Dokumen tersebut membahas tentang pencemaran dan sampah, sumber, sifat, bentuk, dan dampak sampah terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dokumen ini juga membahas isu sampah di sekitar kawasan Jurug dan Kentingan, Surakarta yang membahayakan masyarakat, serta berbagai cara untuk menangani masalah sampah seperti 3R, pembuangan, daur ulang, dan pengolahan biologis.
2. PENGERTIAN PENCEMARAN & SAMPAH
Pencemaran adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh prossampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Sampah adalah bahan sisa yang tidak diinginkan atau bahan yang
tidak mempunyai nilai (harga) setelah berakhirnya suatu proses.
6. Dampak Sampah
Dampak Terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai
(pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik
bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat
menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang
dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
Penyakit diare, kolera, tifus dan demam bedarah.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan.
Sampah beracun
7. Dampak Terhadap Lingkungan
Terganggunya Ekosistem
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya
ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam
air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana.
Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat
meledak.
Terjadinya Banjir
Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat
akibat akibat hujan besar dan peluapan air sungai. Sampah yang dibuang
ke dalam got/saluran air yang menyebabakan mampat adalah faktor
utama yang belum disentuh, berton-ton sampah masuk aliran sungai dan
memampatkan aliran dan menyebabkan polusi sampah di muara
pantai,sungai dan danau.
Banjir dan sampah, keduanya dipandang oleh sebagian golongan sangat
berhubungan dengan sebab-akibat.
8. Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
• Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan
yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap
dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-
mana.
• Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
• Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat.
• Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir
dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum
seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
• Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah
yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak
efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal
ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki.
11. Dua TPS Membahayakan Warga
Sumber: JOGLOSEMAR
Rabu, 19/06/2013 09:00 WIB – Arief Setiyanto
JEBRES – Kondisi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Kentingan dan Jurug
membahayakan pengguna masyarakat dan pengguna jalan. Pasalnya, sampah
meluber dan memenuhi setengah bahu jalan, sehingga sangat mengganggu lalu
lintas.
Menurut pantauan Joglosemar Selasa (18/6), sampah yang luber hampir memenuhi
separuh badan jalan di Kentingan. Bahkan, karena TPS bersifat terbuka, jika hujan
turun, sampah hanyut dan menutupi saluran air, hingga mengakibatkan genangan.
“Karena jalannya menyempit, di situ sering terjadi kecelakaan. Kalan hujan, air hujan
sampai ke kios saya ini karena saluran air tertutup sampah,” kata Tarjo (58), perajin
mebel di samping TPS tersebut.
Terpisah, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surakarta, Hasta Gunawan
kepada Joglosemar, mengatakan, setiap harinya petugas DKP mengangkut 12 ton
sampah dari dua TPS tersebut.
“Soal luapan sampah itu, bisa karena kapasitas dan jadwal pembuangan dari gerobak
yang karena faktor tidak disiplin,” ujarnya.
Pihaknya juga telah menambah lima unit armada untuk mengangkut sampah menuju
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dengan berpegang pada jadwal pembuangan dan
penambahan armada pihaknya optimis persoalan sampah dapat terselesaikan.
13. 1. Untuk menjaga lingkungan dari pencemaran, usaha-usaha pencegahan
adalah prioritas utama, dan kunci utamanya adalah dengan tidak
menggunakan bahan yang berpotensi menjadi pencemar (ramah
lingkungan)
2. Melakukan Metode Pembuangan dan Penimbunan
Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai, lubang bekas
pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat
yang dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan
sampah yang hiegenis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak
dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai
masalah lingkungan diantaranya angin berbau sampah, menarik
berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain
dari sampah adalah gas methan dan CO2 yang juga sangat berbahaya.
Karakteristik desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah
metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau
pelapis plastik. Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan
dan kestabilannya, dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus).
Banyak penimbunan sampah yang mempunyai sistem pengekstrasi gas yang
dipasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan
dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pembakar
atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.
14. 3. 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
– Reduce (Mengurangi Sampah)
(1) Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi
sampah kantong plastik pembungkus barang belanja
(2) Membeli kemasan isi ulang untuk sampo &
sabun daripada membeli botol baru tiap kali habis
(3) Membeli susu, makanan kering, deterjen, dan
lain-lain dalam paket yang besar daripada membeli
beberapa paket kecil untuk volume yang sama
(4) Memilih dengan bijak antara botol kaca, botol
plastik, ataukah kaleng aluminium?
15. – Re-use (Menggunakan sisa sampah yang masih
bisa dipakai)
(1) Memanfaatkan botol-botol bekas untuk wadah.
(2) Memanfaatkan kantong plastik bekas kemasan
belanja untuk pembungkus.
(3) Memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas
untuk kerajinan tangan, perangkat pembersih (lap),
maupun berbagai keperluan lainnya.
16. – Recycle (Daur Ulang Sampah)
Ada beberapa cara daur ulang, yaitu pengambilan bahan sampah untuk
diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk
membangkitkan listrik. Metode baru dari daur ulang yaitu:
• Pengolahan kembali secara fisik
Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu
mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang telah dibuang
contohnya kaleng minum alumunium, kaleng baja, botol, kertas karton, koran,
majalah dan kardus. Pengumpulan biasanya dilakukan dari sampah yang
sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah / kendaraan sampah khusus), atau
dari sampah yang sudah tercampur. Jenis sampah plastik lain yang dapat
digunakan seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang. Daur ulang
dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena
bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya.
Meskipun sampah yang tercampur merupakan ladang rezeki bagi pemulung,
namun semestinya, sampah yang dibuang haruslah dipilah terlebih dahulu,
sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal,
daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang
ada saat ini. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi
nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi.
17. • Pengolahan kembali secara biologis
Material sampah (organik), seperti zat makanan, sisa makanan / kertas, bisa diolah dengan
menggunakan proses biologis untuk kompos atau dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah
kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk dan gas yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Secara umum, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting
dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos,
vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan
nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang
tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah.
Melalui proses dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah. Hara yang terkandung
dalam bahan atau benda-benda organik yang telah mati, dengan bantuan mikroba (jasad renik), seperti
bakteri dan jamur, akan terurai menjadi hara yang lebih sederhana dengan bantuan manusia maka
produk akhirnya adalah kompos.
Pengomposan didefinisikan sebagai proses biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai agensia
(perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Hasil perombakan
tersebut disebut kompos. Kompos biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk dan pembenah tanah.
Aktivitas mikroorganisme bisa dioptimalisasi pertumbuhannya dengan pengkondisian sampah dalam
keadaan basah (nitrogen), suhu dan kelembaban udara (tidak terlalu basah dan atau kering), dan aerasi
yang baik (kandungan oksigen). Secara umum, metode ini bagus karena menghasilkan pupuk organik
yang ekologis (pembenah lahan) dan tidak merusak lingkungan. Serta sangat memungkinkan melibatkan
langsung masyarakat sebagai pengelola (basis komunal) dengan pola manajemen sentralisasi
desentralisasi (se-Desentralisasi) atau metode Inti (Pemerintah/Swasta)-Plasma (kelompok usaha di
masyarakat). Hal ini pula akan berdampak pasti terhadap penanggulangan pengangguran. Metode ini
yang perlu mendapat perhatian serius/penuh oleh pemerintah daerah (kab/kota)
Kompos dan pengomposan (composting) sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai sumber
mencatat bahwa penggunaan kompos sebagai pupuk telah dimulai sejak 1000 tahun sebelum Nabi
Musa. Tercatat juga bahwa pada zaman Kerajaan Babylonia dan kekaisaran China, kompos dan teknologi
pengomposan sudah berkembang cukup pesat.
Contoh dari pengolahan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program
(program tong hijau) di Toronto, Kanada dimana sampah organik rumah tangga seperti sampah dapur
dn potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.
18. • Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil
langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak
langsung dengan cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain.
Daur-ulang melalui cara “perlakuan panas” bervariasi mulai dari
menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau memanaskan
sampai menggunakannya untuk memanaskan borlaer untuk
menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan
Gasifikasi adalah dua bentuk perlakuan panas yang berhubungan,
dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin
oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan
tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk
berzat padat, gas dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk
menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan
sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif.
Gasifikasi busure plasma yang canggih digunakan untuk mengonversi
material organik langsung menjadi gas sintetis (campuran antara
karbon monoksida dan hidrogen). Gas kemudian dibakar untuk
menghasilkan listrik dan uap.