SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 29
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Daftar Isi
Daftar Isi

ii

Daftar Gambar

iii

Koneksitas Proses Bisnis Akuntansi dan Pelaporan antara Ditjen Perbendaharaan
selaku Bendahara Umum Negara dengan Satuan Kerja selaku Pelaksana
Kewenangan Pengguna Anggaran
1.

Tujuan dan Fungsi

1

2.

International Best Practice Terkait Manajemen DIPA

2

3.

Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA

4

4.

Fitur SPAN Terkait Manajemen DIPA

8

5.

Rekomendasi Dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis Dengan
Satker Terkait Manajemen DIPA

10

6.

Pemblokiran Dana

22

7.

Penutup

23

Daftar Pustaka

25

ii
Daftar Gambar
Gambar 1

Proses Bisnis Manajemen DIPA (Warrant System)

3

Gambar 2

Proses Bisnis Manajemen DIPA (Apportionment System)

4

Gambar 3

Model Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA (current)

5

Gambar 4

Model Integrated Budget Preparation

9

Gambar 5

Model Separated Budget Preparation

9

Gambar 6

Alternatif Model Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker terkait Manajemen

11

DIPA
Gambar 7

Rekomendasi Digitasi dari Pelaksanaan Anggaran

12

Gambar 8

Alternatif 1 Mekanisme penggunaan dan update AFP

15

Gambar 9

Alternatif 2 Mekanisme penggunaan dan update AFP

16

Gambar 10 Alternatif 3 Mekanisme penggunaan dan update AFP

17

Gambar 11 Alternatif 4 Mekanisme penggunaan dan update AFP

18

Gambar 12 Alternatif 5 Mekanisme penggunaan dan update AFP

19

Gambar 13 Ilustrasi dari mekanisme updating data AFP

21

iii
Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA antara
Ditjen Perbendaharaan selaku Bendahara Umum Negara dengan
Satuan Kerja selaku Pelaksana Kewenangan Pengguna Anggaran

Integrasi dan Koneksitas proses bisnis terbentuk oleh elemen-elemen proses
bisnis, terutama yang dijalankan oleh institusi/unit yang berbeda. Konsep integrasi dan
koneksitas ini setidaknya meliputi:
 mekanisme input-output (transfer) yang digunakan dan dihasilkan sebuah proses
bisnis, termasuk di dalamnya bentuk/media dan interface.
 keandalan dan kesesuaian

aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian intern

(internal control) di masing-masing unit proses bisnis.
Penentuan model koneksitas dengan proses bisnis di Satker dan koneksitasnya
dilakukan dengan memperhatikan permasalahan dari praktek pada saat ini, mengkaji
internasional best practice dan kesesuaiannya dengan landasan hukum yang ada (UndangUndang). Future proses bisnis yang dihasilkan dari methodology tersebut di atas terutama
diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN). Oleh karena itu, rekomendasi untuk penyempurnaan proses
bisnis pada saat ini juga memperhatikan blue print rencana pengembangan SPAN,
terutama terkait dengan modernisasi sistem informasi dan IT. Rekomendasi dari
rancangan model integrasi dan koneksitas ini juga memuat detail design proses bisnis
baik yang dibahas sebagai bagian dari tulisan maupun dicantumkan secara terpisah dalam
Appendix.

1. Tujuan dan fungsi
Dalam praktek pelaksanaan anggaran pada umumnya, Line Ministries dan
Spending Unit pada dasarnya telah memiliki kewenangan untuk melakukan
pengeluaran atas beban anggaran setelah rancangan anggaran (budget draft) disetujui
oleh parlemen. Fungsi manajemen DIPA (dalam rangka allotment dana anggaran)
terutama berkaitan dengan distribusi dan pengesahan dana anggaran yang telah
disetujui tersebut kepada Spending Unit (Satuan Kerja) sebagai dasar untuk
melakukan pengeluaran (dokumen otorisasi). Otorisasi ini, tergantung pada sistem
yang digunakan di negara tersebut, dapat berlaku untuk satu periode tahun anggaran
1
atau untuk periode tertentu yang lebih singkat. Terdapat mekanisme yang berbeda di
masing-masing negara terkait dengan pengalokasian dan pendistribusian jumlah
anggaran yang telah disetujui oleh Parlemen kepada Spending Unit. Namun demikian,
prosesnya secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua jenis aktivitas sebagai
berikut.
a) Apportionment: proses untuk menentukan bagian dari anggaran yang telah
disetujui oleh parlemen (appropriation) yang dapat digunakan oleh Line
Ministries dan Main Spending Unit (apportioned appropriations). Proses ini dapat
berupa keputusan (decree) yang memberikan otorisasi kepada Line Ministries
untuk menggunakan seluruh atau sebagian dari jumlah yang telah disetujui
parlemen
b) Allotment: proses dimana line ministries atau main speding unit mengalokasikan
rincian dari jumlah anggaran yang telah disetujui oleh parlemen (apportioned
appropriations) kepada Spending Unit di lingkungan masing-masing (subordinate Spending Unit) (OECD, 2001; World Bank, 2007).

2. International Best Practice terkait Manajemen DIPA
Dalam rangka pelaksanaan anggaran (budget execution), pada dasarnya
terdapat dua sistem utama dalam manajemen atas Spending Authority, yaitu warrant
system dan apportionment/allotment system. Perbedaan mendasar di antara keduanya
adalah mekanisme penggunaan appropriasi (anggaran yang disetujui oleh parlemen)
sebagai dasar untuk membuat perikatan/komitmen yang akan membebani anggaran.
Implementasi atas salah satu dari sistem tersebut, biasanya sejalan dengan sistem
manajemen komitmen dan manajemen pembayaran dalam rangka pelaksanaan
anggaran yang diterapkan di suatu negara. Pembahasan untuk masing-masing sistem
adalah sebagai berikut:
a) Warrant system
Warrant adalah “a release of all, or more commonly a part, of the total
annual appropriation on a quarterly or monthly basis that allows a line ministry
or spending agency to make commitments” (OECD, 2001). Dalam sistem ini,
anggaran/appropriation yang disetujui parlemen lebih sebagai alat perencanaan
yang merefleksikan kebijakan dan program pemerintah untuk tahun anggaran
yang bersangkutan. Namun demikian, sebagian atau keseluruhan jumlah anggaran
2
tersebut baru dapat efektif sebagai dasar pengeluaran apabila telah diterbitkan
dokumen pelaksanaan anggaran (warrant) atas dasar usulan Spending Unit.
Warrant tersebut akan menjadi batas tertinggi pengeluaran (spending limit) untuk
jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran. Proses bisnis management of
Spending Authority adalah sejak Plan Procurement sampai dengan Penerbitan
Warrant / Spending Limit, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1
Proses Bisnis Manajemen DIPA (Warrant System)

b) Apportionment system
Apportionment atau allotment adalah “authorizations or distributions of
funds generally made by the ministry of finance to line ministries and other
spending units permitting them to either commit or pay out of funds or both,
within a specified time period and within the amounts appropriated and
authorized”. Dalam sistem ini, prosedur alokasi atas anggaran yang disetujui
parlemen ke dalam masing-masing Spending Units akan menghasilkan dokumen
yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran yang umumnya berlaku selama periode
tahun anggaran. Dokumen tersebut efektif sebagai dasar untuk melakukan
perikatan/komitmen dan/atau pengeluaran atas beban anggaran negara. Proses

3
bisnis management of Spending Authority adalah proses penerbitan dan
pengesahan dokumen allotment, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2

Gambar 2
Proses Bisnis Manajemen DIPA (Apportionment System)

3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA
Pada dasarnya, sistem yang diterapkan di Indonesia terkait manajemen atas
Spending Authority cenderung pada sistem apportionment/allotment. Hal ini sesuai
dengan amanat UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara khususnya pasal 3
Ayat (4) yang menyebutkan bahwa APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan (penjelasan pasal 3 ayat 4).
Di dalam Penjelasan Undang-undang No.17 tahun 2003 pada poin 8 paragraf
pertama disebutkan bahwa setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan UndangUndang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden sebagai
pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Perpres
tersebut memuat rincian menurut alokasi anggaran untuk masing-masing Satuan
Kerja (SAPSK) dan jenis belanja.
4
Peraturan Presiden tersebut menjadi dasar penyusunan dan pengesahan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) (PMK 105/PMK..02/2008 pasal 6).
Konsep DIPA yang disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran Satuan kerja disahkan
berdasarkan

Perpres

tentang

RABPP

dan

atau

SRAA

(PMK

No.

105/PMK.02/2008). Di dalam DIPA diuraikan anggaran yang disediakan (UU No. 1
tahun 2004 Pasal 14 point 3). Untuk keperluan pelaksanaan anggaran, berdasarkan
DIPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan
(UU No. 1 tahun 2004 Pasal 17).
Pada saat ini, DIPA disusun per satker (kecuali beberapa instansi vertikal
disusun per kantor wilayah) dan per BKPK (4 digit). Arsip Data Komputer (ADK)
DIPA yang terdapat dalam database di KPPN adalah 6 digit. Dalam rangka
pencairan dana Satker mengajukan SPM ke KPPN per akun pengeluaran (6 digit).
Realisasi pencairan dana tersebut (SP2D) dibuat per satker dan per akun
pengeluaran (6 digit).
Model koneksitas proses bisnis yang berkaitan dengan manajemen DIPA pada
saat ini adalah sebagai berikut (gambar 3):
Gambar 3
Model Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA (current)

5
Dalam prakteknya manajemen DIPA saat ini terkendala oleh beberapa
permasalahan, diantaranya:


Jumlah Satker yang sangat banyak dengan tingkat perbedaan yang ekstrim



Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA



Kurangnya fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran



Tidak efektifnya Rencana Pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)



Tidak ada mekanisme update untuk Rencana pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)



Ketidaksesuaian data pagu baik di lingkungan unit vertikal DJPBN maupun
dengan Satker.



Komponen anggaran dalam APBN belum terdokumentasi seluruhnya dalam DIPA
(Penerimaan Pembiayaan)



DIPA belum optimal sebagai dokumen perencanaan penerimaan

Permasalahan di atas berkaitan dengan beberapa elemen dari bisnis proses,
misalnya sebagai berikut:
a) Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA mengindikasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kurangnya perencanaan yang ideal selama proses penyusunan anggaran
(budget preparation)
2. Sistem informasi yang tidak terstandardisasi dan berfungsi dengan baik untuk
keperluan manajemen keuangan dalam rangka pelaksanaan anggaran.
b) Ketentuan dalam perundang-undangan menghendaki persetujuan parlemen (DPR)
sampai dengan jenis belanja. Dalam tingkatan tertentu hal tersebut mengurangi
fleksibilitas anggaran selama pelaksanaannya.
c) Rencana pencairan dana (halaman III DIPA) bersifat tidak mengikat dan diikuti
dengan tidak adanya mekanisme update sesuai dengan realisasi anggaran,
sehingga tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi tersebut
mencerminkan kurangnya kemampuan Satker dalam perencanaan. Namun
demikian, harus diakui bahwa sampai saat ini Treasury/ Ditjen Perbendaharaan
belum mampu menerapkan proses bisnis dengan dukungan IT yang ideal sebagai
mekanisme untuk melakukan update rencana pencairan dana (halaman III DIPA)
sesuai dengan realisasi.
d) Jumlah Satker yang sangat banyak dalam rangka pelaksanaan anggaran juga
dipengaruhi oleh peraturan yang berkaitan dengan budget preparation yang
6
dihasilkan oleh DJA, misalnya rincian Perpres APBN (apportionment) sudah
mengalokasikan anggaran menurut Spending Unit (Satker) dalam bentuk SAPSK
(PMK 105/2008). Sampai saat ini tidak terdapat mekanisme yang dapat menjadi
dasar bagi Ditjen Perbendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran untuk
memodifikasi jumlah dan struktur Satker dalam Perpres APBN menurut jumlah
dan struktur tertentu yang lebih ideal untuk pelaksanaan anggaran.
e) Ketidaksesuaian data pagu baik antar Satker dengan Ditjen Perbendaharaan
maupun diantara unit teknis Perbendaharaan terutama setelah revisi. Hal tersebut
salah satunya disebabkan oleh belum tersentralisasinya data DIPA.
f) Selama ini anggaran pembiayaan khususnya dari sisi penerimaan belum
dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran sehingga terjadi kesulitan
untuk mengetahui dengan jelas kapan dan berapa besar rencana penerimaan
pembiayaan, baik dari pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri apabila
dilihat pada DIPA. Pada waktu mendatang diharapkan semua anggaran yaitu
belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang tercantum pada UU APBN
ditatausahakan dalam suatu dokumen pelaksanaan anggaran.Untuk melaksanakan
hal tersebut perlu integrasi dalam penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran
khususnya pada anggaran pembiayaan. Integrasi dimaksud meliputi bagaimana
BUN melaksanakan penatausahaan dan pendelegasian wewenang (KPA) di
lingkungan BUN dalam penyusunan DIPA BUN.
g) Sebagai bagian dari komponen anggaran dalam APBN, maka pendapatan menjadi
bagian yang sangat penting dalam pengelolaan manajemen kas. Apabila informasi
yang terdapat dalam DIPA dapat digunakan bukan hanya sebagai informasi
namun lebih berdaya guna, maka pendapatan harus ditatausakan dengan baik
dalam DIPA. Selama ini perkiraan penerimaan dalam halaman III DIPA belum
dioptimalkan dalam pengertian belum digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk manajemen kas. Salah satu hal yang menjadi penyebabnya adalah belum
dilaksanakannya mekanisme updating pada halaman III tentang perkiraan
penerimaan. Hal lainnya adalah belum dikaitkannya penerimaan dengan tupoksi
dari satker. Jika dikaitkan dengan konsep PBB, maka keterkaitan antara
penerimaan dengan kegiatan satker perlu dicantumkan dalam DIPA. Selama ini
pada Halaman III DIPA perkiraan penerimaan tidak mengacu pada suatu fungsi,

7
program dan kegiatan tertentu sehingga informasi yang dicantumkan dalam DIPA
belum dapat digunakan dengan optimal.

Permasalahan tersebut diatas harus menjadi perhatian utama dalam penyempurnaan
koneksitas proses bisnis dengan Satker terkait manajemen DIPA.

4. Fitur SPAN terkait Manajemen DIPA
Sejalan dengan rencana pengembangan SPAN maka diharapkan nantinya proses
bisnis terkait manajemen DIPA dapat mengakomodasi hal-hal sebagai berikut:
a)

DJA dapat menerima data anggaran dari Kementrian / Satker secara online. Data
anggaran tersebut dapat dikonsolidasikan dan disimpan dalam database.

b)

Sistem perencanaan anggaran dapat menerima dan mencatat perubahan usulan
anggaran sebagai hasil pembahasan antara Kementrian Keuangan, Bappenas,
Kementrian / Satker dan DPR.

c)

Kantor pusat kementrian teknis dapat mendistribusikan anggaran yang telah
disetujui kepada Satker di lingkungan kerjanya (konsep DIPA) dengan
persetujuan Ditjen Perbendaharaan.

d)

Ditjen Perbendaharaan dapat mengetahui dan menyetujui rincian anggaran yang
didistribusikan kepada Satker oleh kantor Pusat Kementrian Teknis masingmasing (konsep DIPA).

e)

Ditjen Perbendaharaan dapat menginformasikan Satker tentang rincian anggaran
yang telah disetujui baik secara paper based maupun elektronik (DIPA).

f)

KPPN dapat memeriksa secara online pagu anggaran, status komitmen, batasan
kas dan pengeluaran.
Di dalam rencana pengembangan SPAN dimungkinkan pengembangan

beberapa alternatif untuk sentralisasi database (terutama yang berkaitan dengan
DIPA). Model koneksitas antara Satker Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan
dalam integrated budget preparation modul ditunjukkan dalam gambar 4.

8
Gambar 4
Model Integrated Budget Preparation

Model alternatif lainnya adalah integrasi database (terutama yang berkaitan dengan
DIPA) dengan modul budget preparation yang terpisah sebagai berikut (gambar 5):
Gambar 5
Model Separated Budget Preparation

9
5. Rekomendasi dan alternatif Future Vision Model koneksitas proses bisnis
dengan Satker terkait Manajemen DIPA
Dari kedua model koneksitas tersebut di atas, modul budget preparation yang
terintegrasi yang ditunjukkan oleh gambar 4.4 di atas merupakan gambaran proses
yang paling ideal. Rekomendasi yang diusulkan berkaitan dengan implikasi dari
terintegrasinya data Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan dalam satu sistem
adalah sebagai berikut:
a) Fitur SPAN memungkinkan Ditjen Perbendaharaan mencocokkan rincian APBN
(Perpres) dengan konsep DIPA yang diajukan Satker. Apabila fitur SPAN
sebagaimana tersebut dalam poin 4 di atas dilaksanakan, pencocokan tersebut
dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis (by system). Konsep
DIPA yang disusun oleh Satker diregister ke kantor pusat K/L untuk selanjutnya
dimintakan persetujuan ke kantor pusat DJPB. Sepanjang konsep DIPA sudah
sama dengan Perpres rincian APBN dan indikator kinerja, serta target yang akan
dicapai sudah sesuai dengan RKA-KL yang disepakati antara DPR dan
pemerintah, sistem tidak akan menolak konsep DIPA dan Kantor pusat DJPB
harus memberikan persetujuan atas konsep DIPA tersebut. Mekanisme ini
mengakomodasi ketentuan dalam pasal 7 PMK 105/PMK.02/2008, di mana
Konsep DIPA diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dari Satker yang
bersangkutan, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut (Gambar 6):

10
Gambar 6
Alternatif Model Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker
terkait Manajemen DIPA

b)

Setelah DIPA disahkan, maka pagu DIPA akan mengikat Satker dalam
pelaksanaan anggarannya dan merupakan batas tertinggi pengeluaran bagi Satker.

c)

Berkaitan dengan konsep baru DIPA, dengan terintegrasinya sistem perencanaan
dan pelaksanaan anggaran akan semakin memudahkan proses penyusunan
dokumen pelaksanaan anggaran, sehingga diharapkan akan terjadi „penyatuan‟
alur penyusunan dokumen anggaran. Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka
direncanakan format baru dari dokumen DIPA meliputi semua elemen data yang
ada di dalam RKAKL, sehingga akan memudahkan pembuatan aplikasi. Format
DIPA yang baru ini memberikan fleksibilitas bagi satuan kerja, yaitu penggunaan
pagu dana hanya dua digit (jenis belanja) dan menampung beberapa item terkait
dengan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang menghasilkan output dan
Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM) yang berupa rencana pagu
untuk tahun-tahun berikutnya.

d)

Dalam hal terjadi usulan revisi, sistem harus dapat menerapkan pembatasan
pencairan dana secara otomatis pada subkegiatan/kegiatan yang sedang direvisi
sehingga menghindari pagu minus akibat revisi.

11
e)

Adanya

budget

control

yang

memadai

pada

penyusunan

DIPA

dan

pelaksanaannya yaitu:
- DIPA disusun per Satker yang memuat alokasi per jenis belanja (2 digit).
- Perintah membayar ke KPPN memuat rincian per akun pengeluaran (6 digit).
- Data DIPA yang diterima KPPN adalah per satker dan per jenis belanja saja (2
digit). Untuk kepentingan pelaporan, rincian tetap dibutuhkan per akun (6 digit).
- Penggunaan kode akun (6 digit) yang fleksibel harus tetap sesuai dengan jenis
belanja dalam DIPA dan Bagan Akun Standar.
- Terhadap kode akun (6 digit) yang bersaldo negatif/ minus, akan dilakukan
penyesuaian akhir bulan dalam rangka rekonsiliasi dan penyusunan laporan
keuangan.
Konsekuensinya ketersediaan pagu anggaran ditetapkan per jenis belanja (2 digit).
Dengan mekanisme ini diharapkan manajemen keuangan negara di Satker dapat
lebih fleksibel dan lebih mencerminkan pelaksanaan konsep “let the manager
manages” namun tetap sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada pada saat
ini. Berikut ini pada Gambar 4.7 adalah ilustrasi dari rekomendasi tersebut di atas.

Gambar 7
Rekomendasi Digitasi dari Pelaksanaan Anggaran

12
f) Halaman III DIPA memuat rencana penarikan dana. Di dalam Penjelasan PMK
105/PMK.02/2008 disebutkan bahwa pencantuman rencana penarikan dana dalam
dokumen DIPA adalah untuk pencapaian optimalisasi fungsi DIPA sebagai
manajemen kas pemerintah (optimalisasi pengelolaan rekening kas negara) terkait
dengan kebutuhan untuk menjamin ketersediaan uang dan ketepatan waktu
penyediaan uang dalam rangka memenuhi tagihan kepada negara. Mekanisme ini
diakomodasi dalam konsep Annual Financial Plan (AFP) sebagai bagian dari
modul manajemen DIPA di dalam SPAN bidding document. Seperti telah
disinggung sebelumnya, kelemahan utama terkait dengan penggunaan rencana
penarikan dana sebagai alat untuk manajemen kas pada saat ini adalah sebagai
berikut:
1) Tidak efektifnya rencana penarikan dana baik dalam hal keperluan realisasi
maupun kepentingan manajemen kas. Dengan kata lain, rencana penarikan
dana dalam DIPA tidak secara efektif digunakan sebagai acuan untuk
keperluan pembayaran/ pengeluaran kas, sehingga menjadi tidak valid untuk
menjadi alat manajemen kas.
2) Tidak ada mekanisme update atas perubahan dan/ atau realisasi dari rencana
penarikan dana tersebut.
g) Keputusan atas revitalisasi halaman III DIPA antara lain tentang penerapan AFP
dan mekanisme update:
- AFP akan berfungsi sebagai alat perencanaan kas jangka panjang yang tidak
bersifat mengikat terhadap payment schedule (rencana angsuran dalam kontrak)
dan realisasi pembayaran.
- Rencana angsuran untuk pelunasan sebuah kontrak dapat melebihi nilai rencana
periodik (bulanan) yang dialokasikan dalam AFP.
- Realisasi (SPM/ SP2D) dapat melebihi nilai proyeksi dalam AFP maupun dalam
payment schedule (rencana angsuran kontrak).
- Data AFP (halaman 3 DIPA), payment schedule (kontrak), resume tagihan (data
SPP), dan realisasi pembayaran (SPM/ SP2D) digunakan sebagai input bagi
modul Manajemen Kas
- Data kompilasi dalam modul Manajemen Kas akan menghasilkan nilai realisasi
dari rencana dalam AFP, payment schedule dan resume tagihan
13
- KPPN mengirimkan informasi (update otomatis) ke Satker untuk memperoleh
konfirmasi. Sebagai bentuk konfirmasi atau penyesuaian (terhadap update
otomatis) Satker akan menyampaikan data update manual terhadap AFP setiap
bulannya, dalam jangka waktu yang akan ditentukan kemudian. Kalau nilai
AFPnya sama berarti satker cukup confirm saja sedangkan kalau berbeda satker
akan membuat rencana AFP yang baru. Intinya satker dan KPPN datanya harus
sama.
- Sistem dalam SPAN akan melakukan update secara otomatis terhadap data
dalam AFP awal, di mana:
i. Kelebihan nilai AFP akan ditransfer ke alokasi periodic AFP bulan berikutnya
ii. Kekurangan nilai AFP akan ditransfer dari alokasi periodic AFP bulan
berikutnya
Alternatif dari pentransferan ke dan dari alokasi periodik AFP.
- AFP melakukan konfirmasi/pengecekan tetapi tidak mengikat. Sesuai dengan
oracle standar: AFP statis. Tetapi karena tidak mengikat maka menjadi harus
diubah secara manual jika ada perubahan. Jika AFP lebih maka di carry
forward, jika kurang alternatifnya ambil bulan berikutnya atau bulan desember.
Bulan yg menerima carry forward dan bulan yg dikurangi haruslah sama.
Dengan demikian AFP hanyalah data perencanaan satker.
Beberapa alternatif dalam kerangka pengembangan SPAN untuk
merevitalisasi fungsi halaman III DIPA sebagai salah satu alat perencanaan kas
atau Annual Financial Plan (AFP) yaitu sebagai berikut:
 Alternatif I
1) AFP sebagai alokasi periodik atas DIPA (mengadopsi sistem warrant)
2) Data encumbrance terintegrasi dengan AFP. Dimana AFP sebagai kontrol
terhadap data komitmen maupun data realisasi;
3) Akan dilakukan cek terhadap AFP (sebagai alokasi pagu periodik dan
encumbrance) atas setiap tagihan;
4) Data dari specific atau continuing commitment merupakan input untuk update
AFP;
5) Tidak diperlukan penyampaian “rencana penarikan dana” secara periodik dari
Satker;
14
6) Apabila ada perubahan terhadap rencana penarikan dana, maka dilakukan
proses revisi AFP;
7) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir bulan
akan terbawa ke bulan berikutnya.

Ilustrasi dari alternatif I sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:
Gambar 8
Alternatif 1 Mekanisme penggunaan dan update AFP

 Alternatif II
1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK;
2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan
terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/
bulanan);
3) Mengadopsi sistem manajemen komitmen yang ter-desentralisasi;
4) Data komitmen tidak terintegrasi dengan AFP, dan hanya digunakan
sebagai input bagi penyusunan AFP;
5) Data realisasi merupakan informasi bagi rencana penarikan dana yang
disampaikan secara periodik oleh satker untuk meng-update AFP;
15
6) Pada

saat

dilakukan

pembayaran

(Invoice-SPP/SPM)

dilakukan

pengecekan atas ketersediaan dana pada rencana penarikan dana (AFP);
7) Sisa AFP yang tidak terealisasi sampai akhir bulan akan terbawa kebulan
berikutnya;
Ilustrasi dari alternatif II sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:
Gambar 9
Alternatif 2 Mekanisme penggunaan dan update AFP

 Alternatif III
1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK;
2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan
terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/
bulanan);
3) Mengadopsi baik sistem manajemen komitmen yang ter-desentralisasi
maupun sistem warrant;

16
4) Data komitmen dan realisasi terintegrasi dengan AFP, dimana AFP
digunakan untuk mengontrol data komitmen (payment schedule) dan
data realisasi. -update bagi penyusunan AFP-;
5) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir
bulan akan terbawa ke bulan berikutnya.
Ilustrasi dari alternatif III sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 10
Alternatif 3 Mekanisme penggunaan dan update AFP

 Alternatif IV
1) AFP digunakan sebagai alat perencanaan kas dengan merujuk data POK;
2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan
terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/
bulanan);

17
3) AFP tidak dijadikan kontrol terhadap pencairan dana Satker; Dimana
pada saat pembayaran (Invoice-SPP/SPM) tidak dilakukan pengecekan
atas ketersediaan dana pada rencana penarikan dana (AFP);
4) Data komitmen tidak terintegrasi dengan AFP, dan digunakan sebagai
salah satu input bagi perencanaan kas;
Ilustrasi dari alternatif IV sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 11
Alternatif 4 Mekanisme penggunaan dan update AFP

 Alternatif V
1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK;
2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan terhadap
saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/ bulanan);
3) AFP di-update oleh data realisasi secara otomatis by system. AFP tidak
digunakan untuk mengontrol data realisasi. Dimana AFP tidak
dilakukan pengujian AFP pada saat approval SP2D.
18
4) Sistem akan membentuk perencanaan kas tersendiri untuk data payment
schedule dalam resume kontrak yang akan di update secara otomatis oleh
data realisasi specific commitment.
5) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir
bulan akan terbawa ke bulan berikutnya.
Ilustrasi dari alternatif V sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 12
Alternatif 5 Mekanisme penggunaan dan update AFP
Koneksitas Manajemen Komitmen dengan DIPA dan AFP (Alternatif 5)

DIPA
1

2

3

4

5

(year to date)

6

7

8

9

10

11

12

1800
350

Reserve budget

AFP awal
(awal tahun)

Annual Financial Plan (Period To Date)
1
100
50
50

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200
70
50

Confirm / Update
AFP dari Satker
per Februari
(AFP Baru)

Realisasi specific
Realisasi continuing

100 120 180 200 100 200 100 200 100 200 100 200

Payment Schedule
1

2

3

4

5

70
50

70
50

70

70

70

50

50 110

6

7

Realisasi specific

70

70

8

9

10

11

12

Confirm / Update
PS dari Satker
per Februari
(PS Baru)

Cat:
 AFP di update (otomatis) berdasarkan data
dari perencanaan kas (dalam contoh ini
transfer data dari perencanaan kas pada
akhir bulan Maret) setelah mendapat
konfirmasi dari satker
 Udate manual AFP dapat dilakukan sebelum
periode yang akan di revisi berjalan.
 Update manual juga dapat terjadi apabila
diterapkan kebijakan cash limit atau
withdrawal limit.

Dari beberapa alternatif penyusunan, penggunaan dan update data halaman 3
DIPA tersebut di atas, Alternatif V (lima) direkomendasikan untuk digunakan dalam
rangka SPAN. Fitur dalam Alternatif V diharapkan dapat memenuhi tujuan revitalisasi
fungsi halaman III DIPA sebagai salah satu alat perencanaan kas (AFP). Dalam konteks
rekomendasi alternatif ini, maka AFP akan ditujukan untuk berfungsi sebagai alat
perencanaan kas jangka panjang yang tidak bersifat mengikat. AFP tidak mengikat
terhadap payment schedule (rencana angsuran dalam kontrak) dan terhadap realisasi
19
pembayaran. Rencana angsuran untuk pelunasan sebuah kontrak dapat melebihi nilai
rencana periodik (bulanan) yang dialokasikan dalam AFP. Demikian pula nilai realisasi
(SPM/ SP2D) dapat melebihi nilai proyeksi dalam AFP maupun dalam payment schedule
(rencana angsuran kontrak).
Proses penggunaan Halaman III DIPA dalam perencanaan kas beserta ilustrasi
mekanisme update-nya digambarkan secara lebih jelas pada Modul Integrasi dan
Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker terkait Manajemen kas. Ilustrasi pada gambar
dibawah ini menunjukan gambaran besar terkait mekanisme updating data AFP (halaman
3 DIPA).

20
Gambar 13
Ilustrasi dari mekanisme updating data AFP

Revitalisasi Halaman 3 DIPA: Mekanisme Update
Satuan Kerja

KPPN
Penyediaan kas harian
1

SP2D
Kebutuhan dana harian

Perencanaan Kas (RT)
1

Payment term
Perencanaan kas RT

Perencanaan Kas (PS)
1

Payment schedule (awal)

2

Payment term (terkait PS)

3

Realisasi (terkait PS)
Payment schedule updated

Perencanaan Kas (AFP)
1
2

inform

Payment term

3

updating

AFP/ DIPA hal 3 awal
Realisasi
AFP updated

Confirm/
updated

21
6. Pemblokiran dana
-

Latar belakang/ alasan pemblokiran, diantaranya:
i.
ii.

-

Syarat-syarat administratif selama proses penelaahan belum terpenuhi
Pinjaman (untuk yang didanai PHLN) belum efektif

Rules:
i.

Tidak dapat dilakukan pencadangan untuk pagu dana yang diblokir

ii.

KPA dapat melakukan proses pengadaan mengikuti ketentuan terkait proses
pengadaan

iii.
-

Reserving pagu minus akan ditolak oleh sistem

Manajemen atas data pagu DIPA yang diblokir dalam kaitannya dengan
pembuatan cadangan atas kontrak atau perikatan tertentu adalah sebagaimana
ditunjukkan dalam ilustrasi berikut ini:

-

Pencatatan jumlah dana yang diblokir nantinya juga akan dilakukan dengan
pembuatan jurnal encumbrance yang memiliki tipe yang berbeda dengan
jurnal encumbrance dalam rangka pencatatan perikatan. Dengan demikian
jurnal awal/ allotment akan tetap sebesar nilai yang tidak diblokir. Sebagai
ilustrasi, nilai jurnal allotment tetap 100.000.000 (budget type 2), sementara

22
untuk dana yang diblokir akan terbentuk jurnal encumbrance dengan budget
type yang sama (budget type 2) dengan kategori blokir.
-

Mekanisme sebagaimana diuraikan di atas akan dilakukan pada saat review
DIPA, di mana pada waktu mereview juga sekaligus melakukan blocking yaitu
menentukan berapa jumlah angka yang akan diblokir. Pada waktu apropriasi
(jurnalnya dilakukan di Hyperion) sudah diketahui berapa jumlah yang
diblokir oleh DJA dan sudah terbentuk jurnal encumbrance untuk yang diblok
tersebut.

-

Dengan kata lain, nanti akan terdapat jurnal encumbrance untuk keperluan
blokir dengan tipe/kategori blocking. Tipe jurnal ini berbeda dengan jurnal
tipe/ kategori obligation dan others yang dibuat dalam rangka encumbrance/
pencadangan kontrak dalam rangka perikatan yang biasa adalah jika
encumbrance kontrak yang biasa.

7. Penutup
Dari uraian dan pembahasan sebelumnya dapat disarikan pokok-pokok arahan
penyempurnaan integrasi dan koneksitas proses bisnis manajemen DIPA dengan
Satuan Kerja sebagai berikut:
a. Undang-undang yang menjadi kerangka dasar manajemen keuangan negara yang ada
pada saat ini telah memuat ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan landasan hukum
bagi pengembangan manajemen DIPA yang mengacu pada praktek-praktek terbaik di
lingkungan internasional (best practice). Namun demikian praktek pada saat ini juga
terkendala hal-hal terkait aspek teknis dan kewenangan organisasi
b. Beberapa permasalahan yang patut dijadikan prioritas penyeleseaiannya diantaranya
meliputi jumlah satker yang sangat banyak dengan diversitas yang ekstrim, tingginya
frekuensi revisi DIPA dan kurangnya fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran serta
tidak berfungsinya halaman 3 sebagai alat perencanaan kas
c. Penerapan single database diharapkan dapat memfasilitasi mekanisme akses database
yang dapat mengganti dokumen antara (SAPSK). Penyempurnaan proses bisnis
diharapkan dapat mengganti dokumen yang menjadi intermediaries (dokumen antara)
antara DJA dengan DJPBN dalam proses allotment (penyusunan dan pengesahan
DIPA) ini, dengan proses elektronis yang tetap mengutamakan keamanan data.
23
d. Penyempurnaan proses bisnis diharapkan juga dapat menjadi inisiasi manajemen
keuangan yang lebih baik. Diantaranya dengan merekomendasikan proses penysunan
anggaran, penyusunan dan pengesahan dokumen otorisasi yang tidak hanya dilandasi
peraturan

perundangan

tetapi

juga

mencerminkan

best

practices.

Praktek

apportionment (perincian APBN ke dalam alokasi masing-masing Satker) saat ini
belum sepenuhnya tepat. Kondisi ini mengurangi kemampuan treasury untuk
memodifikasi struktur dan jumlah satker dalam jumlah dan konfigurasi yang
memungkinkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif dan efisien.
e. Proses bisnis didukung dengan IT diharapkan dapat mewujudkan konsepsi let the
manager manages dalam pelaksanaan anggaran. Pola otorisasi diharapkan dapat
sejalan

dengan

kerangkan

Performance

Based

Budgeting

dengan

tetap

memperhatikan kebutuhan dalam rangka akuntabilitas. Hal ini diantaranya dengan
mengurangi ruang lingkup pengujian di KPPN atas transaksi pengeluaran sampai
dengan “jenis belanja”, namun tetap mencatat pengeluaran hingga di tingkat akun.
f. Penyempurnaan proses bisnis diharapkan dapat memfasilitasi revitalisasi fungsi
halaman 3 DIPA diantaranya dengan menyediakan fasilitas update. Fasilitas update
ini diharapkan tidak hanya sebagai alat monitoring anggaran tetapi juga dapat secara
efektif

digunakan

sebagai

alat

perencanaan

kas.

Proses

bisnis

SPAN

merekomendasikan mekanisme yang pada dasarnya merupakan integrasi fungsifungsi manajemen DIPA, manajemen komitmen, manajemen kas, manajemen
pembayaran dan akuntansi dan pelaporan untuk dapat melakukan update terhadap
data dalam halaman 3 DIPA. Mekanisme penyusunan dan update halaman 3 yang
direkomendasikan juga diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan Satker yaitu
dengan mengoptimalkan aktivitas konfirmasi dan update secara manual, dengan tetap
mengutamakan update secara otomatis.
g. Berkaitan dengan pemblokiran dana, nantinya tidak akan dapat dilakukan
pencadangan (pembentukan jurnal encumberance/perikatan kontrak) untuk pagu dana
yang diblokir. Dengan demikian, KPA dapat melakukan proses pengadaan mengikuti
ketentuan terkait proses pengadaan dan reserving/pencadangan yang diusulkan, pagu
minus dana terkait yang diblokir secara otomatis akan ditolak oleh sistem.

24
Daftar Pustaka

A. Peraturan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
KPMK, Departemen Keuangan RI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 105/PMK.02/2008 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara / Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2009
B. Literatur
OECD (2001), “Managing Public Expenditure”, A reference book for transition countries,
Ch. 7 The budget execution cycle, Government Finance”, Ed. Richard Allen & Daniel
Tommasi
World Bank (2007), “Budgeting and Budgetary Institutions”, Public Sector Governance
and Accountability Series, Ed. Anwar Shah
SPAN “Request for Proposal; Technical Requirement”

25
Modul manajemen dipa satker

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGANAKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Letifa Wahyuni
 
Sistem akuntansi keuangan
Sistem akuntansi keuanganSistem akuntansi keuangan
Sistem akuntansi keuangan
kppnpelaihari
 
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintahPp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Dyp The Magna
 
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
anhynurhayani77
 
Catatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuanganCatatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuangan
Adi Jauhari
 
Proposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaruProposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaru
lailatul zohri
 

Was ist angesagt? (20)

Lampiran ii permendagri-64-tahun-2013
Lampiran ii permendagri-64-tahun-2013Lampiran ii permendagri-64-tahun-2013
Lampiran ii permendagri-64-tahun-2013
 
Pengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi PemerintahPengantar Akuntansi Pemerintah
Pengantar Akuntansi Pemerintah
 
AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGANAKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENYUSUNAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
 
Sistem akuntansi keuangan
Sistem akuntansi keuanganSistem akuntansi keuangan
Sistem akuntansi keuangan
 
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintahPp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
 
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
Penilaian aset-tetap-dalam-perspektif-sap-141111
 
SAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
SAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah PusatSAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
SAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
 
System Requirements SIMDA BMD ver 2.7.0.6
System Requirements SIMDA BMD ver 2.7.0.6System Requirements SIMDA BMD ver 2.7.0.6
System Requirements SIMDA BMD ver 2.7.0.6
 
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah DaerahModul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
 
Makalah akuntansi pemerintahan 4
Makalah akuntansi pemerintahan 4Makalah akuntansi pemerintahan 4
Makalah akuntansi pemerintahan 4
 
Pelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan PublikPelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan Publik
 
Konsep dasar akuntansi pemerintah daerah
Konsep dasar akuntansi pemerintah daerahKonsep dasar akuntansi pemerintah daerah
Konsep dasar akuntansi pemerintah daerah
 
6b968 bagan akun_standar_th_2018_balai_jogja
6b968 bagan akun_standar_th_2018_balai_jogja6b968 bagan akun_standar_th_2018_balai_jogja
6b968 bagan akun_standar_th_2018_balai_jogja
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah PusatSistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
 
AKUNTANSI PEMERINTHAN
AKUNTANSI PEMERINTHANAKUNTANSI PEMERINTHAN
AKUNTANSI PEMERINTHAN
 
Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi PemerintahanAkuntansi Pemerintahan
Akuntansi Pemerintahan
 
Catatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuanganCatatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuangan
 
Ppt bab 4 fix
Ppt bab 4 fixPpt bab 4 fix
Ppt bab 4 fix
 
Laporan Keuangan Publik
Laporan Keuangan PublikLaporan Keuangan Publik
Laporan Keuangan Publik
 
Proposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaruProposal zohri terbaru
Proposal zohri terbaru
 

Andere mochten auch (6)

Sakti for satker
Sakti for satkerSakti for satker
Sakti for satker
 
Implementasi SPAN pada Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan
Implementasi SPAN pada Instansi Vertikal Ditjen PerbendaharaanImplementasi SPAN pada Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan
Implementasi SPAN pada Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan
 
Pengelolaan Rekening Pemerintah
Pengelolaan Rekening PemerintahPengelolaan Rekening Pemerintah
Pengelolaan Rekening Pemerintah
 
Pmk 01 pmk.06_2013
Pmk 01 pmk.06_2013Pmk 01 pmk.06_2013
Pmk 01 pmk.06_2013
 
Modul penyusutan aset tetap
Modul penyusutan aset tetapModul penyusutan aset tetap
Modul penyusutan aset tetap
 
Pembukuan keuangan bendahara
Pembukuan keuangan bendaharaPembukuan keuangan bendahara
Pembukuan keuangan bendahara
 

Ähnlich wie Modul manajemen dipa satker

Erangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengahErangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengah
damargohadiono
 
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
Danz Wadezig
 

Ähnlich wie Modul manajemen dipa satker (20)

Erangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengahErangka pengeluaran jangka menengah
Erangka pengeluaran jangka menengah
 
Slide acc-308-slide-tak-3
Slide acc-308-slide-tak-3Slide acc-308-slide-tak-3
Slide acc-308-slide-tak-3
 
Penganggaran pemerintah pusat
Penganggaran pemerintah pusatPenganggaran pemerintah pusat
Penganggaran pemerintah pusat
 
Slide-AKT-301-ASP-1.ppt
Slide-AKT-301-ASP-1.pptSlide-AKT-301-ASP-1.ppt
Slide-AKT-301-ASP-1.ppt
 
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah MTEF: Medium Term Expenditure Framework
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah MTEF: Medium Term Expenditure FrameworkKerangka Pengeluaran Jangka Menengah MTEF: Medium Term Expenditure Framework
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah MTEF: Medium Term Expenditure Framework
 
Penganggaran sektor publik
Penganggaran sektor publikPenganggaran sektor publik
Penganggaran sektor publik
 
Implementasi Conceptual Framawork dalam Pelaporan Akuntanasi pada PT Bank Cen...
Implementasi Conceptual Framawork dalam Pelaporan Akuntanasi pada PT Bank Cen...Implementasi Conceptual Framawork dalam Pelaporan Akuntanasi pada PT Bank Cen...
Implementasi Conceptual Framawork dalam Pelaporan Akuntanasi pada PT Bank Cen...
 
Public sector accounting
Public sector accountingPublic sector accounting
Public sector accounting
 
Paparan pp-90-2010-kemenkeu
Paparan pp-90-2010-kemenkeuPaparan pp-90-2010-kemenkeu
Paparan pp-90-2010-kemenkeu
 
Kerangka Konsep Informasi Akuntansi pada BCA.pdf
Kerangka Konsep Informasi Akuntansi pada BCA.pdfKerangka Konsep Informasi Akuntansi pada BCA.pdf
Kerangka Konsep Informasi Akuntansi pada BCA.pdf
 
Budgeting, product costing, and foreign exchange risk management
Budgeting, product costing, and foreign exchange risk managementBudgeting, product costing, and foreign exchange risk management
Budgeting, product costing, and foreign exchange risk management
 
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
Presentasi Sidang Kuliah Kerja Lapang (KKL)
 
Presentasi sidang
Presentasi sidangPresentasi sidang
Presentasi sidang
 
SIKLUS APBN dan APBD.ppt
SIKLUS APBN dan APBD.pptSIKLUS APBN dan APBD.ppt
SIKLUS APBN dan APBD.ppt
 
Perencanaan anggaran negara
Perencanaan anggaran negara Perencanaan anggaran negara
Perencanaan anggaran negara
 
Presentasi sidang
Presentasi sidangPresentasi sidang
Presentasi sidang
 
Peraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2013_503_1_Jenis Belanja.pdf
Peraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2013_503_1_Jenis Belanja.pdfPeraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2013_503_1_Jenis Belanja.pdf
Peraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2013_503_1_Jenis Belanja.pdf
 
3 Paparan Direktur Sistem Pengangga.pdf
3 Paparan Direktur Sistem Pengangga.pdf3 Paparan Direktur Sistem Pengangga.pdf
3 Paparan Direktur Sistem Pengangga.pdf
 
Sistem penganggaran
Sistem penganggaran Sistem penganggaran
Sistem penganggaran
 
Dinamika Penyusunan Anggaran - DSB.pdf
Dinamika Penyusunan Anggaran - DSB.pdfDinamika Penyusunan Anggaran - DSB.pdf
Dinamika Penyusunan Anggaran - DSB.pdf
 

Kürzlich hochgeladen

Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Frida Adnantara
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
langkahgontay88
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
Zefanya9
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
umusilmi2019
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
armanamo012
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
ChairaniManasye1
 
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh ImplementasiPengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
GustiAdityaR
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptxMOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh ImplementasiPengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
Pengantar Ilmu Ekonomi Kewilayahan, Teori dan Contoh Implementasi
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 

Modul manajemen dipa satker

  • 1.
  • 2. Daftar Isi Daftar Isi ii Daftar Gambar iii Koneksitas Proses Bisnis Akuntansi dan Pelaporan antara Ditjen Perbendaharaan selaku Bendahara Umum Negara dengan Satuan Kerja selaku Pelaksana Kewenangan Pengguna Anggaran 1. Tujuan dan Fungsi 1 2. International Best Practice Terkait Manajemen DIPA 2 3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA 4 4. Fitur SPAN Terkait Manajemen DIPA 8 5. Rekomendasi Dan Alternatif Future Vision Model Koneksitas Proses Bisnis Dengan Satker Terkait Manajemen DIPA 10 6. Pemblokiran Dana 22 7. Penutup 23 Daftar Pustaka 25 ii
  • 3. Daftar Gambar Gambar 1 Proses Bisnis Manajemen DIPA (Warrant System) 3 Gambar 2 Proses Bisnis Manajemen DIPA (Apportionment System) 4 Gambar 3 Model Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA (current) 5 Gambar 4 Model Integrated Budget Preparation 9 Gambar 5 Model Separated Budget Preparation 9 Gambar 6 Alternatif Model Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker terkait Manajemen 11 DIPA Gambar 7 Rekomendasi Digitasi dari Pelaksanaan Anggaran 12 Gambar 8 Alternatif 1 Mekanisme penggunaan dan update AFP 15 Gambar 9 Alternatif 2 Mekanisme penggunaan dan update AFP 16 Gambar 10 Alternatif 3 Mekanisme penggunaan dan update AFP 17 Gambar 11 Alternatif 4 Mekanisme penggunaan dan update AFP 18 Gambar 12 Alternatif 5 Mekanisme penggunaan dan update AFP 19 Gambar 13 Ilustrasi dari mekanisme updating data AFP 21 iii
  • 4. Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA antara Ditjen Perbendaharaan selaku Bendahara Umum Negara dengan Satuan Kerja selaku Pelaksana Kewenangan Pengguna Anggaran Integrasi dan Koneksitas proses bisnis terbentuk oleh elemen-elemen proses bisnis, terutama yang dijalankan oleh institusi/unit yang berbeda. Konsep integrasi dan koneksitas ini setidaknya meliputi:  mekanisme input-output (transfer) yang digunakan dan dihasilkan sebuah proses bisnis, termasuk di dalamnya bentuk/media dan interface.  keandalan dan kesesuaian aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian intern (internal control) di masing-masing unit proses bisnis. Penentuan model koneksitas dengan proses bisnis di Satker dan koneksitasnya dilakukan dengan memperhatikan permasalahan dari praktek pada saat ini, mengkaji internasional best practice dan kesesuaiannya dengan landasan hukum yang ada (UndangUndang). Future proses bisnis yang dihasilkan dari methodology tersebut di atas terutama diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Oleh karena itu, rekomendasi untuk penyempurnaan proses bisnis pada saat ini juga memperhatikan blue print rencana pengembangan SPAN, terutama terkait dengan modernisasi sistem informasi dan IT. Rekomendasi dari rancangan model integrasi dan koneksitas ini juga memuat detail design proses bisnis baik yang dibahas sebagai bagian dari tulisan maupun dicantumkan secara terpisah dalam Appendix. 1. Tujuan dan fungsi Dalam praktek pelaksanaan anggaran pada umumnya, Line Ministries dan Spending Unit pada dasarnya telah memiliki kewenangan untuk melakukan pengeluaran atas beban anggaran setelah rancangan anggaran (budget draft) disetujui oleh parlemen. Fungsi manajemen DIPA (dalam rangka allotment dana anggaran) terutama berkaitan dengan distribusi dan pengesahan dana anggaran yang telah disetujui tersebut kepada Spending Unit (Satuan Kerja) sebagai dasar untuk melakukan pengeluaran (dokumen otorisasi). Otorisasi ini, tergantung pada sistem yang digunakan di negara tersebut, dapat berlaku untuk satu periode tahun anggaran 1
  • 5. atau untuk periode tertentu yang lebih singkat. Terdapat mekanisme yang berbeda di masing-masing negara terkait dengan pengalokasian dan pendistribusian jumlah anggaran yang telah disetujui oleh Parlemen kepada Spending Unit. Namun demikian, prosesnya secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua jenis aktivitas sebagai berikut. a) Apportionment: proses untuk menentukan bagian dari anggaran yang telah disetujui oleh parlemen (appropriation) yang dapat digunakan oleh Line Ministries dan Main Spending Unit (apportioned appropriations). Proses ini dapat berupa keputusan (decree) yang memberikan otorisasi kepada Line Ministries untuk menggunakan seluruh atau sebagian dari jumlah yang telah disetujui parlemen b) Allotment: proses dimana line ministries atau main speding unit mengalokasikan rincian dari jumlah anggaran yang telah disetujui oleh parlemen (apportioned appropriations) kepada Spending Unit di lingkungan masing-masing (subordinate Spending Unit) (OECD, 2001; World Bank, 2007). 2. International Best Practice terkait Manajemen DIPA Dalam rangka pelaksanaan anggaran (budget execution), pada dasarnya terdapat dua sistem utama dalam manajemen atas Spending Authority, yaitu warrant system dan apportionment/allotment system. Perbedaan mendasar di antara keduanya adalah mekanisme penggunaan appropriasi (anggaran yang disetujui oleh parlemen) sebagai dasar untuk membuat perikatan/komitmen yang akan membebani anggaran. Implementasi atas salah satu dari sistem tersebut, biasanya sejalan dengan sistem manajemen komitmen dan manajemen pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran yang diterapkan di suatu negara. Pembahasan untuk masing-masing sistem adalah sebagai berikut: a) Warrant system Warrant adalah “a release of all, or more commonly a part, of the total annual appropriation on a quarterly or monthly basis that allows a line ministry or spending agency to make commitments” (OECD, 2001). Dalam sistem ini, anggaran/appropriation yang disetujui parlemen lebih sebagai alat perencanaan yang merefleksikan kebijakan dan program pemerintah untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Namun demikian, sebagian atau keseluruhan jumlah anggaran 2
  • 6. tersebut baru dapat efektif sebagai dasar pengeluaran apabila telah diterbitkan dokumen pelaksanaan anggaran (warrant) atas dasar usulan Spending Unit. Warrant tersebut akan menjadi batas tertinggi pengeluaran (spending limit) untuk jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran. Proses bisnis management of Spending Authority adalah sejak Plan Procurement sampai dengan Penerbitan Warrant / Spending Limit, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Gambar 1 Proses Bisnis Manajemen DIPA (Warrant System) b) Apportionment system Apportionment atau allotment adalah “authorizations or distributions of funds generally made by the ministry of finance to line ministries and other spending units permitting them to either commit or pay out of funds or both, within a specified time period and within the amounts appropriated and authorized”. Dalam sistem ini, prosedur alokasi atas anggaran yang disetujui parlemen ke dalam masing-masing Spending Units akan menghasilkan dokumen yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran yang umumnya berlaku selama periode tahun anggaran. Dokumen tersebut efektif sebagai dasar untuk melakukan perikatan/komitmen dan/atau pengeluaran atas beban anggaran negara. Proses 3
  • 7. bisnis management of Spending Authority adalah proses penerbitan dan pengesahan dokumen allotment, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2 Gambar 2 Proses Bisnis Manajemen DIPA (Apportionment System) 3. Current State Assesment dan Problems terkait Manajemen DIPA Pada dasarnya, sistem yang diterapkan di Indonesia terkait manajemen atas Spending Authority cenderung pada sistem apportionment/allotment. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara khususnya pasal 3 Ayat (4) yang menyebutkan bahwa APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan (penjelasan pasal 3 ayat 4). Di dalam Penjelasan Undang-undang No.17 tahun 2003 pada poin 8 paragraf pertama disebutkan bahwa setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan UndangUndang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Perpres tersebut memuat rincian menurut alokasi anggaran untuk masing-masing Satuan Kerja (SAPSK) dan jenis belanja. 4
  • 8. Peraturan Presiden tersebut menjadi dasar penyusunan dan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) (PMK 105/PMK..02/2008 pasal 6). Konsep DIPA yang disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran Satuan kerja disahkan berdasarkan Perpres tentang RABPP dan atau SRAA (PMK No. 105/PMK.02/2008). Di dalam DIPA diuraikan anggaran yang disediakan (UU No. 1 tahun 2004 Pasal 14 point 3). Untuk keperluan pelaksanaan anggaran, berdasarkan DIPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan (UU No. 1 tahun 2004 Pasal 17). Pada saat ini, DIPA disusun per satker (kecuali beberapa instansi vertikal disusun per kantor wilayah) dan per BKPK (4 digit). Arsip Data Komputer (ADK) DIPA yang terdapat dalam database di KPPN adalah 6 digit. Dalam rangka pencairan dana Satker mengajukan SPM ke KPPN per akun pengeluaran (6 digit). Realisasi pencairan dana tersebut (SP2D) dibuat per satker dan per akun pengeluaran (6 digit). Model koneksitas proses bisnis yang berkaitan dengan manajemen DIPA pada saat ini adalah sebagai berikut (gambar 3): Gambar 3 Model Koneksitas Proses Bisnis Manajemen DIPA (current) 5
  • 9. Dalam prakteknya manajemen DIPA saat ini terkendala oleh beberapa permasalahan, diantaranya:  Jumlah Satker yang sangat banyak dengan tingkat perbedaan yang ekstrim  Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA  Kurangnya fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran  Tidak efektifnya Rencana Pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)  Tidak ada mekanisme update untuk Rencana pencairan Dana (Halaman 3 DIPA)  Ketidaksesuaian data pagu baik di lingkungan unit vertikal DJPBN maupun dengan Satker.  Komponen anggaran dalam APBN belum terdokumentasi seluruhnya dalam DIPA (Penerimaan Pembiayaan)  DIPA belum optimal sebagai dokumen perencanaan penerimaan Permasalahan di atas berkaitan dengan beberapa elemen dari bisnis proses, misalnya sebagai berikut: a) Tingginya frekuensi usulan revisi DIPA mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kurangnya perencanaan yang ideal selama proses penyusunan anggaran (budget preparation) 2. Sistem informasi yang tidak terstandardisasi dan berfungsi dengan baik untuk keperluan manajemen keuangan dalam rangka pelaksanaan anggaran. b) Ketentuan dalam perundang-undangan menghendaki persetujuan parlemen (DPR) sampai dengan jenis belanja. Dalam tingkatan tertentu hal tersebut mengurangi fleksibilitas anggaran selama pelaksanaannya. c) Rencana pencairan dana (halaman III DIPA) bersifat tidak mengikat dan diikuti dengan tidak adanya mekanisme update sesuai dengan realisasi anggaran, sehingga tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi tersebut mencerminkan kurangnya kemampuan Satker dalam perencanaan. Namun demikian, harus diakui bahwa sampai saat ini Treasury/ Ditjen Perbendaharaan belum mampu menerapkan proses bisnis dengan dukungan IT yang ideal sebagai mekanisme untuk melakukan update rencana pencairan dana (halaman III DIPA) sesuai dengan realisasi. d) Jumlah Satker yang sangat banyak dalam rangka pelaksanaan anggaran juga dipengaruhi oleh peraturan yang berkaitan dengan budget preparation yang 6
  • 10. dihasilkan oleh DJA, misalnya rincian Perpres APBN (apportionment) sudah mengalokasikan anggaran menurut Spending Unit (Satker) dalam bentuk SAPSK (PMK 105/2008). Sampai saat ini tidak terdapat mekanisme yang dapat menjadi dasar bagi Ditjen Perbendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran untuk memodifikasi jumlah dan struktur Satker dalam Perpres APBN menurut jumlah dan struktur tertentu yang lebih ideal untuk pelaksanaan anggaran. e) Ketidaksesuaian data pagu baik antar Satker dengan Ditjen Perbendaharaan maupun diantara unit teknis Perbendaharaan terutama setelah revisi. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh belum tersentralisasinya data DIPA. f) Selama ini anggaran pembiayaan khususnya dari sisi penerimaan belum dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran sehingga terjadi kesulitan untuk mengetahui dengan jelas kapan dan berapa besar rencana penerimaan pembiayaan, baik dari pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri apabila dilihat pada DIPA. Pada waktu mendatang diharapkan semua anggaran yaitu belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang tercantum pada UU APBN ditatausahakan dalam suatu dokumen pelaksanaan anggaran.Untuk melaksanakan hal tersebut perlu integrasi dalam penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran khususnya pada anggaran pembiayaan. Integrasi dimaksud meliputi bagaimana BUN melaksanakan penatausahaan dan pendelegasian wewenang (KPA) di lingkungan BUN dalam penyusunan DIPA BUN. g) Sebagai bagian dari komponen anggaran dalam APBN, maka pendapatan menjadi bagian yang sangat penting dalam pengelolaan manajemen kas. Apabila informasi yang terdapat dalam DIPA dapat digunakan bukan hanya sebagai informasi namun lebih berdaya guna, maka pendapatan harus ditatausakan dengan baik dalam DIPA. Selama ini perkiraan penerimaan dalam halaman III DIPA belum dioptimalkan dalam pengertian belum digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk manajemen kas. Salah satu hal yang menjadi penyebabnya adalah belum dilaksanakannya mekanisme updating pada halaman III tentang perkiraan penerimaan. Hal lainnya adalah belum dikaitkannya penerimaan dengan tupoksi dari satker. Jika dikaitkan dengan konsep PBB, maka keterkaitan antara penerimaan dengan kegiatan satker perlu dicantumkan dalam DIPA. Selama ini pada Halaman III DIPA perkiraan penerimaan tidak mengacu pada suatu fungsi, 7
  • 11. program dan kegiatan tertentu sehingga informasi yang dicantumkan dalam DIPA belum dapat digunakan dengan optimal. Permasalahan tersebut diatas harus menjadi perhatian utama dalam penyempurnaan koneksitas proses bisnis dengan Satker terkait manajemen DIPA. 4. Fitur SPAN terkait Manajemen DIPA Sejalan dengan rencana pengembangan SPAN maka diharapkan nantinya proses bisnis terkait manajemen DIPA dapat mengakomodasi hal-hal sebagai berikut: a) DJA dapat menerima data anggaran dari Kementrian / Satker secara online. Data anggaran tersebut dapat dikonsolidasikan dan disimpan dalam database. b) Sistem perencanaan anggaran dapat menerima dan mencatat perubahan usulan anggaran sebagai hasil pembahasan antara Kementrian Keuangan, Bappenas, Kementrian / Satker dan DPR. c) Kantor pusat kementrian teknis dapat mendistribusikan anggaran yang telah disetujui kepada Satker di lingkungan kerjanya (konsep DIPA) dengan persetujuan Ditjen Perbendaharaan. d) Ditjen Perbendaharaan dapat mengetahui dan menyetujui rincian anggaran yang didistribusikan kepada Satker oleh kantor Pusat Kementrian Teknis masingmasing (konsep DIPA). e) Ditjen Perbendaharaan dapat menginformasikan Satker tentang rincian anggaran yang telah disetujui baik secara paper based maupun elektronik (DIPA). f) KPPN dapat memeriksa secara online pagu anggaran, status komitmen, batasan kas dan pengeluaran. Di dalam rencana pengembangan SPAN dimungkinkan pengembangan beberapa alternatif untuk sentralisasi database (terutama yang berkaitan dengan DIPA). Model koneksitas antara Satker Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan dalam integrated budget preparation modul ditunjukkan dalam gambar 4. 8
  • 12. Gambar 4 Model Integrated Budget Preparation Model alternatif lainnya adalah integrasi database (terutama yang berkaitan dengan DIPA) dengan modul budget preparation yang terpisah sebagai berikut (gambar 5): Gambar 5 Model Separated Budget Preparation 9
  • 13. 5. Rekomendasi dan alternatif Future Vision Model koneksitas proses bisnis dengan Satker terkait Manajemen DIPA Dari kedua model koneksitas tersebut di atas, modul budget preparation yang terintegrasi yang ditunjukkan oleh gambar 4.4 di atas merupakan gambaran proses yang paling ideal. Rekomendasi yang diusulkan berkaitan dengan implikasi dari terintegrasinya data Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan dalam satu sistem adalah sebagai berikut: a) Fitur SPAN memungkinkan Ditjen Perbendaharaan mencocokkan rincian APBN (Perpres) dengan konsep DIPA yang diajukan Satker. Apabila fitur SPAN sebagaimana tersebut dalam poin 4 di atas dilaksanakan, pencocokan tersebut dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis (by system). Konsep DIPA yang disusun oleh Satker diregister ke kantor pusat K/L untuk selanjutnya dimintakan persetujuan ke kantor pusat DJPB. Sepanjang konsep DIPA sudah sama dengan Perpres rincian APBN dan indikator kinerja, serta target yang akan dicapai sudah sesuai dengan RKA-KL yang disepakati antara DPR dan pemerintah, sistem tidak akan menolak konsep DIPA dan Kantor pusat DJPB harus memberikan persetujuan atas konsep DIPA tersebut. Mekanisme ini mengakomodasi ketentuan dalam pasal 7 PMK 105/PMK.02/2008, di mana Konsep DIPA diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dari Satker yang bersangkutan, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut (Gambar 6): 10
  • 14. Gambar 6 Alternatif Model Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker terkait Manajemen DIPA b) Setelah DIPA disahkan, maka pagu DIPA akan mengikat Satker dalam pelaksanaan anggarannya dan merupakan batas tertinggi pengeluaran bagi Satker. c) Berkaitan dengan konsep baru DIPA, dengan terintegrasinya sistem perencanaan dan pelaksanaan anggaran akan semakin memudahkan proses penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran, sehingga diharapkan akan terjadi „penyatuan‟ alur penyusunan dokumen anggaran. Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka direncanakan format baru dari dokumen DIPA meliputi semua elemen data yang ada di dalam RKAKL, sehingga akan memudahkan pembuatan aplikasi. Format DIPA yang baru ini memberikan fleksibilitas bagi satuan kerja, yaitu penggunaan pagu dana hanya dua digit (jenis belanja) dan menampung beberapa item terkait dengan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang menghasilkan output dan Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM) yang berupa rencana pagu untuk tahun-tahun berikutnya. d) Dalam hal terjadi usulan revisi, sistem harus dapat menerapkan pembatasan pencairan dana secara otomatis pada subkegiatan/kegiatan yang sedang direvisi sehingga menghindari pagu minus akibat revisi. 11
  • 15. e) Adanya budget control yang memadai pada penyusunan DIPA dan pelaksanaannya yaitu: - DIPA disusun per Satker yang memuat alokasi per jenis belanja (2 digit). - Perintah membayar ke KPPN memuat rincian per akun pengeluaran (6 digit). - Data DIPA yang diterima KPPN adalah per satker dan per jenis belanja saja (2 digit). Untuk kepentingan pelaporan, rincian tetap dibutuhkan per akun (6 digit). - Penggunaan kode akun (6 digit) yang fleksibel harus tetap sesuai dengan jenis belanja dalam DIPA dan Bagan Akun Standar. - Terhadap kode akun (6 digit) yang bersaldo negatif/ minus, akan dilakukan penyesuaian akhir bulan dalam rangka rekonsiliasi dan penyusunan laporan keuangan. Konsekuensinya ketersediaan pagu anggaran ditetapkan per jenis belanja (2 digit). Dengan mekanisme ini diharapkan manajemen keuangan negara di Satker dapat lebih fleksibel dan lebih mencerminkan pelaksanaan konsep “let the manager manages” namun tetap sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada pada saat ini. Berikut ini pada Gambar 4.7 adalah ilustrasi dari rekomendasi tersebut di atas. Gambar 7 Rekomendasi Digitasi dari Pelaksanaan Anggaran 12
  • 16. f) Halaman III DIPA memuat rencana penarikan dana. Di dalam Penjelasan PMK 105/PMK.02/2008 disebutkan bahwa pencantuman rencana penarikan dana dalam dokumen DIPA adalah untuk pencapaian optimalisasi fungsi DIPA sebagai manajemen kas pemerintah (optimalisasi pengelolaan rekening kas negara) terkait dengan kebutuhan untuk menjamin ketersediaan uang dan ketepatan waktu penyediaan uang dalam rangka memenuhi tagihan kepada negara. Mekanisme ini diakomodasi dalam konsep Annual Financial Plan (AFP) sebagai bagian dari modul manajemen DIPA di dalam SPAN bidding document. Seperti telah disinggung sebelumnya, kelemahan utama terkait dengan penggunaan rencana penarikan dana sebagai alat untuk manajemen kas pada saat ini adalah sebagai berikut: 1) Tidak efektifnya rencana penarikan dana baik dalam hal keperluan realisasi maupun kepentingan manajemen kas. Dengan kata lain, rencana penarikan dana dalam DIPA tidak secara efektif digunakan sebagai acuan untuk keperluan pembayaran/ pengeluaran kas, sehingga menjadi tidak valid untuk menjadi alat manajemen kas. 2) Tidak ada mekanisme update atas perubahan dan/ atau realisasi dari rencana penarikan dana tersebut. g) Keputusan atas revitalisasi halaman III DIPA antara lain tentang penerapan AFP dan mekanisme update: - AFP akan berfungsi sebagai alat perencanaan kas jangka panjang yang tidak bersifat mengikat terhadap payment schedule (rencana angsuran dalam kontrak) dan realisasi pembayaran. - Rencana angsuran untuk pelunasan sebuah kontrak dapat melebihi nilai rencana periodik (bulanan) yang dialokasikan dalam AFP. - Realisasi (SPM/ SP2D) dapat melebihi nilai proyeksi dalam AFP maupun dalam payment schedule (rencana angsuran kontrak). - Data AFP (halaman 3 DIPA), payment schedule (kontrak), resume tagihan (data SPP), dan realisasi pembayaran (SPM/ SP2D) digunakan sebagai input bagi modul Manajemen Kas - Data kompilasi dalam modul Manajemen Kas akan menghasilkan nilai realisasi dari rencana dalam AFP, payment schedule dan resume tagihan 13
  • 17. - KPPN mengirimkan informasi (update otomatis) ke Satker untuk memperoleh konfirmasi. Sebagai bentuk konfirmasi atau penyesuaian (terhadap update otomatis) Satker akan menyampaikan data update manual terhadap AFP setiap bulannya, dalam jangka waktu yang akan ditentukan kemudian. Kalau nilai AFPnya sama berarti satker cukup confirm saja sedangkan kalau berbeda satker akan membuat rencana AFP yang baru. Intinya satker dan KPPN datanya harus sama. - Sistem dalam SPAN akan melakukan update secara otomatis terhadap data dalam AFP awal, di mana: i. Kelebihan nilai AFP akan ditransfer ke alokasi periodic AFP bulan berikutnya ii. Kekurangan nilai AFP akan ditransfer dari alokasi periodic AFP bulan berikutnya Alternatif dari pentransferan ke dan dari alokasi periodik AFP. - AFP melakukan konfirmasi/pengecekan tetapi tidak mengikat. Sesuai dengan oracle standar: AFP statis. Tetapi karena tidak mengikat maka menjadi harus diubah secara manual jika ada perubahan. Jika AFP lebih maka di carry forward, jika kurang alternatifnya ambil bulan berikutnya atau bulan desember. Bulan yg menerima carry forward dan bulan yg dikurangi haruslah sama. Dengan demikian AFP hanyalah data perencanaan satker. Beberapa alternatif dalam kerangka pengembangan SPAN untuk merevitalisasi fungsi halaman III DIPA sebagai salah satu alat perencanaan kas atau Annual Financial Plan (AFP) yaitu sebagai berikut:  Alternatif I 1) AFP sebagai alokasi periodik atas DIPA (mengadopsi sistem warrant) 2) Data encumbrance terintegrasi dengan AFP. Dimana AFP sebagai kontrol terhadap data komitmen maupun data realisasi; 3) Akan dilakukan cek terhadap AFP (sebagai alokasi pagu periodik dan encumbrance) atas setiap tagihan; 4) Data dari specific atau continuing commitment merupakan input untuk update AFP; 5) Tidak diperlukan penyampaian “rencana penarikan dana” secara periodik dari Satker; 14
  • 18. 6) Apabila ada perubahan terhadap rencana penarikan dana, maka dilakukan proses revisi AFP; 7) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir bulan akan terbawa ke bulan berikutnya. Ilustrasi dari alternatif I sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 8 Alternatif 1 Mekanisme penggunaan dan update AFP  Alternatif II 1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK; 2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/ bulanan); 3) Mengadopsi sistem manajemen komitmen yang ter-desentralisasi; 4) Data komitmen tidak terintegrasi dengan AFP, dan hanya digunakan sebagai input bagi penyusunan AFP; 5) Data realisasi merupakan informasi bagi rencana penarikan dana yang disampaikan secara periodik oleh satker untuk meng-update AFP; 15
  • 19. 6) Pada saat dilakukan pembayaran (Invoice-SPP/SPM) dilakukan pengecekan atas ketersediaan dana pada rencana penarikan dana (AFP); 7) Sisa AFP yang tidak terealisasi sampai akhir bulan akan terbawa kebulan berikutnya; Ilustrasi dari alternatif II sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 9 Alternatif 2 Mekanisme penggunaan dan update AFP  Alternatif III 1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK; 2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/ bulanan); 3) Mengadopsi baik sistem manajemen komitmen yang ter-desentralisasi maupun sistem warrant; 16
  • 20. 4) Data komitmen dan realisasi terintegrasi dengan AFP, dimana AFP digunakan untuk mengontrol data komitmen (payment schedule) dan data realisasi. -update bagi penyusunan AFP-; 5) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir bulan akan terbawa ke bulan berikutnya. Ilustrasi dari alternatif III sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 10 Alternatif 3 Mekanisme penggunaan dan update AFP  Alternatif IV 1) AFP digunakan sebagai alat perencanaan kas dengan merujuk data POK; 2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/ bulanan); 17
  • 21. 3) AFP tidak dijadikan kontrol terhadap pencairan dana Satker; Dimana pada saat pembayaran (Invoice-SPP/SPM) tidak dilakukan pengecekan atas ketersediaan dana pada rencana penarikan dana (AFP); 4) Data komitmen tidak terintegrasi dengan AFP, dan digunakan sebagai salah satu input bagi perencanaan kas; Ilustrasi dari alternatif IV sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 11 Alternatif 4 Mekanisme penggunaan dan update AFP  Alternatif V 1) AFP sebagai rencana pencairan dana dengan merujuk data POK; 2) Pengecekan encumbrance terhadap ketersediaan pagu dilakukan terhadap saldo pagu DIPA secara kumulatif satu tahun (tidak periodik/ bulanan); 3) AFP di-update oleh data realisasi secara otomatis by system. AFP tidak digunakan untuk mengontrol data realisasi. Dimana AFP tidak dilakukan pengujian AFP pada saat approval SP2D. 18
  • 22. 4) Sistem akan membentuk perencanaan kas tersendiri untuk data payment schedule dalam resume kontrak yang akan di update secara otomatis oleh data realisasi specific commitment. 5) Sisa AFP maupun sisa encumbrance yang tidak direalisasi sampai akhir bulan akan terbawa ke bulan berikutnya. Ilustrasi dari alternatif V sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 12 Alternatif 5 Mekanisme penggunaan dan update AFP Koneksitas Manajemen Komitmen dengan DIPA dan AFP (Alternatif 5) DIPA 1 2 3 4 5 (year to date) 6 7 8 9 10 11 12 1800 350 Reserve budget AFP awal (awal tahun) Annual Financial Plan (Period To Date) 1 100 50 50 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 200 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 70 50 Confirm / Update AFP dari Satker per Februari (AFP Baru) Realisasi specific Realisasi continuing 100 120 180 200 100 200 100 200 100 200 100 200 Payment Schedule 1 2 3 4 5 70 50 70 50 70 70 70 50 50 110 6 7 Realisasi specific 70 70 8 9 10 11 12 Confirm / Update PS dari Satker per Februari (PS Baru) Cat:  AFP di update (otomatis) berdasarkan data dari perencanaan kas (dalam contoh ini transfer data dari perencanaan kas pada akhir bulan Maret) setelah mendapat konfirmasi dari satker  Udate manual AFP dapat dilakukan sebelum periode yang akan di revisi berjalan.  Update manual juga dapat terjadi apabila diterapkan kebijakan cash limit atau withdrawal limit. Dari beberapa alternatif penyusunan, penggunaan dan update data halaman 3 DIPA tersebut di atas, Alternatif V (lima) direkomendasikan untuk digunakan dalam rangka SPAN. Fitur dalam Alternatif V diharapkan dapat memenuhi tujuan revitalisasi fungsi halaman III DIPA sebagai salah satu alat perencanaan kas (AFP). Dalam konteks rekomendasi alternatif ini, maka AFP akan ditujukan untuk berfungsi sebagai alat perencanaan kas jangka panjang yang tidak bersifat mengikat. AFP tidak mengikat terhadap payment schedule (rencana angsuran dalam kontrak) dan terhadap realisasi 19
  • 23. pembayaran. Rencana angsuran untuk pelunasan sebuah kontrak dapat melebihi nilai rencana periodik (bulanan) yang dialokasikan dalam AFP. Demikian pula nilai realisasi (SPM/ SP2D) dapat melebihi nilai proyeksi dalam AFP maupun dalam payment schedule (rencana angsuran kontrak). Proses penggunaan Halaman III DIPA dalam perencanaan kas beserta ilustrasi mekanisme update-nya digambarkan secara lebih jelas pada Modul Integrasi dan Koneksitas Proses Bisnis dengan Satker terkait Manajemen kas. Ilustrasi pada gambar dibawah ini menunjukan gambaran besar terkait mekanisme updating data AFP (halaman 3 DIPA). 20
  • 24. Gambar 13 Ilustrasi dari mekanisme updating data AFP Revitalisasi Halaman 3 DIPA: Mekanisme Update Satuan Kerja KPPN Penyediaan kas harian 1 SP2D Kebutuhan dana harian Perencanaan Kas (RT) 1 Payment term Perencanaan kas RT Perencanaan Kas (PS) 1 Payment schedule (awal) 2 Payment term (terkait PS) 3 Realisasi (terkait PS) Payment schedule updated Perencanaan Kas (AFP) 1 2 inform Payment term 3 updating AFP/ DIPA hal 3 awal Realisasi AFP updated Confirm/ updated 21
  • 25. 6. Pemblokiran dana - Latar belakang/ alasan pemblokiran, diantaranya: i. ii. - Syarat-syarat administratif selama proses penelaahan belum terpenuhi Pinjaman (untuk yang didanai PHLN) belum efektif Rules: i. Tidak dapat dilakukan pencadangan untuk pagu dana yang diblokir ii. KPA dapat melakukan proses pengadaan mengikuti ketentuan terkait proses pengadaan iii. - Reserving pagu minus akan ditolak oleh sistem Manajemen atas data pagu DIPA yang diblokir dalam kaitannya dengan pembuatan cadangan atas kontrak atau perikatan tertentu adalah sebagaimana ditunjukkan dalam ilustrasi berikut ini: - Pencatatan jumlah dana yang diblokir nantinya juga akan dilakukan dengan pembuatan jurnal encumbrance yang memiliki tipe yang berbeda dengan jurnal encumbrance dalam rangka pencatatan perikatan. Dengan demikian jurnal awal/ allotment akan tetap sebesar nilai yang tidak diblokir. Sebagai ilustrasi, nilai jurnal allotment tetap 100.000.000 (budget type 2), sementara 22
  • 26. untuk dana yang diblokir akan terbentuk jurnal encumbrance dengan budget type yang sama (budget type 2) dengan kategori blokir. - Mekanisme sebagaimana diuraikan di atas akan dilakukan pada saat review DIPA, di mana pada waktu mereview juga sekaligus melakukan blocking yaitu menentukan berapa jumlah angka yang akan diblokir. Pada waktu apropriasi (jurnalnya dilakukan di Hyperion) sudah diketahui berapa jumlah yang diblokir oleh DJA dan sudah terbentuk jurnal encumbrance untuk yang diblok tersebut. - Dengan kata lain, nanti akan terdapat jurnal encumbrance untuk keperluan blokir dengan tipe/kategori blocking. Tipe jurnal ini berbeda dengan jurnal tipe/ kategori obligation dan others yang dibuat dalam rangka encumbrance/ pencadangan kontrak dalam rangka perikatan yang biasa adalah jika encumbrance kontrak yang biasa. 7. Penutup Dari uraian dan pembahasan sebelumnya dapat disarikan pokok-pokok arahan penyempurnaan integrasi dan koneksitas proses bisnis manajemen DIPA dengan Satuan Kerja sebagai berikut: a. Undang-undang yang menjadi kerangka dasar manajemen keuangan negara yang ada pada saat ini telah memuat ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi pengembangan manajemen DIPA yang mengacu pada praktek-praktek terbaik di lingkungan internasional (best practice). Namun demikian praktek pada saat ini juga terkendala hal-hal terkait aspek teknis dan kewenangan organisasi b. Beberapa permasalahan yang patut dijadikan prioritas penyeleseaiannya diantaranya meliputi jumlah satker yang sangat banyak dengan diversitas yang ekstrim, tingginya frekuensi revisi DIPA dan kurangnya fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran serta tidak berfungsinya halaman 3 sebagai alat perencanaan kas c. Penerapan single database diharapkan dapat memfasilitasi mekanisme akses database yang dapat mengganti dokumen antara (SAPSK). Penyempurnaan proses bisnis diharapkan dapat mengganti dokumen yang menjadi intermediaries (dokumen antara) antara DJA dengan DJPBN dalam proses allotment (penyusunan dan pengesahan DIPA) ini, dengan proses elektronis yang tetap mengutamakan keamanan data. 23
  • 27. d. Penyempurnaan proses bisnis diharapkan juga dapat menjadi inisiasi manajemen keuangan yang lebih baik. Diantaranya dengan merekomendasikan proses penysunan anggaran, penyusunan dan pengesahan dokumen otorisasi yang tidak hanya dilandasi peraturan perundangan tetapi juga mencerminkan best practices. Praktek apportionment (perincian APBN ke dalam alokasi masing-masing Satker) saat ini belum sepenuhnya tepat. Kondisi ini mengurangi kemampuan treasury untuk memodifikasi struktur dan jumlah satker dalam jumlah dan konfigurasi yang memungkinkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif dan efisien. e. Proses bisnis didukung dengan IT diharapkan dapat mewujudkan konsepsi let the manager manages dalam pelaksanaan anggaran. Pola otorisasi diharapkan dapat sejalan dengan kerangkan Performance Based Budgeting dengan tetap memperhatikan kebutuhan dalam rangka akuntabilitas. Hal ini diantaranya dengan mengurangi ruang lingkup pengujian di KPPN atas transaksi pengeluaran sampai dengan “jenis belanja”, namun tetap mencatat pengeluaran hingga di tingkat akun. f. Penyempurnaan proses bisnis diharapkan dapat memfasilitasi revitalisasi fungsi halaman 3 DIPA diantaranya dengan menyediakan fasilitas update. Fasilitas update ini diharapkan tidak hanya sebagai alat monitoring anggaran tetapi juga dapat secara efektif digunakan sebagai alat perencanaan kas. Proses bisnis SPAN merekomendasikan mekanisme yang pada dasarnya merupakan integrasi fungsifungsi manajemen DIPA, manajemen komitmen, manajemen kas, manajemen pembayaran dan akuntansi dan pelaporan untuk dapat melakukan update terhadap data dalam halaman 3 DIPA. Mekanisme penyusunan dan update halaman 3 yang direkomendasikan juga diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan Satker yaitu dengan mengoptimalkan aktivitas konfirmasi dan update secara manual, dengan tetap mengutamakan update secara otomatis. g. Berkaitan dengan pemblokiran dana, nantinya tidak akan dapat dilakukan pencadangan (pembentukan jurnal encumberance/perikatan kontrak) untuk pagu dana yang diblokir. Dengan demikian, KPA dapat melakukan proses pengadaan mengikuti ketentuan terkait proses pengadaan dan reserving/pencadangan yang diusulkan, pagu minus dana terkait yang diblokir secara otomatis akan ditolak oleh sistem. 24
  • 28. Daftar Pustaka A. Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, KPMK, Departemen Keuangan RI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 105/PMK.02/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara / Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2009 B. Literatur OECD (2001), “Managing Public Expenditure”, A reference book for transition countries, Ch. 7 The budget execution cycle, Government Finance”, Ed. Richard Allen & Daniel Tommasi World Bank (2007), “Budgeting and Budgetary Institutions”, Public Sector Governance and Accountability Series, Ed. Anwar Shah SPAN “Request for Proposal; Technical Requirement” 25