Makalah ini membahas tentang manajemen sumber daya manusia dan pengukuran kinerja. Ia menjelaskan pengertian MSDM, tujuan pengukuran kinerja, sistem pengukuran kinerja, dan prinsip-prinsip pengukuran kinerja. Makalah ini bertujuan untuk memahami pentingnya pengelolaan SDM dan pengukuran kinerja yang tepat guna mencapai tujuan perusahaan.
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
Tugas 1 evaluasi kinerja
1. 1
Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Nilai
Tugas Mata Kuliah
Dosen : Ade Fauji ,SE,MM
Disusun Oleh
SISKA ULANDARI
11140850
2. 2
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Serang, November 2017
Penyusun
3. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya adalah segala sesuatu yang merupakan aset perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat dikategorikan
atas empat tipe sumber daya, seperti Finansial, Fisik, Manusia dan Kemampuan
Teknologi. Sumber daya finansial merupakan salah satu unsur penting dalam
rangka membentuk perusahaan yang maju dan terus berkembang karena
berhubungan dengan saham yang merupakan modal utama dalam membangun
sebuah perusahaan dan mengembangkan serta melanjutkan perusahaan tersebut.
Sumber daya fisik merupakan sumber daya yang menyangkut penunjang secara
fisik berdirinya suatu perusahaan seperti alat-alat kelengkapannya. Sumber daya
manusia merupakan sektor sentral dan penting dalam rangka pencapaian tujuan di
suatu perusahaan, karena dengan adanya kemampuan skill para pekerja dan
kualitas sumber daya manusia dapat menggerakan perusahaan dengan baik dan
benar. Kemampuan teknologi juga merupakan unsur penunjang penting dalam
menggerakan perusahaan, karena dengan adanya kelengkapan teknologi dan
kecanggihan teknologi akan memudahkan berjalannya suatu perusahaan. Dari
keempat sumber tersebut aspek yang terpenting yaitu manusia, karena manusia
merupakan penggerak terpenting dalam perusahaan. Maju dan tidaknya
perusahaan tergantung pada pengelolaan sumber daya manusia ini dapat dilakukan
dalam suatu perusahaan itu atau oleh suatu departemen tertentu.
Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut Kami akan menjabarkan definisi
manajemen sumber daya manusia, fungsi, urgensi dan implementasinya.
4. 4
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang pembahasan makalah ini, penulis akhirnya berinisiatif
membahas beberapa persoalan dalam tema ini, yaitu :
1. Apakah pengertian dari kinerja sdm
2. Bagaimana ke unggulan evaluasi kinerja
3. Bagaimanah menjalankan teknik evaluasi kinerja
TOPIK PEMBAHASAN TENTANG
1 KINERJA SDM
2 HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
3 MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
4 MENGELOLA POTENSIKECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
5 MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOPETENSI SDM
6 KONSEP AUDIT KINERJA
7 PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau
cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang
dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara
maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan
masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia- bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis.
Berikut ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
menurut para ahli:
1. Menurut Melayu SP. Hasibuan.
MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat.
2. Menurut Henry Simamora
MSDM adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian
balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok
bekerja.
MSDM juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan,
penyusunan personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi
kerja, kompensasi karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus.
3. Menurut Achmad S. Rucky
MSDM adalah penerapan secara tepat dan efektif dalam proses akusis,
pendayagunaan, pengemebangan dan pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah
organisasi secara efektif untuk mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya
manusia yang optimal oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya.
4. Menurut Mutiara S. Panggabean
6. 6
MSDM adalah proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan
dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan,
evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan
pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
5. Menurut Mutiara S. Panggabaean
MSDM adalah kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua
sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja. Dari sisi pekerjaan
terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi
kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan
pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja.
Dengan definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
menunjukan demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam
mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Jadi, Manajemen Sumber
Daya Manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian
balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenagakerja dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam usaha pencapaian tujuan perusahan
permasalahan yang dihadapi manajemen bukan hanya terdqapat pada bahan
mentar, alat-alat kerja, mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja,
namun juga menyakup karyawan (SDM) yang mengelola faktor-faktor produksi
lainnya tersebut. Namun, perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri
sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan
masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan mengasilkan keluaran (output).
2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses
pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk
menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan
mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja
secara umum.
7. 7
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik
dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-
indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja
digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran
kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James
Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan
proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun
proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan
keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang
yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang
akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian.
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan
oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara
periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
8. 8
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan
(Mulyadi & Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 :
36) :
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada
organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing
karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan
sebagai dasar untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
dan pengembangan karyawan.
4 membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kariyawan ,seperti
produksi ,transfer .
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-
225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh
personil terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-
rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih
kongkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
9. 9
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya
tidak ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-
alih sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka
menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera
dan tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen
kendali yang efektif.
2.3 Sistem Pegukuran Kinerja
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang
erat antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2)
terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang
telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan
dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem
penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang
tidak efektif.
10. 10
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi
penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua
orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan
cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran
kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang
disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses
penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria
sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu
pengukuran kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem
pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan
organisasi. Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya
pelayanan pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus
mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap
pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi
pengukuran kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas
suatu pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang
menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif
sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
11. 11
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran
kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
Hal ini menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran
kinerja valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si
penilai, sehingga si penilai tidak nyaman mengguna
2.4 Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan Robert
Kaplan tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja
(performance measurement) yang mengukur perusahaan. Robert Kaplan
mempertajam konsep pengukuran kinerja dengan menentukan suatu pendekatan
efektif yang seimbang (balanced) dalam mengukur kinerja strategi perusahaan.
Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini
menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka
panjang, hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu kinerja (performance
drivers) dari hasil tersebut, dantolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini
dikemukakan pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di
antaranya:Amin Widjaja Tunggal, (2002:1) “Balanced Scorecard juga
menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi keuangannya.”
Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced
Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-
keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-
down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi
tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata”.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat
dinamakan “Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan
misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur
12. 12
kinerja perusahaan tersebut. Konsep balanced scorecard berkembang sejalan
denganperkembangan implementasinya. Balanced scorecard terdiri dari dua kata
yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah
kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di
masa yang akan datang. Sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya
adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau organisasi diukur secara berimbang
dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem
pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur
kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif
lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan dan kecendrungan
mengabaikan kinerja non keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute,
bagian riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori studi tentang “Mengukur
Kinerja Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada
waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk
mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian
eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan
kinerja jangka panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk
mengukur kinerja eksekutif masa depan, diperlukan ukuran yang komprehensif
yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan balanced
scorecard.
Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain
sebagai berikut :
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing – masing
perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut
(performance driver).
13. 13
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab
akibat (cause and effect relationship).
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan
kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus
berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.
Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru.
Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan
peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton,
1996) antara lain :
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan
dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan
di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi,
perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan
bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan
strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan
ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
balanced scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para
pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja
karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
rencana bisnis.
14. 14
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan rencana
keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan
sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan
menggerakan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan.
Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan
melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam
jangka pendek.
2.4.1 Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari
empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif customer,
perspektif proses bisnis internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Konsep balanced scorecard ini pada dasarnya merupakan penerjemahaan strategi
dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang
kemudian diukur dan dimonitoring secara berkelanjutan .
Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat
perspektif, antara lain :
1. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih
dan ROI (Return On Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum
digunakan dalam organisasi yang mencari keuntungan atau provit. Tolok ukur
keuangan memberikan bahasa umum untuk menganalisis perusahaan. Orang-
orang yang menyediakan dana untuk perusahaan, seperti lembaga keuangan dan
pemegang saham, sangat mengandalkan tolok ukur kinerja keuangan dalam
memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.
15. 15
Tolok ukur keuangan yang di design dengan baik dapat memberikan gambaran
yang akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan adalah
penting, akan tetapi tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam menciptakan
nilai (value). Tolok ukur non keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan
angka paling bawah (bottom line). Balanced scorecard mencari suatu
keseimbangan dan tolok ukur kinerja yang multiple-baik keuangan maupun non
keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.
2. Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
Perspektif Pelanggan berfokus pada bagaimana organsasi memperhatikan
bagaimana pelanggannya agar berhasil. Mengetahui palanggan dan harapan
mereka tidaklah cukup, suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada
manajer dan karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot
mengatakan “Take care of you employee and they take care of your
customer”. Perhatikan karyawan anda dan mereka akan memperhatikan pelanggan
anda. Perusahaan antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu
mempertimbangkan perspektif pelanggan yaitu :
· Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
· Retensi pelanggan (customer retention)
· Pangsa pasar (market share)
· Pelanggan yang profitable
2.4.2 Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai
satu set ukuran kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan
untuk mengukur semua bidang kinerja yang penting bagi keberhasilan organisasi.
Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran kinerja. Balanced
16. 16
scorecard sekarang banyak digunakan sebagai pengembangan strategi dan sebagai
alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke
dalam seperangkat ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi
dapat dipahami, dikomunikasikan dan diukur, dengan demikian berfungsi untuk
semua kegiatan. Selain itu, indikator memungkinkan pemantauan tingkat akurasi
pelaksanaan strategi (Kaplan dan Norton, 1996). Balanced scorecard telah banyak
diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa.
Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat perspektif Balanced
scorecard.
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced
scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan
atau organisasi yang bertujuan mencari laba (Profit-seeking Organisations).
Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balanced scorecard pada
organisasi nirlaba (not-for profit organisations) atau organisasi dengan
karakteristik khusus seperti koperasi yang ditandai relational contracting, yakni
saat owner dan consumer adalah orang yang sama, serta dimana mutual benefit
anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant, 1998). Pada organisasi-
organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada kesuksesan
pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas
yang menciptakan nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak
berwujud seperti :
· Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
· Database dan teknologi informasi
· Proses operasi yang efisien dan responsif
· Inovasi dalam produk dan jasa
· Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta
17. 17
· Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari
masyarakat (Kaplan dan Norton, 2000).
3.1 Analisis dan Pembahasan Aplikasi Balanced Scorecard
Dalam penelitian Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja
Manajemen ( Studi Kasus Pada PT Sari Husada ). Irwan Susanto, Abdullah
Taman dan Sukirno mengemukakan tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengukur kinerja manajemen PT Sari Husada dengan metode
balanced scorecard, yaitu pada empat perspektif kinerja balanced scorecard, dan
hubungan antar perspektif dalam membentuk kinerja manajemen secara
komprehensif.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan metode survei
dengan teknik ex post facto, yakni hanya mencari data yang ada tanpa memberi
perlakuan atau manipulasi variabel maupun subjek yang diteliti. Analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan sasaran dari penelitian ini adalah mencari
atau menggambarkan fakta secara faktual tentang pengendalian manajemen dan
efektivitas kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari strategi PT Sari Husada dengan dua
strategi yaitu strategi produksi dan strategi pemasaran cukup berhasil dalam
meningkatkan kinerja perusahaan dalam empat perspektif balanced scorecard.
Ukuran kinerja balanced scorecard tahun 2000 dan 2001 dari perspektif keuangan
cukup baik dengan meningkatnya nilai ROI sebesar 2,41 % (tumbuh 7,7 %) dan
ROE sebesar 4,3 % (tumbuh 15 %).
Peningkatan tersebut dipicu pertumbuhan pendapatan yang lebih besar daripada
pertumbuhan biaya. Demikian pula pertumbuhan nilai kas perusahaan meningkat
pada tahun 2001 daripada tahun 2000 sebagai wujud peningkatan kinerja
keuangan perusahaan dalam pengelolaan kas. Dari perspektif konsumen, kinerja
PT Sari Husada cukup baik dengan sedikitnya keluhan yang masuk dan banyak
umpan balik serta hubungan baik dengan konsumen terbukti adanya konsultasi
dari konsumen kepada perusahaan. Loyalitas konsumen cukup baik dengan
18. 18
dipertahankannya pangsa pasar 50 – 60 % dari total produsen makanan bayi di
Indonesia. Perspektif proses bisnis internal cukup baik dengan adanya inovasi
produk baru walaupun intensitas untuk tahun 2001 lebih kecil daripada tahun
2000.
Peralatan baru juga mengalami pertumbuhan dengan meningkatnya jumlah
anggaran yang dihabiskan lebih besar di banding tahun 2000. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan mengemukakan kinerja yang cukup baik
tercermin dari berkurangnya jumlah karyawan pada tahun 2001 yang
diindikasikan bahwa terjadi pengoptimalan terhadap sumber daya yang ada.
Jumlah pelatihan yang diselenggarakan bertambah dari 91 buah pelatihan menjadi
98 pelatihan walaupun jumlah peserta menurun dari tahun 2000.
Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur
bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang. Balanced
scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam
pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi kebaikan kinerja
di masa depan.
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
1.1. Pengertian Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja
MOTIVASI KERJA
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat
dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi dalam dunia kerja adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
19. 19
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga
kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan,
dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada
dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif
atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif seseorang akan berusaha
meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh
pekerjaanya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan
peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif cenderung
menunggu upaya ata tawaran dari lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999)
motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan
pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Motivasi dan dorongan kepada
karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini
terdapat dua macam yaitu :
1. Motivasi Finansial dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan
manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan
memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan.
20. 20
KEPUASAN KERJA
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang
diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki
oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (berbagai
hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang
menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama
pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam
Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian
seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih
terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh
keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga
kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya
(Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik
langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan
21. 21
personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasiyang
akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi.
2.2. Teori – teori tentang Motivasi Kerja
Adapun ulasan teorinya adalah sebagai berikut :
TEORI DISPOSISIONAL MOTIVASI KERJA
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi
perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-orang
mengerahkan usaha untuk mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) suatu kebutuhan yang
sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini
telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) kebutuhan untuk merasa aman baik
secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan
dalam dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) Penghargaan meliputi faktor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan
faktor eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam
keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
5) Self Actualization Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.
22. 22
pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan
diri dan berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang.Itu adalah
penelitian yang cukup menarik minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir
seluruhnya mati beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk
proposisi dasar.Di antara praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan
manajemen, bagaimanapun, "segitiga Maslow" telah sangat influental.
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
Sudah bahagiakah Anda di tempat kerja?
Menjadi bahagia di tempat kerja adalah syarat utama untuk dapat meminimalkan
stres dan juga untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dan hal ini, dapat
diwujudkan bila Anda mampu meningkatkan kualitas kecerdasan emosional di
tempat kerja.
Intinya adalah bahwa setiap orang di tempat kerja harus lebih cerdas emosinya
agar dirinya bisa lebih efektif dan efisien dalam memaksimalkan kinerja seperti
yang diinginkan.
Pilihan untuk meninggalkan tempat kerja bukanlah tindakan yang bijak, sebab
tempat kerja yang lain juga belum tentu bisa cocok dengan batin Anda. Jadi,
pilihan yang paling baik adalah dengan mencerdaskan emosional Anda, sehingga
apapun keadaan dan budaya di tempat kerja, Anda pasti mampu menyesuaikan
diri, karena emosi Anda sudah cerdas untuk hal tersebut.
Budaya kerja yang peduli kepada keseimbangan emosi kerja dan emosi
kehidupan, adalah budaya kerja yang mampu meminimalisir penurunan kinerja.
Kepedulian dan perhatian kepemimpinan terhadap kemampuan adaptasi para
karyawan dalam lingkungan kerja, serta kemampuan mereka untuk secara alami
menjadikan diri mereka sebagai bagian dari budaya kerja, akan memicu bakat dan
potensi mereka untuk memenuhi semua harapan dan keinginan perusahaan.
23. 23
Dengan demikian, para karyawan mampu mengelola karir mereka dan mencari
cara untuk memajukan diri sendiri, serta menjadikan dirinya sebagai energi yang
berkontribusi untuk memenuhi keinginan pencapaian kinerja yang lebih produktif.
Bila tim manajemen dan para pemimpin mengabaikan pentingnya kecerdasan
emosional ataupun menganggap hal ini sebagai urusan pribadi karyawan, maka
perusahaan tidak akan pernah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
untuk mencapai kinerja yang lebih produktif.
Kepemimpinan wajib mengambil tanggung jawab penuh untuk masalah
kecerdasan emosional. Sebab, keberadaan setiap karyawan bertujuan untuk
melayani dan berkontribusi pada visi dan tujuan yang telah direncanakan oleh
kepemimpinan. Karyawan sebagai energi peningkat kinerja dan produktivitas,
haruslah disiapkan untuk selalu dalam performa terbaik, sehingga keterlibatan
mereka secara total dan sepenuh hati dapat memenuhi harapan dan tujuan
perusahaan.
Emosi karyawan yang cerdas akan menjadi aset yang sangat membantu
perusahaan dalam peningkatan kinerja, reputasi, dan kredibilitas. Karena emosi
baik yang cerdas ini adalah aset, maka secara rutin, perusahaan wajib melatih dan
menginternalisasikan nilai dan pengetahuan agar karyawan menjadi lebih
memahami cara untuk mengoptimalkan kecerdasan emosional mereka.
Bila perusahaan ingin mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi;
maka perusahaan haruslah merawat mereka dengan pelatihan, pencerahan,
motivasi, harapan, cinta, perhatian, penghargaan, kemajuan, dan kasih sayang.
Tetapi, dalam realitas, sering sekali para pemimpin menganggap sumber daya
manusia yang berkualitas itu bisa dibeli, sehingga dengan gaji yang tinggi dan
fasilitas yang mewah dianggap sudah dapat memiliki para profesional yang hebat.
Pemikiran seperti ini, pada akhirnya akan memberikan rasa kecewa kepada hasil
akhir perusahaan.
Karyawan memiliki emosi yang selalu mudah jenuh dan bosan; karyawan juga
memiliki aliran pikiran kreatif yang selalu berontak untuk keluar dari sebuah
24. 24
situasi yang tidak disukai; karyawan juga setiap hari tumbuh bersama kematangan
jiwa spiritualnya; dan karyawan juga selalu bahagia bila dirinya dihargai dan
dipercaya dengan sepenuh hati. Jadi, diperlukan budaya organisasi yang mampu
menunjukkan kematangan bersama dengan semangat kebersamaan, dalam empati
yang menyeimbangkan antara apa yang diperlukan oleh pekerjaan dengan apa
yang diperlukan oleh jiwa manusia.
Semakin otentik perilaku positif orang-orang di dalam perusahaan, semakin
cerdas emosional mereka untuk saling merangkul dan menciptakan landasan
bersama agar dapat menumbuhkan inovasi dan peluang yang lebih baik.
MEMBAGUN KAPABILITAS DAN KOPETENSI SDM
Modal manusia dalam organisasi sangat berharga karena kemampuan yang
dimiliki dari manusia Sebagai bagian dari peran strategis, manajer SDM sering
dipandang bertanggung jawab untuk memperluas kemampuan sumber daya
manusia dalam sebuah organisasi. Dewasa ini penekanan tersebut difokuskan
pada kompetensi karyawan dalam organisasi demi kebutuhan organisasi untuk
tumbuh di masa depan.
manajemen SDM harus memimpin dalam mengembangkan kompetensi yang
dimiliki karyawan dalam beberapa cara. Pertama, kemampuan yang diperlukan
harus diidentifikasi dan dikaitkan dengan kerja dalam organisasi. identifikasi ini
sering memerlukan kerjasama aktif antara profesional HR dan manajer
operasional. Selanjutnya, penilaian terhadap kemampuan setiap karyawan.
Pendekatan ini mensyaratkan bahwa perlunya identifikasi pemahaman kompetensi
secara mendalam. Misalnya, dalam perusahaan dengan 100 karyawan, direktur
HR mengembangkan rencana karir dan grafik suksesi untuk menentukan apakah
perusahaan memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk mengoperasikan
dan mengelola pertumbuhan serta mengharapkan peningkatan sebesar 70%
selama empat tahun mendatang.
25. 25
Setelah perbandingan kesenjangan "antara kemampuan yang diperlukan dalam
organisasi dan kompentensi i karyawan diidentifikasi, kemudian langkah
selanjutnya adalah membangun dan merancang pelatihan dan kegiatan . Fokus
dalam memberikan bimbingan kepada seluruh karyawan dan menciptakan
kesadaran tentang kemungkinan pertumbuhan karir dalam organisasi. Kepada
seluruh pegawai diharapkan, terus meningkatkan kemampuan mereka dan
mengetahui bahwa ada peluang pertumbuhan dalam organisasi yang dapat
mengakibatkan kepuasan kerja yang lebih besar dan lebih lama kerja dengan
organisasi tersebut.
Konsep Audit Kinerja
JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik
pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran
yang lebih luas dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001).
Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan
(financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja
(performance audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem
akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta
transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah
audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk
pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang
peraturan. Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry
Suharto, 2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas
sesuai dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku.
Sedangkan kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil
keputusan. Jika melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan. Audit
26. 26
yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan
dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada
tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja
entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat
melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi,
efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap
kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara
kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
PELAKSANAAN AUDIT KERJA
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu
organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input
yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien
memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan
oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dnegan tepat.
Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi
dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau
operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain
untuk performance audit adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit
(economy, efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit pada
ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang
membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
27. 27
Berikut ini adalah karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan antara
audit manajemen dan audit program.
A. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Konsep yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah
ekonomi, yang berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantits tertentu
pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh
mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang
digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Konsep kedua dalam penegelolaan organisasi sektor publik adalah efisiensi, yang
berarti pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan
input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
telah ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan
efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena
output dan biaya diukur dalam unit yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud
ketika dengan sumber daya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau
output tertentu dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya.
Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas
telah memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan,
gedung, ruang dan peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga
bertujuan untuk menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-
praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan
organisasi dalam mengelola sistem informasi, prosedur administrasi dan struktur
organisasi
B. Audit Efektivitas
Konsep yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efekivitas.
Efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
28. 28
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output.
Outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak
dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian
tujuan. Sedangkan menurut Audit Commission (1986) disebutkan bahwa
efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan
pihak yang berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya
(Mardiasmo, 2002).
C. Struktur Audit Kinerja
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi
umum organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang
lingkungan organisasi yang diaudit, struktur organisasi, misi organisasi, proses
kerja serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-
masing organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan dan
analisis ynag lebih mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian
dan pemahaman mengenai keluasan (scope), validitas dan reabilitas informasi
kinerja yang dihasilkan oleh entitas/organisasi, auditor kemudian menetapkan
kriteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat. Berdasarkan
rencana kerja yang telah dibuat, auditor melakukan pengauditan, mengembangkan
hasil-hasil temuan audit dan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan kemudian dilaporkan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang
diusulkan oleh auditor. Pada akhirnya, rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
Struktur audit kinerja terdiri atas tahap pengenalan dan perencanaan, tahap
pengauditan, tahap pelaporan dan tahap penindaklanjutan. Pada tahap pengenalan
dilakukan survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen.
Pekerjaan yang dilakukan pada survei pendahuluan dan review sistem
29. 29
pengendalian manajemen bertujuan untuk menghasilkan rencana penelitian yang
detail yang dapat membantu auditor dalam mengukur kinerja dan
mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
PERLUNYA MENJAGA KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan
keuangan sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan
terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor
sektor publik juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien
serta keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan
pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas audit sektor publik rendah, akan
mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah
dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.
a. Kapabilitas Teknikal Auditor
Kualitas audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal
auditor dan independensi auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor
telah diatur dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk
melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang
memadai untuk tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga,
yaitu bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping
standar umum, seluruh standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya
kapabilitas teknikal seorang auditor.
b. Independensi Auditor
Independensi auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak
pertama dan memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja, karena
auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari
30. 30
organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat
independen. Walaupun pada kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk
benar-benar dilaksanakan secara mutlak, antara auditor dan auditee harus
berusaha untuk menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat
tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu dasar dalam konsep teori
auditing. Dalam hal ini ada dua aspek independensi, yaitu independensi yang
sesungguhnya (real independence) dari para auditor secara individual dalam
menyelesaikan pekerjaannya, yang biasa disebut dengan “practitioner
independence”. Real independence dari para auditor secara individual
mengandung dua arti, yaitu kepercayaan diri (self reliance) dari setiap personalia
dan pentingnya istilah yang berkaitan dengan opini auditor atas laporan keuangan.
Aspek independensi yang kedua adalah independensi yang muncul/tampak
(independence in appearance) dari para auditor sebagai kelompok profesi yang
biasa disebut “profession independence”.
Disamping dua aspek di atas, independensi memiliki tiga dimensi, yaitu
independensi dalam mebuat program, independensi dalam melakukan
pemeriksaan dan independensi dalam membuat laporan. Independensi dalam
membuat program meliputi bebas dari campur tangan dan perselisihan dengan
auditee yang dimaksudkan untuk membatasi, menetapkan dan mengurangi
berbagai bagian audit; bebas dari campur tangan dengan atau suatu sikap yang
tidak kooperatif yang berkaitan dengan prosedur yang dipilih dan bebas dari
berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan audit untuk mereview selain dari
yang diberikan dalam proses audit.
31. 31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan,
dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sejarah
Manajemen Sumber Daya Manusia sebelum permulaan abad ke-20 manusia
dipandang sebagai barang, benda mati yang dapat diperlakukan sekehendak oleh
majikan, hingga saat ini peningkatan kualitas sumber daya masih terus dilakukan,
karena meskipun suatu negara tidak mempunyai keunggulan komparatif yang
baik, namun mempunyai keunggulan kompetitif, maka negara tersebut bisa lebih
bersaing dengan negara lain. Pendekatannya Manajemen Sumber Daya Manusia
yaitu dilakukan dengan pendekatan mekanis, pendekatan paternalisme, dan,
pendekatan system social. Tahap pelaksanaannya yaitu recruitment (pengadaan),
maintenance (pemeliharaan), dan development (pengembangan). Fungsi adanya
MSDM yaitu perencanaan tenaga kerja, pengembangan tenaga kerja, penilaian
prestasi kerja, pemberian kompensasi, pemeliharaan tenaga kerja, dan
pemberhentian. Urgensi adanya MSDM yaitu karena MSDM berarti mengatur,
mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai
secara optimum, staffing dan personalia dalam organisasi, meningkatkan kinerja,
mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan
fleksibilitas.
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi seluruh
Mahasiswa khususnya para pembaca agar tergugah untuk terus dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam usahanya, dan dapat
menambah pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa. Demi penyempurnaan
makalah ini, Kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif.
32. 32
DAFTAR PUSTAKA
Manullang.M. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 2005.
Siagian, Sondang P. (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ketiga
belas, Bumi Aksara, Jakarta.
Farida. 2010. Diunduh dari: http: //faridanoviana.blog.perbanas.ac.id pada
tanggal 7 oktober 2012
Harry Suharto. 2002. “Compliance Audit Pemerintah Daerah”. Media Akuntansi.
Edisi 26. Mei – Juni. pp. 14 – 15
Ikatan Akuntan Indonesia. 2000. Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan
Sektor Publik. Jakarta.
_______. 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002. Salemba Empat.
Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
_______. 2002. “Elaborasi Reformasi Akuntansi Sektor Publik: Telaah Kritis
terhadap Upaya Aktualisasi Kebutuhan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah
Daerah”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. FE UII Yogyakarta. Vol. 6
No. 1. Juni. pp. 63 – 82.
Partono. 2000. “Laporan Keuangan Pemerintah: Upaya Menuju Transparansi dan
Akuntabilitas”. Media Akuntansi. Edisi 14. Oktober. pp. 25 – 26.
Prajogo. 2001. “Perspektif Pemeriksa terhadap Implementasi Standar Akuntansi
Keuangan Sektor Publik”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik.
Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan Indonesia. Vol. 02 No. 02.
Agustus. pp. 1 – 8.
Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yg bersih