Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan karakter dipandang perlu untuk membangun moral dan karakter generasi muda mengingat menurunnya kualitas sikap anak-anak dewasa ini. Kurikulum pendidikan perlu direvisi untuk menanamkan nilai-nilai karakter mulai dari eksplorasi, elaborasi, hingga konfirmasi pembelajaran di setiap mata pelajaran.
1. BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah
semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses
pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter
adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik
dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua
yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Abstrac :
Character education is one simple thing as the word 'character' is all personal development of
students in the learning interaction to the beginning and end of the teaching processc an be
achieved formation of student character.
Character education in schools is needed, although the character is the foundation of
education in the family. If a child gets a good education character of his family, the child will
be the next good character. But many parents are more concerned than the intelligence aspect
of character education.
Latar belakang masalah
Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang
mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan
persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi
muda.
Pada saat ini yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang
berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan
bagi pembentukan karakter peserta didik.Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak
terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus
secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang
berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik.
2. BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda yang secara rutin berlangsung
dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang.Dewasa ini
mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa.Hal ini didasarkan pada fakta dan
persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi
muda.Yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti
kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan
karakter peserta didik.
Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang tua, secara
subyektif, membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana
mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak,
remaja, generasi muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau
degradasi sikap atau nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan
perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan
cerminan budaya bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan
keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap mental dan
semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama.
Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah produk
pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum
pendidikan di masa sebelumnya itu.
Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada
baiknya dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum pendidikan. Kehendak
untuk melakukan peninjauan kurikulum, sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas
desakan dan tuntutan para orang tua.Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan
dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus
dilakukan peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam
masyarakat dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses implementasi kurikulum terutama
adalah pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan
pendidikan itu sendiri.
Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam arti luas maupun dalam arti
sempit.Tetapi untuk tujuan penulisan ini, kiranya perlu dikutip pernyataan Sukmadinata
(2004:150) yang mengatakan, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum
3. semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah.Dalam kurikulum
terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga
pengertian yang harus dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu
rencana belajar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat; (3)
kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan
bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum merupakan
rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan
demikian secara implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan.Selain itu juga
jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa,
orang tua, dan lingkungan.
Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan tujuan
pendidikan.Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak
didik.Apakah iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar tercipta di
lingkungan sekolah.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang.penanamannilai-nilai
sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi,
seiring dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai
tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.
Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin
memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan
dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang
tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin,
tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada
aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak
didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Distribusi penanaman nilai- nilai utama dalam tiap mata pelajaran dapat dilihat sebagai
4. berikut:
1. Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun,
disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai
keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan
kewajiban, kerja keras, dan adil.
2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis,
jujur, mengahargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung
jawab, ingin tahu, santun, nasionalis.
4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja
keras.
5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur,
bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri,
bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja
sama, patuh pada aturan sosial
7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain,
ingin, jujur, disiplin, demokratis
8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri,
mengahrgai karya dan prestasi orang lain
9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung
jawab, dan menghargai karya orang lain.
10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional,
peduli.
Bagaimana kesemuanya diaplikasikan? Setiap nilai utama tersebut dapat dimasukkan ke
dalam pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, sampai dengan konfirmasi.
Bagian pertama adalah Eksplorasi, antara lain dengan cara:
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema
materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam terbuka jadi guru dan peserta
didik belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir
logis, kreatif, kerjasama)
2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber
belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
5. 3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan:
kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh
nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau
lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
Bagian kedua adalah Elaborasi, nilai- nilai yang dapat ditanamkan antara lain:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas
tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang
ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan
bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh
nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi
belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan
maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan:
jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
8. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
9. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan
rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama)
Dan bagian ketiga adalah konfirmasi, nilai-nilainya antara lain:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,
maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan:
6. saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar
yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan
kekurangan)
4. Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru yang berfungsi sebagai:
Narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang
menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi
(contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang
ditanamkan: cinta ilmu); dan
Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
Penanaman nilai diatas yang nantinya diharapkan akan menjadikan peserta didik menjadi
lebih berkarakter.
Di masa lalu, dogma atau doktrin negara dilakukan melalui penataran-penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau melalui mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pelaksanaan penataran P4 juga menjadi program wajib
setiap siswa baru pada jenjang sekolah menengah sampai perguruan tinggi.
Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya
perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pembelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran,
khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan
moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan,
menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa. Faktanya, setelah
berlangsung bertahun-tahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja merebak.sudah bukan lagi disebut
sebagai kenakalan remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi,
7. nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap kesabaran,
pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya
rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.
Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan terhadap karya
sendiri dan atau karya bangsa sendiri.Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan
produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam ujian, dan bahkan sikap
mengagung-agungkan gelar, telah melunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan
ijazah.Apalagi ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan produk konsumtif
yang menyerbu setiap hari melalui berbagai media, kian menunjukkan betapa kita telah
kehilangan jati diri dan tidak mempunyai karakter.
Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan, tetapi
hanya merupakan wahana memburu status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana
sosialisasi dan membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan menuju
“kemewahan”.
Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih bermuatan nilai-nilai
kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi berkaitan dengan kepentingan politik.Pendidikan bukan
untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu hanya merupakan dampak
dari pendidikan.
Kurikulum Pendidikan
Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pendidikan di masa lalu?Apakah
kurikulum di masa lalu tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri
telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter peserta didik?Sebagaimana
diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada
masanya.Kurikulum yang berlaku pada masanya itu dapat dipandang telah memiliki
kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang
telah dipertimbangkan dengan matang.
Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan di Indonesia telah mengalami
berbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
8. Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada
pemerintah daerah.
Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan daerah dalam melaksanakan
pengelolaan pendidikan dan mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga terkait
dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam memberikan dukungan pelaksanaan
KTSP.
KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuan-ketentuan pelaksanaanya.Yang sekarang
tampak nyata adalah kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor kesiapan guru,
ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari orang tua atau masyarakat yang
kurang memadai.
Kemandirian Bangsa
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar. Kondisi ini
secara ekonomi menjadi target pasar yang besar pula bagi produk-produk negara lain.
Apabila kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan, maka dapat
diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa bangsa dan negara dengan jumlah
penduduk yang besar ini hanya akan menjadi target pemasaran produk dan budaya dari luar
(asing).
Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang gemar
mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek “produksi”.Longgarnya regulasi, kesiapan mental
yang mampu memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan globalisasi atau pasar
bebas, semakin memperkeruh situasi ini.
Pandangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa mempertimbangkan baik dan
buruknya, melahirkan ketidakseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut
“keterkejutan budaya (cultural shock)”
Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris, era industri, dan era
teknologi modern, telah nyata dalam kehidupan sebagian masyarakat kita. Contoh paling
nyata adalah petani di sawah yang memiliki handphone, hanya sekadar agar tidak disebut
“kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan
fungsionalnya. Contoh ini hanyalah merupakan salah satu paradok kehidupan
yang terkait dengan pendidikan. Masih banyak contoh lain yang dapat diajukan dalam
menunjukkan “keterkejutan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan
persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “persimpangan budaya”
memerlukan komitmen kalangan pendidik untuk mampu memberikan rambu-rambu dan
sekaligus menanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap dalam kerangka
9. kehidupan berbangsa dan bernegara.
Membangun Peradaban
Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain ditandai dengan adanya
persaingan bebas dalam pergaulan dunia, maka pengelolaan pendidikan harus dirancang
secara komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan mendapat dukungan
dari semua pihak. Kurikulum juga harus memiliki keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan
yang ingin dicapai; tidak saja aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga penting aspek-aspek
mental, etika, moral, dan seni.
Trianto (2010:11) mengatakan, perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, serta seni dan budaya.
Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian substansi tujuan pendidikan dan
proses pendidikan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum
adalah serangkaian proses pembelajaran untuk membentuk siswa yang memiliki integritas
dan membangun sikap mandiri dalam rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap
mental mandiri individual dalam diri siswa, secara kolektif dan kumulatif pada akhirnya akan
mampu membentuk sikap mental kemandirian bangsa.
KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh semua
pihak dan dukungan dari pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar
berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP. Konsepsi kompetensi dalam
kurikulum adalah; (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu
dalam berbagai konteks; (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa
untuk menjadi kompeten; (3) kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal
dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemampuan siswa
untuk melakukan sesuatu yang harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar
yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum pendidikan persekolahan
dimaksudkan untuk membentuk manusia seutuhnya, menyiapkan generasi muda menghadapi
kehidupan di masa datang, dan membangun sikap mental bangsa yang mandiri.Pembentukan
manusia seutuhnya dan segala atribut yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan
apabila didukung dengan kesiapan semua pihak dan penyediaan fasilitas yang memadai
secara merata.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali bahwa yang terpenting dalam
kurikulum adalah kemampuan suatu kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang
10. terjadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses pendidikan. Konsepsi kompetensi
siswa yang diharapkan dari suatu kurikulum yang terutama adalah melakukan sesuatu sesuai
konteks dan secara kreatif. Kreativitas manusia sebagai wujud dari pendidikan ini yang
kemudian akan menjadi khasanah yang memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi
(content) suatu kurikulum harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan terpadu untuk
membangun sikap mental bangsa yang memiliki karakter dan mampu membangun peradaban
bangsanya sendiri.
11. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai berikut: (1) Kurikulum
pendidikan yang berlaku pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua
kebutuhan belajar siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat dan melestarikan nilai-nilai
budaya bangsa. (2) Suatu kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif,
berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan
semata-mata karena kepentingan politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan
berpikir dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil
pendidikan adalah melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang
akan memperkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan dan dukungan baik dari
guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan dalam sistem persekolahan. (5) Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan
bebas antar-negara harus diimbangi dengan penerapan kurikulum yang menekankan
pentingnya sikap kemandirian bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. (*)
12. Daftar pustaka
1. John Mccain,Mark salter,”Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia”Gramedia
Pustaka Utama”Jakarta 2009
2. Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.” Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi”
Alfabeta,Bandung,2011
3. Hamka Abdul Aziz,”Membangun Karakter Bangsa”Pustaka Al
Mawardi.Surakarta,2011
4. Supriyoko,Pendidikan Karakter Membangun Peradaban,Samudera Biru, Jakarta2011
5. Sutarjo Adisusilo,”Pembelajaran Nilai Karakter”,Rajagrafindo, Jakarta,2012
6. Yoyon Bahtiar Irianto,Kebijakan Pembaharuan Pendidikan,Rajawali
Press,Jakarta,2012