Suku Baduy adalah salah satu suku asli Banten yang jumlah penduduknya sekitar 5.000-8.000 orang dan tinggal di desa Kanekes, Lebak. Wilayah suku Baduy terbagi atas Baduy dalam yang masih mempertahankan adat istiadat dan Baduy luar yang lebih terbuka. Mereka memiliki kepercayaan terhadap arwah nenek moyang dan pengaruh agama Buddha serta Hindu.
2. Suku Baduy
Suku Baduy salah satu suku asli Banten. Jumlahnya
pendududuk suku baduy sekitar 5.000 – 8.000 orang.
Lokasi Suku Baduy tepatnya berda di kaki pegunungan
Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak-Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung.
3. Wilayah suku baduy terbagi kedalam 2 daerah yaitu
suku baduy dalam dan baduy luar.
Suku baduy dalam merupakan suku baduy yang
masih menjaga pikukuhnya sedangkan suku baduy
luar merupakan suku baduy yang sudah berbaur
dengan masyarakat sekitarnya.
4. Hubungan Agama dan Masyarakat
Masyarakat Baduy akan langsung mengakui
kesalahan mereka kepada Sang Pencipta dan mereka
mengerti akan masing-masing hak dan kewajiban
sebagai seorang suami dan seorang istri, sehingga
mereka menjalankan perannya masing-masing tanpa
ada kesalahpahaman.
Interaksi antar tetangga juga mereka upayakan
sedemikian rupa untuk menghindari konflik, sehingga di
dalam kelompok masyarakat, mereka mengutamakan
gotong royong di dalam suatu pekerjaan, selain aktivitas
rutin mereka, yaitu bertani di ladang).
5. Sarana Transportasi
Ini adalah salah satu jembatan yang dibuat oleh
masyarakat Baduy Dalam. Terdapat perbedaan pembuatan
jembatan yang dibuat oleh masyarakat Baduy Dalam dengan
Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam tidak diperbolehkan
membeli tali sebagai penyambung jembatan tersebut. Tetapi,
mereka membuat semuanya sendiri, begitupun dengan
talinya, mereka mengambil dari alam, dan talinya itu adalah
ijuk. Sehingga, tali di jembatan masyarakat Baduy Dalam
lebih berwarna hitam. Karena di masyarakat Baduy Dalam
hanya ada warna hitam dan putih, tidak ada warna abu-abu.
6. Bahasa yang mereka
gunakan adalah
Bahasa Sunda dialek
Sunda–Banten. Orang
Kanekes Dalam tidak
mengenal budaya tulis,
sehingga adat-istiadat,
kepercayaan/agama,
dan cerita nenek
moyang hanya
tersimpan di dalam
tuturan lisan saja.
Bahasa
7. Orang Kanekes tidak
mengenal sekolah,
karena pendidikan
formal berlawanan
dengan adat-istiadat
mereka. Mereka
menolak usulan
pemerintah untuk
membangun fasilitas
sekolah di desa-desa
mereka. Akibatnya,
mayoritas orang
Kanekes tidak dapat
membaca atau menulis.
Pendidikan
8. Ciri khas Orang Kanekes
Dalam adalah
pakaiannya berwarna
putih alami dan biru tua
serta memakai ikat
kepala putih. Mereka
dilarang secara adat
untuk bertemu dengan
orang asing. Selain itu,
setiap kali bepergian,
mereka tidak memakai
kendaraan bahkan tidak
pakai alas kaki
Pakaian
9. Pada umumnya, lahan
pertanian padi di Suku
Baduy bertanah miring,
karena letak Suku Baduy
juga yang berbukit.
Tetapi, pertanian di Suku
Baduy tidak
menggunakan pupuk,
karena sistem pertanian
mereka adalah lahan
kering atau tanaman
organik.
Keadaan Geografis
10. Kepercayaan
Suku baduy dalam
memiliki kepercayaan
yang di kenal Sunda
Wiwitan (sunda: berasal
dari suku sunda,
Wiwitan : Asli).
Kepercayaan ini
memuja arwah nenek
moyang (animisme)
yang pada selanjutnya
kepercayaan mereka
mendapat pengaruh
dari Budha dan Hindu.
11. Kepemimpinan
• Suku baduy menerima dua kepemimpinan,
pertama dari pemerintah, biasanya di pimpin
oleh Jaro Pamarentah. Dan pemimpin dari
lingkungan mereka sendiri yang di panggil
Pu’un. Pu’un adalah pemimpin adat tertinggi di
baduy dan terbagi di tiga kampung suku baduy
dalam. Jabatan pu’un lebih bersifat turun
temurun namun kerabat atau anggota keluarga
lainpun bisa menjadi Pu’un. Serta tidak di
berikan jangka waktu pasti, tergantung
kemampuan Pu’un tersebut memangku jabatan.
12. Peraturan
• Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana
transportasi
• Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
• Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah
sang Pu'un atau ketua adat)
• Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
• Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang
ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan
pakaian modern.
13. Pernikahan Suku Baduy
• pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak ada yang
namanya pacaran.
• Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan
memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
• Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3
kali pelamaran. Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro
(Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir
secukupnya. Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir,
pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih
sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan
rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.
Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin
langsung oleh Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam
ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian.
Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari
mereka telah meninggal. Jika setiap manusia melaksanakan hal tersebut.
14. Kematian Suku Baduy
• Dalam upacara kematian, suku baduy memasukkan
jenazah nya kedalam tanah, namun tidak membuat
punggungan tanah diatasnya. Hanya mereka tandai
dengan daun najwang. Setelah dikubur, keluarga yang
ditinggalkan mengadakan selamatan 7 hari dari waktu
meninggal dengan membuka pintu rumah lebar-lebar
dan membiarkan warga lain nya berkunjung untuk
makan bersama.