SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 11
II.1. Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terkena1,5.
II.2. Epidemiologi
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara
populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah
dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai
antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita
oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak,
bahkan dapat merupakan kelainan kongenital1.
II.3. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat2.
Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran
napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis,
adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.3
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama,
bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital
lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener
(bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau
agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan
bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis),
bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.
b. Bronkiektasis didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
proses berikut:
* Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi
pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan
sebagainya.
* Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap
bronkus.
Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi
bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga
mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis1,2.
II.4. PATOLOGI
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus
yang terkena maupun beratnya penyakit.
1. Tempat predisposisi bronkiektasis
Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai
kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi
bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas,
segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
2. Bronkus yang terkena
Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang
terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
3. Perubahan morfologi bronkus yang terkena.
a. Dinding bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan
ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang
mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
b. Mukosa bronkus
Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan
metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi
eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan
pernanahan.
c. Jaringan paru peribronkial.
Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis
apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal
bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
4. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis.
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:
a. Bentuk tabung (Tubular, Cilindrical, Fusiform bronchiectasis)
Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis.
b. Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista
(Cystic bronkiektasis).
c. Varicose bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena
perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena2.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting,
karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan
tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan
beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.
5. Pseudobronkiektasis
Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran
bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat
sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya
merupakan komplikasi pneumonia.
II.5. PATOGENESIS
Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya
tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat,
patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga
ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3)
adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary
eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua
mekanisme dasar.
1. Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi
pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya
sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru,
akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronkiektasis.
2. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh
beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma
bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada
bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian
terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul
sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran
nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru1,2.
Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan
sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap.
Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya
bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena
dan (4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. (http://www.emedicine.com/cgi-
bin/foxweb.exe/picture=websitesemedicinemedimages2463.jpg&template=izoom2)
Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa
hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi
bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya.
Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen
elastis dan otot-otot polos bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut
akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan
sesak nafas1.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya
didahului infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih
menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut
disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu
ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu
mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan
bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi
bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh
infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya).
b. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah
bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan
putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya
menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder.
Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis.
Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob.
Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic
streptococci dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering ditemukan dan
menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia, hemopilis influenza,
klebsiela ozeona dan sebagainya.
PERUBAHAN FAAL PARU
Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan
tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa
jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien
bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja,
bronkiektasis sedang dengan kelainan fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis
berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan
fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama (artinya bisa tipe
obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas tergantung pada
macam kerusakan jaringan paru yang terjadi, sehingga pengaruhnya pada fungsi paru
dapat berbeda-beda.
II.6. GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian
hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit
yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala,
sebagai berikut :
a. Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang
apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang
tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan
sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau
hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan
apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan teratas
agak keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3.
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang
rusak.
b. Hemoptosis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini
terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan
timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai
perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari
peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena
jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk
dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal.
Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa
adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya
diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang
hebat jarang fatal. Pada tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan
penyebab utama komplikasi hemoptisis.
c. Sesak nafas (dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi
serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi
sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan
emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing,
akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam.
Kelainan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis
umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis
komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan
tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang
timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan
kelainannya apakah lokal atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus
dicari pada tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah
yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke
waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan
timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada
dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran
mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan
ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan
apabila terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom Kartagener
Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering
disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-
organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left sided liver,
right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya
sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital
(suatu kebersamaan). Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini
belum diketahui dengan jelas.
Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis
bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat
masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah
bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh
darah di situ dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisis hebat.
Kelainan Laboratorium
Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat
ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal.
Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau
ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan
proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan
uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya
infeksi sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya
dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah
menjadi warna kuning atau hijau.
Kelainan Radiologis
Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto
dada tersebut kadang-kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang
sukar. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-
kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang
terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang
gambaran radiologis paru menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis
atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal
(7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram.
Kelainan Faal Paru
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila
kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan
kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi
penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis
dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat,
tergantung pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya
abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada
perfusi paru.
Tingkatan Beratnya Penyakit
Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis
membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
1. Bronkiektasis Ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada
infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh,
biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.
Foto dada normal.
2. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat
(umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada
hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang
terdapat jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar
pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.
3. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering
ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan
umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan
sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-
kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar
pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1)
penambahan bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels
(honey comb appearance).
Perjalanan Klinis Penyakit
Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya
tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas
pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan,
dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit
ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai
akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan
berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat
jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amiloidosis.
II.7. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi
dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat
bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap
pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat
kapan melakukannya dan sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya
memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis
dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang
kedokteran, meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis, (3) Pemeriksaan
penunjang, terutama pemeriksaan radiologik1,2.
Tanda-tanda penting :
1. Sputum dan napas berbau.
2. Rhonki (+).
3. Kadang disertai bunyi wheezing.
4. Jari tabuh.
5. Jantung dan trakea tertarik pada daerah yang terkena(IPD Kecil)
.
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan
dengan bronkiektasis:
1. Bronkitis kronis (ingatlah definisi klinik bronkitis kronik).
2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis).
3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan
sebagainya.
5. Fistula bronkopleural dengan empiema2,3.
II.9. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini
sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empiema (jarang).
5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi
hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat
darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab
kematian utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi
bronkiektasis pada saluran nafas.
8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis
yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
(bronkiektasis, akan terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah,
timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan
terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal
jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi
klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini
sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.
II.10. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut :
Pengobatan Konservatif
1. Pengelolaan Umum
Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan
hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau
menghindari debu, asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif
untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terus-menerus. Pasien
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-
20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk
keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan
dengan letak kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang
dipilih tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi
agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah
dibatukkan keluar. Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau
sampai sputum tidak keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti
tersebut di atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu
dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage).
c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya:
inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan
mukolitik dan sebagainya.
d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur
sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase sekret
bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian
kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang
sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus
diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA)
harus diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
Apabila ada sinusitis harus disembuhkan.
2. Pengelolaan Khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: (1) secara kontinyu untuk mengontrol
infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada
bronkus/paru, (3) Atau keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik
tertentu. Sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik
secara empirik. Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan
bronkiektasis, tidak setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik hanya
diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut.
Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa
antibiotik sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna
sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih).
Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa
kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk,
jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi akut,
tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase sekret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya
adalah antara lain untuk: (1) menentukan dari mana asal sekret (sputum), (2)
mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, (3) menghilangkan obstruksi
bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan
atelekasis paru).
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simptom yang mungkin mengganggu
atau membahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Obstruksi diketahui dari hasil uji faal paru (% FEV <
View Results

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt? (18)

PPT BRONKHITIS KRONIS
PPT BRONKHITIS KRONISPPT BRONKHITIS KRONIS
PPT BRONKHITIS KRONIS
 
Bronkhitis kronis
Bronkhitis kronisBronkhitis kronis
Bronkhitis kronis
 
Bronkitis & Bronkiektasis
Bronkitis & BronkiektasisBronkitis & Bronkiektasis
Bronkitis & Bronkiektasis
 
Satuan acara penyuluhan Bronkitis
Satuan acara penyuluhan BronkitisSatuan acara penyuluhan Bronkitis
Satuan acara penyuluhan Bronkitis
 
BRONKITIS
BRONKITISBRONKITIS
BRONKITIS
 
Tugas baru pak yadi
Tugas baru pak yadiTugas baru pak yadi
Tugas baru pak yadi
 
BRONCHITIS KRONIS
BRONCHITIS KRONISBRONCHITIS KRONIS
BRONCHITIS KRONIS
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Ppt PPOM
Ppt PPOMPpt PPOM
Ppt PPOM
 
PPT BRONKITIS KRONIS CEP
PPT BRONKITIS KRONIS CEPPPT BRONKITIS KRONIS CEP
PPT BRONKITIS KRONIS CEP
 
Abses
AbsesAbses
Abses
 
Materi abses paru
Materi abses paruMateri abses paru
Materi abses paru
 
Tbc
TbcTbc
Tbc
 
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan AtasInfeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
 
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumoniaAsuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
 
BAKTERIOLOGI - SISTEM PERNAFASAN
BAKTERIOLOGI - SISTEM PERNAFASANBAKTERIOLOGI - SISTEM PERNAFASAN
BAKTERIOLOGI - SISTEM PERNAFASAN
 
Lp bronkopneumonia
Lp bronkopneumoniaLp bronkopneumonia
Lp bronkopneumonia
 
Askep abses paru
Askep abses paruAskep abses paru
Askep abses paru
 

Ähnlich wie Penyakit bbl

Ähnlich wie Penyakit bbl (20)

Askep indry AKPER PEMKAB MUNA
Askep indry AKPER PEMKAB MUNAAskep indry AKPER PEMKAB MUNA
Askep indry AKPER PEMKAB MUNA
 
Port d' entry bronkepnoumonia
Port d' entry bronkepnoumoniaPort d' entry bronkepnoumonia
Port d' entry bronkepnoumonia
 
ASKEP TB PARU Tugas kelompok 5 paliatif.docx
ASKEP TB PARU Tugas kelompok 5 paliatif.docxASKEP TB PARU Tugas kelompok 5 paliatif.docx
ASKEP TB PARU Tugas kelompok 5 paliatif.docx
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Askep tb paru AKPER PEMKAB MUNA
 
Ppt port d' entry
Ppt port d' entryPpt port d' entry
Ppt port d' entry
 
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologiBRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
BRONKIEKTASIS - angkatan 5.pptx imunologi
 
Tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Tb paru AKPER PEMKAB MUNA Tb paru AKPER PEMKAB MUNA
Tb paru AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep tb paru
Askep tb paruAskep tb paru
Askep tb paru
 
PPOM
PPOMPPOM
PPOM
 
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpnBab ii-tinjauan-pustaka-brpn
Bab ii-tinjauan-pustaka-brpn
 
Lp tb paru
Lp tb paruLp tb paru
Lp tb paru
 
Lp tb
Lp tbLp tb
Lp tb
 
Makalah tb 2
Makalah tb 2Makalah tb 2
Makalah tb 2
 
Tb
TbTb
Tb
 
Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1
 
Satpel ppok
Satpel ppokSatpel ppok
Satpel ppok
 
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
 
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
Asuhan Keperawatan pada pasien akibat peradangan (PPOK/COPD, TBC, Pneumonia)
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Kürzlich hochgeladen

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 

Penyakit bbl

  • 1. II.1. Definisi Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena1,5. II.2. Epidemiologi Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital1. II.3. Etiologi Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat2. Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis, adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.3 a. Kelainan kongenital Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital. b. Bronkiektasis didapat Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
  • 2. proses berikut: * Infeksi Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. * Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis1,2. II.4. PATOLOGI Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. 1. Tempat predisposisi bronkiektasis Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru. 2. Bronkus yang terkena Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus. 3. Perubahan morfologi bronkus yang terkena. a. Dinding bronkus Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. b. Mukosa bronkus Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan. c. Jaringan paru peribronkial. Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. 4. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis. Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu: a. Bentuk tabung (Tubular, Cilindrical, Fusiform bronchiectasis) Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada
  • 3. bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis. b. Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis) Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (Cystic bronkiektasis). c. Varicose bronchiectasis Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena2. Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien. 5. Pseudobronkiektasis Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia. II.5. PATOGENESIS Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru. Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar. 1. Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis. 2. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis. Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru1,2. Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan
  • 4. sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. (http://www.emedicine.com/cgi- bin/foxweb.exe/picture=websitesemedicinemedimages2463.jpg&template=izoom2) Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas1. Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Infeksi pertama (primer) Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya). b. Infeksi sekunder Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia, hemopilis influenza, klebsiela ozeona dan sebagainya. PERUBAHAN FAAL PARU Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja, bronkiektasis sedang dengan kelainan fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis
  • 5. berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama (artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas tergantung pada macam kerusakan jaringan paru yang terjadi, sehingga pengaruhnya pada fungsi paru dapat berbeda-beda. II.6. GAMBARAN KLINIS Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala, sebagai berikut : a. Batuk Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak. b. Hemoptosis Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik). Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptisis. c. Sesak nafas (dispnea)
  • 6. Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya. d. Demam berulang Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam. Kelainan Fisik Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus. Sindrom Kartagener Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ- organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left sided liver, right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital (suatu kebersamaan). Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas. Bronkolitiasis Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah di situ dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisis hebat. Kelainan Laboratorium
  • 7. Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau hijau. Kelainan Radiologis Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi, tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto dada tersebut kadang-kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang sukar. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista- kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram. Kelainan Faal Paru Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru. Tingkatan Beratnya Penyakit Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat. 1. Bronkiektasis Ringan Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal. 2. Bronkiektasis sedang Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar
  • 8. pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal. 3. Bronkiektasis berat Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang- kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey comb appearance). Perjalanan Klinis Penyakit Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amiloidosis. II.7. DIAGNOSIS Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat kapan melakukannya dan sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis, (3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik1,2. Tanda-tanda penting : 1. Sputum dan napas berbau. 2. Rhonki (+). 3. Kadang disertai bunyi wheezing. 4. Jari tabuh. 5. Jantung dan trakea tertarik pada daerah yang terkena(IPD Kecil) . II.8. DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan bronkiektasis: 1. Bronkitis kronis (ingatlah definisi klinik bronkitis kronik). 2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronkiektasis).
  • 9. 3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar). 4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan sebagainya. 5. Fistula bronkopleural dengan empiema2,3. II.9. KOMPLIKASI Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain: 1. Bronkitis kronik. 2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik. 3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena. 4. Efusi pleura atau empiema (jarang). 5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian. 6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis. 7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi bronkiektasis pada saluran nafas. 8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis, akan terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan. 9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas. 10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria. II.10. PENGOBATAN Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut : Pengobatan Konservatif 1. Pengelolaan Umum Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi: a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya. b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terus-menerus. Pasien
  • 10. diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10- 20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah dibatukkan keluar. Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage). c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya: inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan mukolitik dan sebagainya. d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase sekret bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum. e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila ada sinusitis harus disembuhkan. 2. Pengelolaan Khusus a. Kemoterapi pada bronkiektasis Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: (1) secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, (3) Atau keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu. Sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik secara empirik. Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. b. Drainase sekret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya adalah antara lain untuk: (1) menentukan dari mana asal sekret (sputum), (2) mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, (3) menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelekasis paru).
  • 11. 3. Pengobatan Simptomatik Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simptom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien. a. Pengobatan obstruksi bronkus Obstruksi diketahui dari hasil uji faal paru (% FEV < View Results