Misalnya, adili Suharto dan kroni-kroninya, ciptakan pemerintahan yang
bersih
dari KKN, tegakkan supremasi hukum.
Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden Suharto
mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk
membentuk Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh
nasional. Tokoh-tokoh tersebut menolak panggilan dan ajakan Suharto
sehingga Presiden Suharto mengundurkan diri. Pepatah yang mengatakan
bahwa tiada yang kekal di dunia ini pantas dialamatkan kepada
pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto yang telah berkuasa
selama 32 tahun. Krisis multidimensi yang melanda negeri tercinta ini telah
menjadi penyebab lahirnya gerakan reformasi dan jatuhnya pemerintahan
Orde Baru pada tahun 1998.
Bagaimanakah proses lahirnya gerakan reformasi dan jatuhnya
pemerintahan Orde Baru? Persoalan ini layak untuk disimak dan dicermati
karena mengandung pelajaran yang berharga dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik pada masa yang akan
datang.
6. Lahirnya Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatatan perikehidupan lama
ke
tatanan perikehidupan baru yang lebih baik. Gerakan reformasi yang terjadi
di
Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk
melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan
perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan
demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang
tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru. Gerakan
reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat
dinikmati dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan
reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan. Oleh
karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam
waktu yang bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda
reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun
strategi yang
Sydjspd2008-09 27
28. tepat, seperti:
a. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus
direformasi
lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
b. Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai
tujuan dan
sasaran secara tepat.
Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan
cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-
cita
reformasi untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Indonesia akan gagal.
Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya gerakan
reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras,
terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan
garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus
antri untuk membeli sembako itu.
Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin
tidak
menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik
dan
ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan
masyarakat
Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde
Baru.
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan
masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya
gerakan
reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
2. Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan
faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan
Sydjspd2008-09 28
29. itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya,
terutama
ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan
Orde
Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak
konsisten
dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal
kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Masih ingatkah kamu akan pengertian Orde Baru?
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak
melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat
kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan
krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan
reformasi, seperti:
a. Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari
berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan
politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan
dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan
Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan
pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan
demokrasi rekayasa.
Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari,
oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan
untuk penguasa. Pemerintahan Orde Baru selalu melakukan intervensi
terhadap
kehidupan politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia
(PDI)
memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan
pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Kejadian
itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri mulai memanas.
Sydjspd2008-09 29
30. Namun, pemerintahan Orde Baru yang didukung Golongan Karya
(Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh
pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak
seperti tahun-tahun sebelumnya. Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun
oleh pemerintah Orde Baru sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa: ‘Kedaulatan ada di tangan rakyat
dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat’. Namun
dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan sekelompok orang tertentu.
Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga sebagian besar
anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari
para istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara.
Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
masyarakat terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya gerakan reformasi
yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen maupun
kaum cendekiawan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian
presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan
melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut
untuk melakukan reformasi total dalam segala bidang kehidupan, termasuk
keanggotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaruan terhadap lima paket Undang-Undang Politik yang dianggap
sebagai sumber ketidakadilan (lihat dalam bok di bawah ini). Keadaan
partaipartai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan
memperjuangkan aspirasi masyarakat Indonesia. Pembangunan nasional
selama pemerintahan Orde Baru dipandang telah gagal mewujudkan
kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan.
Bahkan, pembangunan nasional mengakibatkan terjadinya
ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial. Krisis politik semakin memanas,
setelah terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu
sebagai akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan
Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh PDI pimpinan
Sydjspd2008-09 30
31. Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban,
baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada
dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik
yang dibangun pemerintahan Orde Baru.
Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya
tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang
yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1) Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah
dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik
Indonesia).
2) Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu
atau demokrasi rekayasa.
3) Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4) Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga
negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5) Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun
Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan
itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis. Ciri-ciri itulah yang
menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di bidang politik.
Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam
kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada
bulan Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya
(Jabar) dan di Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak
(Kalbar). Ketegangan politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun
1997 yang berubah menjadi konflik antar etnik dan agama. Pada bulan
Maret 1997, terjadi kerusuhan di Pekalongan (Jateng) yang meluas ke
seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan di Banjarmasin meminta
korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah yang ikut
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Kekecewaan rakyat semakin
memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR
mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan
1998- 2003. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto terpilih
sebagai Presiden RI dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa
jabatan 1998- 2003. Bahkan, MPR menetapkan beberapa ketetapan yang
memberikan kewenangan khusus kepada presiden untuk mengendalikan
Sydjspd2008-09 31
32. negara. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari komposisi keanggotaan MPR
yang lebih mengarah pada hasil-hasil nepotisme.
Misalnya, menangkap orang-orang yang dianggap membahayakan
kekuasaannya, pembentukkan Tim Penembak Khusus (Petrus),
pembentukkan dewan-dewan untuk kepentingan kekuasaannya, dan
sebagainya. Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha
menekan kepemimpinan Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi.
Para mahasiswa, anggota LSM, cendekiawan semakin marah ketika
beberapa aktivitis ditangkap oleh aparat keamanan. Gerakan reformasi
tidak dapat dibendung dan dipandang sebagai satu-satunya jawaban untuk
menata kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik.
b. Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak
terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah
melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan
untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani
masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa.
Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945
yanf menyatakan bahwa ‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka
dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’. Sejak munculnya
gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi
di bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya
secara proporsional. Terjadinya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat,
salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang
hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka
merupakan salah pilar terwujudnya kehidupan yang demokratis, sekaligus
sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya.
c. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli
1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata,
ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda
Sydjspd2008-09 32
33. dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai
tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika
Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret
1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp
16,000.oo
per dollar. Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu.
Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi
pada akhir tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan
mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat memberikan hasil karena
pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar. Keadaan di atas
mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat
besar dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin
menurun dan gairah investasipun semakin melemah. Akibatnya, pemutusan
hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka penganggguranpun
terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah. Kesenjangan
ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring dengan
terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun
1997 sebagai akibat persediaan sembako semakin menipis dan menghilang
dari pasar. Akibatnya, harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan
makanan dan kelaparan melanda beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian
Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur, dan beberapa daerah di pulau Jawa.
Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah meminta bantuan kepada
Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana dari IMF belum
dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah menandatangani
50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal 15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
berbagai kondisi, seperti:
Sydjspd2008-09 33
34. 1) Hutang Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar
menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan
sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap
upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998,
sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan
Ketahanan Ekonomi yang dipimpin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang
Indonesia telah mencapai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang
swasta mencapai 73,962 dollar Amerika Serikat.
2) Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara
RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-
rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri
merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum
siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan
pemerintahan Orde Baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD
1945 secara konsisten dan konsekuen.
3) Pemerintahan Sentralistik. Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya
sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan
pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya
sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang
ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga
pemerintah daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Akibatnya,
terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu
mempersulit Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi karena daerah tidak
tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
4 ). Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan
terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu
berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menimbulkan ketidakpuasan
yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun
kerusuhan.
Sydjspd2008-09 34
35. Sementara, ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan
sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan
sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat.
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu
karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan
dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cendekiawan dengan
kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah.
Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan
demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para mahasiswa telah
mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan
demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial. Demonstrasi-
demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan
diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak
terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina
untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
5). Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik
yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan,
dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat
banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa,
terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi
pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa
yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan,
setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana,
Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan para
mahasiswa yang menderita
luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit jumlahnya, setelah bentrok
dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para demonstran.
Sydjspd2008-09 35
36. Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang
menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden
Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab
atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto kembali
ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto
mengundurkan diri. Bahkan, beberapa kawan terdekatnya mendesak agar
Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demikian, tuntutan
pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para mahasiswa dan para
oposisi politiknya.
Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk
mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi
mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil
rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan
mahasiswa tersebut mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan
DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan
pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Namun, himbauan
pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto mengundurkan diri dianggap
sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh karena itu,
ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang banyak
mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR.
Untuk menyikapi perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto
mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh
masyarakat di Jakarta. Kemudian, Presiden Suharto mengumumkan
tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan Kabinet
Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan
kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan
karena sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan
Reformasi dan seorang menteri menyatakan mundur dari jabatannya.
Keadaan itu merupakan bukti bahwa Presiden Suharto telah
menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa, aktivis LSM,
pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun
dari kawankawan terdekatnya. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998,
Presiden Suharto menyatakan
mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan
kekuasaan
Sydjspd2008-09 36
37. kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru di Istana Negara.
6 Kronologi Reformasi
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan
sebagai berikut:
a. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie
sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003.
Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
Kondisi kehidupan bangsa dan negara tidak kunjung membaik.
Perekonomian nasional semakin memburuk dan masalah-masalah sosial
semakin menumpuk. Keadaan itu menimbulkan keprihatinkan dan
kekhawatiran rakyat Indonesia.
b. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai
bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut
penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN,
dan
mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan. Semakin bertambahnya para
mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyebabkan aparat keamanan
kewalahan dan terjadilah bentrok antara para mahasiswa dan aparat
keamanan.
c. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa
Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat
keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia
Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie)
tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-
luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para
mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara
besar-besaran.
d. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi
kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat
mengalami
kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah,
bahkan ratusan orang mati terbakar.
Sydjspd2008-09 37
38. e. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung
MPR/DPR. Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia
berkumpul di alunalun
utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna
mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku
Alam VII. Inti isi maklumat tersebut adalah ‘anjuran kepada seluruh
masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa’.
f. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR
mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto
mengundurkan diri’.
g. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-
tokoh
agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam
rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden
Suharto. Namun, usaha itu mengalami kegagalan karena sebagian
tokohtokoh yang diundang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi
itu. Sementara, mahasiswa di gedung DPR/MPR tetap menuntut Suharto
turun dari kursi kepresidenan.
h. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden
Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan
beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945,
kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J.
Habibie
sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi
Presiden RI oleh Ketua MA.
Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan
atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial:
1 Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan berma-sayarakat,
berbangsa, dan
bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
2 Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan
pemerintahan orde
baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan.
Sydjspd2008-09 38
39. 3 Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang
sudah tidak mampu
mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untuk
mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa
dan negara Indonesia di masa yang akan datang.
Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan,
seperti:
1. Adili Suharto dan kroni-kroninya,
2. Laksanakan amandemen UUD 1945,
3. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya,
5. Tegakkan supremasi hukum,
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
Lima Paket UU Politik yang dianggap sebagai penyebab terjadinya ketidakadilan, yaitu:
1. UU No. 1/1985 tentang Pemilihan Umum,
2. UU No. 2/1985 tentang Susunan, Kedudukan,
Tugas, dan Wewenang DPR/MPR,
3. UU No. 3/1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
4. UU No. 5/1985 tentang Referendum, dan
5. UU No. 8/1985 tentang Organisasi Massa.
Sydjspd2008-09 39
40. DAPTAR PUSTAKA
1. Eddy Rosadi, Belajar Efektif, Sejarah Untuk Siswa SMA/MA Kelas XII, PT
Inti Media Ciptanusantara,2006.
2. Suparman Pengetahuan Sosial, Sejarah Untuk Kelas 3 SMP/MTs, Kurikulum
2004, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004.
3. Modul Diklat Peningkatan Pemahaman Sejarah Indonesia, Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan, 2003.
4. Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, 1975.
5. Kuntjoro Purbopranoto, Santiaji Pancasila, Statu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis
Konstitusional, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kurnia Esa
Yakarta, 1972.
6. Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Untuk SMA Kelas I,II,
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1981.
7. A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, PT Dian Rakyat,1986.
Sydjspd2008-09 40