The implementation of UU Number 14 Year 2005 related to Teachers and Lecturers and UU Number 20 Year 2003 about National Educational System, brought the implication that all institution related to those UU automathically should implement it according to the rules within the UU. The idea to implement the MBS approach emerged along with the application of local authonomy and educational decentralisation as a new paradigm in school operation. The fact nowadays shows that schools are only a tool for center government’s bureaucracy to conduct educational politics matters.
With the use of MBS approach, school institution as an operational unit which manage everything directly. The whole components that are principals, teachers, school committees and society should prepare themselves and actively involved in improving educational qualities.
In order to conduct school effectively, the school needs an effective leadership as well. Principals are actors who playing the most significant roles as a leader in MBS to manifest vision to be a feasible mission for improving services and schools’ qualities.
Keywords: Leadership, School-Based Management.
1. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN
DALAM IMPLEMENTASI MBS
(MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH)
KARYA ILMIAH
Hasil Kajian Teori Karya Pengembanagan Profesi
untuk Pemenuhan Persyaratan Penetapan Angka Kredit Jabatan Guru
DISUSUN OLEH
H. SARTONO
Pembina Tingkat I IV/b
NIP. 19601231 1986011055
SMA NEGERI 2 MATARAM
2011
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 1
2. KATA PENGANTAR...
Dengan selalu mengucap puji syukur alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah
SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Karya Tulis Ilmiyah yang merupakan Kajian Teori
Hasil Karya Pengembangan Profesi ini dapat tersusun meskipun dalam bentuk yang sangat
sederhana dalam rangka pemanfaatan perkembangan keilmuan untuk pemenuhan persyaratan
penetapan Angka Kredit Jabatan Guru dan dapat memiliki perubahan daya berfikir cerdas kreatif
inovatif madani, memiliki kecakapan hidup yang handal serta Ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dan informasi dalam berbagi hal kehidupan manusia terus menerus berkembang dengan
pesatnya, sehingga secara langsung berdampak terhadap dunia pendidikan ditingkat Daerah,
Nasional maupun Internasional.
Kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya semata-mata ditentukan oleh tingkat
kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan
disiplin, disamping itu juga memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas
dari hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya
adalah faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan
personal/individu dan tidak semua guru dapat berbuat sesuai dengan keadaan ataupun
harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni. Namun
demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap kewajiban pekerjaan/
jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu.
Harapan agar kiranya Karya Tulis Ilmiyah ini dapat diterima pemenuhan persyaratan
penetapan Angka Kredit Jabatan Guru juga juga sebagai usaha untuk pengembangan
pendididkan pada umumnya melalui upaya yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam
upaya pengembangan kependidikan di masa yang akan datang.
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 2
3. Mataram, 17 September 2011.
Ketua Sekertaris
Drs. HAIRUDDIN AHMAD
Pembina IV/a H SARTONO, S.Pd
NIP 19590107 198103 1 012 Pembina Tingkat I IV/b
NIP. 196012311986011055
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 3
4. Abstrak
The implementation of UU Number 14 Year 2005 related to Teachers and
Lecturers and UU Number 20 Year 2003 about National Educational
System, brought the implication that all institution related to those UU
automathically should implement it according to the rules within the UU.
The idea to implement the MBS approach emerged along with the
application of local authonomy and educational decentralisation as a new
paradigm in school operation. The fact nowadays shows that schools are
only a tool for center government’s bureaucracy to conduct educational
politics matters.
With the use of MBS approach, school institution as an operational unit
which manage everything directly. The whole components that are
principals, teachers, school committees and society should prepare
themselves and actively involved in improving educational qualities.
In order to conduct school effectively, the school needs an effective
leadership as well. Principals are actors who playing the most significant
roles as a leader in MBS to manifest vision to be a feasible mission for
improving services and schools’ qualities.
Keywords: Leadership, School-Based Management.
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 4
5. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
1. Masalah Era Globalisasi
Bangsa Indonesia harus menghadapi Globalisasi dari terjadinya revolusi industri
dan revolusi informasi secara bersamaan, disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama teknologi informasi yang semakin hari semakin pesat perkembangannya,
sehingga menuntut perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, ekonomi, politik,
sosial dan budaya, termasuk pendidikan. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan
aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless
organization) akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-
aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam
percaturan global. Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga
desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi
pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi
pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.
Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan
peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan.
Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit
tataran di bawah atau masyarakat. Bangsa Indonesia harus mampu menyelesaikan
persoalan dimaksud yang sedang dihadapi serta ketinggalan di bidang ilmu dan teknologi
yang merupakan tumpuan teknologi.
Dalam Era Globalisasi ini, telah dimunculkan juga Manajemen Mutu Pendidikan
Berbasis Sekolah (school based quality managenment), yang merupakan paradigma baru
dalam pengelolaan pendidikan yang lebih memberi keleluasaan pada sekolah untuk dapat
mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan setempat dan
melaksanakan visi tersebut secara mandiri, tentu bukan hal asing bagi para praktisi dan
pengelola pendidikan formal. Untuk dapat dengan baik mengimplementasikan MBS tersebut,
pemberdayaan semua komponen yang bersinggungan dengan pengelolaan sekolah mulai
dari kepala sekolah, guru serta komite sekolah merupakan sesuatu yang sangat krusial.
Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru dan
karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan
pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu sekolah sangat
ditentukan oleh kwalitas kepala sekolah terutama dalam kemampuannya memberdayakan
guru dan karyawan ke arah suasana kerja yang kondusif ( positif, menggairahkan, dan
produktif). Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah sangat
dipengaruhi hal-hal sebagai berikut: Kepribadian yang kuat; kepala sekolah harus
mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki
kepekaan sosial. Memahami tujuan pendidikan dengan baik; pemahaman yang baik
merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak
lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya. Pengetahuan yang luas;
kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang
tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait. Keterampilan professional yang terkait
dengan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya: teknis
menyusun jadwal pelajaran, memimpin rapat. (b) keterampilan hubungan kemanusiaan,
misalnya : bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf (c) Keterampilan
konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan
masalah yang akan muncul dan mencari pemecahannya.
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 5
6. 2. Masalah Pengembangan Kepemimpinan
Kecenderungan pengembangan kepemimpinan di suatu satuan organisasi
termasuk satuan pendidikan ditujukan untuk mempercepat para bawahannya masuk ke
dalam suatu lingkungan baru dimana mereka dapat mengembangkan kompetensi dan
kapabilitasnya. Di beberapa satuan pendidikan bisa jadi pengembangan kepemimpinan
direfleksikan oleh para pemimpin dalam mengelola akan persepsi tentang beragam isu, dan
menggunakan kapasitas huhungan untuk memengaruhi perubahan satuan pendidikan. Dan
semua dikaitkan dengan strategi satuan pendidikan, Tanpa itu semua satuan pendidikan
seolah berjalan tanpa arah. Ketika persaingan global cenderung semakin tinggi, dituntut
memiliki program pengembangan kepemimpinan yang unggul yang mampu menggalang
jejaring hubungan. Pertanyaannya adalah apakah satuan pendidikan khususnya SMA sudah
melakukan seperti itu?
Tidak jarang ditemukan bahwa program pengembangan kepemimpinan telah gagal
untuk memasukkan unsur kemampuan dalam membangun suatu nilai hubungan bisnis yang
strategik, Hal ini terlihat dalam penerapan gaya kepemimpinannya dan dalam beberapa hal
pengembangan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi segala permasalahan secara
sistematis, membangun, pemeliharaan personal, fungsional, dan manajemen hubungan untuk
memengaruhi orang lain kurang diprogramkan. Dengan kata lain bagaimana setiap orang
terutama yang potensial diarahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki
kemampuan hubungan dalam memengaruhi, mengarahkan, dan mengkoordinasi orang lain.
Permasalahan yang timbul terus menerus, adalah pengembangan langkah langkah
strategis dari Pengembangan kepemimpinan (leadership development) Dimana
Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak
sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam
membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan
manajemen (management), Bennis and Nanus (1995).
Menurut penadapat (Cynthia D. McCauley, Russ . Moxley, Ellen Van Velsor, 1998:4)
bahwa perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses
kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran dan proses yang
memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara yang produktif dan
bermanfaat. Lebih jauh dinyatakan bahwa ada tiga permasalahan penting yang menjadi latar
belakang pengembangan kepemimpinan ini, yaitu:
a) Pengembangan kepemimpinan diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau
tujuan utamanya adalah kapasitas individu
b) Individu yang belum nanpu secara efektif dalam peran dan proses kepimimpinan.
Karena setiap individu dalam kehidupaannya harus mengambil peran dan berpartisipasi
dalam proses kepemimpinan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam
masyarakat sekitarnya, oragnisasi dimana mereka bekerja, kelompok professional
dimana mereka diakui keberadaannya, tetangga dimana mereka bermasyarakat.
c) Individu yang belum dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah
bahwa setiap orang bisa belajar, tumbuh dan berubah
Banyak kalangan para pemimpin belum mampu melaksanakan pengembangan
langkah langkah strategis dalam Pengembangan kepemimpinan oleh karena itu mencermati
dialog antara the manager and the sage dalam buku “Handbook of Leadership
Development”, berikut: “Is experience the best teacher?” “Can I develop as a leader
from experience?”. “Some people have said that experience is the best teacher,” “But
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 6
7. some experiences don’t teach”. “So experience is not the best teacher?”. “Not exaltly
that, “. “It is just that not every experience offers important leadership lessons”. “So
where do I learn ? What experiences will be help to me ?” “It is the experiences that
challenge you that are development,” the sage responded, “the experiences that
stretch you, that force you to develop new abilities if you are going to survive and
succeed” (1998:1). Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman merupakan faktor yang penting
dalam pengembangan kepemimpinan, walaupun tidak semua pengalaman dapat menjadi
guru yang baik. Berdasar penelitian pemikiran tersebut, kunci utama pengembangan
kepemimpinan adalah penilaian, tantangan, dan dukungan. Faktor keturunan ternyata hanya
memberikan sumbangan yang kecil bagi kepemimpinan seseorang, sebagian besar karena
faktor pengalaman sesudah dewasa. Sebuah organisasi akan efektif, apabila dikelola dengan
manajemen yang baik. Pendapat ini tidak salah seluruhnya, akan tetapi sebenarnya faktor
kepemimpinan-lah yang mampu menggerakkan organisasi menjadi efektif, sementara para
manajemen akan menjalankan tugasnya agar lebih efisien. Selama beberapa dekade, banyak
orang yang menekankan manajemen karena lebih mudah diajarkan dibanding dengan
kepemimpinan. Dengan menekankan pada aspek manajemen, banyak persoalan yang tidak
terlacak dan akan menimbulkan arogansi. Hal tersebut menyebabkan transformasi organisasi
menjadi semakin sulit.
Dari pokok pokok Permasalahan yang timbul tersebut secara langsung maupun
tidak langsung bahwa pengembangan kepemimpinan memiliki beberapa implikasi.
Sebagaimana didinyatakan oleh Anderson (1988), "leadership means using power to
influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Antara lain dimaksudkan adalah :
(a) Implikasi pertama: melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau
bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan
untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya
karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
(b). Implikasi Kedua dimana seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang
yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya
untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Dan lebih rinci dinyatakan menurut
French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat
bersumber dari: (1) Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan
penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. (2)
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya (3) Legitimate power, yang didasarkan
atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan
pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. (4) Referent power, yang didasarkan
atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Yang berarti
bahwa pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik
pribadinya, reputasinya atau karismanya. (5) Expert power, yang didasarkan
atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki
kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Para pemimpin dapat
menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
(c) Implikasi ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment),
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 7
8. kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk
meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi.
Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen
(management), kedua konsep tersebut berbeda. Selanjutnya hampir disetiap
organisasi termasuk didalamnya organisasi Kependidikan timbul persoalan
bahwa kecendrungan dari seorang pemimpin/ Kepala Sekolah yang senang
mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan
mengawasinya secara ketat serta memberikan penilaian kepada mereka yang
tidak melaksanakannya sesuai dengan yang apa seorang pemimpin harapkan.
selalu ingin mendominasi semua persoalan sehingga ide dan gagasan bawahan
tidak berkembang. Selanjutnya Kecendrungan dari Seorang pemimpin/ Kepala
Sekolah yang mempunyai pengalaman terbatas untuk mengerjakan apa yang
diminta, tidak memiliki motivasi dan kemauan untuk mengerjakan apa yang
diharapkan, merasa tidak yakin dan kurang percaya diri, bekerja di bawah
standar yang telah ditentukan. Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen,
tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan
yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai
tujuan dan sasaran.Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup
fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan
evaluasi.
Perasalahan lainnya adalah hal yang menyangkut dan melekat pada pola-pola
perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin
untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana
pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan
dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan
kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya. Dan ada
juga pola kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan,
akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan
tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan
mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang
tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Idealnya, pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi
bawahan guna pencapaian tujuan organisasi mendapat sambutan hangat oleh bawahan
sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran
untuk bekerja sama dan bekerja produktif. mempengaruhi bawahan guna kepentingan
pemimpin yaitu tujuan organisasi. pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan
fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam
kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan serta lebih
mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang
dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap
anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam
melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota
melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan
sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota. Kepemimpinan yang baik
tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin
memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.5 Konsep
kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 8
9. pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat
beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian,
penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan
implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan
kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figure pemimpin, 2)
dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai
tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai
tempat untuk meletakkan kekuasaan. Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana
memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan
melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut.
Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin
menjadi sangat penting.
3. Masalah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Salah satu permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah
permasalahan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai
pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan
sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah.
Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan
yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang
salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Kemudian munculnya paradigma Guru
tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang
demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Sehingga diberlakukannya
MBS, dimana Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu
menjadikan output yang unggul, sebagamana menurut pendapat Gorton tentang sekolah ia
mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah
orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan
instruksional. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang disentralisasikan yang berkaitan
erat dengan filosofi otonomi daerah. Secara esensial landasan filosofis otonomi daerah
adalah pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat
yang dicita-citakan (Gafar, 2000). Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting
dalam kehidupan manusia. Ia merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk
mempertahankan berlangsungnya eksistensi mereka (Fakih dalam Wahono, 2000: iii).
Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (school based quality
managenment) atau sering disebut manejemen mutu berbasis (MBS), yang merupakan
paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih memberi keleluasaan pada
sekolah untuk dapat mengembangkan suatu visi pendidikan yang sesuai dengan keadaan
setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri, tentu bukan hal asing bagi para
praktisi dan pengelola pendidikan formal. Untuk dapat dengan baik mengimplementasikan
MBS tersebut, pemberdayaan semua komponen yang bersinggungan dengan pengelolaan
sekolah mulai dari kepala sekolah, guru serta komite sekolah merupakan sesuatu yang
sangat krusial Manajemen Berbasis Sekolah merupakan upaya serius yang rumit,
memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam
pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan
yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 9
10. MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah
pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Kendati Manajemen Berbasis Sekolah dapat
bermakna pemberlakuan desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab
tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan
sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum,
standar, dan akuntabilitas namun timbullah persoalan yang paling mendasar yaitu :
(a) Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah,
memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang
tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang
cerdas serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan.
Kebijakan ini diambil sebagai konsekuensi berlakunya undang-undang tentang otonomi
daerah. Sejalan dengan itu terjadi perubahan di bidang pendidikan dari sentralisasi
menuju ke desentralisasi pendidikan.
(b) Perubahan paradigma pendidikan di Indonesia
Perubahan paradigma pendidikan di Indonesia ini, di satu sisi memberikan
keleluasaan pada daerah tingkat II maupun sekolah untuk mengatur dirinya sendiri, di
lain sisi pemerintah daerah maupun sekolah masih tertanam mind set sentralistik seperti
yang selama ini berlangsung menuntut kepemimpinan yang mampu mengarahkan serta
mewujudkan visi menjadi misi bersama yang feasible.
Kepala Sekolah diharapkan mampu berperan sebagai aktor yang memimpin
demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Namun, keberhasilan dari Kebijakan
Manajemen Berbasis Sekolah ini dapat tercapai dengan baik apabila didukung partisipasi
stake holder, yakni pemerintah daerah tingkat II melalui Dinas Pendidikan, Kepala
Sekolah, Komite Sekolah, para guru, dan masyarakat yang terpanggil untuk bersama-
sama meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah. Tentu saja dalam mencermati
dengan seksama bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) merupakan
kebijakan bidang persekolahan di Indonesia. Manajemen Berbasis Sekolah ( School
Based Management),
Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini telah sedang berlangsung perubahan
paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:
(1). Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi kedaerahan. Aspirasi
masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan
kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.
(2.) Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan
kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan
rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis
(3). Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi
terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara
seimbang.
(4.) Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara
yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global.
Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan
nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini
berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah
sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 10
11. berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau
unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.
(c) Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat dalam sistem kependidikan
Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena
kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa
dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan
menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.
(d) Diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20//2003
Diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Pasal 51 UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 20//2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Termasuk didalamnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang merupakan konsep
pengelolaan sekolah ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi
pendidikan. Kemudian diharapkan mampu menjawab tantangan jaman dan ekpektasi
negara, masyarakat, serta keluarga terhadap sekolah. Namun untuk mewujudkan
harapan terhadap sekolah dan persekolahan tersebut, maka masih dibutuhkan beberapa
faktor pendukung lainnya, antara lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang
mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi bersama. Selanjutnya masalah yang
krusial dalam implementasi MBS adalah pengaruh dari Sistem pemerintahan yang jelas
batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya
akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang
hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam
percaturan global Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga
desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja
desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang
atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan.
Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang
mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak
ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan
menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.
(e) Desentralisasi pendidikan
Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit
bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak
persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit
tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan
negara. Namun belum sepenuhnya menjadi faktor-faktor pendorong penerapan
desentralisasi pendidikan karena adanya : Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat,
para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru terus menerus turut serta mengontrol
sekolah dan menilai kualitas pendidikan. Kendati muncul anggapan bahwa struktur
pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan
partisipasi siswa bersekolah. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu given pada
saat ini, sementara sebagian besar mind set para pemimpin di daerah maupun instansi
daerah kadang masih bersifat sentralistik. Hanyalah semboyan belaka bahwa
desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah
atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan
pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 11
12. atau masyarakat. karena sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan Negara.
Idealnya adalah faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan adalah
Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan
guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan dan tidak
dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah
setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak
memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh
bantuan dan pendanaan.
(f) Otoritas Birokrasi
Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif
kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja
sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan
dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. Lebih mendalam lagi bahwa pada era
desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan
Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), ini yang merupakan upaya dalam
peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah. Akan tetapi
seringkali munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para
pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang
mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. dipandang bahwa para
kepala sekolah merasa terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks
pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin
dikerdilkan pemerintahan daerah terselubung dalam kancah penguasa daerah yang
dengan rutinitas urusan birokrasi menumpulkan kreativitas berinovasi. Sehingga
Desentralisasi pendidikan tidak dapat tiga pilar utamanya yang mencakup tiga hal, yaitu:
a. Manajemen berbasis lokal b. Pendelegasian wewenang c. Inovasi kurikulum.
(g) Keterbatasan Pengelolaan Sekolah
Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk
mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran
pendidikan di sekolah umumnya diadakan yang tadinya di tingkat pemerintah pusat atau
sebagian di instansi vertikal akan tetapi berpindah tempat di tingkat pemerintah daerah
atau sebagian di instansi pemerintahan daerah dan sekolah hanya menerima apa
adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat
didelegasikan ke daerah dan kepala sekolah serta guru harus melaksanakannya sesuai
dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir
dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang
masing-masing di birokrasi pemerintahan daerah menginginkan bagian. Tidak heran jika
nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari
separuhnya. Pada kenyataannya selama ini lebih dari separuh dana pendidikan
sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan
proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah (Agus Dharma, 2003).
(h) Pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah
Pendekatan MBS ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan
bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota
masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat
menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.
Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah
dengan memberdayakannya. Jelaslah bahwa dengan pendekatan MBS tersebut, maka
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 12
13. institusi sekolah sebagai unit operasional secara langsung menangani segala hal yang
berkaitan mempunyai peran yang sangat besar, namun hanya implementasi isapan
jempol saja dimana Seluruh komponen persekolahan yakni kepala sekolah, para guru,
komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri dan terlibat aktif dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan Permasalahan yang muncul kemudian adalah siapakah
yang harus berperan memimpin dan bagaimanakah mengembangkan kepemimpinan
untuk mewujudkan konsep ideal kebijakan MBS tersebut ?.
B. DASAR PEMIKIRAN
Sebagai pokok pokok pemikiran dan acuan serta rujukan pendahuluan penting
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berlandaskan :
1. Rasionalisasi
Pengembanghan Kepemimpinan dalam kaitaitannya dengan mengimplementasikan
manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki
pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang sekolah dan
pendidikan. Pimpinan sekolah disi lain harus benar benar memperhatikan iklim sekolah yang
kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, menciptakan kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesional, serta partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik dalam
dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengawasan pendidikan disekolah. Dan
tidak akan dapat diimplementasikan apabila tidak didukung oleh iklim yang kondusif bagi
terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib. Sehingga proses pembelajaran tidak akan
dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan. Kendati kebijakan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran beserta sistem evaluasinya harus didesentralisasikan ke sekolah
agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.
Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Demokratis Dan Profesional dalam
Pelaksanaan implementasi MBS menuntut kepemimpinan kepala sekolah profesional yang
memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk mewujudkan visi menjadi aksi serta
demokratis dan transparan dalam berbagai pengambilan keputusan. Dalam implementasi MBS
kepala sekolah harus mampu sebagai indikator, manajer, administratior, supervisor, inovator dan
motivator pendidikan (Emaslim). Kemudian partisipasi Aktif Masyarakat dan Orang Tua. MBS
menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi
kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat serta mengefisienkan
sistem dan mengendurkan birokrasi yang tumpang tindih.Namun kenyataan sekolah dewasa ini
partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah masih relatif
rendah. Demikian halnya partisipasi orang tua peserta didik masih terbatas pada pemberian
bantuan finansial untuk mendukung kegiatan-kegiatan operasional sekolah.
Pengembangan Kepemimpinan dalam implementasi MBS keterlibatan aktif berbagai
kelompok masyarakat dan pihak orang tua dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan program-program pendidikan di sekolah merupakan sesuatu yang sangat
diperlukan. Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna apabila desentralisasi yang sistematis
pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah
signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan terkait tujuan,
kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas Selanjutnya Transformasi sekolah diperoleh
ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar
siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada
kesejahteraan pengelolaan Manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi untuk mencapai
transformasi sekolah.
Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini sedang berlangsung perubahan paradigma
manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 13
14. a. Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi pasar. Aspirasi
masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan
kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.
b. Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi.
Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat.
Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis
c. Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi
terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara
seimbang.
d. Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara
yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global.
Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan
nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini
berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan
adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan
bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi
pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum
yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan
keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak
ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas,
dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.
Selanjutnya dinyatakan para peneliti bahwa desentralisasi pendidikan bertujuan untuk
memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan
di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan
oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di
kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb:
Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk
turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan. Anggapan bahwa struktur
pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa
bersekolah. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan
sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak
memenuhi tuntutan baru dari masyarakat. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan
dan pendanaan. (Nuril Huda, 1999)
Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program
dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Program ini
merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah
dalam mengelola institusinya. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan
para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka
miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerja sama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses kegiatan
pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian
(organising), penggerakan (actuating) dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk
menjadikan visi menjadi aksi.
Lebih jauh lagi bahwa Manajemen pendidikan yang merupakan sekumpulan fungsi
untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan pendidikan, melakukan perencanaan,
pengambilan keputusan, perilaku kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan
koordinasi personil, penciptaan iklim organisasi yang kondusif, serta penentuan pengembangan
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 14
15. fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat dimasa depan. Dan
Manajemen pendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang
melakukan kerja sama serta sumber-sumber yang didayagunakan.
Manajemen Pendidikan merupakan suatu cabang Ilmu manajemen yang mempelajari
penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, sumber belajar dan dana serta upaya
pencapaian tujuan lembaga secara dinamis.
Disatu sisi upaya meningkatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi
tanggung jawab pendidikan, terutama mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis
dan profesional pada bidangnya masing-masing, ini berarti bahwa sekolah harus dapat
mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengajaran sumber belajar, profesionalisme
tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. Namun penomena telah
terjadi akibat adanya tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan
perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
* anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam
meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon
secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam. Penampilan kinerja
sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat Tumbuhnya persaingan dalam
memperoleh bantuan dan pendanaan. Yang implikasinya diasumsikan bahwa Mutu pendidikan
Indonesia dalam berbagai pandangan lapisan masyarakat hingga sekarang ini disimpulkan dalam
kategori rendah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan
menengah. Timbulnya pandangan seperti ini dipengaruhi oleh faktor kondisi realita yang dialami
masing-masing kelompok masyarakat melalui jumlah lulusan yang belum banyak diserap pada
lapangan pekerjaan yang tersedia. Masyarakat pada dasarnya telah menyadari pada kondisi era
globalisasi sekarang ini bahwa mutu pendidikan sudah menjadi bahagian yang prioritas untuk
dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Kehidupan masyarakat di semua benua
hingga pada abad dua puluh satu ini telah mengalami perubahan dramatis dengan berlomba-
lomba memasuki era informasi teknologi. Kondisi seperti ini sudah barang tentu mempunyai
konsekuensi terhadap paradigma pendidikan Indonesia untuk dapat menyiapkan sumber daya
manusia yang unggul dan kompetitif dalam menyikapi tuntutan global dimasa mendatang seperti
yang dikemukakan Syarifuddin (2002: 8) bahwa setiap negara dituntut untuk berperan dalam
kompetensi global, harapan ini akan bias dicapai dengan baik jika didukung oleh sumber daya
manusia berkualitas yang dimiliki oleh setiap bangsa
Pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai peningkatan mutu
pendidikan pada setiap satuan pendidikan di tanah air secara nasional di antaranya melalui
peningkatan manajemen sekolah dengan penerapan manajemen berbasis sekolah dan bantuan
dana operasional sekolah di semua tingkat dan satuan pendidikan. Usaha lain yang tergolong
universal seperti yang dikemukakan Rahman H. (2005: 2) sebagai berikut: Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa otonomi pendidikan
berazaskan disentralisasi, dengan pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS). Pendekatan
MBS dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian dan kreativitas kepemimpinan kepala
sekolah yang kuat dan efektif. Oleh karena itu, amanat dalam Undang-undang tersebut harus
menjadi dasar dan arah dalam pengembangan sekolah masa depan. Sekolah sebagai wahana
penting dalam pembentukan sumber daya manusia berkualitas akan dapat diwujudkan melalui
tingkat satuan pendidikan. Kesuksesan untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung
kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan
pendapat Crawfond M (2005: 18) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka-
mereka yang organisasinya telah berhasil dalam mencapai tujuan.
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 15
16. Keberhasilan atau kesuksesan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengelola organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan
pengawasan (controling) terhadap semua operasional tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan
sekolah dalam meraih mutu pendidikan yang baik banyak ditentukan melalui peran
kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini disebabkan Gaya kepemimpinan dari kepala sekolah itu
sendiri dikembangkan dalm beberapa gaya kepemimpinan dalam upaya perbaikan mutu
pendidikan di tingkat sekolah, namun fenomena yang berkembang di masyarakat pada saat ini
bahwa penerapan desentralisasi pendidikan seperti aktualisasi manajemen berbasis sekolah
dapat secara optimal dilakukan oleh kepala sekolah.
2. Landasan Yuridis/ Hukum
Landasan Hukum dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah : (1) UU RI Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Pusat dan Daerah.(2) UU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.(3) UU RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. (4) UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (5) PP
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah (6) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. (7) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. (8)
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.(9) Permendiknas
Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permen 22 dan 23 tahun 2006 (10 ) Permendiknas
Nomor 6 thn 2007 tentang perubahan permen nomor 24 tahun 2006 (11) Permendiknas nomor
12,13,16,18,tahun 2007 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan . (12)
Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan (13)
Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana (17) Permendiknas
Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan (18) Permendiknas Nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses (19) Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(20) 17.Renstra Depdiknas tahun 2005 – 2009.
School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS diartikan
sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah
(pendidik, tenaga kependikan, kepala sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah (Fadjar, A. Malik dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002).
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada BAB III pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Landasan hukum
ini sangatlah tepat bahwa MBS diimplementasikan dan diterapkan bertujuan untuk membangun
sekolah yang efektif sehingga pendidikan berguna bagi pribadi, bangsa dan Negara. Dalam
konteks ini, pengambilan keputusan harus memperhatikan potensi daerah yang dapat
dikembangkan menjadi keunggulan lokal.
Dalam UU No. 20/2003 BAB XIV pasal 50 ayat (5) yang menyatakan bahwa
Pemerintah Kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal. Selanjutnya PP 19/2005 BAB III pasal 14 ayat (1) menyatakan
bahwa untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan
berbasis keunggulan lokal.
Selanjutnya PP 19 Tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat (1) menyatakan bahwa
dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada
penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal. Demikian juga
seperti tujuan pendidikan yang tercantum dalam Permen Diknas No 23 Tahun 2006 yaitu :
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 16
17. Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang telah dikeluarkan
sebelumnya yaitu tentang School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). MBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung
warga sekolah (pendidik, tenaga kependikan, kepala sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat)
untuk meningkatkan mutu sekolah (Fadjar, A. Malik dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002).
MBS diterapkan bertujuan untuk membangun sekolah yang efektif sehingga
pendidikan berguna bagi pribadi, bangsa dan Negara. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan
harus memperhatikan potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan lokal..
Selanjutnya PP 19 Tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat (1) menyatakan
bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan
dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian
khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis sekolah .
Dengan demikian, berdasarkan pemikiran dan perundang-undangan tersebut di atas
maka di SMA perlu dikembangkan Pendidikan Berbasis Sekolah. Isi pokok pokok pikiran didalam
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan
Visi dan Misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misinya adalah:
(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional,
dan internasional;
(3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;
(4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5)
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
(6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global;
(7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan
pendidikan merupakan bagian integral dari seluruh proses pembangunan. Pendidikan
merupakan satu-satunya sarana dalam menciptakan SDM yang berkualitas, sehingga
memerlukan penanganan yang serius dan profesional.
Akan tetapi tantangan yang kini dihadapi di bidang pendidikan, antara lain :
(1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai;
(2) menyiapkan SDM berkualitas dalam rangka menghadapi kompetensi pasar global;
(3) mengembangkan sistem pendidikan yang lebih dinamis, demokratis, adaptif dan aspiratif,
memahami keberagaman dan kemajemukan potensi daerah.
Satuan pendidikan yang menyadari bahwa tantangan Nyata maka dalam
menjalankan fungsinya berdasarkan landasan hukum tersebut adalah :
1. Melaksanakan pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan
2. Melaksanakan pengembangan metode pembelajaran
3. Melaksanakan peningkatan Standart Kriteria Ketuntasan Minimal
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 17
18. 4. Melaksanakan pengembangan profesionalisme guru
5. Meningkatkan prestasi akademik dan nonakademik
6. Memantapkan terwujudnya masyarakat belajar yang mandiri
7. Mencetak lulusan setara nasional yang berkualitas
8. Memajukan dan mengembangkan kegiatan intra dan ekstra kurikuler sebagai
lembaga yang memiliki kehandalan output dan outcomes
9. Melaksanakan pengembangan lingkungan belajar yang bestari dan mandiri
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan kita masih jauh dari
yang diharapkan. Sekolah yang bermutu dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain : nilai
rata-rata ujian akhir yang bagus, jumlah lulusan yang dapat diterima di jenjang pendidikan
Perguruan tinggi dan banyaknya lulusan yang dapat memperoleh pekerjaan yang layak.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan di
sekolah, yaitu ; tenaga pendidik, siswa, lingkungan dan sarana dan prasarana. Kualitas tenaga
pendidik akan sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang dikelolanya terutama dalam
membelajarkan anak didiknya.
Guru yang ideal adalah guru yang sebelum mengajar sudah mempersiapkan diri
dengan melengkapi semua administrasi kelas kemudian mengajar di kelas tanpa terbebani
administrasi sekolah. Setelah mengajar mereka belajar di rumah dengan memberi evaluasi
kepada siswanya dan belajar lagi untuk menambah pengetahuan yang berguna. Keadaan siswa
juga mempengaruhi kualitas mutu pendidikan.
Siswa cenderung masuk ke sekolah favorit. Tentu saja sekolah tersebut akan
mempunyai bibit unggul karena pada waktu seleksi di sekolah favorit, siswa mempunyai passing
grade tinggi maka outputnya tentu sangat bagus. Sebaliknya sekolah yang tidak ada seleksinya
outputnya akan kurang memuaskan.
Sarana dan prasarana juga mempengaruhi mutu pendidikan. Ruang belajar yang
nyaman, laboratorium yang cukup memadai dan alat peraga yang lengkap akan berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Pratikum yang dilaksanakan siswa akan lebih berhasil dalam
belajarnya karena pengalaman di ruang praktik dapat menambah wawasan siswa. Faktor
lingkungan juga mempengaruhi mutu pendidikan.
Faktor lingkungan bisa di masyarakat maupun di sekolah. Lingkungan di rumah yang
kurang mendukung belajarnya, maka siswa tersebut kurang berprestasi karena akan terpengaruh
oleh keadaan di sekitarnya. Bila lingkungan kelas/sekolah menyenangkan akan dapat
mendorong siswa untuk lebih berprestasi.
PP Nomor 19 Tahun 2005 Ayat 2 dan Ayat 3 menyebutkan bahwa dengan
diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk
memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi
Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional
Pendidikan. terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang
telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri,
dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori
standar. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kategori sekolah standard dan
mandiri didasarkan pada terpenuhinya delapan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan).
Ketentuan Peralihan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 94 butir b, menyebutkan bahwa satuan
pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7
(tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Hal tersebut berarti bahwa paling lambat pada
tahun 2013 semua sekolah jalur pendidikan formal khususnya di SMA/MA sudah/hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan Mutu pendidikan di lingkup sekolah seperti di atas,
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 18
19. maka perlu adanya peningkatan mutu pendidikan melalui Pembinaan prestasi belajar siswa yang
intensif , perluasan pemeratan pelatihan Guru, Penyediaan Pusat Sumberbelajar dan
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya komputer secara optimal.
Keberadaan komputer tidak hanya digunakan untuk efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan
penyelenggaraan sekolah tetapi juga dapat digunakan untuk mempermudah menunjukkan
pengetahuan, mengganti simulasi yang berbahaya, memberi daya tarik yang lengkap menyentuh
seluruh modalitas manusia lewat desain multi media.
3. Landasan Pedagogis
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Manusia memiliki potensi, dan
melalui pendidikan potensi tersebut dapat diaktualisasikan menjadi kemampuan yang dapat
digunakan dalam kehidupan masyarakat. Jadi pendidikan memegang peran penting dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Rousseau (Emile, 1762), tujuan utama pendidikan adalah memberi
kemampuan pada manusia untuk hidup di masyarakat. Kemampuan ini berupa pengetahuan
dan/atau keterampilan, serta prilaku yang diterima masyarakat. Kemampuaan seseorang akan
dapat berkembang secara optimal apabila memperoleh pengalaman belajar yang tepat. Untuk itu
lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah harus memberi pengalaman belajar yang sesuai
dengan potensi dan minat peserta didik. Pendidikan di sekolah harus mampu memanfaatkan
potensi siswa, menurut Suderadjat ( 2005 ), Pendidikan merupakan pemberdayaan siswa (
student empowerment) sehingga mereka memiliki fisik manual, intelektual dan emosional.
SMA Negeri 2 Mataram sebagai salah satu unit lembaga pendidikan berfungsi
sebagai lembaga sosial atau dapat dipandang sebagai lembaga ekonomi non profit. Sebagai
lembaga sosial, sekolah memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan dan pengajaran bagi
masyarakat, sedangkan sebagai lembaga ekonomi, sekolah menghasilkan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi ekonomi untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Hal ini dilihat dari hasil pendidikan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi
kepada masyarakat. Dampak ekonomi dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dampak sosial dapat dilihat pada kehidupan bermasyarakat yang tenteram, aman,
dan sentosa. Etika moral dan akhlak mulia masyarakat dapat dibangun melalui pendidikan,
untuk memberi ketenteraman kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya
bersifat material tetapi juga sosial.
Semua sekolah senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dan
dengan Peningkatan kualitas pendidikan tentunya harus dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan.
Sebagaimana Menurut Quisumbing (2003), kualitas pendidikan bersifat dinamis,saat
ini berkualitas namun saat mendatang mungkin sudah ketinggalan. Oleh karena itu peningkatan
kualitas pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Selanjutnya faktor
yang menentukan kualitas pendidikan antara lain kualitas pembelajaran dan karakter peserta
didik yang meliputi bakat, minat, dan kemampuan.
Kualitas pembelajaran dilihat pada interaksi peserta didik dengan sumber belajar,
termasuk pendidik. Interaksi yang berkualitas adalah yang menyenangkan dan menantang.
Menyenangkan berarti peserta didik belajar dengan rasa senang, sedangkan menantang berarti
ada pengetahuan atau keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai kompetensi.
Dan tidak kalah pentingnya adalah Pencapaian kompetensi peserta didik yang
menjadi tujuan pembelajaran ditentukan oleh karakter peserta didik yang berbeda satu dengan
lainnya, dan memiliki keunikan. Karakter ini merupakan fungsi dari keturunan, pengalaman,
perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, kebutuhan dan faktor lain dari kehidupan
(Stott, Fink & Earl, 2003).
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 19
20. Pendidikan yang maju merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa.
Pendidikan yang maju menjamin terwujudnya generasi pembangun bangsa yang maju pula.
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan.
Oleh karena itu, menurut Yamin (2009:66) “Pendidikan sebagai sarana untuk
mencerdaskan kehidupan memiliki peranan strategis. Pendidikan berperan dalam
mengembangkan sumber daya manusia yang bermutu dengan indikator kualifikasi akli,
terampil, kreatif, inovatif, serta memiliki sikap, dan perilaku yang positif” Bagi Bangsa Indonesia,
pendidikan merupakan upaya mewujudkan salah satu tujuan berbangsa dan bernegara
sebagaimana yang tercantum di dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, pendidikan dipandang sebagai:
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, untuk selanjutnya dalam
tulisan ini disebut UU No.20/2003)
Selanjutnya, dalam undang-undang yang sama, fungsi dan tujuan pendidikan
nasional dirumuskan sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (Pasal 4).
Sekolah merupakan ujung tombak dan garis terdepan dalam pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Untuk dapat berkembang dengan optimal, sekolah seyogyanya diberikan
hak otonomi yang lebih besar dalam mengelola urusan (manajemen) rumah tangganya sendiri.
Sistem manajemen ini dikenal dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi
pendidikan di sekolah (Subakir & Supari, 2001).
Rintisan penerapan MBS mengacu kepada empat pilar (Kristanto, dalam Subakir &
Supari, 2001), yaitu: a. Transparansi manajemen; b. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM); c. Pembelajaran yang menyenangkan semua fihak terkait; dan,d.
Dukungan masyarakat. Dua dari keempat pilar di atas, butir kedua dan ketiga, menjadi titik
tolak untuk menjadikan SMA Negeri 2 Mataram sebagai Sekolah Model. Hal ini sejalan dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan ayat 9 butir a yang menyatakan bahwa “Sekolah/Madrasah
menciptakan suasana, iklim, dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran
yang efisien dalam prosedur pelaksanaan”. Untuk mewujudkan hal tersebut beberapa langkah
telah ditempuh, yang meliputi: Penataan Lingkungan Belajar Pengadaan fasilitas Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK); Pelatihan penggunaan peralatan TIK bagi guru-guru; dan,
Peningkatan kompetensi guru.
Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang memiliki, langkah-langkah tersebut
telah mengantarkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai salah satu dari 132 sekolah model di
seluruh Indonesia yang ditetapkan pemerintah melalui SK Direktur Pembinaan SMA
Departemen Pendidikan Nasional No 191/C/2010. Sekolah dalam hal ini adalah salah satu
dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip
pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem
organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 20
21. sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Dan desain organisasi sekolah adalah di
dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja
sama dalam rangka mencapai tujuan orgnisasi.
Dalam hal ini sekolah sebagai penyelenggara pendidikan nasional berfungsi
sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan
produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki menggunakan
pendekatan educational production function atau input-output analisis
4. Landasan Operasional
Landasan operasional dari Karya Tulis Ilmiah ini sebagamana implementasi dari
Renstra SMA Negeri 2 Mataram adalah dalam rangka mewujudkan visi dan misi Sekolah ,
mengacu pada landasan hukum yang digunakan adalah : UU No. 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara; UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ; UU No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ; UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah ; Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan; Secara umum bertujuan Menciptakan SMA Negeri 2 Mataram sebagai
salah satu SMA yang memiliki kemandirian dalam pengembangan dan pengelolaan dengan
berpola pada Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Mewujudkan SMA
Negeri 2 Mataram sebagai SMA yang menjadi tujuan pendidikan bagi lulusan SMP
dilingkungan Kota Mataram. Mewujudkan jumlah lulusan yang berkualitas sehinggga
prosentase yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri semakin besar.`Menciptakan lulusan yang
memiliki keterampilan khusus yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat di
kemudian hari. Menciptakan peserta didik yang menghargai dan mampu mengembangkan
daya nalar melalui penelitian dan menulis. Mengembangkan SMA Negeri 2 Mataram sebagai
Green School sehingga menjadi arbiratul alam yang bermanfaat bagi lingkungan. Mewujudkan
SMA Negeri 2 Mataram sebagai lingkungan pendidikan yang menyejukkan bagi semua SMA
Negeri 2 Mataram yang dalam penyusunannya digunakan rumusan Visi, Misi, dan Program
dengan memperhatikan kondisi Nyata yang dihadapi dan tantangan Nyata adalah :dengan
melakukan refleksi diri ke arah pembentukkan karakter Komponen Warga Sekolah dan sekolah
yang kuat dalam rangka pencapaian visi dan misi sekolah. Dengan melaksanakan
pengembangan pengelolaan sekolah yang kompeten dan berdedikasi tinggi yang merupakan
refresentasi dari karakter kolektif warga sekolah secara keseluruhan/iklim sekolah, seperti :
budaya mutu, budaya progresif, demokratis, kreatif, aspiratif, disiplin, bertanggung jawab,
partisipasi warga, inovatif, aman dan tertib, kejelasan visi dan misi, dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut : Menumbuhkan komitmen untuk mandiri Menumbuhkan sikap responsif
dan antisifatif terhadap kebutuhan.Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
Menumbuhkan budaya mutu dilingkungan sekolah. Menumbuhkan harapan prestasi yang
tinggi. Menumbuhkan kemauan untuk berubah. Mengembangkan komunikasi yang baik.
Mewujudkan temwork yang kompak, cerdas, dan dinamis. Melaksanakan keterbukaan
manajemen. Menetapkan secara jelas dan mewujudkan visi dan misi sekolah. melaksanakan
pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif. Meningkatkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat. Menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat. Menetapkan Strategi dan Prioritas
Kegiatan dalam rangka menunjang dan mempercepat pelaksanaan Kegiatan dan Pencapaian
Kinerja;
Landasan Operasional dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah Sekolah merupakan lingkungan belajar yang paling nyata, lingkungan belajar yang
paling utama, sarana yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern, yang sengaja
diadakan untuk memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat menjalani proses pembelajaran
dengan lebih baik daripada di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Sekolah
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 21
22. memang diperuntukkan bagi peserta didik agar dapat berkembang maksimal sesuai dengan
tugas perkembangannya untuk menjadi pelaku-pelaku kehidupan yang berkualitas selama dan
setelah mereka menyelesaikan pelajarannya di sekolah. Karenanya sekolah sebagai
lingkungan belajar diartikan sebagai “sarana yang dengannya para pelajar dapat mencurahkan
dirinya untuk beraktivitas, berkreasi, termasuk melakukan berbagai manipulasi banyak hal
hingga mereka mendapatkan sejumlah perilaku baru dari kegiatannya itu“ (Mariyana, Nugraha
& Rachmawati: 2010: 17). Selanjutnya Pengelolaan sekolah sebagai lingkungan belajar
seyogyanya ditangani dan diatur oleh para pelaku proses pendidikan di sekolah, yang meliputi
guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, serta komite sekolah. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-
Undang Nomor 25 tahun 199 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, berbagai
perubahan yang menyangkut kewenangan, termasuk dalam bidang pendidikan, telah dapat
diwujudkan. Salah satu perubahan yang signifikan di bidang pendidikan yang berkaitan dengan
pengelolaan sekolah adalah diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya adalah sebuah pengakuan bahwa yang
paling layak mengurusi rumah tangga sekolah adalah para pelaku di sekolah. Mulyasa (2009:
11) menjelaskan bahwa MBS merupakan “Suatu konsep yang menawarkan otonomi pada
sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan
pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta
menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.” Kemudian
Mulyasa lebih jauh membagi komponen-komponen dalam MBS yang meliputi: (a). Manajemen
Kurikulum dan Program Pengajaran; (b). Manajemen Tenaga Kependidikan; (c). Manajemen
Kesiswaan; (d). Manajemen Keuangan dan Pembiayaan; (e). Manajemen Sarana dan
Prasarana Pendidikan, (f). Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyaraka; dan, (g).
Manajemen Layanan Khusus. Dalam manajemen sarana dan prasarana, ia (hal. 50)
mengemukakan: Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan
sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi
guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-
alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan
kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan
pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar.
Sehubungan dengan hal itu, ketersediaan alat-alat dan fasilitas belajar yang memadai
diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM). Dalam pelaksanaannya di SMA Negeri 2 Mataram, kami
menambahkan satu fitur lagi bagi PAKEM yaitu inovatif sehingga menjadi pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Untuk mewujudkan hal ini, guru
diharapkan dapat memanfaatkan semua potensi dari alat-alat dan fasilitas belajar yang
tersedia, bahkan dalam kondisi di mana alat dan fasilitas belajar tidak memadai, guru
diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar (Subakir & Sapari,
2001). Lebih luas lagi landasan operasional pembelajaran bahwa Belajar merupakan suatu
proses untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2010 :
60) memberikan pengertian belajar sebagai “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.” Dalam
pelaksanaannya, belajar memang tidak bisa lepas dari interaksi, terutama dengan pengajar
atau guru. Berkaitan dengan ini, Slameto (idem : 17) mempersyaratkan hubungan yang timbal
balik dan edukatif antara peserta didik dengan guru dan antara peserta didik dengan peserta
didik yang lain agar proses pembelajaran dapat berjalan maksimal dan optimal. Hal ini tidak
akan dapat tercapai dengan mudah apabila guru tidak memiliki keterampilan mengelola
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 22
23. pembelajaran yang merupakan salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Mengajar,
menurut Slameto (Abdul Hadis & Nurhayati, 2011: 76), merupakan suatu “aktivitas
mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak,
sehingga terjadi proses belajar, “ atau juga “upaya untuk menciptakan kondisi yang kondusif
untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.” Dengan demikian, pada intinya,
mengajar adalah kegiatan memfasilitasi, sedangkan yang aktif berproses adalah peserta didik.
Apabila kondisi seperti ini sudah tercipta, diharapkan proses pembelajaran akan lebih
bermakna bagi peserta didik. PAIKEM dalam Proses Pembelajaran secara operasional
bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan terjadinya interaksi antara siswa dan
guru, suasana di dalam kelas diusahakan menyenangkan dan menarik. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 19 ayat 1 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakasn secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik” Untuk mengimplentasikan
Peraturan Pemerintah tersebut, penerapan PAIKEM sangat tepat. Menurut Ramadhan
(2008:5), “Penerapan PAIKEM dalam proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut
: Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat
bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat , termasuk menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan,
dan cocok bagi siswa. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar
yang menarik dan menyediakan pojok baca. Guru menerapkan cara mengajar yang leboh
kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Guru mendorong siswa untuk
menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan
gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. Penyediaan
Media Pembelajaran digunakan sebagai alat Pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan membutuhkan media yang tepat. Media adalah sebuah alat yang
mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses
komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa
bantuan sarana penyampain pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan
sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak
atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu
pembelajar untuk memahami apa yang disampaaikan guru. Namun demikian masalah yang
timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Media
pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus
meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan
motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat
apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga
akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga
mendorong siswa untuk melakukan praktek-praktek dengan benar. Terdapat berbagai jenis
media belajar, diantaranya ; a) Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun,
komik, b) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya, c) Projected
still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya, d) Projected motion
media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Menurut Djamarah
(2005:212), dilihat dari jenisnya media dibagi ke dalam : Media auditif; yaitu media yang hanya
mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan audio. Media
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 23
24. visual; yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang
menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), silde (film bingkai) foto, gambar atau
lukisan, cetakan. Media audio-visual; yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis
media yang pertama dan yang kedua. Media ini dibagi lagi kedalam (a) audio visual diam, yaitu
media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film
rangkai suara, cetak suara, dan (b) audio visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan
unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette. Dan ada
beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan
kriteria untuk menilainya. Kreteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai
dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah
ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan,
kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan,
kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa
dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan
bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif.
Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang
sesederhana mungkin. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya
adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari
program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran, si pembelajar
atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan
aspek dan ketrampilan yang harus dipelajari. Untuk menarik minat pembelajar, program harus
mempunyai tampilan yang artistik dan, estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria
penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus
memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang
selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Adapun nilai atau
fungsi khusus media pendidikan bahasa Jerman antara lain; a) Untuk mengurangi atau
menghindari terjadinya salah komunikasi; b) untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar
siswa; c) untuk membuat konsep bahasa Jerman yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk
konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-
tingkat berpikir siswa (Darhim, 1993:10).
Jadi salah satu fungsi media pembelajaran bahasa Jerman adalah untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan
belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan
hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil
belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79). Sehubungan dengan hal itu, guru merupakan kunci
utama terlaksananya proses pembelajaran. Menurut Djamarah (2005:32), “guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik,
baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.“
Kualitas suatu proses dan hasil pendidikan sangat bergantung kepada kualitas
tenaga pendidik. Kualitas tenaga pendidik ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
kompetensi, motivasi, lingkungan kerja fisik maupun non fisik, dan kedisiplinan.
Apabila faktor-faktor penentu tersebut senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan,
maka kualitas guru sebagai tenaga pendidik juga akan meningkat. Secara operasional bahwa
Guru dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Kompetensi berasal dari Bahasa Inggris,
competency atau competence. Menurut Collins English Dictionary (1998: 327), competency
adalah bentuk kata competence yang kurang umum. Salah satu makna competence menurut
kamus ini adalah “the state of being legally competent or qualified (keadaan menjadi cakap atau
layak secara hukum)” (hal. 327).
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 24
25. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8
dinyatakan bahwa: “Guru wajib memiliki kualifikasi akdemik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.” Selanjutnya, dalam pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kompetensi guru itu meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi
professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sebagaimana diamanatkan dalam UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru dinyatakan sebagai pendidik profesional
dengan tugas utama mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan. Sementara itu profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Kompetensi tenaga pendidik khususnya diartikan sebagai seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dan
diwujudkn oleh guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi
Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi
Profesional .
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 Tahun 2007 tentang
Kualifikasi Akademik, kompetensi inti guru meliputi : Menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, spiritual, sosial, dan intelektual. Mengusai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran
yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik.
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif
untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi Pedagogik adalah Kemampuan
merancang pembelajaran Kemampuan tentang proses pengembangan mata pelajaran dalam
kurikulum, pengembangan bahan ajar, serta perancangan strategi pembelajaran. Adapun sub
kompetensinya terdiri dari :
(1). Menguasai berbagai perkembangan dan isu dalam sistem pendidikan.
(2). Menguasai strategi pengembangan kreativitas.
(3). Menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran.
(4). Mengenal siswa secara mendalam.
(5). Menguasai beragam pedekatan belajar sesuai dengan karakteristik siswa
(6).Menguasai prinsip prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
(7). Mengembangkan mata pelajaran dalam kurikulum.
(8) Mengembangkan bahan ajar dalam berbagai media dan format.
(9).Merancang strategi pemanfaatan beragam bahan ajar dalam pembelajaran
(10). Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran
(11). Merancang strategi pembelajaran mata pelajaran berbasis ICT
Dan Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran adalah Kemampuan
mengenal siswa (Karakteristik awal dan latar belakang siswa), ragam teknik dan metode
pembelajaran serta pengelolaan proses pembelajaran.
Adapun sub kompetensinya terdiri dari:Menguasai keterampilan dasar
mengajar.Melakukan identifikasi karakteristik awal dan latar belakang siswa.Menerapkan
beragam teknik dan metode pembelajaran.Memanfaatkan berbagai media dan sumber
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 25
26. belajar.Melaksanakan proses pembelajaran yang produktif, kreatif, aktif, efektif, dan
menyenangkan. Mengelola proses pembelajaran.
Melakukan interaksi yang bermakna dengan siswa.Memberi bantuan belajar
individual sesuai dengan kebutuhan siswa. Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran
Kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil belajar dengan
menggunakan alat dan proses penilaian yang sahih dan terpercaya didasarkan pada prinsip,
strategi, dan prosedur penilaian yang benar, serta mengacu pada tujuan pembelajaran. Adapun
sub kompetensinya terdiri dari: Menguasai standar dan indikator hasil pembelajaran mata
pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran
Menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penilaian pembelajaran.Mengembangkan
beragam instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran. Melakukan penilaian proses dan
hasil pembelajaran secara berkelanjutan.Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran
secara berkelanjutan. Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa. Menganalisis hasil
penilaian hasil pembelajaran dan refleksi proses pembelajaran.
Menindaklanjuti hasil penilaian untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Kemampuan melaksanakan hasil penelitian tindakan sekolah dan penelitian tindakan kelas
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sub kompetensinya terdiri dari:Menguasai prinsip,
strategi, dan prosedur penelitian pembelajaran dalam berbagai aspek pembelajaran. Melakukan
penelitian pembelajaran berdasarkan permasalahan pembelajaran yang otentik. Menganalisis
hasil penelitian pembelajaran. Menindaklanjuti hasil penelitian pembelajaran untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran.
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi,
pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :
(1) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai
dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu,
(2) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya,
(3) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat. Pertanggung-jawaban (accountability);
sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun
pemerintah.
Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan
harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan
untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan
informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.
Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan
mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji
ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses
peningkatan mutu.
Melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang
dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan
psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang
secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang
bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan
proses peningkatan mutu pendidikan. Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat
dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara
itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah
dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 26
27. kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi
di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.
Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu
dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga
honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk
berlatih di institusi yang dianggap tepat. Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus
diperkenankan untuk: mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam
kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan
yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan Menyajikan
laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai
konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
C. KRANGKA PEMECAHAN MASALAH KAJIAN
Dari latar belakang masalah, dasar pemikiran dan landasan tersbut diatas, yang
penulis uraikan, penulis dapatkan beberapa krangka pemecahan masalah antara lain :
v Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin dalam mengembangkan kepemimpinannya ?
v Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik dalam mengimplementasikan MBS ?
v Apa & bagaimana cara pengembangan kepemimpinan dalam implentasi MBS ?
v Apa & bagaimana menjadi pemimpin sejati?
v Bagaimana hubungan kepemimpinan dengan MBS?
D. TUJUAN PENULISAN KAJIAN
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah salah satu upaya lebih
meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas Inovasi diri dalam Pengembangan
kepemimpinan yang diarahkan pada pengembangan kapasitas inividu, atau tujuan
utamanya adalah kapasitas individu agar Pemimpin/ Kepala Sekolah lebih memahami
dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan dalam
mengimplementasikan MBS.
E. METODE PENULISAN KAJIAN
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode
kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke
perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet).
Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien,
serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi
yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.
F. RUANG LINGKUP KAJIAN
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka
ruang lingkup karya tulis ini terbatas pada pembahasan mengenai Pengembangan
kepempinan dalam Implementasi MBS
MBS yang dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam
program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas
di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan
proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah
sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam
bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut
Pengembangan Leadership dalam MBS SMA2 Mataram.doc 27