Teks tersebut membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Globalisasi berdampak pada sistem pendidikan dengan munculnya sekolah bilingual dan kelas internasional untuk bersaing di pasar global. Namun, globalisasi pendidikan belum dirasakan semua kalangan karena biayanya mahal. Teks tersebut juga membahas pengertian globalisasi, dampaknya terhadap pendidikan seperti komodifikasi pendidikan, dan perlunya penyesuaian pendidikan
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Makalah global
1. BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong kita
untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan
dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional
dan global. Dampak globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan
pemahaman mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial
geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang
eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi
globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan
ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan
demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik,
kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, transportasi, dll.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya
arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di
indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem
pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari
sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka
program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan
pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau
tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar
tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
` Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi,
sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan
kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta
yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan
kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan
hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri
bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam
hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja
memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab
globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh
2. untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah
air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan
kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang
terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang
semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas
atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan
ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di
sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik
sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial
dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam
dari sekarang.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas dalam tulisan ini. Perumusan masalah tersebut :
1. Bagaimana memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan?
2. Siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi?
3. Apa kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia?
4. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
5. Cara penyesuain pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan mengenai tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1. Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah
perspektif global. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia
pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang
dominan dari kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang
lebih luas, untuk memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan,
untuk mengetahui siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi, untuk
mengetahui kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia, sehingga
kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi
sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar
realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
3. BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working
definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya
sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa
seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah
bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus
identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar
atau kekuatan budaya global.
Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan
teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak
berguna. John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini
memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988)
mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi
universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini
dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya
dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia
Internasional.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam
bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak
mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian
dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan
internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
4. menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau
batas-batas negara.
B. Globalisasi dan Pendidikan
Banyak orang yang mempertanyakan tentang kontradiksi antara pendidikan,
globalisasi dan keuntungan. Tak jarang banyak orang beragumentasi bahwa dunia pendidikan
adalah untuk anak-anak dan bukan untuk menjadi lahan meraih keuntungan. Pertanyaan yang
lebih ektrim adalah, apakah dalam situasi globalisasi masihkan dunia pendidikan tersedia dan
menguntungkan kelompok miskin. Kian mahalnya ongkos mengenyam bangku sekolah
membuat hanya segelintir anak-anak yang mampu mengenyamnya.
James Tooley, PhD mengatakan bahwa pilihan, kompetisi, dan kewiraswastaan yang
bergerak di pasar pendidikan di seluruh dunia telah menumbuhkan kerangka pendidikan yang
terbaik, bahkan bagi kaum miskin(2005). Ia memberikan contoh program pendidikan yang
dijalankan oleh Oxfam di Lahore, Pakistan, yang mampu menunjukkan bahwa anggapan
bahwa sekolah-sekolah swasta melayani kebutuhan sejumlah kecil orang kaya adalah suatu
asumsi yang keliru. Persaingan yang terjadi antar sekolah-sekolah swasta tersebut bukan
hanya ditataran biaya semata namun juga pada kurikulum sekolah. Sekolah-sekolah swasta
tersebut bahkan telah menjangkau wilayah-wilayah kumuh yang semula enggan didatangi
oleh sekolah pemerintah, seperti apa yang terjadi di India. Hanya saja, pemerintah acapkali
tidak mengakui keberadaan sekolah-sekolah swasta ini.
Dalam perkembangannya bahkan banyak orang tua murid yang lebih senang
menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah pemerintah, meskipun dengan
biaya gratis. Seperti yang acapkali ditemukan di India, banyak sekolah-sekolah negeri telah
kehilangan kualitas yang signifikan. Bukan saja fasilitas fisik sekolah yang menyedihkan
namun juga kualitas mengajar guru yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti ini dapat
dibayangkan, jika mengingat besaran subsidi dan kemampuan pemerintah untuk bertahan
memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah-sekolah negeri.
5. BAB III
PEMBAHASAN
I. Memahami Globalisasi dan Dampak Globalisasi terhadap Dunia Pendidikan
Tiap negara memiliki strategi dalam menghadapi globalisasi sehingga dampak
integrasi dan globalisasi beragam. Posisi sebuah negara bisa diketahui dalam indeks
globalisasi yang diukur dengan beberapa indikator, seperti konektivitas global, integrasi, dan
ketergantungan pada ruang ekonomi, sosial, dan ekologi.Ada lima kategori pengertian
globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan
satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung
unsur yang khas.
1. Globalisasi sebagai internasionalisasi
Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar ‘sebuah kata sifat (adjective) untuk
menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.
2. Globalisasi sebagai liberalisasi
Dalam pengertian ini, ‘globalisasi’ merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan
yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan
sebuah ekonomi dunia yang ‘terbuka’ dan ‘tanpa-batas.’
3. Globalisasi sebagai universalisasi
Dalam konsep ini, kata ‘global’ digunakan dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’
dan ‘globalisasi’ merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada
semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran
teknologi komputer, televisi, internet, dll.
4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi
(lebih dalam bentuk yang Americanised) ‘Globalisasi’ dalam konteks ini dipahami sebagai
sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme,
industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam
prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination
rakyat setempat.
5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial
(atau sebagai persebaran supra-teritorialitas) ‘Globalisasi’ mendorong ‘rekonfigurasi
geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak
teritorial, dan batas-batas teritorial.’ A. Giddens (1990) mendefinisikan globalisasi sebagai
‘intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa
6. sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi
di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya.’
Dalam dunia pendidikan, globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak
globalisasi terhadap dunia pendidikan paling tidak terlihat dalam 3 perubahan mendasar
dalam dunia pendidikan.Pertama, dalam perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan
pendidikan sebagai komoditas dan komersil. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha
mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu.Tuntutan pasar ini
mendorong perubahan dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk
penyesuaian program studi, kurikulum, manajemen, dll. Komersialisasi pendidikan juga
memacu privatisasi lembaga-lembaga pendidikan.Kedua, globalisasi mempengaruhi kontrol
pendidikan oleh negara. Sepintas terlihat bahwa pemerintah masih mengontrol sistem
pendidikan di suatu negara dengan cara intervensi langsung berupa pembuatan kebijakan dan
payung legalitas. Tetapi tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global seperti IMF
dan World Bank yang membuat dunia politik dan pembuat kebijakan cenderung market-driven.
Ketiga, globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi
pendidikan. Pemanfaataan teknologi baru seperti komputer dan internet telah membawa
perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Disamping
membantu akselerasi arus pertukaran informasi, teknologi tersebut telah ikut mendorong
berjamurnya system pendidikan jarak-jauh. Di sini terlihat fenomena delokalisasi, di mana
orang-orang belajar dalam suasana yang sangat individual dan menghalanginya untuk
berinteraksi dengan tetangga atau orang-orang di sekitarnya.
Meskipun dipandang dari sudut yang berbeda, kita bisa membuat sebuah generalisasi
bahwa kata kunci dari globalisasi adalah: kompetisi. Kalau sudah menyangkut kompetisi,
maka kita mesti memperhatikan salah satu faktor penentu dalam kompetisi yaitu ketangguhan
sumber daya manusia (SDM) yang merupakan output dari pendidikan. Oleh karena itu,
relevansi antara pendidikan nasional dengan globalisasi tidak saja dalam aspek dampak tetapi
juga dalam segi tantangan. Artinya, globalisasi adalah sebagai sebuah proses yang tidak bisa
diputar mundur dan terus bergulir yang menantang dunia pendidikan kita.
II. Siapkah Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi Globalisasi?
Sebelum kita menjawab apakah dunia pendidikan kita siap menghadapi globalisasi,
kita perlu bertanya apakah Indonesia sudah siap menghadapi globalisasi. Dalam summit
APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan berani menerima jadwal AFTA 2003 dan
APEC 2010 dengan menyatakan: “Siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi
karena sudah berada di dalamnya”.
Banyak pengamat menilai bahwa pada waktu itu Indonesia menyatakan ‘siap’
dalam globalisasi kurang didasarkan pada asumsi yang realistis. Dalam menilai kesiapan
dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi ada baiknya kita mengukur posisi
7. Indonesia dengan indikator-indikator—terlepas dari metodologi yang dipakai oleh pembuat
survei—yang dianggap cukup relevan, yaitu: tingkat kompetisi Indonesia di dunia global
(global competitiveness), indeks persepsi korupsi (corruption perception index), dan indeks
pengembangan SDM (human development index).
Menurut indikator pertama, dalam tingkat kompetisi global tahun 2002, Indonesia
berada pada posisi ke-72 dari 115 negara yang disurvei. Indonesia berada di bawah India
yang menempati posisi ke-56, Vietnam pada posisi ke-60, dan Filipina pada posisi ke-66.
Meskipun konfigurasi yang dibuat oleh Global Economic Forum ini lebih merupakan
kuantifikasi dari aspek ekonomi dan bersifat relatif, tetapi secara umum prestasi tersebut juga
merefleksikan kualitas dunia pendidikan kita. Dari sudut persepsi publik terhadap korupsi
tahun 2002, hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International dan Universitas
Göttingen menempatkan Indonesia pada urutan ke-122. Indonesia berada di bawah India
yang menempati posisi ke-83, Filipina pada posisi ke- 92, dan Vietnam pada posisi ke-100.
Mengingat sikap dan watak merupakan hasil pembinaan pendidikan, dunia pendidikan
kita bisa dianggap ‘liable’ terhadap perilaku korup. Implikasi indikator ini terhadap dunia
pendidikan kita secara umum ialah proses pendidikan kita belum mampu—secara
signifikan—menghasilkan lulusan yang bersih, jujur dan amanah. Sedangkan menurut
indikator pengembangan SDM tahun 2002, Indonesia menempati posisi ke-112 dari 174
III. Kondisi dan Kendala Kontemporer Dunia Pendidikan Indonesia
Berbicara masalah pendidikan di Indonesia adalah membahas hal yang sangat luas,
dinamis, fluktuatif dan relatif. Oleh karena itu, kita hanya bisa mengatakan bahwa pendidikan
di Indonesia ‘gagal’ secara kategoris. Sebenarnya pendidikan Indonesia telah banyak
menghasilkan tokoh-tokoh nasional dan output yang brilyan dan kompetitif dari masa ke
masa. Kalau digeneralisasi bahwa dunia pendidikan kita sudah gagal, maka Republik ini
sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya adalah
menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah Menengah
yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke istilah
Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’
Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Depdiknas terhadap 12 SMU yang
dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh
sekolah berprestasi ini cukup melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap
tahunnya berada pada peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan.
NEM terentang dari 47,99 sampai 64,27. Sekitar 81,2% rata-rata NEM siswa SLTP (sekarang
kembali ke istilah Sekolah Menengah Pertama atau SMP) yang diterima di SMU berprestasi
adalah 6,5 keatas. Kedua, sebagian besar guru SMU berprestasi memiliki pendidikan S1,
hanya beberapa SMU yang memiliki beberapa guru jenjang S2, Sarjana Muda atau D3,
bahkan SMU. Ketiga, kebanyakan SMU berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik,
8. yakni tanah yang cukup luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat bermain atau jenis
kegiatan lainnya, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru,
ruang TU, alat bantu pelajaran Fisika, Biologi, Matematika serta berbagai peralatan
elektronik seperti video, TV, tape-recorder, sound system dalam lab bahasa, perangkat
komputer sebagai media belajar. Keempat, seluruh guru SMU berprestasi menyusun satuan
pelajaran. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: intra dan ekstra kurikuler. Guru
umumnya menyampaikan materi dengan metode yang bervariasi meliputi: ceramah, tanya-jawab,
diskusi, simulasi, resitasi, tugas membaca di perpustakaan, praktikum di laboratorium,
dan pemanfaatan media belajar lainnya.
IV. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
A. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)
pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi
pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis
semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian
sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan
teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama
melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama;
sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta
perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang
sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas
dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang
merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.
Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi
landasan seluruh aspek.
B. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan
masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang
bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan
Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin
mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai
upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ
MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas
9. modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan
disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan
dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak
lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor
pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti
pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas,
10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi
untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan
terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan
miskin.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut :
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi
bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan
kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi
perdagangan bebas (free trade). Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun
ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan
justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.
C. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas
kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat
jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara
dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata
kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang
10. mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga
kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi
di pasar Internasional.
V. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi
globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global
tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki
potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks
regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang
kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan
tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam
pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan
formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang
sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain
dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral.
Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,
kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka
semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga
mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning
strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah
beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang
juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu,
tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang
lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
11. BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sejalan dengan pembahasan yang secara panjang lebar dipaparkan dalam bab II, maka
penulisan ini mempunyai simpulan sebagai berikut :
1. Memahami globalisasi dengan melihat lima kategori pengertian globalisasi yang
umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain
dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.
1). Globalisasi sebagai internasionalisasi
2). Globalisasi sebagai liberalisasi
3). Globalisasi sebagai universalisasi
4). Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi
5). Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas territorial
3. Kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia sudah gagal, maka
Republik ini sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya
adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah
Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke
istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’
4. Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran
pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Perubahan Corak Pendidikan, mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan
tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik
dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
5. Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait
menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia
pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan
menandai pendekatan kembali ke masa depan. Penyebab buruknya pendidikan di era
globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan
fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan
lancer.
6. Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan),
repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak
akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-
12. tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk
mencapai itu
2. Saran
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sebagus apa pun konsep perubahan kurikulum, tanpa diimbangi dengan optimalnya peran
stakeholder pendidikan, hal itu tidak akan banyak membawa dampak positif bagi kemajuan
peradaban bangsa. Sudah terlalu lama bangsa ini merindukan lahirnya generasi bangsa yang
“utuh dan paripurna”; berimtaq tinggi, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hanya potret
generasi semacam ini yang akan mampu membawa bangsa ini sanggup bersaing di tengah
kancah peradaban global yang demikian kompetitif secara arif, matang, dan dewasa. Nah,
akankah perubahan kurikulum di awal tahun ajaran ini mampu menjadi momentum
bangkitnya kemajuan dunia pendidikan di negeri kita.
13. DAFTAR PUSTAKA
1.http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDQQFj
AC&url=http%3A%2F%2Fwiare.files.wordpress.com%2F2013%2F02%2Fdampak-globalisasi-
terhadap-pendidikan-
2.doc&ei=cHhbUs6QNsPUrQfGmIDYDQ&usg=AFQjCNFfZqGD1DAcGKLHu-
QQKzQVD94G-A&bvm=bv.53899372,d.bmk&cad=rja
http://nurullah94.blogspot.com/2013/02/pengaruh- globalisasi-terhadap.html
14. KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subuhanahuwata’ala atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN INDONESIA ” dapat diselesaikan dengan baik dan pada waktu yang
diharapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung terselesainya makalah ini khususnya bagi teman-teman kelompok III.
kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan baik
dari segi materi maupun penulisan. Kekurangan tersebut disebabkan berbagai keterbatasan
yang kami meliki terutama literature atau bahan yang kami miliki. Kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaaam makalah berikutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan dan menambah pengetahuan serta
wawasan bagi para pembaca khususnya bagi para perawat yang akan terjun dalam pelayanan
kesehatan dan para mahasiswa keperawatan sebagai bekal di masa mendatang.
Raha, juni 2014