SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 51
Downloaden Sie, um offline zu lesen
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB
PRODI MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
OLEH:
NAMA : SUKARDI
NIM : H111 11 002
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................1
BAB I TOERI CITRA DIGITAL.........................................................................3
1.1 Representasi Citra Digital...........................................................................3
1.2 Gambar Sebagai Matriks ............................................................................4
1.3 Resolusi Citra.............................................................................................4
1.3.1. Resolusi Spasial..................................................................................4
1.3.2 Resolusi kecemerlangan ......................................................................4
1.4 Citra warna (True Colour) ..........................................................................5
1.5 Citra warna (24 bit) ....................................................................................5
1.6 Format File Citra........................................................................................5
BAB II PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ........................................................7
2.1 Pengolahan Citra Digital ............................................................................7
2.1.1 Membaca/Memanggil Citra (Image) ....................................................7
2.1.2 Menampilkan Gambar .........................................................................9
2.2 Tipe Citra.................................................................................................10
2.2.1 Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB)............................ 11
2.2.2 Konversi Gambar RGB ke Grayscale................................................. 12
2.2.3 Konversi Gambar ke Hitam-Putih...................................................... 15
2.2.4 Komversi Gambar ke Biner ............................................................... 16
2.2.5 Perbandingan Matriks Warna dan Hitam Putih ..................................17
2.3 Function imadjust..................................................................................... 19
2.4 Histogram Processing and Function Plotting ............................................21
2.4.1 Generating and Plotting Image Histograms........................................21
2.4.2 Histogram Equalizati.........................................................................24
2
2.5 Spatial Filtering........................................................................................ 28
2.5.1 Linear Spatial Filtering......................................................................28
2.6 Transformasi Fourier Diskrit 2-Dimensi................................................... 37
2.7 Menghitung dan Menvisualisasikan 2-D DFT dalam MATLAB............... 38
2.8 Filtering In The Frequency Domain.......................................................... 47
3
BAB I
TEORI CITRA DIGITAL
1.1 Representasi Citra Digital
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari
suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang
bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti gambar pada
monitor televisi, foto sinar X, hasil CT scan dll. Sedangkan pada citra digital adalah
citra yang dapat diolah oleh computer.
Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M
kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel =
picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua
parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada
koordinat (π‘₯, 𝑦) adalah 𝑓(π‘₯, 𝑦), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik
itu.Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut.
𝑓( π‘₯, 𝑦) = [
𝑓(0,0) 𝑓(0,1) … 𝑓(0, 𝑀 βˆ’ 1)
𝑓(1,0) … … 𝑓(1, 𝑀 βˆ’ 1)
…
𝑓( 𝑁 βˆ’ 1,0)
…
𝑓( 𝑁 βˆ’ 1,1)
…
…
…
𝑓( 𝑁 βˆ’ 1, 𝑀 βˆ’ 1)
] (1.1)
Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat
dituliskan sebagai fungsi intensitas 𝑓 (π‘₯, 𝑦), dimana harga x (baris) dan y (kolom)
merupakan koordinat posisi dan 𝑓(π‘₯, 𝑦) adalah nilai fungsi pada setiap titik (π‘₯, 𝑦)
yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel
di titik tersebut. Pada proses digitalisasi (sampling dan kuantitas) diperoleh besar
baris M dan kolom N hingga citra membentuk matriks M x N dan jumlah tingkat
keabuan piksel G.
Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-
hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras,
transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala,
transformasigeometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang
4
optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi
objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau
reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data.
Input dari pengoalahan citra adalah citra, sedangkan outputnya adalah citra hasil
pengolahan.
1.2 Gambar Sebagai Matriks
Matriks adalah kumpulan bilangan- bilangan yang disusun dalam larik baris
dan kolom. Umumnya matriks diberi notasi huruf kapital A, B,....
Jika matriks A terdiri dari m baris dan n kolom (sering disebut ordo mxn), maka
dapat ditulis sebagai :
𝐴 = π‘Žπ‘–π‘— = [
π‘Ž11 π‘Ž12 … π‘Ž1𝑛
π‘Ž21 π‘Ž22
… π‘Ž2𝑛
…
π‘Ž π‘š1
…
π‘Ž π‘š2
…
…
…
π‘Ž π‘šπ‘›
] (1.2)
Perhatikan bahwa matriks yang terdiri dari 1 kolom sama dengan vektor.
1.3 Resolusi Citra
Resolusi citra merupakan tingkat detailnya suatu citra. Semakin tinggi
resolusinya semakin tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Menurut T,Sutoyo
ada dua jenis resolusi yang perlu diketahui, yaitu :
1.3.1. Resolusi Spasial
Resolusi spasial ini merupakan ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-
kisi baris dan kolom pada saat sampling.Resolusi ini dipakai untuk menentukan
jumlah pixel per satuan panjang. Biasanya satuan resolusi ini adalah dpi (dot per
inchi).
Resolusi ini sangat berpengaruh pada detail dan perhitungan gambar.
1.3.2 Resolusi kecemerlangan
Resolusi kecemerlangan (intensitas/ brightness) atau biasanya disebut
dengan kedalaman bit/ kedalaman warna (Bit Depth) adalah ukuran halus kasarnya
pembagian tingkat gradasi warna saat dilakukan kuantisasi. Bit Depth menentukan
5
berapa banyak informasi warna yang tersedia untuk ditampilkan dalam setiap
piksel. Semakin besar nilanya, semakin bagus kualitas gambar yang dihasilkan dan
tentu ukuran juga semakin besar.
1.4 Citra warna (True Colour)
Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi
dari tiga warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan
penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti mempunyai gradasi sebanyak 255 warna
berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28
. 28
. 28
= 224
=
16 π‘—π‘’π‘‘π‘Ž π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘Ž π‘™π‘’π‘π‘–β„Ž. Penyimpanan citra true color didalam memori berbeda
dengan citra grayscale. Setiap piksel dari citra grayscale 256 gradasi warna diwakili
oleh 1 byte. Sedangkan 1 piksel citra true color diwakili oleh 3 byte yang masing-
masing byte merepresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), biru (Blue) (T,
Sutoyo et al.2009: 22).
1.5 Citra warna (24 bit)
Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total
16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk
memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia.
Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna
saja.
Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan kedalam 1 byte data. 8 bit
pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit kedua
dan 8 bit terakhir merupakan warna merah.
1.6 Format File Citra
Sebuah format file citra harus dapat menyatukan kualitas citra, ukuran file
dan kompabilitas dengan berbagai aplikasi. Format file citra standar yang
digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Format- format ini digunakan untuk
menyimpan citra dalam sebuah file. Setiap format memiliki karakteristik masing-
masing. Ini adalah contoh format umum, yaitu : Bitmap (.bmp), tagged image
format (.tif, .tiff), Portable Network Graphics (.png), JPEG (.jpg), dll.
6
Bahkan menurut Sutoyo,T.Mulyanto,E, ada dua jenis format file citra yang
sering digunakan dalam pengolahan citra, yaitu citra bitmap dan citra vektor. Pada
citra bitmap ini sering disebut juga citra raster. Citra bitmap ini menyimpan data
kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per piksel).
Citra bitmap ini dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan
menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan yang lain. Citra ini memiliki
kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit.
Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari
sebuah gambar. Tetapi bila tampilan diperbesar maka tampilan di monitor akan
tampak pecah-pecah (kualitas citra menurun). Contoh format file citra antara lain
adalah BMP, GIFF, TIF, WPG, IMG, dll. Sedangkan pada format file citra vektor
merupakan citra vektor yang dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak
terdapat piksel, yaitu data yang tersimpan dalam bentuk vektor posisi, dimana yang
tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra
vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara
mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil,
kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat
menggunakan aplikasi- aplikasi citra vektor seperti CorelDRAW, Adobe Illustrator,
Macromedia Freehand, Autocad, dll.
7
BAB II
PENGOLAHAAAN CITRA DIGITAL
2.1 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
computer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
MATLAB adalah bahasa pemrograman computer yang tidak memerlukan
definsi variasi secara khusus , secara sederhana MATLAB bekerja seperti
kalkulator . cukup kita menuliskan intruksi operasi yang digunakan kemudian tekan
enter.
Dalam menyelesaikan tugas Rangkuman ini saya memncoba menjalankan
MATLAB untuk pengolahan citra digital, berikut adalah beberapa fungsi
MATLAB dalam pengolahan citra digital:
2.1.1 Membaca/Memanggil Citra (Image)
Pada program matlab fungsi untuk melakukan pembacaan image standar adalah:
π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘“π‘–π‘™π‘’π‘›π‘Žπ‘šπ‘’β€²
)
Contoh penggunaan Imread
Ganbar Asli:
>>𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’)
8
Ket: Menampilkan matriks tidak menggunakan ; namun jika hanya membaca saja
akhir perintah harus menggunakan ;.
>>Hasil Pembacaan Citra dalm bentuk MAtriks:
Hasil dari pembacaan imread(β€˜filename’) bisa berupa matriks dua dimensi jika
gambar yang dibaca adalah gambar grayscale dan matriks 3 dimensi jika berupa
gambar 3 dimesi.
Perintah imread(β€˜filename’) dapat digunakan untuk membaca/memanggil beberapa
format file. Antara lain:
Tabel 1. Format file yang bias digunakan untuk membaca perintah imread.
Format Deskripsi Extension
TIFF Tagged Image File Format .tif.tiff
JPEG Join Photographic Expert’s Group .jpeg.jpg
GIF Graphics Interchange Format .gif
BMP Windws Bitmap .bmp
9
PNG Portable Network Graphics .png
XWD X-Window Dump .xwd
Berikut contoh penggunaan sintaks imread(β€˜filename’):
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š1. 𝑗𝑝𝑔′);
>> 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃)
π‘Žπ‘›π‘  =
320 529
>> [𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃);
>> 𝑀 = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃, 1);
>> π‘€β„Žπ‘œπ‘  𝑃
π‘π‘Žπ‘šπ‘’ 𝑆𝑖𝑧𝑒 𝐡𝑦𝑑𝑒𝑠 πΆπ‘™π‘Žπ‘ π‘  π΄π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘‘π‘’π‘ 
𝑃 320π‘₯529π‘₯3 507840 𝑒𝑖𝑛𝑑8
Penjelasan:
𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’); Perintah imread digunakan untuk membaca image
dan file grafis polinom.jpg yang hasilnya berupa matriks dan di simpan dalam
sebuah variabel bernama P. Matriks citra disini akan memiliki bentuk tiga dimensi
dengan ukuran 320 Γ— 529 Γ— 3 karena didapat dari file citra warna RGB berukuran
320 Γ— 529 dengan tiga lapisan warna dasar red,green dan blue.
[𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃); perintah size digunakan untuk membaca ukuran matriks P. M
digunakan untuk menampung jumlah M, N menampung jumlah N dari matriks P.
2.1.2 Menampilkan Gambar
Untuk menampilkan gambar dengan nama file polinom.jpg di gunakan
source code sebagai berikut:
10
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃);
>> Hasilnya:
Gambar 1: Hasil Imshow(P)
Penejelasan:
Source code baris pertama membaca citra dengan nama file polinom.jpg dan
kemudian disimpan dalam variable a dalam bentuk matriks sedangkan baris kedua
untuk menampilkan file citra yang telah di baca.
2.2 Tipe Citra
Terdapat 4 tipe dari Citra yaitu:
1. Gray-Scale Images
2. Binary images
3. Indexed Images
4. RGB Images
Dibawah ini dijelaskan tentang pengolahan tipe Citra.
11
2.2.1 Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB)
MATLAB menyediakan fasilitas yang cukup baik dalam memisahkan
RGB(Red,Green,Blue).
Berikut contoh Ekstraksi Nilai Pikse(RGB):
>> π‘π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ;
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š1. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1);
>> π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› = 𝑃(: , : ,2);
>> 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃);
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘Žπ‘ π‘™π‘–β€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘Ÿπ‘’π‘‘);
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘€π‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Žβ€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,3);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘›);
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π»π‘–π‘—π‘Žπ‘’β€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,4);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑏𝑙𝑒𝑒);
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘Ÿπ‘’β€²);
>>
12
Hasilnya:
Gambar 3: hasil dari pemisahan RGB
Penjelasan:
𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); perintah ini berfungsi untuk membaca gambar..
π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1); perintah ini berfungsi hanya berisi piksel warna merah, π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› =
𝑃(: , : ,2); perintah ini berfungsi untuk membaca hanya pada piksel warna hijau
begitu pula dengan perintah 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3); hanya berisi piksel warna biru.
2.2.2 Konversi Gambar RGB ke Grayscale
Grayscaling adalah teknik yang digunakan untuk mengubah citra
berwarna(RGB) menjadi bentuk grayscale atau tingkat keabuan(dari hitam ke
putih).
Berikut contoh Ekstraksi Nilai Piksel (RGB);
>> π‘π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ;
>> 𝑅𝐺𝐡 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′);
>> 𝑃 = π‘Ÿπ‘”π‘2π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦(𝑅𝐺𝐡);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑅𝐺𝐡);
13
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž πΊπ‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘ π‘π‘Žπ‘™π‘’β€²);
>>
Hasilnya:
Gambar 4: Hasil dari pengubahan warna ke abu abuan
Untuk perubahan bentuk grayscale ini tidak menggunakan fungsi MATLAB
yang sudah ada yang merupakan nilai rata-rata piksel RGB tetapi masing-masing
nilai RGB diberi nilai bobot yang berbeda-beda, hal ini dengan mudah dilakukan
dengan menggunakan nilai seperti yang telah dilakukan diatas. Contoh sebagai
berikut:
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1);
>> π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› = 𝑃(: , : ,2);
>> 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3);
>> π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦2 = 0.3 βˆ— π‘Ÿπ‘’π‘‘ + 0.5 βˆ— π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› + 0.2 βˆ— 𝑏𝑙𝑒𝑒;
14
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘Ÿπ‘’π‘‘)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘€π‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Žβ€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘›);
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π»π‘–π‘—π‘Žπ‘’β€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,3);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑏𝑙𝑒𝑒)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘Ÿπ‘’β€²);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,4);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦2)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘ π‘π‘Žπ‘™π‘’β€²);
>>
Hasilnya:
Gambar 5: hasil dari pemisahan RGB dan Grayscale
15
2.2.3 Konversi Gambar ke Hitam-Putih
MATLAB menyediakan fungsi untuk meubah gambar yang memiliki warna
menjadi Hitam-Putih(BW)
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′);
>> π΅π‘Š = π‘–π‘š2𝑏𝑀(𝑃);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π΅π‘Š)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘Šβ€²);
>> π‘–π‘šπ‘€π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘’(π΅π‘Š, β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′, ′𝑗𝑝𝑔′)
>>
Hasilnya:
Gambar 6: Hasil Konversi Warna ke Hitam Putih
16
2.2.4 Komversi Gambar ke Biner
Binerisasi citra adalah salah satu proses penting yang biasanya dilakukan
dalam pengolahan citra.
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦ = π‘Ÿπ‘”π‘2π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦(𝑃);
>> π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž = π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦);
>> π‘–π‘šπ‘π‘€ = π‘–π‘š2𝑏𝑀(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦, π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′);
>> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘–π‘šπ‘π‘€)
>> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘›π‘’π‘Ÿβ€²)
>>
Hasilnya:
Gambar 7: Hasil konvers dari Citra Hitam Putih ke Citra Biner
17
Ada 2 fungsi penting dalam proses diatas yaitu thresh=graythresh(gray);
yang digunakan untuk mendapatkan nilai ambang batas dan
imbw=im2bw(gray,thresh); yang melakukan proses binerisasi citra itu sendiri.
2.2.5 Perbandingan Matriks Warna dan Hitam Putih
Gambar 8: Indeks Citra dengan x=17 dan y=22
Gambar 9: Hasil nilai matrik pada citra warna
18
Gambar 10: Indeks Citra pada x=17 dan y=22
Gambar 11: Hasil nilai Matrik pada Citra Hitam Putih
19
2.3 Function imadjust
>> 𝑔 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓. [π‘™π‘œπ‘€_𝑖𝑛 β„Žπ‘–π‘”β„Ž_𝑖𝑛], . . . [π‘™π‘œπ‘€_π‘œπ‘’π‘‘ β„Žπ‘–π‘”β„Ž_π‘œπ‘’π‘‘], π‘”π‘Žπ‘šπ‘šπ‘Ž)
>> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓);
Hasilnya adalah:
>> 𝑔1 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [0 1], [1 0]);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔1);
Hasilnya adalah:
20
>> 𝑔2 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [0.5 0.75], [0 1]);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔2);
Hasilnya adalah:
>> 𝑔3 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [], [],2);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔3);
Hasilnya adalah:
21
2.4 Histogram Processing and Function Plotting
2.4.1 Generating and Plotting Image Histograms
>> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′);
>> β„Ž = 𝑓(: , : ,1);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓), π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž)
Hasilnya adalah:
>> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž);
>> 𝑔1 = 𝑔(1: 10: 256);
>> β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§ = 1: 10: 256;
>> π‘π‘Žπ‘Ÿ(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑔1)
22
π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000])
>> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000])
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255)
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000)
π»π‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž:
>> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž);
>> 𝑔1 = 𝑔(1: 10: 256);
>> β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§ = 1: 10: 256;
>> π‘ π‘‘π‘’π‘š(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑔1, ′𝑓𝑖𝑙𝑙′)
>> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000])
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255)
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000)
>>
Hasilnya adalah:
23
>> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž);
>> π‘π‘™π‘œπ‘‘(𝑔)
>> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000])
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255)
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000)
>>
Hasilnya adalah:
2.4.1.1 Some Useful Plotting Function
β€’ π‘π‘™π‘œπ‘‘(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, β€™π‘π‘œπ‘™π‘œπ‘Ÿ_𝑙𝑖𝑛𝑒𝑠𝑑𝑦𝑙𝑒_π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘Ÿβ€™)
β€’ π‘π‘Žπ‘Ÿ(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, π‘€π‘–π‘‘π‘‘β„Ž)
24
β€’ π‘ π‘‘π‘’π‘š(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, β€™π‘π‘œπ‘™π‘œπ‘Ÿ_𝑙𝑖𝑛𝑒𝑠𝑑𝑦𝑙𝑒_π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘Ÿβ€™, ’𝑓𝑖𝑙𝑙’)
β€’ π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§π‘šπ‘–π‘› β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§π‘šπ‘Žπ‘₯ π‘£π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘šπ‘–π‘› π‘£π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘šπ‘Žπ‘₯])
β€’ π‘₯π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒)
β€’ π‘¦π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒)
β€’ 𝑑𝑒π‘₯𝑑(π‘₯π‘™π‘œπ‘, π‘¦π‘™π‘œπ‘, ’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒)
β€’ 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€™π‘‘π‘–π‘‘π‘™π‘’π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™)
Symbol Color Symbol Line Style Symbol Marker
k Black - Solid + Plus sign
w White -- Dashed o Circle
r Red : Dotted * Asterisk
g Green -. Dash-dot . Point
b Blue none No line x Cross
c Cyan s Square
y Yellow d Diamond
m Magenta none No marker
2.4.2 Histogram Equalizati
>> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃);
Hasilnya adalah:
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑓);
25
>> π‘¦π‘™π‘–π‘š(β€²π‘Žπ‘’π‘‘π‘œβ€²);
Hasilnya adalah
>> 𝑔 = β„Žπ‘–π‘ π‘‘π‘’π‘ž(𝑓, 256);
≫ π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔);
Hasilnya adalah
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑔);
Hasilnya adalah
26
>> π‘¦π‘™π‘–π‘š(β€²π‘Žπ‘’π‘‘π‘œβ€²);
Hasilnya adalah
>> β„Žπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑓)./π‘›π‘’π‘šπ‘’π‘™(𝑓);
>> %πΆπ‘’π‘šπ‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘‘π‘–π‘£π‘’ π‘‘π‘–π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘“π‘’π‘›π‘π‘‘π‘–π‘œπ‘›:
>> 𝑐𝑑𝑓 = π‘π‘’π‘šπ‘ π‘’π‘š(β„Žπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š);
>> π‘₯ = π‘™π‘–π‘›π‘ π‘π‘Žπ‘π‘’(0,1,256);
>> π‘π‘™π‘œπ‘‘(π‘₯, 𝑐𝑑𝑓)
27
>> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 1 0 1])
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: .2: 1)
>> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: .2: 1)
>> π‘₯π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(′𝐼𝑛𝑝𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑑𝑦 π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’π‘ β€², β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9)
>> π‘¦π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(′𝑂𝑒𝑑𝑝𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑑𝑦 π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’π‘ β€², β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9)
>> %𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑦 𝑑𝑒π‘₯𝑑 𝑖𝑛 π‘‘β„Žπ‘’ π‘π‘œπ‘‘π‘¦ π‘œπ‘“ π‘‘β„Žπ‘’ π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘β„Ž:
>> 𝑑𝑒π‘₯𝑑(0.18,0.5, β€²π‘‡π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘“π‘’π‘›π‘π‘‘π‘–π‘œπ‘›β€², . . . β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9)
Hasilnya adalah
28
2.5 Spatial Filtering
Neighborhood processing consists of
ο‚· Defining a center point, (x, y);
ο‚· Performing an operation that involves only the pixels in a predefined
neighborhood about that center point;
ο‚· Letting the result of that operation be the "response" of the process at that
point; and
ο‚· Repeating the process for every point in the image. If the computations
performed on the pixels of the neighborhoods are linear, the operation is
called linear spatial filtering; otherwise it is called nonlinear spatial
filtering.
2.5.1 Linear Spatial Filtering
The mechanics of linear spatial filtering:
29
Berikut contoh penggunaan Korelasi dan Konvolusi dalam pemfilteran spasial
sebuah cittra.
Correlation
(a) 0 0 0 1 0 0 0 0 2 8 0 6 0
(b) 0 0 0 1 0 0 0 0
2 8 0 6 0
Starting position alignment
Zero padding
(c) (0 0 0 0) 0 0 0 1 0 0 0 0 (0 0 0 0)
2 8 0 6 0
(d) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 8 0 6 0
Position after one shift
(e) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 8 0 6 0
Position after four shifts
(f) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 8 0 6 0
Final position
Origin
𝑓 𝑀
30
β€˜Full’ correlation result
(g) 0 0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0
β€˜Same’ correlation result
(h) 0 0 2 8 0 6 0 0
Convolution
Origin 𝑓 w rotated 180Β°
(i) 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6 0 8 2
(j) 0 0 0 1 0 0 0 0
0 6 0 8 2
(k) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 8 2
(l) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 8 2
(m) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 8 2
(n) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 8 2
(o) β€˜full’ convolution resul
0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0 0
(p) 0 0 2 8 0 6 0 0 0
31
Terlihat pada Gambar diatas baik Korelasi maupun konvulusi, barisan terakhir pada
w diletakkan tepat pada baris pertama dari f kemudian yang kosong ditambahkan
dengan angka 0, kemudian dari posisi itu w mulai digeser dan setiap pergeseran f
dikalikan dengan w sehingga akan menghasilkan barisan pada β€œfull correlation
result”, cara mengkalikannya adalah
(0 Γ— 2) + (0 Γ— 8 ) + (0 Γ— 0) + (0 Γ— 6 ) + ( 0 Γ— 0) = 0
Sehingga baris pertama pada β€œfull correlation result” nilainya 0, kemudian setelah
itu w digeser lagi dan setiap pergeserannya dikalikan lagi dengan f sampai pada
ujung f , contoh pada saat w berada pada barisan kelima pada f maka akan
menghasilkan nilai =2, berikut buktinya:
(0 Γ— 2) + (0 Γ— 8 ) + (0 Γ— 0) + (1 Γ— 6) + (0 Γ— 0 ) = 6
Sehingga diperoleh nilai full correlation result seperti berikut:
0 0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0
Karena ukuran f adalah 8 maka hasil full correlation diubah ukurannya menjadi 8,
sehingga menjadi seperti berikut ini:
0 0 2 8 0 6 0 0
Begitupun dengan Konvolusi, caranya sama dengan Korelasi hanya saja
perbedaannya adalah nilai w, nilai w pada konvulusi di putar 180o sehingga w-nya
menjadi seperti berikut:
0 6 0 8 2
Untuk mendapatkan β€œfull convolution result”, caranya sama dengan cara mencari
β€œfull korrelation result” yaitu dengan menggeser w sampai ujung f dengan disetiap
pergeseran w dikalikan dengan f .
Contoh diatas adalah penggunaan Korelasi dan Konvolution pada satu dimensi,
bagaiman jika penggunaan korelasi dan konvolusi pada dua dimensi.
32
Untuk melakukan proses pemfilteran, maka proses tersebut dimulai dari pojok kiri
atas dengan mengambil f(x, y) dengan ordo 3 x 3.langka pertama sama dengan
proses yang dilakukan pada satu imensi yaitu menempatkan barisan terakhir dari w
tepat pada barisan pertama dari f,
Origin of f(x,y)
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1 3 5
7 9 2
4 6 8
(a)
Padded f
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
(b)
Initial position for w
𝟏 πŸ‘ πŸ“
πŸ• πŸ— 𝟐
πŸ’ πŸ” πŸ–
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
(c)
w(x,y)
)
33
β€˜full’ correlation result
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
πŸ– πŸ” πŸ’
𝟐 πŸ— πŸ•
πŸ“ πŸ‘ 𝟏
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
(d)
β€˜same’ correlation result
0 0 0 0 0
0 8 6 4 0
0
0
0
2
5
0
9
3
0
7
1
0
0
0
0
(e)
Rotated w
πŸ– πŸ” πŸ’
𝟐 πŸ— πŸ•
πŸ“ πŸ‘ 𝟏
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
(f)
β€˜full’ convolution result
34
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
𝟏 πŸ‘ πŸ“
πŸ• πŸ— 𝟐
πŸ’ πŸ” πŸ–
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
(g)
β€˜same’ convolution result
0 0 0 0 0
0 1 3 5 0
0
0
0
7
4
0
9
6
0
2
8
0
0
0
0
(h)
kemudian yang kosong diisi dengan angka 0 sehingga menghasilkan sebagai
berikut
𝟏 πŸ‘ πŸ“
πŸ• πŸ— 𝟐
πŸ’ πŸ” πŸ–
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Kemudian w dikalikan dengan f, seperti berikut:
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1 3 5
7 9 2
4 6 8
(1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—0)+(2Γ—0 )+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—0)=0
35
Maka diperoleh nilai 0, untuk mendapatkan nilai 8 pada titik (4,4), berikut
caranya:
0 0 0
0 0 0
0 0 1
1 3 5
7 9 2
4 6 8
(1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—0)+(2Γ—0 )+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—1)=8
Begitupun untuk mendapatkan nilai 9 pada titik (5,5)
0 0 0
0 1 0
0 0 0
1 3 5
7 9 2
4 6 8
(1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—1)+(2Γ—0)+(4Γ—0)+(6Γ—0 )+(8Γ—0)=9
Begitupun untuk mendapatkan nilai 3 pada titik (5,6)
0 1 0
0 0 0
0 0 0
1 3 5
7 9 2
4 6 8
(1Γ—0)+(3Γ—1)+(5Γ—0 )+(7Γ—0)+(9Γ—0 )+(2Γ—0)+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—0)=3
Sehingga setelah pergeseran sampai pada ujung f maka diperoleh berikut ini:
36
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
πŸ– πŸ” πŸ’
𝟐 πŸ— πŸ•
πŸ“ πŸ‘ 𝟏
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Hasil diatas sama saja dengan hasil dibawah ini:
0 0 0 0 0
0 8 6 4 0
0
0
0
2
5
0
9
3
0
7
1
0
0
0
0
Begitun dengan Konvolusi, caranya sama dengan Korelasi diatas hanya saja w-
nya yang berbeda, karena pada konvolusi sebelum dilakukan prosesnya maka
w harus di putar 180o sehingga menghasilkan w seperti berikut:
8 6 4
2 9 7
5 3 1
Dengan cara yang sama dengan korelasi maka didapatkanlah hasil konvolusi
berikut:
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
𝟏 πŸ‘ πŸ“
πŸ• πŸ— 𝟐
πŸ’ πŸ” πŸ–
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Hasil di atas sama saja dengan hasil dibawah ini:
37
0 0 0 0 0
0 1 3 5 0
0
0
0
7
4
0
9
6
0
2
8
0
0
0
0
2.6 Transformasi Fourier Diskrit 2-Dimensi
Misalkan 𝑓(π‘₯, 𝑦) untuk π‘₯ = 0,1,2, … , 𝑀 βˆ’ 1 dan 𝑦 = 0,1,2, … , 𝑁 βˆ’ 1
melambangkan citra digital dari partisi matrik berukuran 𝑀 Γ— 𝑁. Transformasi
Fourier Diskrit (TFD) dari 𝑓(π‘₯, 𝑦) disimbolkan 𝐹( 𝑒, 𝑣), diberikan dari persamaan:
𝐹( 𝑒, 𝑣) = βˆ‘ βˆ‘ 𝑓( π‘₯, 𝑦) 𝑒
βˆ’π‘—2πœ‹(
𝑒π‘₯
𝑀
+
𝑣𝑦
𝑁
)
π‘βˆ’1
𝑦=0
π‘€βˆ’1
π‘₯=0
Untuk 𝑒 = 0,1,2, … 𝑀 βˆ’ 1 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑣 = 0,1,2, … 𝑁 βˆ’ 1. Fungsi eksponensial dapat
diubah menjadi fugsi cosinus dan fungsi sinus, dengan variable baru 𝑒 dan 𝑣 yang
menentukan nilai frekuensinya ( π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› π‘¦π‘Ž π‘‘π‘–π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ). Domain
frekuensi adalah system koordinat yang dibangun oleh 𝐹(𝑒, 𝑣) dimana 𝑒 dan 𝑣
sebagai variable (frekuensi).
Inverse dari transformasi Fourier Diskrit (IDFF) adalah
𝑓( π‘₯, 𝑦) =
1
𝑀𝑁
βˆ‘ βˆ‘ 𝐹( 𝑒, 𝑣) 𝑒
𝑗2πœ‹(
𝑒π‘₯
𝑀
+
𝑣𝑦
𝑁
)
π‘βˆ’1
𝑦=0
π‘€βˆ’1
π‘₯=0
Dimana π‘₯ = 0,1,2, … 𝑀 βˆ’ 1 dan 𝑦 = 0,1,2, … , 𝑁 βˆ’ 1. 𝑓(π‘₯, 𝑦) dapat diperoleh dari
IDFF. Nilai dari 𝐹( 𝑒, 𝑣) dalam persamaan ini biasa disebut sebagai koefisien
Fourier dari ekspansi.
Nilai dari ransformasi di titik asal β€œdari’ domain frekuensi (contoh F(0,0)
disebut component dc dari TRansformasi Fourier, dimana dc menyatakan direct
current.
Meskipun jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) adalah fungsi real, secara umum transformasinya
adalah kompleks. Metode dasar untuk menganalisis transformasi visualnya adalah
38
menghitung nilai spektrumnya (Gelombang dari fungsi 𝐹( 𝑒, 𝑣), yang merupakan
fungsi bilangan real) dan menampilkan dalam bentuk gambar.
Misalkan 𝑅( 𝑒, 𝑣) dan 𝐼( 𝑒, 𝑣) melambangkan komponen real dan imajiner dari
𝐹( 𝑒, 𝑣), Spektrum Fourier didefinisikan sebagai:
| 𝐹( 𝑒, 𝑣)| = [ 𝑅2( 𝑒, 𝑣) + 𝐼2( 𝑒, 𝑣)]
1
2
Nilai sudut fase dari transformasi didefinsikan sebagai
πœƒ( 𝑒, 𝑣) = arctan [
𝐼( 𝑒, 𝑣)
𝑅( 𝑒, 𝑣)
]
2.7 Menghitung dan Menvisualisasikan 2-D DFT dalam MATLAB
DFT dan inversnya diperoleh dengan menggunakan algoritma fast Fourier
transform (FFT). FFT dari matriks gambar 𝑓 yang diperoleh menggunakan fungsi
𝑓𝑓𝑑2, yang memiliki syntax:
𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2( 𝑓)
𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′);
π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€( 𝑓)
Hasilnya adalah
Gambar 1. Citra asli
39
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
Hasilnya adalah
Gambar 2. Hasil transformasi dengan FFT
Fungsi ini menghasilkan matriks baru yang juga memiliki ukuran 𝑀 Γ— 𝑁.
Jika transformasi Fourier digunakan untuk filtering. Syntaksnya berubah menjadi
𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2( 𝑓, 𝑃, 𝑄)
Dengan syntax diatas akan menghasilkan hasil matriks transformasi berukuran 𝑃 Γ—
𝑄
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓, 128,128);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
Hasilnya adalah
40
Gambar3 fft dengan dimensi filtering
Spetrum Fourier diperoleh dengan menggunakanfungsi abs:
𝑆 = π‘Žπ‘π‘ ( 𝐹)
Yang menghitung nilai magnitude (akar kuadrat dari penjumlahan kuadrat dari
bagian imajiner dan bagian real) dari setiap elemen dari array.
>> 𝑆 = π‘Žπ‘π‘ (𝐹);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆)
Gambar 4 Visualisasi Spektrum Fourier
Fungsi π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘, dapat digunakan untuk memindahkan titik asal dari transformasi
ke tengah dari segiempat frekuensi, syntaksnya adalah
𝐹𝑐 = π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( 𝐹)
Dimana F adalah hasil transformasi yang dihitung dengan menggunakan 𝑓𝑓𝑑2 dan
𝐹𝑐 adalah transformasi yang focus ditengah. Fungsi π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘ dioperasikan dengan
mengganti kuadran dari F. contoh, jika π‘Ž = [2 8; 0 6], maka π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( π‘Ž) =
[6 0; 8 2].
41
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓, 128,128);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
Hasilnya adalah:
Gambar 6a 𝑓𝑓𝑑 π‘π‘–π‘Žπ‘ π‘Ž
>> 𝐹𝑐 = π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹𝑐);
Hasilnya adalah
Gambar 6b. Menggunakan π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘
42
Interval dari nilai spectrum ini sangat besar yaitu (0 – 420.495) dibandingkan
dengan 8 bit sehingga nilai terang mendominasi hasilnya. Kesulitan ini dapat
diperbaiki dengan menggunakan transformasi log.
>> 𝑆2 = π‘™π‘œπ‘”(1 + 𝐹𝑐);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆2);
Hasilnya adalah
Gambar 8. Hasil transformasi dengan fungsi log biasa
>> 𝑆2 = π‘™π‘œπ‘”(1 + π‘Žπ‘π‘ (𝐹𝑐));
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆2);
Hasilnya adalah
Gambar 9. Hasil transformasi dengan fungsi log dengan fungsi abs
Fungsi π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘, dapat digunakan untuk membalikkan Fc(mengembalikan ke
gambar semula), Syntaksnya adalah:
>> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( 𝐹𝑐)
>> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹𝑐);
43
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
Hasilnya adalah
Gambar 10 β„Žπ‘Žπ‘ π‘–π‘™ π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘
Fungsi ini juga dapat digunakan untuk mengkoversi sebuah fungsi awalnya
berpsat disegi empat ke fungsi yang berpusat dibagian atas sebelah kiri segiempat.
Untuk menghitung nilai sudut fase. Karena komponen bagian real dan
imajiner dari transformasi Fourier 2-D, 𝑅( 𝑒, 𝑣) π‘‘π‘Žπ‘› 𝐼( 𝑒, 𝑣), array dari ukuran yang
sama sebagai 𝐹( 𝑒, 𝑣). Karena elemen dari R dan I saling bebas dan dapat bernilai
positif maupun negative, kita harus menghitung arctan dalaminterval [βˆ’πœ‹, πœ‹]
(fungsi dengan sifat ini disebut arctan empat kuadran).
Fungsi MATLAB atan2, dapat menghitung perhitungan ini. Syntaksnya adalah:
≫ π‘β„Žπ‘– = π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›2(βˆ’1,1)
π‘β„Žπ‘– =
βˆ’0.7854
Untuk membuat fungsi phi digunakan syntax:
>> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹𝑐);
>> π‘β„Žπ‘– = π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›2(π‘–π‘šπ‘Žπ‘”(𝐹), π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝐹));
44
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘β„Žπ‘–)
Hasilnya adalah
Gambar 11 Fungsi phi
Selain menginput langsung bagian real dan bagian imajiner dari array F, dapat juga
diperoleh dengan menggunakan fungsi sudut secara langsung:
> > π‘ƒβ„Žπ‘– = π‘Žπ‘›π‘”π‘™π‘’(𝐹);
> > πΉπ‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘β„Žπ‘–)
Gambar 12. Fungsi sudut
Hasilnya juga sama, selain itu dapat diperoleh DFT dengan menggunakan ekspresi
>> 𝑆 = π‘Žπ‘π‘ (𝐹);
>> 𝐹 = 𝑆.βˆ— 𝑒π‘₯𝑝(𝑖 βˆ— π‘β„Žπ‘–);
45
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹)
Hasilnya adalah
Gambar 13, hasil DFT
Akhirnya, diperoleh invers dari transformasi Fourier dapat dihitung dengan
menggunakan fungsi 𝑖𝑓𝑓𝑑2, yang memiliki syntaks dasar:
𝑓 = 𝑖𝑓𝑓𝑑2( 𝐹)
Dimana F adalah transformasi Fourier dan f adalah gambar asli. Karena fft2
mengkonversi gambar input ke kelas double tanpa menggunakaaan penskalaan.
Hasil dari operasi 𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹) akan menghasilkan matriks baru berukuran sama
dengan f dengan nilai yang berada di interval [0255]. Tetapi menggunakan kelas
double.
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓);
>> 𝑔 = 𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔)
Hasilnya adalah
46
Gambar14 Hasil invers dari 𝑓𝑓𝑑2 double
Jika gambar input F adalah real, invers dari input ini adalah real. Tetapi
kadang ouput dari ifft2 kadang memiliki komponen imajiner yang kecil hasil dari
pembulatan saat perhitungan, untuk menghasilkan bagian realnya saja, digunakan
syntax.
>> 𝑓 = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹));
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓)
>>
Hasilnya adalah
47
Gambar15. Hasil real dari 𝑖𝑓𝑓𝑑2
2.8 Filtering In The Frequency Domain
>> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓);
Hasilnya adalah:
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
48
Hasilnya adalah:
[𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑓);
>> 𝑠𝑖𝑔 = 10;
>> 𝐻 = π‘“π‘ π‘π‘’π‘π‘–π‘Žπ‘™(β€²π‘”π‘Žπ‘’π‘ π‘ π‘–π‘Žπ‘›β€², [𝑀, 𝑁], 𝑠𝑖𝑔);
>> 𝐺 = π‘–π‘šπ‘“π‘–π‘™π‘‘π‘’π‘Ÿ(𝐹, 𝐻, β€²π‘ π‘Žπ‘šπ‘’β€²);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐺, []);
Hasilnya adalah:
>> β„Ž = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐻));
49
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž);
Hasilnya adalah:
Untuk N=10 dan M=10 maka
>> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′);
>> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓);
>> 𝑠𝑖𝑔 = 10;
>> 𝐻 = π‘“π‘ π‘π‘’π‘π‘–π‘Žπ‘™(β€²π‘”π‘Žπ‘’π‘ π‘ π‘–π‘Žπ‘›β€², [10,10], 𝑠𝑖𝑔);
>> 𝐺 = π‘–π‘šπ‘“π‘–π‘™π‘‘π‘’π‘Ÿ(𝐹, 𝐻, β€²π‘ π‘Žπ‘šπ‘’β€²);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐺);
Hasilnya adalah:
>> β„Ž = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐻));
50
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž);
>> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž[]);
π»π‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž:

Weitere Γ€hnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanBab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanCliquerz Javaneze
Β 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalNur Fadli Utomo
Β 
Penjelasan tentang kontur dan representasi citra
Penjelasan tentang kontur dan representasi citraPenjelasan tentang kontur dan representasi citra
Penjelasan tentang kontur dan representasi citraIztHo'ell Shoerento
Β 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automataahmad haidaroh
Β 
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logika
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logikaPertemuan 6 & 7 ars. gerbang logika
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logikaBuhori Muslim
Β 
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritPengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritBeny Nugraha
Β 
Pcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spadaPcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spadadedidarwis
Β 
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...Uofa_Unsada
Β 
Jawaban Struktur data soal-latihan
Jawaban Struktur data soal-latihanJawaban Struktur data soal-latihan
Jawaban Struktur data soal-latihanBina Sarana Informatika
Β 
Kelompok 5 transformasi fourier peningkatan kualitas citra
Kelompok 5   transformasi fourier peningkatan kualitas citraKelompok 5   transformasi fourier peningkatan kualitas citra
Kelompok 5 transformasi fourier peningkatan kualitas citraMega Setiawan
Β 
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digital
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra DigitalPertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digital
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digitalahmad haidaroh
Β 
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...Uofa_Unsada
Β 
Modul 4 representasi pengetahuan
Modul 4   representasi pengetahuanModul 4   representasi pengetahuan
Modul 4 representasi pengetahuanahmad haidaroh
Β 
Bab 6 adder
Bab 6 adderBab 6 adder
Bab 6 adderpersonal
Β 
Image processing
Image processingImage processing
Image processingDrAang Danuri
Β 
Laporan Praktikum Algoritma
Laporan Praktikum AlgoritmaLaporan Praktikum Algoritma
Laporan Praktikum AlgoritmaEnvaPya
Β 
Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)zachrison htg
Β 

Was ist angesagt? (20)

Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi booleanBab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Bab 5 penyederhanaan fungsi boolean
Β 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Β 
Algoritma penjadwalan proses
Algoritma penjadwalan prosesAlgoritma penjadwalan proses
Algoritma penjadwalan proses
Β 
Penjelasan tentang kontur dan representasi citra
Penjelasan tentang kontur dan representasi citraPenjelasan tentang kontur dan representasi citra
Penjelasan tentang kontur dan representasi citra
Β 
Materi 3 Finite State Automata
Materi 3   Finite State AutomataMateri 3   Finite State Automata
Materi 3 Finite State Automata
Β 
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logika
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logikaPertemuan 6 & 7 ars. gerbang logika
Pertemuan 6 & 7 ars. gerbang logika
Β 
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritPengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Β 
Pcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spadaPcd 5 - untuk spada
Pcd 5 - untuk spada
Β 
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...
LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN APLIKASI KNOWLEDGE BASE SYSTEM UNTUK INSTRUKS...
Β 
Jawaban Struktur data soal-latihan
Jawaban Struktur data soal-latihanJawaban Struktur data soal-latihan
Jawaban Struktur data soal-latihan
Β 
Kelompok 5 transformasi fourier peningkatan kualitas citra
Kelompok 5   transformasi fourier peningkatan kualitas citraKelompok 5   transformasi fourier peningkatan kualitas citra
Kelompok 5 transformasi fourier peningkatan kualitas citra
Β 
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digital
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra DigitalPertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digital
Pertemuan 4 - Color Image Processing - Citra Digital
Β 
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
Β 
Modul Pemrograman Bahasa Assembly
Modul Pemrograman Bahasa AssemblyModul Pemrograman Bahasa Assembly
Modul Pemrograman Bahasa Assembly
Β 
Modul 4 representasi pengetahuan
Modul 4   representasi pengetahuanModul 4   representasi pengetahuan
Modul 4 representasi pengetahuan
Β 
Bab 6 adder
Bab 6 adderBab 6 adder
Bab 6 adder
Β 
Array dan Contoh
Array dan ContohArray dan Contoh
Array dan Contoh
Β 
Image processing
Image processingImage processing
Image processing
Β 
Laporan Praktikum Algoritma
Laporan Praktikum AlgoritmaLaporan Praktikum Algoritma
Laporan Praktikum Algoritma
Β 
Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)
Β 

Γ„hnlich wie Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB

pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)khaerul azmi
Β 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)khaerul azmi
Β 
12. jaka putra implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...
12. jaka putra  implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...12. jaka putra  implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...
12. jaka putra implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...ym.ygrex@comp
Β 
jurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citrajurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citraOvie Poenya
Β 
Multimedia 2 image
Multimedia 2   imageMultimedia 2   image
Multimedia 2 imageNani Wulan
Β 
Gis (surface analysis)
Gis (surface analysis)Gis (surface analysis)
Gis (surface analysis)Iqrimha Lairung
Β 
Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraSyafrizal
Β 
04-Digitalisasi-citra.pptx
04-Digitalisasi-citra.pptx04-Digitalisasi-citra.pptx
04-Digitalisasi-citra.pptxnyomans1
Β 
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf2212212037SYAEPUL
Β 
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptxnyomans1
Β 
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptxGabrielChristian14
Β 
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scan
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scanppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scan
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scanNona Zesifa
Β 
Pengolahan citra digital
Pengolahan citra digitalPengolahan citra digital
Pengolahan citra digitalDin Afriansyah
Β 
06-Image-Histogram-2021.pptx
06-Image-Histogram-2021.pptx06-Image-Histogram-2021.pptx
06-Image-Histogram-2021.pptxnyomans1
Β 
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptx
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptxTEORI PENGOLAHAN CITRA.pptx
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptxEghiRizky2
Β 

Γ„hnlich wie Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB (20)

pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
Β 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
Β 
12. jaka putra implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...
12. jaka putra  implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...12. jaka putra  implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...
12. jaka putra implementasi histogram equalization untuk perbaikan noise pad...
Β 
jurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citrajurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citra
Β 
Multimedia 2 image
Multimedia 2   imageMultimedia 2   image
Multimedia 2 image
Β 
Laporan pcd 01
Laporan pcd 01Laporan pcd 01
Laporan pcd 01
Β 
Pcd 2
Pcd 2Pcd 2
Pcd 2
Β 
Gis (surface analysis)
Gis (surface analysis)Gis (surface analysis)
Gis (surface analysis)
Β 
Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citra
Β 
04-Digitalisasi-citra.pptx
04-Digitalisasi-citra.pptx04-Digitalisasi-citra.pptx
04-Digitalisasi-citra.pptx
Β 
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pdf
Β 
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx
04-Format-citra-dan-struktur-data-citra-2021.pptx
Β 
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx
01-Pengantar-Pengolahan-Citra-Bag1-2021.pptx
Β 
Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan CitraChap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Chap 3 - Dasar Pengolahan Citra
Β 
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scan
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scanppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scan
ppt Aplikasi pengolahan citra digital pada modalitas ct-scan
Β 
Pengolahan citra digital
Pengolahan citra digitalPengolahan citra digital
Pengolahan citra digital
Β 
Bab 07b
Bab 07bBab 07b
Bab 07b
Β 
06-Image-Histogram-2021.pptx
06-Image-Histogram-2021.pptx06-Image-Histogram-2021.pptx
06-Image-Histogram-2021.pptx
Β 
Chap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citraChap 5 peningkatan kualitas citra
Chap 5 peningkatan kualitas citra
Β 
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptx
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptxTEORI PENGOLAHAN CITRA.pptx
TEORI PENGOLAHAN CITRA.pptx
Β 

KΓΌrzlich hochgeladen

Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
Β 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
Β 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxMaskuratulMunawaroh
Β 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxnursariheldaseptiana
Β 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerakputus34
Β 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
Β 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxHaryKharismaSuhud
Β 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptpalagoro17
Β 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxJawahirIhsan
Β 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMRiniGela
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
Β 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
Β 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANwawan479953
Β 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
Β 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
Β 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
Β 

KΓΌrzlich hochgeladen (20)

Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Β 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
Β 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
Β 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
Β 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Β 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Β 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Β 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Β 
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptxPPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
Β 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
Β 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Β 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
Β 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
Β 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
Β 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Β 

Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB

  • 1. PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB PRODI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 OLEH: NAMA : SUKARDI NIM : H111 11 002
  • 2. 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................1 BAB I TOERI CITRA DIGITAL.........................................................................3 1.1 Representasi Citra Digital...........................................................................3 1.2 Gambar Sebagai Matriks ............................................................................4 1.3 Resolusi Citra.............................................................................................4 1.3.1. Resolusi Spasial..................................................................................4 1.3.2 Resolusi kecemerlangan ......................................................................4 1.4 Citra warna (True Colour) ..........................................................................5 1.5 Citra warna (24 bit) ....................................................................................5 1.6 Format File Citra........................................................................................5 BAB II PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ........................................................7 2.1 Pengolahan Citra Digital ............................................................................7 2.1.1 Membaca/Memanggil Citra (Image) ....................................................7 2.1.2 Menampilkan Gambar .........................................................................9 2.2 Tipe Citra.................................................................................................10 2.2.1 Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB)............................ 11 2.2.2 Konversi Gambar RGB ke Grayscale................................................. 12 2.2.3 Konversi Gambar ke Hitam-Putih...................................................... 15 2.2.4 Komversi Gambar ke Biner ............................................................... 16 2.2.5 Perbandingan Matriks Warna dan Hitam Putih ..................................17 2.3 Function imadjust..................................................................................... 19 2.4 Histogram Processing and Function Plotting ............................................21 2.4.1 Generating and Plotting Image Histograms........................................21 2.4.2 Histogram Equalizati.........................................................................24
  • 3. 2 2.5 Spatial Filtering........................................................................................ 28 2.5.1 Linear Spatial Filtering......................................................................28 2.6 Transformasi Fourier Diskrit 2-Dimensi................................................... 37 2.7 Menghitung dan Menvisualisasikan 2-D DFT dalam MATLAB............... 38 2.8 Filtering In The Frequency Domain.......................................................... 47
  • 4. 3 BAB I TEORI CITRA DIGITAL 1.1 Representasi Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, hasil CT scan dll. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh computer. Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (π‘₯, 𝑦) adalah 𝑓(π‘₯, 𝑦), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu.Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut. 𝑓( π‘₯, 𝑦) = [ 𝑓(0,0) 𝑓(0,1) … 𝑓(0, 𝑀 βˆ’ 1) 𝑓(1,0) … … 𝑓(1, 𝑀 βˆ’ 1) … 𝑓( 𝑁 βˆ’ 1,0) … 𝑓( 𝑁 βˆ’ 1,1) … … … 𝑓( 𝑁 βˆ’ 1, 𝑀 βˆ’ 1) ] (1.1) Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi intensitas 𝑓 (π‘₯, 𝑦), dimana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan 𝑓(π‘₯, 𝑦) adalah nilai fungsi pada setiap titik (π‘₯, 𝑦) yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut. Pada proses digitalisasi (sampling dan kuantitas) diperoleh besar baris M dan kolom N hingga citra membentuk matriks M x N dan jumlah tingkat keabuan piksel G. Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal- hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasigeometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang
  • 5. 4 optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengoalahan citra adalah citra, sedangkan outputnya adalah citra hasil pengolahan. 1.2 Gambar Sebagai Matriks Matriks adalah kumpulan bilangan- bilangan yang disusun dalam larik baris dan kolom. Umumnya matriks diberi notasi huruf kapital A, B,.... Jika matriks A terdiri dari m baris dan n kolom (sering disebut ordo mxn), maka dapat ditulis sebagai : 𝐴 = π‘Žπ‘–π‘— = [ π‘Ž11 π‘Ž12 … π‘Ž1𝑛 π‘Ž21 π‘Ž22 … π‘Ž2𝑛 … π‘Ž π‘š1 … π‘Ž π‘š2 … … … π‘Ž π‘šπ‘› ] (1.2) Perhatikan bahwa matriks yang terdiri dari 1 kolom sama dengan vektor. 1.3 Resolusi Citra Resolusi citra merupakan tingkat detailnya suatu citra. Semakin tinggi resolusinya semakin tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Menurut T,Sutoyo ada dua jenis resolusi yang perlu diketahui, yaitu : 1.3.1. Resolusi Spasial Resolusi spasial ini merupakan ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi- kisi baris dan kolom pada saat sampling.Resolusi ini dipakai untuk menentukan jumlah pixel per satuan panjang. Biasanya satuan resolusi ini adalah dpi (dot per inchi). Resolusi ini sangat berpengaruh pada detail dan perhitungan gambar. 1.3.2 Resolusi kecemerlangan Resolusi kecemerlangan (intensitas/ brightness) atau biasanya disebut dengan kedalaman bit/ kedalaman warna (Bit Depth) adalah ukuran halus kasarnya pembagian tingkat gradasi warna saat dilakukan kuantisasi. Bit Depth menentukan
  • 6. 5 berapa banyak informasi warna yang tersedia untuk ditampilkan dalam setiap piksel. Semakin besar nilanya, semakin bagus kualitas gambar yang dihasilkan dan tentu ukuran juga semakin besar. 1.4 Citra warna (True Colour) Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti mempunyai gradasi sebanyak 255 warna berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28 . 28 . 28 = 224 = 16 π‘—π‘’π‘‘π‘Ž π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘Ž π‘™π‘’π‘π‘–β„Ž. Penyimpanan citra true color didalam memori berbeda dengan citra grayscale. Setiap piksel dari citra grayscale 256 gradasi warna diwakili oleh 1 byte. Sedangkan 1 piksel citra true color diwakili oleh 3 byte yang masing- masing byte merepresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), biru (Blue) (T, Sutoyo et al.2009: 22). 1.5 Citra warna (24 bit) Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia. Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja. Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan kedalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit kedua dan 8 bit terakhir merupakan warna merah. 1.6 Format File Citra Sebuah format file citra harus dapat menyatukan kualitas citra, ukuran file dan kompabilitas dengan berbagai aplikasi. Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Format- format ini digunakan untuk menyimpan citra dalam sebuah file. Setiap format memiliki karakteristik masing- masing. Ini adalah contoh format umum, yaitu : Bitmap (.bmp), tagged image format (.tif, .tiff), Portable Network Graphics (.png), JPEG (.jpg), dll.
  • 7. 6 Bahkan menurut Sutoyo,T.Mulyanto,E, ada dua jenis format file citra yang sering digunakan dalam pengolahan citra, yaitu citra bitmap dan citra vektor. Pada citra bitmap ini sering disebut juga citra raster. Citra bitmap ini menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per piksel). Citra bitmap ini dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan yang lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Tetapi bila tampilan diperbesar maka tampilan di monitor akan tampak pecah-pecah (kualitas citra menurun). Contoh format file citra antara lain adalah BMP, GIFF, TIF, WPG, IMG, dll. Sedangkan pada format file citra vektor merupakan citra vektor yang dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak terdapat piksel, yaitu data yang tersimpan dalam bentuk vektor posisi, dimana yang tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil, kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan aplikasi- aplikasi citra vektor seperti CorelDRAW, Adobe Illustrator, Macromedia Freehand, Autocad, dll.
  • 8. 7 BAB II PENGOLAHAAAN CITRA DIGITAL 2.1 Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan computer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. MATLAB adalah bahasa pemrograman computer yang tidak memerlukan definsi variasi secara khusus , secara sederhana MATLAB bekerja seperti kalkulator . cukup kita menuliskan intruksi operasi yang digunakan kemudian tekan enter. Dalam menyelesaikan tugas Rangkuman ini saya memncoba menjalankan MATLAB untuk pengolahan citra digital, berikut adalah beberapa fungsi MATLAB dalam pengolahan citra digital: 2.1.1 Membaca/Memanggil Citra (Image) Pada program matlab fungsi untuk melakukan pembacaan image standar adalah: π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘“π‘–π‘™π‘’π‘›π‘Žπ‘šπ‘’β€² ) Contoh penggunaan Imread Ganbar Asli: >>𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’)
  • 9. 8 Ket: Menampilkan matriks tidak menggunakan ; namun jika hanya membaca saja akhir perintah harus menggunakan ;. >>Hasil Pembacaan Citra dalm bentuk MAtriks: Hasil dari pembacaan imread(β€˜filename’) bisa berupa matriks dua dimensi jika gambar yang dibaca adalah gambar grayscale dan matriks 3 dimensi jika berupa gambar 3 dimesi. Perintah imread(β€˜filename’) dapat digunakan untuk membaca/memanggil beberapa format file. Antara lain: Tabel 1. Format file yang bias digunakan untuk membaca perintah imread. Format Deskripsi Extension TIFF Tagged Image File Format .tif.tiff JPEG Join Photographic Expert’s Group .jpeg.jpg GIF Graphics Interchange Format .gif BMP Windws Bitmap .bmp
  • 10. 9 PNG Portable Network Graphics .png XWD X-Window Dump .xwd Berikut contoh penggunaan sintaks imread(β€˜filename’): >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š1. 𝑗𝑝𝑔′); >> 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃) π‘Žπ‘›π‘  = 320 529 >> [𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃); >> 𝑀 = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃, 1); >> π‘€β„Žπ‘œπ‘  𝑃 π‘π‘Žπ‘šπ‘’ 𝑆𝑖𝑧𝑒 𝐡𝑦𝑑𝑒𝑠 πΆπ‘™π‘Žπ‘ π‘  π΄π‘‘π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘‘π‘’π‘  𝑃 320π‘₯529π‘₯3 507840 𝑒𝑖𝑛𝑑8 Penjelasan: 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’); Perintah imread digunakan untuk membaca image dan file grafis polinom.jpg yang hasilnya berupa matriks dan di simpan dalam sebuah variabel bernama P. Matriks citra disini akan memiliki bentuk tiga dimensi dengan ukuran 320 Γ— 529 Γ— 3 karena didapat dari file citra warna RGB berukuran 320 Γ— 529 dengan tiga lapisan warna dasar red,green dan blue. [𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑃); perintah size digunakan untuk membaca ukuran matriks P. M digunakan untuk menampung jumlah M, N menampung jumlah N dari matriks P. 2.1.2 Menampilkan Gambar Untuk menampilkan gambar dengan nama file polinom.jpg di gunakan source code sebagai berikut:
  • 11. 10 >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€˜π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔’); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃); >> Hasilnya: Gambar 1: Hasil Imshow(P) Penejelasan: Source code baris pertama membaca citra dengan nama file polinom.jpg dan kemudian disimpan dalam variable a dalam bentuk matriks sedangkan baris kedua untuk menampilkan file citra yang telah di baca. 2.2 Tipe Citra Terdapat 4 tipe dari Citra yaitu: 1. Gray-Scale Images 2. Binary images 3. Indexed Images 4. RGB Images Dibawah ini dijelaskan tentang pengolahan tipe Citra.
  • 12. 11 2.2.1 Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB) MATLAB menyediakan fasilitas yang cukup baik dalam memisahkan RGB(Red,Green,Blue). Berikut contoh Ekstraksi Nilai Pikse(RGB): >> π‘π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ; >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š1. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1); >> π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› = 𝑃(: , : ,2); >> 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃); >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘Žπ‘ π‘™π‘–β€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘Ÿπ‘’π‘‘); >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘€π‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Žβ€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,3); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘›); >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π»π‘–π‘—π‘Žπ‘’β€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,4); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑏𝑙𝑒𝑒); >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(′𝐼𝑛𝑖 πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘Ÿπ‘’β€²); >>
  • 13. 12 Hasilnya: Gambar 3: hasil dari pemisahan RGB Penjelasan: 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); perintah ini berfungsi untuk membaca gambar.. π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1); perintah ini berfungsi hanya berisi piksel warna merah, π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› = 𝑃(: , : ,2); perintah ini berfungsi untuk membaca hanya pada piksel warna hijau begitu pula dengan perintah 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3); hanya berisi piksel warna biru. 2.2.2 Konversi Gambar RGB ke Grayscale Grayscaling adalah teknik yang digunakan untuk mengubah citra berwarna(RGB) menjadi bentuk grayscale atau tingkat keabuan(dari hitam ke putih). Berikut contoh Ekstraksi Nilai Piksel (RGB); >> π‘π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ; >> 𝑅𝐺𝐡 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); >> 𝑃 = π‘Ÿπ‘”π‘2π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦(𝑅𝐺𝐡); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑅𝐺𝐡);
  • 14. 13 >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž πΊπ‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘ π‘π‘Žπ‘™π‘’β€²); >> Hasilnya: Gambar 4: Hasil dari pengubahan warna ke abu abuan Untuk perubahan bentuk grayscale ini tidak menggunakan fungsi MATLAB yang sudah ada yang merupakan nilai rata-rata piksel RGB tetapi masing-masing nilai RGB diberi nilai bobot yang berbeda-beda, hal ini dengan mudah dilakukan dengan menggunakan nilai seperti yang telah dilakukan diatas. Contoh sebagai berikut: >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘Ÿπ‘’π‘‘ = 𝑃(: , : ,1); >> π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› = 𝑃(: , : ,2); >> 𝑏𝑙𝑒𝑒 = 𝑃(: , : ,3); >> π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦2 = 0.3 βˆ— π‘Ÿπ‘’π‘‘ + 0.5 βˆ— π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘› + 0.2 βˆ— 𝑏𝑙𝑒𝑒;
  • 15. 14 >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘Ÿπ‘’π‘‘) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘€π‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Žβ€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘’π‘’π‘›); >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π»π‘–π‘—π‘Žπ‘’β€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,3); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑏𝑙𝑒𝑒) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘Ÿπ‘’β€²); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(2,2,4); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦2) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘ π‘π‘Žπ‘™π‘’β€²); >> Hasilnya: Gambar 5: hasil dari pemisahan RGB dan Grayscale
  • 16. 15 2.2.3 Konversi Gambar ke Hitam-Putih MATLAB menyediakan fungsi untuk meubah gambar yang memiliki warna menjadi Hitam-Putih(BW) >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′); >> π΅π‘Š = π‘–π‘š2𝑏𝑀(𝑃); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π΅π‘Š) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘Šβ€²); >> π‘–π‘šπ‘€π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘’(π΅π‘Š, β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′, ′𝑗𝑝𝑔′) >> Hasilnya: Gambar 6: Hasil Konversi Warna ke Hitam Putih
  • 17. 16 2.2.4 Komversi Gambar ke Biner Binerisasi citra adalah salah satu proses penting yang biasanya dilakukan dalam pengolahan citra. >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦ = π‘Ÿπ‘”π‘2π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦(𝑃); >> π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž = π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦); >> π‘–π‘šπ‘π‘€ = π‘–π‘š2𝑏𝑀(π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘¦, π‘‘β„Žπ‘Ÿπ‘’π‘ β„Ž); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž 𝐴𝑠𝑙𝑖′); >> π‘ π‘’π‘π‘π‘™π‘œπ‘‘(1,2,2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘–π‘šπ‘π‘€) >> 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€²πΆπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Ž π΅π‘–π‘›π‘’π‘Ÿβ€²) >> Hasilnya: Gambar 7: Hasil konvers dari Citra Hitam Putih ke Citra Biner
  • 18. 17 Ada 2 fungsi penting dalam proses diatas yaitu thresh=graythresh(gray); yang digunakan untuk mendapatkan nilai ambang batas dan imbw=im2bw(gray,thresh); yang melakukan proses binerisasi citra itu sendiri. 2.2.5 Perbandingan Matriks Warna dan Hitam Putih Gambar 8: Indeks Citra dengan x=17 dan y=22 Gambar 9: Hasil nilai matrik pada citra warna
  • 19. 18 Gambar 10: Indeks Citra pada x=17 dan y=22 Gambar 11: Hasil nilai Matrik pada Citra Hitam Putih
  • 20. 19 2.3 Function imadjust >> 𝑔 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓. [π‘™π‘œπ‘€_𝑖𝑛 β„Žπ‘–π‘”β„Ž_𝑖𝑛], . . . [π‘™π‘œπ‘€_π‘œπ‘’π‘‘ β„Žπ‘–π‘”β„Ž_π‘œπ‘’π‘‘], π‘”π‘Žπ‘šπ‘šπ‘Ž) >> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓); Hasilnya adalah: >> 𝑔1 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [0 1], [1 0]); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔1); Hasilnya adalah:
  • 21. 20 >> 𝑔2 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [0.5 0.75], [0 1]); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔2); Hasilnya adalah: >> 𝑔3 = π‘–π‘šπ‘Žπ‘‘π‘—π‘’π‘ π‘‘(𝑓, [], [],2); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔3); Hasilnya adalah:
  • 22. 21 2.4 Histogram Processing and Function Plotting 2.4.1 Generating and Plotting Image Histograms >> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′); >> β„Ž = 𝑓(: , : ,1); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓), π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž) Hasilnya adalah: >> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž); >> 𝑔1 = 𝑔(1: 10: 256); >> β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§ = 1: 10: 256; >> π‘π‘Žπ‘Ÿ(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑔1)
  • 23. 22 π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000]) >> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000]) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000) π»π‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž: >> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž); >> 𝑔1 = 𝑔(1: 10: 256); >> β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§ = 1: 10: 256; >> π‘ π‘‘π‘’π‘š(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑔1, ′𝑓𝑖𝑙𝑙′) >> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000]) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000) >> Hasilnya adalah:
  • 24. 23 >> 𝑔 = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(β„Ž); >> π‘π‘™π‘œπ‘‘(𝑔) >> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 255 0 15000]) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 50: 255) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: 2000: 15000) >> Hasilnya adalah: 2.4.1.1 Some Useful Plotting Function β€’ π‘π‘™π‘œπ‘‘(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, β€™π‘π‘œπ‘™π‘œπ‘Ÿ_𝑙𝑖𝑛𝑒𝑠𝑑𝑦𝑙𝑒_π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘Ÿβ€™) β€’ π‘π‘Žπ‘Ÿ(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, π‘€π‘–π‘‘π‘‘β„Ž)
  • 25. 24 β€’ π‘ π‘‘π‘’π‘š(β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§, 𝑣, β€™π‘π‘œπ‘™π‘œπ‘Ÿ_𝑙𝑖𝑛𝑒𝑠𝑑𝑦𝑙𝑒_π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘Ÿβ€™, ’𝑓𝑖𝑙𝑙’) β€’ π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§π‘šπ‘–π‘› β„Žπ‘œπ‘Ÿπ‘§π‘šπ‘Žπ‘₯ π‘£π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘šπ‘–π‘› π‘£π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘šπ‘Žπ‘₯]) β€’ π‘₯π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒) β€’ π‘¦π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒) β€’ 𝑑𝑒π‘₯𝑑(π‘₯π‘™π‘œπ‘, π‘¦π‘™π‘œπ‘, ’𝑑𝑒π‘₯𝑑 π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™, β€™π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€™, 𝑠𝑖𝑧𝑒) β€’ 𝑑𝑖𝑑𝑙𝑒(β€™π‘‘π‘–π‘‘π‘™π‘’π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”β€™) Symbol Color Symbol Line Style Symbol Marker k Black - Solid + Plus sign w White -- Dashed o Circle r Red : Dotted * Asterisk g Green -. Dash-dot . Point b Blue none No line x Cross c Cyan s Square y Yellow d Diamond m Magenta none No marker 2.4.2 Histogram Equalizati >> 𝑃 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘π‘œπ‘™π‘–π‘›π‘œπ‘š2011. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑃); Hasilnya adalah: >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑓);
  • 26. 25 >> π‘¦π‘™π‘–π‘š(β€²π‘Žπ‘’π‘‘π‘œβ€²); Hasilnya adalah >> 𝑔 = β„Žπ‘–π‘ π‘‘π‘’π‘ž(𝑓, 256); ≫ π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔); Hasilnya adalah >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑔); Hasilnya adalah
  • 27. 26 >> π‘¦π‘™π‘–π‘š(β€²π‘Žπ‘’π‘‘π‘œβ€²); Hasilnya adalah >> β„Žπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š = π‘–π‘šβ„Žπ‘–π‘ π‘‘(𝑓)./π‘›π‘’π‘šπ‘’π‘™(𝑓); >> %πΆπ‘’π‘šπ‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘‘π‘–π‘£π‘’ π‘‘π‘–π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘“π‘’π‘›π‘π‘‘π‘–π‘œπ‘›: >> 𝑐𝑑𝑓 = π‘π‘’π‘šπ‘ π‘’π‘š(β„Žπ‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š); >> π‘₯ = π‘™π‘–π‘›π‘ π‘π‘Žπ‘π‘’(0,1,256); >> π‘π‘™π‘œπ‘‘(π‘₯, 𝑐𝑑𝑓)
  • 28. 27 >> π‘Žπ‘₯𝑖𝑠([0 1 0 1]) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘¦π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: .2: 1) >> 𝑠𝑒𝑑(π‘”π‘π‘Ž, β€²π‘₯π‘‘π‘–π‘π‘˜β€², 0: .2: 1) >> π‘₯π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(′𝐼𝑛𝑝𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑑𝑦 π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’π‘ β€², β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9) >> π‘¦π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘™(′𝑂𝑒𝑑𝑝𝑒𝑑 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑑𝑦 π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’π‘ β€², β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9) >> %𝑆𝑝𝑒𝑐𝑖𝑓𝑦 𝑑𝑒π‘₯𝑑 𝑖𝑛 π‘‘β„Žπ‘’ π‘π‘œπ‘‘π‘¦ π‘œπ‘“ π‘‘β„Žπ‘’ π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘β„Ž: >> 𝑑𝑒π‘₯𝑑(0.18,0.5, β€²π‘‡π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œπ‘› π‘“π‘’π‘›π‘π‘‘π‘–π‘œπ‘›β€², . . . β€²π‘“π‘œπ‘›π‘‘π‘ π‘–π‘§π‘’β€², 9) Hasilnya adalah
  • 29. 28 2.5 Spatial Filtering Neighborhood processing consists of ο‚· Defining a center point, (x, y); ο‚· Performing an operation that involves only the pixels in a predefined neighborhood about that center point; ο‚· Letting the result of that operation be the "response" of the process at that point; and ο‚· Repeating the process for every point in the image. If the computations performed on the pixels of the neighborhoods are linear, the operation is called linear spatial filtering; otherwise it is called nonlinear spatial filtering. 2.5.1 Linear Spatial Filtering The mechanics of linear spatial filtering:
  • 30. 29 Berikut contoh penggunaan Korelasi dan Konvolusi dalam pemfilteran spasial sebuah cittra. Correlation (a) 0 0 0 1 0 0 0 0 2 8 0 6 0 (b) 0 0 0 1 0 0 0 0 2 8 0 6 0 Starting position alignment Zero padding (c) (0 0 0 0) 0 0 0 1 0 0 0 0 (0 0 0 0) 2 8 0 6 0 (d) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 8 0 6 0 Position after one shift (e) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 8 0 6 0 Position after four shifts (f) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 8 0 6 0 Final position Origin 𝑓 𝑀
  • 31. 30 β€˜Full’ correlation result (g) 0 0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 β€˜Same’ correlation result (h) 0 0 2 8 0 6 0 0 Convolution Origin 𝑓 w rotated 180Β° (i) 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (j) 0 0 0 1 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (k) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (l) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (m) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (n) 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 8 2 (o) β€˜full’ convolution resul 0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0 0 (p) 0 0 2 8 0 6 0 0 0
  • 32. 31 Terlihat pada Gambar diatas baik Korelasi maupun konvulusi, barisan terakhir pada w diletakkan tepat pada baris pertama dari f kemudian yang kosong ditambahkan dengan angka 0, kemudian dari posisi itu w mulai digeser dan setiap pergeseran f dikalikan dengan w sehingga akan menghasilkan barisan pada β€œfull correlation result”, cara mengkalikannya adalah (0 Γ— 2) + (0 Γ— 8 ) + (0 Γ— 0) + (0 Γ— 6 ) + ( 0 Γ— 0) = 0 Sehingga baris pertama pada β€œfull correlation result” nilainya 0, kemudian setelah itu w digeser lagi dan setiap pergeserannya dikalikan lagi dengan f sampai pada ujung f , contoh pada saat w berada pada barisan kelima pada f maka akan menghasilkan nilai =2, berikut buktinya: (0 Γ— 2) + (0 Γ— 8 ) + (0 Γ— 0) + (1 Γ— 6) + (0 Γ— 0 ) = 6 Sehingga diperoleh nilai full correlation result seperti berikut: 0 0 0 0 2 8 0 6 0 0 0 0 Karena ukuran f adalah 8 maka hasil full correlation diubah ukurannya menjadi 8, sehingga menjadi seperti berikut ini: 0 0 2 8 0 6 0 0 Begitupun dengan Konvolusi, caranya sama dengan Korelasi hanya saja perbedaannya adalah nilai w, nilai w pada konvulusi di putar 180o sehingga w-nya menjadi seperti berikut: 0 6 0 8 2 Untuk mendapatkan β€œfull convolution result”, caranya sama dengan cara mencari β€œfull korrelation result” yaitu dengan menggeser w sampai ujung f dengan disetiap pergeseran w dikalikan dengan f . Contoh diatas adalah penggunaan Korelasi dan Konvolution pada satu dimensi, bagaiman jika penggunaan korelasi dan konvolusi pada dua dimensi.
  • 33. 32 Untuk melakukan proses pemfilteran, maka proses tersebut dimulai dari pojok kiri atas dengan mengambil f(x, y) dengan ordo 3 x 3.langka pertama sama dengan proses yang dilakukan pada satu imensi yaitu menempatkan barisan terakhir dari w tepat pada barisan pertama dari f, Origin of f(x,y) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 5 7 9 2 4 6 8 (a) Padded f 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (b) Initial position for w 𝟏 πŸ‘ πŸ“ πŸ• πŸ— 𝟐 πŸ’ πŸ” πŸ– 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (c) w(x,y) )
  • 34. 33 β€˜full’ correlation result 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 πŸ– πŸ” πŸ’ 𝟐 πŸ— πŸ• πŸ“ πŸ‘ 𝟏 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (d) β€˜same’ correlation result 0 0 0 0 0 0 8 6 4 0 0 0 0 2 5 0 9 3 0 7 1 0 0 0 0 (e) Rotated w πŸ– πŸ” πŸ’ 𝟐 πŸ— πŸ• πŸ“ πŸ‘ 𝟏 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (f) β€˜full’ convolution result
  • 35. 34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 𝟏 πŸ‘ πŸ“ πŸ• πŸ— 𝟐 πŸ’ πŸ” πŸ– 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (g) β€˜same’ convolution result 0 0 0 0 0 0 1 3 5 0 0 0 0 7 4 0 9 6 0 2 8 0 0 0 0 (h) kemudian yang kosong diisi dengan angka 0 sehingga menghasilkan sebagai berikut 𝟏 πŸ‘ πŸ“ πŸ• πŸ— 𝟐 πŸ’ πŸ” πŸ– 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kemudian w dikalikan dengan f, seperti berikut: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 5 7 9 2 4 6 8 (1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—0)+(2Γ—0 )+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—0)=0
  • 36. 35 Maka diperoleh nilai 0, untuk mendapatkan nilai 8 pada titik (4,4), berikut caranya: 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3 5 7 9 2 4 6 8 (1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—0)+(2Γ—0 )+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—1)=8 Begitupun untuk mendapatkan nilai 9 pada titik (5,5) 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 3 5 7 9 2 4 6 8 (1Γ—0)+(3Γ—0 )+(5Γ—0)+(7 Γ—0 )+(9Γ—1)+(2Γ—0)+(4Γ—0)+(6Γ—0 )+(8Γ—0)=9 Begitupun untuk mendapatkan nilai 3 pada titik (5,6) 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3 5 7 9 2 4 6 8 (1Γ—0)+(3Γ—1)+(5Γ—0 )+(7Γ—0)+(9Γ—0 )+(2Γ—0)+(4Γ—0)+(6Γ—0)+(8Γ—0)=3 Sehingga setelah pergeseran sampai pada ujung f maka diperoleh berikut ini:
  • 37. 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 πŸ– πŸ” πŸ’ 𝟐 πŸ— πŸ• πŸ“ πŸ‘ 𝟏 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Hasil diatas sama saja dengan hasil dibawah ini: 0 0 0 0 0 0 8 6 4 0 0 0 0 2 5 0 9 3 0 7 1 0 0 0 0 Begitun dengan Konvolusi, caranya sama dengan Korelasi diatas hanya saja w- nya yang berbeda, karena pada konvolusi sebelum dilakukan prosesnya maka w harus di putar 180o sehingga menghasilkan w seperti berikut: 8 6 4 2 9 7 5 3 1 Dengan cara yang sama dengan korelasi maka didapatkanlah hasil konvolusi berikut: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 𝟏 πŸ‘ πŸ“ πŸ• πŸ— 𝟐 πŸ’ πŸ” πŸ– 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Hasil di atas sama saja dengan hasil dibawah ini:
  • 38. 37 0 0 0 0 0 0 1 3 5 0 0 0 0 7 4 0 9 6 0 2 8 0 0 0 0 2.6 Transformasi Fourier Diskrit 2-Dimensi Misalkan 𝑓(π‘₯, 𝑦) untuk π‘₯ = 0,1,2, … , 𝑀 βˆ’ 1 dan 𝑦 = 0,1,2, … , 𝑁 βˆ’ 1 melambangkan citra digital dari partisi matrik berukuran 𝑀 Γ— 𝑁. Transformasi Fourier Diskrit (TFD) dari 𝑓(π‘₯, 𝑦) disimbolkan 𝐹( 𝑒, 𝑣), diberikan dari persamaan: 𝐹( 𝑒, 𝑣) = βˆ‘ βˆ‘ 𝑓( π‘₯, 𝑦) 𝑒 βˆ’π‘—2πœ‹( 𝑒π‘₯ 𝑀 + 𝑣𝑦 𝑁 ) π‘βˆ’1 𝑦=0 π‘€βˆ’1 π‘₯=0 Untuk 𝑒 = 0,1,2, … 𝑀 βˆ’ 1 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑣 = 0,1,2, … 𝑁 βˆ’ 1. Fungsi eksponensial dapat diubah menjadi fugsi cosinus dan fungsi sinus, dengan variable baru 𝑒 dan 𝑣 yang menentukan nilai frekuensinya ( π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› π‘¦π‘Ž π‘‘π‘–π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿ). Domain frekuensi adalah system koordinat yang dibangun oleh 𝐹(𝑒, 𝑣) dimana 𝑒 dan 𝑣 sebagai variable (frekuensi). Inverse dari transformasi Fourier Diskrit (IDFF) adalah 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 1 𝑀𝑁 βˆ‘ βˆ‘ 𝐹( 𝑒, 𝑣) 𝑒 𝑗2πœ‹( 𝑒π‘₯ 𝑀 + 𝑣𝑦 𝑁 ) π‘βˆ’1 𝑦=0 π‘€βˆ’1 π‘₯=0 Dimana π‘₯ = 0,1,2, … 𝑀 βˆ’ 1 dan 𝑦 = 0,1,2, … , 𝑁 βˆ’ 1. 𝑓(π‘₯, 𝑦) dapat diperoleh dari IDFF. Nilai dari 𝐹( 𝑒, 𝑣) dalam persamaan ini biasa disebut sebagai koefisien Fourier dari ekspansi. Nilai dari ransformasi di titik asal β€œdari’ domain frekuensi (contoh F(0,0) disebut component dc dari TRansformasi Fourier, dimana dc menyatakan direct current. Meskipun jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) adalah fungsi real, secara umum transformasinya adalah kompleks. Metode dasar untuk menganalisis transformasi visualnya adalah
  • 39. 38 menghitung nilai spektrumnya (Gelombang dari fungsi 𝐹( 𝑒, 𝑣), yang merupakan fungsi bilangan real) dan menampilkan dalam bentuk gambar. Misalkan 𝑅( 𝑒, 𝑣) dan 𝐼( 𝑒, 𝑣) melambangkan komponen real dan imajiner dari 𝐹( 𝑒, 𝑣), Spektrum Fourier didefinisikan sebagai: | 𝐹( 𝑒, 𝑣)| = [ 𝑅2( 𝑒, 𝑣) + 𝐼2( 𝑒, 𝑣)] 1 2 Nilai sudut fase dari transformasi didefinsikan sebagai πœƒ( 𝑒, 𝑣) = arctan [ 𝐼( 𝑒, 𝑣) 𝑅( 𝑒, 𝑣) ] 2.7 Menghitung dan Menvisualisasikan 2-D DFT dalam MATLAB DFT dan inversnya diperoleh dengan menggunakan algoritma fast Fourier transform (FFT). FFT dari matriks gambar 𝑓 yang diperoleh menggunakan fungsi 𝑓𝑓𝑑2, yang memiliki syntax: 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2( 𝑓) 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′); π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€( 𝑓) Hasilnya adalah Gambar 1. Citra asli
  • 40. 39 >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹); Hasilnya adalah Gambar 2. Hasil transformasi dengan FFT Fungsi ini menghasilkan matriks baru yang juga memiliki ukuran 𝑀 Γ— 𝑁. Jika transformasi Fourier digunakan untuk filtering. Syntaksnya berubah menjadi 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2( 𝑓, 𝑃, 𝑄) Dengan syntax diatas akan menghasilkan hasil matriks transformasi berukuran 𝑃 Γ— 𝑄 >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓, 128,128); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹); Hasilnya adalah
  • 41. 40 Gambar3 fft dengan dimensi filtering Spetrum Fourier diperoleh dengan menggunakanfungsi abs: 𝑆 = π‘Žπ‘π‘ ( 𝐹) Yang menghitung nilai magnitude (akar kuadrat dari penjumlahan kuadrat dari bagian imajiner dan bagian real) dari setiap elemen dari array. >> 𝑆 = π‘Žπ‘π‘ (𝐹); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆) Gambar 4 Visualisasi Spektrum Fourier Fungsi π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘, dapat digunakan untuk memindahkan titik asal dari transformasi ke tengah dari segiempat frekuensi, syntaksnya adalah 𝐹𝑐 = π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( 𝐹) Dimana F adalah hasil transformasi yang dihitung dengan menggunakan 𝑓𝑓𝑑2 dan 𝐹𝑐 adalah transformasi yang focus ditengah. Fungsi π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘ dioperasikan dengan mengganti kuadran dari F. contoh, jika π‘Ž = [2 8; 0 6], maka π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( π‘Ž) = [6 0; 8 2].
  • 42. 41 >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓, 128,128); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹); Hasilnya adalah: Gambar 6a 𝑓𝑓𝑑 π‘π‘–π‘Žπ‘ π‘Ž >> 𝐹𝑐 = π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹𝑐); Hasilnya adalah Gambar 6b. Menggunakan π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘
  • 43. 42 Interval dari nilai spectrum ini sangat besar yaitu (0 – 420.495) dibandingkan dengan 8 bit sehingga nilai terang mendominasi hasilnya. Kesulitan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan transformasi log. >> 𝑆2 = π‘™π‘œπ‘”(1 + 𝐹𝑐); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆2); Hasilnya adalah Gambar 8. Hasil transformasi dengan fungsi log biasa >> 𝑆2 = π‘™π‘œπ‘”(1 + π‘Žπ‘π‘ (𝐹𝑐)); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆2); Hasilnya adalah Gambar 9. Hasil transformasi dengan fungsi log dengan fungsi abs Fungsi π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘, dapat digunakan untuk membalikkan Fc(mengembalikan ke gambar semula), Syntaksnya adalah: >> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘( 𝐹𝑐) >> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹𝑐);
  • 44. 43 >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹); Hasilnya adalah Gambar 10 β„Žπ‘Žπ‘ π‘–π‘™ π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘ Fungsi ini juga dapat digunakan untuk mengkoversi sebuah fungsi awalnya berpsat disegi empat ke fungsi yang berpusat dibagian atas sebelah kiri segiempat. Untuk menghitung nilai sudut fase. Karena komponen bagian real dan imajiner dari transformasi Fourier 2-D, 𝑅( 𝑒, 𝑣) π‘‘π‘Žπ‘› 𝐼( 𝑒, 𝑣), array dari ukuran yang sama sebagai 𝐹( 𝑒, 𝑣). Karena elemen dari R dan I saling bebas dan dapat bernilai positif maupun negative, kita harus menghitung arctan dalaminterval [βˆ’πœ‹, πœ‹] (fungsi dengan sifat ini disebut arctan empat kuadran). Fungsi MATLAB atan2, dapat menghitung perhitungan ini. Syntaksnya adalah: ≫ π‘β„Žπ‘– = π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›2(βˆ’1,1) π‘β„Žπ‘– = βˆ’0.7854 Untuk membuat fungsi phi digunakan syntax: >> 𝐹 = π‘–π‘“π‘“π‘‘π‘ β„Žπ‘–π‘“π‘‘(𝐹𝑐); >> π‘β„Žπ‘– = π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›2(π‘–π‘šπ‘Žπ‘”(𝐹), π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝐹));
  • 45. 44 >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘β„Žπ‘–) Hasilnya adalah Gambar 11 Fungsi phi Selain menginput langsung bagian real dan bagian imajiner dari array F, dapat juga diperoleh dengan menggunakan fungsi sudut secara langsung: > > π‘ƒβ„Žπ‘– = π‘Žπ‘›π‘”π‘™π‘’(𝐹); > > πΉπ‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(π‘β„Žπ‘–) Gambar 12. Fungsi sudut Hasilnya juga sama, selain itu dapat diperoleh DFT dengan menggunakan ekspresi >> 𝑆 = π‘Žπ‘π‘ (𝐹); >> 𝐹 = 𝑆.βˆ— 𝑒π‘₯𝑝(𝑖 βˆ— π‘β„Žπ‘–);
  • 46. 45 >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑆); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹) Hasilnya adalah Gambar 13, hasil DFT Akhirnya, diperoleh invers dari transformasi Fourier dapat dihitung dengan menggunakan fungsi 𝑖𝑓𝑓𝑑2, yang memiliki syntaks dasar: 𝑓 = 𝑖𝑓𝑓𝑑2( 𝐹) Dimana F adalah transformasi Fourier dan f adalah gambar asli. Karena fft2 mengkonversi gambar input ke kelas double tanpa menggunakaaan penskalaan. Hasil dari operasi 𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹) akan menghasilkan matriks baru berukuran sama dengan f dengan nilai yang berada di interval [0255]. Tetapi menggunakan kelas double. >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓); >> 𝑔 = 𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑔) Hasilnya adalah
  • 47. 46 Gambar14 Hasil invers dari 𝑓𝑓𝑑2 double Jika gambar input F adalah real, invers dari input ini adalah real. Tetapi kadang ouput dari ifft2 kadang memiliki komponen imajiner yang kecil hasil dari pembulatan saat perhitungan, untuk menghasilkan bagian realnya saja, digunakan syntax. >> 𝑓 = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐹)); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓) >> Hasilnya adalah
  • 48. 47 Gambar15. Hasil real dari 𝑖𝑓𝑓𝑑2 2.8 Filtering In The Frequency Domain >> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝑓); Hasilnya adalah: >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐹);
  • 49. 48 Hasilnya adalah: [𝑀, 𝑁] = 𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑓); >> 𝑠𝑖𝑔 = 10; >> 𝐻 = π‘“π‘ π‘π‘’π‘π‘–π‘Žπ‘™(β€²π‘”π‘Žπ‘’π‘ π‘ π‘–π‘Žπ‘›β€², [𝑀, 𝑁], 𝑠𝑖𝑔); >> 𝐺 = π‘–π‘šπ‘“π‘–π‘™π‘‘π‘’π‘Ÿ(𝐹, 𝐻, β€²π‘ π‘Žπ‘šπ‘’β€²); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐺, []); Hasilnya adalah: >> β„Ž = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐻));
  • 50. 49 >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž); Hasilnya adalah: Untuk N=10 dan M=10 maka >> 𝑓 = π‘–π‘šπ‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘‘(β€²π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘ 4. 𝑗𝑝𝑔′); >> 𝐹 = 𝑓𝑓𝑑2(𝑓); >> 𝑠𝑖𝑔 = 10; >> 𝐻 = π‘“π‘ π‘π‘’π‘π‘–π‘Žπ‘™(β€²π‘”π‘Žπ‘’π‘ π‘ π‘–π‘Žπ‘›β€², [10,10], 𝑠𝑖𝑔); >> 𝐺 = π‘–π‘šπ‘“π‘–π‘™π‘‘π‘’π‘Ÿ(𝐹, 𝐻, β€²π‘ π‘Žπ‘šπ‘’β€²); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(𝐺); Hasilnya adalah: >> β„Ž = π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™(𝑖𝑓𝑓𝑑2(𝐻));
  • 51. 50 >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž); >> π‘“π‘–π‘”π‘’π‘Ÿπ‘’, π‘–π‘šπ‘ β„Žπ‘œπ‘€(β„Ž[]); π»π‘Žπ‘ π‘–π‘™π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž: