2. MORFOLOGI :
Ukuran sama dengan lalat rumah
Warna coklat
Bentuk mulut tusuk isap
♀ dan ♂ menghisap darah, waktu siang
LINGKARAN HIDUP : Tidak sempurna
Tempat perindukan di daerah terbuka dengan tanah keras (padang
rumput savanah)
PERANAN : Vektor penyakit tidur di afrika
STRUKTUR TUBUH TSE – TSE
di situ udah di pampang jelas struktur tubuh dari lalat Tsetse.
karena para lalat ini ada vektor dari penyakit tidur, sekarang kita liat
gimana se cara penularan penyakit tidur
SIKLUS PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR
3. hm, ngeri juga ya kalo kita tertular ne lalat??
Sebenernya pencegahannya relatif sulit buat dilakuin. Sanitasi dan
kebersihan kandang adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan populasi lalat. Penggunaan insektisida juga salah satu
cara yang bisa digunakan untuk membunuh lalat dengan cara
menyemprot kandang dengan Lindane 0,03-0,05 %, Toxaphene 0,5%,
Metoxychlor 0,05 %, Coumaphos 0,125 %, Dioxanthion 0,15 %, Malation
0,5 %, atau Ronnel 0,75 %. Pemberian dichlorvos dalam minyak mineral
diberikan setiap hari juga mampu mengusir lalat untuk hinggap
dipermukaan tubuh hewan. Selain dichlorvos bisa juga digunakan
coumophos, malathion atau tetrachlorvinphos yang diberikan 2 sampai3
kali seminggu dalam sediaan tabur. Aplikasi insektisida dapat dilakukan
dengan cara Dipping (populasi ternak banyak), spraying, Back Rubber,
Dust bag, Pour on, lewat makanan dan menggunakan keping resin
(seperti kalung).
Lalat tsetse adalah nama dari sejenis serangga yg cukup unik. Jika jenis lalat
lain seperti lalat rumah dan lalat botolterkenal sebagai penyebar penyakit yg
mnyerang pencernaan.
4. Vektor Tripanosomiasis Afrika
Vektor African Sleeping Sickness adalah lalar Tse-Tse (Glossina) yang termasuk
dalam ordo Diptera dari kelas Insecta yang berukuran 6 – 13 mm
Metamorfosis sempurna
Bersifat vivipar
Bertipe mulut tusuk isap
Menggigit dan menghisap darah pagi hari
2 spesies yang berperan sebagai vektor biologik tripanosomiasis :
1. Glossina Morsitans menularkan Trypanosoma Rhodensianse (Afrika Timur) -
menyukai daerah terbuka dengan tanah yang keras, seperti padang tumput
2. Glossina Palpalis sebagai vektor trypanosoma Gambiense ( Afrika Barat) –
Menyukai habitat berpasir / tanah di sektor sungai /danau yang banyak tumbuh
pohon
Trypanosoma gambiense
a. Klasifikasi
Domain : Eukarya
Kingdom : Excavata
Phylum : Euglenozoa
Class : Kinetoplastida
Order : Trypanosomatida
Genus : Trypanosoma
Species : Trypanosoma gambiense
b. Hospes dan Penyakit
Manusia merupakan hospes dari spesies ini. Hospes reservoar Trypanosoma
gambiense adalah binatang peliharaan seperti sapi, babi, kambing dan sebagainya. Lalat
Glossina berperan sebagai hospes perantara. Panyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau
sleeping sickness.
Jenis penyakit tidur Afrika Barat (Gambia) yang disebabkan oleh
Trypanosoma gambiense pertama kali dilaporkan oleh Forde di tahun 1902 ketika organisme
ini ditemukan dalam darah seorang kapten pelaut Eropa yang bekerja di Sungan Gambia.
c. Morfologi
5. Bentuk trypanosoma (trypomastigot) dapat ditemukan dalam darah, cairan
serebrospinal (CSS), aspirasi kelenjar limfe, dan aspirasi caian dari chancre trypanosomal
yang terbentuk pada tempat gigitan lalat tsetse. Bentuk tripomastigot berkembang biak secara
belah pasang longitudinal. Organisme ini bersifat pleomorfik, pada satu sediaan hapus darah
dapat terlihat aneka bentuk tripanosomal. Bentuknya berfariasi dari yang panjang, 30 μm atau
lebih, langsing, dengan flagel yang panjang (tripomastigot), sampai pada bentuk yang pendek
kurang lebih 15 μm, gemuk tanpa flagel yang bebas.
Dalam darah bentuk trypanosoma tidak berwarna dan bergerak dengan cepat diantara
sel darah merah. Membran bergelombang dan flagel mungkin terlihat pada organisme yang
bererak lambat. Bentuk tripomastigot panjangnya 14 sampai 33 μm dan lebar 1,5 sampai 3,5
μm. dengan pulasan Giemsa dan Wright, sitoplasma tampak berwarna biru muda, dengan
granula yang berwarna biru tua, mungkin terdapat vakuola. Inti yang terletak di tengah
berwarna kemerahan. Pada ujung posterior terletak kinetoplas, yang juga berwarna
kemerahan. Kinetoplas berisi benda parabasal dan bleparoflas, yang tidak mungkin
dibedakan. Flagel muncul dari blefaroplas, demikian juga membran bergelombang. Flagel
berjalan sepanjang tepi membran bergelombang sampai membaran bergelombang bersatu
dengan badan trypanosoma pada ujung anterior organisme. Pada titik ini flagel menjadi bebas
melewati badan trypanosoma.
Bentuk trypanosoma akan ditelan lalat tsetse (Glosinna) ketika mengisap darah.
Organisme akan berkembang biak di dalam lumen “mid gut“ dan “hind-gut“ lalat. Setelah
kira – kira 2 minggu, organisme akan bermigrasi kembalai ke kelenjar ludah melalui
hipofaring dan saluran kelenjar ludah; organisme kemudia akan melekat pada sel epitel
saluran kelenjar ludah dan mengadakan transpormasi ke bentuk epimastigot. Pada bentuk
6. epimastigot, inti terletak posterior dari kinetoplas, berbeda dengan tripomastigot, dimana inti
terletak anterior dari kinetoplas.
d. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Hospes perantara untuk T. gambiense adalah Glossina palpalis yang terdapat di
daerah dataran rendah dengan hutan yang lebat dan keadaan lembab. Peran hospes reservoar
T.gambiensis tidak penting karena penyakit ditularkan dari manusia ke lalat, kemudian ke
manusia lain.
Spesies ini ditemukan di daerah Afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15 0 dan
garis lintang selatan 18 0. T. gambiense terdapat dibagian tengah dan barat.
e. Siklus Hidup
Organisme terus memperbanyak diri dan bentuk metasiklik (infektif) selama 2-5 hari
dalam kelenjar ludah lalat tsetse. Dengan terbentuknya metasiklik, lalat tsetse tersebut
menjadi infektif dan dapat memasukkan bentuk ini dari kelenjar ludah ke dalam luka kulit
pada saat lalat mengisap darah lagi. Seluruh siklus perkembangan dalam lalat tsetse
membutuhkan waktu 3 minggu, Trypanosoma gambiense ditularkan oleh Glossina palpalis
dan Glossina tachinoides, baik lalat tsetse betina maupun jantan dapat menularkan penyakit
ini.
Pada waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif (genus Glossina)
maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan kulit. Parasit–parasit
akan masuk ke dalam sistem lymphatic dan ke dalam aliran darah (1). di dalam tubuh tuan
rumah, mereka berubah menjadi trypomastigotes di dalam aliran darah. (2). dan ini akan
dibawa ke sisi lain melalui tubuh, cairan darah kaya yang lain (e.g., lymph, spinal fluid), dan
berlanjut bertambah banyak dengan binary fission (3). Segala siklus hidup dari African
Trypanosomes telah ditampilkan pada tingkat ektra seluler. Lalat tsetse menjadi infektif
dengan trypomastigotes dalam aliran darah ketika mengisap darah mamalia yang terinfeksi
(4), (5). Pada alat penghisap lalat parasit berubah menjadi procyclic trypomastigotes,
bertambah banyak dengan binary fission (6). meninggalkan alat penghisap, dan berubah
7. menjadi epimastigotes (7). Air liur lalat kaya akan epimastigotes dan pertambahan banyak
berlanjut dengan binary fission (8). Siklus dalam tubuh lalat berlangsung selama kurang
lebih 3 minggu. Manusia merupakan reservoir utama untuk Trypanosoma gambiense, tetapi
spesies in dapat selalu ditemukan pada binatang.
f. Patologi dan Gejala Klinis
Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang
masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan
setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul atau chancre (3-4
cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 – 2 minggu, nodul ini
seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada penduduk setempat di daerah endemi.
Bentuk tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut. Bentuk
tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia ringan tanpa
gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulan–bulan. Pada keadaan ini, parasit
mungkin sulit ditemukan meskipun dengan pemeriksaan sediaan darah tebal. Selama masa
ini, infeksi dapat sembuh sendiri tanpa gejala klinik atau kelainan pada kelenjar limfe.
Gejala pertama akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti
dengan timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam hari.
Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam yang
berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam yang waktunya
bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain. Banyak tripomastiot
ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada saat tanpa demam jumlahnya
sedikit. Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri. Meskipun dapat
mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar limfe di daerah servikal posterior merupakan
tempat yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom) Bentuk tripomastigot dapat
diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar. Selain kelenjar limfe, terjadi juga pembesaran
pada limpa dan hati.
Pada Trypanosomiasis Gambia, stadium darah–limfe dapat berlansung bertahun–
tahun sebelum timbul sindroma penyakit tidur. Pada orang berkulit cerah, ruam kulit
berbentuk eritema yang tidak teratur (irregular erytematous skin rash) Eretema multiforme
dapat terjadi 6 – 8 minggu setelah terjadi infeksi. Ruam akan hilang dalam beberapa jam, dan
timbul serta hilangnya ruam ini terjadi pada periode demam. Sensasi terhadap rasa sakit pada
pasien dapat berkurang.
Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan saraf
pusat (SSP). Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi SSP. Gejala–
8. gejala Trypanosomiasis Gambia adalah meningoensepalitis progresif, apati, kebingungan,
kelemahan, hilangnya koordinasi, dan somnolen. Pada fase terminal penyakitnya, pasien
menjadi emasiasi, jatuh ke dalam koma dan meninggal, biasanya akibat infeksi sekunder.
Penekanan daya tahan tubuh pada pasien TrypanosomiasisGambia ditunjukkan dengan
menurunnya kekebalan seluler dan humoral.
g. Dignosis
Tanda–tanda kelainan fisik dan riwayat klinik sangat penting untuk menegakkan
diagnosis. Gejala–gejala diagnostik termasuk demam yang tidak teratur, pembesaran kelenjar
limfe (terutama di bagian segitiga servikal posterior, yang dikenal dengan tanda
Winterbottom), berkurangnya sensori terhadap rasa sakit (tanda Kerandel), dan ruam kulit
berupa eritema. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan bentuk tripomastigot dalam darah,
aspirasi kelenjar limfe, dan CSS.
Adanya periodesitas, menyebabkan jumlah parasit dalam darah akan berbeda–beda
dan sejumlah teknik harus digunakan untuk menemukan bentuk tripomastigot. Selain sedian
darah tipis dan tebal, dianjurkan menggunakan metode konsentrasi “buffy coat“ untuk
menemukan parasit apabila jumlahnya sedikit. Parasit dapat ditemukan dalam sediaan darah
tebal apabila jumlahnya lebih dari 2000/ ml, lebih dari 100/ml dengan konsentrasi pada
tabung hematokrit, dan lebih dari 4/ ml dengan tabung penukar anion (anion exchange
columm).
Pemeriksaan CSS harus dilakukan dengan medium sentrifuge. Bila jumlah
tripomastigot dalam darah tidak terdeteksi, bentuk ini mungkin masih dapat ditemukan pada
aspirasi kelenjar limfe yang meradang, namun untuk menemukannya secara histopatologi
tidaklah praktis. Specimen darah dan CSS harus diperiksa selama pengobatan dan 1 hingga 2
bulsn setelah pengobatan.
Pemeriksaan serologis yang banyak digunakan untuk skrining epidemiologi adalah tes
imunofluoresensi tidak langsung, ELISA, dan hemaglutinasi tidak langsung. Masalah besar
pada serodiagnostik di daerah endemi yaitu banyaknya orang dengan kadar antibodi yang
tinggi karena terpapar oleh tripanosoma yang tidak infektif bagi manusia. Konsentrasi IgM
dalam serum dan CSS kurang mempunyai nilai diagnostik.
Isolasi Trypanosoma gambiense pada bintang percobaan dalam laboratorium yang
kecil biasanya tidak berhasil, berbeda dengan Trypanosoma rhodesiense yang dapat
menginfeksi binatang. Kultur umumnya tidak praktis untuk diagnostik.
h. Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan penyakit ini meliputi :
9. 1. mengurangi sumber infeksi
2. melindungi manusia terhadap infeksi
3. mengendalikan vektor
Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengobatan
secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan hewan vertebrata yang terinfeksi .
Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan
penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik hasilnya.
Obat-obat yang sering digunakan antara lain :
1. Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama 14 hari dan
dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari.
2. Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg untuk test
secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak menembus blood-brain barrier
dan bersifat toksis pada ginjal.
3. Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari.
4. Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke
1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg. Enchephalopati dapat
muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi oleh karena efek langsung dari
arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga oleh karena reaksi penghancuran dari
Trypanosma (reactive enchepalopathy). Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus
dihentikan.
Eflornithine, Suramin dan Pentamine digunakan pada pasien pada fase awal dan
penyebaran. Sementara Melarsoprol dapat digunakan pada ketiga fase tersebut.
6. Trypanosoma rhodesiense
a. Klasifikasi
Domain : Eukarya
Kingdom : Excavata
Phylum : Euglenozoa
Class : Kinetoplastida
Order : Trypanosomatida
Genus : Trypanosoma
Species : Trypanosoma rhodesiense
b. Hospes dan Nama Penyakit
10. Manusia merupakan hospes dari spesies ini. Hospes reservoar Trypanosoma
rhodesiense adalah binatang liar seperti antilop. Lalat Glossina berperan sebagai hospes
perantara. Panyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau sleeping sickness.
c. Morfologi
d. Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Penyakit yang disebabkan oleh T. rhodosiense sangat jarang, tetapi penting karena
penyakit ini sangat berbahaya. Hospes perantaranya ialah lalat Glossina morsitans yang
hidup didaerah padang rumput (savana). Baik lalat jantan maupun betina dapat menularkan
penyakit ini. Pada Trypanosomiasis rhodosiense hospes reservoar penting karena penularan
terjadi pada hospes reservoar melalui lalat ke manusia.
Pengawasan terhadap penyakit ini sulit dilakukan dilakukan karena pada umumnya
penduduk Afrika sering berpindah tempat (nomaden). Bila penduduk pindah ke dearah yang
tidak ada vektornya, kadang-kadang dijumpai kesulitan lain misalnya tidak adanya air untuk
minum (jauh dari sumber air/sungai), sehingga kehidupan menjadi kebih sulit.
Spesies ini ditemukan di daerah Afrika Tropik, yaitu antara garis lintang utara 150 dan
garis lintang selatan 180 (Fly belt). T.rhodosiense terdapat di bagian timur.
e. Siklus Hidup
11. Pada manusia, kedua spesies tersebut terdapat dalam stadium tripomastigot yang
hidup dalam darah. Bentuk ini ada dua macam, yaitu bentuk panjang (32 mikron) dan bentuk
pendek (16 mikron ) yang tidak mempunyai flagel. Stadium tripomastigot hidup di luar sel
(ekstraseluler) dalm darah, limpa, kelenjar limfe, cairan otak dan di otak. Parasit ini
berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk-bentuk
yang membelah. Dalam tubuh Glossina, stadium tripomastigot yang terisap dengan darah
berkembang biak di usus tengah dan belakang (midgut dan hindhut) secara belah pasang
longitudinal. Sesudah 15 hari tampak bentuk langsing (pro-ventricular form) yang membelah
lagi dan kemudian bermigrasi melalui esofagus,faring,ruang mulut, kemudian masuk kedalam
kelenjar ludahnya. Dalam Kelenjar ludah parasit ini melekat pada epitel dan berubah menjadi
stadium epimastigot. Stadium epimastigot ini berkembang biak berkali-kali dan kemudian
berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yng masuk ke saluran kelenjar ludah, lalu
ke probosis dan ditularkan ke manusia. Untuk T.rhodosiense menjadi infektif sesudah 14
hari.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang mengandung stadium
tripoomastigot metasiklik, yaitu sebagai bentuk infektif. Cara penularan disebut anterior
inoculative.
f. Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini berkembangbiak di sela-sela jaringan di bawah kulit dan dalam waktu kira-kira
1 minggu timbul syanker tripanosoma.Stadium tripomastigot masuk ke pembuluh darah
12. dan terjadi parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi berlalu afebril,
sedangkan penduduk pendatang mengalami demam.Timbulnya demam disebabkan oleh
parasit yang menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi besar dan nyeri. Hal ini nyata
pada daerah servikal belakang yang disebut gejala “Winterbottom”. Juga terjadi pembesaran
kelenjar imfe di daerah lain seperti ketiak dan inguinal. Selain itu terjadi pula
hepatosplenomegali, penderita sakit berat dapat meninggal.
Pada stadium berikutnya, parasit dapat masuk ke otak dan menyebabkan meningitis,
ensefalitis dengan gejala sakit kepala yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan
berakhir dengan kematian. Perbedaan infeksi T.rhodosiense dan T.gambiense ialah:
T.rhodosiense sangat virulen, penyakit akut sehingga penderita meninggal dalam waktu yang
singkat sebelum gejala otak tampak; T.gambiense, penyakitnya menahun dan sesudah satu
tahun, penderita dapat meninggal dengan gejala otak.
g. Diagnosis
Diagnosis dengan menemuka parasit : 1) Secara langsung dalam sediaan darah atau
caiaran otak ; 2) Dalam biopsi kelenjar dan sumsum tulang belakang ; 3) Secara imunologi
dengan zat anti fluoresen.
h. Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan pada penyakit tidur Afrika biasanya berhasil baik bila di mulai pada
permulaan penyakit (infeksi dini), yaitu pada stadium darah limfe. Dapat dipakai suramin
atau pentamitidin. Bila susunan syaraf sudah terkena dapat dipakai triparsamid.
Obat-obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa sirain parasit
menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapt dipakai melarsopol ; Mel B (arsobal).