1. BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Dekompresi atau dalam bahasa inggris kita sebut sebagai
Decompression Sickness adalah suatu keadaan yang paling harus dihindari oleh
setiap penyelam.
Secara sederhana dekompresi didefinisikan sebagai suatu keadaan medis
dimana akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung
udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Akibat dari kondisi tersebut
maka timbul gejala yang mirip sekali dengan stroke, dimana akan timbul gejalagejala seperti mati rasa (numbness), paralysis (kelumpuhan), bahkan kehilangan
kesadaran yang bisa menyebabkan meninggal dunia.
PERHATIAN:
SCUBA DIVING adalah aktifitas yang relatif aman apabila kita
melakukannya sesuai standard prosedur yang telah diajarkan sewaktu mengambil
1
2. training selam. Itu sebabnya proses training yang baik dan benar sangat PENTING
bagi keselamatan kita bersama. Semua bahaya SCUBA DIVING termasuk
Dekompresi dapat dihindari hanya dengan langkah yang mudah, Disiplin dan taat
pada prosedur adalah kunci untuk melakukan Scuba Diving dengan aman.
TEORI DASAR
Hukum Fisika yang paling mendasari teori dekompresi adalah HUKUM
HENRY, dimana hukum tersebut menyebutkan bahwa pada sebuah bejana yang
berisi air dan udara, bila tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi pelarutan
udara kedalam zat cair tersebut proporsi seiring dengan peningkatan tekanan udara.
Saat tekanan dalam bejana tersebut sudah cukup tinggi, apabila tekanan udara
dikurangi secara perlahan-lahan, maka gas yang terlarut akan dibebaskan secara
perlahan kembali ke udara tanpa membentuk gelembung udara. Lain halnya bila
tekanan tersebut dikurangi secara cepat, maka udara yang terlarut didalam zat cair
akan dibebaskan secara cepat pula, dan membentuk gelembung udara seperti air
mendidih (boiling water).
Teori lainnya yang mendukung teori dekompresi adalah HUKUM BOYLE,
yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tekanan udara, maka kepadatan molekul
udara akan semakin padat pada volume yang sama. Contoh, jika dipermukaan air kita
ada sebuah balon yang berukuran 1 Liter berisi satu juta molekul gas, maka pada
kedalaman 30 meter, 1 Liter balon gas tersebut akan akan berisi 4 juta molekul gas.
Hal ini berarti bahwa semakin dalam kita menyelam maka kita menghirup lebih
banyak molekul gas ketimbang saat kita tidak menyelam.
NITROGEN ADALAH BIANG KELADI DARI DEKOMPRESI
Saat kita menyelam, akibat terjadinya peningkatan tekanan, maka udara yang
kita hirup lebih banyak dari biasanya. Seperti kita ketahui bahwa udara yang kita
hirup saat menyelam adalah mayoritas Oksigen dan Nitrogen. Peningkatan oksigen
2
3. yang dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme tubuh, namun gas nitrogen
tidak digunakan oleh tubuh kita. Maka akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi
didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi menyelam dan kedalaman
penyelaman. Dengan kata lain, semakin dalam kita menyelam, semakin lama kita
menyelam, maka akumulasi nitrogen didalam tubuh penyelam akan semakin banyak.
BAGAIMANA BISA TERJADI?
Tubuh manusia adalah obat yang paling manjur bagi dirinya sendiri, tubuh
kita memiliki kemampuan menetralisir zat beracun dengan sendirinya. Begitu pula
saat tubuh kita mengalami kelebihan nitrogen dalam jumlah yang wajar, tubuh kita
bisa me-netralisir dengan sendirinya dalam waktu yang relatif singkat melalui proses
respirasi (pernafasan). Sepanjang kita tidak menyelam terlalu lama dan tidak terlalu
dalam, serta naik perlahan-lahan sehabis menyelam, maka nitrogen tersebut bukan
menjadi masalah.
Masalah terjadi, bila kita naik dengan cepat dari kedalaman tertentu ke
permukaan air. Hal ini akan sama kondisinya dengan botol bir yang kita kocok lalu
kita buka tutupnya. Nitrogen yang sudah ter-akumulasi didalam cairan tubuh
penyelam akan dilepas dalam bentuk gelembung udara (buih) akibat dari penurunan
tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang akan menyumbat aliran darah maupun
sistem syaraf tubuh manusia. Akibatnya bisa sangat fatal, mirip dengan stroke.
Gejala-gejala dekompresi ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu type pain only yang
relatif lebih ringan biasanya menimbulkan rasa sakit di persendian, sakit kepala,
gatal-gatal di kulit. Dekempresi yang lebih parah biasanya terjadi jika kita melanggar
berat aturan durasi dan kedalaman menyelam atau naik ke permukaan dengan cepat.
Dekompresi type 2 ini gejalanya bisa lebih serius meliputi kelumpuhan, kehilangan
kesadaran (pingsan), mati rasa, bahkan kematian.
3
4. Mengkonsumsi alkohol, keletihan, faktor obesitas, usia, dll. dapat juga
meningkatkan resiko dekompresi, namun selama aturan penyelaman pokok yang
meliputi naik perlahan-lahan, batas-batas kedalaman, dan batas durasi penyelaman
tidak kita langgar, maka kecil sekali kemungkinan menderita dekompresi type 2.
Gejala-gejala Dekompresi biasanya timbul sesaat setelah menyelam atau
tertunda sampai maksimal 48 jam. Gejala dekompresi tidak mungkin terjadi setelah
melewati 48 jam setelah diving atau setelah naik pesawat, karena dalam waktu sekian
lama tubuh sudah menetralisir akumulasi nitrogen akibat menyelam. Dekompresi
bukan penyakit menular, dekompresi bukan penyakit menahun, dan teori ini tidak
akan pernah berubah.
BAGAIMANA MENGHINDARI PENYAKIT DEKOMPRESI?
Taati standard prosedur yang tertuang pada Recreational Dive Planner (RDP)
atau dive computer, anda akan mempelajari hal tersebut pada training selam anda.
Naik ke permukaan secara perlahan-lahan sehabis menyelam dengan kecepatan 18
meter dalam 1 menit. Semua bahaya Scuba diving dapat dihindari hanya dengan hal
yang sangat mudah.
BAGAIMANA SEANDAINYA DEKOMPRESI TERJADI?
Berilah oksigen murni (100%) pada penyelam yang menunjukan gejala
dekompresi sehabis menyelam, hubungi Rumah Sakit yang memiliki fasilitas
Hyperbarik (Recompression Chamber). Segera evakuasi korban ke fasilitas
hyperbarik terdekat. Gejala-gejala Dekompresi tidak akan membaik sampai si korban
mendapatkan terapi hiperbarik.
Didalam Recompression chamber (Hyperbarik), si pasien akan dimasukan
kedalam tabung besar, dimana tekanan udara akan ditingkatkan kembali seperti
sewaktu kita menyelam. Dengan demikian buih-buih nitrogen yang menyumbat
4
5. didalam aliran darah akan kembali melarut didalam darah, dan di netralisir secara
alamiah oleh tubuh melalui proses pernafasan.
NAIK PESAWAT SETELAH MENYELAM
Nitrogen didalam tubuh kita sehabis menyelam secara umum akan dinetralisir
secara sempurna dalam waktu 12 - 24 jam tergantung profil menyelam kita. Bila
didalam tubuh kita masih ada akumulasi nitrogen, lalu kita naik pesawat terbang,
maka dekompresi masih bisa terjadi akibat perbedaan tekanan udara di permukaan
laut dan di ketinggian jelajah pesawat terbang. Oleh sebab itu tunggulah sedikitnya
18 jam sehabis menyelam sebelum naik pesawat terbang.
5
6. BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan
yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangkannya gelembunggelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan
tekanan disekitarnya.
Penyakit dekompresi merupakan penyakit akibat kerja penyelaman
yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung gas dari
fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan lingkungan
yang mendadak. Faktor predisposisi terjadinya penyakit dekompresi antara
lain umur, berat badan lebih, temperatur lingkungan, kegiatan fisik,
kebugaran fisik, cidera, alkohol, riwayat penyelaman, penyelaman berulang
dan retensi CO2. Oleh karena itu perlu diidentifikasi faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya penyakit dekompresi.
Decompression illness (DCI) atau penyakit dekompresi merupakan
istilah yang meliputi semua masalah ynag mencakup dysbaric injuries,
Arterial Gas Embolism (AGE) dan decompression sickness (DCS).
DCI dapat terjadi bahkan pada penyelam yang sudah mematuhi aturan
standar dekompresi dan prinsip-prinsip keselamatan menyelam dengan baik.
Arterial Gas Embolism (AGE)
Seperti telah disebutkan secara singkat diatas, AGE terjadi ketika gas
atau gelembung udara yang keluar melalui jaringan paru-paru yang rusak
memasuki pembuluh darah pada paru-paru dan didistribusikan ke berbagai
jaringan-jaringan tubuh, termasuk juga jantung dan otak, sehingga terjadi
gangguan pada sistem sirkulasi tubuh.
6
7. Decompression Sickness (DCS)
Istilah lainnya adalah caisson disease. Penyakit ini terjadi akibat
penurunan tekanan (dekompresi) internal dan mengenai orang-orang yang
bekerja di bawah tekanan atmosfer yang lebih besar dari keadaan normalnya,
misalnya seperti pada penyelam dan kru udara yang naik dengan cepat ke
daerah bertekanan atmosfer yang rendah.
Gejala-gejalanya antara lain: sakit pada persendian, rasa kaku atau kebas,
kesemutan, bercak-bercak pada kulit, kejang yang diikuit batuk, nafas
pendek-pendek, gatal-gatal, rasa kelelahan yang tidak biasa, pusing-pusing,
tubuh terasa lemah, perubahan kepribadian, gangguan fungsi kemih ataupun
pencernaan, jalan sempoyongan, kehilangan koordinasi, gemetar, atau
mengalami kelumpuhan hingga jatuh pingsan.
2. Etiologi
DCS disebabkan oleh penurunan tekanan ambien yang mengakibatkan
pembentukan gelembung gas inert dalam jaringan tubuh. Ini mungkin terjadi
ketika meninggalkan lingkungan tekanan tinggi, naik dari kedalaman, atau
naik ke ketinggian.
3. Klasifikasi
Tipe I
Biasa disebut pain only bends
Gejala-gejala :
Nyeri sendi dan sekitar, bertambah setelah 24 jam
3 – 7 hari sembuh, bila tidak – rekompresi
7
8. Gatal-gatal,bercak kulit
Pusing, mengantuk
Kelelahan berlebihan
Tipe II
Serius dan menyerang SSP atau kardiopulmoner
1) SSP
a) Otak
Penglihatan kabur
Lumpuh /lemah separuh badan
Tidak bias bicara
Bingung,kejang,koma
b) Serebellum
Sempoyongan
Gemetar / tremor
Sulit berbicara
c) Medula Spinalis
Nyeri rujukan
Lumpuh /lemah kedua tungkai atau ke-4 anggota gerak
Rasa kram,anestesi
Gangguan BAK / BAB
d) Vestibuler
Pusing,muntah
Tinnitus
Gangguan pendengaran
2) Paru dan Jantung
a) Sesak Napas
b) Batuk
8
9. c) Nyeri dada
d) Payah Jantung
3) Usus
a) Mual – muntah (darah)
b) Diare (darah)
c) Kejang usus
4) Kulit
a) Gatal-gatal
b) Bercak
4. Epidemiologi
Insiden penyakit dekompresi jarang, diperkirakan sebesar 2,8 kasus
per 10.000 penyelaman, dengan risiko 2,6 kali lebih besar untuk laki-laki
daripada perempuan. DCS mempengaruhi sekitar 1.000 penyelam scuba AS
per tahun. Pada tahun 1999 Divers Alert Network ( DAN) diciptakan "Dive
Proyek Eksplorasi" untuk mengumpulkan data tentang profil menyelam dan
insiden. Dari tahun 1998 hingga tahun 2002 mereka tercatat 50.150
penyelaman, dari yang 28 recompressions yang diperlukan-walaupun ini
akan hampir pasti berisi insiden emboli gas arteri (AGE)-dengan laju
sekitar 0,05%.
5. Pathogenesis
Gelembung gas (nitrogen) berhubungan dengan supersaturasi gas
dalam darah dari jaringan ; saat berkurang.
Normal : gas dari jaringan - larut dalam darah – ke alveoli paru dan keluar
melalui napas.
9
10. Abnormal : gas lepas lebih cepat dalam bentuk tidak larut (gelembung
pada jaringan, darah & sel
Ada jaringan cepat & lambat dalam menyerap & melepas gas nitrogen,
tergantung pada:
o kecepatan aliran darah ke jaringan
o daya larut dalam jaringan
Jaringan cepat :
darah
otak
lemak
Jaringan lambat : tulang rawan sendi
Penyelaman dalam singkat: gangguan pernapasan, kelumpuhan – PD tipe
II
Penyelaman dangkal – lama : nyeri pada sendi – Bends, PD tipe I
6. Manifestasi Klinis
DCS jenis
Bubble lokasi
Tanda & gejala (manifestasi klinis)
Localized sakit mendalam, mulai dari
Sebagian besar
ringan sampai menyiksa. Kadang-kadang
sendi
sakit membosankan, tetapi jarang sakit
tajam.
(Siku, bahu,
Muskuloskeletal
pinggul,
rasa sakit.
pergelangan
tangan, lutut,
pergelangan kaki)
Aktif dan pasif gerak sendi memperburuk
Rasa sakit dapat dikurangi dengan
menekuk bersama untuk mencari posisi
yang lebih nyaman.
10
11.
Jika disebabkan oleh ketinggian, nyeri
dapat terjadi segera atau sampai berjamjam kemudian.
Gatal, biasanya di sekitar, wajah telinga,
leher, lengan dada, dan atas
Sensasi serangga kecil merayapi kulit
( formication )
Yg berhubung
dgn kulit
Kulit
Belang-belang atau marmer kulit biasanya
di sekitar bahu, dada bagian atas dan perut,
dengan gatal
Pembengkakan kulit, disertai dengan kecil
seperti depresi-bekas luka kulit ( edema
pitting )
sensasi Diubah, kesemutan atau mati
rasa paresthesia , peningkatan
sensitivitas hyperesthesia
Neurologis
Otak
Kebingungan atau kehilangan memori
( amnesia )
Dijelaskan perubahan mood atau perilaku
Kejang , pingsan
Neurologis
Visual kelainan
Ascending kelemahan
atau kelumpuhan pada kaki
Saraf tulang
Konstitusional Seluruh tubuh
Girdling sakit perut atau dada
belakang
Inkontinensia urin dan fecal incontinence
Sakit kepala
11
12.
Kehilangan keseimbangan
Pusing , vertigo , mual , muntah
Gangguan pendengaran
Batuk kering persisten
Paru
Generalised malaise, buruk lokal sakit
Audiovestibular telinga batin
Dijelaskan kelelahan
Pembakaran nyeri dada di bawah tulang
Paru-paru
dada , diperburuk oleh bernapas
Frekuensi
Sesak napas
Serangan
Gejala dengan frekuensi
Timbulnya gejala DCS
Gejala
Frekuensi
Waktu untuk mulai Persentase kasus
lokal nyeri sendi
89%
dalam waktu 1 jam
42%
lengan gejala
70%
dalam waktu 3 jam
60%
gejala kaki
30%
dalam 8 jam
83%
Pusing
5.3%
dalam waktu 24 jam
98%
12
13. Kelumpuhan
2,3%
sesak nafas
1,6%
kelelahan ekstrim
1,3%
runtuh / ketidaksadaran
0,5%
dalam 48 jam
100%
7. Faktor Predisposisi
Meskipun terjadinya DCS tidak mudah ditebak, faktor predisposisi banyak
dikenal. Mereka dapat dianggap sebagai lingkungan atau individu.
Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan berikut telah terbukti meningkatkan risiko
DCS:
Besarnya penurunan rasio tekanan - besar penurunan rasio tekanan lebih
mungkin menyebabkan DCS dari kecil. Berulang eksposur penyelaman berulang-ulang dalam waktu singkat (beberapa jam)
meningkatkan risiko DCS berkembang. Ascents berulang untuk
ketinggian di atas 5.500 meter (18.000 kaki) dalam waktu singkat sama
meningkatkan risiko DCS ketinggian berkembang. Laju pendakian pendakian cepat, semakin besar risiko DCS berkembang. The US Navy
Dive Manual menunjukkan bahwa tingkat pendakian lebih besar dari
13
14. sekitar 20 m / menit (66 ft / menit) ketika menyelam meningkatkan
kemungkinan DCS, sedangkan tabel selam rekreasi seperti tabel
Bühlmann memerlukan tingkat pendakian 10 m / menit (33 ft / menit)
dengan
m
6
terakhir
(20
kaki)
mengambil
minimal
satu
menit.[31]Seorang individu terkena dekompresi cepat (tingkat tinggi
pendakian) di atas 5.500 meter (18.000 kaki) memiliki risiko lebih besar
ketinggian dari DCS yang terkena ketinggian yang sama tetapi pada
tingkat yang lebih rendah pendakian. Durasi pemaparan - semakin lama
durasi menyelam, semakin besar risiko DCS. Lagi penerbangan,
terutama untuk ketinggian 5.500 m (18.000 kaki) dan di atas, membawa
risiko lebih besar DCS ketinggian. Scuba diving sebelum terbang penyelam
yang naik ke ketinggian segera setelah menyelam
meningkatkan risiko mereka terserang DCS bahkan jika menyelam
sendiri dalam batas-batas menyelam tabel aman.tabel Dive membuat
ketentuan waktu pasca-menyelam di tingkat permukaan sebelum terbang
untuk mengizinkan semua kelebihan nitrogen sisa untuk outgas. Namun
tekanan dipertahankan bahkan di dalam pesawat terbang bertekanan
mungkin serendah setara tekanan untuk ketinggian 2.400 m (7.900 kaki)
di atas permukaan laut. Oleh karena itu asumsi bahwa tabel interval
menyelam permukaan terjadi pada tekanan atmosfer normal adalah batal
dengan terbang selama interval permukaan, dan aman menyelam
dinyatakan maka dapat melebihi batas menyelam meja. Menyelam
sebelum melakukan perjalanan ke ketinggian - DCS dapat terjadi tanpa
terbang jika seseorang bergerak ke-ketinggian lokasi tinggi pada lahan
segera setelah scuba diving-misalnya, scuba penyelam di Eritrea yang
berkendara dari pantai ke Asmara dataran tinggi pada 2.400 m (7.900 ft
) meningkatkan risiko dari DCS. Menyelam Di Ketinggian - menyelam
di permukaan air yang ketinggian di atas 300 m (980 ft)-misalnya Danau
Titicaca berada pada 3.800 m (12.500 ft)-tanpa menggunakan versi tabel
14
15. dekompresi atau komputer
menyelam
yang
dimodifikasi
untuk
ketinggian tinggi.
Individu
Cacat
septum
atrium
(PFO)
shunt
kiri-ke-kanan
menunjukkan. Tabrakan kanan-ke-kiri memungkinkan gelembung
untuk masuk ke dalam sirkulasi arteri. Faktor-faktor individu berikut
ini telah diidentifikasi sebagai kemungkinan berkontribusi terhadap
peningkatan risiko DCS:
1. Usia seseorang - ada beberapa laporan yang mengindikasikan risiko
yang lebih tinggi DCS ketinggian dengan bertambahnya umur.
2. Sebelumnya cedera - ada beberapa indikasi bahwa sendi baru atau
cedera
ekstremitas
dapat
mempengaruhi
individu
untuk
mengembangkan terkait gelembung dekompresi.
3. Ambient suhu - ada beberapa bukti menunjukkan bahwa paparan
individu untuk ambien suhu dingin sangat dapat meningkatkan
risiko DCS ketinggian. Dekompresi resiko penyakit dapat dikurangi
dengan suhu udara meningkat selama dekompresi berikut
penyelaman dalam air dingin.
4. Jenis tubuh - biasanya, seseorang yang memiliki tubuh tinggi
kandungan lemak pada risiko yang lebih besar dari DCS. Hal ini
disebabkan kali lebih besar nitrogen kelarutan lima di lemak dari
dalam air, menyebabkan jumlah yang lebih besar dari total tubuh
15
16. terlarut nitrogen selama waktu pada tekanan. Lemak mewakili
sekitar 15-25 persen dari orang dewasa yang sehat tubuh, tetapi
menyimpan sekitar setengah dari jumlah total nitrogen (sekitar 1
liter) pada tekanan normal.
5. Konsumsi alkohol dan dehidrasi - meskipun alkohol dehidrasi
meningkatkan konsumsi sehingga dapat meningkatkan kerentanan
terhadap DCS, [30] sebuah studi tahun 2005 menyimpulkan bahwa
konsumsi alkohol tidak meningkatkan risiko DCS. [40] Studi yang
dilakukan oleh Walder menyimpulkan bahwa penyakit dekompresi
dapat dikurangi dalam penerbang ketika tegangan permukaan serum
dibesarkan
dengan
minum
salin
isotonik, [41] dan
tegangan
permukaan air yang tinggi umumnya dianggap sebagai bermanfaat
dalam mengontrol ukuran balon. Mempertahankan hidrasi yang
tepat sangat dianjurkan.
6. foramen
ovale
paten
–
lubang
antara
bilik
atrium
dari jantung dalam janin biasanya ditutup dengan flap dengan napas
pertama saat lahir. Pada sekitar 20% dari orang dewasa flap tidak
sepenuhnya segel, bagaimanapun, memungkinkan darah melalui
lubang saat batuk atau selama kegiatan yang meningkatkan tekanan
dada. Dalam menyelam, ini dapat memungkinkan darah vena
dengan microbubbles gas inert untuk melewati paru-paru, di mana
gelembung dinyatakan akan disaring oleh sistem kapiler paru-paru,
dan kembali langsung ke sistem arteri (termasuk arteri ke otak,
sumsum tulang belakang dan jantung). Dalam sistem arteri,
gelembung (emboli gas arteri) jauh lebih berbahaya karena mereka
menghalangi sirkulasi dan menyebabkan infark (jaringan mati,
karena
kehilangan
lokal
aliran
darah). Di
otak,
infark
menghasilkan stroke, dan di sumsum tulang belakang dapat
menyebabkan kelumpuhan.
16
17. 8. Prognosis
Pengobatan segera dengan oksigen 100%, di ikuti oleh rekompresi
hiperbarik tidak akan menimbulkan efek jangka panjang. Namun, cedera
jangka panjang permanen dari DCS adalah mungkin. Tiga bulan follow-up
pada kecelakaan menyelam dilaporkan kepada Notes pada tahun 1987
menunjukkan 14,3% dari 268 penyelam disurvei "masih memiliki sisa tandatanda dan gejala dari tipe II DCS dan 7% dari Tipe I DCS". Jangka panjang
tindak lanjut menunjukkan hasil yang sama dengan 16% mempunyai
sequalae neurologis yang permanen.
9. Diagnosis
Riwayat menyelam sebelumnya (24 jam)
Adanya gejala-gejala di atas
Bila ragu, lakukan terapi RUBT dan 20 – 40 menit pertama di dapat
perbaikan, terapi lanjut (PD).
Penyakit dekompresi harus dicurigai jika ada gejala yang terkait
dengan kondisi tersebut terjadi setelah penurunan tekanan, khususnya dalam
waktu 24 jam menyelam. Pada tahun 1995, 95% dari semua kasus yang
dilaporkan ke Divers Alert Network telah menunjukkan gejala dalam waktu
24 jam. Sebuah diagnosis alternatif harus dicurigai jika gejala berat mulai
lebih dari enam jam setelah dekompresi tanpa eksposur ketinggian atau jika
gejala apapun yang terjadi lebih dari 24 jam setelah permukaan. Diagnosis
dikonfirmasi jika gejala yang lega oleh recompression.
Walaupun MRI atau CT sering dapat mengidentifikasi gelembung dalam
DCS, mereka tidak bagus dalam menentukan diagnosis sebagai sejarah yang
tepat dari acara dan deskripsi dari gejala.
17
18. 10. Pencegahan
Menyelam Underwater
Untuk mencegah pembentukan gelembung kelebihan yang dapat
menyebabkan penyakit dekompresi, penyelam batas laju pendakian mereka
untuk sekitar 10 meter (33 kaki) per menit, dan melaksanakan jadwal
dekompresi yang diperlukan. jadwal ini mengharuskan penyelam naik ke
kedalaman tertentu, dan tetap pada kedalaman yang sampai gas yang
memadai telah dieliminasi dari tubuh untuk memungkinkan pendakian lebih
lanjut. Masing-masing dinamakan " berhenti dekompresi ", dan jadwal
untuk waktu tertentu dan kedalaman bawah mungkin juga mengandung satu
atau lebih berhenti, atau tidak sama sekali. Penyelaman yang tidak
mengandung berhenti dekompresi disebut "tidak-stop penyelaman", tapi
penyelam biasanya jadwal "berhenti keselamatan" pendek di 3 meter (10
kaki), 4,6 meter (15 kaki), atau 6 meter (20 kaki), tergantung pada lembaga
pelatihan.
18
19. Jadwal dekompresi mungkin berasal dari tabel dekompresi, software
dekompresi, atau dari komputer menyelam, dan ini biasanya didasarkan pada
model matematika dari tubuh serapan dan pelepasan gas inert sebagai
perubahan tekanan. Model ini, seperti algoritma dekompresi Bühlmann,
dirancang untuk memenuhi data empiris dan menyediakan jadwal
dekompresi untuk kedalaman tertentu dan durasi menyelam.
Sejak penyelam di permukaan setelah menyelam masih memiliki gas
inert kelebihan dalam tubuh mereka, setiap menyelam berikutnya sebelum
kelebihan
ini
sepenuhnya
dieliminasi
perlu
memodifikasi
jadwal
mempertimbangkan beban gas sisa dari menyelam sebelumnya. Hal ini akan
mengakibatkan waktu yang tersedia lebih singkat di bawah air atau
meningkat dekompresi waktu selama penyelaman berikutnya. Penghapusan
total gas kelebihan dapat berlangsung berjam-jam, dan meja akan
menunjukkan waktu pada tekanan normal yang dibutuhkan, yang dapat
sampai 18 jam.
Dekompresi waktu dapat secara signifikan disingkat dengan bernapas
campuran mengandung gas inert kurang banyak selama fase dekompresi dari
menyelam (atau murni oksigen di halte di 6 meter (20 kaki) air atau
kurang). Alasannya adalah bahwa outgases gas inert pada tingkat yang
sebanding dengan perbedaan antara tekanan parsial gas inert dalam
penyelam tubuh dan tekanan parsial dalam gas pernapasan, sedangkan
kemungkinan pembentukan gelembung tergantung pada perbedaan antara
gas
inert
parsial
tekanan
dalam
tubuh
penyelam
dan
tekanan
ambien. Pengurangan dalam persyaratan dekompresi juga dapat diperoleh
dengan bernapas Nitrox campuran selama menyelam, karena kurang
nitrogen akan diambil ke dalam tubuh daripada selama menyelam yang sama
dilakukan di udara.
19
20. Berikut jadwal dekompresi tidak sepenuhnya melindungi terhadap
DCS. Algoritma yang digunakan dirancang untuk mengurangi kemungkinan
DCS ke tingkat yang sangat rendah, tetapi tidak mengurangi sampai nol.
Paparan dengan Ketinggian
Salah satu terobosan paling signifikan dalam pencegahan DCS
ketinggian adalah oksigen pra-bernapas. Menghirup oksigen murni secara
signifikan mengurangi beban nitrogen dalam jaringan tubuh dan jika terus
tanpa henti memberikan perlindungan yang efektif setelah terpapar
barometric tekanan lingkungan-rendah. Namun, bernafas oksigen murni
selama
penerbangan
saja
(pendakian,
perjalanan,
keturunan)
tidak
mengurangi risiko DCS ketinggian.
Meskipun oksigen murni pra-pernapasan merupakan metode yang
efektif untuk melindungi terhadap DCS ketinggian, adalah logistik rumit dan
mahal untuk perlindungan brosur penerbangan sipil, baik komersial atau
swasta. Oleh karena itu, hanya saat ini digunakan oleh awak pesawat militer
dan astronot untuk perlindungan selama ketinggian tinggi dan operasi
ruang. Hal ini juga digunakan oleh awak uji terbang terlibat dengan
sertifikasi pesawat.
Astronot kapal Stasiun
Luar
Internasional mempersiapkan kendaraan-kegiatan
Angkasa
ekstra (EVA)
"keluar
kamp" pada tekanan atmosfir yang rendah, 10,2 psi (0,70 bar),
menghabiskan delapan jam tidur di airlock Quest sebelum mereka
ruang angkasa. Selama EVA mereka menghirup oksigen 100% pada
mereka pakaian antariksa , yang beroperasi pada 4,3 psi (0,30 bar),
meskipun penelitian telah memeriksa kemungkinan menggunakan 100%
O 2 sebesar 9,5 psi (0,66 bar) di sesuai untuk mengurangi pengurangan
tekanan, sehingga risiko DCS.
20
21. 11. Penatalaksanaan
a. Rekompresi & oksigen (utama)
Tujuan rekompresi :
•
Memperkecil gelembung gas
•
Gejala hilang saat dekompresi sampai ke permukaan
•
Gelembung gas larut
Tujuan oksigenasi :
•
Perbaikan jaringan hipoksia
•
Kurangi tekanan nitrogen larut
•
Terapi sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam pertama
•
Terapi sesuai jenis PD
b. Medikamentosa :
1. Cairan dan elektrolit
2. Anti platelet
3. Anti edema
4. Anti konvulsan (bila kejang)
5. Digitalis (kalau perlu)
Terapi yang segera dilakukan : bila kondisi pasien stabil
1. Pasien dirawat di ruangan intermediate
2. Posisi kepala lebih rendah dari badan
3. Berikan oksigen 100%
4. Siapkan infus intravena
21
22. 5. Berikan carian NS 500ml dalam 1jam dilanjutkan dengan 500ml
dalam 4 jam
6. Bila pasien tidak stabil manajemen dilakukan di ruangan critical care.
Lakukan monitoring ABC. Pada kasus berat dengan komplikasi
cardiopulmonary arest lakukan manajemen sesuai standar ACLS
7. Pasien harus diperiksa kemungkinan adanya trauma fisik yang
menyertai komplikasi menyelam.
Investigasi :
1. Rontgen foto thoraks untuk mengetahui adanya pneumothoraks atau
pneumomediastinum
2. EKG untuk menyingkirkan penyebab dari jantung bila gejala utama
yang dominan adalah nyeri dada
3. Analisa gas darah bila pasien sesak nafas atau saturasi oksigen
rendah
Terapi definitif : terapi definif
emergency diving adalah terapi
rekompresi segera
1. Bila dicurigai adanya DCI atau CAGE (cerebral arterial gas
embolism), segera hubungi spesialis diving medicine setelah kondisi
pasien stabil
2. Bila diagnosis cedera karena menyelam telah jelas, jangan rawat
pasien di bangsal neurologi atau penyakit dalam untuk investigasi
karena :
a. Departemen ini tidak memiliki fasilitas untuk rekompresi
b. Terapi yang lambat pada DCI dan CAGE akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas
Pengobatan Oksigenasi Hiperbarik (OHB) adalah suatu cara
pengobatan secara medik yang dilakukan terhadap pasien di dalam ruangan
22
23. udara bertekanan tinggi (RUBT/Hiperbaric chamber) sambil bernafas
oksigen murni (O2 : 100%).
Oksigen hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana pasien
menghirup oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada
tekanan
udara
atmosfir
normal.
pengobatan
oksigen
hiperbarik
ini,berpangaruh pada pengiriman oksigen secara sistematik,dimana terjadi
peningkatan 2-3 kali lebih besar daripad atmosfir biasa.
Pada dasarnya pengobatan OHB ditujukan pada jaringan yang
mengalami hipoksia( kekurangan oksigen) atau iskemik (kekurangan aliran
darah), yang pada keadaan tersebutreaksi radikal bebas sangat meningkat.
Manfaat lain dari pemberian OHB adalah: meningkatnya daya hidup sel dan
jaringan, membentuk neovaskularisasi dan proliferasi jaringan yang hal ini
penting untuk proses penyembuhan luka; meningkatkan kemampuan butir
darah putih (lekosit)dalam membasmi penyakit; membunuh kuman secara
langsung; dan mengobati penyakit emboli udara serta penyakit dekompresi
(penyakit akibat salah prosedur menyelam).
Macam Mekanisme Yang Menunjukkan Manfaat Yang Diperoleh
Dengan Pengobatan Oksigen Hiperbarik.
Beberapa mekanisme berikut menerengkan manfaat diperoleh
berkaitan dengan pemberian oksigen hiperbarik secara berkala. baik sebagai
pengobatn tunggal ataupun biasanya lebih sering berupa pengobatan
kombinasi dengan prosedur medis atau bedah lainnya, mekanisme tersebut
berperan untuk mempercepat proses penyembuhan kondisi atau keadaaan
yang masih dapat diobati.
a) Hiperoksigenasi
Memberikan pertolongan segera terhadap jaringan yang miskin perfusi
di daerah yang aliran darahnya buruk. Peningkatan tekanan di dalam
RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi) menghasilkan peningkatan
konsentrasi oksigen plasma selama 10-15 kali lipat. Ini diwujudkan pada
23
24. nilai oksigen arterial yaitu antara 1500-2000 mmHg, serta menghasilkan
peningkatan sebesar 4 kali lipat pada proses difusi oksigen di kapiler.
Meskipun bentuk hiperoksigenasi ini hanya bersifat sementara, mnamun
hal ini akan sangat berguna dengan berjalanya waktu pengobatan untuk
mempertahankankelangsungan
hidup
jaringan,
hingga
kerusakan
terkoreksi atau suatu suplai darah terbentuk.
b) Neovaskularisasi
Menunjukkan adanya suatu respon yang tidak langsung dan respon
lambat terhadap pemberian oksigen hiperbarik. Efek terapeutiknya
meliputi meningkatkan pemecahan fibroblast, pembentukan kolagen
barudan
angiogenesis
neovaskulerseperti
kapiler
pada
di
daerah
kerusakan
yang sulit
jaringan
akibat
terbentuk
radiasi,
osteomyelitisrefrakter dan ulkus kronis.
c) Hiperoksia
Akan meningkatkan aktivitas anti mikroba oksigen hiperbarik
menyebabkan terlambatnya toksin dan inaktivasi toksin pada infeksi
kuman klostridium perfringens (gas Gangren). HIpoksia menyebabkan
fagositosis dan membunuh sel darah putihyang teroksidasi, serta
meningkatkan
aktivitas
Aminoglikosida.
Penemuan
terbaru
menunjukkan adanya perpanjangan efek pasca pemberian antibiotic
d) Efek Penekanan Langsung
Menggunakan konsep hokum Boyle untuk mengurangi volume
intravaskuler atau gas bebas lainnya. selama lebih dari seabad lamanya
mekanisme ini dibentuk sebagai dasar pengobatan OHB (Oksigen
Hiperbarik) sebagai pengobatan standaruntuk penyakit dekompresi dan
emboli gas artericerebral (CAGE), yang biasanya berkaitan dengan para
penyelam.
e) Hiperoksia
24
25. Menyebabkan timbulnya vasokonteiksi. Ini terjadi tanpa disertai
komponen hipoksia dan sangat menolong di dalam di dalam penanganan
kompartemen syndrome intermediate serta penyakit iskemia akut
lainnya pada cedera ekstremitas, dan juga mengurangi timbulnya edema
interstitial pada jaringan yang dicangkok (graft). Penelitian paada
aplikasi
OHB
terdapat
pada
penanganan
luka
baker
telah
mengidentifikasikansuatu penurunan yang bermaknapada kebutuhan
cairan untukresusitasi, bilamana pengobatan OHB ditambahkan
terhadap protocol penanganan standar luka baker.
Penurunan Perfusi Akibat Cedera
Adalah merupakan yang berhubungan dengan prosesreperfusi yang
terjadi sebagai akibat aktivasi lekosit yang tidak sesuai/menyimpang.
Pola kerusakan jaringan setelah kondisi iskemik adalah merupakan
akibat dari dua komponen berikut:
Komponen cedera yang ireversibel, sebagai akibat langsung
hipoksia
Komponen cedera tak langsung yang diakibatkan aktivasi lekosit
yang menyimpang tadi.
OHB berperang mengurangi akibat dari komponen cedera yang tidak
langsung
tersebut,
dengan
mencegah
aktivasi
lekosit
yang
menyimpang. Pada keadaan demikian, OHB dapat mempertahankan
jaringan perifer yang mungkin saja akan hilang atau rusak akibat proses
cedera tadi (iske,ia dan perfusi).
25
26. BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
I.
PENDAHULUAN
Penderita yang mengalami dekompresi memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Karena desakan waktu, maka
dibutuhkan suatu system penilaian yang mudah. Baik primary survey maupun
secondary survey dilakukan berulang-ulang agar dapat mengenali penurunan keadaan
penderita, dan memberikan terapi yang diperlukan.
II.
PERSIAPAN
Penderita berlangsung dalam 2 keadaan berbeda. Fase pertama adalah fase
pre-rumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian sebaiknya berlangsung
dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah
sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga
dapat dilakukan rekompresi dan oksigenasi dalam waktu cepat.
a)
Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan akan
menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahu sebelum
penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan
rumah sakit untuk mempersiapkan tim trauma, sehingga sudah siap saat penderita
sampai di rumah sakit.
Pada fase pra-rumah sakit, titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol
perdarahan dan syok, imobilisai penderita, dan pengiriman ke rumah sakit
terdekat yang cocok, sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.
26
27. Scene time/waktu di tempat kejadian yang lama harus dihindari. Yang juga penting
adalah mengumpulkan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit, seperti
waktu kejadian, sebab kejadian, dan riwayat penderita. Mekanisme kejadian dapat
menerangkan jenis dan berat perlukaan.
pemakaian protokol tetap di fase pra-rumah sakit maupun komunikasi yang
terus menerus akan meningkatkan kualitas pelayanan pra-rumah sakit
untuk pengendalian mutu pelayanan pra-rumah sakit, harus ada laporan
periodik untuk kemudian dilakukan pengkajian multidisiplin.
b) Fase Rumah Sakit
Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada ruangan/daerah
rekompresi dan oksigenasi.
Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah dipersiapkan,
dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Cairan kristaloid (misal:
Ringer’s lactate) yang sudah dihangatkan dan diletakkan di tempat yang mudah
dicapai. Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan. Suatu system
pemanggilan tenaga medik tambahan sudah harus ada, demikian juga tenaga
laboratorium dan radiologi. Dipersiapkan juga formulir rujukan ke pusat trauma, serta
proses rujukannya.
Semua tenaga medik yang kontak dengan penderita, harus dihindarkan dari
kemungkinan penularan penyakit menular, terutama hepatitis dan AIDS. Center for
Disease Control (CDC) dan pusat kesehatan lain sangat menganjurkan pemakaian alat
proteksi seperti masker kedap air, kacamata, baju kedap air, sepatu dan sarung tangan
kedap air, terutama jika ada kontak dengan cairan tubuh penderita.
27
28. III.
TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya
yang tersedia. Terapi berdasarkan pada kebutuhan ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang
akan
dirujuk. Merupakan tanggung jawab tenaga pra-rumah sakit (dan pimpinan tim
lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit. Merupakan kesalahan
besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma
yang tersedia. Suatu skoring akan membantu dalam pengambilan keputusan
pengiriman ini (misalnya: Revised Trauma Score, Pediatric Trauma Score, dsb)
IV.
PRIMARY SURVEY
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis
perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka
parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai
secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang
cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey, dan akhirnya terapi definitif.
Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang
mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:
a. Airway, menjaga jalan nafas disertai control servikal
b. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
c. Circulation, disertai kontrol perdarahan
d. Disability, status neurologis
28
29. e. Exposure enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.
A.
Airway and Cervical Spine Control
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula ataupun maksila, fraktur laring ataupun trakea. Usaha untuk
membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat
dimulai dengan melakukan chin lift dan jaw thrust. Pada penderita yang dapat
berbicara dianggap bahwa jalan nafas bersih; walaupun demikian, penilaian ulang
terhadap airway harus tetap dilakukan.
Permasalahan:
1) Jalan napas tidak efektif b/d peningkatan secret akibat batuk
Kriteria Hasil : pola napas kembali efektif
Intervensi
1) Observasi jumlah dan karakter sputum
R/ peningkatan sputum akan menambah kesulitan bernapas
2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan
R/ bunyi napas menurun/tidak ada bila jalan napas mengalami
obstruksi karena perdarahan
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
R/ chin lift dan jaw thrust memungkinkan memudahkan
pernapasan
4) Observasi pola batuk dan karakter secret
R/ sputum berdarah dapat diakibatkan karena kerusakan jaringan
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ memaksimalkan bernapas dan mengurangi kerja paru
29
30. B. Breathing dan Ventilasi
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak diperlukan untuk pertukaran O2 dan mengeluarkan
CO2 dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada
dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi
dilakukan
untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai
adanya udara ataupun darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat
memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
Permasalahan:
1) Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi nitrogen
Kriteria Hasil : menunjukan ventilasi yang normal
Intervensi
1) Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan dan penggunaan otot
bantu
R/ takipnea dan dispnea dapat menyertai gangguan pertukaran
gas
2) Observasi adanya perubahan pernapasan
R/ memungkinkan terjadinya bahaya lebih lanjut
3) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan yang disarankan
R/ mempercepat proses pemulihan
30
31. C. Circulation dan Kontrol Perdarahan
1) Volum Darah dan Cardiac Output
Perdarahan merupakan penyebab kematian pasca bedah yang mungkin
dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan
hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti
sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari
status hemodinamik penderita.
Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik ini , yakni tingkat kesadaran,
warna kulit, dan nadi.
2) Perdarahan
Perdarahan luar harus dikelola pada primary survey. Perdarahan
eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka.
Permasalahan:
1) Perubahan perfusi jaringan b/d kurangnya suplai darah ke jaringan
Kriteria Hasil : menunjukan peningkatan perfusi yang efektif
Intervensi
1) Kaji Tanda-tanda vital
R/ mengetahui keadaan umum klien
2) Observasi adanya perubahan warna kulit
R/ warna kulit dapat menunjukan tanda bahwa terjadi gangguan
suplai ke jaringan
3) Palpasi nadi yang besar seperti a. femoralis atau a. karotis (kirikanan)
R/ untuk mengetahui kekuatan, kecepatan dan irama nadi
31
32. 4) Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit
R/ mendukung volume sirkulasi
D. Disability (Neurologic Evaluation)
Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran ,
serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana untuk menilai tingkat
kesadaran adalah metode AVPU.
A: Alert (sadar)
V: Verbal/Vokal. Respons terhadap rangsangan vocal
P: Pain. Respons terhadap rangsangan nyeri
U: Unresponsive. Tidak bada respons.
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem scoring yang sederhana
dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat
dilakukan sebagai pengganti AVPU. Bila belum dilakukan pada survei
primer, harus dilakukan pada secondary survey pada saat pemeriksaan
neurologis.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau
penurunan perfusi otak, ataupun disebabkan trauma langsung pada otak.
Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan
oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita. Walaupun demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan
hipoksia ataupun hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka
trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, dan
bukan alkoholisme, sampai terbukti sebaliknya.
32
33. Permasalahan:
Walapun sudah dilakukan segala usaha pada penderita dengan trauma
kapitis, penurunan keadaan pada penderita dapat terjadi, dan kadang
terjadi dengan cepat. Lucid intervaL pada perdarahan epidural adalah
contoh penderita yang sebelumnya masih dapat berbicara tapi sesaat
kemudian meninggal. Diperlukan evaluasi ulang yang sering untuk dapat
mengenal adanya perubahan neurologis. Mungkin perlu kembali ke
primary survey untuk memperbaiki airway, oksigenasi dan ventilasi, serta
perfusi. Bila diperlukan konsul sito ke ahli bedah saraf dapat dilakukan
pada primary survey.
E. Exposure/Kontrol Lingkungan
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian
dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut
hangat, ruangan yang cukup hangat, dan diberikan cairan intra vena yang
sudah dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa
nyaman petugas kesehatan.
Permasalahan:
Penderita trauma mungkin datang ke ruang operasi sudah dalam
keadaan hipotermia, dan kemungkinan diperberat dengan resusitasi cairan
dan darah. Masalah seperti ini sebaiknya diatasi dengan control
perdarahan yang dilakukan secara dini. Ini mungkin hanya dapat dicapai
dengan tindakan operatif atau pemasangan fiksasi eksternal pada fraktur
pelvis. Usaha menjaga suhu tubuh penderita harus ilakukan dengan
sungguh-sungguh.
33
34. V.
SECONDARY SURVEY
Pada secondary survey dengan pasien dekompresi kita dapat
mengetahui keparahan yang terjadi.
Diagnosa keperawatan
1) Nyeri badan dan sendi b/d peningkatan metabolisme dalam tubuh
Kriteria Hasil : klien tidak menunjukan ekspresi nyeri
Intervensi
1) Tentukan karakteristik nyeri
R/ membantu mengevaluasi nyeri yang dirasakan
2) Tentukan penyebab nyeri yang dirasakan
R/ memaksimalkan dalam menangani nyeri
3) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal klien tentang nyeri
R/ kesesuaian antara respon verbal dan non verbal dapat
memudahkan perawat dalam mengetahui intensitas nyeri
4) Ajarkan tekhnik menejemen nyeri
R/ tekhnik menejemen nyeri atau pengalihan nyeri dapat
mengurangi nyeri yang dirasakan misalnya seperti bimbingan
imajinasi atau visualisasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ dapat mengurangi nyeri yang dirasakan apabila sudah tidak
dapat menahan nyeri
2) Intoleransi aktivitas b/d manifestasi klinis yang terjadi
Kriteria Hasil : Menunjukkan teknik/perilaku yang melakukan kembali
melakukan aktivitas
Intervensi
34
35. 1) Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tenang: batasi
pengunjung sesuai keperluan.
R/ meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energy
yang digunakan untuk penyembuhan
2) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik.
R/ meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
R/ memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
4) Berikan antikonvulsan bila perlu
R/ membatasi pergerakan yang dapat meningkatkan keparahan
klien
35