Platyhelminthes adalah filum cacing pipih yang meliputi kelas Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda. Cacing-cacing ini memiliki tubuh pipih, sistem pencernaan sederhana, dan sebagian besar hidup sebagai parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan.
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Platymelminthes
1. PLATYMELMINTHES
1. Pengertian Platyhelminthes
Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini
mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu
kelas pada Platyhelminthes, yang telah dipisahkan.
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan Helminthes =
cacing. Oleh sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut Cacing Pipih.
Platyhelminthes adalah filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan
coelenterata. Platyhelminthes adalah hewan triploblastik yang paling sederhana.
Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Yang merugikan adalah
platyhelminthes yang hidup dengan cara parasit
2. 2. Ciri-ciri
Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan cacing
pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme
lain. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3
cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap (panjang mencapai 60 cm),
Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
3. Struktur dan fungsi tubuh
Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata
karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri dari ektoderma, endoderma, dan
mesoderma. Namun, mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga
sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.
3. 4. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana
peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing
pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang
kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan
demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh
tubuh.
Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui
mulut karena tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor
karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2
dan CO2dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.
5. Siklus Hidup
4. Fasciola hepatica
Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput air (lymnea
auricularis atau lymnea javanica) -> sporokista -> redia -> serkaria -> keluar
dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman air -> membentuk kista
(metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati ->
sampai dewasa
Chlornosis sinensis
Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista ->
menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput ->
ikan air tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) ->
ikan dimakan -> saluran pencernaan -> hati -> sampai dewasa
Schistosoma javanicum
Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista ->
menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria -> keluar dari tubuh siput ->
menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena
Taenia saginata / Taenia Solium
Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi
(telur menetas jadi hexacan) -> aliran darah -> otot/daging (sistiserkus) ->
manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di dinding
usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces
6. Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes
Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia
dan hewan. Salah satu diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat
menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar
5. pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi
kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal
manusia. (Inggris) Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing
Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Contoh lainnya adalah
Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan
mamalia lainnya . Spesies ini dapat menghisap darah manusia . Pada hewan, infeksi
cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang
udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut .
7. Sistem Syaraf
Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih:
Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling sederhana.
Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sebagai ganglion otak
terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang. Dari kedua ganglion otak tersebut
keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang
dihubungkan dengan serabut saraf melintang.
Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun
dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal
dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel
asosiasi (perantara).
6. 8. Indera
Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu
bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut
biasanya berjumlah sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala). Seluruh cacing
pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya. Beberapa
spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur
keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk mengetahui arah aliran sungai).
Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut
protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api.
Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang
berjumlah sepasang atau lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan
secara difusi melalui dinding sel.
9. Reproduksi
Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada
reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di
dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan
7. lain. Reproduksi aseksual tidak dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok
Platyhelminthes tertentu dapat melakukan reproduksi aseksual dengan cara
membelah diri (fragmentasi), kemudian regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi
individu baru.
10. Cara Hidup dan Habitat
Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang
hidup bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya
seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh
inangnya. Habitat Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan
tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh
inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
11. Klasifikasi
Platyhelminthes dapat dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu Turbellaria (cacing
bulu getar), Trematoda (cacing hisap),Monogenea, dan Cestoda (cacing pita).
Kelas Turbellaria merupakan cacing pipih yang menggunakan bulu getar
sebagai alat geraknya, contohnya adalah Planaria.
Kelas Trematoda memiliki alat hisap yang dilengkapi dengan kait untuk
melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup sebagai parasit
pada manusia dan hewan. Beberapa contoh Trematoda adalah Fasciola
(cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma.
Kelas Cestoda memiliki kulit yang dilapisi kitin sehingga tidak tercemar oleh
enzim di usus inang. Cacing ini merupakan parasit pada hewan, contohnya
adalah Taenia solium dan T. saginataSpesies ini menggunakan skoleks untuk
8. menempel pada usus inang. Taenia bereproduksi dengan menggunakan telur
yang telah dibuahi dan di dalamnya terkandung larva yang disebut onkosfer.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.pusatbiologi.com/2013/02/klasifikasi-dan-ciri-ciri.html
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Platyhelminthes#Ciri-ciri
3. Torsten H. Struck, Frauke Fisse (2008).
4. Wojciech Pisula (2009). Curiosity and Information Seeking in Animal and
Human Behavior. Brown Walker Press.
5. Garjito TA, Sudomo M, Abdullah, Dahlan M, Nurwidayati A. (September
2008).
9. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
PLATYMELMINTHES........................................................................................1
1. Pengertian Platyhelminthes.......................................................................1
2. Ciri-ciri......................................................................................................2
3. Suktrul dan Fungsi Tubuh.........................................................................2
4. Sistem Percernaan .....................................................................................3
5. Siklus Hidup..............................................................................................3
6. Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes ..............................................4
7. Sistem Syaraf.............................................................................................5
8. Indera.........................................................................................................6
9. Reproduksi ................................................................................................6
10. Cara hidup dan Habitat..............................................................................7
11. Klasifikasi..................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................8