Proposal ini mengusulkan penerapan Sistem Kesehatan Personal Terstruktur (SKPT) untuk menjamin akses kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan konstitusi. SKPT akan menempatkan dokter dan tim kesehatan keluarga untuk menangani 2.500 penduduk dan fokus pada pencegahan penyakit. Hal ini diharapkan dapat mengurangi pasien rujukan ke rumah sakit. Proposal ini juga mengusulkan asuransi kese
1. PROPOSAL UNTUK DOMPET DHUAFA
Dari Institute Kesehatan Keluarga
Konstitusi tertinggi bangsa Indonesia yakni UUD 1945 secara gamblang menyatakan bahwa
“…setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang layak dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan …”. Dan
disebutkan pula bahwa dalam rangka menopang hak tersebut “…negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan…”.
Dua amanah konsitusi tersebut memberikan kepastian pijakan untuk dua sistem besar dalam
bidang kesehatan, yakni pelayanan dan pembiayaan (jaminan sosial). Ceritera yang dicita-
citakan Deklarasi Alma Ata World Health Organization (WHO): Health For All in 2000 ternyata
dianggap gagal, karena kesalahan dalam pendekatan pelayanan, pun pendekatan pembiayaan
dalam hal ini biaya berobat gratis.
Berdasarkan WHO-WONCA working paper (November 1994; Ontario, Canada) dengan judul
“Making medical practice and education relevant to people’s needs: the contribution of family
doctor”, seharusnya dilakukan perubahan orientasi pelayanan. Dari pelayanan “komunitas
konvensional”, dalam hal ini contohnya puskesmas atau medical center lainnya, ke pelayanan
praktik kesehatan keluarga atau pendekatan pra-upaya kesehatan. Pendekatan pra-upaya lebih
cenderung menitikberatkan manajemen “care” daripada “cure”.
Seperti yang kita semua pahami bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan hanya akan
tercapai manakala
penduduk sadar, mau dan mampu untuk hidup sehat. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi,
tentunya melalui proses yang memungkinkan mereka dapat hidup dalam budaya sehat, baik
adat sehat, tradisi sehat maupun kebiasaan sehat, serta dalam lingkungan yang juga sama-sama
sehat, dan satu lagi yag penting penduduk pun memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Berdasarkan World Bank: Investing in Indonesia’s Health, Health Expenditure Review, 2008,
tertulis… “Indonesia has made major improvements over the three decades in its health
system, but is struggling to achieve important health outcomes, especially among the poor” dan
“….the performance of the current health system is inadequate for achieving today’s and future
health outcomes…”
Dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang sempat masuk dalam kontroversi
Mahkamah Konstitusi, menyatakan bahwa setiap individu akan dijamin pembiayaannya untuk
memelihara kesehatan.
Dengan sistem asuransi kesehatan (sosial), yang berbasis pendekatan pra-upaya inilah,
kesehatan individu akan selalu dijaga agar tetap sehat dan diobati manakala sakit. Pendekatan
ini sekaligus memfasilitasi terjadinya proses intervensi tindakan prevensi dan penyehatan
lingkungan individual. Di US, konsep ini dinamakan MANAGE CARE.
2. Manage care concept is a variety of techniques for influencing the clinical behavior of health
care provider and/or patients, often by integrating the payment and delivery health care. Jadi
biaya berobat gratis bukanlah manajemen “care” yang baik seperti layaknya program raskin
atau program pemadam kebakaran. Begitu pula program asuransi-asuransi atau PJPK yang
sekarang marak digalakkan. Apabila keinginan mengasuransikan seluruh rakyat dilakukan tanpa
pendekatan manage care concept, “bom waktu” kegagalan pembiayaan kesehatan hanya
menunggu waktunya saja untuk “meledak”.
Manage care concept ideal haruslah menggunakan pendekatan paradigma sehat terutama di
lini terdepan layanan kesehatan. Paradigma sehat berarti menjaga rakyat sehat agar tetap
sehat. Namun tetap, kita tidak boleh melupakan pengobatan bagi yang sakit atau namanya
”paradigm sakit”.
Jangan sampai rakyat yang punya kebiasaan merokok, tetap merokok semaunya, dan juga
jangan sampai terjadi jawaban ”...toh kalau sakit akibat merokoknya nanti akan diobati
gratis….tis”.
Inilah sasaran untuk mewujudkan mimpi Indonesia Sehat itu, Sistem Kesehatan Personal
Terstruktur (SKPT). Pembenahan sistem harus dilakukan mulai dari unit pelayanan kesehatan
personal di Puskesmas untuk pemerintah dan Medical Center untuk swasta. Swasta perlu
mendapat perhatian, karena sebenarnya mereka-lah lini terdepan upaya kesehatan selama ini.
Hitungan konkrit untuk pelaksanaan SKPT adalah diperbanyaknya dokter keluarga, “dokter
umum” yang ditraining khusus bersama timnya (perawat keluarga, bidan keluarga, pengobat
tradisional keluarga dll. Mereka dipermudah tidak hanya dalam urusan perizinan, namun juga
permodalan dan pelatihan.
Satu dokter keluarga akan menjadi “penjaga kesehatan” untuk 2.500 penduduk. Dia dan timnya
akan bekerja jauh di depan sebelum penduduknya jatuh sakit, melalui berbagai kegiatan pra-
upaya, seperti melakukan medical check up rutin, melakukan edukasi individual, dan secara
periodik melakukan kunjungan ke rumah.
Apabila SKPT sudah berjalan baik, kasus-kasus spesialistik dapat terdeteksi sejak dini. Mestinya,
jumlah penduduk yang dirujuk setiap bulannya ke rumah sakit atau pelayanan spesialistik tidak
lebih dari 8% (dari rata-rata 2.500 penduduk yang sakit dalam satu bulan. Dan bisa mengontrol
angka kesakitan yang normalnya sekitar 10%. Artinya dalam satu bulan “hanya” 250 orang saja
yang sakit dari 2.500 penduduk yang dijaga kesehatannya.
Jadi dari 250 penduduk yang sakit, mestinya yang dirujuk ke rumah sakit tidak boleh lebih dari
8%, yaitu sekitar 20 orang sakit saja. Inilah hebatnya SKPT. Bila penduduk Jakarta sekitar 10
juta jiwa, maka yang berobat ke RS sebulannya hanya 80 ribu pasien. Bila dibagi per rumah sakit
jadi sekitar 350 pasien perbulan untuk rumah sakit di Jakarta yang berjumlah sekitar 200-an
rumah sakit.
3. Betapa efektifnya sebuah institusi RS, yang melayani 14 pasien perharinya. Mereka sangat
bertanggung jawab terhadap pasiennya. Dan untuk penduduk yang tidak sakit, bisa
memanfaatkan rumah sakit menjadi rumah sehat, tempat untuk melakukan adat sehat, tradisi
sehat dan kebiasaan sehat. Sehingga capaian penduduk yang sadar, mau dan mampu untuk
hidup sehat berhasil melalui “pintu masuk” pra-upaya kesehatan keluarga.
Untuk kita di Rumah Sehat Terpadu, langkah pertama adalah merekrut dokter keluarga dengan
menempatkan atau memanfaatkan dokter umum di sekitar lingkungan RST atau di dalam RST
itu sendiri. Bila target adalah Desa Jampang, Kecamatan Kemang dengan jumlah penduduk
2000 jiwa maka cukup dibutuhkan 1 dokter atau perawat atau bidan keluarga yang berputar, 1
dokter di rawat jalan (sebagai penjaga gawang rumah sakit) dan sarana prasarana pendukung,
seperti kendaraan dan alat yang bisa mobile.
Jadi nantinya, sangat sedikit pasien yang berada di rawat jalan, yakni sehari 10 orang ke dokter
umum dan Cuma 1 orang ke dokter spesialis. Pemanfaatan dana Zakat, Infaq maupun
Shodaqoh (ZIS) ditambah CSR bisa lebih banyak kearah pra-upaya, seperti Pemeriksaan
Kesehatan Berkala untuk seluruh penduduk Jampang (untuk lab dibantu oleh PARAHITA), bisa
dilakukan onsite maupun di RST.
Bila ternyata tidak sakit, masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas wakaf di RST untuk melakukan
kebiasaan sehat, seperti olahraga, mengunjungi teater zikr, dan memanfaatkan produk herbal
RST. Nah permasalahannya kapan mereka bisa mandiri sebagai penduduk yang sadar, mau dan
mampu sebagaimana yang dicita-citakan Indonesia Sehat.
Inilah gunanya dana ZIS. Penduduk Desa Jampang yang termasuk Keluarga Miskin (Gakin) harus
mengikuti sejenis asuransi yang dikelola oleh RST, dalam hal ini Institut Kesehatan Keluarga
sebagai badan pelaksana di bawah RST. Asuransi RST bisa diikuti secara sukarela oleh seluruh
masyarakat Desa Jampang, namun diharapkan seluruhnya ikut. Karena yang mengikuti akan
berhak mendapatkan fasilitas wakaf RST. Bila warga Jampang yang kaya sakit, dia bisa berobat
dan dirawat di RST, sesuai dengan fasilitas RST sebagai rumah sakit tanpa kelas, semua sama
tidak ada perbedaan derajat.
Adapun premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi, adalah pembayaran premi
terjangkau sesuai kondisi biaya asuransi sekarang. Yang kaya, premi dibayar oleh mereka
sendiri baik individu atau atas nama perusahaan atau jamkesda, sedangkan yang miskin
dibayarkan oleh dompet dhuafa. Uang yang masuk merupakan Dana Operasional RST yang
dikelola secara professional oleh Institut Kesehatan Keluarga.
Fasilitas tanpa kelas dari Asuransi RST ini, bisa diperoleh hanya di RST Parung, yakni untuk
pasien berupa:
1. Pelayanan Gawat Darurat
2. Pelayanan Kesehatan Keluarga
3. Pelayanan Rujukan Penyakit Dalam
4. 4. Pelayanan Rujukan Bedah dan Operasi
5. Pelayanan Rujukan Kebidanan dan Kandungan
6. Pelayanan Rujukan Kesehatan Anak
7. Pelayanan Penunjang Medik
8. Pelayanan Rawat Inap
9. Pelayanan Perawatan Intensif, dan
10. Pelayanan Pengobatan Tradisional dan Alternatif
Sedangakan yang tidak sakit,masyarakat Jampang bisa menggunakan:
1. Fasilitas Olahraga
2. Fasilitas Akupuntur
3. Fasilitas Bekam dan lain-lain
Sehingga konstitusi tertinggi bangsa Indonesia yakni UUD 1945 secara gamblang menyatakan
bahwa “…setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang layak dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan …” akan
segera terwujud. Amin