SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 397
Downloaden Sie, um offline zu lesen
OSN FISIKA SMA
DINAMIKA BENDA TEGAR
Dr. Zulfi Abdullah
PENERBIT KBM INDONESIA
𝑓𝑠
πœ“
πœ“
πœƒ
πœƒ
πœ“
π‘Ÿ
π‘š2𝑔
π‘š1𝑔
Penerbit KBM Indonesia
adalah penerbit dengan misi memudahkan proses penerbitan buku-buku
penulis di tanah air Indonesia.
Serta menjadi media sharing proses penerbitan buku.
OSN FISIKA SMA
DINAMIKA BENDA TEGAR
Copyright  2023 By Dr. Zulfi Abdullah
All rights reserved
ISBN
978-623-499-265-6
15,5 x 23 cm, iv + 387 halaman
Cetakan ke-1, April 2023
Penulis
Dr. Zulfi Abdullah
Desain Sampul
Aswan Kreatif
Tata Letak
Tim KBM Indonesia Group
Editor Naskah
Zainul Arifin, M.Pd.
Diterbitkan Oleh:
PENERBIT KBM INDONESIA
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
NO. IKAPI 279/JTI/2021
Banguntapan, Bantul-Jogjakarta (Kantor I)
Balen, Bojonegoro-Jawa Timur, Indonesia (Kantor II)
081357517526 (Tlpn/WA)
Website
https://penerbitkbm.com
www.penerbitbukumurah.com
Email
karyabaktimakmur@gmail.com
Distributor
https://toko.penerbitbukujogja.com
Youtube
Penerbit KBM Sastrabook
Instagram
@penerbit.kbm
@penerbitbukujogja
Isi buku diluar tanggungjawab penerbit
Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 29 ayat (1) dan ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan / atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait penjara paling lama 5 (lima) tahun, atau dikenakan denda
paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
diperuntukkan kepentingan komersial program komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dilarang keras mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini serta
memperjualbelikannya tanpa seizin penerbit dan penulis.
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | i
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala. Hanya atas
izin dan pertolongan Allah sajalah buku ini bisa hadir. Sholawat dan
salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di hari akhir. Amiin.
Fenomena benda tegar dalam fisika adalah wilayah keilmuan yang sangat
penting dan menarik untuk dikaji. Penguasaan terhadap bidang ini
merupakan syarat mutlak bagi siswa yang ingin menembus tingkat
nasional Olimpiade Fisika SMA (OSN-KSN/KSM) maupun bagi mahasiswa
yang ingin mengikuti ONMIPA-PT. Bidang ini memiliki tingkat kesulitan
yang sangat tinggi, karena mengandung konsep dasar yang rumit,
sehingga sulit untuk dapat dikuasai oleh siswa SMA/MA maupun oleh
mahasiswa tahap S1. Variasi soal terkait benda tegar boleh dikatakan tak
terbatas, yang hanya mungkin dapat dijawab oleh siswa/mahasiswa yang
menguasai konsep dasarnya dengan baik.
Hingga saat ini belum ada buku referensi OSN Fisika berbahasa Indonesia
yang khusus membahas secara detail bidang dinamika benda tegar,
sehingga secara umum, baik siswa/mahasiswa maupun guru/pembina
tidak mendapatkan gambaran utuh yang diperlukan untuk membahas
setiap soal yang terkait benda tegar.
Dalam upaya menjawab tantangan di atas, penulis menghadirkan buku
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar ini. Buku ini berisi konsep dasar,
gerak slip yang terjadi pada benda tegar, dan penjelasan detail tentang
gerak gelinding pada benda tegar. Selain berisi konsep dasar terkait
dinamika benda tegar, buku ini juga membahas banyak studi kasus yang
mungkin terjadi pada gerak benda tegar, baik benda tegar yang bergerak
dalam kondisi slip maupun benda tegar yang sedang menggelinding.
ii | Dr. Zulfi Abdullah
Buku ini juga yang berisi banyak soal dan pembahasan detail gerak slip
dan gerak gelinding pada benda tegar, baik soal-soal yang diambil dari
beberapa buku referensi yang tersedia, soal-soal OSN yang pernah keluar
maupun soal-soal hasil kreasi dan modifikasi dari penulis.
Semoga kehadiran buku ini dapat membantu para siswa dan mahasiswa
serta guru dan pembina untuk dapat membangun konsep dinamika benda
tegar dan aplikasinya pada gerak benda tegar yang mengalami slip
maupun gerak benda tegar yang sedang menggelinding.
Atas terbitnya buku dinamika benda tegar ini, penulis mengucapkan
terima kasih tak terhingga kepada penerbit dan semua pihak yang
terlibat, baik langsung maupun tak langsung. Terima kasih tak terhingga
juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua (alm), kedua mertua
(alm), istri, anak-anak dan menantu-menantu, adik dan kakak-kakak, para
guru dan dosen penulis, kolega sesama dosen, semua sahabat dan semua
kawan-kawan tim pembina Olimpiade Sumatera Barat serta semua pihak
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tak ada gading yang tak
retak. Penulis hanya manusia biasa, tempatnya salah dan khilaf. Segala
saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk kebaikan buku ini ke depannya.
Harapan tulus dari penulis, semoga buku ini dapat memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi pembacanya.
Padang, Maret 2023
Penulis
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | iii
DAFTAR ISI
Prakata……………………………………………………………………..………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….. iii
1. Konsep Benda Tegar……………………………………………………………
1.1. Pusat Massa………………………………………………………………..
1.2. Momen Inersia Benda Tegar……………………………………….
1.3. Teorema Sumbu Sejajar………………………………………………
1.4. Sistem β€œBebas” dan β€œTerikat”……………………………………..
1
1
12
21
31
2. Gerak Benda Tegar……………………………………………………………..
2.1. Kondisi Slip pada Benda Tegar……………………………………..
2.2. Konsep Dinamika Benda Tegar…………………………………….
2.3. Soal dan Pembahasan………………………………………………….
33
33
51
67
3. Gerak Gelinding pada Benda Tegar…………………………………….
3.1. Gaya Gesek Statis pada Gerak Gelinding Benda Tegar…
3.2. Gaya Gesek Statik Pada Benda Tegar yang Diam
di Atas/di Bawah Benda Lain………………...........................
3.3. Analisis Beberapa Kasus Umum Dinamika Benda
Tegar…………………………………………………………………………….
3.4. Soal dan Pembahasan…………………………………………………..
3.5. Soal Latihan………………………………………………………………….
113
115
126
129
209
382
4. Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 385
5. Profil Penulis…………………………………………………………………….... 387
iv | Dr. Zulfi Abdullah
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 1
BAB I
KONSEP BENDA TEGAR
Benda tegar secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah benda
yang tersusun atas banyak partikel (sistem partikel) yang jarak antar
partikelnya bersifat tetap. Berbeda dengan partikel titik yang tidak
berdimensi, benda tegar adalah benda yang memiliki dimensi, seperti:
tongkat (1 dimensi), pelat tipis/cakram (2 dimensi), balok, bola atau
silinder (3 dimensi) dan lain-lain. Benda tegar memiliki pusat massa yang
merupakan posisi bobot rata-rata dari benda tegar tersebut. Gerak benda
tegar secara umum adalah gerak pusat massa dan gerak rotasi setiap
elemen pembentuk benda terhadap pusat massanya.
Dalam konteks mekanika yang dibahas dalam buku ini, kita hanya
meninjau benda tegar yang memiliki kerapatan seragam dan memiliki
bentuk simetris sederhana dan bulat seperti tongkat, cincin, cakram,
silinder atau bola.
1.1. Pusat Massa
Tinjau sebuah sistem yang terdiri atas dua titik massa, yaitu titik massa
π‘š1 yang terletak pada posisi π‘Ÿ1 dan titik massa π‘š2 yang terletak pada
posisi π‘Ÿ2, maka posisi pusat massa, π‘Ÿπ‘π‘š, kedua benda didefinisikan sebagai
berikut:
Gambar 1.1: Posisi pusat massa dua benda titik.
π‘š1
π‘š2
π‘Ÿ1
π‘₯
𝑦
π‘Ÿπ‘π‘š
π‘Ÿ2
2 | Dr. Zulfi Abdullah
Posisi pusat massa kedua benda titik adalah:
π‘Ÿπ‘π‘š =
π‘š1π‘Ÿ1 + π‘š2π‘Ÿ2
π‘š1 + π‘š2
=
π‘š1π‘Ÿ1 + π‘š2π‘Ÿ2
𝑀
,
dengan 𝑀 adalah massa total (𝑀 = π‘š1 + π‘š2).
Posisi pusat massa sistem 𝑁 banyak benda π‘šπ‘–, 𝑖 = 1,2.3, … , 𝑁
adalah:
π‘Ÿπ‘π‘š =
βˆ‘ π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
⟹
{
π‘₯π‘π‘š =
βˆ‘ π‘šπ‘–π‘₯𝑖
𝑁
𝑖=1
𝑀
π‘¦π‘π‘š =
βˆ‘ π‘šπ‘–π‘¦π‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
π‘§π‘π‘š =
βˆ‘ π‘šπ‘–π‘§π‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
Posisi pusat massa benda tegar yang dapat diungkapkan sebagai
penjumlahan elemen massa βˆ†π‘šπ‘– secara diskrit (𝑖 = 1,2,3, … , 𝑁) adalah:
π‘Ÿπ‘π‘š =
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
Gambar 1.2: Benda tegar dapat dipandang tersusun dari banyak sekali
elemen massa βˆ†π‘šπ‘–, 𝑖 = 1,2,3, … 𝑁
π‘Ÿπ‘–
βˆ†π‘šπ‘–
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 3
Posisi pusat massa benda tegar yang elemen massanya terdistribusi
kontinu adalah:
π‘Ÿπ‘π‘š = lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
⟹
{
π‘₯π‘π‘š = lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘₯𝑖
𝑁
𝑖=1
𝑀
π‘¦π‘π‘š = lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘¦π‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
π‘§π‘π‘š = lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘§π‘–
𝑁
𝑖=1
𝑀
Atau (karena lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
𝑁
𝑖=0 β‰ˆ ∫ π‘Ÿπ‘‘π‘š
𝑀
0
), maka:
π‘Ÿπ‘π‘š =
∫ π‘Ÿπ‘‘π‘š
𝑀
0
𝑀
⟹
{
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯π‘‘π‘š
𝑀
0
𝑀
π‘¦π‘π‘š =
∫ π‘¦π‘‘π‘š
𝑀
0
𝑀
π‘§π‘π‘š =
∫ π‘§π‘‘π‘š
𝑀
0
𝑀
Untuk sistem dua benda titik, jika massa keduanya sama besar maka
posisi pusat massanya akan tepat di tengah-tengah jarak-pisah kedua titik
massa.
Jika massa keduanya berbeda, maka posisi pusat massanya akan berada
lebih dekat ke titik massa yang lebih besar.
Posisi pusat massa benda tegar yang memiliki bentuk simetris dan
memiliki kerapatan seragam akan berada di titik tengah benda tersebut.
Pertanyaan 1.1:
Tunjukkan bahwa posisi pusat massa dari dua benda titik massa yang
besarnya sama terletak di tengah-tengah jarak-pisah keduanya.
4 | Dr. Zulfi Abdullah
Jawab:
Misalkan kedua benda dinyatakan dengan π‘š1 dan π‘š2 dengan besar
π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan masing-masing terletak pada posisi π‘₯1 dan π‘₯2 dan
keduanya terpisah oleh jarak βˆ†π‘₯ = π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 seperti ditunjukkan oleh
gambar berikut:
Gambar 1.3: Dua benda bermassa π‘š1 dan π‘š2 masing-masing terletak
pada posisi π‘₯1 dan π‘₯2.
Berdasarkan gambar di atas, posisi pusat massa sistem adalah:
π‘₯π‘π‘š =
π‘š1π‘₯1 + π‘š2π‘₯2
π‘š1 + π‘š2
=
π‘šπ‘₯1 + π‘šπ‘₯2
π‘š + π‘š
=
π‘₯1 + π‘₯2
2
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1 + (βˆ†π‘₯ + π‘₯1)
2
π‘₯π‘π‘š = π‘₯1 +
1
2
βˆ†π‘₯
(Jika π‘₯1 = 2𝑖 dan π‘₯2 = 10𝑖, maka βˆ†π‘₯ = 8𝑖 dan π‘₯π‘π‘š = 6𝑖)
Pertanyaan 1.2:
Tentukan posisi pusat massa sebuah batang homogen satu dimensi
bermassa 𝑀 dan panjang 𝐿.
Gambar 1.4: Batang homogen 1D bermassa 𝑀 dan panjang 𝐿 dengan
ujung kiri sebagai pusat koordinat.
π‘₯2
π‘₯1
π‘š2
π‘š1
βˆ†π‘₯
π‘₯
𝑑π‘₯
0 𝐿
𝑀
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 5
Jawab:
Misalkan kerapatan batang 𝜌 = 𝑀 𝐿
⁄ = π‘‘π‘š 𝑑π‘₯
⁄ , dengan π‘‘π‘š adalah
elemen massa batang pada elemen panjang 𝑑π‘₯, sehingga besar elemen
massa π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘₯ = (𝑀 𝐿
⁄ )𝑑π‘₯, maka:
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯π‘‘π‘š
𝑀
=
∫ π‘₯πœŒπ‘‘π‘₯
𝐿
0
𝑀
=
𝜌 ∫ π‘₯𝑑π‘₯
𝐿
0
𝑀
=
𝑀
𝐿 ∫ π‘₯𝑑π‘₯
𝐿
0
𝑀
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯𝑑π‘₯
𝐿
0
𝐿
=
1
2 π‘₯2|0
𝐿
𝐿
=
1
2 (𝐿2
βˆ’ 02
)
𝐿
=
1
2
𝐿
Terlihat bahwa posisi pusat massa sebuah batang homogen terletak di
tengah-tengah batang tersebut. Mudah untuk dibuktikan bahwa posisi
pusat massa benda tegar yang simetris dan memiliki kerapatan seragam
terletak di tengah-tengah benda tegar tersebut.
Gambar 1.5: Posisi pusat massa benda tegar yang simetris dan memiliki
kerapatan seragam terletak di tengah-tengah benda tegar tersebut.
Posisi pusat massa dari gabungan banyak benda yang seragam
(identik/berjenis sama), baik posisi pusat massa untuk gabungan dari
berbagai benda 1 dimensi, posisi pusat massa untuk gabungan dari
berbagai benda 2 dimensi maupun posisi pusat massa untuk gabungan
berbagai benda 3 dimensi, dengan posisi pusat massa masing-masing
berturut-turut π‘₯1, π‘₯2, … π‘₯𝑛 dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk
persamaan di bawah ini.
π‘π‘š
π‘π‘š π‘π‘š
6 | Dr. Zulfi Abdullah
1. Benda-benda satu dimensi (dengan kerapatan masing-masing
besarnya sama, yaitu πœ† = π‘‘π‘š1 𝑑π‘₯1
⁄ = β‹― = π‘‘π‘šπ‘› 𝑑π‘₯𝑛
⁄ ):
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯1π‘‘π‘š1 + ∫ π‘₯2π‘‘π‘š2 + β‹― + ∫ π‘₯π‘›π‘‘π‘šπ‘›
∫ π‘‘π‘š1 + ∫ π‘‘π‘š2 + β‹― + ∫ π‘‘π‘šπ‘›
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯1πœ†π‘‘π‘₯1 + ∫ π‘₯2πœ†π‘‘π‘₯2 + β‹― + ∫ π‘₯π‘›πœ†π‘‘π‘₯𝑛
𝐿𝑛
0
𝐿2
0
𝐿1
0
∫ πœ†π‘‘π‘₯1
𝐿1
0
+ ∫ πœ†π‘‘π‘₯2
𝐿2
0
+ β‹― + ∫ πœ†π‘‘π‘₯𝑛
𝐿𝑛
0
π‘₯π‘π‘š =
∫ π‘₯1𝑑π‘₯ + ∫ π‘₯2𝑑π‘₯ + β‹― + ∫ π‘₯𝑛𝑑π‘₯
𝐿𝑛
0
𝐿2
0
𝐿1
0
∫ 𝑑π‘₯1
𝐿1
0
+ ∫ 𝑑π‘₯2
𝐿2
0
+ β‹― + ∫ 𝑑π‘₯𝑛
𝐿𝑛
0
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1𝐿1 + π‘₯2𝐿2 + β‹― + π‘₯𝑛𝐿𝑛
𝐿1 + 𝐿2 + β‹― + 𝐿𝑛
2. Benda-benda 2 dimensi:
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1𝐴1 + π‘₯2𝐴2 + β‹― + π‘₯𝑛𝐴𝑛
𝐴1 + 𝐴2 + β‹― + 𝐴𝑛
,
π‘¦π‘π‘š =
𝑦1𝐴1 + 𝑦2𝐴2 + β‹― + 𝑦𝑛𝐴𝑛
𝐴1 + 𝐴2 + β‹― + 𝐴𝑛
3. Benda-benda 3 dimensi:
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1𝑉1 + π‘₯2𝑉2 + β‹― + π‘₯𝑛𝑉
𝑛
𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉
𝑛
π‘¦π‘π‘š =
𝑦1𝑉1 + 𝑦2𝑉2 + β‹― + 𝑦𝑛𝑉
𝑛
𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉
𝑛
π‘§π‘π‘š =
𝑧1𝑉1 + 𝑧2𝑉2 + β‹― + 𝑧𝑛𝑉
𝑛
𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉
𝑛
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 7
Pertanyaan 1.3:
Tentukan posisi pusat massa sistem potongan tiga tongkat yang terbuat
dari material sejenis dengan panjang masing-masing 𝐿1, 𝐿2, dan 𝐿3 yang
tersusun seperti gambar di bawah ini.
Gambar 1.6: Posisi pusat massa sistem potongan tiga tongkat yang
terbuat dari material sejenis dengan panjang 𝐿1, 𝐿2 dan 𝐿3.
Jawab:
Panjang 𝐿1 = 2 satuan, 𝐿2 = 3 satuan, 𝐿3 = 4 satuan
Posisi pusat massa tongkat 𝐿1 ∢ (π‘₯1, 𝑦1) = (0, βˆ’1)
Posisi pusat massa tongkat 𝐿2 ∢ (π‘₯2, 𝑦2) = (1, 0.5)
Posisi pusat massa tongkat 𝐿3 ∢ (π‘₯3, 𝑦3) = (2, 1)
Posisi pusat massa sistem (gabungan):
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1𝐿1 + π‘₯2𝐿2 + π‘₯3𝐿3
𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3
=
(0)(2) + (1)(3) + (2)(4)
2 + 3 + 4
=
11
9
π‘¦π‘π‘š =
𝑦1𝐿1 + 𝑦2𝐿2 + 𝑦3𝐿3
𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3
=
(βˆ’1)(2) + (0.5)(3) + (1)(4)
2 + 3 + 4
=
3.5
9
Jadi:
(π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = (
11
9
,
3.5
9
)
βˆ’1 2 3 4
2
𝐿1
𝐿2
𝐿3
π‘π‘š
𝑦
π‘₯
8 | Dr. Zulfi Abdullah
Pertanyaan 1.4:
Tentukan posisi pusat massa sistem pelat yang terbuat dari material
sejenis dengan luas masing-masing 𝐴1 dan 𝐴2 yang yang tersusun seperti
gambar di bawah ini.
Gambar 1.7: Posisi pusat massa sistem pelat yang terbuat dari material
sejenis dengan luas masing-masing 𝐴1 dan 𝐴2.
Jawab:
Luas 𝐴1 = 8 satuan2
Luas 𝐴2 = 4 satuan2
Posisi pusat massa pelat 𝐴1 ∢ (π‘₯1, 𝑦1) = (2, 1)
Posisi pusat massa pelat 𝐴2 ∢ (π‘₯2, 𝑦2) = (3, 3)
Posisi pusat massa sistem (gabungan):
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯1𝐴1 + π‘₯2𝐴2
𝐴1 + 𝐴2
=
(2)(8) + (3)(4)
8 + 4
=
28
12
=
7
3
π‘¦π‘π‘š =
𝑦1𝐴1 + 𝑦2𝐴2
𝐴1 + 𝐴2
=
(1)(8) + (3)(4)
8 + 4
=
20
12
=
5
3
Jadi posisi pusat massa sistem:
(π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = (
7
3
,
5
3
)
4
βˆ’1 2 4
2
𝐴2
π‘π‘š
𝐴1
π‘₯
𝑦
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 9
Pertanyaan 1.5:
Tentukan pusat massa cakram pejal berlubang yang bermassa 𝑀 dan
berjari-jari 𝑅, jika kerapatannya seragam seperti gambar di bawah ini.
Lubang pada cakram berjari-jari (1 2
⁄ )𝑅.
Gambar 1.8: Cakram pejal berlubang yang memiliki massa sebesar 𝑀
dan jari-jari 𝑅.
Jawab:
Berdasarkan soal kita ketahui bahwa massa 𝑀 adalah massa cakram yang
sudah berlubang, bukan massa cakram yang masih utuh.
Jika kita definisikan massa cakram utuh adalah π‘€π‘ˆ dan massa lubang yang
hilang adalah 𝑀𝐿, maka massa 𝑀 dapat kita nyatatakan sebagai
pengurangan dari π‘€π‘ˆ dengan 𝑀𝐿, dengan ilustrasi sebagai berikut:
Gambar 1.9: Massa cakram berlubang 𝑀 adalah hasil pengurangan
massa cakram utuh π‘€π‘ˆ dengan massa lubang yang hilang 𝑀𝐿.
𝑅/2
𝑅
𝑀
10 | Dr. Zulfi Abdullah
Dari gambar di atas diketahui bahwa:
𝑀 = π‘€π‘ˆ βˆ’ 𝑀𝐿
Karena kerapatannya, 𝜎, seragam maka:
𝜎 =
𝑀
𝐴
=
π‘€π‘ˆ
π΄π‘ˆ
=
𝑀𝐿
𝐴𝐿
Dengan 𝐴, π΄π‘ˆ, dan 𝐴𝐿 berturut-turut adalah luas cakram berlubang, luas
cakram utuh dan luas lubang pada cakram.
Diketahui:
π΄π‘ˆ = πœ‹π‘…2
, 𝐴𝐿 = πœ‹ (
𝑅
2
)
2
=
πœ‹π‘…2
4
Maka luas cakram berlubang adalah:
𝐴 = π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿 = πœ‹π‘…2
βˆ’
1
4
πœ‹π‘…2
=
3
4
𝑅2
Sehingga massa masing-masing adalah:
π‘€π‘ˆ =
π΄π‘ˆ
𝐴
𝑀 =
πœ‹π‘…2
(3 4
⁄ )πœ‹π‘…2
𝑀 =
4
3
𝑀
𝑀𝐿 =
𝐴𝐿
𝐴
𝑀 =
(1 4
⁄ )πœ‹π‘…2
(3 4
⁄ )πœ‹π‘…2
𝑀 =
1
3
𝑀
Untuk memudahkan, kita pilih pusat cakram sebagai pusat sumbu
koordinat, maka koordinat pusat massa cakram yang masih utuh adalah
(π‘₯π‘ˆ, π‘¦π‘ˆ) = (0,0) dan koordinat pusat massa lubang (virtual) adalah
(π‘₯𝐿, 𝑦𝐿) = (0, βˆ’ 𝑅 2
⁄ ).
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 11
Gambar 1.10: Pusat cakram dipilih sebagai pusat sumbu koordinat.
Posisi pusat massa cakram berlubang (yang merupakan posisi dalam dua
dimensi, yaitu π‘₯π‘π‘š dan π‘¦π‘π‘š) dihitung relatif terhadap pusat sumbu
koordinat terpilih seperti tampak pada gambar di atas adalah sebagai
berikut:
Posisi arah sumbu π‘₯:
π‘₯π‘π‘š =
π‘₯π‘ˆπ΄π‘ˆ βˆ’ π‘₯𝐿𝐴𝐿
π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿
π‘₯π‘π‘š =
(0)(π΄π‘ˆ) βˆ’ (0)(𝐴𝐿)
π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿
= 0
Posisi arah sumbu 𝑦:
π‘¦π‘π‘š =
π‘¦π‘ˆπ΄π‘ˆ βˆ’ 𝑦𝐿𝐴𝐿
π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿
βˆ’
1
2
𝑅
𝑅 𝑀
π‘₯
𝑦
π‘π‘š
(0, 𝑅/6)
12 | Dr. Zulfi Abdullah
π‘¦π‘π‘š =
(0)( πœ‹π‘…2
) βˆ’ (βˆ’
𝑅
2) (
1
4 πœ‹π‘…2
)
πœ‹π‘…2 βˆ’
1
4 πœ‹π‘…2
=
1
8 πœ‹π‘…3
3
4 πœ‹π‘…2
=
1
6
𝑅
Jadi posisi pusat massa cakram berlubang relatif terhadap pusat cakram
adalah:
(π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = (0,
1
6
𝑅)
1.2. Momen Inersia Benda Tegar
Jika massa inersia π‘š yang menyatakan ukuran kelembaman gerak benda
secara umum maka momen inersia 𝐼 secara khusus menyatakan ukuran
kelembaman gerak rotasi benda. Makin besar massa benda, makin sulit
benda tersebut mengubah keadaan geraknya. Makin besar momen
inersia, makin sulit pula benda tersebut untuk mengubah keadaan gerak
rotasinya.
Misalkan sebuah partikel titik bergerak melingkar dengan kecepatan
sudut πœ” konstan (laju tangensial 𝑣 = πœ”π‘Ÿ konstan). Pada kondisi ini
partikel sedang mengalami gaya sentripetal 𝐹𝑠𝑝 = (1 2
⁄ )π‘šπ‘£2
yang
arahnya ke pusat lingkaran, tapi torsi pada partikel adalah nol.
Ketika partikel tiba-tiba dipukul dengan gaya 𝐹 secara tangensial (searah
dengan arah gerak), maka kecepatan partikel berubah menjadi 𝑣′ dan
gaya setripetal partikel juga akan berubah menjadi 𝐹′𝑠𝑝 = (1 2
⁄ )π‘šπ‘£β€²2
.
Perubahan kecepatan ini menunjukkan bahwa partikel memiliki
percepatan tangensial π‘Ž atau percepatan sudut 𝛼, dengan π‘Ž = π›Όπ‘Ÿ.
Menurut Hukum II Newton:
𝑭 = π‘šπ’‚
Momen gaya (torsi) yang dihasilkan oleh gaya 𝑭 terhadap titik 𝑃 adalah:
𝝉 = 𝒓 Γ— 𝑭
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 13
Gambar 1.11: Partikel yang tiba-tiba dipukul dengan gaya 𝐹 secara
tangensial (searah dengan arah gerak), akan mengalami perubahan laju.
Karena 𝐹 tegak lurus dengan π‘Ÿ, maka besar torsi:
𝜏 = π‘ŸπΉ = π‘Ÿπ‘šπ‘Ž = π‘Ÿπ‘š(π›Όπ‘Ÿ) = π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
Besaran π‘šπ‘Ÿ2
didefinisikan sebagai momen inersia partikel yang
dilambangkan dengan 𝐼, sehingga berlaku hubungan:
𝜏 = 𝐼𝛼
Jadi berdasarkan dua persamaan di atas, momen inersia untuk benda titik
yang berotasi adalah besaran yang merupakan perkalian antara massa
benda dengan kuadrat jarak benda dari poros putar:
𝐼 = π‘šπ‘Ÿ2
Momen inersia untuk sistem banyak benda titik yang berotasi bersama
pada poros yang sama adalah jumlah dari momen inersia masing-masing
benda titik.
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + β‹― + 𝐼𝑁 = π‘š1π‘Ÿ1
2
+ π‘š2π‘Ÿ2
2
+ β‹― + π‘šπ‘π‘Ÿπ‘
2
atau dapat diungkapkan dalam notasi matematis:
𝐼 = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
2
𝑁
𝑖=1
𝑣′
𝐹′𝑠𝑝
𝐹
π‘Ž
𝛼
π‘š
𝐹𝑠𝑝
𝑣
π‘š
π‘Ÿ
π‘Ÿ
𝑃 𝑃
14 | Dr. Zulfi Abdullah
Benda tegar (pejal) dapat dipandang tersusun dari banyak sekali elemen
massa βˆ†π‘šπ‘– (𝑖 = 1 … 𝑁) yang terdistribusi secara kontinu. Masing-masing
elemen terletak pada posisi π‘Ÿπ‘– dari poros putar. Maka momen inersianya
adalah:
𝐼 = βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
2
𝑖
Jika elemen massanya diperkecil menuju nol, dan semuanya terdistribusi
secara merata dan kontinu maka elemen massa benda dapat dinyatakan
dalam bentuk βˆ†π‘š β†’ 0 dan dengan demikian persamaan momen inersia
benda dapat diungkapkan dalam bentuk integral:
𝐼 = lim
βˆ†π‘šπ‘–β†’0
βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–
2
𝑖
= ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š
𝐼 = ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š
Pertanyaan 1.6:
Tentukan momen inersia tongkat 1D bermassa π‘š dan panjang 𝑙 yang
diputar melalui pusat massanya jika kerapatan tongkat tersebut seragam
(massa persatuan panjangnya konstan).
Jawab:
Perhatikan gambar dibawah ini:
Gambar 1.12: Tongkat seragam diputar dengan pusat massa sebagai
poros.
𝑑π‘₯
βˆ’
𝑙
2
𝑙
2
0 π‘₯
π‘‘π‘š
π‘š
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 15
Misalkan kerapatan tongkat dilambangkan dengan πœ†. Karena kerapatan
batang seragam maka πœ† bernilai konstan. Jadi,
πœ† =
π‘š
𝑙
=
π‘‘π‘š
𝑑π‘₯
π‘‘π‘š = πœ† 𝑑π‘₯
Misalkan untuk elemen π‘‘π‘š yang terletak pada posisi π‘₯ dari poros putar
memiliki momen inersia:
𝑑𝐼 = π‘₯2
π‘‘π‘š,
maka momen inersia total 𝐼 dari seluruh elemen tongkat adalah:
𝐼 = ∫ 𝑑𝐼 = ∫ π‘₯2
π‘‘π‘š = ∫ π‘₯2
𝑙
2
βˆ’
𝑙
2
πœ†π‘‘π‘₯
Karena πœ† konstan, tidak bergantung pada π‘₯ maka dapat dikeluarkan dari
integrasi sehingga:
𝐼 = πœ† ∫ π‘₯2
𝑙
2
βˆ’
𝑙
2
𝑑π‘₯
Jadi,
𝐼 = πœ† (
1
3
[π‘₯3]|
βˆ’
𝑙
2
𝑙
2
) =
1
3
πœ† ((
𝑙
2
)
3
βˆ’ (βˆ’
𝑙
2
)
3
)
𝐼 =
πœ†
3
(
𝑙3
8
+
𝑙3
8
) =
πœ†
3
𝑙3
4
=
πœ†π‘™3
12
Karena πœ† = π‘š/𝑙, maka momen inersia tongkat adalah:
𝐼 =
1
12
π‘šπ‘™2
16 | Dr. Zulfi Abdullah
Pertanyaan 1.7:
Tentukan momen inersia tongkat pada pertanyaan 1.6 di atas jika diputar
dengan poros putarnya adalah salah satu ujungnya.
Jawab:
Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 1.13: Tongkat seragam diputar dengan salah satu ujung tongkat
sebagai poros.
Metodenya sama dengan jawaban soal sebelumnya, hanya berbeda
dalam batas-batas integrasinya.
𝐼 = πœ† ∫ π‘₯2
𝑙
0
𝑑π‘₯
Jadi,
𝐼 = πœ† (
1
3
[π‘₯3]|0
𝑙
) =
1
3
πœ†(𝑙3
βˆ’ 03) =
πœ†
3
(𝑙3) =
πœ†π‘™3
3
𝐼 =
1
3
π‘šπ‘™2
Pertanyaan 1.8:
Tentukan momen inersia sebuah cakram bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅
yang diputar melalui pusat massanya jika kerapatan cakram tersebut
seragam (massa persatuan luasnya konstan).
𝑑π‘₯ 𝑙
0 π‘₯
π‘‘π‘š
π‘š
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 17
Jawab:
Gambar 1.14: Cakram seragam diputar dengan poros pusat massa.
Misalkan kerapatan cakram adalah 𝜎,
𝜎 =
𝑀
𝐴
=
π‘‘π‘š
𝑑𝐴
π‘‘π‘š = πœŽπ‘‘π΄ = πœŽπ‘Ÿπ‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ
𝐼 = ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š = ∫ π‘Ÿ2
πœŽπ‘‘π΄ = 𝜎 ∫ ∫ π‘Ÿ3
2πœ‹
πœƒ=0
π‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ
𝑅
π‘Ÿ=0
𝐼 = 𝜎 ∫ π‘‘πœƒ
2πœ‹
πœƒ=0
∫ π‘Ÿ3
𝑅
π‘Ÿ=0
π‘‘π‘Ÿ
𝐼 = 𝜎( πœƒ|0
2πœ‹) (
1
4
π‘Ÿ4
|
0
𝑅
) = 𝜎(2πœ‹ βˆ’ 0)
1
4
(𝑅4
βˆ’ 0)
𝐼 = (𝜎)(2πœ‹) (
1
4
𝑅4
) = (
𝑀
𝐴
) (
πœ‹
2
) (𝑅4) = (
𝑀
πœ‹π‘…2
) (
πœ‹
2
) (𝑅4)
𝐼 =
1
2
𝑀𝑅2
π‘Ÿ
π‘‘π‘Ÿ
π‘‘πœƒ
πœƒ
𝑑𝐴 = π‘‘π‘Ÿ. π‘Ÿπ‘‘πœƒ = π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ
π‘‘π‘š
𝑀
18 | Dr. Zulfi Abdullah
Pertanyaan 1.9:
Sebuah silinder padat seragam berjari-jari 𝑅, massa 𝑀, dan panjang 𝐿.
Hitung momen inersia terhadap poros garis tengahnya (yaitu sumbu 𝑧).
Jawab:
Akan lebih mudah untuk membagi silinder menjadi banyak kulit silinder,
masing-masing memiliki radius π‘Ÿ, ketebalan π‘‘π‘Ÿ, dan panjang 𝐿, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.15.
Elemen volume 𝑑𝑉 masing-masing kulit adalah area tampang lintang
dikalikan dengan panjangnya: 𝑑𝑉 = 𝑑𝐴. 𝐿 = (2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿.
Jika diketahui besar massa per satuan volume adalah 𝜌, maka massa
elemen volume silinder ini adalah:
π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘‰ = 𝜌(2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿
Gambar 1.15: Silinder pejal seragam diputar dengan garis tengah silinder
sebagai poros.
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 19
Maka momen inersia silinder:
𝐼 = ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š = ∫ π‘Ÿ2
𝜌(2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿 = 2πœ‹πœŒπΏ ∫ π‘Ÿ3
π‘‘π‘Ÿ
𝑅
π‘Ÿ=0
𝐼 = 2πœ‹πœŒπΏ
1
4
[π‘Ÿ4]|0
𝑅
=
1
2
πœ‹πœŒπΏ(𝑅4
βˆ’ 0) =
1
2
πœ‹πœŒπΏπ‘…4
Karena:
𝜌 =
𝑀
𝑉
=
𝑀
πœ‹π‘…2𝐿
,
maka momen inersia silinder pejal seragam adalah:
𝐼 =
1
2
πœ‹ (
𝑀
πœ‹π‘…2𝐿
) 𝐿𝑅4
Kita peroleh hasil perhitungan akhir, momen inersia silinder pejal seragam
yang diputar dengan garis tengah silinder sebagai poros adalah:
𝐼 =
1
2
𝑀𝑅2
Pertanyaan 1.10:
Tentukan momen inersia sebuah bola bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 yang
diputar melalui pusat massanya jika kerapatan bola tersebut seragam
(massa persatuan volumenya konstan).
Jawab:
Kita dapat menghitung momen inersia bola dengan mengganggap bola
tersebut terdiri kumpulan cakram seperti ditunjukkan gambar di bawah
ini:
20 | Dr. Zulfi Abdullah
Gambar 1.16: Bola pejal seragam diputar dengan pusatnya sebagai
poros.
Perhatikan elemen cakram pada ketinggian π‘₯ dari pusat lingkaran di atas,
jari-jari elemen cakram tersebut adalah = βˆšπ‘…2 βˆ’ π‘₯2. Volume elemen
cakram adalah luas dikali tinggi, 𝑑𝑉 = πœ‹π‘Ÿ2
𝑑π‘₯.
Jika kerapatan bola adalah 𝜌, maka:
𝜌 =
𝑀
𝑉
=
π‘‘π‘š
𝑑𝑉
π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘‰ = 𝜌. πœ‹π‘Ÿ2
𝑑π‘₯ = πœ‹πœŒ(𝑅2
βˆ’ π‘₯2
)𝑑π‘₯
Setiap elemen cakram akan memiliki momen inersia:
𝑑𝐼 =
1
2
π‘Ÿ2
π‘‘π‘š =
1
2
π‘Ÿ2
. πœ‹πœŒ(𝑅2
βˆ’ π‘₯2)𝑑π‘₯
𝑅
𝑂
π‘₯
𝑑π‘₯
𝑅2 βˆ’ π‘₯2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 21
𝑑𝐼 =
1
2
πœ‹πœŒ(𝑅2
βˆ’ π‘₯2)(𝑅2
βˆ’ π‘₯2)𝑑π‘₯ =
1
2
πœ‹πœŒ(𝑅2
βˆ’ π‘₯2)2
𝑑π‘₯
Perubahan π‘₯ dari 0 ke 𝑅 akan mencakup setengah bagian atas bola.
Karena itu total integrasi untuk seluruh bola adalah dua kali integrasi 𝑑𝐼
dari π‘₯ = 0 sampai π‘₯ = 𝑅.
𝐼 = 2 ∫
1
2
πœ‹πœŒ(𝑅2
βˆ’ π‘₯2)2
𝑑π‘₯ = πœ‹πœŒ ∫ (𝑅2
βˆ’ π‘₯2)2
𝑑π‘₯
𝑅
0
𝑅
0
𝐼 = πœ‹πœŒ ∫ (𝑅4
βˆ’ 2𝑅2
π‘₯2
+ π‘₯4
)𝑑π‘₯
𝑅
0
𝐼 = πœ‹πœŒ (∫ π‘₯4
𝑑π‘₯ βˆ’ ∫ 2𝑅2
π‘₯2
𝑅
0
𝑑π‘₯ + ∫ π‘₯4
𝑅
0
𝑑π‘₯
𝑅
0
)
𝐼 = πœ‹πœŒ (
1
5
𝑅5
βˆ’
2
3
𝑅5
+
1
5
𝑅5
) = πœ‹πœŒ (
8𝑅5
15
) = πœ‹ (
𝑀
𝑉
) (
8𝑅5
15
)
𝐼 = πœ‹ (
𝑀
4
3
πœ‹π‘…3
) (
8𝑅5
15
)
𝐼 =
2
5
𝑀𝑅2
1.3. Teorema Sumbu Sejajar
Terdapat teorema umum yang menghubungkan momen inersia terhadap
sumbu yang melalui pusat massa benda dengan momen inersia terhadap
sumbu lain yang sejajar dengan sumbu yang melalui pusat massa benda
tersebut. Teorema ini dikenal dengan nama Teorema Sumbu Sejajar.
22 | Dr. Zulfi Abdullah
Misalkan kita memiliki sebuah benda pejal yang berotasi pada bidang π‘₯𝑦
dengan sumbu 𝑧 sebagai sumbu rotasi, dan koordinat pusat massa benda
dari sumbu putar adalah (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š).
Tinjau elemen massa π‘‘π‘š dari benda yang terletak pada koordinat (π‘₯, 𝑦).
Karena elemen massa ini berada pada jarak π‘Ÿ = π‘₯2 + 𝑦2 dari sumbu 𝑧,
maka momen inersia elemen massa π‘‘π‘š terhadap sumbu 𝑧 adalah:
𝐼 = ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š = ∫(π‘₯2
+ 𝑦2)π‘‘π‘š
Namun, kita dapat menghubungkan koordinat (π‘₯, 𝑦) dari elemen massa
π‘‘π‘š ke koordinat pusat massa objek (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) seperti terlihat pada
gambar 1.17 di bawah. Dari gambar terlihat bahwa:
π‘₯ = π‘₯β€²
+ π‘₯π‘π‘š dan 𝑦 = 𝑦′
+ π‘¦π‘π‘š, dengan (π‘₯β€²
, 𝑦′) merupakan posisi π‘‘π‘š
terhadap pusat massa objek (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š), karena itu:
𝐼 = ∫ π‘Ÿ2
π‘‘π‘š = ∫(π‘₯2
+ 𝑦2)π‘‘π‘š
𝐼 = ∫ ((π‘₯β€²
+ π‘₯π‘π‘š)
2
+ (𝑦′
+ π‘¦π‘π‘š)
2
) π‘‘π‘š
𝐼 = ∫(π‘₯β€²2
+ 𝑦′2) π‘‘π‘š + (π‘₯π‘π‘š
2
+ π‘¦π‘π‘š
2
) ∫ π‘‘π‘š + 2π‘₯π‘π‘š ∫ π‘₯β€²π‘‘π‘š
+2π‘¦π‘π‘š ∫ π‘¦β€²π‘‘π‘š
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 23
Gambar 1.17: Rotasi benda bidang π‘₯𝑦 dengan sumbu 𝑧 sebagai sumbu
rotasi, dan koordinat pusat massa benda dari sumbu putar adalah
(π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š). (Sumber: Halliday-Resnic)
Perhatikan persamaan terakhir di atas, yang masing-masing dapat
dilabelkan sebagai berikut:
1 ⟹ ∫(π‘₯β€²2
+ 𝑦′2) π‘‘π‘š
2 ⟹ (π‘₯π‘π‘š
2
+ π‘¦π‘π‘š
2
) ∫ π‘‘π‘š
3 ⟹ 2π‘₯π‘π‘š ∫ π‘₯β€²
π‘‘π‘š + 2π‘¦π‘π‘š ∫ π‘¦β€²π‘‘π‘š
Masing-masing suku pada persamaan momen inersia di atas
menunjukkan hal-hal berikut:
24 | Dr. Zulfi Abdullah
Jadi, Teorema Sumbu Sejajar: 𝐼 = πΌπ‘π‘š + 𝑀𝑑2
Pertanyaan 1.11:
Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan
panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang memiliki bentuk T diputar dengan poros
tepat di ujung bebas batang yang tengah (lihat cara putar pada gambar di
bawah). Tentukan momen inersia sistem dua batang ini.
3 0
Karena sifat anti-simetris dari elemen-
elemen massa yang berseberangan
posisi terhadap pusat massa, maka
suku-suku ini akan saling
menghilangkan. Perhatikan contoh
berikut:
π‘π‘š 2
βˆ’2
π‘š
π‘š
∫ π‘₯π‘‘π‘š = βˆ‘ π‘₯π‘–π‘šπ‘– = π‘₯1π‘š1 + π‘₯2π‘š2
= (βˆ’2)π‘š + (2)π‘š = 0
1 πΌπ‘π‘š
Suku ini adalah momen inersia terhadap
pusat massa (πΌπ‘π‘š)
2 𝑀𝑑2
𝑑2
= π‘₯π‘π‘š
2
+ π‘¦π‘π‘š
2
d = Jarak pusat massa ke poros putar
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 25
Gambar 1.18: Sistem dua batang sejenis bermassa sama yang memiliki
bentuk T diputar dengan poros tepat di ujung bebas batang yang tengah.
Jawab:
Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 1.19: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros
putar.
Momen inersia sistem 𝐼 adalah jumlah dari momen inersia masing-masing
batang 𝐼1 dan 𝐼2. Misalkan momen inersia pusat massa masing-masing
batang adalah πΌπ‘π‘š1 dan πΌπ‘π‘š2 dan jarak pusat massa masing-masing
terhadap poros putar 𝑑1 dan 𝑑2, maka:
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1
2
) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2
2
)
Diketahui:
πΌπ‘π‘š1 =
1
12
π‘š1𝐿1
2
=
1
12
π‘šπΏ2
⨀
⨀
𝑑1
π‘š1
π‘š2
𝑑2
26 | Dr. Zulfi Abdullah
πΌπ‘π‘š2 =
1
12
π‘š2𝐿2
2
=
1
12
π‘šπΏ2
𝑑1 = 𝐿 dan 𝑑2 = (1 2
⁄ )𝐿 , π‘š1 = π‘š2 = π‘š
Maka:
𝐼 = (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘šπΏ2
) + (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘š (
1
2
𝐿)
2
)
𝐼 =
11
12
π‘šπΏ2
Pertanyaan 1.12:
Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama, π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan
panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang memiliki bentuk L diputar dengan poros
tepat di ujung bebas salah satu batang (lihat cara putar pada gambar di
bawah). Tentukan momen inersia sistem dua batang ini.
Gambar 1.20: Sistem dua batang sejenis bermassa sama yang memiliki
bentuk L diputar dengan poros tepat di ujung bebas batang yang tegak.
Jawab:
Perhatikan gambar di bawah ini:
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 27
Gambar 1.21: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros
putar.
Berdasarkan gambar:
𝑑1 =
1
2
𝐿
𝑑2 = √𝐿2 + (
1
2
𝐿)
2
= √𝐿2 +
1
4
𝐿2 = √
5
4
𝐿2 =
𝐿
2
√5
πΌπ‘π‘š1 =
1
12
π‘šπΏ2
πΌπ‘π‘š2 =
1
12
π‘šπΏ2
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1
2
) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2
2
)
𝐼 = (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘š (
1
2
𝐿)
2
) + (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘š (
𝐿
2
√5)
2
)
𝐼 = (
1
12
π‘šπΏ2
+
1
4
π‘šπΏ2
) + (
1
12
π‘šπΏ2
+
5
4
π‘šπΏ2
)
𝐼 =
5
3
π‘šπΏ2
𝑑1
𝑑2
28 | Dr. Zulfi Abdullah
Pertanyaan 1.13:
Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama, π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan
panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang berbentuk L diputar dengan garis
diagonal sebagai poros seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Tentukan momen inersia sistem dua batang ini.
Gambar 1.22: Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama dan
panjang sama berbentuk L yang diputar dengan garis diagonal sebagai
poros putar.
Jawab:
Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 1.23: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros
putar. Jarak yang dimaksud dalam hal ini adalah garis hubung tegak lurus
antara pusat massa masing-masing batang dengan poros putar.
𝑑1
𝑑2
450
𝐿/2
𝐿/2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 29
Dari gambar, kita peroleh:
𝑑1 = 𝑑2 =
1
2
𝐿 sin 450
=
1
4
√2 𝐿
πΌπ‘π‘š1 =
1
12
π‘šπΏ2
πΌπ‘π‘š2 =
1
12
π‘šπΏ2
Momen inersia sistem adalah:
𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1
2
) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2
2
)
𝐼 = (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘š (
1
4
√2𝐿)
2
) + (
1
12
π‘šπΏ2
+ π‘š (
1
4
√2𝐿)
2
)
𝐼 = 2 (
1
12
π‘šπΏ2
+
1
8
π‘šπΏ2
)
𝐼 =
5
12
π‘šπΏ2
Pertanyaan 1.14:
Sebuah cakram berlubang yang bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 diputar
dengan pusat massa sebagai poros putarnya. Tentukan momen inersia
cakram berlubang ini.
Gambar 1.24: Cakram berlubang yang bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅
diputar dengan pusat massa sebagai poros putarnya.
𝑅
2
𝑅
𝑀
30 | Dr. Zulfi Abdullah
Jawab:
Telah kita ketahui dari jawaban atas pertanyaan 1.5 bahwa massa cakram
berlubang 𝑀 diperoleh dari pengurangan massa cakram utuh π‘€π‘ˆ =
4
3
𝑀
dengan massa lubang cakram hilang 𝑀𝐿 =
1
3
𝑀.
Telah kita peroleh juga bahwa posisi pusat massa cakram berlubang
adalah (0,
1
6
𝑅 ) relatif terhadap pusat cakram, artinya terletak pada jarak
1
6
𝑅 dari pusat massa cakram utuh dan pada jarak (
1
6
𝑅 +
1
2
𝑅) =
2
3
𝑅 dari
pusat massa lubang cakram yang hilang.
Gambar 1.25: Jarak pusat massa masing-masing cakram utuh dan lubang
terhadap poros putar.
Perhatikan gambar di atas. Kita peroleh:
𝑑1 =
1
6
𝑅
𝑑2 =
2
3
𝑅
𝑑2
𝑀
π‘₯
𝑦
𝑑1
𝑅
2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 31
πΌπ‘π‘š1 =
1
2
π‘€π‘ˆπ‘…2
=
1
2
.
4
3
𝑀𝑅2
=
2
3
𝑀𝑅2
πΌπ‘π‘š2 =
1
2
𝑀𝐿𝑅2
=
1
2
.
1
3
𝑀𝑅2
=
1
6
𝑀𝑅2
𝐼 = 𝐼1 βˆ’ 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1
2
) βˆ’ (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2
2
)
𝐼 = (
2
3
𝑀𝑅2
+ π‘€π‘ˆ (
1
6
𝑅)
2
) βˆ’ (
1
6
𝑀𝑅2
+ 𝑀𝐿 (
2
3
𝑅)
2
)
𝐼 = (
2
3
𝑀𝑅2
+
4
3
𝑀.
1
36
𝑅2
) βˆ’ (
1
6
𝑀𝑅2
+
1
3
𝑀.
4
9
𝑅2
)
𝐼 =
21
54
𝑀𝑅2
1.4. Sistem β€œBebas” dan β€œTerikat”
Dalam gerakannya sebuah benda tegar atau sistem gabungan beberapa
benda tegar dapat dibagi dalam dua kategori yaitu sistem β€œbebas” dan
β€œterikat”. Penulisan kata bebas dan terikat didalam tanda kutip adalah
dimaksudkan bahwa sistem tersebut dapat saja tidak bebas sebebas-
bebasnya maupun tidak terikat secara ketat.
Definisi bebas dalam sistem benda tegar ini adalah kekebasan pusat
massanya untuk bergerak sendiri tanpa bergantung pada gerak elemen
sistem secara keseluruhan. Dengan kata lain, definisi terikat dalam hal ini
adalah sebuah sistem yang terikat secara longgar pada suatu titik tertentu
sehingga sistem masih bisa bergerak berputar dengan poros tepat melalui
titik tersebut. Pada kategori ini pusat massanya tidak lagi bebas bergerak
sendiri tapi dipaksa bergerak rotasi bersama elemen sistem secara
keseluruhan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat kita lihat bahwa dalam sistem
yang bebas terdapat dua buah gerakan secara umum yaitu gerak pusat
massa dan gerak rotasi terhadap pusat massa, sedangkan dalam sistem
yang terikat hanya terdapat satu buah gerakan, yaitu gerak rotasi seluruh
elemen benda tegar mengelilingi β€œtitik ikat” sebagai poros putar,
32 | Dr. Zulfi Abdullah
sedangkan pusat massa tidak lagi bebas, tapi ikut bergerak mengelilingi
β€œtitik ikat” tersebut. Gambar di bawah memberi ilustrasi sistem bebas dan
terikat ini.
Gambar 1.26: Sistem β€œbebas” dan β€œterikat”
Titik ikat (poros)
π‘π‘š
π‘π‘š
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 33
BAB II
GERAK BENDA TEGAR
Analisis terhadap gerak benda tegar harus dilakukan dengan
memperhatikan semua parameter gerak yang terlibat secara spesifik
pada setiap kasus yang ditinjau, seperti percepatan pusat massa,
percepatan sudut rotasi terhadap pusat massa, gaya dan torsi serta
mekanisme interaksi benda tegar dengan lingkungannya.
2.1. Kondisi Slip pada Benda Tegar.
Secara umum terdapat tiga kemungkinan utama gerak benda tegar yang
β€œbebas” yaitu gerak pusat massa saja tanpa gerak rotasi terhadap pusat
massa, gerak rotasi terhadap pusat massa saja tanpa gerak pusat massa
dan gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat massa.
a. Gerak pusat massa saja tanpa rotasi.
Pada kasus ini, setiap titik elemen dari benda tegar bergerak dalam
arah dan besar yang sama dengan gerak pusat massanya.
Gambar 2.1: Gerak pusat massa saja tanpa rotasi (a), menghasilkan
gerak tiap elemen yang sama besar dan searah dengan gerak pusat
massa (𝑏).
b. Gerak rotasi terhadap pusat massa saja, pusat massa diam.
Pada kasus ini benda tegar hanya berotasi terhadap pusat massa,
sedangkan pusat massa benda tetap diam (tidak berpindah). Setiap
titik elemen memiliki kecepatan tangensial dalam arah yang berbeda-
beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut.
π‘Ž 𝑏
𝑣
𝑣
𝑣
𝑣
𝑣 𝑣
34 | Dr. Zulfi Abdullah
Gambar 2.2: Gerak rotasi terhadap pusat massa saja, tanpa gerak
pusat massa (a), menghasilkan kecepatan tangensial dalam besar
dan arah yang berbeda-beda sesuai dengan posisi titik elemen
tersebut (𝑏).
c. Gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat massa.
Pada kasus ini setiap titik elemen memiliki dua vektor kecepatan yang
berasal dari kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat
rotasi terhadap pusat massa.
Gambar 2.3: (π‘Ž). Gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat
massa menghasilkan dua vektor kecepatan: Kecepatan pusat massa
dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa (𝑏).
Bayangkan jika mula-mula (pada waktu 𝑑 = 0) benda tegar yang
berbentuk bola bermassa π‘š dan berjari-jari π‘Ÿ memiliki kecepatan
awal pusat massa 𝑣0 arah ke kanan (sumbu π‘₯ positif) dan kecepatan
sudut (rotasi) awal terhadap pusat massa πœ”0. Maka terdapat pula tiga
kemungkinan kombinasi gerak pada bola ini:
i. Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ
Gambar 2.4: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ.
πœ” πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
π‘Ž 𝑏
𝑣
𝑣
𝑣
𝑣
𝑣
πœ”
πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
πœ”π‘Ÿ
π‘Ž 𝑏
𝑣
𝐴
𝑣0
πœ”0
πœ”0π‘Ÿ 𝑣0
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 35
Pada kasus ini, titik terbawah silinder yang bersentuhan langsung
dengan lantai (titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan resultan vektor
kecepatan ke depan sehingga akan bergeser terhadap lantai arah
ke depan (dikatakan silinder slip ke depan), maka akan muncul
gaya gesekan kinetis yang arahnya ke belakang.)
Gaya gesekan ini akan memainkan β€œdua peran”, yaitu peran
sebagai gaya yang akan menghasilkan percepatan arah ke
belakang berlawanan dengan kecepatan awal pusat massa (biasa
disebut sebagai perlambatan) dan peran sebagai torsi yang akan
penghasilkan percepatan sudut yang searah dengan kecepatan
rotasi awal.
Gambar 2.5: Silinder berputar ke β€œdepan dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ
menghasilkan gaya gesek kinetis ke belakang.
Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan berkurang
kecepatan pusat massanya dan akan bertambah kecepatan
sudut terhadap pusat massanya. Selama proses ini silinder tetap
akan slip.
Proses di atas berhenti ketika telah tercapai kesetimbangan
(kecepatan pusat massa sama dengan kecepatan tangensial
akibat rotasi terhadap pusat massa).
Pada keadaan terakhir ini silinder dikatakan menggelinding. Gaya
gesek pada keadaan ini berubah menjadi gaya gesek statis.
Keadaan menggelinding ini akan terus dipertahankan selama
tidak ada perubahan pada permukaan silinder dengan lantai.
Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak silinder
dari keadaan awal yang slip hingga keadaan akhir menggelinding.
π‘“π‘˜
𝜏
𝛼
π‘Ž
36 | Dr. Zulfi Abdullah
Gambar 2.6: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ
dari keadaan slip hingga menggelinding.
Gambar 2.7: Grafik yang menggambarkan perubahan
kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat rotasi
terhadap pusat massa untuk silinder yang berputar ke β€œdepan”
dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ
Dari gambar di atas dapat kita tuliskan persamaan gerak linier
pusat massa dan persamaan gerak rotasi terhadap pusat massa
untuk keadaan silinder masih slip (belum menggelinding):
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘ (2.1)
πœ” = πœ”0 + 𝛼𝑑 (2.2)
𝑑0
𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ
slip
πœ”0π‘Ÿ 𝑣0
𝑑1
𝑣 > πœ”π‘Ÿ
slip
πœ”π‘Ÿ 𝑣
𝑑2
𝑣 = πœ”π‘Ÿ
gelinding
πœ”π‘Ÿ 𝑣
𝑣0
πœ”0π‘Ÿ
𝑑
π‘‘π‘š
𝑣
𝑣 = πœ”π‘Ÿ
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 37
Pertanyaan 2.1:
Berapa lama waktu yang diperlukan oleh silinder (yang awalnya
slip dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ) untuk menggelinding?
Jawab:
Perhatikan gaya gesek kinetik dan torsi karena gaya gesek kinetis
yang tampak pada gambar di bawah:
Gambar 2.8:
Gaya gesek kinetis ke belakang: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘”
Resultan gaya pada silinder dalam arah π‘₯ dan 𝑦:
π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Ž, 𝑁 = π‘šπ‘”
Dari konsep gaya gesek kinetis, kita ketahui bahwa:
π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” (2.3)
Resultan torsi pada silinder:
π‘Ÿπ‘“π‘˜ =
1
2
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
πœ‡π‘˜π‘šπ‘” =
1
2
π‘šπ‘Ÿπ›Ό
π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘” (2.4)
𝑁
π‘šπ‘”
π‘“π‘˜
𝜏
38 | Dr. Zulfi Abdullah
Substitusikan persamaan (2.3) ke persamaan (2.1):
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.5)
Kalikan kedua ruas persamaan (2.2) dengan π‘Ÿ:
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ + π›Όπ‘Ÿπ‘‘ (2.6)
Substitusikan persamaan (2.4) ke persamaan (2.6):
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ + 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.7)
Saat menggelinding: 𝑣 = πœ”π‘Ÿ, jadi persamaan (2.5) sama dengan
persamaan (2.7), yang menghasilkan:
3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 𝑣0 βˆ’ πœ”0π‘Ÿ
Sehingga waktu yang diperlukan untuk menggelinding adalah:
𝑑 =
𝑣0 βˆ’ πœ”0π‘Ÿ
3πœ‡π‘˜π‘”
ii. Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ
Gambar 2.9:
Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ
Pada kasus ini, kondisinya berbalikan dengan kasus (i), titik
terbawah silinder yang bersentuhan langsung dengan lantai yang
diam (titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan resultan vektor
kecepatan ke belakang sehingga akan bergeser terhadap lantai
arah ke belakang (dikatakan silinder slip ke belakang), maka akan
muncul gaya gesekan kinetis yang arahnya ke depan.
Gaya gesekan ini juga memainkan β€˜dua peran’ yaitu peran sebagai
gaya yang akan menghasilkan percepatan arah ke depan searah
𝐴
πœ”0
πœ”0π‘Ÿ
𝑣0
𝑣0
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 39
dengan kecepatan awal pusat massa dan peran sebagai torsi yang
akan penghasilkan percepatan sudut yang berlawanan arah
dengan kecepatan rotasi awal.
Gambar 2.10: Efek gerak silinder yang berputar ke β€œdepan”
dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ menghasilkan gaya gesek kinetis ke depan
Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan
bertambah kecepatan pusat massanya dan akan berkurang
kecepatan sudut terhadap pusat massanya.
Selama proses di atas terjadi, silinder tetap akan slip. Seperti
yang terjadi pada kemungkinan (i), bahwa proses ini juga akan
berhenti ketika telah tercapai kesetimbangan.
Pada keadaan ini silinder juga dikatakan menggelinding. Gaya
gesek berubah menjadi gaya gesek statis.
Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak silinder
dari keadaan awal yang slip hingga keadaan akhir menggelinding.
Gambar 2.11:
Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ menghasilkan
gaya gesek kinetis ke depan dan akhirnya menggelinding.
𝑑0
𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ
slip
πœ”0π‘Ÿ 𝑣0
𝑑1
𝑣 < πœ”π‘Ÿ
slip
πœ”π‘Ÿ 𝑣
𝑑2
𝑣 = πœ”π‘Ÿ
menggelinding
πœ”π‘Ÿ 𝑣
π‘“π‘˜
𝜏
𝛼
π‘Ž
40 | Dr. Zulfi Abdullah
Gambar 2.12:
Grafik yang menggambarkan perubahan kecepatan pusat massa
dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa
untuk silinder yang berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ
Dari gambar di atas kita dapat kita tuliskan persamaan gerak linier
pusat massa dan persamaan gerak rotasi terhadap pusat massa
untuk keadaan silinder masih slip (belum menggelinding):
𝑣 = 𝑣0 + π‘Žπ‘‘ (2.8)
πœ” = πœ”0 βˆ’ 𝛼𝑑 (2.9)
Pertanyaan 2.2:
Berapa lama waktu yang diperlukan oleh silinder (yang awalnya
slip dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ) untuk menggelinding?
Jawab:
Perhatikan gaya gesek kinetis dan torsi oleh gaya gesek kinetik
yang tampak pada gambar 2.13 di bawah.
Resultan gaya:
π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Ž, 𝑁 = π‘šπ‘”
Dari konsep gaya gesek kinetis, kita ketahui bahwa:
π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
𝑣0
πœ”0π‘Ÿ
𝑑
π‘‘π‘š
𝑣
𝑣 = πœ”π‘Ÿ
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 41
πœ‡π‘˜π‘šπ‘” = π‘šπ‘Ž
π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” (2.10)
Resultan torsi:
π‘Ÿπ‘“π‘˜ =
1
2
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
πœ‡π‘˜π‘šπ‘” =
1
2
π‘šπ‘Ÿπ›Ό
π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘” (2.11)
Gambar 2.13:
Gaya gesek kinetis ke depan: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘”
Substitusikan persamaan (2.10) ke persamaan (2.8):
𝑣 = 𝑣0 + πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.12)
Kalikan kedua ruas persamaan (2.9) dengan π‘Ÿ:
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ π›Όπ‘Ÿπ‘‘ (2.13)
Substitusikan persamaan (2.11) ke persamaan (2.13):
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.14)
Saat menggelinding: 𝑣 = πœ”π‘Ÿ, jadi persamaan (2.12) sama dengan
persamaan (2.14).
π‘“π‘˜
𝜏
π‘šπ‘”
𝑁
42 | Dr. Zulfi Abdullah
Artinya, kita dapatkan:
𝑣0 + πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘
3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝑣0
Sehingga waktu yang diperlukan untuk menggelinding:
𝑑 =
πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝑣0
3πœ‡π‘˜π‘”
iii. Silinder berputar ke β€œbelakang”
Gambar 2.14: Silinder berputar ke β€œbelakang”
Pada kasus ini, titik terbawah silinder akan tergeser ke depan
(silinder slip ke depan), sehingga gaya gesekan kinetik akan
bekerja ke arah belakang. Arah gaya gesekan ini tidak lagi
dipengaruhi oleh besar perbedaan 𝑣0 terhadap πœ”0π‘Ÿ, karena
keduanya sama-sama mengarah ke depan.
Gambar 2.15:
Gaya gesek kinetis ke belakang: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘”
Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘”
π‘“π‘˜
𝜏
π‘šπ‘”
𝑁
𝐴
πœ”0
πœ”0π‘Ÿ
𝑣0
𝑣0
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 43
Gaya gesekan menghasilkan percepatan π‘Ž yang arahnya
berlawanan dengan arah kecepatan pusat massa awal 𝑣0
demikian juga torsi akibat gaya gesekan ini menghasilkan
percepatan sudut rotasi 𝛼 yang arahnya berlawanan dengan arah
kecepatan sudut rotasi πœ”0.
Karena itu, baik 𝑣0 maupun πœ”0 akan mengalami pengurangan
selama silinder bergerak.
Persamaan gerak linier pusat massa dan persamaan gerak rotasi
terhadap pusat massa untuk kasus ini adalah:
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘ (2.15)
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝛼𝑑 (2.16)
Untuk silinder dengan kondisi seperti di atas, dapat pula kita
tinjau beberapa kasus:
iii.1. Kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ
Seperti sebelumnya, gaya yang bekerja pada silinder hanya gaya
gesek kinetis yang berperan sekaligus sebagai gaya dan torsi,
maka percepatan pusat massa dan percepatan sudut terhadap
pusat massa sama dengan persamaan (2.10) dan persamaan
(2.11), yaitu: π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” dan π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘”.
Maka persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) menjadi:
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.17)
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.18)
Terlihat bahwa perlambatan pada persamaan (2.18) adalah dua
kali lipat dari perlambatan pada persamaan (2.17), sehingga
karena 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ, maka persamaan (2.18) akan lebih dahulu
mencapai nilai NOL dan selanjutnya akan membalik arah
putarannya.
44 | Dr. Zulfi Abdullah
Perhatikan gambar ilustrasi di bawah ini:
𝑑0
𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ
𝑑1
πœ”π‘Ÿ < 𝑣
𝑑2
πœ”π‘Ÿ = 0, 𝑣 > 0
𝑑3
berbalik arah
rotasi
Arah putaran
ke belakang.
Arah gerak
pusat massa
ke depan.
Arah putaran
ke belakang.
Arah gerak
pusat massa
ke depan.
Silinder sesaat
berhenti
berputar.
Arah gerak
pusat massa
ke depan.
Arah putaran
ke depan.
Arah gerak
pusat massa
ke depan.
Gambar 2.16: Gerak silinder setiap waktu, kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ.
Pertanyaan 2.3:
Kapan pembalikan arah terjadi untuk 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ ini?
Jawab:
Tinjau persamaan (2.18)
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘
Maka pembalikan arah terjadi sesaat setelah waktu yang
diperlukan untuk mencapai πœ”π‘Ÿ = 0, yaitu ketika silinder sesaat
berhenti berputar.
Jadi pembalikan arah terjadi tepat setelah waktu berikut:
𝑑 =
πœ”0π‘Ÿ
2πœ‡π‘˜π‘”
=
𝑣0
2πœ‡π‘˜π‘”
(2.19)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 45
Pada saat itu kecepatan pusat massa tersisa sebesar:
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘‘ = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”.
𝑣0
2πœ‡π‘˜π‘”
= 𝑣0 βˆ’
1
2
𝑣0
𝑣 =
1
2
𝑣0
Pertanyaan 2.4:
Kapan silinder menggelinding untuk kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ ini?
Jawab:
Sebelum pembalikan arah tidak mungkin silinder menggelinding,
karena arah kecepatan pusat massa (𝑣) selalu sama dengan arah
kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa (πœ”π‘Ÿ).
Jadi gerak menggelinding hanya dapat terjadi setelah pembalikan
arah. Maka waktu total untuk terjadinya gerak menggelinding
adalah waktu yang diperlukan untuk pembalikan arah ditambah
dengan waktu setelah pembalikan arah sampai kondisi tepat akan
menggelinding (𝑣 = πœ”π‘Ÿ).
Misalkan 𝑑1 adalah waktu yang diperlukan untuk pembalikan
arah, dan 𝑑2 adalah waktu setelah pembalikan arah sampai tepat
akan menggelinding.
Maka, besar 𝑑1 diperoleh berdasarkan persamaan (2.19), yaitu:
𝑑1 =
𝑣0
2πœ‡π‘˜π‘”
sedangkan 𝑑2 dapat dihitung menggunakan persamaan (2.1) dan
(2.2) dengan kecepatan sudut awal silinder setelah pembalikan
arah adalah πœ”0
β€²
= 0 dan kecepatan linier pusat massa awal
setelah pembalikan arah adalah 𝑣0
β€²
= (1 2
⁄ )𝑣0.
Berdasarkan data-data di atas, maka kita dapat menurunkan
kecepatan silinder 𝑣′ untuk waktu 𝑑 = 𝑑2.
46 | Dr. Zulfi Abdullah
Kecepatan silinder 𝑣′ untuk waktu 𝑑 = 𝑑2 dengan kecepatan awal
pusat massa 𝑣0
β€²
adalah:
𝑣′ = 𝑣0
β€²
βˆ’ π‘Žπ‘‘2
𝑣′
=
1
2
𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘2
Substitusikan persamaan (2.10) ke persamaan di atas:
𝑣′
=
1
2
𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.20)
Kecepatan sudut πœ”β€² untuk waktu 𝑑 = 𝑑2 dengan kecepatan sudut
awal πœ”0
β€²
= 0 adalah:
πœ”β€²
= 𝛼𝑑2
Kalikan kedua ruas persamaan di atas dengan π‘Ÿ:
πœ”β€²
π‘Ÿ = π›Όπ‘Ÿπ‘‘2
Substitusikan persamaan (2.11) ke persamaan di atas:
πœ”β€²
π‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.21)
Saat menggelinding:
𝑣′
= πœ”β€²
π‘Ÿ (2.22)
Substitusikan persamaan (2.21) ke persamaan (2.22):
𝑣′
= 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.23)
Substitusikan persamaan (2.23) ke persamaan (2.20):
1
2
𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 = 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2
1
2
𝑣0 = 3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 47
Kita dapatkan:
𝑑2 =
𝑣0
6πœ‡π‘˜π‘”
Waktu total untuk menggelinding adalah: 𝑑 = 𝑑1 + 𝑑2, yaitu:
𝑑 =
𝑣0
2πœ‡π‘˜π‘”
+
𝑣0
6πœ‡π‘˜π‘”
𝑑 =
2𝑣0
3πœ‡π‘˜π‘”
Jadi waktu yang diperlukan untuk silinder mulai menggelinding
dari kondisiawal berbanding lurus kecepatan awal pusat massa
silinder serta berbanding terbalik dengan koefisien gesekan
kinetis lantai. Makin besar kecepatan awal pusat massa, makin
lama waktu yang diperlukan oleh silinder untuk menggelinding,
sebaliknya makin kasar permukaan lantai, makin cepat silinder
menggelinding (makin singkat waktu yang diperlukan silinder
untuk menggelinding).
iii.2. Kasus 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ
Berdasarkan kasus (iii.1), apabila 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ maka baik rotasi
maupun gerak pusat massa akan bernilai NOL secara bersamaan,
artinya silinder tepat berhenti bergerak ( berhenti berpindah dan
berputar) saat 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘”
⁄ .
Jadi pada kasus 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ, silinder tidak pernah sempat
menggelinding.
Pembuktian atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut:
Pertama, perhatikan kembali persamaan (2.18):
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘
48 | Dr. Zulfi Abdullah
Silinder berhenti berputar, maka berarti πœ”π‘Ÿ = 0, ini memberikan
waktu berhenti pada:
𝑑 =
πœ”0π‘Ÿ
2πœ‡π‘”
Selanjutnya, substitusikan nilai 𝑑 ini ke persamaan (2.17):
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”
πœ”0π‘Ÿ
2πœ‡π‘”
= 𝑣0 βˆ’
1
2
πœ”0π‘Ÿ = 0,
(Karena 𝑣0 = (1 2
⁄ )πœ”0π‘Ÿ ).
Terbukti bahwa gerak rotasi maupun gerak pusat massa berhenti
secara bersamaan. Tidak ada pembalikan. Silinder tidak pernah
menggelinding.
𝑑0
𝑣0 = (1 2
⁄ )πœ”0π‘Ÿ
Arah putaran ke
belakang
Arah gerak pusat
massa ke depan
𝑑1
πœ”π‘Ÿ > 𝑣
Arah putaran ke
belakang
Arah gerak pusat
massa ke depan
𝑑2
πœ”π‘Ÿ = 0, 𝑣 = 0
Silinder berhenti
pada saat
𝑑 =
πœ”0π‘Ÿ
2πœ‡π‘”
Gambar 2.17: Visualisasi dinamika silinder setiap waktu untuk
kasus 𝑣0 = (1 2
⁄ )πœ”0π‘Ÿ.
iii.3. Kasus 𝑣0 < (1/2)πœ”0π‘Ÿ
Pada kasus ini kecepatan gerak pusat massa akan lebih dahulu
menuju nilai NOL dibanding kecepatan tangensial akibat rotasi
terhadap pusat massa sehingga yang akan terjadi selanjutnya
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 49
bukan pembalikan arah putaran tapi pembalikan arah gerak pusat
massa (mengarah ke belakang). Perhatikan gambar di bawah ini.
𝑑0
𝑣0 < (1 2
⁄ )πœ”0π‘Ÿ
𝑑1
πœ”π‘Ÿ < 𝑣
𝑑2
𝑣 = 0,
πœ”π‘Ÿ > 0
𝑑3
Berbalik arah
Arah gerak
pusat massa ke
depan
Arah gerak
pusat
massa ke
depan
Pusat
massa
silinder
sesaat
berhenti
Arah gerak
pusat massa
ke
belakang
Arah putaran ke
belakang
Arah
putaran ke
belakang
Silinder
hanya
berputar di
tempat
Arah
putaran
tetap ke
belakang
Arah putaran
tetap ke
belakang
Gambar 2.18: Visualisasi dinamika silinder setiap waktu untuk
kasus 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ.
50 | Dr. Zulfi Abdullah
Pertanyaan 2.5:
Kapan pembalikan arah gerak pusat massa silinder terjadi jika:
𝑣0 =
1
4
πœ”0π‘Ÿ ?
Jawab:
Tinjau persamaan (2.17):
𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘
Pembalikan arah gerak pusat massa terjadi ketika 𝑣 = 0,
jadi saat:
πœ‡π‘”π‘‘ =
1
4
πœ”0π‘Ÿ
𝑑 =
πœ”0π‘Ÿ
4πœ‡π‘”
Substitusikan hasil 𝑑 ini pada persamaan (2.18), maka kita
dapatkan bahwa pada saat 𝑑 ini kecepatan tangensial karena
rotasi terhadap pusat massa sebesar:
πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘”
πœ”0π‘Ÿ
4πœ‡π‘”
=
1
2
πœ”0π‘Ÿ
Sehingga kecepatan sudut rotasi silinder terhadap pusat
massanya tepat pada saat mulai menggelinding adalah:
πœ” =
1
2
πœ”0
(Silinder bergerak dengan kecepatan sudut sebesar setengah dari
kecepatan sudut awalnya).
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 51
2.2. Konsep Dinamika Benda Tegar.
a. Percepatan Pusat Massa dan Percepatan Sudut Benda Tegar.
Identik dengan pembahasan tentang adanya dua jenis kecepatan pada
benda tegar β€œbebas”, maka benda tegar dimungkinkan juga memiliki dua
jenis percepatan, yaitu percepatan pusat massa dan percepatan sudut
relatif terhadap pusat massa (pusat massa adalah pusat putaran). Seperti
pembahasan kita tentang kecepatan, percepatan pusat massa
menghasilkan percepatan yang sama untuk seluruh elemen benda tegar.
Di sisi lain, percepatan sudut terhadap pusat massa akan menghasilkan
percepatan tangensial pada seluruh elemen benda tegar selain pusat
massa benda. Hal ini juga menghasilkan tiga kemungkinan kombinasi
percepatan pada pada benda tegar yaitu percepatan pusat massa saja
tanpa percepatan sudut (rotasi) terhadap pusat massa, percepatan sudut
terhadap pusat massa saja tanpa percepatan pusat massa dan percepatan
pusat massa plus percepatan sudut terhadap pusat massa.
i. Percepatan pusat massa saja tanpa percepatan sudut.
Pada kasus ini, setiap titik elemen dari benda tegar memiliki
percepatan linier yang arah dan besarnya sama dengan percepatan
pusat massanya.
Gambar 2.19: Percepatan pusat massa saja tanpa percepatan sudut
(a), menghasilkan percepatan linier pada tiap elemen benda yang
sama besar dan searah dengan percepatan pusat massa (𝑏).
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Ž 𝑏
52 | Dr. Zulfi Abdullah
ii. Percepatan sudut terhadap pusat massa saja, tanpa percepatan
pusat massa.
Pada kasus ini benda tegar hanya berotasi terhadap pusat massa,
sedangkan pusat massa benda tetap diam (tidak berpindah). Setiap
titik elemen memiliki percepatan tangensial dalam arah yang
berbeda-beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut.
Gambar 2.20: Percepatan sudut terhadap pusat massa saja, tanpa
percepatan pusat massa (a), menghasilkan percepatan tangensial
pada setiap titik elemen benda dalam arah yang berbeda-beda
sesuai dengan posisi titik elemen tersebut (𝑏).
iii. Percepatan pusat massa plus percepatan sudut terhadap pusat
massa.
Pada kasus ini setiap titik elemen memiliki dua vektor percepatan
linier yang berasal dari percepatan pusat massa dan percepatan
tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa.
Gambar 2.21: (π‘Ž). Percepatan pusat massa dan percepatan sudut
terhadap pusat massa menghasilkan dua vektor percepatan linier
pada setiap titik elemen benda. Percepatan ini berasal dari
percepatan pusat massa dan percepatan tangensial akibat rotasi
terhadap pusat massa (𝑏).
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š
𝛼
π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ π‘Žπ‘π‘š
π‘Ž 𝑏
𝛼 π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ
π›Όπ‘Ÿ
π‘Ž 𝑏
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 53
b. Peran Gaya pada Benda Tegar.
Telah disinggung pada subbab (2.1) tentang peran suatu gaya (seperti
gaya gesek kinetis) pada silinder pejal. Bahwa sesungguhnya peran suatu
gaya pada suatu benda tegar yang bebas tergantung pada posisi relatifnya
terhadap pusat massa.
Sebuah gaya dapat memiliki satu peran, yaitu berperan hanya sebagai
gaya, jika garis kerjanya adalah pada pusat massa benda, dan memiliki
dua peran sekaligus (peran sebagai gaya dan peran sebagai torsi) jika garis
kerja gaya tidak pada pusat massa benda tapi memiliki jarak tegak lurus
tertentu terhadap pusat massa.
Perhatikan gambar berikut ini. Gaya 𝐹𝐴 hanya berperan sebagai gaya,
karena garis kerjanya tepat pada pusat massa. Gaya 𝐹𝐡, karena garis
kerjanya memiliki jarak tegak lurus π‘Ÿ terhadap pusat massa, maka
perannya sekaligus ada dua, yaitu sebagai gaya dan juga peran sebagai
torsi, melalui hubungan: 𝜏𝐡 = π‘ŸπΉπ΅.
Gambar 2.22: Peran gaya dan torsi pada benda tegar.
c. Titik Koneksi.
Hubungan suatu benda tegar dengan lingkungannya (yang dapat berupa
benda tegar lain atau benda lain seperti balok, dinding, loteng, lantai dan
sebagainya) dapat terwujud dalam bentuk kontak langsung maupun tak
langsung menggunakan sebuah perantara seperti tali, batang yang
massanya dapat diabaikan dan lain-lain. Hubungan antara benda tegar
dengan lingkungannya ini dapat terjadi pada satu atau lebih titik elemen
pada benda tegar.
54 | Dr. Zulfi Abdullah
Pada titik-titik tersebut terjadi kontak langsung ataupun kontak tak-
langsung antara benda tegar dengan lingkungannya. Jika pada titik ini
tidak terjadi slip antara benda tegar dengan lingkungannya, maka titik-
titik tersebut disebut sebagai titik-titik koneksi.
Kecepatan/percepatan elemen benda tegar pada titik koneksi tepat sama
dengan kecepatan/percepatan benda lain di luar yang menjadi
lingkungannya.
Dari sudut pandang benda benda tegarnya (secara internal) elemen titik
tersebut memiliki resultan kecepatan/percepatan pusat massa dan
kecepatan/percepatan tangensial karena rotasi terhadap pusat massa,
sedangkan secara eksternal, kecepatan/percepatan elemen di titik
koneksi sama dengan kecepatan/percepatan benda yang menjadi
lingkungannya. Gambar di bawah ini semata-mata untuk visualisai titik
koneksi.
Gambar 2.23: Titik-titik koneksi benda tegar dengan benda lain sebagai
lingkungannya.
π‘š1
π‘š2
𝐴 𝐡
π‘Ž1
π‘Ž1
π‘Ž2
π‘Ž2
Titik 𝐡 berkoneksi
dengan π‘š2 maka
percepatan elemen
benda tegar di titik
𝐡 sama dengan
percepatan π‘š2,
yaitu π‘Ž2
Titik 𝐴 berkoneksi
dengan π‘š1 maka
percepatan
elemen benda
tegar di titik 𝐴
sama dengan
percepatan π‘š1,
yaitu π‘Ž1
Benda Tegar
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 55
Pertanyaan 2.6:
Tentukan percepatan pusat massa yoyo yang bermassa π‘š dan berjari-jari
π‘Ÿ yang terhubung dengan balok bermassa sama yang bergerak di atas
meja mendatar licin seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Jawab:
Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini:
Resultan percepatan linier dari elemen massa yoyo yang ada di titik 𝐴
adalah π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ. Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka resultan
percepatan tersebut harus sama dengan percepatan balok, jadi:
π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ (2.24)
Resultan gaya pada balok adalah:
𝑇 = π‘šπ‘Ž (2.25)
π‘š
π‘Ÿ
π‘š
π‘Ž
π‘š
𝑇
π‘šπ‘”
π‘Žπ‘π‘š
𝐴
π‘Ž
π›Όπ‘Ÿ
≑
𝛼
π‘š
π‘Žπ‘π‘š
𝑇
56 | Dr. Zulfi Abdullah
Resultan gaya pada yoyo adalah:
π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (2.26)
Resultan torsi pada yoyo adalah:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
𝑇 =
1
2
π‘šπ‘Ÿπ›Ό (2.27)
Substitusi persamaan (2.25) ke persamaan (2.27):
π›Όπ‘Ÿ = 2π‘Ž (2.28)
Substitusi persamaan (2.28) ke persamaan (2.24):
π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ 2π‘Ž
π‘Žπ‘π‘š = 3π‘Ž (2.29)
Substitusi persamaan (2.25) dan (2.29) ke persamaan (2.26), akan kita
dapatkan percepatan balok:
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = 3π‘šπ‘Ž
π‘šπ‘” = 4π‘šπ‘Ž
Maka percepatan balok adalah:
π‘Ž =
1
4
𝑔 (2.30)
Terakhir, substitusikan persamaan (2.30) ke persamaan (2.29), kita
diperoleh percepatan pusat massa yoyo:
π‘Žπ‘π‘š =
3
4
𝑔
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 57
Pertanyaan 2.7:
Tentukan percepatan pusat massa yoyo yang memiliki massa π‘š1 dan
berjari-jari π‘Ÿ yang terhubung dengan balok sebuah bermassa π‘š2 dengan
π‘š2 < π‘š1 dengan posisi seperti tampak pada gambar di bawah ini. Tinjau
juga percepatan balok dan yoyo kasus untuk π‘š1 = 3π‘š2 dan π‘š1 = π‘š2.
Jawab:
Karena massa balok lebih kecil daripada massa yoyo (π‘š2 < π‘š1), maka
diasumsikan balok naik dan yoyo turun. Perhatikan visualisasi gaya dan
percepatan pada gambar di bawah ini:
π‘Ÿ
π‘š1
π‘š2
π‘Ž1
𝐴
π‘Ž2
π›Όπ‘Ÿ
≑
𝛼
π‘š1
π‘š1𝑔
π‘Ž1
𝑇
𝑇
π‘š2
π‘š2𝑔
π‘Ž2
Ketetapan Arah Berdasarkan Gambar:
Balok: π‘Ž2 positif ke atas.
Silinder: π‘Ž1 positif ke bawah, π›Όπ‘Ÿ positif ke atas,
𝛼 positif searah jarum jam
58 | Dr. Zulfi Abdullah
Percepatan pusat massa silinder adalah π‘Ž1 dan percepatan sudut rotasi
silinder terhadap pusat massanya adalah 𝛼, sedangkan percepatan balok
adalah π‘Ž2. Resultan percepatan linier dari elemen massa yoyo di titik
koneksi 𝐴 adalah π‘Ž1 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ. Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka
resultan percepatan tersebut harus sama dengan percepatan balok, jadi:
π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ (2.31)
Resultan gaya pada balok adalah:
𝑇 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š2π‘Ž2
𝑇 = π‘š2π‘Ž2 + π‘š2𝑔 (2.32)
Resultan gaya pada yoyo adalah:
π‘š1𝑔 βˆ’ 𝑇 = π‘š1π‘Ž1 (2.33)
Substitusi persamaan (2.32) ke persamaan (2.33):
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2π‘Ž2 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž2 (2.34)
Resultan torsi pada yoyo adalah:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘š1π‘Ÿ2
𝛼
𝑇 =
1
2
π‘š1π›Όπ‘Ÿ (2.35)
Substitusi persamaan (2.35) ke persamaan (2.33):
π‘š1𝑔 βˆ’
1
2
π‘š1π›Όπ‘Ÿ = π‘š1π‘Ž1 (2.36)
2𝑔 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ = 2π‘Ž1
π›Όπ‘Ÿ = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 (2.37)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 59
Substitusi persamaan (2.37) ke persamaan (2.31):
π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔 + 2π‘Ž1
π‘Ž2 = 3π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔 (2.38)
Substitusi persamaan (2.38) ke persamaan (2.34):
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2(3π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔)
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2 π‘Ž1 βˆ’ 2π‘š2𝑔
π‘š1𝑔 + π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2 π‘Ž1
(π‘š1 + π‘š2)𝑔 = (π‘š1 + 3π‘š2)π‘Ž1
π‘Ž1 =
(π‘š1 + π‘š2)𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
(2.39)
Substitusi persamaan (2.39) ke persamaan (2.38):
π‘Ž2 =
3(π‘š1 + π‘š2)𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
βˆ’ 2𝑔
π‘Ž2 =
3(π‘š1 + π‘š2)𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
βˆ’
2(π‘š1 + 3π‘š2)𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
π‘Ž2 =
3π‘š1𝑔 + 3π‘š2𝑔 βˆ’ 2π‘š1𝑔 βˆ’ 6π‘š2𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
π‘Ž2 =
3π‘š1𝑔 βˆ’ 2π‘š1𝑔 + 3π‘š2𝑔 βˆ’ 6π‘š2𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
π‘Ž2 =
(π‘š1 βˆ’ 3π‘š2)𝑔
π‘š1 + 3π‘š2
(2.40)
Tinjau kasus π‘š1 = 3π‘š2, kita dapatkan:
π‘Ž1 =
2
3
𝑔, π‘Ž2 = 0 (2.41)
60 | Dr. Zulfi Abdullah
Dapat disimpulkan dari persamaan (2.41) bahwa untuk kasus π‘š1 = 3π‘š2
maka yoyo π‘š1 turun (karena bernilai positif, yang berarti sesuai dengan
arah vektor yang dipilih/ditetapkan di awal) dan balok π‘š2 diam.
Kasus untuk π‘š1 = π‘š2 maka:
π‘Ž1 =
1
2
𝑔, π‘Ž2 = βˆ’
1
2
𝑔 (2.42)
Persamaan (2.42) menunjukkan bahwa untuk π‘š1 = π‘š2 maka yoyo π‘š1
turun (karena bernilai positif, yang berarti sesuai dengan arah vektor yang
dipilih/ditetapkan di awal) dan balok π‘š2 juga turun (karena bernilai
negatif, yang berarti berlawanan dengan arah vektor percepatan yang
dipilih/ditetapkan di awal).
Pertanyaan 2.8:
Sebuah yoyo yang bermassa π‘š dan berjari-jari 𝑅 tergantung ke loteng
melalui tali yang terlilit pada jarak π‘Ÿ dari pusatnya. Momen inersia yoyo
adalah 𝐼 = (1 2
⁄ )π‘šπ‘…2
.
Mula-mula yoyo ditahan diam dan kemudian dilepaskan sehingga yoyo
turun. Tentukan percepatan pusat massa yoyo tersebut.
Jawab:
Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini. Resultan
percepatan linier dari elemen massa yoyo di titik 𝐴 adalah π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ.
π‘Ÿ
π‘š
𝑅
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 61
Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka resultan percepatan tersebut
harus sama dengan percepatan loteng, yang notebene diam, jadi:
0 = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ
𝛼 =
π‘Žπ‘π‘š
π‘Ÿ
(2.43)
Resultan gaya pada yoyo adalah:
π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (2.44)
Resultan torsi pada yoyo adalah:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘šπ‘…2
𝛼
𝑇 =
1
2
π‘š
𝑅2
π‘Ÿ
𝛼 (2.45)
Substitusi persamaan (2.43) ke persamaan (2.45):
𝑇 =
1
2
π‘š (
𝑅
π‘Ÿ
)
2
π‘Žπ‘π‘š (2.46)
π‘Žπ‘π‘š
𝐴
0
π›Όπ‘Ÿ
≑
𝛼
π‘š
π‘šπ‘”
π‘Žπ‘π‘š
𝑇
62 | Dr. Zulfi Abdullah
Substitusi persamaan (2.46) ke persamaan (2.44):
π‘šπ‘” βˆ’
1
2
π‘š (
𝑅
π‘Ÿ
)
2
π‘Žπ‘π‘š = π‘šπ‘Žπ‘π‘š
𝑔 = [1 +
1
2
𝑅2
π‘Ÿ2
]π‘Žπ‘π‘š = [
2π‘Ÿ2
+ 𝑅2
2π‘Ÿ2
]π‘Žπ‘π‘š
Yang menghasilkan:
π‘Žπ‘π‘š = [
2π‘Ÿ2
2π‘Ÿ2 + 𝑅2
]𝑔 (2.47)
Kasus khusus, jika π‘Ÿ = 𝑅, maka percepatan pusat massa yoyo adalah:
π‘Žπ‘π‘š =
2
3
𝑔
Pertanyaan 2.9:
Tentukan percepatan pusat massa dua buah yoyo yang berbeda massa
π‘š1 dan π‘š2 (π‘š1 > π‘š2) tapi berjari-jari π‘Ÿ sama yang terhubung melalui tali
dan dua buah katrol, ketika sistem dilepaskan dari keadaan diam. Massa
tali dan katrol diabaikan.
Jawab:
Ada dua asumsi gerak pusat massa yoyo, terkait π‘š1 > π‘š2. Hal ini
berkaitan dengan tali yang menggulung kedua yoyo. Asumsi pertama
adalah bahwa kedua yoyo sama-sama turun dan asumsi kedua adalah
bahwa yoyo π‘š1 turun sedangkan yoyo π‘š2 naik.
π‘Ÿ
π‘š1
π‘Ÿ
π‘š2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 63
Agar bisa menjangkau kedua kemungkinan arah gerak yoyo di atas, kita
akan lakukan penghitungan besar percepatan pusat massa kedua yoyo
berdasarkan asumsi kedua, yaitu yoyo π‘š1 turun sedangkan yoyo π‘š2 naik.
Kita tetapkan arah vektor percepatan masing-masing yoyo berdasarkan
asumsi kedua ini. Jika hasil perhitungan kita menunjukkan besar
percepatan yang kita peroleh adalah suatu besaran positif, maka hasil ini
valid, artinya, arah gerak sesuai dengan asumsi, tapi jika hasilnya berupa
besaran negatif, maka hasil tidak valid, yang artinya, arah gerak tidak
sesuai atau berlawanan dengan asumsi.
Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini:
Percepatan pusat massa yoyo π‘š1 adalah π‘Ž1 dan percepatan sudut rotasi
yoyo π‘š1 terhadap pusat massanya adalah 𝛼1, sedangkan percepatan
pusat massa yoyo π‘š2 adalah π‘Ž2 dan percepatan sudut rotasi yoyo π‘š2
terhadap pusat massanya adalah 𝛼2. Arah percepatan sudut kedua yoyo
mengikuti arah torsi yang dihasilkan oleh tegangan tali 𝑇 pada masing-
masing yoyo.
Titik 𝐴 dan 𝐡 adalah titik koneksi antara π‘š1 dan π‘š2, sehingga besar
percepatan di kedua titik adalah sama yang dapat kita misalkan π‘Ž.
Resultan percepatan elemen massa yoyo π‘š1 di titik 𝐴 adalah π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ,
π‘Ž1
π‘Ž
𝛼1π‘Ÿ
𝛼1
π‘š1𝑔
𝐴
≑
π‘š1
π‘Ž1
𝑇
π‘Ž
π‘Ž2
𝛼2π‘Ÿ
𝛼2
π‘š2𝑔
𝐡 ≑
π‘š2
π‘Ž2
𝑇
Ketetapan Arah Berdasarkan Gambar:
Yoyo 1: π‘Ž1 positif ke ke bawah, 𝛼1π‘Ÿ positif ke atas, 𝛼1 positif arah
jarum jam.
Yoyo 2: π‘Ž2 positif ke atas, 𝛼2π‘Ÿ positif ke atas, 𝛼2 positif berlawanan
dengan arah jarum jam
64 | Dr. Zulfi Abdullah
dan resultan percepatan elemen massa yoyo π‘š2 di posisi titik 𝐡 adalah
π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ. Maka:
π‘Ž = π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ = π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ
π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ = π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ
π‘Ž1 βˆ’ π‘Ž2 = 𝛼1π‘Ÿ + 𝛼2π‘Ÿ (2.48)
Resultan gaya pada yoyo π‘š1 adalah:
π‘š1𝑔 βˆ’ 𝑇 = π‘š1π‘Ž1
𝑇 = π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1 (2.49)
Resultan torsi pada yoyo π‘š1 adalah:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘š1π‘Ÿ2
𝛼1
𝑇 =
1
2
π‘š1𝛼1π‘Ÿ (2.50)
Substitusi persamaan (2.50) ke persamaan (2.49):
1
2
π‘š1𝛼1π‘Ÿ = π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1
𝛼1π‘Ÿ = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 (2.51)
Resultan gaya pada yoyo π‘š2 adalah:
𝑇 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š2π‘Ž2
𝑇 = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2 (2.52)
Resultan torsi pada yoyo π‘š2 adalah:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘š2π‘Ÿ2
𝛼2
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 65
Yang memberikan:
𝑇 =
1
2
π‘š2𝛼2π‘Ÿ (2.53)
Substitusi persamaan (2.53) ke persamaan (2.52):
1
2
π‘š2𝛼2π‘Ÿ = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2
𝛼2π‘Ÿ = 2𝑔 + 2π‘Ž2 (2.54)
Substitusi persamaan (2.51) dan (2.54) ke persamaan (2.48):
π‘Ž1 βˆ’ π‘Ž2 = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 + 2𝑔 + 2π‘Ž2
3π‘Ž1 βˆ’ 3π‘Ž2 = 4𝑔
π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’
4
3
𝑔 (2.55)
Substitusi persamaan (2.49) ke persamaan (2.52):
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1 = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž2 (2.56)
Substitusi persamaan (2.55) ke persamaan (2.56):
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2 (π‘Ž1 βˆ’
4
3
𝑔)
π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž1 βˆ’
4
3
π‘š2𝑔
3π‘š1𝑔 βˆ’ 3π‘š2𝑔 = 3π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2π‘Ž1 βˆ’ 4π‘š2𝑔
(3π‘š1 + π‘š2)𝑔 = 3(π‘š1 + π‘š2)π‘Ž1
π‘Ž1 =
(3π‘š1 + π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
(2.57)
Kesimpulan: Yoyo π‘š1 turun
66 | Dr. Zulfi Abdullah
Selanjutnya kita tinjau yoyo π‘š2. Substitusikan persamaan (2.57) ke
persamaan (2.55):
π‘Ž2 =
(3π‘š1 + π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
βˆ’
4
3
𝑔
π‘Ž2 =
(3π‘š1 + π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
βˆ’
4(π‘š1 + π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
π‘Ž2 = βˆ’
(π‘š1 + 3π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
Kesimpulan: Yoyo π‘š2 tidak naik (tidak memenuhi asumsi awal), tapi
turun dengan besar percepatan:
π‘Ž2 =
(π‘š1 + 3π‘š2)𝑔
3(π‘š1 + π‘š2)
(2.58)
Kesimpulan akhir: Kedua yoyo turun dengan percepatan pusat massa
masing-masing yang berbeda-beda.
Kasus khusus untuk π‘š1 = π‘š2, maka keduanya turun dengan besar
percepatan yang sama, yaitu:
π‘Ž1 = π‘Ž2 =
2
3
𝑔
Jadi gerak pusat massa kedua yoyo memenuhi asumsi pertama, yaitu
bahwa keduanya bergerak turun.
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 67
Soal 1: (OSK 2016)
Ban berjalan (conveyer belt) sedang bergerak mendatar dengan kelajuan
konstan 𝑣0 (lihat gambar). Sebuah silinder homogen (dengan massa 𝑀
dan jari-jari 𝑅) yang sedang berotasi dengan kecepatan sudut πœ”0 secara
perlahan dijatuhkan ke atas ban berjalan tersebut. Diketahui πœ‡π‘˜ adalah
koefisien gesek kinetik antara silinder dengan ban berjalan. Tentukan
jarak relatif yang dijalani silinder saat masih tergelincir di atas ban
berjalan sebelum ia mulai berotasi tanpa tergelincir (menggelinding tanpa
slip).
Jawab:
Perhatikan gambar di bawah ini:
Titik terbawah silinder yang bersentuhan langsung dengan ban berjalan
(titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan vektor kecepatan tangensial πœ”0π‘Ÿ ke
belakang sehingga akan bergeser terhadap ban arah ke belakang
(dikatakan silinder slip ke belakang), maka akan muncul gaya gesekan
kinetis yang arahnya ke depan).
𝐴
πœ”0
πœ”0π‘Ÿ
𝑣0
𝐴
π‘£π‘π‘š(𝑑)
πœ”(𝑑)
𝑣0
πœ”(𝑑)π‘Ÿ π‘£π‘π‘š(𝑑)
π‘“π‘˜
𝜏
π‘šπ‘”
𝑁
π‘Žπ‘π‘š
𝛼
SOAL DAN PEMBAHASAN
68 | Dr. Zulfi Abdullah
Gaya gesekan ini akan memainkan β€˜dua peran’, yaitu peran sebagai gaya
yang akan menghasilkan percepatan pusat massa arah ke depan
berlawanan dan peran sebagai torsi yang akan penghasilkan percepatan
sudut yang berlawanan arah dengan kecepatan rotasi awal (putaran jadi
melambat).
Berdasarkan gambar, maka resultan gaya arah sumbu vertikal pada
silinder:
βˆ‘πΉπ‘¦ = 0
𝑁 βˆ’ π‘šπ‘” = 0
𝑁 = π‘šπ‘” (1)
Berdasarkan persamaan (1), gaya gesek kinetis yang bekerja pada silinder
besarnya adalah:
π‘“π‘˜ = πœ‡π‘ = πœ‡π‘šπ‘” (2)
Resultan gaya arah sumbu horizontal pada silinder memberikan:
π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (3)
Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (3), menghasilkan:
πœ‡π‘šπ‘” = π‘šπ‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š = πœ‡π‘” (4)
Resultan torsi pada silinder:
π‘Ÿπ‘“π‘˜ =
1
2
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
π‘“π‘˜ =
1
2
π‘šπ‘Ÿπ›Ό (5)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 69
Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (5):
πœ‡π‘šπ‘” =
1
2
π‘šπ‘Ÿπ›Ό
π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘” (6)
𝛼 =
2πœ‡π‘”
π‘Ÿ
(7)
Berdasarkan persamaan (4), kecepatan sesaat pusat massa adalah:
π‘£π‘π‘š(𝑑) = 0 + π‘Žπ‘π‘šπ‘‘ = π‘Žπ‘π‘šπ‘‘
π‘£π‘π‘š(𝑑) = πœ‡π‘”π‘‘ (8)
Berdasarkan persamaan (7), kecepatan sudut sesaat adalah:
πœ”(𝑑) = πœ”0 βˆ’ 𝛼𝑑
πœ”(𝑑) = πœ”0 βˆ’
2πœ‡π‘”
π‘Ÿ
𝑑 (9)
Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan bertambah
kecepatan pusat massanya dan akan berkurang kecepatan sudut
terhadap pusat massanya. Selama proses ini silinder tetap akan slip. Titik
terbawah silinder (titik 𝐴 pada silinder) mendapatkan resultan kecepatan
π‘£π‘π‘š(𝑑) βˆ’ πœ”(𝑑)π‘Ÿ.
Proses di atas berhenti ketika resultan kecepatan kecepatan di titik
terbawah silinder sama dengan kecepatan ban berjalan (titik terbawah
silinder diam sesaat relatif terhadap ban):
𝑣0 = π‘£π‘π‘š(𝑑) βˆ’ πœ”(𝑑)π‘Ÿ (10)
Substitusikan persamaan (8) dan (9) ke persamaan (10):
𝑣0 = πœ‡π‘”π‘‘ βˆ’ (πœ”0 βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘)
𝑣0 = 3πœ‡π‘”π‘‘ βˆ’ πœ”0
70 | Dr. Zulfi Abdullah
Maka, waktu yang diperlukan dari awal silinder dijatuhkan dan
menyentuh ban hingga mengelinding adalah:
𝑑 =
𝑣0 + πœ”0
3πœ‡π‘”
(11)
Tepat setelah waktu 𝑑 di atas, silinder tidak lagi slip dan dikatakan
menggelinding. Keadaan menggelinding ini akan terus dipertahankan
selama tidak ada perubahan pada lantai.
Jarak relatif terhadap tanah yang dijalani silinder saat masih tergelincir di
atas ban berjalan sebelum ia mulai berotasi tanpa tergelincir diperoleh
menggunakan:
𝑠 =
1
2
π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2
(12)
Substitusikan persamaan (4) dan (11) ke persamaan (12):
𝑠 =
1
2
πœ‡π‘” (
𝑣0 + πœ”0
3πœ‡π‘”
)
2
𝑠 =
(𝑣0 + πœ”0)2
18πœ‡π‘”
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 71
Soal 2: (Modifikasi Soal OSN Kota 2021)
Sebuah bola bowling bermassa π‘š = 2 kg berjari-jari π‘Ÿ = 15 cm dengan
kerapatan seragam bergerak sepanjang lantai horizontal dengan
kecepatan awal 𝑣0 = 7 m/s sedemikian sehingga mula-mula ia tergelincir
tanpa berputar. Lantai memiliki koefisien gesek statis πœ‡π‘  dan koefisien
gesek kinetis πœ‡π‘˜. Tentukan:
a. Besar kecepatan translasi pusat massa saat bola mulai bergerak
menggelinding tanpa slip.
b. Besar gaya gesek statis yang bekerja pada bola ketika bola bowling
sudah menggelinding.
Jawab:
a. Menentukan kecepatan translasi pusat massa bola pada saat bola
tepat mulai menggelinding tanpa slip.
Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak bola dari keadaan
awal yang slip (𝐴) dan keadaan akhir menggelinding (𝐡).
Perhatikan gambar di atas, kondisi 𝐴 adalah kondisi slip tanpa berputar,
pada kondisi ini belum ada putaran (πœ”0 = 0) tapi sudah ada percepatan
sudut 𝛼 bersamaan dengan kehadiran percepatan pusat massa π‘Žπ‘π‘š
(keduanya hadir karena peran gaya dan torsi dari gaya gesek kinetis).
Titik terbawah dari bola hanya memiliki sebuah komponen kecepatan,
yaitu kecepatan pusat massa.
π‘Žπ‘π‘š
𝑁
𝛼
πœ”
𝑣𝑝
𝑣𝑝
πœ”π‘Ÿ
π‘“π‘˜
𝐴 𝐡
𝑣0
π‘šπ‘”
0
𝑣0
72 | Dr. Zulfi Abdullah
Resultan gaya dalam arah vertikal memberikan:
𝑁 = π‘šπ‘” (1)
Maka gaya gesek kinetik:
π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” (2)
Resultan gaya dalam arah horizontal:
π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (3)
Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (3), diperoleh:
π‘Žπ‘π‘š = πœ‡π‘˜π‘” (4)
Resultan torsi:
π‘Ÿπ‘“π‘˜ = 𝐼𝛼 =
2
5
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
π‘“π‘˜ =
2
5
π‘šπ‘Ÿπ›Ό (5)
Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (5), diperoleh:
πœ‡π‘˜π‘šπ‘” =
2
5
π‘šπ‘Ÿπ›Ό
πœ‡π‘˜π‘” =
2
5
π‘Ÿπ›Ό
𝛼 =
5πœ‡π‘˜
2π‘Ÿ
𝑔 (6)
Percepatan π‘Žπ‘π‘š besarnya tetap (tidak berubah terhadap waktu) tapi
memiliki arah yang berlawanan dengan 𝑣0, menghasilkan penurunan
kecepatan pusat massa bola sebagai fungsi waktu berdasarkan
persamaan:
𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘π‘‘ (7)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 73
Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (7), diperoleh:
𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (8)
Di sisi lain, percepatan sudut 𝛼 akan menghasilkan penambahan
kecepatan sudut yang sebelumnya nol, menjadi πœ” berdasarkan
persamaan:
πœ” = πœ”0 + 𝛼𝑑 = 𝛼𝑑 (9)
Substitusikan persamaan (6) ke persamaan (9), diperoleh:
πœ” =
5πœ‡π‘˜
2π‘Ÿ
𝑔𝑑 (10)
Jadi penurunan kecepatan pusat massa terjadi bersamaan dengan
penambahan kecepatan sudut. Pada kondisi akhir (𝐡), yaitu saat
menggelinding, titik terbawah bola diam sesaat, sehingga:
𝑣𝑝 = πœ”π‘Ÿ (11)
Substitusikan persamaan (8) dan (10) ke persamaan (11):
𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = (
5πœ‡π‘˜
2π‘Ÿ
𝑔𝑑) π‘Ÿ
𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ =
5
2
πœ‡π‘˜π‘”π‘‘
𝑑 =
2𝑣0
7πœ‡π‘˜π‘”
=
14
70πœ‡π‘˜
(12)
Substitusikan persamaan (12) ke persamaan (8), diperoleh:
𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ =
7
2
πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ =
5
2
πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ =
5
2
πœ‡π‘˜π‘” (
14
70πœ‡π‘˜
)
𝑣𝑝 =
1
2
𝑔 = 5 msβˆ’1
74 | Dr. Zulfi Abdullah
b. Menentukan gaya gesek statis yang bekerja pada bola ketika bola
sudah menggelinding.
Telah kita ketahui bahwa pada kondisi menggelinding gaya gesek kinetis
berubah menjadi gaya gesek statis, dengan titik terbawah bola dalam
keadaan diam sesaat (tidak tergeser terhadap lantai). Pada kondisi ini
𝑣𝑝 = πœ”π‘Ÿ.
Khusus untuk soal ini, ada satu hal unik pada kondisi menggelinding tanpa
slip, yaitu gaya gesek statis yang bekerja pada bola bernilai nol.
Hal ini terjadi, karena tidak ada gaya lain yang bekerja pada bola, sehingga
menyebabkan gaya gesek statis menjadi satu-satunya gaya yang bekerja
pada bola.
Konsekuensinya, peran gaya dan torsi dari gaya gesek ini memberikan
percepatan pusat massa dan percepatan tangensial (akibat rotasi pada
pusat massa) di titik terbawah memiliki arah yang sama yang mustahil
saling menghilangkan untuk menghasilkan resultan percepatan nol pada
titik terbawah bola (sebagaimana mestinya bahwa titik terbawah harus
diam sesaat pada keadaan menggelinding di atas lantai yang diam).
Perhatikan gambar di bawah ini:
Berdasarkan gambar, bahwa agar titik terbawah diam sesaat (resultan
percepatan di titik terbawah nol), maka baik π‘Žπ‘ maupun π›Όπ‘Ÿ harus NOL.
Oleh sebab itu besar gaya gesek statis harus nol pula (𝑓𝑠 = 0). Kenyataan
ini tidak melanggar konsep fisika karena rentang gaya gesek statis adalah
0 ≀ 𝑓𝑠 ≀ πœ‡π‘ π‘.
𝛼
𝜏
𝑓𝑠
π‘Žπ‘
π‘Žπ‘ π›Όπ‘Ÿ
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 75
Soal 3: (OSN 2011)
Sebuah kumparan pejal (massa 𝑀, dan diameter 𝑑), mula-mula diam di
atas meja pada posisi sejauh 𝑙 dari tepi meja. Kumparan dihubungkan
dengan massa π‘š melalui tali ringan (tak bermassa) yang dianggap tidak
dapat memendek ataupun memanjang. Kumparan tersebut dapat
meluncur dan berotasi dengan bebas diatas meja. Pada saat pusat massa
kumparan mencapai tepi meja, hitung:
a. Percepatan pusat massa kumparan
b. Waktu tempuh kumparan
c. Kecepatan massa π‘š.
Jawab:
a. Menentukan percepatan pusat massa kumparan.
Deskripsi gaya-gaya pada sistem:
π‘šπ‘”
𝑇
π‘Ž
Tampak Atas
𝛼
π‘Žπ‘π‘š
𝑇
𝑀
π‘š
76 | Dr. Zulfi Abdullah
Deskripsi percepatan pada kumparan.
Titik 𝑃 adalah titik koneksi kumparan dengan beban bermassa π‘š,
sehingga resultan percepatan di titik 𝑃 sama dengan percepatan massa π‘š
turun, yaitu:
π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š + 𝛼
𝑑
2
𝛼𝑑 = 2π‘Ž βˆ’ 2π‘Žπ‘π‘š (1)
Resultan gaya pada massa π‘š:
π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Ž (2)
Resultan gaya pada kumparan:
𝑇 = π‘€π‘Žπ‘π‘š (3)
Resultan torsi pada kumparan:
𝑑
2
𝑇 =
1
2
𝑀 (
𝑑
2
)
2
𝛼
𝑇 =
1
4
𝑀𝛼𝑑 (4)
π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š + 𝛼
𝑑
2
𝛼
π‘Žπ‘π‘š
𝑃
π‘Žπ‘π‘š 𝛼(𝑑/2)
𝑃
π‘Ž
≑
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 77
Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (1):
𝑇 =
1
4
𝑀(2π‘Ž βˆ’ 2π‘Žπ‘π‘š)
𝑇 =
1
2
𝑀(π‘Ž βˆ’ π‘Žπ‘π‘š) (5)
Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (5) untuk menurunkan
percepatan pusat massa kumparan:
π‘€π‘Žπ‘π‘š =
1
2
𝑀(π‘Ž βˆ’ π‘Žπ‘π‘š)
2π‘€π‘Žπ‘π‘š = π‘€π‘Ž βˆ’ π‘€π‘Žπ‘π‘š
π‘Žπ‘π‘š =
π‘Ž
3
(6)
Substitusikan persamaan (6) ke persamaan (3) akan memberikan nilai
tegangan tali sebesar:
𝑇 =
1
3
π‘€π‘Ž (7)
Substitusikan persamaan (7) ke persamaan (2) untuk menurunkan
percepatan massa π‘š:
π‘šπ‘” βˆ’
1
3
π‘€π‘Ž = π‘šπ‘Ž
π‘Ž =
3π‘š
𝑀 + 3π‘š
𝑔 (8)
78 | Dr. Zulfi Abdullah
Maka percepatan pusat massa silinder, menggunakan persamaan (6),
adalah:
π‘Žπ‘π‘š =
π‘š
𝑀 + 3π‘š
𝑔 (9)
b. Menghitung waktu tempuh kumparan
Panjang jalan yang akan ditempuh oleh pusat massa kumparan adalah 𝑙.
Pusat massa kumparan bergerak dari keadaan diam (π‘£π‘π‘š(0) = 0), maka
persamaan gerak pusat massa kumparan adalah:
𝑙 = π‘£π‘π‘š(0) +
1
2
π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2
𝑙 =
1
2
π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2
(10)
Substitusikan persamaan (9) ke persamaan (10), diperoleh waktu
tempuh:
𝑑 = √
2𝑙
π‘Žπ‘π‘š
𝑑 = √
2𝑙(𝑀 + 3π‘š)
π‘šπ‘”
(11)
c. Menghitung kecepatan π‘š.
Kecepatan massa π‘š ketika pusat massa kumparan telah menempuh jarak
sejauh 𝑙, yang ditempuh dalam waktu 𝑑 yang diberikan oleh persamaan
(11) adalah:
𝑣 = π‘Žπ‘‘ (12)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 79
Substitusikan persamaan (8) dan (11) ke persamaan (12):
𝑣 =
3π‘š
𝑀 + 3π‘š
π‘”βˆš
2𝑙(𝑀 + 3π‘š)
π‘šπ‘”
𝑣 = √
2𝑙(9π‘š2)(𝑔2)(𝑀 + 3π‘š)
(𝑀 + 3π‘š)2𝑔
Maka kecepatan massa π‘š pada saat kumparan mencapai tepi meja
adalah:
𝑣 = √
18π‘šπ‘™π‘”
(𝑀 + 3π‘š)
80 | Dr. Zulfi Abdullah
Soal 4: (OSN 2006)
Sebuah bola dengan massa π‘š, berjari-jari π‘Ÿ dan momen inersianya
(2 5
⁄ )π‘šπ‘Ÿ2
berada di atas sebuah kereta bermassa 𝑀. Mula-mula kereta
diam, sedangkan bola π‘š bergerak dengan kecepatan 𝑣0 tanpa
menggelinding sama sekali. Kemudian bola memasuki bagian kasar di atas
kereta. Ketika keluar dari bagian kasar, bola sudah menggelinding tanpa
slip.
a. Hitung kecepatan akhir π‘š dan 𝑀 relatif terhadap bumi ketika bola
sudah bergerak tanpa slip. Hitung juga kecepatan sudut akhir dari
massa π‘š.
b. Berapa panjang minimum 𝑆 agar bola akhirnya bisa menggelinding
tanpa slip? koefisien gesek pada bagian kasar adalah πœ‡.
Jawab:
a. Menghitung kecepatan akhir π‘š dan 𝑀 relatif terhadap bumi (tanah).
Perhatikan gambar di bawah:
𝑣0
π‘š
𝑀
𝑠
𝑣0
π‘š
𝑀
𝑠
𝐴 𝐡 𝐢
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 81
Dari awal (titik 𝐴) ke titik 𝐡, permukaan kereta licin, jadi tidak ada gaya
gesek yang bekerja antar kereta dan bola, dan karena itu, bola tidak
berotasi, hanya gerak translasi pusat massa dengan kecepatan tetap 𝑣0,
dan kereta tetap diam. Dari titik 𝐡 ke titik 𝐢, bekerja gaya gesek kinetik π‘“π‘˜
pada bola berarah ke belakang (berlawanan dengan gerak pusat massa
bola) dan reaksinya pada papan dengan gaya gesek yang sama besar tapi
berarah ke depan.
Perhatikan gambar (a) di atas. Ini adalah kondisi ketika bola masuk pada
daerah yang kasar pada papan: Karena kehadiran gaya gesek kinetis pada
bola, maka pusat massa bola mengalami perlambatan π‘Žπ‘š dan
percepatan sudut π›Όπ‘š.
Resultan gaya dalam arah-𝑦 pada bola memberikan:
𝑁 = π‘šπ‘” (1)
Resultan gaya dalam arah-π‘₯ pada bola:
π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘š (2)
Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (2):
π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘šπ‘” (3)
𝑀
π‘“π‘˜
π‘Žπ‘€
(π‘Ž)
(𝑏)
π›Όπ‘š
𝜏
π‘“π‘˜
π‘Žπ‘š
π‘Žπ‘š π›Όπ‘šπ‘Ÿ
π‘£π‘š
πœ”π‘š
π‘šπ‘”
𝑁
82 | Dr. Zulfi Abdullah
yang memberikan:
πœ‡π‘šπ‘” = π‘šπ‘Žπ‘š
π‘Žπ‘š = πœ‡π‘” (π‘Žπ‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘˜π‘’ π‘˜π‘–π‘Ÿπ‘–) (4)
Karena π‘Žπ‘š konstan, maka kecepatan pusat massa bola, π‘£π‘š, pada waktu
𝑑𝑠 memenuhi persamaan GLBB sebagai berikut:
π‘£π‘š = π‘£π‘š0 + π‘Žπ‘šπ‘‘π‘  (5)
Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (5):
π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘π‘  (6)
Resultan gaya pada kereta:
π‘“π‘˜ = π‘€π‘Žπ‘€ (7)
Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (7):
πœ‡π‘šπ‘” = π‘€π‘Žπ‘€
π‘Žπ‘€ =
π‘š
𝑀
πœ‡π‘” (8)
Kecepatan kereta pada waktu 𝑑𝑠:
𝑣𝑀 = π‘Žπ‘€π‘‘π‘  (9)
Substitusikan persamaan (8) ke persamaan (9):
𝑣𝑀 =
π‘š
𝑀
πœ‡π‘”π‘‘π‘  (10)
Resultan torsi pada bola:
π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πΌπ›Όπ‘š =
2
5
π‘šπ‘Ÿ2
π›Όπ‘š
π‘“π‘˜ =
2
5
π‘šπ›Όπ‘šπ‘Ÿ (11)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 83
Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (11):
πœ‡π‘šπ‘” =
2
5
π‘šπ›Όπ‘šπ‘Ÿ
π›Όπ‘š =
5
2π‘Ÿ
πœ‡π‘” (π‘ π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘š π‘—π‘Žπ‘š) (12)
Kecepatan sudut bola pada waktu 𝑑𝑠:
πœ”π‘š = πœ”π‘š0 + π›Όπ‘šπ‘‘π‘  (13)
Substitusikan persamaan (12) ke persamaan (13):
πœ”π‘š =
5
2π‘Ÿ
πœ‡π‘”π‘‘π‘  (14)
Analisis kecepatan bola dan kereta pada saat mulai menggeliinding:
Terlihat pada gambar di atas, bahwa pada saat menggelinding, bola tidak
lagi tergelincir terhadap kereta, artinya titik terbawah bola menjadi titik
koneksi dan karenanya memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan
kereta.
Jadi, pada saat kondisi menggelinding mulai tercapai:
𝑣𝑀 = π‘£π‘š βˆ’ πœ”π‘šπ‘Ÿ (15)
𝑀
𝑣𝑀
𝑣𝑀 = π‘£π‘š βˆ’ πœ”π‘šπ‘Ÿ
πœ”π‘šπ‘Ÿ
π‘£π‘š
πœ”π‘š
π‘£π‘š 𝑣𝑀
≑
84 | Dr. Zulfi Abdullah
Substitusikan persamaan (6), (10) dan (14) ke persamaan (15):
π‘š
𝑀
πœ‡π‘”π‘‘π‘  = (𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘π‘ ) βˆ’
5
2
πœ‡π‘”π‘‘π‘ 
π‘š
𝑀
πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0 βˆ’
7
2
πœ‡π‘”π‘‘π‘ 
π‘š
𝑀
πœ‡π‘”π‘‘π‘  +
7
2
πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0
(
π‘š
𝑀
+
7
2
) πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0
(
7𝑀 + 2π‘š
2𝑀
)πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0
𝑑𝑠 =
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0 (16)
Substitusikan persamaan (16) ke persamaan (6), kita dapatkan kecepatan
pusat massa bola pada saat 𝑑𝑠:
π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0
π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’
2𝑀
(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0
π‘£π‘š = (
5𝑀 + 2π‘š
7𝑀 + 2π‘š
)𝑣0 (17)
Substitusikan persamaan (16) ke persamaan (10), kita dapatkan
kecepatan kereta pada saat 𝑑𝑠:
𝑣𝑀 =
π‘š
𝑀
πœ‡π‘” [
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0]
𝑣𝑀 =
2π‘š
(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0 (18)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 85
b. Panjang minimal bagian permukaan kereta yang kasar
𝑠 = π‘ π‘š,π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž βˆ’ 𝑠𝑀,π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž = π‘ π‘š βˆ’ 𝑠𝑀
𝑠 = 𝑣0𝑑𝑠 βˆ’
1
2
π‘Žπ‘šπ‘‘π‘ 
2
βˆ’
1
2
π‘Žπ‘€π‘‘π‘ 
2
𝑠 = 𝑣0𝑑𝑠 βˆ’
1
2
(π‘Žπ‘š + π‘Žπ‘€)𝑑𝑠
2
(19)
Substitusikan persamaan (4), (8) dan (16) ke persamaan (19):
𝑠 = 𝑣0 (
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0) βˆ’
1
2
(1 +
π‘š
𝑀
) πœ‡π‘” (
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0)
2
𝑠 =
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0
2
βˆ’
1
2
(
𝑀 + π‘š
𝑀
)
4𝑀2
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
𝑠 =
2𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)
𝑣0
2
βˆ’
2(𝑀 + π‘š)𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
𝑠 =
2𝑀(7𝑀 + 2π‘š)
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
βˆ’
2(𝑀 + π‘š)𝑀
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
𝑠 =
14𝑀2
+ 4π‘šπ‘€ βˆ’ 2𝑀2
βˆ’ 2π‘šπ‘€
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
𝑠 =
12𝑀2
+ 2π‘šπ‘€
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
Maka panjang minimal bagian permukaan kereta yang kasar:
𝑠 =
2𝑀(6𝑀 + π‘š)
πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2
𝑣0
2
86 | Dr. Zulfi Abdullah
Soal 5:
Sebuah silinder pejal bermassa π‘š dan berjari-jari π‘Ÿ bergerak turun dalam
kondisi slip sempurna di atas permukaan miring sebuah prisma bermassa
𝑀 yang sedang bergerak di atas lantai licin sempurna seperti tampak pada
gambar di bawah ini. Silinder sendiri terkait dengan prisma melalui tali
yang pada satu sisi terikat di ujung atas prisma dan di sisi lain tergulung
ke silinder pada jarak (1 2
⁄ )π‘Ÿ di bawah posisi pusat massa silinder.
Prisma mulai bergerak ke kiri ketika silinder mulai bergerak turun.
Tentukan percepatan prisma, tepat ketika silinder mulai meluncur turun.
Jawab:
Perhatikan visualisasi gerak sistem silinder-prisma di bawah ini. Misalkan
π‘Žπ‘šπ‘€ adalah percepatan silinder relatif terhadap prisma, π‘Žπ‘š adalah
percepatan silinder π‘š relatif terhadap tanah dan π‘Žπ‘€ adalah percepatan
prisma 𝑀 relatif terhadap tanah.
Pada saat silinder turun, maka prisma akan terdorong ke belakang.
Karena bola selalu berada di atas permukaan miring prisma, maka bola
juga ikut bergerak ke belakang bersama prisma (lihat gambar (π‘Ž)).
π‘Žπ‘€
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 87
(π‘Ž)
Secara keseluruhan, sistem bergerak dalam bidang horizontal (mendatar).
Karena itu masing-masing percepatan, baik percepatan prisma, maupun
percepatan silinder dapat diuraikan dalam koordinat mendatar (lihat
gambar (b)).
(𝑏)
Perhatikan gambar (𝑏):
π‘Žπ‘šπ‘€(π‘₯) = π‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ (1)
π‘Žπ‘šπ‘€(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (2)
88 | Dr. Zulfi Abdullah
π‘Žπ‘š(π‘₯) = π‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ βˆ’ π‘Žπ‘€ (3)
π‘Žπ‘š(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€(𝑦)
π‘Žπ‘š(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (4)
Perhatikan gambar (𝑐) di atas: π‘Žπ‘šπ‘€ adalah percepatan pusat massa
silinder relatif terhadap prisma, 𝛼 adalah percepatan sudut silinder
terhadap pusat massanya, yang memberikan percepatan tangensial π›Όπ‘Ÿ
pada elemen-elemen permukaan silinder.
Perhatikan pula bahwa pada gambar ada sumbu 𝑠. Sumbu ini adalah
sekedar garis bantu untuk melihat gerak silinder relatif terhadap prisma,
sepanjang bidang miring prisma.
Prisma hanya bergerak mendatar, tidak ada gerak sepanjang bidang
miring prisma (sepanjang sumbu bantu 𝑠), artinya prisma diam relatif
terhadap sumbu 𝑠.
Ujung tali 𝑇 terikat dengan prisma, artinya tali tidak bergerak terhadap
prisma, dan ini berarti bahwa titik pada silinder yang terkait dengan tali
diam sesaat terhadap tali, atau dengan kata lain, diam sesaat terhadap
prisma, jadi:
π‘Žπ‘šπ‘€ βˆ’ π›Όπ‘Ÿ = 0
π›Όπ‘Ÿ = π‘Žπ‘šπ‘€ (5)
(𝑐)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 89
Perhatikan gambar (𝑑):
𝑁π‘₯ = 𝑁 sin πœ‘ (6)
𝑁𝑦 = 𝑁 cos πœ‘ (7)
𝑇π‘₯ = 𝑇 cos πœ‘ (8)
𝑇𝑦 = 𝑇 sinπœ‘ (9)
Resultan gaya dalam arah π‘₯ pada silinder:
𝑁π‘₯ βˆ’ 𝑇π‘₯ = π‘šπ‘Žπ‘š(π‘₯) (10)
Substitusikan persamaan (3), persamaan (6) dan persamaan (8) ke
persamaan (10):
𝑁 sinπœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ (11)
Resultan gaya dalam arah 𝑦 pada silinder:
π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇𝑦 βˆ’ 𝑁𝑦 = π‘šπ‘Žπ‘š(𝑦) (12)
Substitusikan persamaan (4), persamaan (7) dan persamaan (9) ke
persamaan (12):
π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 sinπœ‘ βˆ’ 𝑁 cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (13)
(𝑑)
π‘šπ‘”
𝑁
π‘₯
𝑦
πœ‘
π‘₯
𝑦
𝑁
𝑇
𝑁
πœ‘
π‘Žπ‘€
π‘šπ‘”
𝑇 𝑇
90 | Dr. Zulfi Abdullah
Resultan torsi pada silinder:
π‘Ÿπ‘‡ =
1
2
π‘šπ‘Ÿ2
𝛼
Kita dapatkan:
𝑇 =
1
2
π‘šπ›Όπ‘Ÿ (14)
Substitusikan persamaan (5) ke persamaan (14):
𝑇 =
1
2
π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ (15)
Resultan gaya pada prisma:
𝑁π‘₯ βˆ’ 𝑇π‘₯ = π‘€π‘Žπ‘€
𝑁 sin πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€ (16)
Terlihat bahwa: persamaan (16) = persamaan (11), jadi:
π‘€π‘Žπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€
(𝑀 + π‘š)π‘Žπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘
Kita dapatkan hubungan antara percepatan pusat massa silinder relatif
terhadap prisma π‘Žπ‘šπ‘€ dengan percepatan prisma π‘Žπ‘€ sebagai berikut:
π‘Žπ‘šπ‘€ = (
π‘š cos πœ‘
𝑀 + π‘š
) π‘Žπ‘€ (17)
Persamaan (11) dikalikan dengan sin πœ‘, persamaan (13) dikalikan dengan
cos πœ‘, kemudian kurangkan kedua persamaan:
𝑁sin2
πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sin πœ‘
π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ cosπœ‘ βˆ’ 𝑁cos2
πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ cos πœ‘ βˆ’
𝑁 = π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘ (18)
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 91
Persamaan (11) dikalikan dengan cos πœ‘, persamaan (13) dikalikan dengan
sinπœ‘, kemudian jumlahkan kedua persamaan:
𝑁 sinπœ‘ cos πœ‘ βˆ’ 𝑇cos2
πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€cos2
πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘
π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇sin2
πœ‘ βˆ’ 𝑁 cos πœ‘ cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€sin2
πœ‘ +
π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘
π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ + π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇
π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ + π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’
1
2
π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€
π‘Žπ‘šπ‘€ =
2
3
(π‘Žπ‘€ cos πœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) (19)
Substitusikan persamaan (15) dan (18) ke persamaan (16):
(π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘) sinπœ‘ βˆ’
1
2
π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€ (20)
Substitusikan persamaan (19) ke persamaan (20):
(π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘) sin πœ‘ βˆ’
1
3
π‘š(π‘Žπ‘€ cos πœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) cos πœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€
3(π‘šπ‘” cosπœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sin πœ‘) sinπœ‘ βˆ’ π‘š(π‘Žπ‘€ cosπœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) cos πœ‘ = 3π‘€π‘Žπ‘€
3π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ βˆ’ 3π‘šπ‘Žπ‘€sin2
πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€cos2
πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘” cos πœ‘ sin πœ‘ = 3π‘€π‘Žπ‘€
2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + 3π‘šsin2
πœ‘ + π‘šcos2
πœ‘ )π‘Žπ‘€
2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + 2π‘šsin2
πœ‘ + π‘šsin2
πœ‘ + π‘šcos2
πœ‘ )π‘Žπ‘€
2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + π‘š(2sin2
πœ‘ + 1) )π‘Žπ‘€
Maka diperoleh percepatan prisma:
π‘Žπ‘€ =
2π‘šπ‘” cos πœ‘ sinπœ‘
3𝑀 + π‘š(2sin2πœ‘ + 1)
(21)
92 | Dr. Zulfi Abdullah
Soal 6:
Sebuah silinder pejal bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 dililit permukaannya
dengan tali panjang dan terhubung dengan balok bermassa π‘š melalui
katrol. Massa tali dan katrol dapat diabaikan. Silinder yang sedang
bersandar di pojok dinding yang tingginya kurang dari 2𝑅, terputar selama
balok π‘š turun. Tidak ada gerak pusat massa silinder selama silinder
tersebut berputar. Koefisien gesekan kinetik antara silinder dengan
dinding maupun antara silinder dengan lantai adalah sama yaitu πœ‡.
Percepatan gravitasi adalah 𝑔. Hitung percepatan turunnya balok π‘š.
Jawab:
Tinjauan gaya dan torsi:
𝑅
𝑀
π‘š
𝑀
π‘š
π‘“π‘˜1
π‘“π‘˜2
𝑁2
𝑁1
𝑀𝑔
π‘šπ‘”
𝑇
𝑇
𝛼
π‘Ž
OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 93
Tinjauan percepatan:
Berdasarkan gambar tinjauan gaya, resultan gaya pada balok π‘š:
𝑇 = π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž (1)
Resultan komponen gaya pada silinder arah sumbu-π‘₯:
𝑇 + π‘“π‘˜1 βˆ’ 𝑁2 = 0
𝑇 + πœ‡π‘1 βˆ’ 𝑁2 = 0
𝑇 = 𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘1 (2)
Resultan komponen gaya pada silinder arah sumbu-𝑦:
π‘“π‘˜2 + 𝑁1 βˆ’ 𝑀𝑔 = 0
πœ‡π‘2 + 𝑁1 βˆ’ 𝑀𝑔 = 0
𝑁1 = 𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2 (3)
Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (2):
𝑇 = 𝑁2 βˆ’ πœ‡(𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2)
𝑇 = (1 + πœ‡2)𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘€π‘” (4)
Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (4):
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = (1 + πœ‡2)𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘€π‘”
π‘Ž
𝑀
π‘š
𝛼𝑅 = π‘Ž
94 | Dr. Zulfi Abdullah
Yang dapat kita nyatakan dalam bentuk:
(1 + πœ‡2)𝑁2 = πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž
𝑁2 =
πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž
1 + πœ‡2
(5)
Resultan torsi pada silinder:
𝑅𝑇 βˆ’ π‘…π‘“π‘˜1 βˆ’ π‘…π‘“π‘˜2 = 𝐼𝛼 =
1
2
𝑀𝑅2
𝛼
𝑇 βˆ’ π‘“π‘˜1 βˆ’ π‘“π‘˜2 =
1
2
𝑀𝛼𝑅
𝑇 βˆ’ πœ‡π‘1 βˆ’ πœ‡π‘2 =
1
2
π‘€π‘Ž
Sehingga:
𝑇 = πœ‡π‘1 + πœ‡π‘2 +
1
2
π‘€π‘Ž (6)
Substitusikan persamaan (1) dan (3) ke persamaan (6):
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡(𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2) + πœ‡π‘2 +
1
2
π‘€π‘Ž
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” βˆ’ πœ‡2
𝑁2 + πœ‡π‘2 +
1
2
π‘€π‘Ž
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2)𝑁2 +
1
2
π‘€π‘Ž (7)
Substitusikan persamaan (5) ke persamaan (7):
π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2) (
πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž
1 + πœ‡2
) +
1
2
π‘€π‘Ž
(π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž)(1 + πœ‡2) = πœ‡π‘€π‘”(1 + πœ‡2) + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2)(πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž)
+
1
2
(1 + πœ‡2
)π‘€π‘Ž
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf
OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf

Weitere Γ€hnliche Inhalte

Γ„hnlich wie OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf

RPP K1 T1 ST1 P2.docx
RPP K1 T1 ST1 P2.docxRPP K1 T1 ST1 P2.docx
RPP K1 T1 ST1 P2.docxmangirfan
Β 
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas X
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas XJelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas X
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas XRatnaVidyawati
Β 
Kelas10 geografi hartono
Kelas10 geografi hartonoKelas10 geografi hartono
Kelas10 geografi hartonosigid_raja
Β 
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1siruz manto
Β 
IPA SMP Kelas 7 Semester 2
IPA SMP Kelas 7 Semester 2IPA SMP Kelas 7 Semester 2
IPA SMP Kelas 7 Semester 2siruz manto
Β 
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawati
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawatiAntropologi sma kelas xi emmy indriyawati
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawatiDnr Creatives
Β 
HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS SD
 HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN  IPS SD HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN  IPS SD
HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS SDFikahati Rachmawati
Β 
RPP K1 T1 ST2 P2.docx
RPP K1 T1 ST2 P2.docxRPP K1 T1 ST2 P2.docx
RPP K1 T1 ST2 P2.docxSumiParapat
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Narendra
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Narendra
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Narendra
Β 
Hereditas pada manusia
Hereditas pada manusiaHereditas pada manusia
Hereditas pada manusiaamandaramadhani
Β 
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016Arif Wicaksono
Β 

Γ„hnlich wie OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf (20)

Ips t 8 nanang
Ips t 8 nanangIps t 8 nanang
Ips t 8 nanang
Β 
IPS SMP Kelas 9
IPS SMP Kelas 9IPS SMP Kelas 9
IPS SMP Kelas 9
Β 
RPP K1 T1 ST1 P2.docx
RPP K1 T1 ST1 P2.docxRPP K1 T1 ST1 P2.docx
RPP K1 T1 ST1 P2.docx
Β 
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas X
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas XJelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas X
Jelajah Bumi dan Alam Semesta Kelas X
Β 
Kelas10 geografi hartono
Kelas10 geografi hartonoKelas10 geografi hartono
Kelas10 geografi hartono
Β 
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1
IPA SMP KELAS 7 SEMESTER 1
Β 
Makalah bandul fisis
Makalah bandul fisisMakalah bandul fisis
Makalah bandul fisis
Β 
IPA SMP Kelas 7 Semester 2
IPA SMP Kelas 7 Semester 2IPA SMP Kelas 7 Semester 2
IPA SMP Kelas 7 Semester 2
Β 
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawati
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawatiAntropologi sma kelas xi emmy indriyawati
Antropologi sma kelas xi emmy indriyawati
Β 
HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS SD
 HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN  IPS SD HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN  IPS SD
HAKIKAT TEORI-TEORI BELAJAR DAN GAGASAN PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS SD
Β 
Biologi 3(1)
Biologi 3(1)Biologi 3(1)
Biologi 3(1)
Β 
RPP K1 T1 ST2 P2.docx
RPP K1 T1 ST2 P2.docxRPP K1 T1 ST2 P2.docx
RPP K1 T1 ST2 P2.docx
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4
Β 
Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4Rpp k1 t2 st4 p4
Rpp k1 t2 st4 p4
Β 
Hereditas
HereditasHereditas
Hereditas
Β 
Hereditas
HereditasHereditas
Hereditas
Β 
Hereditas pada manusia
Hereditas pada manusiaHereditas pada manusia
Hereditas pada manusia
Β 
IPS SMP Kelas 7
IPS SMP Kelas 7IPS SMP Kelas 7
IPS SMP Kelas 7
Β 
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016
Kelas 07 smp_ipa_semester_2_siswa_2016
Β 

KΓΌrzlich hochgeladen

LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxLK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxsarimuliati80
Β 
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docx
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docxALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docx
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docxHaslizaHabir
Β 
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptxahmadirhamni
Β 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfLaporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfSriHandayaniLubisSpd
Β 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptxBUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptxDWIHANDOYOPUTRO2
Β 
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKN
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKNTugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKN
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKNssuser419260
Β 
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfPPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfssuser8410f71
Β 
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)LabibAqilFawaizElB
Β 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxMasHari12
Β 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik WidarsihTugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsihninikwidarsih44
Β 
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docxLAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docxSriHandayaniLubisSpd
Β 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)saritharamadhani03
Β 
Laporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdfLaporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdfSriHandayaniLubisSpd
Β 
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfMaster 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfbasoekyfaqod2
Β 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxLAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxSriHandayaniLubisSpd
Β 
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10ninikwidarsih44
Β 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
Β 

KΓΌrzlich hochgeladen (20)

LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxLK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
Β 
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docx
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docxALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docx
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN SISTEM PENCERNAAN.docx
Β 
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx
7._MODUL_8_MATEMATIKA sdisudssasasa 1.pptx
Β 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdfLaporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Laporan_Rekan_Sejawat Sri Lubis, S.Pd (1).pdf
Β 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptxBUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
Β 
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKN
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKNTugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKN
Tugas PGP Keyakinan Kelas Modul 1.4 SMKN
Β 
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfPPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
Β 
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Β 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Β 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik WidarsihTugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Β 
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docxLAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
Β 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Β 
Laporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdfLaporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdf
Β 
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdfMaster 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Master 2_Modul 4_Percakapan Coaching.pdf
Β 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docxLAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
LAPORAN PARTISIPAN OBSERVER sdn 211.docx
Β 
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10
TUGAS MANDIRI 1.4.a.3.pdf Ninik Widarsih CGP A.10
Β 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Β 

OSN FISIKA SMA - Dinamika Benda Tegar - Zulfi.pdf

  • 1.
  • 2. OSN FISIKA SMA DINAMIKA BENDA TEGAR Dr. Zulfi Abdullah PENERBIT KBM INDONESIA 𝑓𝑠 πœ“ πœ“ πœƒ πœƒ πœ“ π‘Ÿ π‘š2𝑔 π‘š1𝑔
  • 3. Penerbit KBM Indonesia adalah penerbit dengan misi memudahkan proses penerbitan buku-buku penulis di tanah air Indonesia. Serta menjadi media sharing proses penerbitan buku.
  • 4. OSN FISIKA SMA DINAMIKA BENDA TEGAR Copyright  2023 By Dr. Zulfi Abdullah All rights reserved ISBN 978-623-499-265-6 15,5 x 23 cm, iv + 387 halaman Cetakan ke-1, April 2023 Penulis Dr. Zulfi Abdullah Desain Sampul Aswan Kreatif Tata Letak Tim KBM Indonesia Group Editor Naskah Zainul Arifin, M.Pd. Diterbitkan Oleh: PENERBIT KBM INDONESIA Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) NO. IKAPI 279/JTI/2021 Banguntapan, Bantul-Jogjakarta (Kantor I) Balen, Bojonegoro-Jawa Timur, Indonesia (Kantor II) 081357517526 (Tlpn/WA) Website https://penerbitkbm.com www.penerbitbukumurah.com Email karyabaktimakmur@gmail.com Distributor https://toko.penerbitbukujogja.com Youtube Penerbit KBM Sastrabook Instagram @penerbit.kbm @penerbitbukujogja Isi buku diluar tanggungjawab penerbit
  • 5. Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait penjara paling lama 5 (lima) tahun, atau dikenakan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan diperuntukkan kepentingan komersial program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dilarang keras mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini serta memperjualbelikannya tanpa seizin penerbit dan penulis.
  • 6.
  • 7. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | i PRAKATA Segala puji dan syukur hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala. Hanya atas izin dan pertolongan Allah sajalah buku ini bisa hadir. Sholawat dan salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di hari akhir. Amiin. Fenomena benda tegar dalam fisika adalah wilayah keilmuan yang sangat penting dan menarik untuk dikaji. Penguasaan terhadap bidang ini merupakan syarat mutlak bagi siswa yang ingin menembus tingkat nasional Olimpiade Fisika SMA (OSN-KSN/KSM) maupun bagi mahasiswa yang ingin mengikuti ONMIPA-PT. Bidang ini memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi, karena mengandung konsep dasar yang rumit, sehingga sulit untuk dapat dikuasai oleh siswa SMA/MA maupun oleh mahasiswa tahap S1. Variasi soal terkait benda tegar boleh dikatakan tak terbatas, yang hanya mungkin dapat dijawab oleh siswa/mahasiswa yang menguasai konsep dasarnya dengan baik. Hingga saat ini belum ada buku referensi OSN Fisika berbahasa Indonesia yang khusus membahas secara detail bidang dinamika benda tegar, sehingga secara umum, baik siswa/mahasiswa maupun guru/pembina tidak mendapatkan gambaran utuh yang diperlukan untuk membahas setiap soal yang terkait benda tegar. Dalam upaya menjawab tantangan di atas, penulis menghadirkan buku OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar ini. Buku ini berisi konsep dasar, gerak slip yang terjadi pada benda tegar, dan penjelasan detail tentang gerak gelinding pada benda tegar. Selain berisi konsep dasar terkait dinamika benda tegar, buku ini juga membahas banyak studi kasus yang mungkin terjadi pada gerak benda tegar, baik benda tegar yang bergerak dalam kondisi slip maupun benda tegar yang sedang menggelinding.
  • 8. ii | Dr. Zulfi Abdullah Buku ini juga yang berisi banyak soal dan pembahasan detail gerak slip dan gerak gelinding pada benda tegar, baik soal-soal yang diambil dari beberapa buku referensi yang tersedia, soal-soal OSN yang pernah keluar maupun soal-soal hasil kreasi dan modifikasi dari penulis. Semoga kehadiran buku ini dapat membantu para siswa dan mahasiswa serta guru dan pembina untuk dapat membangun konsep dinamika benda tegar dan aplikasinya pada gerak benda tegar yang mengalami slip maupun gerak benda tegar yang sedang menggelinding. Atas terbitnya buku dinamika benda tegar ini, penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada penerbit dan semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tak langsung. Terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua (alm), kedua mertua (alm), istri, anak-anak dan menantu-menantu, adik dan kakak-kakak, para guru dan dosen penulis, kolega sesama dosen, semua sahabat dan semua kawan-kawan tim pembina Olimpiade Sumatera Barat serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tak ada gading yang tak retak. Penulis hanya manusia biasa, tempatnya salah dan khilaf. Segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kebaikan buku ini ke depannya. Harapan tulus dari penulis, semoga buku ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembacanya. Padang, Maret 2023 Penulis
  • 9. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | iii DAFTAR ISI Prakata……………………………………………………………………..………… i Daftar Isi…………………………………………………………………………….. iii 1. Konsep Benda Tegar…………………………………………………………… 1.1. Pusat Massa……………………………………………………………….. 1.2. Momen Inersia Benda Tegar………………………………………. 1.3. Teorema Sumbu Sejajar……………………………………………… 1.4. Sistem β€œBebas” dan β€œTerikat”…………………………………….. 1 1 12 21 31 2. Gerak Benda Tegar…………………………………………………………….. 2.1. Kondisi Slip pada Benda Tegar…………………………………….. 2.2. Konsep Dinamika Benda Tegar……………………………………. 2.3. Soal dan Pembahasan…………………………………………………. 33 33 51 67 3. Gerak Gelinding pada Benda Tegar……………………………………. 3.1. Gaya Gesek Statis pada Gerak Gelinding Benda Tegar… 3.2. Gaya Gesek Statik Pada Benda Tegar yang Diam di Atas/di Bawah Benda Lain………………........................... 3.3. Analisis Beberapa Kasus Umum Dinamika Benda Tegar……………………………………………………………………………. 3.4. Soal dan Pembahasan………………………………………………….. 3.5. Soal Latihan…………………………………………………………………. 113 115 126 129 209 382 4. Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 385 5. Profil Penulis…………………………………………………………………….... 387
  • 10. iv | Dr. Zulfi Abdullah
  • 11. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 1 BAB I KONSEP BENDA TEGAR Benda tegar secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah benda yang tersusun atas banyak partikel (sistem partikel) yang jarak antar partikelnya bersifat tetap. Berbeda dengan partikel titik yang tidak berdimensi, benda tegar adalah benda yang memiliki dimensi, seperti: tongkat (1 dimensi), pelat tipis/cakram (2 dimensi), balok, bola atau silinder (3 dimensi) dan lain-lain. Benda tegar memiliki pusat massa yang merupakan posisi bobot rata-rata dari benda tegar tersebut. Gerak benda tegar secara umum adalah gerak pusat massa dan gerak rotasi setiap elemen pembentuk benda terhadap pusat massanya. Dalam konteks mekanika yang dibahas dalam buku ini, kita hanya meninjau benda tegar yang memiliki kerapatan seragam dan memiliki bentuk simetris sederhana dan bulat seperti tongkat, cincin, cakram, silinder atau bola. 1.1. Pusat Massa Tinjau sebuah sistem yang terdiri atas dua titik massa, yaitu titik massa π‘š1 yang terletak pada posisi π‘Ÿ1 dan titik massa π‘š2 yang terletak pada posisi π‘Ÿ2, maka posisi pusat massa, π‘Ÿπ‘π‘š, kedua benda didefinisikan sebagai berikut: Gambar 1.1: Posisi pusat massa dua benda titik. π‘š1 π‘š2 π‘Ÿ1 π‘₯ 𝑦 π‘Ÿπ‘π‘š π‘Ÿ2
  • 12. 2 | Dr. Zulfi Abdullah Posisi pusat massa kedua benda titik adalah: π‘Ÿπ‘π‘š = π‘š1π‘Ÿ1 + π‘š2π‘Ÿ2 π‘š1 + π‘š2 = π‘š1π‘Ÿ1 + π‘š2π‘Ÿ2 𝑀 , dengan 𝑀 adalah massa total (𝑀 = π‘š1 + π‘š2). Posisi pusat massa sistem 𝑁 banyak benda π‘šπ‘–, 𝑖 = 1,2.3, … , 𝑁 adalah: π‘Ÿπ‘π‘š = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 ⟹ { π‘₯π‘π‘š = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘₯𝑖 𝑁 𝑖=1 𝑀 π‘¦π‘π‘š = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘¦π‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 π‘§π‘π‘š = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘§π‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 Posisi pusat massa benda tegar yang dapat diungkapkan sebagai penjumlahan elemen massa βˆ†π‘šπ‘– secara diskrit (𝑖 = 1,2,3, … , 𝑁) adalah: π‘Ÿπ‘π‘š = βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 Gambar 1.2: Benda tegar dapat dipandang tersusun dari banyak sekali elemen massa βˆ†π‘šπ‘–, 𝑖 = 1,2,3, … 𝑁 π‘Ÿπ‘– βˆ†π‘šπ‘–
  • 13. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 3 Posisi pusat massa benda tegar yang elemen massanya terdistribusi kontinu adalah: π‘Ÿπ‘π‘š = lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 ⟹ { π‘₯π‘π‘š = lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘₯𝑖 𝑁 𝑖=1 𝑀 π‘¦π‘π‘š = lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘¦π‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 π‘§π‘π‘š = lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘§π‘– 𝑁 𝑖=1 𝑀 Atau (karena lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 𝑁 𝑖=0 β‰ˆ ∫ π‘Ÿπ‘‘π‘š 𝑀 0 ), maka: π‘Ÿπ‘π‘š = ∫ π‘Ÿπ‘‘π‘š 𝑀 0 𝑀 ⟹ { π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯π‘‘π‘š 𝑀 0 𝑀 π‘¦π‘π‘š = ∫ π‘¦π‘‘π‘š 𝑀 0 𝑀 π‘§π‘π‘š = ∫ π‘§π‘‘π‘š 𝑀 0 𝑀 Untuk sistem dua benda titik, jika massa keduanya sama besar maka posisi pusat massanya akan tepat di tengah-tengah jarak-pisah kedua titik massa. Jika massa keduanya berbeda, maka posisi pusat massanya akan berada lebih dekat ke titik massa yang lebih besar. Posisi pusat massa benda tegar yang memiliki bentuk simetris dan memiliki kerapatan seragam akan berada di titik tengah benda tersebut. Pertanyaan 1.1: Tunjukkan bahwa posisi pusat massa dari dua benda titik massa yang besarnya sama terletak di tengah-tengah jarak-pisah keduanya.
  • 14. 4 | Dr. Zulfi Abdullah Jawab: Misalkan kedua benda dinyatakan dengan π‘š1 dan π‘š2 dengan besar π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan masing-masing terletak pada posisi π‘₯1 dan π‘₯2 dan keduanya terpisah oleh jarak βˆ†π‘₯ = π‘₯2 βˆ’ π‘₯1 seperti ditunjukkan oleh gambar berikut: Gambar 1.3: Dua benda bermassa π‘š1 dan π‘š2 masing-masing terletak pada posisi π‘₯1 dan π‘₯2. Berdasarkan gambar di atas, posisi pusat massa sistem adalah: π‘₯π‘π‘š = π‘š1π‘₯1 + π‘š2π‘₯2 π‘š1 + π‘š2 = π‘šπ‘₯1 + π‘šπ‘₯2 π‘š + π‘š = π‘₯1 + π‘₯2 2 π‘₯π‘π‘š = π‘₯1 + (βˆ†π‘₯ + π‘₯1) 2 π‘₯π‘π‘š = π‘₯1 + 1 2 βˆ†π‘₯ (Jika π‘₯1 = 2𝑖 dan π‘₯2 = 10𝑖, maka βˆ†π‘₯ = 8𝑖 dan π‘₯π‘π‘š = 6𝑖) Pertanyaan 1.2: Tentukan posisi pusat massa sebuah batang homogen satu dimensi bermassa 𝑀 dan panjang 𝐿. Gambar 1.4: Batang homogen 1D bermassa 𝑀 dan panjang 𝐿 dengan ujung kiri sebagai pusat koordinat. π‘₯2 π‘₯1 π‘š2 π‘š1 βˆ†π‘₯ π‘₯ 𝑑π‘₯ 0 𝐿 𝑀
  • 15. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 5 Jawab: Misalkan kerapatan batang 𝜌 = 𝑀 𝐿 ⁄ = π‘‘π‘š 𝑑π‘₯ ⁄ , dengan π‘‘π‘š adalah elemen massa batang pada elemen panjang 𝑑π‘₯, sehingga besar elemen massa π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘₯ = (𝑀 𝐿 ⁄ )𝑑π‘₯, maka: π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯π‘‘π‘š 𝑀 = ∫ π‘₯πœŒπ‘‘π‘₯ 𝐿 0 𝑀 = 𝜌 ∫ π‘₯𝑑π‘₯ 𝐿 0 𝑀 = 𝑀 𝐿 ∫ π‘₯𝑑π‘₯ 𝐿 0 𝑀 π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯𝑑π‘₯ 𝐿 0 𝐿 = 1 2 π‘₯2|0 𝐿 𝐿 = 1 2 (𝐿2 βˆ’ 02 ) 𝐿 = 1 2 𝐿 Terlihat bahwa posisi pusat massa sebuah batang homogen terletak di tengah-tengah batang tersebut. Mudah untuk dibuktikan bahwa posisi pusat massa benda tegar yang simetris dan memiliki kerapatan seragam terletak di tengah-tengah benda tegar tersebut. Gambar 1.5: Posisi pusat massa benda tegar yang simetris dan memiliki kerapatan seragam terletak di tengah-tengah benda tegar tersebut. Posisi pusat massa dari gabungan banyak benda yang seragam (identik/berjenis sama), baik posisi pusat massa untuk gabungan dari berbagai benda 1 dimensi, posisi pusat massa untuk gabungan dari berbagai benda 2 dimensi maupun posisi pusat massa untuk gabungan berbagai benda 3 dimensi, dengan posisi pusat massa masing-masing berturut-turut π‘₯1, π‘₯2, … π‘₯𝑛 dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk persamaan di bawah ini. π‘π‘š π‘π‘š π‘π‘š
  • 16. 6 | Dr. Zulfi Abdullah 1. Benda-benda satu dimensi (dengan kerapatan masing-masing besarnya sama, yaitu πœ† = π‘‘π‘š1 𝑑π‘₯1 ⁄ = β‹― = π‘‘π‘šπ‘› 𝑑π‘₯𝑛 ⁄ ): π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯1π‘‘π‘š1 + ∫ π‘₯2π‘‘π‘š2 + β‹― + ∫ π‘₯π‘›π‘‘π‘šπ‘› ∫ π‘‘π‘š1 + ∫ π‘‘π‘š2 + β‹― + ∫ π‘‘π‘šπ‘› π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯1πœ†π‘‘π‘₯1 + ∫ π‘₯2πœ†π‘‘π‘₯2 + β‹― + ∫ π‘₯π‘›πœ†π‘‘π‘₯𝑛 𝐿𝑛 0 𝐿2 0 𝐿1 0 ∫ πœ†π‘‘π‘₯1 𝐿1 0 + ∫ πœ†π‘‘π‘₯2 𝐿2 0 + β‹― + ∫ πœ†π‘‘π‘₯𝑛 𝐿𝑛 0 π‘₯π‘π‘š = ∫ π‘₯1𝑑π‘₯ + ∫ π‘₯2𝑑π‘₯ + β‹― + ∫ π‘₯𝑛𝑑π‘₯ 𝐿𝑛 0 𝐿2 0 𝐿1 0 ∫ 𝑑π‘₯1 𝐿1 0 + ∫ 𝑑π‘₯2 𝐿2 0 + β‹― + ∫ 𝑑π‘₯𝑛 𝐿𝑛 0 π‘₯π‘π‘š = π‘₯1𝐿1 + π‘₯2𝐿2 + β‹― + π‘₯𝑛𝐿𝑛 𝐿1 + 𝐿2 + β‹― + 𝐿𝑛 2. Benda-benda 2 dimensi: π‘₯π‘π‘š = π‘₯1𝐴1 + π‘₯2𝐴2 + β‹― + π‘₯𝑛𝐴𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + β‹― + 𝐴𝑛 , π‘¦π‘π‘š = 𝑦1𝐴1 + 𝑦2𝐴2 + β‹― + 𝑦𝑛𝐴𝑛 𝐴1 + 𝐴2 + β‹― + 𝐴𝑛 3. Benda-benda 3 dimensi: π‘₯π‘π‘š = π‘₯1𝑉1 + π‘₯2𝑉2 + β‹― + π‘₯𝑛𝑉 𝑛 𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉 𝑛 π‘¦π‘π‘š = 𝑦1𝑉1 + 𝑦2𝑉2 + β‹― + 𝑦𝑛𝑉 𝑛 𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉 𝑛 π‘§π‘π‘š = 𝑧1𝑉1 + 𝑧2𝑉2 + β‹― + 𝑧𝑛𝑉 𝑛 𝑉1 + 𝑉2 + β‹― + 𝑉 𝑛
  • 17. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 7 Pertanyaan 1.3: Tentukan posisi pusat massa sistem potongan tiga tongkat yang terbuat dari material sejenis dengan panjang masing-masing 𝐿1, 𝐿2, dan 𝐿3 yang tersusun seperti gambar di bawah ini. Gambar 1.6: Posisi pusat massa sistem potongan tiga tongkat yang terbuat dari material sejenis dengan panjang 𝐿1, 𝐿2 dan 𝐿3. Jawab: Panjang 𝐿1 = 2 satuan, 𝐿2 = 3 satuan, 𝐿3 = 4 satuan Posisi pusat massa tongkat 𝐿1 ∢ (π‘₯1, 𝑦1) = (0, βˆ’1) Posisi pusat massa tongkat 𝐿2 ∢ (π‘₯2, 𝑦2) = (1, 0.5) Posisi pusat massa tongkat 𝐿3 ∢ (π‘₯3, 𝑦3) = (2, 1) Posisi pusat massa sistem (gabungan): π‘₯π‘π‘š = π‘₯1𝐿1 + π‘₯2𝐿2 + π‘₯3𝐿3 𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3 = (0)(2) + (1)(3) + (2)(4) 2 + 3 + 4 = 11 9 π‘¦π‘π‘š = 𝑦1𝐿1 + 𝑦2𝐿2 + 𝑦3𝐿3 𝐿1 + 𝐿2 + 𝐿3 = (βˆ’1)(2) + (0.5)(3) + (1)(4) 2 + 3 + 4 = 3.5 9 Jadi: (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = ( 11 9 , 3.5 9 ) βˆ’1 2 3 4 2 𝐿1 𝐿2 𝐿3 π‘π‘š 𝑦 π‘₯
  • 18. 8 | Dr. Zulfi Abdullah Pertanyaan 1.4: Tentukan posisi pusat massa sistem pelat yang terbuat dari material sejenis dengan luas masing-masing 𝐴1 dan 𝐴2 yang yang tersusun seperti gambar di bawah ini. Gambar 1.7: Posisi pusat massa sistem pelat yang terbuat dari material sejenis dengan luas masing-masing 𝐴1 dan 𝐴2. Jawab: Luas 𝐴1 = 8 satuan2 Luas 𝐴2 = 4 satuan2 Posisi pusat massa pelat 𝐴1 ∢ (π‘₯1, 𝑦1) = (2, 1) Posisi pusat massa pelat 𝐴2 ∢ (π‘₯2, 𝑦2) = (3, 3) Posisi pusat massa sistem (gabungan): π‘₯π‘π‘š = π‘₯1𝐴1 + π‘₯2𝐴2 𝐴1 + 𝐴2 = (2)(8) + (3)(4) 8 + 4 = 28 12 = 7 3 π‘¦π‘π‘š = 𝑦1𝐴1 + 𝑦2𝐴2 𝐴1 + 𝐴2 = (1)(8) + (3)(4) 8 + 4 = 20 12 = 5 3 Jadi posisi pusat massa sistem: (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = ( 7 3 , 5 3 ) 4 βˆ’1 2 4 2 𝐴2 π‘π‘š 𝐴1 π‘₯ 𝑦
  • 19. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 9 Pertanyaan 1.5: Tentukan pusat massa cakram pejal berlubang yang bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅, jika kerapatannya seragam seperti gambar di bawah ini. Lubang pada cakram berjari-jari (1 2 ⁄ )𝑅. Gambar 1.8: Cakram pejal berlubang yang memiliki massa sebesar 𝑀 dan jari-jari 𝑅. Jawab: Berdasarkan soal kita ketahui bahwa massa 𝑀 adalah massa cakram yang sudah berlubang, bukan massa cakram yang masih utuh. Jika kita definisikan massa cakram utuh adalah π‘€π‘ˆ dan massa lubang yang hilang adalah 𝑀𝐿, maka massa 𝑀 dapat kita nyatatakan sebagai pengurangan dari π‘€π‘ˆ dengan 𝑀𝐿, dengan ilustrasi sebagai berikut: Gambar 1.9: Massa cakram berlubang 𝑀 adalah hasil pengurangan massa cakram utuh π‘€π‘ˆ dengan massa lubang yang hilang 𝑀𝐿. 𝑅/2 𝑅 𝑀
  • 20. 10 | Dr. Zulfi Abdullah Dari gambar di atas diketahui bahwa: 𝑀 = π‘€π‘ˆ βˆ’ 𝑀𝐿 Karena kerapatannya, 𝜎, seragam maka: 𝜎 = 𝑀 𝐴 = π‘€π‘ˆ π΄π‘ˆ = 𝑀𝐿 𝐴𝐿 Dengan 𝐴, π΄π‘ˆ, dan 𝐴𝐿 berturut-turut adalah luas cakram berlubang, luas cakram utuh dan luas lubang pada cakram. Diketahui: π΄π‘ˆ = πœ‹π‘…2 , 𝐴𝐿 = πœ‹ ( 𝑅 2 ) 2 = πœ‹π‘…2 4 Maka luas cakram berlubang adalah: 𝐴 = π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿 = πœ‹π‘…2 βˆ’ 1 4 πœ‹π‘…2 = 3 4 𝑅2 Sehingga massa masing-masing adalah: π‘€π‘ˆ = π΄π‘ˆ 𝐴 𝑀 = πœ‹π‘…2 (3 4 ⁄ )πœ‹π‘…2 𝑀 = 4 3 𝑀 𝑀𝐿 = 𝐴𝐿 𝐴 𝑀 = (1 4 ⁄ )πœ‹π‘…2 (3 4 ⁄ )πœ‹π‘…2 𝑀 = 1 3 𝑀 Untuk memudahkan, kita pilih pusat cakram sebagai pusat sumbu koordinat, maka koordinat pusat massa cakram yang masih utuh adalah (π‘₯π‘ˆ, π‘¦π‘ˆ) = (0,0) dan koordinat pusat massa lubang (virtual) adalah (π‘₯𝐿, 𝑦𝐿) = (0, βˆ’ 𝑅 2 ⁄ ).
  • 21. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 11 Gambar 1.10: Pusat cakram dipilih sebagai pusat sumbu koordinat. Posisi pusat massa cakram berlubang (yang merupakan posisi dalam dua dimensi, yaitu π‘₯π‘π‘š dan π‘¦π‘π‘š) dihitung relatif terhadap pusat sumbu koordinat terpilih seperti tampak pada gambar di atas adalah sebagai berikut: Posisi arah sumbu π‘₯: π‘₯π‘π‘š = π‘₯π‘ˆπ΄π‘ˆ βˆ’ π‘₯𝐿𝐴𝐿 π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿 π‘₯π‘π‘š = (0)(π΄π‘ˆ) βˆ’ (0)(𝐴𝐿) π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿 = 0 Posisi arah sumbu 𝑦: π‘¦π‘π‘š = π‘¦π‘ˆπ΄π‘ˆ βˆ’ 𝑦𝐿𝐴𝐿 π΄π‘ˆ βˆ’ 𝐴𝐿 βˆ’ 1 2 𝑅 𝑅 𝑀 π‘₯ 𝑦 π‘π‘š (0, 𝑅/6)
  • 22. 12 | Dr. Zulfi Abdullah π‘¦π‘π‘š = (0)( πœ‹π‘…2 ) βˆ’ (βˆ’ 𝑅 2) ( 1 4 πœ‹π‘…2 ) πœ‹π‘…2 βˆ’ 1 4 πœ‹π‘…2 = 1 8 πœ‹π‘…3 3 4 πœ‹π‘…2 = 1 6 𝑅 Jadi posisi pusat massa cakram berlubang relatif terhadap pusat cakram adalah: (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) = (0, 1 6 𝑅) 1.2. Momen Inersia Benda Tegar Jika massa inersia π‘š yang menyatakan ukuran kelembaman gerak benda secara umum maka momen inersia 𝐼 secara khusus menyatakan ukuran kelembaman gerak rotasi benda. Makin besar massa benda, makin sulit benda tersebut mengubah keadaan geraknya. Makin besar momen inersia, makin sulit pula benda tersebut untuk mengubah keadaan gerak rotasinya. Misalkan sebuah partikel titik bergerak melingkar dengan kecepatan sudut πœ” konstan (laju tangensial 𝑣 = πœ”π‘Ÿ konstan). Pada kondisi ini partikel sedang mengalami gaya sentripetal 𝐹𝑠𝑝 = (1 2 ⁄ )π‘šπ‘£2 yang arahnya ke pusat lingkaran, tapi torsi pada partikel adalah nol. Ketika partikel tiba-tiba dipukul dengan gaya 𝐹 secara tangensial (searah dengan arah gerak), maka kecepatan partikel berubah menjadi 𝑣′ dan gaya setripetal partikel juga akan berubah menjadi 𝐹′𝑠𝑝 = (1 2 ⁄ )π‘šπ‘£β€²2 . Perubahan kecepatan ini menunjukkan bahwa partikel memiliki percepatan tangensial π‘Ž atau percepatan sudut 𝛼, dengan π‘Ž = π›Όπ‘Ÿ. Menurut Hukum II Newton: 𝑭 = π‘šπ’‚ Momen gaya (torsi) yang dihasilkan oleh gaya 𝑭 terhadap titik 𝑃 adalah: 𝝉 = 𝒓 Γ— 𝑭
  • 23. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 13 Gambar 1.11: Partikel yang tiba-tiba dipukul dengan gaya 𝐹 secara tangensial (searah dengan arah gerak), akan mengalami perubahan laju. Karena 𝐹 tegak lurus dengan π‘Ÿ, maka besar torsi: 𝜏 = π‘ŸπΉ = π‘Ÿπ‘šπ‘Ž = π‘Ÿπ‘š(π›Όπ‘Ÿ) = π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 Besaran π‘šπ‘Ÿ2 didefinisikan sebagai momen inersia partikel yang dilambangkan dengan 𝐼, sehingga berlaku hubungan: 𝜏 = 𝐼𝛼 Jadi berdasarkan dua persamaan di atas, momen inersia untuk benda titik yang berotasi adalah besaran yang merupakan perkalian antara massa benda dengan kuadrat jarak benda dari poros putar: 𝐼 = π‘šπ‘Ÿ2 Momen inersia untuk sistem banyak benda titik yang berotasi bersama pada poros yang sama adalah jumlah dari momen inersia masing-masing benda titik. 𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + β‹― + 𝐼𝑁 = π‘š1π‘Ÿ1 2 + π‘š2π‘Ÿ2 2 + β‹― + π‘šπ‘π‘Ÿπ‘ 2 atau dapat diungkapkan dalam notasi matematis: 𝐼 = βˆ‘ π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 2 𝑁 𝑖=1 𝑣′ 𝐹′𝑠𝑝 𝐹 π‘Ž 𝛼 π‘š 𝐹𝑠𝑝 𝑣 π‘š π‘Ÿ π‘Ÿ 𝑃 𝑃
  • 24. 14 | Dr. Zulfi Abdullah Benda tegar (pejal) dapat dipandang tersusun dari banyak sekali elemen massa βˆ†π‘šπ‘– (𝑖 = 1 … 𝑁) yang terdistribusi secara kontinu. Masing-masing elemen terletak pada posisi π‘Ÿπ‘– dari poros putar. Maka momen inersianya adalah: 𝐼 = βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 2 𝑖 Jika elemen massanya diperkecil menuju nol, dan semuanya terdistribusi secara merata dan kontinu maka elemen massa benda dapat dinyatakan dalam bentuk βˆ†π‘š β†’ 0 dan dengan demikian persamaan momen inersia benda dapat diungkapkan dalam bentuk integral: 𝐼 = lim βˆ†π‘šπ‘–β†’0 βˆ‘ βˆ†π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘– 2 𝑖 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š 𝐼 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š Pertanyaan 1.6: Tentukan momen inersia tongkat 1D bermassa π‘š dan panjang 𝑙 yang diputar melalui pusat massanya jika kerapatan tongkat tersebut seragam (massa persatuan panjangnya konstan). Jawab: Perhatikan gambar dibawah ini: Gambar 1.12: Tongkat seragam diputar dengan pusat massa sebagai poros. 𝑑π‘₯ βˆ’ 𝑙 2 𝑙 2 0 π‘₯ π‘‘π‘š π‘š
  • 25. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 15 Misalkan kerapatan tongkat dilambangkan dengan πœ†. Karena kerapatan batang seragam maka πœ† bernilai konstan. Jadi, πœ† = π‘š 𝑙 = π‘‘π‘š 𝑑π‘₯ π‘‘π‘š = πœ† 𝑑π‘₯ Misalkan untuk elemen π‘‘π‘š yang terletak pada posisi π‘₯ dari poros putar memiliki momen inersia: 𝑑𝐼 = π‘₯2 π‘‘π‘š, maka momen inersia total 𝐼 dari seluruh elemen tongkat adalah: 𝐼 = ∫ 𝑑𝐼 = ∫ π‘₯2 π‘‘π‘š = ∫ π‘₯2 𝑙 2 βˆ’ 𝑙 2 πœ†π‘‘π‘₯ Karena πœ† konstan, tidak bergantung pada π‘₯ maka dapat dikeluarkan dari integrasi sehingga: 𝐼 = πœ† ∫ π‘₯2 𝑙 2 βˆ’ 𝑙 2 𝑑π‘₯ Jadi, 𝐼 = πœ† ( 1 3 [π‘₯3]| βˆ’ 𝑙 2 𝑙 2 ) = 1 3 πœ† (( 𝑙 2 ) 3 βˆ’ (βˆ’ 𝑙 2 ) 3 ) 𝐼 = πœ† 3 ( 𝑙3 8 + 𝑙3 8 ) = πœ† 3 𝑙3 4 = πœ†π‘™3 12 Karena πœ† = π‘š/𝑙, maka momen inersia tongkat adalah: 𝐼 = 1 12 π‘šπ‘™2
  • 26. 16 | Dr. Zulfi Abdullah Pertanyaan 1.7: Tentukan momen inersia tongkat pada pertanyaan 1.6 di atas jika diputar dengan poros putarnya adalah salah satu ujungnya. Jawab: Perhatikan gambar di bawah ini: Gambar 1.13: Tongkat seragam diputar dengan salah satu ujung tongkat sebagai poros. Metodenya sama dengan jawaban soal sebelumnya, hanya berbeda dalam batas-batas integrasinya. 𝐼 = πœ† ∫ π‘₯2 𝑙 0 𝑑π‘₯ Jadi, 𝐼 = πœ† ( 1 3 [π‘₯3]|0 𝑙 ) = 1 3 πœ†(𝑙3 βˆ’ 03) = πœ† 3 (𝑙3) = πœ†π‘™3 3 𝐼 = 1 3 π‘šπ‘™2 Pertanyaan 1.8: Tentukan momen inersia sebuah cakram bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 yang diputar melalui pusat massanya jika kerapatan cakram tersebut seragam (massa persatuan luasnya konstan). 𝑑π‘₯ 𝑙 0 π‘₯ π‘‘π‘š π‘š
  • 27. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 17 Jawab: Gambar 1.14: Cakram seragam diputar dengan poros pusat massa. Misalkan kerapatan cakram adalah 𝜎, 𝜎 = 𝑀 𝐴 = π‘‘π‘š 𝑑𝐴 π‘‘π‘š = πœŽπ‘‘π΄ = πœŽπ‘Ÿπ‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ 𝐼 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š = ∫ π‘Ÿ2 πœŽπ‘‘π΄ = 𝜎 ∫ ∫ π‘Ÿ3 2πœ‹ πœƒ=0 π‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ 𝑅 π‘Ÿ=0 𝐼 = 𝜎 ∫ π‘‘πœƒ 2πœ‹ πœƒ=0 ∫ π‘Ÿ3 𝑅 π‘Ÿ=0 π‘‘π‘Ÿ 𝐼 = 𝜎( πœƒ|0 2πœ‹) ( 1 4 π‘Ÿ4 | 0 𝑅 ) = 𝜎(2πœ‹ βˆ’ 0) 1 4 (𝑅4 βˆ’ 0) 𝐼 = (𝜎)(2πœ‹) ( 1 4 𝑅4 ) = ( 𝑀 𝐴 ) ( πœ‹ 2 ) (𝑅4) = ( 𝑀 πœ‹π‘…2 ) ( πœ‹ 2 ) (𝑅4) 𝐼 = 1 2 𝑀𝑅2 π‘Ÿ π‘‘π‘Ÿ π‘‘πœƒ πœƒ 𝑑𝐴 = π‘‘π‘Ÿ. π‘Ÿπ‘‘πœƒ = π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿπ‘‘πœƒ π‘‘π‘š 𝑀
  • 28. 18 | Dr. Zulfi Abdullah Pertanyaan 1.9: Sebuah silinder padat seragam berjari-jari 𝑅, massa 𝑀, dan panjang 𝐿. Hitung momen inersia terhadap poros garis tengahnya (yaitu sumbu 𝑧). Jawab: Akan lebih mudah untuk membagi silinder menjadi banyak kulit silinder, masing-masing memiliki radius π‘Ÿ, ketebalan π‘‘π‘Ÿ, dan panjang 𝐿, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.15. Elemen volume 𝑑𝑉 masing-masing kulit adalah area tampang lintang dikalikan dengan panjangnya: 𝑑𝑉 = 𝑑𝐴. 𝐿 = (2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿. Jika diketahui besar massa per satuan volume adalah 𝜌, maka massa elemen volume silinder ini adalah: π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘‰ = 𝜌(2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿 Gambar 1.15: Silinder pejal seragam diputar dengan garis tengah silinder sebagai poros.
  • 29. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 19 Maka momen inersia silinder: 𝐼 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š = ∫ π‘Ÿ2 𝜌(2πœ‹π‘Ÿπ‘‘π‘Ÿ)𝐿 = 2πœ‹πœŒπΏ ∫ π‘Ÿ3 π‘‘π‘Ÿ 𝑅 π‘Ÿ=0 𝐼 = 2πœ‹πœŒπΏ 1 4 [π‘Ÿ4]|0 𝑅 = 1 2 πœ‹πœŒπΏ(𝑅4 βˆ’ 0) = 1 2 πœ‹πœŒπΏπ‘…4 Karena: 𝜌 = 𝑀 𝑉 = 𝑀 πœ‹π‘…2𝐿 , maka momen inersia silinder pejal seragam adalah: 𝐼 = 1 2 πœ‹ ( 𝑀 πœ‹π‘…2𝐿 ) 𝐿𝑅4 Kita peroleh hasil perhitungan akhir, momen inersia silinder pejal seragam yang diputar dengan garis tengah silinder sebagai poros adalah: 𝐼 = 1 2 𝑀𝑅2 Pertanyaan 1.10: Tentukan momen inersia sebuah bola bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 yang diputar melalui pusat massanya jika kerapatan bola tersebut seragam (massa persatuan volumenya konstan). Jawab: Kita dapat menghitung momen inersia bola dengan mengganggap bola tersebut terdiri kumpulan cakram seperti ditunjukkan gambar di bawah ini:
  • 30. 20 | Dr. Zulfi Abdullah Gambar 1.16: Bola pejal seragam diputar dengan pusatnya sebagai poros. Perhatikan elemen cakram pada ketinggian π‘₯ dari pusat lingkaran di atas, jari-jari elemen cakram tersebut adalah = βˆšπ‘…2 βˆ’ π‘₯2. Volume elemen cakram adalah luas dikali tinggi, 𝑑𝑉 = πœ‹π‘Ÿ2 𝑑π‘₯. Jika kerapatan bola adalah 𝜌, maka: 𝜌 = 𝑀 𝑉 = π‘‘π‘š 𝑑𝑉 π‘‘π‘š = πœŒπ‘‘π‘‰ = 𝜌. πœ‹π‘Ÿ2 𝑑π‘₯ = πœ‹πœŒ(𝑅2 βˆ’ π‘₯2 )𝑑π‘₯ Setiap elemen cakram akan memiliki momen inersia: 𝑑𝐼 = 1 2 π‘Ÿ2 π‘‘π‘š = 1 2 π‘Ÿ2 . πœ‹πœŒ(𝑅2 βˆ’ π‘₯2)𝑑π‘₯ 𝑅 𝑂 π‘₯ 𝑑π‘₯ 𝑅2 βˆ’ π‘₯2
  • 31. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 21 𝑑𝐼 = 1 2 πœ‹πœŒ(𝑅2 βˆ’ π‘₯2)(𝑅2 βˆ’ π‘₯2)𝑑π‘₯ = 1 2 πœ‹πœŒ(𝑅2 βˆ’ π‘₯2)2 𝑑π‘₯ Perubahan π‘₯ dari 0 ke 𝑅 akan mencakup setengah bagian atas bola. Karena itu total integrasi untuk seluruh bola adalah dua kali integrasi 𝑑𝐼 dari π‘₯ = 0 sampai π‘₯ = 𝑅. 𝐼 = 2 ∫ 1 2 πœ‹πœŒ(𝑅2 βˆ’ π‘₯2)2 𝑑π‘₯ = πœ‹πœŒ ∫ (𝑅2 βˆ’ π‘₯2)2 𝑑π‘₯ 𝑅 0 𝑅 0 𝐼 = πœ‹πœŒ ∫ (𝑅4 βˆ’ 2𝑅2 π‘₯2 + π‘₯4 )𝑑π‘₯ 𝑅 0 𝐼 = πœ‹πœŒ (∫ π‘₯4 𝑑π‘₯ βˆ’ ∫ 2𝑅2 π‘₯2 𝑅 0 𝑑π‘₯ + ∫ π‘₯4 𝑅 0 𝑑π‘₯ 𝑅 0 ) 𝐼 = πœ‹πœŒ ( 1 5 𝑅5 βˆ’ 2 3 𝑅5 + 1 5 𝑅5 ) = πœ‹πœŒ ( 8𝑅5 15 ) = πœ‹ ( 𝑀 𝑉 ) ( 8𝑅5 15 ) 𝐼 = πœ‹ ( 𝑀 4 3 πœ‹π‘…3 ) ( 8𝑅5 15 ) 𝐼 = 2 5 𝑀𝑅2 1.3. Teorema Sumbu Sejajar Terdapat teorema umum yang menghubungkan momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat massa benda dengan momen inersia terhadap sumbu lain yang sejajar dengan sumbu yang melalui pusat massa benda tersebut. Teorema ini dikenal dengan nama Teorema Sumbu Sejajar.
  • 32. 22 | Dr. Zulfi Abdullah Misalkan kita memiliki sebuah benda pejal yang berotasi pada bidang π‘₯𝑦 dengan sumbu 𝑧 sebagai sumbu rotasi, dan koordinat pusat massa benda dari sumbu putar adalah (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š). Tinjau elemen massa π‘‘π‘š dari benda yang terletak pada koordinat (π‘₯, 𝑦). Karena elemen massa ini berada pada jarak π‘Ÿ = π‘₯2 + 𝑦2 dari sumbu 𝑧, maka momen inersia elemen massa π‘‘π‘š terhadap sumbu 𝑧 adalah: 𝐼 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š = ∫(π‘₯2 + 𝑦2)π‘‘π‘š Namun, kita dapat menghubungkan koordinat (π‘₯, 𝑦) dari elemen massa π‘‘π‘š ke koordinat pusat massa objek (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š) seperti terlihat pada gambar 1.17 di bawah. Dari gambar terlihat bahwa: π‘₯ = π‘₯β€² + π‘₯π‘π‘š dan 𝑦 = 𝑦′ + π‘¦π‘π‘š, dengan (π‘₯β€² , 𝑦′) merupakan posisi π‘‘π‘š terhadap pusat massa objek (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š), karena itu: 𝐼 = ∫ π‘Ÿ2 π‘‘π‘š = ∫(π‘₯2 + 𝑦2)π‘‘π‘š 𝐼 = ∫ ((π‘₯β€² + π‘₯π‘π‘š) 2 + (𝑦′ + π‘¦π‘π‘š) 2 ) π‘‘π‘š 𝐼 = ∫(π‘₯β€²2 + 𝑦′2) π‘‘π‘š + (π‘₯π‘π‘š 2 + π‘¦π‘π‘š 2 ) ∫ π‘‘π‘š + 2π‘₯π‘π‘š ∫ π‘₯β€²π‘‘π‘š +2π‘¦π‘π‘š ∫ π‘¦β€²π‘‘π‘š
  • 33. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 23 Gambar 1.17: Rotasi benda bidang π‘₯𝑦 dengan sumbu 𝑧 sebagai sumbu rotasi, dan koordinat pusat massa benda dari sumbu putar adalah (π‘₯π‘π‘š, π‘¦π‘π‘š). (Sumber: Halliday-Resnic) Perhatikan persamaan terakhir di atas, yang masing-masing dapat dilabelkan sebagai berikut: 1 ⟹ ∫(π‘₯β€²2 + 𝑦′2) π‘‘π‘š 2 ⟹ (π‘₯π‘π‘š 2 + π‘¦π‘π‘š 2 ) ∫ π‘‘π‘š 3 ⟹ 2π‘₯π‘π‘š ∫ π‘₯β€² π‘‘π‘š + 2π‘¦π‘π‘š ∫ π‘¦β€²π‘‘π‘š Masing-masing suku pada persamaan momen inersia di atas menunjukkan hal-hal berikut:
  • 34. 24 | Dr. Zulfi Abdullah Jadi, Teorema Sumbu Sejajar: 𝐼 = πΌπ‘π‘š + 𝑀𝑑2 Pertanyaan 1.11: Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang memiliki bentuk T diputar dengan poros tepat di ujung bebas batang yang tengah (lihat cara putar pada gambar di bawah). Tentukan momen inersia sistem dua batang ini. 3 0 Karena sifat anti-simetris dari elemen- elemen massa yang berseberangan posisi terhadap pusat massa, maka suku-suku ini akan saling menghilangkan. Perhatikan contoh berikut: π‘π‘š 2 βˆ’2 π‘š π‘š ∫ π‘₯π‘‘π‘š = βˆ‘ π‘₯π‘–π‘šπ‘– = π‘₯1π‘š1 + π‘₯2π‘š2 = (βˆ’2)π‘š + (2)π‘š = 0 1 πΌπ‘π‘š Suku ini adalah momen inersia terhadap pusat massa (πΌπ‘π‘š) 2 𝑀𝑑2 𝑑2 = π‘₯π‘π‘š 2 + π‘¦π‘π‘š 2 d = Jarak pusat massa ke poros putar
  • 35. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 25 Gambar 1.18: Sistem dua batang sejenis bermassa sama yang memiliki bentuk T diputar dengan poros tepat di ujung bebas batang yang tengah. Jawab: Perhatikan gambar di bawah ini: Gambar 1.19: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros putar. Momen inersia sistem 𝐼 adalah jumlah dari momen inersia masing-masing batang 𝐼1 dan 𝐼2. Misalkan momen inersia pusat massa masing-masing batang adalah πΌπ‘π‘š1 dan πΌπ‘π‘š2 dan jarak pusat massa masing-masing terhadap poros putar 𝑑1 dan 𝑑2, maka: 𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1 2 ) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2 2 ) Diketahui: πΌπ‘π‘š1 = 1 12 π‘š1𝐿1 2 = 1 12 π‘šπΏ2 ⨀ ⨀ 𝑑1 π‘š1 π‘š2 𝑑2
  • 36. 26 | Dr. Zulfi Abdullah πΌπ‘π‘š2 = 1 12 π‘š2𝐿2 2 = 1 12 π‘šπΏ2 𝑑1 = 𝐿 dan 𝑑2 = (1 2 ⁄ )𝐿 , π‘š1 = π‘š2 = π‘š Maka: 𝐼 = ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘šπΏ2 ) + ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘š ( 1 2 𝐿) 2 ) 𝐼 = 11 12 π‘šπΏ2 Pertanyaan 1.12: Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama, π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang memiliki bentuk L diputar dengan poros tepat di ujung bebas salah satu batang (lihat cara putar pada gambar di bawah). Tentukan momen inersia sistem dua batang ini. Gambar 1.20: Sistem dua batang sejenis bermassa sama yang memiliki bentuk L diputar dengan poros tepat di ujung bebas batang yang tegak. Jawab: Perhatikan gambar di bawah ini:
  • 37. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 27 Gambar 1.21: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros putar. Berdasarkan gambar: 𝑑1 = 1 2 𝐿 𝑑2 = √𝐿2 + ( 1 2 𝐿) 2 = √𝐿2 + 1 4 𝐿2 = √ 5 4 𝐿2 = 𝐿 2 √5 πΌπ‘π‘š1 = 1 12 π‘šπΏ2 πΌπ‘π‘š2 = 1 12 π‘šπΏ2 𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1 2 ) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2 2 ) 𝐼 = ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘š ( 1 2 𝐿) 2 ) + ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘š ( 𝐿 2 √5) 2 ) 𝐼 = ( 1 12 π‘šπΏ2 + 1 4 π‘šπΏ2 ) + ( 1 12 π‘šπΏ2 + 5 4 π‘šπΏ2 ) 𝐼 = 5 3 π‘šπΏ2 𝑑1 𝑑2
  • 38. 28 | Dr. Zulfi Abdullah Pertanyaan 1.13: Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama, π‘š1 = π‘š2 = π‘š dan panjang sama 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 yang berbentuk L diputar dengan garis diagonal sebagai poros seperti tampak pada gambar di bawah ini. Tentukan momen inersia sistem dua batang ini. Gambar 1.22: Sebuah sistem dua batang sejenis bermassa sama dan panjang sama berbentuk L yang diputar dengan garis diagonal sebagai poros putar. Jawab: Perhatikan gambar di bawah ini: Gambar 1.23: Jarak pusat massa masing-masing batang terhadap poros putar. Jarak yang dimaksud dalam hal ini adalah garis hubung tegak lurus antara pusat massa masing-masing batang dengan poros putar. 𝑑1 𝑑2 450 𝐿/2 𝐿/2
  • 39. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 29 Dari gambar, kita peroleh: 𝑑1 = 𝑑2 = 1 2 𝐿 sin 450 = 1 4 √2 𝐿 πΌπ‘π‘š1 = 1 12 π‘šπΏ2 πΌπ‘π‘š2 = 1 12 π‘šπΏ2 Momen inersia sistem adalah: 𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1 2 ) + (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2 2 ) 𝐼 = ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘š ( 1 4 √2𝐿) 2 ) + ( 1 12 π‘šπΏ2 + π‘š ( 1 4 √2𝐿) 2 ) 𝐼 = 2 ( 1 12 π‘šπΏ2 + 1 8 π‘šπΏ2 ) 𝐼 = 5 12 π‘šπΏ2 Pertanyaan 1.14: Sebuah cakram berlubang yang bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 diputar dengan pusat massa sebagai poros putarnya. Tentukan momen inersia cakram berlubang ini. Gambar 1.24: Cakram berlubang yang bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 diputar dengan pusat massa sebagai poros putarnya. 𝑅 2 𝑅 𝑀
  • 40. 30 | Dr. Zulfi Abdullah Jawab: Telah kita ketahui dari jawaban atas pertanyaan 1.5 bahwa massa cakram berlubang 𝑀 diperoleh dari pengurangan massa cakram utuh π‘€π‘ˆ = 4 3 𝑀 dengan massa lubang cakram hilang 𝑀𝐿 = 1 3 𝑀. Telah kita peroleh juga bahwa posisi pusat massa cakram berlubang adalah (0, 1 6 𝑅 ) relatif terhadap pusat cakram, artinya terletak pada jarak 1 6 𝑅 dari pusat massa cakram utuh dan pada jarak ( 1 6 𝑅 + 1 2 𝑅) = 2 3 𝑅 dari pusat massa lubang cakram yang hilang. Gambar 1.25: Jarak pusat massa masing-masing cakram utuh dan lubang terhadap poros putar. Perhatikan gambar di atas. Kita peroleh: 𝑑1 = 1 6 𝑅 𝑑2 = 2 3 𝑅 𝑑2 𝑀 π‘₯ 𝑦 𝑑1 𝑅 2
  • 41. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 31 πΌπ‘π‘š1 = 1 2 π‘€π‘ˆπ‘…2 = 1 2 . 4 3 𝑀𝑅2 = 2 3 𝑀𝑅2 πΌπ‘π‘š2 = 1 2 𝑀𝐿𝑅2 = 1 2 . 1 3 𝑀𝑅2 = 1 6 𝑀𝑅2 𝐼 = 𝐼1 βˆ’ 𝐼2 = (πΌπ‘π‘š1 + π‘š1𝑑1 2 ) βˆ’ (πΌπ‘π‘š2 + π‘š2𝑑2 2 ) 𝐼 = ( 2 3 𝑀𝑅2 + π‘€π‘ˆ ( 1 6 𝑅) 2 ) βˆ’ ( 1 6 𝑀𝑅2 + 𝑀𝐿 ( 2 3 𝑅) 2 ) 𝐼 = ( 2 3 𝑀𝑅2 + 4 3 𝑀. 1 36 𝑅2 ) βˆ’ ( 1 6 𝑀𝑅2 + 1 3 𝑀. 4 9 𝑅2 ) 𝐼 = 21 54 𝑀𝑅2 1.4. Sistem β€œBebas” dan β€œTerikat” Dalam gerakannya sebuah benda tegar atau sistem gabungan beberapa benda tegar dapat dibagi dalam dua kategori yaitu sistem β€œbebas” dan β€œterikat”. Penulisan kata bebas dan terikat didalam tanda kutip adalah dimaksudkan bahwa sistem tersebut dapat saja tidak bebas sebebas- bebasnya maupun tidak terikat secara ketat. Definisi bebas dalam sistem benda tegar ini adalah kekebasan pusat massanya untuk bergerak sendiri tanpa bergantung pada gerak elemen sistem secara keseluruhan. Dengan kata lain, definisi terikat dalam hal ini adalah sebuah sistem yang terikat secara longgar pada suatu titik tertentu sehingga sistem masih bisa bergerak berputar dengan poros tepat melalui titik tersebut. Pada kategori ini pusat massanya tidak lagi bebas bergerak sendiri tapi dipaksa bergerak rotasi bersama elemen sistem secara keseluruhan. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat kita lihat bahwa dalam sistem yang bebas terdapat dua buah gerakan secara umum yaitu gerak pusat massa dan gerak rotasi terhadap pusat massa, sedangkan dalam sistem yang terikat hanya terdapat satu buah gerakan, yaitu gerak rotasi seluruh elemen benda tegar mengelilingi β€œtitik ikat” sebagai poros putar,
  • 42. 32 | Dr. Zulfi Abdullah sedangkan pusat massa tidak lagi bebas, tapi ikut bergerak mengelilingi β€œtitik ikat” tersebut. Gambar di bawah memberi ilustrasi sistem bebas dan terikat ini. Gambar 1.26: Sistem β€œbebas” dan β€œterikat” Titik ikat (poros) π‘π‘š π‘π‘š
  • 43. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 33 BAB II GERAK BENDA TEGAR Analisis terhadap gerak benda tegar harus dilakukan dengan memperhatikan semua parameter gerak yang terlibat secara spesifik pada setiap kasus yang ditinjau, seperti percepatan pusat massa, percepatan sudut rotasi terhadap pusat massa, gaya dan torsi serta mekanisme interaksi benda tegar dengan lingkungannya. 2.1. Kondisi Slip pada Benda Tegar. Secara umum terdapat tiga kemungkinan utama gerak benda tegar yang β€œbebas” yaitu gerak pusat massa saja tanpa gerak rotasi terhadap pusat massa, gerak rotasi terhadap pusat massa saja tanpa gerak pusat massa dan gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat massa. a. Gerak pusat massa saja tanpa rotasi. Pada kasus ini, setiap titik elemen dari benda tegar bergerak dalam arah dan besar yang sama dengan gerak pusat massanya. Gambar 2.1: Gerak pusat massa saja tanpa rotasi (a), menghasilkan gerak tiap elemen yang sama besar dan searah dengan gerak pusat massa (𝑏). b. Gerak rotasi terhadap pusat massa saja, pusat massa diam. Pada kasus ini benda tegar hanya berotasi terhadap pusat massa, sedangkan pusat massa benda tetap diam (tidak berpindah). Setiap titik elemen memiliki kecepatan tangensial dalam arah yang berbeda- beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut. π‘Ž 𝑏 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣
  • 44. 34 | Dr. Zulfi Abdullah Gambar 2.2: Gerak rotasi terhadap pusat massa saja, tanpa gerak pusat massa (a), menghasilkan kecepatan tangensial dalam besar dan arah yang berbeda-beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut (𝑏). c. Gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat massa. Pada kasus ini setiap titik elemen memiliki dua vektor kecepatan yang berasal dari kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa. Gambar 2.3: (π‘Ž). Gerak pusat massa plus gerak rotasi terhadap pusat massa menghasilkan dua vektor kecepatan: Kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa (𝑏). Bayangkan jika mula-mula (pada waktu 𝑑 = 0) benda tegar yang berbentuk bola bermassa π‘š dan berjari-jari π‘Ÿ memiliki kecepatan awal pusat massa 𝑣0 arah ke kanan (sumbu π‘₯ positif) dan kecepatan sudut (rotasi) awal terhadap pusat massa πœ”0. Maka terdapat pula tiga kemungkinan kombinasi gerak pada bola ini: i. Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ Gambar 2.4: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ. πœ” πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ π‘Ž 𝑏 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 𝑣 πœ” πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ πœ”π‘Ÿ π‘Ž 𝑏 𝑣 𝐴 𝑣0 πœ”0 πœ”0π‘Ÿ 𝑣0
  • 45. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 35 Pada kasus ini, titik terbawah silinder yang bersentuhan langsung dengan lantai (titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan resultan vektor kecepatan ke depan sehingga akan bergeser terhadap lantai arah ke depan (dikatakan silinder slip ke depan), maka akan muncul gaya gesekan kinetis yang arahnya ke belakang.) Gaya gesekan ini akan memainkan β€œdua peran”, yaitu peran sebagai gaya yang akan menghasilkan percepatan arah ke belakang berlawanan dengan kecepatan awal pusat massa (biasa disebut sebagai perlambatan) dan peran sebagai torsi yang akan penghasilkan percepatan sudut yang searah dengan kecepatan rotasi awal. Gambar 2.5: Silinder berputar ke β€œdepan dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ menghasilkan gaya gesek kinetis ke belakang. Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan berkurang kecepatan pusat massanya dan akan bertambah kecepatan sudut terhadap pusat massanya. Selama proses ini silinder tetap akan slip. Proses di atas berhenti ketika telah tercapai kesetimbangan (kecepatan pusat massa sama dengan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa). Pada keadaan terakhir ini silinder dikatakan menggelinding. Gaya gesek pada keadaan ini berubah menjadi gaya gesek statis. Keadaan menggelinding ini akan terus dipertahankan selama tidak ada perubahan pada permukaan silinder dengan lantai. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak silinder dari keadaan awal yang slip hingga keadaan akhir menggelinding. π‘“π‘˜ 𝜏 𝛼 π‘Ž
  • 46. 36 | Dr. Zulfi Abdullah Gambar 2.6: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ dari keadaan slip hingga menggelinding. Gambar 2.7: Grafik yang menggambarkan perubahan kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa untuk silinder yang berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ Dari gambar di atas dapat kita tuliskan persamaan gerak linier pusat massa dan persamaan gerak rotasi terhadap pusat massa untuk keadaan silinder masih slip (belum menggelinding): 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘ (2.1) πœ” = πœ”0 + 𝛼𝑑 (2.2) 𝑑0 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ slip πœ”0π‘Ÿ 𝑣0 𝑑1 𝑣 > πœ”π‘Ÿ slip πœ”π‘Ÿ 𝑣 𝑑2 𝑣 = πœ”π‘Ÿ gelinding πœ”π‘Ÿ 𝑣 𝑣0 πœ”0π‘Ÿ 𝑑 π‘‘π‘š 𝑣 𝑣 = πœ”π‘Ÿ
  • 47. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 37 Pertanyaan 2.1: Berapa lama waktu yang diperlukan oleh silinder (yang awalnya slip dengan 𝑣0 > πœ”0π‘Ÿ) untuk menggelinding? Jawab: Perhatikan gaya gesek kinetik dan torsi karena gaya gesek kinetis yang tampak pada gambar di bawah: Gambar 2.8: Gaya gesek kinetis ke belakang: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘” Resultan gaya pada silinder dalam arah π‘₯ dan 𝑦: π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Ž, 𝑁 = π‘šπ‘” Dari konsep gaya gesek kinetis, kita ketahui bahwa: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” (2.3) Resultan torsi pada silinder: π‘Ÿπ‘“π‘˜ = 1 2 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 πœ‡π‘˜π‘šπ‘” = 1 2 π‘šπ‘Ÿπ›Ό π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘” (2.4) 𝑁 π‘šπ‘” π‘“π‘˜ 𝜏
  • 48. 38 | Dr. Zulfi Abdullah Substitusikan persamaan (2.3) ke persamaan (2.1): 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.5) Kalikan kedua ruas persamaan (2.2) dengan π‘Ÿ: πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ + π›Όπ‘Ÿπ‘‘ (2.6) Substitusikan persamaan (2.4) ke persamaan (2.6): πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ + 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.7) Saat menggelinding: 𝑣 = πœ”π‘Ÿ, jadi persamaan (2.5) sama dengan persamaan (2.7), yang menghasilkan: 3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 𝑣0 βˆ’ πœ”0π‘Ÿ Sehingga waktu yang diperlukan untuk menggelinding adalah: 𝑑 = 𝑣0 βˆ’ πœ”0π‘Ÿ 3πœ‡π‘˜π‘” ii. Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ Gambar 2.9: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ Pada kasus ini, kondisinya berbalikan dengan kasus (i), titik terbawah silinder yang bersentuhan langsung dengan lantai yang diam (titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan resultan vektor kecepatan ke belakang sehingga akan bergeser terhadap lantai arah ke belakang (dikatakan silinder slip ke belakang), maka akan muncul gaya gesekan kinetis yang arahnya ke depan. Gaya gesekan ini juga memainkan β€˜dua peran’ yaitu peran sebagai gaya yang akan menghasilkan percepatan arah ke depan searah 𝐴 πœ”0 πœ”0π‘Ÿ 𝑣0 𝑣0
  • 49. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 39 dengan kecepatan awal pusat massa dan peran sebagai torsi yang akan penghasilkan percepatan sudut yang berlawanan arah dengan kecepatan rotasi awal. Gambar 2.10: Efek gerak silinder yang berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ menghasilkan gaya gesek kinetis ke depan Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan bertambah kecepatan pusat massanya dan akan berkurang kecepatan sudut terhadap pusat massanya. Selama proses di atas terjadi, silinder tetap akan slip. Seperti yang terjadi pada kemungkinan (i), bahwa proses ini juga akan berhenti ketika telah tercapai kesetimbangan. Pada keadaan ini silinder juga dikatakan menggelinding. Gaya gesek berubah menjadi gaya gesek statis. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak silinder dari keadaan awal yang slip hingga keadaan akhir menggelinding. Gambar 2.11: Silinder berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ menghasilkan gaya gesek kinetis ke depan dan akhirnya menggelinding. 𝑑0 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ slip πœ”0π‘Ÿ 𝑣0 𝑑1 𝑣 < πœ”π‘Ÿ slip πœ”π‘Ÿ 𝑣 𝑑2 𝑣 = πœ”π‘Ÿ menggelinding πœ”π‘Ÿ 𝑣 π‘“π‘˜ 𝜏 𝛼 π‘Ž
  • 50. 40 | Dr. Zulfi Abdullah Gambar 2.12: Grafik yang menggambarkan perubahan kecepatan pusat massa dan kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa untuk silinder yang berputar ke β€œdepan” dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ Dari gambar di atas kita dapat kita tuliskan persamaan gerak linier pusat massa dan persamaan gerak rotasi terhadap pusat massa untuk keadaan silinder masih slip (belum menggelinding): 𝑣 = 𝑣0 + π‘Žπ‘‘ (2.8) πœ” = πœ”0 βˆ’ 𝛼𝑑 (2.9) Pertanyaan 2.2: Berapa lama waktu yang diperlukan oleh silinder (yang awalnya slip dengan 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ) untuk menggelinding? Jawab: Perhatikan gaya gesek kinetis dan torsi oleh gaya gesek kinetik yang tampak pada gambar 2.13 di bawah. Resultan gaya: π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Ž, 𝑁 = π‘šπ‘” Dari konsep gaya gesek kinetis, kita ketahui bahwa: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” 𝑣0 πœ”0π‘Ÿ 𝑑 π‘‘π‘š 𝑣 𝑣 = πœ”π‘Ÿ
  • 51. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 41 πœ‡π‘˜π‘šπ‘” = π‘šπ‘Ž π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” (2.10) Resultan torsi: π‘Ÿπ‘“π‘˜ = 1 2 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 πœ‡π‘˜π‘šπ‘” = 1 2 π‘šπ‘Ÿπ›Ό π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘” (2.11) Gambar 2.13: Gaya gesek kinetis ke depan: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘” Substitusikan persamaan (2.10) ke persamaan (2.8): 𝑣 = 𝑣0 + πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.12) Kalikan kedua ruas persamaan (2.9) dengan π‘Ÿ: πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ π›Όπ‘Ÿπ‘‘ (2.13) Substitusikan persamaan (2.11) ke persamaan (2.13): πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.14) Saat menggelinding: 𝑣 = πœ”π‘Ÿ, jadi persamaan (2.12) sama dengan persamaan (2.14). π‘“π‘˜ 𝜏 π‘šπ‘” 𝑁
  • 52. 42 | Dr. Zulfi Abdullah Artinya, kita dapatkan: 𝑣0 + πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ 3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝑣0 Sehingga waktu yang diperlukan untuk menggelinding: 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝑣0 3πœ‡π‘˜π‘” iii. Silinder berputar ke β€œbelakang” Gambar 2.14: Silinder berputar ke β€œbelakang” Pada kasus ini, titik terbawah silinder akan tergeser ke depan (silinder slip ke depan), sehingga gaya gesekan kinetik akan bekerja ke arah belakang. Arah gaya gesekan ini tidak lagi dipengaruhi oleh besar perbedaan 𝑣0 terhadap πœ”0π‘Ÿ, karena keduanya sama-sama mengarah ke depan. Gambar 2.15: Gaya gesek kinetis ke belakang: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” Torsi karena gaya gesekan kinetis: 𝜏 = π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘Ÿπ‘šπ‘” π‘“π‘˜ 𝜏 π‘šπ‘” 𝑁 𝐴 πœ”0 πœ”0π‘Ÿ 𝑣0 𝑣0
  • 53. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 43 Gaya gesekan menghasilkan percepatan π‘Ž yang arahnya berlawanan dengan arah kecepatan pusat massa awal 𝑣0 demikian juga torsi akibat gaya gesekan ini menghasilkan percepatan sudut rotasi 𝛼 yang arahnya berlawanan dengan arah kecepatan sudut rotasi πœ”0. Karena itu, baik 𝑣0 maupun πœ”0 akan mengalami pengurangan selama silinder bergerak. Persamaan gerak linier pusat massa dan persamaan gerak rotasi terhadap pusat massa untuk kasus ini adalah: 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘ (2.15) πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 𝛼𝑑 (2.16) Untuk silinder dengan kondisi seperti di atas, dapat pula kita tinjau beberapa kasus: iii.1. Kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ Seperti sebelumnya, gaya yang bekerja pada silinder hanya gaya gesek kinetis yang berperan sekaligus sebagai gaya dan torsi, maka percepatan pusat massa dan percepatan sudut terhadap pusat massa sama dengan persamaan (2.10) dan persamaan (2.11), yaitu: π‘Ž = πœ‡π‘˜π‘” dan π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘”. Maka persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) menjadi: 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.17) πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (2.18) Terlihat bahwa perlambatan pada persamaan (2.18) adalah dua kali lipat dari perlambatan pada persamaan (2.17), sehingga karena 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ, maka persamaan (2.18) akan lebih dahulu mencapai nilai NOL dan selanjutnya akan membalik arah putarannya.
  • 54. 44 | Dr. Zulfi Abdullah Perhatikan gambar ilustrasi di bawah ini: 𝑑0 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ 𝑑1 πœ”π‘Ÿ < 𝑣 𝑑2 πœ”π‘Ÿ = 0, 𝑣 > 0 𝑑3 berbalik arah rotasi Arah putaran ke belakang. Arah gerak pusat massa ke depan. Arah putaran ke belakang. Arah gerak pusat massa ke depan. Silinder sesaat berhenti berputar. Arah gerak pusat massa ke depan. Arah putaran ke depan. Arah gerak pusat massa ke depan. Gambar 2.16: Gerak silinder setiap waktu, kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ. Pertanyaan 2.3: Kapan pembalikan arah terjadi untuk 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ ini? Jawab: Tinjau persamaan (2.18) πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ Maka pembalikan arah terjadi sesaat setelah waktu yang diperlukan untuk mencapai πœ”π‘Ÿ = 0, yaitu ketika silinder sesaat berhenti berputar. Jadi pembalikan arah terjadi tepat setelah waktu berikut: 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘˜π‘” = 𝑣0 2πœ‡π‘˜π‘” (2.19)
  • 55. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 45 Pada saat itu kecepatan pusat massa tersisa sebesar: 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘‘ = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”. 𝑣0 2πœ‡π‘˜π‘” = 𝑣0 βˆ’ 1 2 𝑣0 𝑣 = 1 2 𝑣0 Pertanyaan 2.4: Kapan silinder menggelinding untuk kasus 𝑣0 = πœ”0π‘Ÿ ini? Jawab: Sebelum pembalikan arah tidak mungkin silinder menggelinding, karena arah kecepatan pusat massa (𝑣) selalu sama dengan arah kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa (πœ”π‘Ÿ). Jadi gerak menggelinding hanya dapat terjadi setelah pembalikan arah. Maka waktu total untuk terjadinya gerak menggelinding adalah waktu yang diperlukan untuk pembalikan arah ditambah dengan waktu setelah pembalikan arah sampai kondisi tepat akan menggelinding (𝑣 = πœ”π‘Ÿ). Misalkan 𝑑1 adalah waktu yang diperlukan untuk pembalikan arah, dan 𝑑2 adalah waktu setelah pembalikan arah sampai tepat akan menggelinding. Maka, besar 𝑑1 diperoleh berdasarkan persamaan (2.19), yaitu: 𝑑1 = 𝑣0 2πœ‡π‘˜π‘” sedangkan 𝑑2 dapat dihitung menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2) dengan kecepatan sudut awal silinder setelah pembalikan arah adalah πœ”0 β€² = 0 dan kecepatan linier pusat massa awal setelah pembalikan arah adalah 𝑣0 β€² = (1 2 ⁄ )𝑣0. Berdasarkan data-data di atas, maka kita dapat menurunkan kecepatan silinder 𝑣′ untuk waktu 𝑑 = 𝑑2.
  • 56. 46 | Dr. Zulfi Abdullah Kecepatan silinder 𝑣′ untuk waktu 𝑑 = 𝑑2 dengan kecepatan awal pusat massa 𝑣0 β€² adalah: 𝑣′ = 𝑣0 β€² βˆ’ π‘Žπ‘‘2 𝑣′ = 1 2 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘‘2 Substitusikan persamaan (2.10) ke persamaan di atas: 𝑣′ = 1 2 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.20) Kecepatan sudut πœ”β€² untuk waktu 𝑑 = 𝑑2 dengan kecepatan sudut awal πœ”0 β€² = 0 adalah: πœ”β€² = 𝛼𝑑2 Kalikan kedua ruas persamaan di atas dengan π‘Ÿ: πœ”β€² π‘Ÿ = π›Όπ‘Ÿπ‘‘2 Substitusikan persamaan (2.11) ke persamaan di atas: πœ”β€² π‘Ÿ = 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.21) Saat menggelinding: 𝑣′ = πœ”β€² π‘Ÿ (2.22) Substitusikan persamaan (2.21) ke persamaan (2.22): 𝑣′ = 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 (2.23) Substitusikan persamaan (2.23) ke persamaan (2.20): 1 2 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 = 2πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2 1 2 𝑣0 = 3πœ‡π‘˜π‘”π‘‘2
  • 57. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 47 Kita dapatkan: 𝑑2 = 𝑣0 6πœ‡π‘˜π‘” Waktu total untuk menggelinding adalah: 𝑑 = 𝑑1 + 𝑑2, yaitu: 𝑑 = 𝑣0 2πœ‡π‘˜π‘” + 𝑣0 6πœ‡π‘˜π‘” 𝑑 = 2𝑣0 3πœ‡π‘˜π‘” Jadi waktu yang diperlukan untuk silinder mulai menggelinding dari kondisiawal berbanding lurus kecepatan awal pusat massa silinder serta berbanding terbalik dengan koefisien gesekan kinetis lantai. Makin besar kecepatan awal pusat massa, makin lama waktu yang diperlukan oleh silinder untuk menggelinding, sebaliknya makin kasar permukaan lantai, makin cepat silinder menggelinding (makin singkat waktu yang diperlukan silinder untuk menggelinding). iii.2. Kasus 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ Berdasarkan kasus (iii.1), apabila 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ maka baik rotasi maupun gerak pusat massa akan bernilai NOL secara bersamaan, artinya silinder tepat berhenti bergerak ( berhenti berpindah dan berputar) saat 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘” ⁄ . Jadi pada kasus 𝑣0 = (1/2)πœ”0π‘Ÿ, silinder tidak pernah sempat menggelinding. Pembuktian atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut: Pertama, perhatikan kembali persamaan (2.18): πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘
  • 58. 48 | Dr. Zulfi Abdullah Silinder berhenti berputar, maka berarti πœ”π‘Ÿ = 0, ini memberikan waktu berhenti pada: 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘” Selanjutnya, substitusikan nilai 𝑑 ini ke persamaan (2.17): 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘” πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘” = 𝑣0 βˆ’ 1 2 πœ”0π‘Ÿ = 0, (Karena 𝑣0 = (1 2 ⁄ )πœ”0π‘Ÿ ). Terbukti bahwa gerak rotasi maupun gerak pusat massa berhenti secara bersamaan. Tidak ada pembalikan. Silinder tidak pernah menggelinding. 𝑑0 𝑣0 = (1 2 ⁄ )πœ”0π‘Ÿ Arah putaran ke belakang Arah gerak pusat massa ke depan 𝑑1 πœ”π‘Ÿ > 𝑣 Arah putaran ke belakang Arah gerak pusat massa ke depan 𝑑2 πœ”π‘Ÿ = 0, 𝑣 = 0 Silinder berhenti pada saat 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 2πœ‡π‘” Gambar 2.17: Visualisasi dinamika silinder setiap waktu untuk kasus 𝑣0 = (1 2 ⁄ )πœ”0π‘Ÿ. iii.3. Kasus 𝑣0 < (1/2)πœ”0π‘Ÿ Pada kasus ini kecepatan gerak pusat massa akan lebih dahulu menuju nilai NOL dibanding kecepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa sehingga yang akan terjadi selanjutnya
  • 59. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 49 bukan pembalikan arah putaran tapi pembalikan arah gerak pusat massa (mengarah ke belakang). Perhatikan gambar di bawah ini. 𝑑0 𝑣0 < (1 2 ⁄ )πœ”0π‘Ÿ 𝑑1 πœ”π‘Ÿ < 𝑣 𝑑2 𝑣 = 0, πœ”π‘Ÿ > 0 𝑑3 Berbalik arah Arah gerak pusat massa ke depan Arah gerak pusat massa ke depan Pusat massa silinder sesaat berhenti Arah gerak pusat massa ke belakang Arah putaran ke belakang Arah putaran ke belakang Silinder hanya berputar di tempat Arah putaran tetap ke belakang Arah putaran tetap ke belakang Gambar 2.18: Visualisasi dinamika silinder setiap waktu untuk kasus 𝑣0 < πœ”0π‘Ÿ.
  • 60. 50 | Dr. Zulfi Abdullah Pertanyaan 2.5: Kapan pembalikan arah gerak pusat massa silinder terjadi jika: 𝑣0 = 1 4 πœ”0π‘Ÿ ? Jawab: Tinjau persamaan (2.17): 𝑣 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘ Pembalikan arah gerak pusat massa terjadi ketika 𝑣 = 0, jadi saat: πœ‡π‘”π‘‘ = 1 4 πœ”0π‘Ÿ 𝑑 = πœ”0π‘Ÿ 4πœ‡π‘” Substitusikan hasil 𝑑 ini pada persamaan (2.18), maka kita dapatkan bahwa pada saat 𝑑 ini kecepatan tangensial karena rotasi terhadap pusat massa sebesar: πœ”π‘Ÿ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘ = πœ”0π‘Ÿ βˆ’ 2πœ‡π‘” πœ”0π‘Ÿ 4πœ‡π‘” = 1 2 πœ”0π‘Ÿ Sehingga kecepatan sudut rotasi silinder terhadap pusat massanya tepat pada saat mulai menggelinding adalah: πœ” = 1 2 πœ”0 (Silinder bergerak dengan kecepatan sudut sebesar setengah dari kecepatan sudut awalnya).
  • 61. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 51 2.2. Konsep Dinamika Benda Tegar. a. Percepatan Pusat Massa dan Percepatan Sudut Benda Tegar. Identik dengan pembahasan tentang adanya dua jenis kecepatan pada benda tegar β€œbebas”, maka benda tegar dimungkinkan juga memiliki dua jenis percepatan, yaitu percepatan pusat massa dan percepatan sudut relatif terhadap pusat massa (pusat massa adalah pusat putaran). Seperti pembahasan kita tentang kecepatan, percepatan pusat massa menghasilkan percepatan yang sama untuk seluruh elemen benda tegar. Di sisi lain, percepatan sudut terhadap pusat massa akan menghasilkan percepatan tangensial pada seluruh elemen benda tegar selain pusat massa benda. Hal ini juga menghasilkan tiga kemungkinan kombinasi percepatan pada pada benda tegar yaitu percepatan pusat massa saja tanpa percepatan sudut (rotasi) terhadap pusat massa, percepatan sudut terhadap pusat massa saja tanpa percepatan pusat massa dan percepatan pusat massa plus percepatan sudut terhadap pusat massa. i. Percepatan pusat massa saja tanpa percepatan sudut. Pada kasus ini, setiap titik elemen dari benda tegar memiliki percepatan linier yang arah dan besarnya sama dengan percepatan pusat massanya. Gambar 2.19: Percepatan pusat massa saja tanpa percepatan sudut (a), menghasilkan percepatan linier pada tiap elemen benda yang sama besar dan searah dengan percepatan pusat massa (𝑏). π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Ž 𝑏
  • 62. 52 | Dr. Zulfi Abdullah ii. Percepatan sudut terhadap pusat massa saja, tanpa percepatan pusat massa. Pada kasus ini benda tegar hanya berotasi terhadap pusat massa, sedangkan pusat massa benda tetap diam (tidak berpindah). Setiap titik elemen memiliki percepatan tangensial dalam arah yang berbeda-beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut. Gambar 2.20: Percepatan sudut terhadap pusat massa saja, tanpa percepatan pusat massa (a), menghasilkan percepatan tangensial pada setiap titik elemen benda dalam arah yang berbeda-beda sesuai dengan posisi titik elemen tersebut (𝑏). iii. Percepatan pusat massa plus percepatan sudut terhadap pusat massa. Pada kasus ini setiap titik elemen memiliki dua vektor percepatan linier yang berasal dari percepatan pusat massa dan percepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa. Gambar 2.21: (π‘Ž). Percepatan pusat massa dan percepatan sudut terhadap pusat massa menghasilkan dua vektor percepatan linier pada setiap titik elemen benda. Percepatan ini berasal dari percepatan pusat massa dan percepatan tangensial akibat rotasi terhadap pusat massa (𝑏). π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š 𝛼 π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π‘Žπ‘π‘š π‘Ž 𝑏 𝛼 π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π›Όπ‘Ÿ π‘Ž 𝑏
  • 63. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 53 b. Peran Gaya pada Benda Tegar. Telah disinggung pada subbab (2.1) tentang peran suatu gaya (seperti gaya gesek kinetis) pada silinder pejal. Bahwa sesungguhnya peran suatu gaya pada suatu benda tegar yang bebas tergantung pada posisi relatifnya terhadap pusat massa. Sebuah gaya dapat memiliki satu peran, yaitu berperan hanya sebagai gaya, jika garis kerjanya adalah pada pusat massa benda, dan memiliki dua peran sekaligus (peran sebagai gaya dan peran sebagai torsi) jika garis kerja gaya tidak pada pusat massa benda tapi memiliki jarak tegak lurus tertentu terhadap pusat massa. Perhatikan gambar berikut ini. Gaya 𝐹𝐴 hanya berperan sebagai gaya, karena garis kerjanya tepat pada pusat massa. Gaya 𝐹𝐡, karena garis kerjanya memiliki jarak tegak lurus π‘Ÿ terhadap pusat massa, maka perannya sekaligus ada dua, yaitu sebagai gaya dan juga peran sebagai torsi, melalui hubungan: 𝜏𝐡 = π‘ŸπΉπ΅. Gambar 2.22: Peran gaya dan torsi pada benda tegar. c. Titik Koneksi. Hubungan suatu benda tegar dengan lingkungannya (yang dapat berupa benda tegar lain atau benda lain seperti balok, dinding, loteng, lantai dan sebagainya) dapat terwujud dalam bentuk kontak langsung maupun tak langsung menggunakan sebuah perantara seperti tali, batang yang massanya dapat diabaikan dan lain-lain. Hubungan antara benda tegar dengan lingkungannya ini dapat terjadi pada satu atau lebih titik elemen pada benda tegar.
  • 64. 54 | Dr. Zulfi Abdullah Pada titik-titik tersebut terjadi kontak langsung ataupun kontak tak- langsung antara benda tegar dengan lingkungannya. Jika pada titik ini tidak terjadi slip antara benda tegar dengan lingkungannya, maka titik- titik tersebut disebut sebagai titik-titik koneksi. Kecepatan/percepatan elemen benda tegar pada titik koneksi tepat sama dengan kecepatan/percepatan benda lain di luar yang menjadi lingkungannya. Dari sudut pandang benda benda tegarnya (secara internal) elemen titik tersebut memiliki resultan kecepatan/percepatan pusat massa dan kecepatan/percepatan tangensial karena rotasi terhadap pusat massa, sedangkan secara eksternal, kecepatan/percepatan elemen di titik koneksi sama dengan kecepatan/percepatan benda yang menjadi lingkungannya. Gambar di bawah ini semata-mata untuk visualisai titik koneksi. Gambar 2.23: Titik-titik koneksi benda tegar dengan benda lain sebagai lingkungannya. π‘š1 π‘š2 𝐴 𝐡 π‘Ž1 π‘Ž1 π‘Ž2 π‘Ž2 Titik 𝐡 berkoneksi dengan π‘š2 maka percepatan elemen benda tegar di titik 𝐡 sama dengan percepatan π‘š2, yaitu π‘Ž2 Titik 𝐴 berkoneksi dengan π‘š1 maka percepatan elemen benda tegar di titik 𝐴 sama dengan percepatan π‘š1, yaitu π‘Ž1 Benda Tegar
  • 65. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 55 Pertanyaan 2.6: Tentukan percepatan pusat massa yoyo yang bermassa π‘š dan berjari-jari π‘Ÿ yang terhubung dengan balok bermassa sama yang bergerak di atas meja mendatar licin seperti tampak pada gambar di bawah ini. Jawab: Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini: Resultan percepatan linier dari elemen massa yoyo yang ada di titik 𝐴 adalah π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ. Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka resultan percepatan tersebut harus sama dengan percepatan balok, jadi: π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ (2.24) Resultan gaya pada balok adalah: 𝑇 = π‘šπ‘Ž (2.25) π‘š π‘Ÿ π‘š π‘Ž π‘š 𝑇 π‘šπ‘” π‘Žπ‘π‘š 𝐴 π‘Ž π›Όπ‘Ÿ ≑ 𝛼 π‘š π‘Žπ‘π‘š 𝑇
  • 66. 56 | Dr. Zulfi Abdullah Resultan gaya pada yoyo adalah: π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (2.26) Resultan torsi pada yoyo adalah: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 𝑇 = 1 2 π‘šπ‘Ÿπ›Ό (2.27) Substitusi persamaan (2.25) ke persamaan (2.27): π›Όπ‘Ÿ = 2π‘Ž (2.28) Substitusi persamaan (2.28) ke persamaan (2.24): π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ 2π‘Ž π‘Žπ‘π‘š = 3π‘Ž (2.29) Substitusi persamaan (2.25) dan (2.29) ke persamaan (2.26), akan kita dapatkan percepatan balok: π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = 3π‘šπ‘Ž π‘šπ‘” = 4π‘šπ‘Ž Maka percepatan balok adalah: π‘Ž = 1 4 𝑔 (2.30) Terakhir, substitusikan persamaan (2.30) ke persamaan (2.29), kita diperoleh percepatan pusat massa yoyo: π‘Žπ‘π‘š = 3 4 𝑔
  • 67. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 57 Pertanyaan 2.7: Tentukan percepatan pusat massa yoyo yang memiliki massa π‘š1 dan berjari-jari π‘Ÿ yang terhubung dengan balok sebuah bermassa π‘š2 dengan π‘š2 < π‘š1 dengan posisi seperti tampak pada gambar di bawah ini. Tinjau juga percepatan balok dan yoyo kasus untuk π‘š1 = 3π‘š2 dan π‘š1 = π‘š2. Jawab: Karena massa balok lebih kecil daripada massa yoyo (π‘š2 < π‘š1), maka diasumsikan balok naik dan yoyo turun. Perhatikan visualisasi gaya dan percepatan pada gambar di bawah ini: π‘Ÿ π‘š1 π‘š2 π‘Ž1 𝐴 π‘Ž2 π›Όπ‘Ÿ ≑ 𝛼 π‘š1 π‘š1𝑔 π‘Ž1 𝑇 𝑇 π‘š2 π‘š2𝑔 π‘Ž2 Ketetapan Arah Berdasarkan Gambar: Balok: π‘Ž2 positif ke atas. Silinder: π‘Ž1 positif ke bawah, π›Όπ‘Ÿ positif ke atas, 𝛼 positif searah jarum jam
  • 68. 58 | Dr. Zulfi Abdullah Percepatan pusat massa silinder adalah π‘Ž1 dan percepatan sudut rotasi silinder terhadap pusat massanya adalah 𝛼, sedangkan percepatan balok adalah π‘Ž2. Resultan percepatan linier dari elemen massa yoyo di titik koneksi 𝐴 adalah π‘Ž1 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ. Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka resultan percepatan tersebut harus sama dengan percepatan balok, jadi: π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ (2.31) Resultan gaya pada balok adalah: 𝑇 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š2π‘Ž2 𝑇 = π‘š2π‘Ž2 + π‘š2𝑔 (2.32) Resultan gaya pada yoyo adalah: π‘š1𝑔 βˆ’ 𝑇 = π‘š1π‘Ž1 (2.33) Substitusi persamaan (2.32) ke persamaan (2.33): π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2π‘Ž2 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž2 (2.34) Resultan torsi pada yoyo adalah: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘š1π‘Ÿ2 𝛼 𝑇 = 1 2 π‘š1π›Όπ‘Ÿ (2.35) Substitusi persamaan (2.35) ke persamaan (2.33): π‘š1𝑔 βˆ’ 1 2 π‘š1π›Όπ‘Ÿ = π‘š1π‘Ž1 (2.36) 2𝑔 βˆ’ π›Όπ‘Ÿ = 2π‘Ž1 π›Όπ‘Ÿ = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 (2.37)
  • 69. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 59 Substitusi persamaan (2.37) ke persamaan (2.31): π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔 + 2π‘Ž1 π‘Ž2 = 3π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔 (2.38) Substitusi persamaan (2.38) ke persamaan (2.34): π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2(3π‘Ž1 βˆ’ 2𝑔) π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2 π‘Ž1 βˆ’ 2π‘š2𝑔 π‘š1𝑔 + π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2 π‘Ž1 (π‘š1 + π‘š2)𝑔 = (π‘š1 + 3π‘š2)π‘Ž1 π‘Ž1 = (π‘š1 + π‘š2)𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 (2.39) Substitusi persamaan (2.39) ke persamaan (2.38): π‘Ž2 = 3(π‘š1 + π‘š2)𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 βˆ’ 2𝑔 π‘Ž2 = 3(π‘š1 + π‘š2)𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 βˆ’ 2(π‘š1 + 3π‘š2)𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 π‘Ž2 = 3π‘š1𝑔 + 3π‘š2𝑔 βˆ’ 2π‘š1𝑔 βˆ’ 6π‘š2𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 π‘Ž2 = 3π‘š1𝑔 βˆ’ 2π‘š1𝑔 + 3π‘š2𝑔 βˆ’ 6π‘š2𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 π‘Ž2 = (π‘š1 βˆ’ 3π‘š2)𝑔 π‘š1 + 3π‘š2 (2.40) Tinjau kasus π‘š1 = 3π‘š2, kita dapatkan: π‘Ž1 = 2 3 𝑔, π‘Ž2 = 0 (2.41)
  • 70. 60 | Dr. Zulfi Abdullah Dapat disimpulkan dari persamaan (2.41) bahwa untuk kasus π‘š1 = 3π‘š2 maka yoyo π‘š1 turun (karena bernilai positif, yang berarti sesuai dengan arah vektor yang dipilih/ditetapkan di awal) dan balok π‘š2 diam. Kasus untuk π‘š1 = π‘š2 maka: π‘Ž1 = 1 2 𝑔, π‘Ž2 = βˆ’ 1 2 𝑔 (2.42) Persamaan (2.42) menunjukkan bahwa untuk π‘š1 = π‘š2 maka yoyo π‘š1 turun (karena bernilai positif, yang berarti sesuai dengan arah vektor yang dipilih/ditetapkan di awal) dan balok π‘š2 juga turun (karena bernilai negatif, yang berarti berlawanan dengan arah vektor percepatan yang dipilih/ditetapkan di awal). Pertanyaan 2.8: Sebuah yoyo yang bermassa π‘š dan berjari-jari 𝑅 tergantung ke loteng melalui tali yang terlilit pada jarak π‘Ÿ dari pusatnya. Momen inersia yoyo adalah 𝐼 = (1 2 ⁄ )π‘šπ‘…2 . Mula-mula yoyo ditahan diam dan kemudian dilepaskan sehingga yoyo turun. Tentukan percepatan pusat massa yoyo tersebut. Jawab: Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini. Resultan percepatan linier dari elemen massa yoyo di titik 𝐴 adalah π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ. π‘Ÿ π‘š 𝑅
  • 71. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 61 Karena titik 𝐴 adalah titik koneksi, maka resultan percepatan tersebut harus sama dengan percepatan loteng, yang notebene diam, jadi: 0 = π‘Žπ‘π‘š βˆ’ π›Όπ‘Ÿ 𝛼 = π‘Žπ‘π‘š π‘Ÿ (2.43) Resultan gaya pada yoyo adalah: π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (2.44) Resultan torsi pada yoyo adalah: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘šπ‘…2 𝛼 𝑇 = 1 2 π‘š 𝑅2 π‘Ÿ 𝛼 (2.45) Substitusi persamaan (2.43) ke persamaan (2.45): 𝑇 = 1 2 π‘š ( 𝑅 π‘Ÿ ) 2 π‘Žπ‘π‘š (2.46) π‘Žπ‘π‘š 𝐴 0 π›Όπ‘Ÿ ≑ 𝛼 π‘š π‘šπ‘” π‘Žπ‘π‘š 𝑇
  • 72. 62 | Dr. Zulfi Abdullah Substitusi persamaan (2.46) ke persamaan (2.44): π‘šπ‘” βˆ’ 1 2 π‘š ( 𝑅 π‘Ÿ ) 2 π‘Žπ‘π‘š = π‘šπ‘Žπ‘π‘š 𝑔 = [1 + 1 2 𝑅2 π‘Ÿ2 ]π‘Žπ‘π‘š = [ 2π‘Ÿ2 + 𝑅2 2π‘Ÿ2 ]π‘Žπ‘π‘š Yang menghasilkan: π‘Žπ‘π‘š = [ 2π‘Ÿ2 2π‘Ÿ2 + 𝑅2 ]𝑔 (2.47) Kasus khusus, jika π‘Ÿ = 𝑅, maka percepatan pusat massa yoyo adalah: π‘Žπ‘π‘š = 2 3 𝑔 Pertanyaan 2.9: Tentukan percepatan pusat massa dua buah yoyo yang berbeda massa π‘š1 dan π‘š2 (π‘š1 > π‘š2) tapi berjari-jari π‘Ÿ sama yang terhubung melalui tali dan dua buah katrol, ketika sistem dilepaskan dari keadaan diam. Massa tali dan katrol diabaikan. Jawab: Ada dua asumsi gerak pusat massa yoyo, terkait π‘š1 > π‘š2. Hal ini berkaitan dengan tali yang menggulung kedua yoyo. Asumsi pertama adalah bahwa kedua yoyo sama-sama turun dan asumsi kedua adalah bahwa yoyo π‘š1 turun sedangkan yoyo π‘š2 naik. π‘Ÿ π‘š1 π‘Ÿ π‘š2
  • 73. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 63 Agar bisa menjangkau kedua kemungkinan arah gerak yoyo di atas, kita akan lakukan penghitungan besar percepatan pusat massa kedua yoyo berdasarkan asumsi kedua, yaitu yoyo π‘š1 turun sedangkan yoyo π‘š2 naik. Kita tetapkan arah vektor percepatan masing-masing yoyo berdasarkan asumsi kedua ini. Jika hasil perhitungan kita menunjukkan besar percepatan yang kita peroleh adalah suatu besaran positif, maka hasil ini valid, artinya, arah gerak sesuai dengan asumsi, tapi jika hasilnya berupa besaran negatif, maka hasil tidak valid, yang artinya, arah gerak tidak sesuai atau berlawanan dengan asumsi. Perhatikan gambar visualisasi gaya dan percepatan di bawah ini: Percepatan pusat massa yoyo π‘š1 adalah π‘Ž1 dan percepatan sudut rotasi yoyo π‘š1 terhadap pusat massanya adalah 𝛼1, sedangkan percepatan pusat massa yoyo π‘š2 adalah π‘Ž2 dan percepatan sudut rotasi yoyo π‘š2 terhadap pusat massanya adalah 𝛼2. Arah percepatan sudut kedua yoyo mengikuti arah torsi yang dihasilkan oleh tegangan tali 𝑇 pada masing- masing yoyo. Titik 𝐴 dan 𝐡 adalah titik koneksi antara π‘š1 dan π‘š2, sehingga besar percepatan di kedua titik adalah sama yang dapat kita misalkan π‘Ž. Resultan percepatan elemen massa yoyo π‘š1 di titik 𝐴 adalah π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ, π‘Ž1 π‘Ž 𝛼1π‘Ÿ 𝛼1 π‘š1𝑔 𝐴 ≑ π‘š1 π‘Ž1 𝑇 π‘Ž π‘Ž2 𝛼2π‘Ÿ 𝛼2 π‘š2𝑔 𝐡 ≑ π‘š2 π‘Ž2 𝑇 Ketetapan Arah Berdasarkan Gambar: Yoyo 1: π‘Ž1 positif ke ke bawah, 𝛼1π‘Ÿ positif ke atas, 𝛼1 positif arah jarum jam. Yoyo 2: π‘Ž2 positif ke atas, 𝛼2π‘Ÿ positif ke atas, 𝛼2 positif berlawanan dengan arah jarum jam
  • 74. 64 | Dr. Zulfi Abdullah dan resultan percepatan elemen massa yoyo π‘š2 di posisi titik 𝐡 adalah π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ. Maka: π‘Ž = π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ = π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ π‘Ž1 βˆ’ 𝛼1π‘Ÿ = π‘Ž2 + 𝛼2π‘Ÿ π‘Ž1 βˆ’ π‘Ž2 = 𝛼1π‘Ÿ + 𝛼2π‘Ÿ (2.48) Resultan gaya pada yoyo π‘š1 adalah: π‘š1𝑔 βˆ’ 𝑇 = π‘š1π‘Ž1 𝑇 = π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1 (2.49) Resultan torsi pada yoyo π‘š1 adalah: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘š1π‘Ÿ2 𝛼1 𝑇 = 1 2 π‘š1𝛼1π‘Ÿ (2.50) Substitusi persamaan (2.50) ke persamaan (2.49): 1 2 π‘š1𝛼1π‘Ÿ = π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1 𝛼1π‘Ÿ = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 (2.51) Resultan gaya pada yoyo π‘š2 adalah: 𝑇 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š2π‘Ž2 𝑇 = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2 (2.52) Resultan torsi pada yoyo π‘š2 adalah: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘š2π‘Ÿ2 𝛼2
  • 75. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 65 Yang memberikan: 𝑇 = 1 2 π‘š2𝛼2π‘Ÿ (2.53) Substitusi persamaan (2.53) ke persamaan (2.52): 1 2 π‘š2𝛼2π‘Ÿ = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2 𝛼2π‘Ÿ = 2𝑔 + 2π‘Ž2 (2.54) Substitusi persamaan (2.51) dan (2.54) ke persamaan (2.48): π‘Ž1 βˆ’ π‘Ž2 = 2𝑔 βˆ’ 2π‘Ž1 + 2𝑔 + 2π‘Ž2 3π‘Ž1 βˆ’ 3π‘Ž2 = 4𝑔 π‘Ž2 = π‘Ž1 βˆ’ 4 3 𝑔 (2.55) Substitusi persamaan (2.49) ke persamaan (2.52): π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š1π‘Ž1 = π‘š2𝑔 + π‘š2π‘Ž2 π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž2 (2.56) Substitusi persamaan (2.55) ke persamaan (2.56): π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2 (π‘Ž1 βˆ’ 4 3 𝑔) π‘š1𝑔 βˆ’ π‘š2𝑔 = π‘š1π‘Ž1 + π‘š2π‘Ž1 βˆ’ 4 3 π‘š2𝑔 3π‘š1𝑔 βˆ’ 3π‘š2𝑔 = 3π‘š1π‘Ž1 + 3π‘š2π‘Ž1 βˆ’ 4π‘š2𝑔 (3π‘š1 + π‘š2)𝑔 = 3(π‘š1 + π‘š2)π‘Ž1 π‘Ž1 = (3π‘š1 + π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) (2.57) Kesimpulan: Yoyo π‘š1 turun
  • 76. 66 | Dr. Zulfi Abdullah Selanjutnya kita tinjau yoyo π‘š2. Substitusikan persamaan (2.57) ke persamaan (2.55): π‘Ž2 = (3π‘š1 + π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) βˆ’ 4 3 𝑔 π‘Ž2 = (3π‘š1 + π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) βˆ’ 4(π‘š1 + π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) π‘Ž2 = βˆ’ (π‘š1 + 3π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) Kesimpulan: Yoyo π‘š2 tidak naik (tidak memenuhi asumsi awal), tapi turun dengan besar percepatan: π‘Ž2 = (π‘š1 + 3π‘š2)𝑔 3(π‘š1 + π‘š2) (2.58) Kesimpulan akhir: Kedua yoyo turun dengan percepatan pusat massa masing-masing yang berbeda-beda. Kasus khusus untuk π‘š1 = π‘š2, maka keduanya turun dengan besar percepatan yang sama, yaitu: π‘Ž1 = π‘Ž2 = 2 3 𝑔 Jadi gerak pusat massa kedua yoyo memenuhi asumsi pertama, yaitu bahwa keduanya bergerak turun.
  • 77. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 67 Soal 1: (OSK 2016) Ban berjalan (conveyer belt) sedang bergerak mendatar dengan kelajuan konstan 𝑣0 (lihat gambar). Sebuah silinder homogen (dengan massa 𝑀 dan jari-jari 𝑅) yang sedang berotasi dengan kecepatan sudut πœ”0 secara perlahan dijatuhkan ke atas ban berjalan tersebut. Diketahui πœ‡π‘˜ adalah koefisien gesek kinetik antara silinder dengan ban berjalan. Tentukan jarak relatif yang dijalani silinder saat masih tergelincir di atas ban berjalan sebelum ia mulai berotasi tanpa tergelincir (menggelinding tanpa slip). Jawab: Perhatikan gambar di bawah ini: Titik terbawah silinder yang bersentuhan langsung dengan ban berjalan (titik 𝐴 pada gambar) mendapatkan vektor kecepatan tangensial πœ”0π‘Ÿ ke belakang sehingga akan bergeser terhadap ban arah ke belakang (dikatakan silinder slip ke belakang), maka akan muncul gaya gesekan kinetis yang arahnya ke depan). 𝐴 πœ”0 πœ”0π‘Ÿ 𝑣0 𝐴 π‘£π‘π‘š(𝑑) πœ”(𝑑) 𝑣0 πœ”(𝑑)π‘Ÿ π‘£π‘π‘š(𝑑) π‘“π‘˜ 𝜏 π‘šπ‘” 𝑁 π‘Žπ‘π‘š 𝛼 SOAL DAN PEMBAHASAN
  • 78. 68 | Dr. Zulfi Abdullah Gaya gesekan ini akan memainkan β€˜dua peran’, yaitu peran sebagai gaya yang akan menghasilkan percepatan pusat massa arah ke depan berlawanan dan peran sebagai torsi yang akan penghasilkan percepatan sudut yang berlawanan arah dengan kecepatan rotasi awal (putaran jadi melambat). Berdasarkan gambar, maka resultan gaya arah sumbu vertikal pada silinder: βˆ‘πΉπ‘¦ = 0 𝑁 βˆ’ π‘šπ‘” = 0 𝑁 = π‘šπ‘” (1) Berdasarkan persamaan (1), gaya gesek kinetis yang bekerja pada silinder besarnya adalah: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘ = πœ‡π‘šπ‘” (2) Resultan gaya arah sumbu horizontal pada silinder memberikan: π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (3) Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (3), menghasilkan: πœ‡π‘šπ‘” = π‘šπ‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š = πœ‡π‘” (4) Resultan torsi pada silinder: π‘Ÿπ‘“π‘˜ = 1 2 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 π‘“π‘˜ = 1 2 π‘šπ‘Ÿπ›Ό (5)
  • 79. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 69 Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (5): πœ‡π‘šπ‘” = 1 2 π‘šπ‘Ÿπ›Ό π›Όπ‘Ÿ = 2πœ‡π‘” (6) 𝛼 = 2πœ‡π‘” π‘Ÿ (7) Berdasarkan persamaan (4), kecepatan sesaat pusat massa adalah: π‘£π‘π‘š(𝑑) = 0 + π‘Žπ‘π‘šπ‘‘ = π‘Žπ‘π‘šπ‘‘ π‘£π‘π‘š(𝑑) = πœ‡π‘”π‘‘ (8) Berdasarkan persamaan (7), kecepatan sudut sesaat adalah: πœ”(𝑑) = πœ”0 βˆ’ 𝛼𝑑 πœ”(𝑑) = πœ”0 βˆ’ 2πœ‡π‘” π‘Ÿ 𝑑 (9) Karena kehadiran gaya dan torsi ini, maka silinder akan bertambah kecepatan pusat massanya dan akan berkurang kecepatan sudut terhadap pusat massanya. Selama proses ini silinder tetap akan slip. Titik terbawah silinder (titik 𝐴 pada silinder) mendapatkan resultan kecepatan π‘£π‘π‘š(𝑑) βˆ’ πœ”(𝑑)π‘Ÿ. Proses di atas berhenti ketika resultan kecepatan kecepatan di titik terbawah silinder sama dengan kecepatan ban berjalan (titik terbawah silinder diam sesaat relatif terhadap ban): 𝑣0 = π‘£π‘π‘š(𝑑) βˆ’ πœ”(𝑑)π‘Ÿ (10) Substitusikan persamaan (8) dan (9) ke persamaan (10): 𝑣0 = πœ‡π‘”π‘‘ βˆ’ (πœ”0 βˆ’ 2πœ‡π‘”π‘‘) 𝑣0 = 3πœ‡π‘”π‘‘ βˆ’ πœ”0
  • 80. 70 | Dr. Zulfi Abdullah Maka, waktu yang diperlukan dari awal silinder dijatuhkan dan menyentuh ban hingga mengelinding adalah: 𝑑 = 𝑣0 + πœ”0 3πœ‡π‘” (11) Tepat setelah waktu 𝑑 di atas, silinder tidak lagi slip dan dikatakan menggelinding. Keadaan menggelinding ini akan terus dipertahankan selama tidak ada perubahan pada lantai. Jarak relatif terhadap tanah yang dijalani silinder saat masih tergelincir di atas ban berjalan sebelum ia mulai berotasi tanpa tergelincir diperoleh menggunakan: 𝑠 = 1 2 π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2 (12) Substitusikan persamaan (4) dan (11) ke persamaan (12): 𝑠 = 1 2 πœ‡π‘” ( 𝑣0 + πœ”0 3πœ‡π‘” ) 2 𝑠 = (𝑣0 + πœ”0)2 18πœ‡π‘”
  • 81. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 71 Soal 2: (Modifikasi Soal OSN Kota 2021) Sebuah bola bowling bermassa π‘š = 2 kg berjari-jari π‘Ÿ = 15 cm dengan kerapatan seragam bergerak sepanjang lantai horizontal dengan kecepatan awal 𝑣0 = 7 m/s sedemikian sehingga mula-mula ia tergelincir tanpa berputar. Lantai memiliki koefisien gesek statis πœ‡π‘  dan koefisien gesek kinetis πœ‡π‘˜. Tentukan: a. Besar kecepatan translasi pusat massa saat bola mulai bergerak menggelinding tanpa slip. b. Besar gaya gesek statis yang bekerja pada bola ketika bola bowling sudah menggelinding. Jawab: a. Menentukan kecepatan translasi pusat massa bola pada saat bola tepat mulai menggelinding tanpa slip. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi proses gerak bola dari keadaan awal yang slip (𝐴) dan keadaan akhir menggelinding (𝐡). Perhatikan gambar di atas, kondisi 𝐴 adalah kondisi slip tanpa berputar, pada kondisi ini belum ada putaran (πœ”0 = 0) tapi sudah ada percepatan sudut 𝛼 bersamaan dengan kehadiran percepatan pusat massa π‘Žπ‘π‘š (keduanya hadir karena peran gaya dan torsi dari gaya gesek kinetis). Titik terbawah dari bola hanya memiliki sebuah komponen kecepatan, yaitu kecepatan pusat massa. π‘Žπ‘π‘š 𝑁 𝛼 πœ” 𝑣𝑝 𝑣𝑝 πœ”π‘Ÿ π‘“π‘˜ 𝐴 𝐡 𝑣0 π‘šπ‘” 0 𝑣0
  • 82. 72 | Dr. Zulfi Abdullah Resultan gaya dalam arah vertikal memberikan: 𝑁 = π‘šπ‘” (1) Maka gaya gesek kinetik: π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘˜π‘šπ‘” (2) Resultan gaya dalam arah horizontal: π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘π‘š (3) Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (3), diperoleh: π‘Žπ‘π‘š = πœ‡π‘˜π‘” (4) Resultan torsi: π‘Ÿπ‘“π‘˜ = 𝐼𝛼 = 2 5 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 π‘“π‘˜ = 2 5 π‘šπ‘Ÿπ›Ό (5) Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (5), diperoleh: πœ‡π‘˜π‘šπ‘” = 2 5 π‘šπ‘Ÿπ›Ό πœ‡π‘˜π‘” = 2 5 π‘Ÿπ›Ό 𝛼 = 5πœ‡π‘˜ 2π‘Ÿ 𝑔 (6) Percepatan π‘Žπ‘π‘š besarnya tetap (tidak berubah terhadap waktu) tapi memiliki arah yang berlawanan dengan 𝑣0, menghasilkan penurunan kecepatan pusat massa bola sebagai fungsi waktu berdasarkan persamaan: 𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ π‘Žπ‘π‘‘ (7)
  • 83. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 73 Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (7), diperoleh: 𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ (8) Di sisi lain, percepatan sudut 𝛼 akan menghasilkan penambahan kecepatan sudut yang sebelumnya nol, menjadi πœ” berdasarkan persamaan: πœ” = πœ”0 + 𝛼𝑑 = 𝛼𝑑 (9) Substitusikan persamaan (6) ke persamaan (9), diperoleh: πœ” = 5πœ‡π‘˜ 2π‘Ÿ 𝑔𝑑 (10) Jadi penurunan kecepatan pusat massa terjadi bersamaan dengan penambahan kecepatan sudut. Pada kondisi akhir (𝐡), yaitu saat menggelinding, titik terbawah bola diam sesaat, sehingga: 𝑣𝑝 = πœ”π‘Ÿ (11) Substitusikan persamaan (8) dan (10) ke persamaan (11): 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = ( 5πœ‡π‘˜ 2π‘Ÿ 𝑔𝑑) π‘Ÿ 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 5 2 πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ 𝑑 = 2𝑣0 7πœ‡π‘˜π‘” = 14 70πœ‡π‘˜ (12) Substitusikan persamaan (12) ke persamaan (8), diperoleh: 𝑣𝑝 = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 7 2 πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ βˆ’ πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 5 2 πœ‡π‘˜π‘”π‘‘ = 5 2 πœ‡π‘˜π‘” ( 14 70πœ‡π‘˜ ) 𝑣𝑝 = 1 2 𝑔 = 5 msβˆ’1
  • 84. 74 | Dr. Zulfi Abdullah b. Menentukan gaya gesek statis yang bekerja pada bola ketika bola sudah menggelinding. Telah kita ketahui bahwa pada kondisi menggelinding gaya gesek kinetis berubah menjadi gaya gesek statis, dengan titik terbawah bola dalam keadaan diam sesaat (tidak tergeser terhadap lantai). Pada kondisi ini 𝑣𝑝 = πœ”π‘Ÿ. Khusus untuk soal ini, ada satu hal unik pada kondisi menggelinding tanpa slip, yaitu gaya gesek statis yang bekerja pada bola bernilai nol. Hal ini terjadi, karena tidak ada gaya lain yang bekerja pada bola, sehingga menyebabkan gaya gesek statis menjadi satu-satunya gaya yang bekerja pada bola. Konsekuensinya, peran gaya dan torsi dari gaya gesek ini memberikan percepatan pusat massa dan percepatan tangensial (akibat rotasi pada pusat massa) di titik terbawah memiliki arah yang sama yang mustahil saling menghilangkan untuk menghasilkan resultan percepatan nol pada titik terbawah bola (sebagaimana mestinya bahwa titik terbawah harus diam sesaat pada keadaan menggelinding di atas lantai yang diam). Perhatikan gambar di bawah ini: Berdasarkan gambar, bahwa agar titik terbawah diam sesaat (resultan percepatan di titik terbawah nol), maka baik π‘Žπ‘ maupun π›Όπ‘Ÿ harus NOL. Oleh sebab itu besar gaya gesek statis harus nol pula (𝑓𝑠 = 0). Kenyataan ini tidak melanggar konsep fisika karena rentang gaya gesek statis adalah 0 ≀ 𝑓𝑠 ≀ πœ‡π‘ π‘. 𝛼 𝜏 𝑓𝑠 π‘Žπ‘ π‘Žπ‘ π›Όπ‘Ÿ
  • 85. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 75 Soal 3: (OSN 2011) Sebuah kumparan pejal (massa 𝑀, dan diameter 𝑑), mula-mula diam di atas meja pada posisi sejauh 𝑙 dari tepi meja. Kumparan dihubungkan dengan massa π‘š melalui tali ringan (tak bermassa) yang dianggap tidak dapat memendek ataupun memanjang. Kumparan tersebut dapat meluncur dan berotasi dengan bebas diatas meja. Pada saat pusat massa kumparan mencapai tepi meja, hitung: a. Percepatan pusat massa kumparan b. Waktu tempuh kumparan c. Kecepatan massa π‘š. Jawab: a. Menentukan percepatan pusat massa kumparan. Deskripsi gaya-gaya pada sistem: π‘šπ‘” 𝑇 π‘Ž Tampak Atas 𝛼 π‘Žπ‘π‘š 𝑇 𝑀 π‘š
  • 86. 76 | Dr. Zulfi Abdullah Deskripsi percepatan pada kumparan. Titik 𝑃 adalah titik koneksi kumparan dengan beban bermassa π‘š, sehingga resultan percepatan di titik 𝑃 sama dengan percepatan massa π‘š turun, yaitu: π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š + 𝛼 𝑑 2 𝛼𝑑 = 2π‘Ž βˆ’ 2π‘Žπ‘π‘š (1) Resultan gaya pada massa π‘š: π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Ž (2) Resultan gaya pada kumparan: 𝑇 = π‘€π‘Žπ‘π‘š (3) Resultan torsi pada kumparan: 𝑑 2 𝑇 = 1 2 𝑀 ( 𝑑 2 ) 2 𝛼 𝑇 = 1 4 𝑀𝛼𝑑 (4) π‘Ž = π‘Žπ‘π‘š + 𝛼 𝑑 2 𝛼 π‘Žπ‘π‘š 𝑃 π‘Žπ‘π‘š 𝛼(𝑑/2) 𝑃 π‘Ž ≑
  • 87. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 77 Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (1): 𝑇 = 1 4 𝑀(2π‘Ž βˆ’ 2π‘Žπ‘π‘š) 𝑇 = 1 2 𝑀(π‘Ž βˆ’ π‘Žπ‘π‘š) (5) Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (5) untuk menurunkan percepatan pusat massa kumparan: π‘€π‘Žπ‘π‘š = 1 2 𝑀(π‘Ž βˆ’ π‘Žπ‘π‘š) 2π‘€π‘Žπ‘π‘š = π‘€π‘Ž βˆ’ π‘€π‘Žπ‘π‘š π‘Žπ‘π‘š = π‘Ž 3 (6) Substitusikan persamaan (6) ke persamaan (3) akan memberikan nilai tegangan tali sebesar: 𝑇 = 1 3 π‘€π‘Ž (7) Substitusikan persamaan (7) ke persamaan (2) untuk menurunkan percepatan massa π‘š: π‘šπ‘” βˆ’ 1 3 π‘€π‘Ž = π‘šπ‘Ž π‘Ž = 3π‘š 𝑀 + 3π‘š 𝑔 (8)
  • 88. 78 | Dr. Zulfi Abdullah Maka percepatan pusat massa silinder, menggunakan persamaan (6), adalah: π‘Žπ‘π‘š = π‘š 𝑀 + 3π‘š 𝑔 (9) b. Menghitung waktu tempuh kumparan Panjang jalan yang akan ditempuh oleh pusat massa kumparan adalah 𝑙. Pusat massa kumparan bergerak dari keadaan diam (π‘£π‘π‘š(0) = 0), maka persamaan gerak pusat massa kumparan adalah: 𝑙 = π‘£π‘π‘š(0) + 1 2 π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2 𝑙 = 1 2 π‘Žπ‘π‘šπ‘‘2 (10) Substitusikan persamaan (9) ke persamaan (10), diperoleh waktu tempuh: 𝑑 = √ 2𝑙 π‘Žπ‘π‘š 𝑑 = √ 2𝑙(𝑀 + 3π‘š) π‘šπ‘” (11) c. Menghitung kecepatan π‘š. Kecepatan massa π‘š ketika pusat massa kumparan telah menempuh jarak sejauh 𝑙, yang ditempuh dalam waktu 𝑑 yang diberikan oleh persamaan (11) adalah: 𝑣 = π‘Žπ‘‘ (12)
  • 89. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 79 Substitusikan persamaan (8) dan (11) ke persamaan (12): 𝑣 = 3π‘š 𝑀 + 3π‘š π‘”βˆš 2𝑙(𝑀 + 3π‘š) π‘šπ‘” 𝑣 = √ 2𝑙(9π‘š2)(𝑔2)(𝑀 + 3π‘š) (𝑀 + 3π‘š)2𝑔 Maka kecepatan massa π‘š pada saat kumparan mencapai tepi meja adalah: 𝑣 = √ 18π‘šπ‘™π‘” (𝑀 + 3π‘š)
  • 90. 80 | Dr. Zulfi Abdullah Soal 4: (OSN 2006) Sebuah bola dengan massa π‘š, berjari-jari π‘Ÿ dan momen inersianya (2 5 ⁄ )π‘šπ‘Ÿ2 berada di atas sebuah kereta bermassa 𝑀. Mula-mula kereta diam, sedangkan bola π‘š bergerak dengan kecepatan 𝑣0 tanpa menggelinding sama sekali. Kemudian bola memasuki bagian kasar di atas kereta. Ketika keluar dari bagian kasar, bola sudah menggelinding tanpa slip. a. Hitung kecepatan akhir π‘š dan 𝑀 relatif terhadap bumi ketika bola sudah bergerak tanpa slip. Hitung juga kecepatan sudut akhir dari massa π‘š. b. Berapa panjang minimum 𝑆 agar bola akhirnya bisa menggelinding tanpa slip? koefisien gesek pada bagian kasar adalah πœ‡. Jawab: a. Menghitung kecepatan akhir π‘š dan 𝑀 relatif terhadap bumi (tanah). Perhatikan gambar di bawah: 𝑣0 π‘š 𝑀 𝑠 𝑣0 π‘š 𝑀 𝑠 𝐴 𝐡 𝐢
  • 91. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 81 Dari awal (titik 𝐴) ke titik 𝐡, permukaan kereta licin, jadi tidak ada gaya gesek yang bekerja antar kereta dan bola, dan karena itu, bola tidak berotasi, hanya gerak translasi pusat massa dengan kecepatan tetap 𝑣0, dan kereta tetap diam. Dari titik 𝐡 ke titik 𝐢, bekerja gaya gesek kinetik π‘“π‘˜ pada bola berarah ke belakang (berlawanan dengan gerak pusat massa bola) dan reaksinya pada papan dengan gaya gesek yang sama besar tapi berarah ke depan. Perhatikan gambar (a) di atas. Ini adalah kondisi ketika bola masuk pada daerah yang kasar pada papan: Karena kehadiran gaya gesek kinetis pada bola, maka pusat massa bola mengalami perlambatan π‘Žπ‘š dan percepatan sudut π›Όπ‘š. Resultan gaya dalam arah-𝑦 pada bola memberikan: 𝑁 = π‘šπ‘” (1) Resultan gaya dalam arah-π‘₯ pada bola: π‘“π‘˜ = π‘šπ‘Žπ‘š (2) Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (2): π‘“π‘˜ = πœ‡π‘˜π‘ = πœ‡π‘šπ‘” (3) 𝑀 π‘“π‘˜ π‘Žπ‘€ (π‘Ž) (𝑏) π›Όπ‘š 𝜏 π‘“π‘˜ π‘Žπ‘š π‘Žπ‘š π›Όπ‘šπ‘Ÿ π‘£π‘š πœ”π‘š π‘šπ‘” 𝑁
  • 92. 82 | Dr. Zulfi Abdullah yang memberikan: πœ‡π‘šπ‘” = π‘šπ‘Žπ‘š π‘Žπ‘š = πœ‡π‘” (π‘Žπ‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘˜π‘’ π‘˜π‘–π‘Ÿπ‘–) (4) Karena π‘Žπ‘š konstan, maka kecepatan pusat massa bola, π‘£π‘š, pada waktu 𝑑𝑠 memenuhi persamaan GLBB sebagai berikut: π‘£π‘š = π‘£π‘š0 + π‘Žπ‘šπ‘‘π‘  (5) Substitusikan persamaan (4) ke persamaan (5): π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘π‘  (6) Resultan gaya pada kereta: π‘“π‘˜ = π‘€π‘Žπ‘€ (7) Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (7): πœ‡π‘šπ‘” = π‘€π‘Žπ‘€ π‘Žπ‘€ = π‘š 𝑀 πœ‡π‘” (8) Kecepatan kereta pada waktu 𝑑𝑠: 𝑣𝑀 = π‘Žπ‘€π‘‘π‘  (9) Substitusikan persamaan (8) ke persamaan (9): 𝑣𝑀 = π‘š 𝑀 πœ‡π‘”π‘‘π‘  (10) Resultan torsi pada bola: π‘Ÿπ‘“π‘˜ = πΌπ›Όπ‘š = 2 5 π‘šπ‘Ÿ2 π›Όπ‘š π‘“π‘˜ = 2 5 π‘šπ›Όπ‘šπ‘Ÿ (11)
  • 93. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 83 Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (11): πœ‡π‘šπ‘” = 2 5 π‘šπ›Όπ‘šπ‘Ÿ π›Όπ‘š = 5 2π‘Ÿ πœ‡π‘” (π‘ π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘š π‘—π‘Žπ‘š) (12) Kecepatan sudut bola pada waktu 𝑑𝑠: πœ”π‘š = πœ”π‘š0 + π›Όπ‘šπ‘‘π‘  (13) Substitusikan persamaan (12) ke persamaan (13): πœ”π‘š = 5 2π‘Ÿ πœ‡π‘”π‘‘π‘  (14) Analisis kecepatan bola dan kereta pada saat mulai menggeliinding: Terlihat pada gambar di atas, bahwa pada saat menggelinding, bola tidak lagi tergelincir terhadap kereta, artinya titik terbawah bola menjadi titik koneksi dan karenanya memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan kereta. Jadi, pada saat kondisi menggelinding mulai tercapai: 𝑣𝑀 = π‘£π‘š βˆ’ πœ”π‘šπ‘Ÿ (15) 𝑀 𝑣𝑀 𝑣𝑀 = π‘£π‘š βˆ’ πœ”π‘šπ‘Ÿ πœ”π‘šπ‘Ÿ π‘£π‘š πœ”π‘š π‘£π‘š 𝑣𝑀 ≑
  • 94. 84 | Dr. Zulfi Abdullah Substitusikan persamaan (6), (10) dan (14) ke persamaan (15): π‘š 𝑀 πœ‡π‘”π‘‘π‘  = (𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘”π‘‘π‘ ) βˆ’ 5 2 πœ‡π‘”π‘‘π‘  π‘š 𝑀 πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0 βˆ’ 7 2 πœ‡π‘”π‘‘π‘  π‘š 𝑀 πœ‡π‘”π‘‘π‘  + 7 2 πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0 ( π‘š 𝑀 + 7 2 ) πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0 ( 7𝑀 + 2π‘š 2𝑀 )πœ‡π‘”π‘‘π‘  = 𝑣0 𝑑𝑠 = 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 (16) Substitusikan persamaan (16) ke persamaan (6), kita dapatkan kecepatan pusat massa bola pada saat 𝑑𝑠: π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’ πœ‡π‘” 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 π‘£π‘š = 𝑣0 βˆ’ 2𝑀 (7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 π‘£π‘š = ( 5𝑀 + 2π‘š 7𝑀 + 2π‘š )𝑣0 (17) Substitusikan persamaan (16) ke persamaan (10), kita dapatkan kecepatan kereta pada saat 𝑑𝑠: 𝑣𝑀 = π‘š 𝑀 πœ‡π‘” [ 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0] 𝑣𝑀 = 2π‘š (7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 (18)
  • 95. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 85 b. Panjang minimal bagian permukaan kereta yang kasar 𝑠 = π‘ π‘š,π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž βˆ’ 𝑠𝑀,π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž = π‘ π‘š βˆ’ 𝑠𝑀 𝑠 = 𝑣0𝑑𝑠 βˆ’ 1 2 π‘Žπ‘šπ‘‘π‘  2 βˆ’ 1 2 π‘Žπ‘€π‘‘π‘  2 𝑠 = 𝑣0𝑑𝑠 βˆ’ 1 2 (π‘Žπ‘š + π‘Žπ‘€)𝑑𝑠 2 (19) Substitusikan persamaan (4), (8) dan (16) ke persamaan (19): 𝑠 = 𝑣0 ( 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0) βˆ’ 1 2 (1 + π‘š 𝑀 ) πœ‡π‘” ( 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0) 2 𝑠 = 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 2 βˆ’ 1 2 ( 𝑀 + π‘š 𝑀 ) 4𝑀2 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 𝑠 = 2𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š) 𝑣0 2 βˆ’ 2(𝑀 + π‘š)𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 𝑠 = 2𝑀(7𝑀 + 2π‘š) πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 βˆ’ 2(𝑀 + π‘š)𝑀 πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 𝑠 = 14𝑀2 + 4π‘šπ‘€ βˆ’ 2𝑀2 βˆ’ 2π‘šπ‘€ πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 𝑠 = 12𝑀2 + 2π‘šπ‘€ πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2 Maka panjang minimal bagian permukaan kereta yang kasar: 𝑠 = 2𝑀(6𝑀 + π‘š) πœ‡π‘”(7𝑀 + 2π‘š)2 𝑣0 2
  • 96. 86 | Dr. Zulfi Abdullah Soal 5: Sebuah silinder pejal bermassa π‘š dan berjari-jari π‘Ÿ bergerak turun dalam kondisi slip sempurna di atas permukaan miring sebuah prisma bermassa 𝑀 yang sedang bergerak di atas lantai licin sempurna seperti tampak pada gambar di bawah ini. Silinder sendiri terkait dengan prisma melalui tali yang pada satu sisi terikat di ujung atas prisma dan di sisi lain tergulung ke silinder pada jarak (1 2 ⁄ )π‘Ÿ di bawah posisi pusat massa silinder. Prisma mulai bergerak ke kiri ketika silinder mulai bergerak turun. Tentukan percepatan prisma, tepat ketika silinder mulai meluncur turun. Jawab: Perhatikan visualisasi gerak sistem silinder-prisma di bawah ini. Misalkan π‘Žπ‘šπ‘€ adalah percepatan silinder relatif terhadap prisma, π‘Žπ‘š adalah percepatan silinder π‘š relatif terhadap tanah dan π‘Žπ‘€ adalah percepatan prisma 𝑀 relatif terhadap tanah. Pada saat silinder turun, maka prisma akan terdorong ke belakang. Karena bola selalu berada di atas permukaan miring prisma, maka bola juga ikut bergerak ke belakang bersama prisma (lihat gambar (π‘Ž)). π‘Žπ‘€
  • 97. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 87 (π‘Ž) Secara keseluruhan, sistem bergerak dalam bidang horizontal (mendatar). Karena itu masing-masing percepatan, baik percepatan prisma, maupun percepatan silinder dapat diuraikan dalam koordinat mendatar (lihat gambar (b)). (𝑏) Perhatikan gambar (𝑏): π‘Žπ‘šπ‘€(π‘₯) = π‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ (1) π‘Žπ‘šπ‘€(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (2)
  • 98. 88 | Dr. Zulfi Abdullah π‘Žπ‘š(π‘₯) = π‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ βˆ’ π‘Žπ‘€ (3) π‘Žπ‘š(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€(𝑦) π‘Žπ‘š(𝑦) = π‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (4) Perhatikan gambar (𝑐) di atas: π‘Žπ‘šπ‘€ adalah percepatan pusat massa silinder relatif terhadap prisma, 𝛼 adalah percepatan sudut silinder terhadap pusat massanya, yang memberikan percepatan tangensial π›Όπ‘Ÿ pada elemen-elemen permukaan silinder. Perhatikan pula bahwa pada gambar ada sumbu 𝑠. Sumbu ini adalah sekedar garis bantu untuk melihat gerak silinder relatif terhadap prisma, sepanjang bidang miring prisma. Prisma hanya bergerak mendatar, tidak ada gerak sepanjang bidang miring prisma (sepanjang sumbu bantu 𝑠), artinya prisma diam relatif terhadap sumbu 𝑠. Ujung tali 𝑇 terikat dengan prisma, artinya tali tidak bergerak terhadap prisma, dan ini berarti bahwa titik pada silinder yang terkait dengan tali diam sesaat terhadap tali, atau dengan kata lain, diam sesaat terhadap prisma, jadi: π‘Žπ‘šπ‘€ βˆ’ π›Όπ‘Ÿ = 0 π›Όπ‘Ÿ = π‘Žπ‘šπ‘€ (5) (𝑐)
  • 99. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 89 Perhatikan gambar (𝑑): 𝑁π‘₯ = 𝑁 sin πœ‘ (6) 𝑁𝑦 = 𝑁 cos πœ‘ (7) 𝑇π‘₯ = 𝑇 cos πœ‘ (8) 𝑇𝑦 = 𝑇 sinπœ‘ (9) Resultan gaya dalam arah π‘₯ pada silinder: 𝑁π‘₯ βˆ’ 𝑇π‘₯ = π‘šπ‘Žπ‘š(π‘₯) (10) Substitusikan persamaan (3), persamaan (6) dan persamaan (8) ke persamaan (10): 𝑁 sinπœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ (11) Resultan gaya dalam arah 𝑦 pada silinder: π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇𝑦 βˆ’ 𝑁𝑦 = π‘šπ‘Žπ‘š(𝑦) (12) Substitusikan persamaan (4), persamaan (7) dan persamaan (9) ke persamaan (12): π‘šπ‘” βˆ’ 𝑇 sinπœ‘ βˆ’ 𝑁 cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ sin πœ‘ (13) (𝑑) π‘šπ‘” 𝑁 π‘₯ 𝑦 πœ‘ π‘₯ 𝑦 𝑁 𝑇 𝑁 πœ‘ π‘Žπ‘€ π‘šπ‘” 𝑇 𝑇
  • 100. 90 | Dr. Zulfi Abdullah Resultan torsi pada silinder: π‘Ÿπ‘‡ = 1 2 π‘šπ‘Ÿ2 𝛼 Kita dapatkan: 𝑇 = 1 2 π‘šπ›Όπ‘Ÿ (14) Substitusikan persamaan (5) ke persamaan (14): 𝑇 = 1 2 π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ (15) Resultan gaya pada prisma: 𝑁π‘₯ βˆ’ 𝑇π‘₯ = π‘€π‘Žπ‘€ 𝑁 sin πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€ (16) Terlihat bahwa: persamaan (16) = persamaan (11), jadi: π‘€π‘Žπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ (𝑀 + π‘š)π‘Žπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘ Kita dapatkan hubungan antara percepatan pusat massa silinder relatif terhadap prisma π‘Žπ‘šπ‘€ dengan percepatan prisma π‘Žπ‘€ sebagai berikut: π‘Žπ‘šπ‘€ = ( π‘š cos πœ‘ 𝑀 + π‘š ) π‘Žπ‘€ (17) Persamaan (11) dikalikan dengan sin πœ‘, persamaan (13) dikalikan dengan cos πœ‘, kemudian kurangkan kedua persamaan: 𝑁sin2 πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sin πœ‘ π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ 𝑇 cos πœ‘ cosπœ‘ βˆ’ 𝑁cos2 πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cos πœ‘ cos πœ‘ βˆ’ 𝑁 = π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘ (18)
  • 101. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 91 Persamaan (11) dikalikan dengan cos πœ‘, persamaan (13) dikalikan dengan sinπœ‘, kemudian jumlahkan kedua persamaan: 𝑁 sinπœ‘ cos πœ‘ βˆ’ 𝑇cos2 πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€cos2 πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇sin2 πœ‘ βˆ’ 𝑁 cos πœ‘ cos πœ‘ = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€sin2 πœ‘ + π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇 = π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ + π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 𝑇 π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ = π‘šπ‘Žπ‘€ cos πœ‘ + π‘šπ‘” sinπœ‘ βˆ’ 1 2 π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ π‘Žπ‘šπ‘€ = 2 3 (π‘Žπ‘€ cos πœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) (19) Substitusikan persamaan (15) dan (18) ke persamaan (16): (π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘) sinπœ‘ βˆ’ 1 2 π‘šπ‘Žπ‘šπ‘€ cosπœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€ (20) Substitusikan persamaan (19) ke persamaan (20): (π‘šπ‘” cos πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sinπœ‘) sin πœ‘ βˆ’ 1 3 π‘š(π‘Žπ‘€ cos πœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) cos πœ‘ = π‘€π‘Žπ‘€ 3(π‘šπ‘” cosπœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€ sin πœ‘) sinπœ‘ βˆ’ π‘š(π‘Žπ‘€ cosπœ‘ + 𝑔 sin πœ‘) cos πœ‘ = 3π‘€π‘Žπ‘€ 3π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ βˆ’ 3π‘šπ‘Žπ‘€sin2 πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘Žπ‘€cos2 πœ‘ βˆ’ π‘šπ‘” cos πœ‘ sin πœ‘ = 3π‘€π‘Žπ‘€ 2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + 3π‘šsin2 πœ‘ + π‘šcos2 πœ‘ )π‘Žπ‘€ 2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + 2π‘šsin2 πœ‘ + π‘šsin2 πœ‘ + π‘šcos2 πœ‘ )π‘Žπ‘€ 2π‘šπ‘” cosπœ‘ sin πœ‘ = (3𝑀 + π‘š(2sin2 πœ‘ + 1) )π‘Žπ‘€ Maka diperoleh percepatan prisma: π‘Žπ‘€ = 2π‘šπ‘” cos πœ‘ sinπœ‘ 3𝑀 + π‘š(2sin2πœ‘ + 1) (21)
  • 102. 92 | Dr. Zulfi Abdullah Soal 6: Sebuah silinder pejal bermassa 𝑀 dan berjari-jari 𝑅 dililit permukaannya dengan tali panjang dan terhubung dengan balok bermassa π‘š melalui katrol. Massa tali dan katrol dapat diabaikan. Silinder yang sedang bersandar di pojok dinding yang tingginya kurang dari 2𝑅, terputar selama balok π‘š turun. Tidak ada gerak pusat massa silinder selama silinder tersebut berputar. Koefisien gesekan kinetik antara silinder dengan dinding maupun antara silinder dengan lantai adalah sama yaitu πœ‡. Percepatan gravitasi adalah 𝑔. Hitung percepatan turunnya balok π‘š. Jawab: Tinjauan gaya dan torsi: 𝑅 𝑀 π‘š 𝑀 π‘š π‘“π‘˜1 π‘“π‘˜2 𝑁2 𝑁1 𝑀𝑔 π‘šπ‘” 𝑇 𝑇 𝛼 π‘Ž
  • 103. OSN Fisika SMA Dinamika Benda Tegar | 93 Tinjauan percepatan: Berdasarkan gambar tinjauan gaya, resultan gaya pada balok π‘š: 𝑇 = π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž (1) Resultan komponen gaya pada silinder arah sumbu-π‘₯: 𝑇 + π‘“π‘˜1 βˆ’ 𝑁2 = 0 𝑇 + πœ‡π‘1 βˆ’ 𝑁2 = 0 𝑇 = 𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘1 (2) Resultan komponen gaya pada silinder arah sumbu-𝑦: π‘“π‘˜2 + 𝑁1 βˆ’ 𝑀𝑔 = 0 πœ‡π‘2 + 𝑁1 βˆ’ 𝑀𝑔 = 0 𝑁1 = 𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2 (3) Substitusikan persamaan (3) ke persamaan (2): 𝑇 = 𝑁2 βˆ’ πœ‡(𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2) 𝑇 = (1 + πœ‡2)𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘€π‘” (4) Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (4): π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = (1 + πœ‡2)𝑁2 βˆ’ πœ‡π‘€π‘” π‘Ž 𝑀 π‘š 𝛼𝑅 = π‘Ž
  • 104. 94 | Dr. Zulfi Abdullah Yang dapat kita nyatakan dalam bentuk: (1 + πœ‡2)𝑁2 = πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž 𝑁2 = πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž 1 + πœ‡2 (5) Resultan torsi pada silinder: 𝑅𝑇 βˆ’ π‘…π‘“π‘˜1 βˆ’ π‘…π‘“π‘˜2 = 𝐼𝛼 = 1 2 𝑀𝑅2 𝛼 𝑇 βˆ’ π‘“π‘˜1 βˆ’ π‘“π‘˜2 = 1 2 𝑀𝛼𝑅 𝑇 βˆ’ πœ‡π‘1 βˆ’ πœ‡π‘2 = 1 2 π‘€π‘Ž Sehingga: 𝑇 = πœ‡π‘1 + πœ‡π‘2 + 1 2 π‘€π‘Ž (6) Substitusikan persamaan (1) dan (3) ke persamaan (6): π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡(𝑀𝑔 βˆ’ πœ‡π‘2) + πœ‡π‘2 + 1 2 π‘€π‘Ž π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” βˆ’ πœ‡2 𝑁2 + πœ‡π‘2 + 1 2 π‘€π‘Ž π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2)𝑁2 + 1 2 π‘€π‘Ž (7) Substitusikan persamaan (5) ke persamaan (7): π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž = πœ‡π‘€π‘” + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2) ( πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž 1 + πœ‡2 ) + 1 2 π‘€π‘Ž (π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž)(1 + πœ‡2) = πœ‡π‘€π‘”(1 + πœ‡2) + (πœ‡ βˆ’ πœ‡2)(πœ‡π‘€π‘” + π‘šπ‘” βˆ’ π‘šπ‘Ž) + 1 2 (1 + πœ‡2 )π‘€π‘Ž