Dokumen tersebut memberikan informasi tentang persyaratan mutu dalam pembuatan suspensi oral ampisilin. Terdapat spesifikasi produk jadi, spesifikasi bahan, dan metode analisis zat aktif yang harus dipenuhi. Prosedur pembuatan dan pengujian mutu harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
Praregistrasi Suspensi Oral Ampisilin
1. TUGAS MATA KULIAH FARMASI INDUSTRI
PRA REGISTRASI
DOSEN:
Prof. Dr. apt. Hakim Bangun
OLEH:
Maulana Sakti
193202123
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
2. Pra Registrasi: Suspensi Oral Ampisilin
I. Informasi Produk
Nama Obat Jadi : Sanspicillin
Bentuk Sediaan : Suspensi Oral
Kemasan : Dus, botol 60 ml
PT : Sans Farma
Indikasi : Infeksi saluran kemih kelamin, infeksi saluran napas, dan infeksi
saluran pencernaan yg disebabkan bakteri gram positif dan gram
negatif.
II. Persyaratan Mutu
a. Spesifikasi Mutu Obat Jadi
Komposisi : Tiap botol mengandung,
Bahan Jumlah (mg/g)
Ampicillin trihydrate 50
Sodium citrate 50
Citric acid crystalline 21
Sodium gluconate 50
Sorbitol crystalline 400
Kollidon CL-M 60
Orange flavor 15
Lemon flavor 5
Saccharin sodium 4
Pembuatan : Pengerjaan harus dilakukan dalam kondisi kelembaban relative
45% hingga 55% dan suhu 23°C hingga 25°C. Campur
homogen semua komponen sesuai jumlah yang telah ditentukan.
Pemerian : Serbuk (sebelum dikonstitusi); Suspensi (setelah dikonstitusi)
Kekuatan : 250 mg / 5 ml
b. Spesifikasi Mutu Bahan
Ampisilin trihidrat
3. Ampisilin untuk suspensi oral engandung ampisilin trihidrat setara dengan tidak
kurang dari 90% dan tidak lebih dari 120% C16H19N3O4S, dari jumlah yang tertera
pada etiket, bila dikonstitusi sesuai petunjuk.
Ampisilin murni berupa ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat mengandung tidak
kurang dari 900 µg dan tidak lebih dari 1050 µg per mg, C16H19N3O4S. Dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur; putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam metanol; tidak larut dalam
benzen, dalam karbon tetraklorida, dan dalam kloroform.
pH : Antara 5,0-7,5 untuk bahan aktif suspensi oral. Lakukan
penetapan menggunakan suspensi yang dibuat sesuai petunjuk
pada etiket.
Antara 3,5-6,0 untuk ampisilin murni. Lakukan penetapan
menggunakan larutan 10 mg/ml.
Natrium sitrat
Berbentuk anhidrat atau dihidrat, mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih
dari 100,5% C6H5Na3O7, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih.
Kelarutan : Dalam bentuk hidrat mudah larut dalam air; sangat mudah larut
dalam air mendidih; tidak larut dalam etanol.
Identifikasi : A. Larutan (1 dalam 20) menunjukkan reaksi Natrium dan Sitrat
seperti tertera pada Uji Identifikasi Umum Farmakope
Indonesia Edisi V.
B. Pada pemijaran, menghasilkan residu alkali yang
mengeluarkan gelembung gas bila ditambahkan asarn klorida
3 N.
Kebasaan : Larutan 1,0 g zat dalam 20 ml air bereaksi basa terhadap kertas
lakmus P, tambahkan 0,20 ml asam sulfat 0,1 N, kemudian
tambahkan 1 tetes fenolftalein LP: tidak terjadi warna merah
muda.
Penetapan kadar : Timbang seksama lebih kurang 350 mg zat yang telah
dikeringkan pada suhu 180°C selama 18 jam, masukkan ke
dalam gelas piala 250 ml. Tambahkan 100 ml asam asetat glasial
P, aduk sampai larut sempurna dan titrasi dengan asam perklorat
4. 0,1 N LV, tentukan titik akhir secara potensiometrik. Lakukan
penetapan blangko dan koreksi bila perlu.
Asam sitrat
Berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai
halus; putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat
asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; agak
sukar larut dalam eter.
Identifikasi : Menunjukkan reaksi Sitrat seperti tertera dalam Uji Identifikasi
Umum Farmakope Indonesia Edisi V.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,05%.
Penetapan kadar : Timbang seksama lebih kurang 3 g zat di dalam labu yang telah
ditara. Larutkan dalam 40 ml air, tambahkan indicator
fenolftalein LP dan titrasi dengan natrium hidroksida 1 N LV.
Sorbitol
Sorbitol mengandung tidak kurang dari 91,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H14O6,
dihitung terhadap zat anhidrat. Dapat mengandung sejumlah kecil alkohol polihidrik
lain.
Pemerian : Serbuk; granul atau lempengan; higroskopis; putih; manis.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam
metanol dan dalam asam asetat.
5. Identifikasi : Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam
Kalium bromida P, menunjukkan maksimum hanya pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada Sorbitol BPFI.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%.
Penetapan kadar : Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi
seperti tertera pada lampiran Kromatografi dalam Farmakope
Indonesia Edisi V.
Fase gerak: Gunakan air yang sudah diawaudarakan.
Larutan resolusi: Larutkan manitol dan Sorbitol BPFI dalam air
hingga kadar masing-masing larutan lebih kurang 4,8 mg per ml.
Larutan baku: Timbang seksama sejumlah Sorbitol BPFI,
larutkan dalam air hingga kadar lebih kurang 4,8 mg per ml.
Larutan uji: Timbang seksama lebih kurang 240 mg, masukkan
ke dalam labu tentukur 50-ml, larutkan dalam 10 ml air,
encerkan dengan air sampai tanda.
Sistem kromatografi: Lakukan seperti tertera pada lampiran
Kromatografi dalam Farmakope Indonesia Edisi V. Kromatograf
cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor indeks refraktif
yang suhunya dipertahankan tetap dan kolom 30 cm × 7,8 mm
berisi bahan pengisi L19. Suhu kolom dipertahankan 30°±2° dan
laju alir lebih kurang 0,2 ml per menit. Lakukan kromatografi
terhadap larutan baku, rekam kromatogram dan ukun respons
puncak seperti tentera pada Prosedur: simpangan baku relatif
pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0%. Dengan cara yang
sama lakukan kromatografi terhadap larutan resolusi: resolusi,
R, antara puncak sorbitol dan manitol tidak kurang dari 2,0.
Prosedur: Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
(iebih kurang 20 µl) larutan baku dan larutan uji ke dalam
kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respons puncak
utama. Hitung jumlah dalam mg sorbitol, C6H11O6, dalam zat
yang digunakan dengan rumus pada Farmakope Indonesia Edisi
V.
6. Sakarin natrium
Sakarin Natrium mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% mg
C7H4NNaO3S, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak
aromatik; rasa sangat manis walau dalam larutan encer. Larutan
encernya lebih kurang 300 kali semanis sukrosa. Bentuk serbuk
biasanya mengandung sepertiga jumlah teoritis air hidrat akibat
perekahan.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol.
Identifikasi : A. Lakukan pemijanan: sisa menunjukkan reaksi Natrium cara A
dan B seperti tertera pada Uji Identifikasi Umum Farmakope
Indonesia Edisi V.
B. Pada 10 ml larutan (1 dalam 10) tambahkan 1 ml asam
klorida P: terbentuk endapan hablur dari sakanin. Cuci
endapan dengan air dingin hingga air cucian bebas kiorida,
keringkan pada suhu 105°C selama 2 jam. Suhu lebur antara
226° dan 230°, lakukan penetapan menggunakan prosedur
Metode I seperti tertera pada Penetapan Jarak lebur atau Suhu
lebur Farmakope Indonesia Edisi V.
C. Larutkan lebih kurang 100 mg dalam 5 ml larutan natrium
hidroksida P (1 dalam 10) uapkan hingga kering, lebur residu
hati-hati di atas api lemah sampai tidak lagi membebaskan
amoniak. Biarkan residu dingin, larutkan dalam 20 ml air,
netralkan dengan asam klorida 3 N, saring. Tambahkan pada
filtrat satu tetes besi (III) kiorida LP. terjadi warna violet.
D. Campur 20 mg dengan 40 mg resorsinol P, tambahkan 10
tetes asam sulfat P, panaskan campuran dalam tangas cair
yang sesuai pada suhu 200° selama 3 menit. Biarkan dingin,
tambahkan 10 ml air dan natrium hidroksida I N berlebih:
terjadi cairan dengan fluoresensi hijau.
c. Protap Metode Analisis Zat Aktif
Metode analisis zat aktif berikut sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi V, yaitu:
Identifikasi : Larutkan sejumlah zat dalam campuran aseton P-asam klorida
0,1 N (4:1) hingga kadar 5 mg ampisilin per ml: larutan yang
7. diperoleh menunjukkan uji identifikasi seperti yang tertera pada
monografi Kapsul Ampisilin Farmakope Indonesia Edisi V.
Untuk ampisilin murni, spectrum serapan inframerah zat yang
telah dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromida P
menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang
sama seperti pada Ampisilin BPFI.
Penetapan Kadar : Larutan baku: Buat larutan baku seperti tertera pada Penetapan
kadar Antibiotik secara Iodometri seperti tertera pada lampiran
Kromatografi Farmakope Indonesia Edisi V, menggunakan
Ampisilin BPFI.
Larutan uji: Ukur seksama sejumlah volume suspensi oral yang
dibuat segar sesuai petunjuk pada etiket dan bebas dari
gelembung udara, encerkan bertahap secara kuantitatif dengan
air hingga kadar lebih kurang 1,25 mg per ampisilin per ml.
Prosedur: Lakukan menurut Prosedur seperti tertera pada
Penetapan kadar Antibiotik secara Iodometri seperti tertera pada
lampiran Kromatografi Farmakope Indonesia Edisi V. Hitung
jumlah dalam mg ampisilin C16H19N3O4S, tiap ml suspensi yang
digunakan, dengan rumus yang tertera pada monografi
Ampisilin untuk suspensi oral dalam Farmakope Indonesia Edisi
V.
Untuk ampisilin murni, lakukan penetapan kadar dengan cara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi seperti tertera pada lampiran
Kromatografi Farmakope Indonesia Edisi V.
Fase gerak: Buat campuran air-asetonitril P-kalium fosfat
monobasa 1 M-asam asetat 1 N (909:80:10:1), saring dan
awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut
Kesesuaian system seperti tertera pada lampiran Kromatografi
Farmakope Indonesia Edisi V.
Pengencer: Campur 10 ml kalium fosfat monobasa 1 M dan 1 ml
asam asetat 1 N, encerkan dengan air hingga 1000 ml.
Larutan baku: Timbang seksama sejumlah Ampisilin BPFI,
larutkan dalam Pengencer hingga kadar lebih kurang 1mg per
8. ml, gunakan pengocokan dan sonikasi hingga larut sempurna.
Gunakan larutan segera setelah dibuat.
Larutan uji: Timbang seksama sejumlah zat setara dengan lebih
kurang 100 mg ampisilin anhidrat, masukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml, tambahkan lebih kurang 75 ml Pengencer, jika
perlu kocok dan sonikasi hingga larut sempurna, encerkan
dengan Pengencer sampai tanda. Gunakan larutan segera setelah
dibuat.
Larutan resolusi: Larutkan sejumlah kafein dalam Larutan baku
hingga kadar lebih kurang 0,12 mg per ml.
Sistem kromatografi: Lakukan seperi tertera pada lampiran
Kromatografi Farmakope Indonesia Edisi V. Kromatograf cair
kinerja tinggi dilengkapi dengan detector 254 nm, pra-kolom 5
cm × 4 mm dan kolom analisis 30 cm × 4 mm berisi bahan
pengisi L1 dengan ukuran partikel 5-10 µm. Laju alir lebih
kurang 2 ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan
resolusi, rekam kromatogram dan ukur respons puncak seperti
tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara puncak kafein dan
ampisilin tidak kurang dari 2,0. Waktu retensi relative ampislin
dan kafein berturut-turut lebih kurang 0,5 dan 1,0. Lakukan
kromatigrafi terhadap Larutan baku, rekam kromatogram dan
ukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur: faktor
kapasitas, k’, tidak lebih dari 2,5; faktor ikutan tidak lebih dari
1,4 dan simpangan baku relative pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 2%.
Prosedur: Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama
(lebih kurang µl) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam
kromatograf, rekam kromatograf dan ukur respons puncak
utama. Hitung jumlah dalam µg, C16H19N3O4S, dalam tiap mg
ampisilin dengan rumus pada monografi Ampisilin dalam
Farmakope Indonesia Edisi V.
d. Protap Metode Analisis Obat Jadi
Rangkaian metode analisis obat jadi sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jafar dan Aejaz (2010) dalam International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
9. Sciences, Devrim dkk. (2011) dalam Acta Poloniae Pharmaceutica Drug Research, dan
Farmakope Indonesia Edisi V, yaitu:
Analisi SEM
Morfologi suspensi oral diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Untuk
persiapan sampel, alikuot dipasang pada potongan logam menggunakan pita perekat
dua sisi dan partikel berlebih dihilangkan. Setelah dilapisi tipis (100-150) emas pada
arus 25 mA dan tekanan 10-5 Torr selama 200 detik dalam kondisi vakum, partikel
diperiksa menggunakan SEM yang dioperasikan pada tegangan 15 kV.
Pengamatan Mikroskopis
Pengamatan mikroskopis dari suspensi ditentukan menggunakan mikroskop optik.
Sudut Diam
Untuk pengukuran sudut diam serbuk suspensi, serbuk dituang labu berbentuk kerucut
yang memiliki diameter 0,9 cm dan jatuh dari ketinggian 10 cm di atas permukaan
horizontal. Ketinggian (h) tumpukan yang diukur dengan cathetometer dan jari-jari (r)
dari dasar kerucut juga diukur.
Pengukuran Kandungan Obat
Tepat 1ml suspensi dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan volume dibuat menjadi 100
ml dengan 5N-Sodium hydroxide (NaOH 5 N). Dari larutan ini, diambil 1ml dan
dipindahkan ke labu ukur 10 ml, kemudian volume dibuat menjadi 10 ml dengan 5N-
Sodium hydroxide (NaOH 5 N). Jumlah obat dalam larutan dianalisis dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang yang sesuai.
Volume Endapan
Volume sedimentasi formula ditentukan dengan menggunakan rumus berikut,
Vs = H1 / H0
Vs, volume endapan
H1, tinggi akhir sedimentasi setelah didiamkan (24 jam)
H0, tinggi endapan sebelum didiamkan
Kemudahan Terdispersi Kembali
Suspensi dibiarkan mengendap dalam gelas ukur. Kemudian gelas ukur ditutup dan
dibalik 180° dan jumlah balikan (inversion) yang diperlukan untuk mengembalikan
suspensi homogen ditentukan. Jika homogenitas suspensi dicapai dalam satu kali
balikan, maka suspensi dianggap 100% mudah didispersikan kembali. Setiap balikan
tambahan mengurangi persentase kemudahan dispersi sebesar 5%.
10. Distribusi Ukuran Partikel
Digunakan mikroskop dengan cara kerja sebagai berikut:
1. Dikalibrasi eye piece micrometer.
2. Sampel disuspensikan secara homogen dalam minyak parafin.
3. Disiapkan sampel dari langkah 2, ditempatkan di bawah mikroskop dan diukur
ukuran partikel.
Uji Disolusi in-vitro
Digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada
pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari
sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun
melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25±2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai diputar.
Masukkan sejumlah volume (±l%) Media disolusi seperti tertera pada masing-masing
monografi ke dalam wadah pada alat yang sesuai, jalankan pemanas alat hingga Media
disolusi mencapai suhu 37°±0,5°, hentikan alat, angkat termometer. Masukkan sediaan
ke dalam wadah, jaga agar seminimal mungkin terbentuk gelembung udara, dan segera
operasikan alat pada kecepatan yang sesuai dengan yang tertera pada masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditentukan, atau pada tiap waktu yang tertera
ambil sejumlah sampel pada daerah pertengahan (Catatan: Bila pengambilan sampel
dinyatakan pada beberapa waktu, ganti jumlah volume alikuot yang diambil dengan
sejumlah volume Media disolusi yang sama yang bersuhu 37°, atau bila ini dapat
menunjukkan bahwa penggantian media tidak diperlukan, lakukan koreksi perubahan
volume pada perhitungan. Jaga labu tetap terlutup selama pengujian dan amati suhu
pada saat pengadukan sesuai waktu yang dibutuhkan). Lakukan analisis seperti tertera
pada masing-masing monografi, menggunakan metode penetapan kadar yang sesuai.
(Catatan: Larutan Uji disaring segera pada saat sampling kecuali proses penyaringan
tidak diperlukan. Gunakan penyaring yang inert yang tidak menyebabkan absorbsi zat
aktf atau dapat mempengaruhi analisis). Ulangi pengujian menggunakan sediaan uji
tambahan bila diperlukan.
Bila digunakan alat otomatis untuk pengambilan sampel ataupun peralatan yang
dimodifikasi, hasil verifikasi alat tersebut harus menunjukkan hasil yang sama dengan
alat yang baku seperti tertera pada ketentuan umum.
11. Media disolusi: Gunakan media disolusi yang sesuai seperti tertera pada masing-
masing monografi. Pengukuran volume dilakukan pada suhu antara 20° dan 25°. Bila
Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada
dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing-masing monografi. (Catatan:
Gas terlarut dapat membentuk gelembung yang dapat merubah hasil pengujian. Oleh
karena itu gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian dimulai.
Salah satu metode deaerasi sebagai berikut: Panaskan media, sambil diaduk perlahan,
hingga suhu 41°, segera saring menggunakan vakum dengan penyaring berporositas
0,45 µm atau kurang, dengan pengadukan yang kuat, dan pengadukan yang terus
menerus sambil divakum selama lebih kurang 5 menit. Cara deaerasi lain yang sudah
divalidasi dalam menghilangkan gas terlarut dapat digunakan).
Waktu Pengambilan cuplikan harus dilakukan pada waktu yang dinyatakan dengan
toleransi ±2%. Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat
diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang
terlarut telah dipenuhi.
Penentuan Viskositas
Viskositas formulasi ditentukan dengan menggunakan viskometer digital. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan spindle nomor 3 (tipe cakram) berputar pada 10, 20,
dan 100 rpm. Suhu dipertahankan pada 20-25°C.
Uji Kromatografi Lapis Tipis
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, lampiran Kromatografi:
Fase diam : Berupa lapisan tipis, kering merata, terbuat dari bahan serbuk
halus dilapiskan secara akurat pada suatu kaca, plastik, atau
lempeng aluminium (umumnya semua disebut lempeng). Fase
diam dari lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) mempunyai
ukuran partikel rata-rata 10-15 gm, dan KLTKT mempunyai
ukuran partikel rata-rata 5 µm. Lempeng komersial dengan zona
preadsorbent dapat digunakan apabila spesifikasinya sesuai
dengan monografi. Sampel ditotolkan pada daerah preadsorbent
dikembangkan dalam pita pendek yang tajam pada interface
preadsorbent-sorbent. Pemisahan dicapai berdasankan adsorpsi,
partisi, atau kombinasi dari keduanya, tergantung pada jenis
partikel dari fase diamnya.
Peralatan : Bejana kromatografi harus inert, transparan, dengan spesifikasi
sebagai berikut: bagian bawah datar atau "twin trough ", tutup
rapat, dan ukurannya sesuai dengan lempeng. Bejana
12. kromatografi ditandai dengan paling tidak satu dindingnya
dimasukkan kertas saring. Fase gerak atau pelarut pengembang
yang sesuai ditambahkan ke dalam bejana knomatografi, setelah
impregnasi kertas saning, lempeng dengan ukuran yang tepat
dapat digunakan. Bejana kromatografi ditutup dan dibiarkan
jenuh (Catatan: Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monograft, pemisahan kromatografi dilakukan pada kondisi
bejana yang jenuh).
Deteksi : Untuk pengamatan, lakukan dengan lampu UV gelombang
pendek (254 nm) dan UV gelombang panjang (36 nn). Berbagai
penampak bercak dapat digunakan.
Penotolan : Totolkan larutan pada permukaan lempeng dengan volume
penotolan yang telah ditentukan untuk memperoleh totolan
dengan diameter 2-5mm (1-2 mm pada lempeng KLTKT) atau
bentuk pita 10-20 mm x 1-2 mm (5-10 mm × 0.5-1 mm pada
lempeng KLTKT) dengan jarak yang telah ditetapkan dari tepi
bawah dan sisi samping lempeng. (Catatan: Selama proses
eluasi, posisi penotolan harus sedikitnya 5 mm (KLT) atau 3
mm (KLTKT) di atas permukaan fase gerak).
Larutan ditotolkan secara paralel dari tepi bawah lempeng
dengan jarak antara 2 titik pusat penotolan tidak kurang dari 10
mm dan 5 mm pada lempeng KLTKT. Untuk penotolan berupa
pita, jarak antara 2 ujung pita tidak kurang dari 4 mm dan 2 mm
pada lempeng KLTKT, kemudian biarkan kering.
Prosedur : 1. Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi, pastikan
titik atau pita basil penotolan di atas permukaan fase gerak.
2. Tutup bejana knomatografi.
3. Biarkan fase gerak merambat hingga batas yang ditetapkan,
tigaperempat tinggi lempeng atau jarak sesuai pada
monografi.
4. Angkat lempeng, tandai batas rambat, keringkan.
5. Deteksi kromatogram sesuai prosedur.
6. Tentukan harga Rf bercak.
7. Identifikasi sementara dapat dibuatdengan mengamati harga
Rf bercak dibandingkan dengan baku. Perbandingan visual dari
ukuran atau intensitas bercak atau zona dapat digunakan untuk
13. perkiraan semikuantitatif. Pengukuran kuantitatif dapat
dilakukan secara densitometri.
e. Protap Uji Stabilitas
Uji stabilitas yang digunakan adalah uji stabilitas dipercepat sesuai dengan yang
dilakukan oleh Jafar dan Aejaz (2010) dalam International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, yaitu:
Formulasi yang dibuat disimpan pada 25°C / 60% RH dan 30°C / 60% RH. Sampel
dianalisis setiap 7 hari selama periode 90 hari untuk perhitungan keseragaman
kandungan obat.
III. Referensi
1. Niazi, SK. 2009. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations, Liquid
Products. New York: Informa Healthcare USA, Inc..
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
3. Jafar M., Aejaz A. 2010. Studies On Readymix Suspension Of Ampicillin
Trihydrate: Development, Charecterization And Invitro Evaluation. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 2, Suppl. 2, 2010.
4. Devrim, B., Bozkir, A., Canefe, K. 2011. Formulation And Evaluation Of
Reconstitutable Suspensions Containing Ibuprofen-Loaded Eudragit Microspheres.
Acta Poloniae Pharmaceutica - Drug Research. Vol. 68, No. 4, 593-599, 2011.