SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 7
Downloaden Sie, um offline zu lesen
PEMBANGUNAN KOPERASI MEMBUTUHKAN TEROBOSAN
                KEBIJAKAN PENDIDIKAN1

                                                                         Rully Indrawan


      Daya hidup koperasi benar-benar mendapat tantangan dalam satu dekade
terakhir ini. Perubahan paradigma sistem sosial dan politik dalam sepuluh tahun
terakhir ini bukan saja memporakporandakan budaya pembangunan koperasi,
tetapi mendorong koperasi harus tumbuh dalam struktur pasar yang berbeda
sebagaimana dipersyaratkan dalam asumsi dasarnya. Mainstream ekonomi telah
memaksa koperasi tidak tumbuh dalam iklim konvensional, tetapi harus
berubah menjadi sebuah kekuatan yang eksistensinya dipertaruhkan dalam
suasana persaingan yang ketat. Lebih-lebih setelah diberlakukannya free trade
area (ACFTA dan sebentar lagi AIFTA).
      Koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi.
Agar tetap survive, dalam tataran operasional       koperasi dituntut untuk
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tingkat operasi yang
efektif. Untuk menjalankan kedua fungsi tersebut di butuhkan manajemen dan
organisasi yang baik. Baik-buruknya manajemen dan organisasi koperasi sangat
ditentukan oleh efektivitas organisasinya.
     Di kalangan para ahli koperasi sendiri hingga kini masih belum ada
keseragaman pendapat mengenai bagaimana dan apa ukuran efektivitas
koperasi yang tepat, sebagaimana diungkapkan Blumle (Dulfer dan Hamm,
1985). Akan tetapi bila mengacu pada model umum efektivitas, maka perhatian
terhadap pencapaian tujuan koperasi. UU No. 25/92 menatapkan tujuan dalam
ukuran makro, sedang dalam ukuran mikro, sebuah koperasi itu dapat
dikatakan efektip bilamana usaha koperasi dapat memberikan manfaat (benefit)
bagi para anggotanya.
     Dari cara pandang seperti itu saya mengidentifikasi, bahwa koperasi akan,
dapat, dan harus berkembang dalam suasana kemandirian. Artinya, berkembang
atau tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internal
mendukung ketercapaian tujuan berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasi
yang berhasil maupun koperasi yang mengalami kegagalan, lebih banyak
disebabkan oleh kerapuhan internal organisasi. Kalaupun ada kontribusi
lingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan koperasi, justru

1
 Disampaikan pada Seminar Nasional Perkoperasian, dalam rangka Harkopnas, di USU Medan, 29 Juni
2010


                                                                                                  1
sering diakibatkan oleh “pisau bermata dua” kebijakan yang digulirkan. Dengan
demikian, hati-hati dengan pelibatan pihak luar dalam penyelenggaraan
organisasi koperasi. Tentu saja dengan tidak mengabaikan pentingnya sistem
jaringan –internal dan eksternal- yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan bisnis
modern. Esensi pernyataan di atas telah saya tuangkan dalam berbagai tulisan,
antara lain di HU PR sejak tahun 1998, dan media cetak lainhya, dan elektronik
(web site).
     Setidak-tidaknya ada tiga syarat dasar yang dibutuhkan untuk
keberlangsungan sebuah gerakan koperasi di Indonesia. Selama pembangunan
koperasi di masa lalu syarat dasar ini sering diabaikan. Ketiga syarat dasar
tersebut, adalah: (a) tersedianya kepentingan usaha yang sama dari para
anggota, (b) Pemimpin yang kuat dan amanah, dan (c) manajemen yang
profesional.
      Pertama, di masa lalu banyak tumbuh koperasi di mana-mana, “bak
cendawan di musim hujan”. Di tingkatan masyarakat fenomena itu dipacu oleh
adanya peluang memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah bagi koperasi,
setidak-tidaknya itu yang mereka dengar dan baca di media massa. Sementara di
tingkat eksekutif, yakni penyebar fasilitas, jumlah kehadiran koperasi di
wilayahnya merupakan salah satu indikator keberhasilan. Artinya semakin besar
jumlah koperasi yang berhasil dilahirkan semakin terang perjalanan karier
politiknya. Dalam perjalanan selanjutnya koperasi seperti ini kehilangan arah,
karena apa yang harus dikoperasikan? Mereka tidak berangkat dari kebutuhan
hidup nyata yang sama. Mereka pun tidak memiliki kesamaan dalam aktivitas
usahanya. Yang terjadi kemudian, adalah koperasi yang mentereng di papan
nama, namun kegiatan usahanya tidak ada. Kalaupun ada, tidak memiliki akses
rasional dengan kepentingan anggota.
     Bagi sebuah gerakan ekonomi rakyat, koperasi harus didukung oleh
kebutuhan yang sama para anggota, dengan demikian partisipasi mereka dapat
diharapkan. Tanpa itu, koperasi secara filosofis telah berganti menjadi jawatan
karena peran pemerintah –dan juga infra struktur politik- lebih dominan.
Faktanya di masa lalu, pemikiran itu tidak menghasilkan apa-apa, jadi jangan
ulangi kesalahan serupa di masa yang akan datang. Penyerahan secara total
kehidupan koperasi pada pemiliknya, yaitu anggota, secara akumulatif akan
membentuk sebuah partisipasi sosial yang bersih dari rekayasa dan absurd.
    Kedua, sebagai masyarakat yang memiliki karakter paternalistik, pimpinan
merupakan faktor perekat kohesi sosial para anggota koperasi. Potensi usaha
anggota dapat tergali secara baik bilamana adanya jaminan figur pimpinan yang
amanah. Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi pada kasus-kasus koperasi
pedesaan, atau koperasi kemasyarakatan saja, namun faktanya juga terjadi di
koperasi-koperasi fungsional di perkotaan.

                                                                              2
Pimpinan yang kuat dibutuhkan untuk mengarahkan koperasi dari jebakan
demokrasi kebablasan, akibat penerapan prinsip satu orang satu suara.
Pimpinan yang kuat juga dibutuhkan untuk menjadi jaminan transaksi.
Kekuatan pemimpin koperasi bisa disebabkan oleh kharisma seseorang atau juga
pendidikan dan pengalaman. Namun faktanya ciri kuat saja tidak cukup, karena
harus diimbangi pula oleh sikapnya yang amanah. Pemimpin koperasi yang
kuat kerap menjadi otoriter, nepotisme, dan korup; sehingga dibutuhkan
landasan moralitas. Pemimpin seperti inilah yang bisa menjadi penjamin
keberlangsungan gerakan koperasi secara hakiki. Mereka bisa salah dalam
mengambil keputusan, tetapi tidak keliru dalam nawaitu-nya.
      Ketiga, manajemen profesional adalah jawaban pasti untuk menghadapi
realitas bisnis dewasa ini. Koperasi berada dalam lingkungan bisnis yang penuh
persaingan dalam memperoleh sumberdaya ekonominya. Koperasi tidak lahir di
surga yang semuanya dapat diraih tanpa pengorbanan, namun harus tumbuh
dan berkembang dalam suasana penuh konflik dan ketidakpastian. Manajemen
profesional inilah yang juga dapat mengisi kelemahan teknis pimpinan yang
kuat dan amanah.
     Profesionalisme manajemen diukur oleh seberapa mampu ia dapat
melakukan interaksi bisnisnya secara vertikal dan horizonal. Negosiasi dan
melakukan perhitungan-perhitungan bisnis merupakan salah satu bentuk
kemampuan fungsionalnya. Profil manajemen yang profesional dapat hadir di
koperasi bila sistem organisasi memang kondusip untuk itu. Dalam arti, syarat
pertama dan kedua harus lebih dahulu hadir sebagai pranata dalam gerakan
koperasi.


Koperasi di Era Otonomi Daerah
     Dalam suatu wawancara yang di muat oleh majalah PIP tahun 1998 (atau
1999, persisnya lupa), saya tegaskan bahwa koperasi harus hadir sebagai
sosoknya yang asli, yakni sebagai gerakan ekonomi masyarakat dengan
demikian tidak perlu lagi adanya birokrasi setingkat menteri departemen, di era
otonomi seperti saat ini. Pendapat itu dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa
pemberlakukan otonomi daerah memberi kesempatan bagi koperasi untuk
memainkan peran genuine-nya, yakni sebagai wahana peningkatan kesejahteraan
rakyat.
     Kemudian implikasinya di daerah, ada dan tidak adanya instansi (setingkat
dinas) yang mengatur dan membina koperasi di daerah (kabupaten dan kota)
harus dilihat dari perspektif yang objektip. Objektifitas itu ukurannya, adalah
pada seberapa potensialnya koperasi mampu memberikan kontribusi pada
kehidupan masyarakat secara luas. Bila ukurannya seperti itu, boleh jadi kondisi

                                                                               3
dan hasil pengukuran setiap daerah bisa beragam. Bagi koperasi alami, ada atau
tidak adanya birokrasi pemerintah yang khusus menangani koperasi, tidak akan
terlalu banyak menimbulkan masalah. Secara struktural gerakan koperasi telah
melengkapi kehadirannya dengan koperasi-koperasi sekunder, dan dewan-
dewan koperasi, peran-peran pembinaan secara fungsional melekat dalam
lembaga-lembaga tersebut.
      Sistem pembinaan di masa lalu secara sistimatis telah mendegradasi peran-
peran fungsional dewan-dewan koperasi (Dekopin, Dekopinwil, Dekopinda).
Sejauh ini di mata khalayak dewan-dewan ini lebih banyak diposisikan sebagai
institusi pemerintah ketimbang sebagai kekuatan sistimatis gerakan, atau
setidak-setidaknya dapat berperan sebagaimana asosiasi-asosiasi bisnis yang
ada. Demikian pula pada koperasi sekunder, sementara ini keberadaannya lebih
diaparesaisi sebagai unit yang memiliki tugas memperoleh peluang fasilitas dari
level pemerintah yang lebih atas, ketimbang berperan sebagai mata rantai usaha
koperasi. Walau tak menepis pula masih ada koperasi-koperasi sekunder yang
berfungsi sebagaimana fungsi yang sebenarnya, demikian pula halnya dengan
dewan-dewan koperasi.

Arah Kebijakan Pendidikan
        Keunggulan kompetitif suatu organisasi diciptakan dengan cara
meletakkan leverage sumber daya manusia sebagai human capital (Employee
capability x Employee commitment) (Mulyadi, 2001: 294). Kapabilitas atau sering
disebut sebagai kompetensi, dan komitmen SDM sebagai fungsi dari human
capital yang diletakkan sebagai leverage untuk membangun keunggulan
kompetitif, untuk bersaing di lingkungan bisnis yang kompetitif, diperlukan
SDM koperasi yang memiliki kapabilitas unggulan (distinctive capabilities) dan
komitmen. Human capital diubah untuk membangun proses internal organisasi
dalam menciptakan pelayanan untuk membangun partisipasi anggota, yang
didukung dengan organizational capital yang kuat. Partisipasi anggota akan
menghasilkan pendapatan (user) dan modal (owner) yang berlipat ganda dan
organizational capital yang kuat akan menghasilkan efisiensi biaya yang
signifikan, sehingga akan dapat meningkatkan kemakmuran bagi para
pemiliknya dalam bentuk manfaat (shareholder value).
       Pendidikan dan pelatihan perkoperasian merupakan upaya untuk
meningkatkan kompetensi dan komitmen SDM koperasi (wirakoperasi), menjadi
sesuatu yang sangat kritis untuk dilaksanakan, tidak hanya karena merupakan
salah satu prinsip koperasi, tapi menjadi kebutuhan pengembagan organisasi.
Sutaryo Salim (2004: 8), menyebutkan bahwa kompetensi dan komitmen sumber
daya manusia koperasi dalam melaksanakan jati diri koperasi (identitas ganda,
karakteristik koperasi, prinsip koperasi dan ekonomi, serta partisipasi) akan
menentukan tingkat keberhasilan koperasi (anggota, perusahaan koperasi dan
                                                                              4
pembangunan). Dengan komitmen SDM yang tinggi, koperasi akan memperoleh
keunggulan-keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain,
seperti kesediaan menjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai-
nilai koperasi. SDM koperasi akan memprioritaskan kepentingan organisasi
koperasi di atas kepentingannya sendiri sehingga secara umum produktivitas
akan meningkat. Mereka juga bersedia bergabung dengan koperasi dalam jangka
panjang, serta menyesuaikan sikap dan perilakunya dengan strategi yang
diterapkan koperasi. Manfaat-manfaat inilah yang akan menjadi daya saing
koperasi yang tidak mudah diikuti oleh pesaingnya. Kompetensi dan komitmen
dapat dikaji pada berbagai tingkatan organisasi koperasi.
      Pendidikan perkoperasian, pada dasarnya mencetak luaran pendidikan
yang mampu memiliki jiwa wirakoperasi. Berani untuk menegakan prinsip
koperasi sekaligus memiliki kompetensi dalam melayani anggota dan
mengembangkan usaha. Secara skematik luaran yang dimaksud membutuhkan
dukungan kurikulum, fasilitas pendidikan, dan mutu pengajar/instruktur.
Sehingga proses pembelajaran dan pelatiah bisa berkembang secarea baik.
Sebagaimana gambar berikut ini.




                                  Gambar 1
                Pola Pembelajaran dan Pelatihan Wirakoperasi




                                                                             5
Untuk itu diperlukan terobosan program pendidikan dan pelatihan bagi
SDM koperasi. Wirakoperasi adalah perpaduan dari hardskill dan softskill. Selama
ini pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan selalu berkaitan dengan
kompetensi (hardskill) SDM dalam mengelola usaha koperasi, maka mulai saat
ini pendidikan dan pelatihan bagi SDM koperasi diutamakan dalam upaya
untuk meningkatkan komitmennya (softskill) pada organisasi koperasi, yaitu
yang berkaitan peningkatan pemahaman dan implementasi terhadap kesediaan
menjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai-nilai koperasi.
       Terobosan dimaksud harus mampu menyentuh praktik pendidikan,
setidak-tidaknya ada tujuh (7) hal yang harus diperhatikan, sebagaimana pada
gamabar 2.




                                   Gambar 2
                           Materi Pendidikan Wirakoperasi



                                                                               6
Daftar Pustaka:

Bayu Krisnamurthi, 2002. Membangun Koperasi Berbasis Anggota dalam Rangka Pengembangan
   Ekonomi Rakyat, Artikel Th. I. No. 4,
Dulfer E,1994, Managerial of Economics of Cooperative, International Handbook of Cooperative
   Organization p.587-592.
Hanel Alfred, 1985. Basic Aspects of Cooperative Organization, Policies for Their Promotion in
   Developing Countries, Fakultas Ekonomi-Unpad.
Herman Soewardi, 1986, Filsafat Koperasi atau Cooperativism, UPT Penerbitan Ikopin
Ibnoe Soedjono, 1997. Koperasi dan Pembangunan Nasional, PIP-DEKOPIN-Jakarta.
ICA, 2001, Jatidiri Koperasi (Prinsip-prinsip Koperasi untuk Abad ke-21), LSP2I, Jakarta.
Imam Sugeng, 2002 Mengukur dan Mengelola Intellectual Capital, A Usmara (editor) Paradigma
   Baru, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal. 1999-214, Penerbit Amara Books.
Mulyadi, 2001. Balanced Scorecard, Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipat ganda Kinerja
   Keuangan Perusahaan, Salemba Empat-Jakarta
Noer Soetrisno, 2003. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan, Jurnal Ekonomi Rakyat Th.I -No.
   5.
Ropke Jochen, 1989. The Economics Theory of Cooperatives, Buku I, University of Marburg-
   Germany.
Sugiyanto, 2007, Pengaruh kompetensi dan komitmen Manajemen terhadap kinerja keuangan, promosi
   ekonomi anggota dan struktur modal, Disertasi, PPS Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sutaryo Salim, 2004. Reinventing Jatidiri Koperasi, Jurnal Ekonomi Kewirausahaan. Vo. III, No.2, Juli
    2004, hal.1-8.
Ulrich Dave, 1998. Intellectual Capital = Competence x Commitment, Sloan Management Review.




                                                                                                   7

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnisHak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
Dini Rahmi Hasibuan
 
Ekonomi Koperasi
Ekonomi KoperasiEkonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi
Ari Raharjo
 
Tanggung jawab sosial organisasi bisnis
Tanggung jawab sosial organisasi bisnisTanggung jawab sosial organisasi bisnis
Tanggung jawab sosial organisasi bisnis
Wahono Syahida
 
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 

Was ist angesagt? (20)

Mengelola budaya dan etika dalam organisasi
Mengelola budaya dan etika dalam organisasiMengelola budaya dan etika dalam organisasi
Mengelola budaya dan etika dalam organisasi
 
Contoh makalah akuntansi manajemen
Contoh makalah akuntansi manajemenContoh makalah akuntansi manajemen
Contoh makalah akuntansi manajemen
 
Sejarah Koperasi
Sejarah KoperasiSejarah Koperasi
Sejarah Koperasi
 
Portofolio investasi-bab-17-analisis-opsi
Portofolio investasi-bab-17-analisis-opsiPortofolio investasi-bab-17-analisis-opsi
Portofolio investasi-bab-17-analisis-opsi
 
Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional
Manajemen Sumber Daya Manusia InternasionalManajemen Sumber Daya Manusia Internasional
Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional
 
Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnisHak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
Hak kewajiban konsumen dan produsen sesuai dengan etika bisnis
 
Modul manajemen pemasaran
Modul manajemen pemasaranModul manajemen pemasaran
Modul manajemen pemasaran
 
artikel, "prospek ke depan Agribisnis"
artikel, "prospek ke depan Agribisnis"artikel, "prospek ke depan Agribisnis"
artikel, "prospek ke depan Agribisnis"
 
Ekonomi Koperasi
Ekonomi KoperasiEkonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi
 
Tantangan kewirausahaan dalam konteks global
Tantangan kewirausahaan dalam konteks globalTantangan kewirausahaan dalam konteks global
Tantangan kewirausahaan dalam konteks global
 
Contoh Proposal Koperasi
Contoh Proposal KoperasiContoh Proposal Koperasi
Contoh Proposal Koperasi
 
Uang (Ekonomi Moneter - BAB 1)
Uang (Ekonomi Moneter - BAB 1)Uang (Ekonomi Moneter - BAB 1)
Uang (Ekonomi Moneter - BAB 1)
 
Bab 11 menghadapi persaingan
Bab 11 menghadapi persainganBab 11 menghadapi persaingan
Bab 11 menghadapi persaingan
 
Tanggung jawab sosial organisasi bisnis
Tanggung jawab sosial organisasi bisnisTanggung jawab sosial organisasi bisnis
Tanggung jawab sosial organisasi bisnis
 
Powerpoint Manajemen koperasi
Powerpoint Manajemen koperasiPowerpoint Manajemen koperasi
Powerpoint Manajemen koperasi
 
Power Point Ekonomi - Koperasi
Power Point Ekonomi - KoperasiPower Point Ekonomi - Koperasi
Power Point Ekonomi - Koperasi
 
Pertemuan 9 strategi penetapan harga
Pertemuan 9 strategi penetapan hargaPertemuan 9 strategi penetapan harga
Pertemuan 9 strategi penetapan harga
 
Koperasi
KoperasiKoperasi
Koperasi
 
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
Mutual Exclusive Alternative Project (Analisis Proyek BAB 5)
 
Definisi dan Komponen Sistem Ekonomi
Definisi dan Komponen Sistem EkonomiDefinisi dan Komponen Sistem Ekonomi
Definisi dan Komponen Sistem Ekonomi
 

Ähnlich wie SDM Koperasi

P. madun keberhasilan & tantangan koperasi
P. madun keberhasilan & tantangan koperasiP. madun keberhasilan & tantangan koperasi
P. madun keberhasilan & tantangan koperasi
Jeep Free
 
Kop eko kerakyatan-2011 ambon
Kop eko kerakyatan-2011 ambonKop eko kerakyatan-2011 ambon
Kop eko kerakyatan-2011 ambon
Rully Indrawan
 
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
debora_elisabeth
 
Makalah tentang Koperasi
Makalah tentang KoperasiMakalah tentang Koperasi
Makalah tentang Koperasi
Rajabul Gufron
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Operator Warnet Vast Raha
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Operator Warnet Vast Raha
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Operator Warnet Vast Raha
 

Ähnlich wie SDM Koperasi (20)

IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE
  IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE  IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE
IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE
 
P. madun keberhasilan & tantangan koperasi
P. madun keberhasilan & tantangan koperasiP. madun keberhasilan & tantangan koperasi
P. madun keberhasilan & tantangan koperasi
 
Kop eko kerakyatan-2011 ambon
Kop eko kerakyatan-2011 ambonKop eko kerakyatan-2011 ambon
Kop eko kerakyatan-2011 ambon
 
Koperasiku
KoperasikuKoperasiku
Koperasiku
 
Ekonomi Koperasi
Ekonomi KoperasiEkonomi Koperasi
Ekonomi Koperasi
 
Fungsi dan Penggolongan Koperasi
Fungsi dan Penggolongan KoperasiFungsi dan Penggolongan Koperasi
Fungsi dan Penggolongan Koperasi
 
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi KoperasiKelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
 
Umkm ponpes petani nusantara
Umkm ponpes petani nusantaraUmkm ponpes petani nusantara
Umkm ponpes petani nusantara
 
PMO 01 jati diri koperasi.pdf
PMO 01 jati diri koperasi.pdfPMO 01 jati diri koperasi.pdf
PMO 01 jati diri koperasi.pdf
 
TUGAS SOFSKILL KOPERASI
TUGAS SOFSKILL KOPERASITUGAS SOFSKILL KOPERASI
TUGAS SOFSKILL KOPERASI
 
Koperasiku
KoperasikuKoperasiku
Koperasiku
 
Tugas 1
Tugas 1 Tugas 1
Tugas 1
 
Konglomerasi Koperasi
Konglomerasi KoperasiKonglomerasi Koperasi
Konglomerasi Koperasi
 
Ppt makalah softskill
Ppt makalah softskillPpt makalah softskill
Ppt makalah softskill
 
Kadin 98-2927-16062008
Kadin 98-2927-16062008Kadin 98-2927-16062008
Kadin 98-2927-16062008
 
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
Koperasi sebagai organisasi bisnis kelompok 2
 
Makalah tentang Koperasi
Makalah tentang KoperasiMakalah tentang Koperasi
Makalah tentang Koperasi
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 

Mehr von Rully Indrawan

Skema pembiayaan riset, 2013
Skema pembiayaan riset, 2013Skema pembiayaan riset, 2013
Skema pembiayaan riset, 2013
Rully Indrawan
 
Paradigma pemberdayaan (2013)
Paradigma pemberdayaan (2013)Paradigma pemberdayaan (2013)
Paradigma pemberdayaan (2013)
Rully Indrawan
 
Mengelola dana penelitian
Mengelola dana penelitianMengelola dana penelitian
Mengelola dana penelitian
Rully Indrawan
 
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasiPeran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
Rully Indrawan
 
Kiat lolos dalam usulan dp2 m
Kiat lolos dalam usulan dp2 mKiat lolos dalam usulan dp2 m
Kiat lolos dalam usulan dp2 m
Rully Indrawan
 
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan KetidakadilanPermasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Rully Indrawan
 
Konsep Pembangunan Ekonomi
Konsep Pembangunan EkonomiKonsep Pembangunan Ekonomi
Konsep Pembangunan Ekonomi
Rully Indrawan
 
Penelitian dan Profesionalisme guru
Penelitian dan Profesionalisme guru Penelitian dan Profesionalisme guru
Penelitian dan Profesionalisme guru
Rully Indrawan
 
Instrumen strategis perencanaan pendidikan di Jabar
Instrumen strategis perencanaan  pendidikan di JabarInstrumen strategis perencanaan  pendidikan di Jabar
Instrumen strategis perencanaan pendidikan di Jabar
Rully Indrawan
 
Manajemen Lembaga penelitian
Manajemen Lembaga penelitianManajemen Lembaga penelitian
Manajemen Lembaga penelitian
Rully Indrawan
 
koperasi dan pembangunan SDM
koperasi dan pembangunan SDM  koperasi dan pembangunan SDM
koperasi dan pembangunan SDM
Rully Indrawan
 
Globalisasi pendidikan ekonomi
Globalisasi pendidikan ekonomi Globalisasi pendidikan ekonomi
Globalisasi pendidikan ekonomi
Rully Indrawan
 

Mehr von Rully Indrawan (20)

Skema pembiayaan riset, 2013
Skema pembiayaan riset, 2013Skema pembiayaan riset, 2013
Skema pembiayaan riset, 2013
 
Paradigma pemberdayaan (2013)
Paradigma pemberdayaan (2013)Paradigma pemberdayaan (2013)
Paradigma pemberdayaan (2013)
 
Mengelola dana penelitian
Mengelola dana penelitianMengelola dana penelitian
Mengelola dana penelitian
 
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasiPeran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
Peran pemerintah dan posisi dekopin dlm uu koperasi
 
Pemetaan dp2m
Pemetaan dp2mPemetaan dp2m
Pemetaan dp2m
 
Kiat lolos dalam usulan dp2 m
Kiat lolos dalam usulan dp2 mKiat lolos dalam usulan dp2 m
Kiat lolos dalam usulan dp2 m
 
Kiat nulis di jurnal
Kiat nulis di jurnalKiat nulis di jurnal
Kiat nulis di jurnal
 
orasi ilmia
orasi ilmiaorasi ilmia
orasi ilmia
 
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan KetidakadilanPermasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
 
Konsep Pembangunan Ekonomi
Konsep Pembangunan EkonomiKonsep Pembangunan Ekonomi
Konsep Pembangunan Ekonomi
 
Pengembangan UMKM
Pengembangan UMKM  Pengembangan UMKM
Pengembangan UMKM
 
Penelitian dan Profesionalisme guru
Penelitian dan Profesionalisme guru Penelitian dan Profesionalisme guru
Penelitian dan Profesionalisme guru
 
Instrumen strategis perencanaan pendidikan di Jabar
Instrumen strategis perencanaan  pendidikan di JabarInstrumen strategis perencanaan  pendidikan di Jabar
Instrumen strategis perencanaan pendidikan di Jabar
 
Paradigma baru PT
Paradigma baru  PT Paradigma baru  PT
Paradigma baru PT
 
Kosika
KosikaKosika
Kosika
 
Artikel jurnal ilmiah
Artikel jurnal ilmiahArtikel jurnal ilmiah
Artikel jurnal ilmiah
 
Manajemen Lembaga penelitian
Manajemen Lembaga penelitianManajemen Lembaga penelitian
Manajemen Lembaga penelitian
 
koperasi dan pembangunan SDM
koperasi dan pembangunan SDM  koperasi dan pembangunan SDM
koperasi dan pembangunan SDM
 
Globalisasi pendidikan ekonomi
Globalisasi pendidikan ekonomi Globalisasi pendidikan ekonomi
Globalisasi pendidikan ekonomi
 
Kompas pasca BHP
Kompas pasca BHP Kompas pasca BHP
Kompas pasca BHP
 

SDM Koperasi

  • 1. PEMBANGUNAN KOPERASI MEMBUTUHKAN TEROBOSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN1 Rully Indrawan Daya hidup koperasi benar-benar mendapat tantangan dalam satu dekade terakhir ini. Perubahan paradigma sistem sosial dan politik dalam sepuluh tahun terakhir ini bukan saja memporakporandakan budaya pembangunan koperasi, tetapi mendorong koperasi harus tumbuh dalam struktur pasar yang berbeda sebagaimana dipersyaratkan dalam asumsi dasarnya. Mainstream ekonomi telah memaksa koperasi tidak tumbuh dalam iklim konvensional, tetapi harus berubah menjadi sebuah kekuatan yang eksistensinya dipertaruhkan dalam suasana persaingan yang ketat. Lebih-lebih setelah diberlakukannya free trade area (ACFTA dan sebentar lagi AIFTA). Koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi. Agar tetap survive, dalam tataran operasional koperasi dituntut untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tingkat operasi yang efektif. Untuk menjalankan kedua fungsi tersebut di butuhkan manajemen dan organisasi yang baik. Baik-buruknya manajemen dan organisasi koperasi sangat ditentukan oleh efektivitas organisasinya. Di kalangan para ahli koperasi sendiri hingga kini masih belum ada keseragaman pendapat mengenai bagaimana dan apa ukuran efektivitas koperasi yang tepat, sebagaimana diungkapkan Blumle (Dulfer dan Hamm, 1985). Akan tetapi bila mengacu pada model umum efektivitas, maka perhatian terhadap pencapaian tujuan koperasi. UU No. 25/92 menatapkan tujuan dalam ukuran makro, sedang dalam ukuran mikro, sebuah koperasi itu dapat dikatakan efektip bilamana usaha koperasi dapat memberikan manfaat (benefit) bagi para anggotanya. Dari cara pandang seperti itu saya mengidentifikasi, bahwa koperasi akan, dapat, dan harus berkembang dalam suasana kemandirian. Artinya, berkembang atau tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internal mendukung ketercapaian tujuan berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasi yang berhasil maupun koperasi yang mengalami kegagalan, lebih banyak disebabkan oleh kerapuhan internal organisasi. Kalaupun ada kontribusi lingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan koperasi, justru 1 Disampaikan pada Seminar Nasional Perkoperasian, dalam rangka Harkopnas, di USU Medan, 29 Juni 2010 1
  • 2. sering diakibatkan oleh “pisau bermata dua” kebijakan yang digulirkan. Dengan demikian, hati-hati dengan pelibatan pihak luar dalam penyelenggaraan organisasi koperasi. Tentu saja dengan tidak mengabaikan pentingnya sistem jaringan –internal dan eksternal- yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan bisnis modern. Esensi pernyataan di atas telah saya tuangkan dalam berbagai tulisan, antara lain di HU PR sejak tahun 1998, dan media cetak lainhya, dan elektronik (web site). Setidak-tidaknya ada tiga syarat dasar yang dibutuhkan untuk keberlangsungan sebuah gerakan koperasi di Indonesia. Selama pembangunan koperasi di masa lalu syarat dasar ini sering diabaikan. Ketiga syarat dasar tersebut, adalah: (a) tersedianya kepentingan usaha yang sama dari para anggota, (b) Pemimpin yang kuat dan amanah, dan (c) manajemen yang profesional. Pertama, di masa lalu banyak tumbuh koperasi di mana-mana, “bak cendawan di musim hujan”. Di tingkatan masyarakat fenomena itu dipacu oleh adanya peluang memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah bagi koperasi, setidak-tidaknya itu yang mereka dengar dan baca di media massa. Sementara di tingkat eksekutif, yakni penyebar fasilitas, jumlah kehadiran koperasi di wilayahnya merupakan salah satu indikator keberhasilan. Artinya semakin besar jumlah koperasi yang berhasil dilahirkan semakin terang perjalanan karier politiknya. Dalam perjalanan selanjutnya koperasi seperti ini kehilangan arah, karena apa yang harus dikoperasikan? Mereka tidak berangkat dari kebutuhan hidup nyata yang sama. Mereka pun tidak memiliki kesamaan dalam aktivitas usahanya. Yang terjadi kemudian, adalah koperasi yang mentereng di papan nama, namun kegiatan usahanya tidak ada. Kalaupun ada, tidak memiliki akses rasional dengan kepentingan anggota. Bagi sebuah gerakan ekonomi rakyat, koperasi harus didukung oleh kebutuhan yang sama para anggota, dengan demikian partisipasi mereka dapat diharapkan. Tanpa itu, koperasi secara filosofis telah berganti menjadi jawatan karena peran pemerintah –dan juga infra struktur politik- lebih dominan. Faktanya di masa lalu, pemikiran itu tidak menghasilkan apa-apa, jadi jangan ulangi kesalahan serupa di masa yang akan datang. Penyerahan secara total kehidupan koperasi pada pemiliknya, yaitu anggota, secara akumulatif akan membentuk sebuah partisipasi sosial yang bersih dari rekayasa dan absurd. Kedua, sebagai masyarakat yang memiliki karakter paternalistik, pimpinan merupakan faktor perekat kohesi sosial para anggota koperasi. Potensi usaha anggota dapat tergali secara baik bilamana adanya jaminan figur pimpinan yang amanah. Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi pada kasus-kasus koperasi pedesaan, atau koperasi kemasyarakatan saja, namun faktanya juga terjadi di koperasi-koperasi fungsional di perkotaan. 2
  • 3. Pimpinan yang kuat dibutuhkan untuk mengarahkan koperasi dari jebakan demokrasi kebablasan, akibat penerapan prinsip satu orang satu suara. Pimpinan yang kuat juga dibutuhkan untuk menjadi jaminan transaksi. Kekuatan pemimpin koperasi bisa disebabkan oleh kharisma seseorang atau juga pendidikan dan pengalaman. Namun faktanya ciri kuat saja tidak cukup, karena harus diimbangi pula oleh sikapnya yang amanah. Pemimpin koperasi yang kuat kerap menjadi otoriter, nepotisme, dan korup; sehingga dibutuhkan landasan moralitas. Pemimpin seperti inilah yang bisa menjadi penjamin keberlangsungan gerakan koperasi secara hakiki. Mereka bisa salah dalam mengambil keputusan, tetapi tidak keliru dalam nawaitu-nya. Ketiga, manajemen profesional adalah jawaban pasti untuk menghadapi realitas bisnis dewasa ini. Koperasi berada dalam lingkungan bisnis yang penuh persaingan dalam memperoleh sumberdaya ekonominya. Koperasi tidak lahir di surga yang semuanya dapat diraih tanpa pengorbanan, namun harus tumbuh dan berkembang dalam suasana penuh konflik dan ketidakpastian. Manajemen profesional inilah yang juga dapat mengisi kelemahan teknis pimpinan yang kuat dan amanah. Profesionalisme manajemen diukur oleh seberapa mampu ia dapat melakukan interaksi bisnisnya secara vertikal dan horizonal. Negosiasi dan melakukan perhitungan-perhitungan bisnis merupakan salah satu bentuk kemampuan fungsionalnya. Profil manajemen yang profesional dapat hadir di koperasi bila sistem organisasi memang kondusip untuk itu. Dalam arti, syarat pertama dan kedua harus lebih dahulu hadir sebagai pranata dalam gerakan koperasi. Koperasi di Era Otonomi Daerah Dalam suatu wawancara yang di muat oleh majalah PIP tahun 1998 (atau 1999, persisnya lupa), saya tegaskan bahwa koperasi harus hadir sebagai sosoknya yang asli, yakni sebagai gerakan ekonomi masyarakat dengan demikian tidak perlu lagi adanya birokrasi setingkat menteri departemen, di era otonomi seperti saat ini. Pendapat itu dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa pemberlakukan otonomi daerah memberi kesempatan bagi koperasi untuk memainkan peran genuine-nya, yakni sebagai wahana peningkatan kesejahteraan rakyat. Kemudian implikasinya di daerah, ada dan tidak adanya instansi (setingkat dinas) yang mengatur dan membina koperasi di daerah (kabupaten dan kota) harus dilihat dari perspektif yang objektip. Objektifitas itu ukurannya, adalah pada seberapa potensialnya koperasi mampu memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat secara luas. Bila ukurannya seperti itu, boleh jadi kondisi 3
  • 4. dan hasil pengukuran setiap daerah bisa beragam. Bagi koperasi alami, ada atau tidak adanya birokrasi pemerintah yang khusus menangani koperasi, tidak akan terlalu banyak menimbulkan masalah. Secara struktural gerakan koperasi telah melengkapi kehadirannya dengan koperasi-koperasi sekunder, dan dewan- dewan koperasi, peran-peran pembinaan secara fungsional melekat dalam lembaga-lembaga tersebut. Sistem pembinaan di masa lalu secara sistimatis telah mendegradasi peran- peran fungsional dewan-dewan koperasi (Dekopin, Dekopinwil, Dekopinda). Sejauh ini di mata khalayak dewan-dewan ini lebih banyak diposisikan sebagai institusi pemerintah ketimbang sebagai kekuatan sistimatis gerakan, atau setidak-setidaknya dapat berperan sebagaimana asosiasi-asosiasi bisnis yang ada. Demikian pula pada koperasi sekunder, sementara ini keberadaannya lebih diaparesaisi sebagai unit yang memiliki tugas memperoleh peluang fasilitas dari level pemerintah yang lebih atas, ketimbang berperan sebagai mata rantai usaha koperasi. Walau tak menepis pula masih ada koperasi-koperasi sekunder yang berfungsi sebagaimana fungsi yang sebenarnya, demikian pula halnya dengan dewan-dewan koperasi. Arah Kebijakan Pendidikan Keunggulan kompetitif suatu organisasi diciptakan dengan cara meletakkan leverage sumber daya manusia sebagai human capital (Employee capability x Employee commitment) (Mulyadi, 2001: 294). Kapabilitas atau sering disebut sebagai kompetensi, dan komitmen SDM sebagai fungsi dari human capital yang diletakkan sebagai leverage untuk membangun keunggulan kompetitif, untuk bersaing di lingkungan bisnis yang kompetitif, diperlukan SDM koperasi yang memiliki kapabilitas unggulan (distinctive capabilities) dan komitmen. Human capital diubah untuk membangun proses internal organisasi dalam menciptakan pelayanan untuk membangun partisipasi anggota, yang didukung dengan organizational capital yang kuat. Partisipasi anggota akan menghasilkan pendapatan (user) dan modal (owner) yang berlipat ganda dan organizational capital yang kuat akan menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan, sehingga akan dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemiliknya dalam bentuk manfaat (shareholder value). Pendidikan dan pelatihan perkoperasian merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen SDM koperasi (wirakoperasi), menjadi sesuatu yang sangat kritis untuk dilaksanakan, tidak hanya karena merupakan salah satu prinsip koperasi, tapi menjadi kebutuhan pengembagan organisasi. Sutaryo Salim (2004: 8), menyebutkan bahwa kompetensi dan komitmen sumber daya manusia koperasi dalam melaksanakan jati diri koperasi (identitas ganda, karakteristik koperasi, prinsip koperasi dan ekonomi, serta partisipasi) akan menentukan tingkat keberhasilan koperasi (anggota, perusahaan koperasi dan 4
  • 5. pembangunan). Dengan komitmen SDM yang tinggi, koperasi akan memperoleh keunggulan-keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, seperti kesediaan menjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai- nilai koperasi. SDM koperasi akan memprioritaskan kepentingan organisasi koperasi di atas kepentingannya sendiri sehingga secara umum produktivitas akan meningkat. Mereka juga bersedia bergabung dengan koperasi dalam jangka panjang, serta menyesuaikan sikap dan perilakunya dengan strategi yang diterapkan koperasi. Manfaat-manfaat inilah yang akan menjadi daya saing koperasi yang tidak mudah diikuti oleh pesaingnya. Kompetensi dan komitmen dapat dikaji pada berbagai tingkatan organisasi koperasi. Pendidikan perkoperasian, pada dasarnya mencetak luaran pendidikan yang mampu memiliki jiwa wirakoperasi. Berani untuk menegakan prinsip koperasi sekaligus memiliki kompetensi dalam melayani anggota dan mengembangkan usaha. Secara skematik luaran yang dimaksud membutuhkan dukungan kurikulum, fasilitas pendidikan, dan mutu pengajar/instruktur. Sehingga proses pembelajaran dan pelatiah bisa berkembang secarea baik. Sebagaimana gambar berikut ini. Gambar 1 Pola Pembelajaran dan Pelatihan Wirakoperasi 5
  • 6. Untuk itu diperlukan terobosan program pendidikan dan pelatihan bagi SDM koperasi. Wirakoperasi adalah perpaduan dari hardskill dan softskill. Selama ini pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan selalu berkaitan dengan kompetensi (hardskill) SDM dalam mengelola usaha koperasi, maka mulai saat ini pendidikan dan pelatihan bagi SDM koperasi diutamakan dalam upaya untuk meningkatkan komitmennya (softskill) pada organisasi koperasi, yaitu yang berkaitan peningkatan pemahaman dan implementasi terhadap kesediaan menjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai-nilai koperasi. Terobosan dimaksud harus mampu menyentuh praktik pendidikan, setidak-tidaknya ada tujuh (7) hal yang harus diperhatikan, sebagaimana pada gamabar 2. Gambar 2 Materi Pendidikan Wirakoperasi 6
  • 7. Daftar Pustaka: Bayu Krisnamurthi, 2002. Membangun Koperasi Berbasis Anggota dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Rakyat, Artikel Th. I. No. 4, Dulfer E,1994, Managerial of Economics of Cooperative, International Handbook of Cooperative Organization p.587-592. Hanel Alfred, 1985. Basic Aspects of Cooperative Organization, Policies for Their Promotion in Developing Countries, Fakultas Ekonomi-Unpad. Herman Soewardi, 1986, Filsafat Koperasi atau Cooperativism, UPT Penerbitan Ikopin Ibnoe Soedjono, 1997. Koperasi dan Pembangunan Nasional, PIP-DEKOPIN-Jakarta. ICA, 2001, Jatidiri Koperasi (Prinsip-prinsip Koperasi untuk Abad ke-21), LSP2I, Jakarta. Imam Sugeng, 2002 Mengukur dan Mengelola Intellectual Capital, A Usmara (editor) Paradigma Baru, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal. 1999-214, Penerbit Amara Books. Mulyadi, 2001. Balanced Scorecard, Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipat ganda Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat-Jakarta Noer Soetrisno, 2003. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan, Jurnal Ekonomi Rakyat Th.I -No. 5. Ropke Jochen, 1989. The Economics Theory of Cooperatives, Buku I, University of Marburg- Germany. Sugiyanto, 2007, Pengaruh kompetensi dan komitmen Manajemen terhadap kinerja keuangan, promosi ekonomi anggota dan struktur modal, Disertasi, PPS Universitas Padjadjaran, Bandung. Sutaryo Salim, 2004. Reinventing Jatidiri Koperasi, Jurnal Ekonomi Kewirausahaan. Vo. III, No.2, Juli 2004, hal.1-8. Ulrich Dave, 1998. Intellectual Capital = Competence x Commitment, Sloan Management Review. 7