SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 44
Manajemen
Perkawinan
RIZZA MUH. FIKRIANSYAH
rizzamuh@yahoo.com
FAPET UB 2013
Tujuan Manajemen Perkawinan

peningkatan populasi dengan cara meningkatkan
jumlah kelahiran pedet dan calon induk ternak dalam
jumlah besar
pada usaha peternakan rakyat diperlukan suatu
teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan
kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani
Permasalahan pada sistem peternakan
extensif/peternakan rakyat

Kawin berulang (S/C > 2)
rendahnya angka kebuntingan (< 60 %)
panjangnya jarak beranak pada induk (calving interval
> 18 bulan)
Dampak: rendahnya perkembangan populasi ternak
per tahun dan berakibat terjadi penurunan income
peternak
Faktor penyebab rendahnya
perkembangan populasi ternak

manajemen perkawinan yang tidak tepat, yakni:
(1) pola perkawinan yang kurang benar,
(2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat,
(3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya
pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan
(4) kurang terampilnya beberapa petugas serta
(5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin
suntik/IB
Pola perkawinan menggunakan pejantan alam,
peternak mengalami kesulitan memperoleh pejantan
yang berkualitas bagus, sehingga pedet yang
dihasilkan bermutu jelek, bahkan berindikasi adanya
kawin keluarga (inbreeding)
Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor
manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi
dan lingkungan sekitarnya, sehinggga terindikasi terjadinya
kawin yang berulang pada induk di tingkat usaha ternak
rakyat yang menyebabkan rendahnya keberhasilan
kebuntingan dan panjangnya jarak beranak.
OKI diperlukan suatu cara atau teknik manajemen
perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak peternak
dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial
masyarakat pedesaan, yakni IB dengan semen beku, cair
atau menggunakan pejantan alami yang mantap dan
berkesinambungan
Manajemen Perkawinan secara alami
dan buatan
Penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat
melalui teknik IB maupun perkawinan alam yang
sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat
meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah
induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan peternak
Macam teknologi

Teknik manajemen perkawinan ternak dapat
dilakukan dengan menggunakan :
(1) Intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan
terpilih,
(2) teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku
(frozen semen) dan teknik IB dengan semen cair (
chilled semen)
Intensifikasi kawin alam (IKA)

Upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat
dilakukan dengan intensifikasi kawin alam melalui
distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi
/kambing lokal atau impor dengan empat manajemen
perkawinan, yakni:
(1) perkawinan model kandang individu,
(2)perkawinan model kandang kelompok/umbaran,
(3) perkawinan model rench (paddock) dan
(4) perkawinan model padang penggembalaan
(angonan)
Pada Sapi Potong

Pejantan yang digunakan berasal dari hasil seleksi
sederhana, yaitu berdasarkan penilaian performans tubuh
dan kualitas semen yang baik, berumur lebih dari dua
tahun dan bebas dari penyakit reproduksi (Brucellosis,
Leptospirosis, IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dan
EBL (Enzootic Bovine Leucosis)
Untuk seleksi induk diharapkan :
1) induk dapat beranak setiap tahun,
2) skor kondisi tubuh 5-7 ,
3) badan tegap, sehat dan tidak cacat,
4)tulang pinggul dan ambing besar, lubang pusar agak
dalam dan
5)Tinggi gumba > 135 cm dengan bobot badan > 300 kg.
a. Perkawinan di kandang invidu (sapi
diikat)

Kandang individu adalah model kandang dimana
setiap ekor sapi menempati dan diikat pada satu
ruangan; antar ruangan kandang individu dibatasi
dengan suatu sekat.
Kandang invidu di peternakan rakyat, biasanya
berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu sapi,
tanpa ada penyekat tetapi setiap sapi diikat satu
persatu
Model Perkawinan kandang individu dimulai dengan
melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor sapi induk
dan perkawinan dilakukan satu induk sapi dengan satu
pejantan (kawin alam) atau dengan satu straw (kawin IB)
Biasanya kandang individu ternak yang sedang bunting,
beranak sampai menyusui pedetnya
Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu
pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara
langsung
birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi
sore dikawinkan pada besuk pagi hingga siang
Setelah 6-12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk dibawa dan diikat
ke kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu,
kemudian didatangkan pejantan yang dituntun oleh dua orang
dan dikawinkan dengan induk yang birahi tersebut minimal dua
kali ejakulasi
Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan
pengamatan birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga
dua siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut
berhasil bunting.
Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak
dikawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan
palpasi rektal, yaitu adanya pembesaran uterus seperti balon
karet (10-16 cm) dan setelah hari ke 90 sebesar anak tikus
(Boothby and Fahey, 1995).
Induk setelah bunting tetap berada dalam kandang
individu hingga beranak, namun ketika beranak
diharapkan induk di keluarkan dari kandang individu
selama kurang lebih 7-10 hari dan selanjutnya
dimasukkan ke kandang invidu lagi
b. Perkawinan di kandang kelompok

Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga
sampai setengah luasan bagian depan adalah
beratap/diberi naungan dan sisanya di bagian
belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai
tempat exersise. Ukuran kandang (panjang x
lebarnya) tergantung pada jumlah ternak yang
menempati kandang, yaitu untuk setiap ekor sapi
dewasa membutuhkan luasan sekitar 20 – 30 m
Bahan dan alatnya: (dinding : semen atau batu padas,
dinding terbuka tapi berpagar, atap : genteng serta
dilengkapi tempat pakan, minum dan lampu penerang
Kotoran sapi (feses) dan air seni (urine) dibiarkan
menumpuk di lantai kandang dibongkar setiap satu bulan,
tergantung pada kelebihan dan kekeringan, yaitu tebalnya
feses sekitar 30 cm. Setelah pembongkaran feses, sebagai
dasar lantai kandang diberi kapur, gergaji/sekam; yang
selanjutnya campuran feses dan urine dari sapi dibiarkan
sampai satu-dua bulan dan dikeluarkan dari kandang dan
selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan dengan
10 ekor induk (1:10) dengan pemberian pakan sesuai
kebutuhan secara bersama-sama sebanyak dua kali sehari,
yaitu pada waktu pagi dan sore hari
Manajemen perkawinan model kandang kelompok dapat
dilakukan oleh kelompok tani atau kelompok perbibitan sapi
potong rakyat yang memiliki kandang kelompok usaha
bersama (cooperate farming system) dengan tahapan
sebagai berikut:
Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus)
diletakkan pada kandang khusus, yakni di kandang bunting
dan atau menyusui
Setelah 40 hari induk dipindahkan ke kandang kelompok
dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas
sapi sebanyak 10 ekor betina (induk atau dara) dan
dikumpulkan menjadi satu dengan pejantan dalam waktu 24
jam selama dua bulan
Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan
pemeriksaan kebuntingan (PKB) dengan cara palpasi rektal
Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok
tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau
hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif.
c. Perkawinan model mini rench (paddock)

Bahan dan alat berupa ren berpagar 30 x 9 M2 yang
dilengkapi dengan tempat pakan dan minum beralaskan
lantai padas dan berpagar serta dilengkapi juga tempat
pakan berupa hay, diantaranya jerami padi kering atau
kulit kedele kering
Campuran feses dan urine dari sapi dibiarkan sampai lebih
dari enam bulan, selanjutnya dikeluarkan dari ren dan
dikumpulkan dalam suatu tempat untuk dijadikan kompos
atau biogas. Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor
pejantan dengan 30 ekor induk (1:30) dengan pemberian
pakan secara bebas untuk jerami kering dan 10 % BB
rumput, 1 % BB untuk konsentrat diberikan secara bersamasama dua kali sehari pada pagi dan sore
Manajemen perkawinan model ren dapat dilakukan oleh
kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki areal
ren berpagar pada kelompok usaha bersama (cooperate
farming system) seperti di daerah Indonesia Bagian Timur
dengan tahapan sebagai berikut: Induk bunting tua hingga
40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada kandang
khusus, yakni di kandang individu (untuk induk bunting dan
atau menyusui
Setelah 60 hari induk dipindahkan ke areal rench (paddock)
dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas
sapi sebanyak 30 ekor betina (induk atau dara) dan
dikumpulkan dengan satu pejantan dalam sepanjang waktu
(24 jam) selama dua bulan;
Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan
pemeriksaan kebuntingan dengan cara palpasi rektal
terhadap induk sapi (perkawinan terjadi secara alami tanpa
diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu
tertentu yang tidak diketahui);
Pergantian pejantan dilakukan setiap setahun sekali guna
menghindari kawin keluarga (inbreeding)
Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok
tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau
hasil PKB dinyatakan negatif
d. Perkawinan model padang
penggembalaan
(angonan)

Bahan dan alat berupa padang pengembalaan yang
pada umumnya dekat hutan/perkebunan maupun di
ladang sendiri yang dilengkapi dengan kandang kecil
berupa gubuk untuk memperoleh pakan tambahan
atau air minum terutama pada saat musim kemarau
yang banyak diperoleh di dekat hutan atau Indonesia
Bagian Timur
Model ini kotoran sapi dan urine dapat langsung jatuh di
ladang milik sendiri atau milik petani lain yang berfungsi
menambah kesuburan tanah ketika musim tanam
Kapasitas areal angonan sangat luas dan dapat diangon
hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni
hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina :
pejantan 100:3 dengan memperoleh hijauan pakan rumput
atau tanaman hutan).
Manajemen perkawinan dengan cara angon dapat dilakukan oleh
petani atau kemitraan antara kelompok perbibitan sapi potong
rakyat dengan perkebunan atau kehutanan seperti di Sumatera,
Sulawesi dan Kalimantan dengan tahapan sebagai berikut:
Induk bunting tua maupun setelah beranak (partus) tetap
langsung diangon bersama pedetnya
Bila ada sapi yang terlihat gejala birahi langsung dipisah untuk
diamati keadaan birahinya
Selanjutnya setelah diketahui bahwa sapi tersebut birahi maka
langsung dapat dikawinkan dengan pejantan terpilih dan ditaruh
dikandang dekat rumah
Setelah dua hari dikawinkan selanjutnya dapat dilepaskan kembali
ke hutan atau padang angonan
Pergantian pejantan dapat dilakukan selama tiga kali
beranak guna menghindari kawin keluarga (inbreeding)
Sapi induk yang positif bunting tua (akan beranak)
sebaiknya dipisah dari kelompok angonan hingga beranak
dan diletakkan di pekarangan yang dekat dengan rumah
atau dikandangkan dengan diberikan pakan tambahan
berupa konsentrat atau jamu tradisional terutama pada sapi
induk pasca beranak
3. Teknik kawin IB dengan semen
beku
Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi
potong telah digunakan sejak belasan tahun silam
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan
pilihan dan menghindari penularan penyakit atau
kawin sedarah (inbreeding)
Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan
masih mengalami beberapa hambatan, antara lain S/C
> 2 dan angka kebuntingan=60% (Affandhy et al.,
2006)
Tahapan teknik manajemen IB dengan menggunakan
semen beku yang perlu dilakukan meliputi:

a. Penanganan semen beku dalam kontainer
Penanganan semen beku dalam kontainer merupakan
suatu faktor yang sangat penting guna mencegah
kematian sperma atau mempertahankan kualitas semen
tetap baik dan bisa digunakan untuk IB pada sapi induk
Manajemen handling semen beku ketika dalam kontainer
meliputi:
Semen beku di dalam kontainer harus selalu terisi Nitrogen
cair dan straw terendam dalam Nitrogen cair tersebut yang
jaraknya minimal > 15 cm dari dasar kontainer
Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan Nitrogen cair
dalam kontainer dengan cara memasukkan penggaris plastik
warna hitam atau kayu ke dalam kontainer yang langsung
diangkat, sehingga akan nampak bekas Nitrogen berwarna
putih pada penggaris tersebut(Affandhy et al., 2006).
Pengambilan straw dalam kontainer tidak boleh melebihi
tinggi leher kontainer dan hindarkan sinar matahari
langsung ketika mengambil straw dari dalam kontainer (
Booth by and Fahey, 1995).
Semen beku setelah dithawing diharapkan tidak perlu
dikembalikan ke dalam kontainer lagi karena kualitas akan
menurun dan mengalami kematian sperma
b. Pencairan kembali (thawing) dan waktu IB
Cara dan pelaksanaan thawing dan waktu IB yang tepat
untuk semen beku yang kemungkinan besar dapat berhasil
dengan baik adalah sebagai berikut:
- Merendam straw yang berisi semen beku ke dalam air
hangat suhu 37,5 C dalam waktu 25-30 detik atau dapat pula
menggunakan air sumur atau air ledeng pada suhu 25-30 ºC
selama kurang dari satu menit memperoleh nilai PTM > 40 %
(Affandhy et al.,2006)
Apabila menggunakan air es waktu lebih lama, yakni sampai
tampak adanya gelembung udara pada straw; yang
selanjutnya segera diinseminasikan ke induk yang sedang
birahi
Waktu pelaksanaan IB yang ideal adalah 10-22 jam setelah
awal terlihat gejala birahi induk, yakni bila birahi pagi
dikawinkan pada sore hari dan bila birahi sore hari dapat
dikawinkan pada besuk paginya.
c. Pelaksanaan IB di lapang

Setelah terlihat induk sapi birahi dengan tanda-tanda
birahi, yakni:
(1) terlihat vulvanya dengan istilah 3 A (abang aboh
dan angat),
(2) keluar lendir dari vagina,
(3) gelisah (menaiki sapi lain atau kandang),
(4) vulva bengkak dan hangat warna kemerahan, dan
(5) dinaiki pejantan atau sapi lain diam saja
Selanjutnya induk sapi ditempatkan pada kandang kawin
dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai berikut:
•Feses sapi dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang
anus dengan tangan kanan;
• Vulva dibersihkan dengan kain basah dan di desinfektan
dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70 %;
• Straw berisi semen beku setelah dimasukkan air
(thawing), dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI
Gun) dan secara perlahan dimasukkan kedalam vagina induk
sapi
• Sambil memasukkan straw ke dalam uterus; dilakukan pula
palpasi rektal ke dalam rektum guna membantu masuknya
gun ke uterus (1 cm dari servik)
• Semen di dalam straw disemprotkan kedalam cornua uteri
(posisi 4+), kemudian secara perlahan gun ditarik sambil
memijat cervik dan vagina dengan tangan kiri;
• Setelah selesai, semua peralatan IB dibersihkan dan
dilakukan rekording dengan kartu IB guna memudahkan
pencatatan selanjutnya
4. Teknik kawin IB dengan semen
cair
Teknolgi alternatif yang dapat digunakan untuk prosesing
semen sapi potong dalam membantu pengembangan
program IB secara cepat dan mudah dikerjakan di lapang,
secara industri maupun kelompok (cooperate farming)
dapat menggunakan teknologi semen cair (chilled semen)
Teknolgi semen cair dapat dibuat dengan bahan
pengencer
dan peralatan yang sederhana serta mudah diperoleh
Bahan pengencer dapat berasal dari air kelapa muda atau
tris-sitrat dengan kuning telur ayam dan dapat disimpan di
dalam cooler/kulkas dengan suhu 5 C selama 7-10 hari
Hasil penelitian uji semen cair di lapang oleh staf peneliti Lolit
Sapi Potong menunjukkan nilai post thawing motility (PTM) > 40 %
dengan service/conception (S/C) < 1,5 dan tingkat kebuntingan (
conception rate/ CR) >70 %
Semen cair (chilled semen) pada sapi potong merupakan
campuran antara cairan semen dengan spermatozoa dalam
bentuk segar yang ditampung menggunakan vagina buatan ;
selanjutnya ditambahkan larutan pengencer tertentu (air kelapa
dan kuning telur) sebagai bahan energi/daya hidup spermatozoa.
Semen cair ini dapat disimpan atau dapat langsung digunakan
pada sapi potong atau jenis sapi lainnya melalui kawin suntik
(inseminasi buatan/IB)
Tehnologi semen cair ini diharapkan mampu memberikan
alternatif pengembangan wilayah akseptor IB yang belum
terjangkau oleh IB semen beku atau IB semen bekunya
belum maju. Di samping itu, biaya pembuatan semen cair
lebih murah dan dapat dikerjakan oleh Balai Inseminasi
Buatan Daerah (BIBD) maupun kelompok peternak yang
sudah maju (mainded) Hasil uji coba pada peternak di
daerah kabupaten Pasuruan (kecamatan Wonorejo dan
Nguling) mencapai angka kebuntingan hingga di atas 70 %
dan jumlah kawin sampai bunting (service per conception)
sebesar 1-2 kali dengan biaya pembuatan semen cair dalam
straw sebesar Rp 200.000,- per 100 straw (Rp 2.000,-/straw)
(Affandhy, 2003 )
Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih
mengalami hambatan, S/C, angka kebuntingan dan
mahalnya biaya operasional ( Affandhy et al., 2003),
sehingga teknologi alternatif ini diperlukan guna
meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta
merupakan terobosan baru untuk memanfaatkan
keberadaan sapi jantan unggul di setiap wilayah perbibitan
sapi potong yang akhirnya akan memperluas penyebaran
bakalan sapi potong
Penanganan manajemen IB dengan semen cair meliputi:
a. Cara penyimpanan semen cair
Setelah semen segar diproses menjadi semen cair melalui
petunjuk teknis pembuatan semen cair pada sapi potong ,
selanjutnya dilakukan penyimpanan semen cair dengan cara
sebagai berkut:
• Siapkan peralatan penyimpan straw berupa termos yang
telah diisi dengan es batu secukupnya;
•Straw berisi semen cair dapat disimpan dalam tabung
reaksi kemudian masukkan dalam thermos;
•Usahakan suhu dingin (5 C) dalam termos sehingga semen
cair dapat bertahan 7-10 hari
•Termos disimpan dalam ruangan yang terhindar dari sinar
matahari secara langsung
•Kontrol suhu dan es batu dalam termos setiap hari dan
setiap selesai mengambil straw
b. Pelaksanaan IB di lapang

Setelah terlihat tanda-tanda birahi ; induk sapi
ditempatkan pada kandang kawin dari bambu atau
besi dengan tahapan sebagai berikut:
•Siapkan semen cair dan peralatan IB yang akan
digunakan;
•Straw berisi semen cair dimasukkan ke dalam
peralatan kawin suntik (AI Gun) secara pelan-pelan;
•Lakukan eksplorasi rektal untuk meraba organ
reproduksi induk sehingga IB dapat dilakukan dengan
mudah;
•Feses dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang anus
dengan tangan kanan
•Vulva dibersihkan dengan kain lap basah dan didesinfektan
dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70 %;
•Apabila servic uteri sudah terpegang, masukkan gun melalui
vulva dorong terus sampai melewati servic dan masuk ke
dalam corpus uteri (1 cm dari servik);
•Semen di dalam straw disemprotkan kedalam cornua uteri
secara perlahan ditarik gun sambil memijat cervik dan
vagina dengan tangan kiri
•Setelah selesai semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan
rekording dengan kartu IB guna memudahkan pencatatan
selanjutnya;
•Setelah 2 bulan perkawinan dilakukan PKB oleh petugas ATR
atau PKB di lapang
Sumber

Affandhy , L., D. M. Dikman dan Aryogi. 2007.
Petunjuk Teknis. Manajemen Perkawinan Sapi
Potong

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

KULIAH ke 8- Ternak KUDA.ppt
KULIAH ke 8-  Ternak KUDA.pptKULIAH ke 8-  Ternak KUDA.ppt
KULIAH ke 8- Ternak KUDA.pptPipingNovelita11
 
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptx
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptxPPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptx
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptxduniaimaji
 
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & Indonesia
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & IndonesiaJenis-Jenis Itik Di Dunia & Indonesia
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & IndonesiaLou Ayy Alzamakhsyari
 
7. breed selection
7. breed selection7. breed selection
7. breed selectionEmi Suhaemi
 
Diagnosa kebuntingan A 1.2
Diagnosa kebuntingan A 1.2Diagnosa kebuntingan A 1.2
Diagnosa kebuntingan A 1.2Jajat Rohmana
 
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susufaktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susuudayana
 
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggasAgribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggaslombkTBK
 
Peternakan ayam pedaging
Peternakan ayam pedagingPeternakan ayam pedaging
Peternakan ayam pedagingAlfin Nur
 
Majemen ternak perah peralatan dan perkandangan
Majemen ternak perah peralatan dan perkandanganMajemen ternak perah peralatan dan perkandangan
Majemen ternak perah peralatan dan perkandanganArdhat Muhuruna
 
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdf
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdfSifat dan Tingkah Laku Ternak.pdf
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdfDyahYulianti1
 
Dasar Dasar Pemeliharaan Ternak
Dasar Dasar Pemeliharaan TernakDasar Dasar Pemeliharaan Ternak
Dasar Dasar Pemeliharaan TernaklombkTBK
 
Metabolizable Energi for Poultry
Metabolizable Energi for PoultryMetabolizable Energi for Poultry
Metabolizable Energi for PoultryEmi Suhaemi
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi BuatanRizza Muh
 

Was ist angesagt? (20)

KULIAH ke 8- Ternak KUDA.ppt
KULIAH ke 8-  Ternak KUDA.pptKULIAH ke 8-  Ternak KUDA.ppt
KULIAH ke 8- Ternak KUDA.ppt
 
Proses Penetasan Telur Tetas
Proses Penetasan Telur TetasProses Penetasan Telur Tetas
Proses Penetasan Telur Tetas
 
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptx
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptxPPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptx
PPT SAPI manajemen pemeliharaan.pptx
 
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & Indonesia
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & IndonesiaJenis-Jenis Itik Di Dunia & Indonesia
Jenis-Jenis Itik Di Dunia & Indonesia
 
Pemeliharaan Ternak Kambing
Pemeliharaan Ternak KambingPemeliharaan Ternak Kambing
Pemeliharaan Ternak Kambing
 
Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)
Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)
Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB)
 
7. breed selection
7. breed selection7. breed selection
7. breed selection
 
Diagnosa kebuntingan A 1.2
Diagnosa kebuntingan A 1.2Diagnosa kebuntingan A 1.2
Diagnosa kebuntingan A 1.2
 
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susufaktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu
faktor faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu
 
Pakan dan Hijauan kambing
Pakan dan Hijauan kambingPakan dan Hijauan kambing
Pakan dan Hijauan kambing
 
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggasAgribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
 
Peternakan ayam pedaging
Peternakan ayam pedagingPeternakan ayam pedaging
Peternakan ayam pedaging
 
Majemen ternak perah peralatan dan perkandangan
Majemen ternak perah peralatan dan perkandanganMajemen ternak perah peralatan dan perkandangan
Majemen ternak perah peralatan dan perkandangan
 
Pakan Ternak Ruminansia
Pakan Ternak RuminansiaPakan Ternak Ruminansia
Pakan Ternak Ruminansia
 
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdf
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdfSifat dan Tingkah Laku Ternak.pdf
Sifat dan Tingkah Laku Ternak.pdf
 
Dasar Dasar Pemeliharaan Ternak
Dasar Dasar Pemeliharaan TernakDasar Dasar Pemeliharaan Ternak
Dasar Dasar Pemeliharaan Ternak
 
Metabolizable Energi for Poultry
Metabolizable Energi for PoultryMetabolizable Energi for Poultry
Metabolizable Energi for Poultry
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi Buatan
 
Pedoman Budidaya itik
Pedoman Budidaya itikPedoman Budidaya itik
Pedoman Budidaya itik
 
Jenis kambing
Jenis kambingJenis kambing
Jenis kambing
 

Ähnlich wie Manajemen Perkawinan

Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dll
Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dllSyarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dll
Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dllonnyymayasarii
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingIr. Zakaria, M.M
 
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptxbudidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptxDipoTriMartiano
 
Budidaya ternak kelinci
Budidaya ternak kelinciBudidaya ternak kelinci
Budidaya ternak kelinciAinul Yaqin
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021DediKusmana2
 
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)Galuh Insani
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfYuziNosfris
 
Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Maman Fathurrohman
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingLaf Fianss
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1PPGhybrid3
 
0812 2838-0678 budidaya beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya beternak kambingusahakambingternak
 
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koi
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koiPembenihan dan pembesaran ikan mas koi
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koiM Nazar SPi
 

Ähnlich wie Manajemen Perkawinan (20)

Bakal sapo
Bakal sapoBakal sapo
Bakal sapo
 
Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dll
Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dllSyarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dll
Syarat kuantitatif bibit_sapi_madura_dll
 
MATERI_SKB_7.pdf
MATERI_SKB_7.pdfMATERI_SKB_7.pdf
MATERI_SKB_7.pdf
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedaging
 
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptxbudidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
budidaya_ternak_unggas_petelur_pptx.pptx
 
Manajemen induk
Manajemen indukManajemen induk
Manajemen induk
 
Budidaya ternak kelinci
Budidaya ternak kelinciBudidaya ternak kelinci
Budidaya ternak kelinci
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
 
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)Seminar crossbreeding  26 juni tety hartatik (final)
Seminar crossbreeding 26 juni tety hartatik (final)
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
 
Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1Laporan praktikum kapita selekta 1
Laporan praktikum kapita selekta 1
 
Ayam pedaging
Ayam pedagingAyam pedaging
Ayam pedaging
 
Budidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedagingBudidaya ayam ras pedaging
Budidaya ayam ras pedaging
 
Perbibitan ternak2
Perbibitan ternak2Perbibitan ternak2
Perbibitan ternak2
 
Budidayaternakitik
BudidayaternakitikBudidayaternakitik
Budidayaternakitik
 
AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1AT Modul 1 kb 1
AT Modul 1 kb 1
 
Penggemukan sapi brahman
Penggemukan sapi brahmanPenggemukan sapi brahman
Penggemukan sapi brahman
 
0812 2838-0678 budidaya beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing0812 2838-0678 budidaya  beternak kambing
0812 2838-0678 budidaya beternak kambing
 
Budidaya ayam buras
Budidaya ayam burasBudidaya ayam buras
Budidaya ayam buras
 
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koi
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koiPembenihan dan pembesaran ikan mas koi
Pembenihan dan pembesaran ikan mas koi
 

Mehr von Rizza Muh

Bioteknologi Reproduksi
Bioteknologi ReproduksiBioteknologi Reproduksi
Bioteknologi ReproduksiRizza Muh
 
Sheep and Goat
Sheep and GoatSheep and Goat
Sheep and GoatRizza Muh
 
Carcass Grade
Carcass GradeCarcass Grade
Carcass GradeRizza Muh
 
Beef Cattle Breeds
Beef Cattle BreedsBeef Cattle Breeds
Beef Cattle BreedsRizza Muh
 
Epidemiologi
Epidemiologi Epidemiologi
Epidemiologi Rizza Muh
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
EpidemiologiRizza Muh
 
Organoleptik
OrganoleptikOrganoleptik
OrganoleptikRizza Muh
 
Kerusakan Bahan Pangan
Kerusakan Bahan PanganKerusakan Bahan Pangan
Kerusakan Bahan PanganRizza Muh
 
Label dan iklan pangan
Label dan iklan panganLabel dan iklan pangan
Label dan iklan panganRizza Muh
 
Lcal Evaluation Meeting
Lcal Evaluation MeetingLcal Evaluation Meeting
Lcal Evaluation MeetingRizza Muh
 
Pemanfaatan kulit sebagai bahan pangan
Pemanfaatan kulit sebagai bahan panganPemanfaatan kulit sebagai bahan pangan
Pemanfaatan kulit sebagai bahan panganRizza Muh
 
struktur kulit
struktur kulitstruktur kulit
struktur kulitRizza Muh
 
Belajar korea
Belajar koreaBelajar korea
Belajar koreaRizza Muh
 
Belajar korea
Belajar koreaBelajar korea
Belajar koreaRizza Muh
 

Mehr von Rizza Muh (20)

Pullet Ayam
Pullet AyamPullet Ayam
Pullet Ayam
 
Bioteknologi Reproduksi
Bioteknologi ReproduksiBioteknologi Reproduksi
Bioteknologi Reproduksi
 
Sheep and Goat
Sheep and GoatSheep and Goat
Sheep and Goat
 
RPH
RPHRPH
RPH
 
Pig
PigPig
Pig
 
Carcass Grade
Carcass GradeCarcass Grade
Carcass Grade
 
Beef Cattle Breeds
Beef Cattle BreedsBeef Cattle Breeds
Beef Cattle Breeds
 
Kuliah 1
Kuliah 1Kuliah 1
Kuliah 1
 
Epidemiologi
Epidemiologi Epidemiologi
Epidemiologi
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 
Organoleptik
OrganoleptikOrganoleptik
Organoleptik
 
HAACP
HAACPHAACP
HAACP
 
Kerusakan Bahan Pangan
Kerusakan Bahan PanganKerusakan Bahan Pangan
Kerusakan Bahan Pangan
 
Kadaluarsa
KadaluarsaKadaluarsa
Kadaluarsa
 
Label dan iklan pangan
Label dan iklan panganLabel dan iklan pangan
Label dan iklan pangan
 
Lcal Evaluation Meeting
Lcal Evaluation MeetingLcal Evaluation Meeting
Lcal Evaluation Meeting
 
Pemanfaatan kulit sebagai bahan pangan
Pemanfaatan kulit sebagai bahan panganPemanfaatan kulit sebagai bahan pangan
Pemanfaatan kulit sebagai bahan pangan
 
struktur kulit
struktur kulitstruktur kulit
struktur kulit
 
Belajar korea
Belajar koreaBelajar korea
Belajar korea
 
Belajar korea
Belajar koreaBelajar korea
Belajar korea
 

Kürzlich hochgeladen

PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 

Kürzlich hochgeladen (20)

PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 

Manajemen Perkawinan

  • 2. Tujuan Manajemen Perkawinan peningkatan populasi dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk ternak dalam jumlah besar pada usaha peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
  • 3. Permasalahan pada sistem peternakan extensif/peternakan rakyat Kawin berulang (S/C > 2) rendahnya angka kebuntingan (< 60 %) panjangnya jarak beranak pada induk (calving interval > 18 bulan) Dampak: rendahnya perkembangan populasi ternak per tahun dan berakibat terjadi penurunan income peternak
  • 4. Faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi ternak manajemen perkawinan yang tidak tepat, yakni: (1) pola perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan (4) kurang terampilnya beberapa petugas serta (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB
  • 5. Pola perkawinan menggunakan pejantan alam, peternak mengalami kesulitan memperoleh pejantan yang berkualitas bagus, sehingga pedet yang dihasilkan bermutu jelek, bahkan berindikasi adanya kawin keluarga (inbreeding)
  • 6. Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya, sehinggga terindikasi terjadinya kawin yang berulang pada induk di tingkat usaha ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya keberhasilan kebuntingan dan panjangnya jarak beranak. OKI diperlukan suatu cara atau teknik manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak peternak dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial masyarakat pedesaan, yakni IB dengan semen beku, cair atau menggunakan pejantan alami yang mantap dan berkesinambungan
  • 7. Manajemen Perkawinan secara alami dan buatan Penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat melalui teknik IB maupun perkawinan alam yang sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak
  • 8. Macam teknologi Teknik manajemen perkawinan ternak dapat dilakukan dengan menggunakan : (1) Intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan terpilih, (2) teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku (frozen semen) dan teknik IB dengan semen cair ( chilled semen)
  • 9. Intensifikasi kawin alam (IKA) Upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi /kambing lokal atau impor dengan empat manajemen perkawinan, yakni: (1) perkawinan model kandang individu, (2)perkawinan model kandang kelompok/umbaran, (3) perkawinan model rench (paddock) dan (4) perkawinan model padang penggembalaan (angonan)
  • 10. Pada Sapi Potong Pejantan yang digunakan berasal dari hasil seleksi sederhana, yaitu berdasarkan penilaian performans tubuh dan kualitas semen yang baik, berumur lebih dari dua tahun dan bebas dari penyakit reproduksi (Brucellosis, Leptospirosis, IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dan EBL (Enzootic Bovine Leucosis) Untuk seleksi induk diharapkan : 1) induk dapat beranak setiap tahun, 2) skor kondisi tubuh 5-7 , 3) badan tegap, sehat dan tidak cacat, 4)tulang pinggul dan ambing besar, lubang pusar agak dalam dan 5)Tinggi gumba > 135 cm dengan bobot badan > 300 kg.
  • 11. a. Perkawinan di kandang invidu (sapi diikat) Kandang individu adalah model kandang dimana setiap ekor sapi menempati dan diikat pada satu ruangan; antar ruangan kandang individu dibatasi dengan suatu sekat. Kandang invidu di peternakan rakyat, biasanya berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu sapi, tanpa ada penyekat tetapi setiap sapi diikat satu persatu
  • 12. Model Perkawinan kandang individu dimulai dengan melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor sapi induk dan perkawinan dilakukan satu induk sapi dengan satu pejantan (kawin alam) atau dengan satu straw (kawin IB) Biasanya kandang individu ternak yang sedang bunting, beranak sampai menyusui pedetnya Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi sore dikawinkan pada besuk pagi hingga siang
  • 13. Setelah 6-12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk dibawa dan diikat ke kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu, kemudian didatangkan pejantan yang dituntun oleh dua orang dan dikawinkan dengan induk yang birahi tersebut minimal dua kali ejakulasi Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak dikawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal, yaitu adanya pembesaran uterus seperti balon karet (10-16 cm) dan setelah hari ke 90 sebesar anak tikus (Boothby and Fahey, 1995).
  • 14. Induk setelah bunting tetap berada dalam kandang individu hingga beranak, namun ketika beranak diharapkan induk di keluarkan dari kandang individu selama kurang lebih 7-10 hari dan selanjutnya dimasukkan ke kandang invidu lagi
  • 15. b. Perkawinan di kandang kelompok Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga sampai setengah luasan bagian depan adalah beratap/diberi naungan dan sisanya di bagian belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai tempat exersise. Ukuran kandang (panjang x lebarnya) tergantung pada jumlah ternak yang menempati kandang, yaitu untuk setiap ekor sapi dewasa membutuhkan luasan sekitar 20 – 30 m Bahan dan alatnya: (dinding : semen atau batu padas, dinding terbuka tapi berpagar, atap : genteng serta dilengkapi tempat pakan, minum dan lampu penerang
  • 16. Kotoran sapi (feses) dan air seni (urine) dibiarkan menumpuk di lantai kandang dibongkar setiap satu bulan, tergantung pada kelebihan dan kekeringan, yaitu tebalnya feses sekitar 30 cm. Setelah pembongkaran feses, sebagai dasar lantai kandang diberi kapur, gergaji/sekam; yang selanjutnya campuran feses dan urine dari sapi dibiarkan sampai satu-dua bulan dan dikeluarkan dari kandang dan selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk organik. Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan dengan 10 ekor induk (1:10) dengan pemberian pakan sesuai kebutuhan secara bersama-sama sebanyak dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi dan sore hari
  • 17. Manajemen perkawinan model kandang kelompok dapat dilakukan oleh kelompok tani atau kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki kandang kelompok usaha bersama (cooperate farming system) dengan tahapan sebagai berikut: Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada kandang khusus, yakni di kandang bunting dan atau menyusui Setelah 40 hari induk dipindahkan ke kandang kelompok dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 10 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan menjadi satu dengan pejantan dalam waktu 24 jam selama dua bulan
  • 18. Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) dengan cara palpasi rektal Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif.
  • 19. c. Perkawinan model mini rench (paddock) Bahan dan alat berupa ren berpagar 30 x 9 M2 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum beralaskan lantai padas dan berpagar serta dilengkapi juga tempat pakan berupa hay, diantaranya jerami padi kering atau kulit kedele kering Campuran feses dan urine dari sapi dibiarkan sampai lebih dari enam bulan, selanjutnya dikeluarkan dari ren dan dikumpulkan dalam suatu tempat untuk dijadikan kompos atau biogas. Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan dengan 30 ekor induk (1:30) dengan pemberian pakan secara bebas untuk jerami kering dan 10 % BB rumput, 1 % BB untuk konsentrat diberikan secara bersamasama dua kali sehari pada pagi dan sore
  • 20. Manajemen perkawinan model ren dapat dilakukan oleh kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki areal ren berpagar pada kelompok usaha bersama (cooperate farming system) seperti di daerah Indonesia Bagian Timur dengan tahapan sebagai berikut: Induk bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada kandang khusus, yakni di kandang individu (untuk induk bunting dan atau menyusui
  • 21. Setelah 60 hari induk dipindahkan ke areal rench (paddock) dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 30 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan dengan satu pejantan dalam sepanjang waktu (24 jam) selama dua bulan; Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara palpasi rektal terhadap induk sapi (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui); Pergantian pejantan dilakukan setiap setahun sekali guna menghindari kawin keluarga (inbreeding)
  • 22. Sapi induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil PKB dinyatakan negatif
  • 23. d. Perkawinan model padang penggembalaan (angonan) Bahan dan alat berupa padang pengembalaan yang pada umumnya dekat hutan/perkebunan maupun di ladang sendiri yang dilengkapi dengan kandang kecil berupa gubuk untuk memperoleh pakan tambahan atau air minum terutama pada saat musim kemarau yang banyak diperoleh di dekat hutan atau Indonesia Bagian Timur
  • 24. Model ini kotoran sapi dan urine dapat langsung jatuh di ladang milik sendiri atau milik petani lain yang berfungsi menambah kesuburan tanah ketika musim tanam Kapasitas areal angonan sangat luas dan dapat diangon hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina : pejantan 100:3 dengan memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman hutan).
  • 25. Manajemen perkawinan dengan cara angon dapat dilakukan oleh petani atau kemitraan antara kelompok perbibitan sapi potong rakyat dengan perkebunan atau kehutanan seperti di Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan dengan tahapan sebagai berikut: Induk bunting tua maupun setelah beranak (partus) tetap langsung diangon bersama pedetnya Bila ada sapi yang terlihat gejala birahi langsung dipisah untuk diamati keadaan birahinya Selanjutnya setelah diketahui bahwa sapi tersebut birahi maka langsung dapat dikawinkan dengan pejantan terpilih dan ditaruh dikandang dekat rumah Setelah dua hari dikawinkan selanjutnya dapat dilepaskan kembali ke hutan atau padang angonan
  • 26. Pergantian pejantan dapat dilakukan selama tiga kali beranak guna menghindari kawin keluarga (inbreeding) Sapi induk yang positif bunting tua (akan beranak) sebaiknya dipisah dari kelompok angonan hingga beranak dan diletakkan di pekarangan yang dekat dengan rumah atau dikandangkan dengan diberikan pakan tambahan berupa konsentrat atau jamu tradisional terutama pada sapi induk pasca beranak
  • 27. 3. Teknik kawin IB dengan semen beku Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi potong telah digunakan sejak belasan tahun silam dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan pejantan pilihan dan menghindari penularan penyakit atau kawin sedarah (inbreeding) Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami beberapa hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka kebuntingan=60% (Affandhy et al., 2006)
  • 28. Tahapan teknik manajemen IB dengan menggunakan semen beku yang perlu dilakukan meliputi: a. Penanganan semen beku dalam kontainer Penanganan semen beku dalam kontainer merupakan suatu faktor yang sangat penting guna mencegah kematian sperma atau mempertahankan kualitas semen tetap baik dan bisa digunakan untuk IB pada sapi induk Manajemen handling semen beku ketika dalam kontainer meliputi: Semen beku di dalam kontainer harus selalu terisi Nitrogen cair dan straw terendam dalam Nitrogen cair tersebut yang jaraknya minimal > 15 cm dari dasar kontainer
  • 29. Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan Nitrogen cair dalam kontainer dengan cara memasukkan penggaris plastik warna hitam atau kayu ke dalam kontainer yang langsung diangkat, sehingga akan nampak bekas Nitrogen berwarna putih pada penggaris tersebut(Affandhy et al., 2006). Pengambilan straw dalam kontainer tidak boleh melebihi tinggi leher kontainer dan hindarkan sinar matahari langsung ketika mengambil straw dari dalam kontainer ( Booth by and Fahey, 1995). Semen beku setelah dithawing diharapkan tidak perlu dikembalikan ke dalam kontainer lagi karena kualitas akan menurun dan mengalami kematian sperma
  • 30. b. Pencairan kembali (thawing) dan waktu IB Cara dan pelaksanaan thawing dan waktu IB yang tepat untuk semen beku yang kemungkinan besar dapat berhasil dengan baik adalah sebagai berikut: - Merendam straw yang berisi semen beku ke dalam air hangat suhu 37,5 C dalam waktu 25-30 detik atau dapat pula menggunakan air sumur atau air ledeng pada suhu 25-30 ºC selama kurang dari satu menit memperoleh nilai PTM > 40 % (Affandhy et al.,2006)
  • 31. Apabila menggunakan air es waktu lebih lama, yakni sampai tampak adanya gelembung udara pada straw; yang selanjutnya segera diinseminasikan ke induk yang sedang birahi Waktu pelaksanaan IB yang ideal adalah 10-22 jam setelah awal terlihat gejala birahi induk, yakni bila birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan bila birahi sore hari dapat dikawinkan pada besuk paginya.
  • 32. c. Pelaksanaan IB di lapang Setelah terlihat induk sapi birahi dengan tanda-tanda birahi, yakni: (1) terlihat vulvanya dengan istilah 3 A (abang aboh dan angat), (2) keluar lendir dari vagina, (3) gelisah (menaiki sapi lain atau kandang), (4) vulva bengkak dan hangat warna kemerahan, dan (5) dinaiki pejantan atau sapi lain diam saja
  • 33. Selanjutnya induk sapi ditempatkan pada kandang kawin dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai berikut: •Feses sapi dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang anus dengan tangan kanan; • Vulva dibersihkan dengan kain basah dan di desinfektan dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70 %; • Straw berisi semen beku setelah dimasukkan air (thawing), dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI Gun) dan secara perlahan dimasukkan kedalam vagina induk sapi
  • 34. • Sambil memasukkan straw ke dalam uterus; dilakukan pula palpasi rektal ke dalam rektum guna membantu masuknya gun ke uterus (1 cm dari servik) • Semen di dalam straw disemprotkan kedalam cornua uteri (posisi 4+), kemudian secara perlahan gun ditarik sambil memijat cervik dan vagina dengan tangan kiri; • Setelah selesai, semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan rekording dengan kartu IB guna memudahkan pencatatan selanjutnya
  • 35. 4. Teknik kawin IB dengan semen cair Teknolgi alternatif yang dapat digunakan untuk prosesing semen sapi potong dalam membantu pengembangan program IB secara cepat dan mudah dikerjakan di lapang, secara industri maupun kelompok (cooperate farming) dapat menggunakan teknologi semen cair (chilled semen) Teknolgi semen cair dapat dibuat dengan bahan pengencer dan peralatan yang sederhana serta mudah diperoleh Bahan pengencer dapat berasal dari air kelapa muda atau tris-sitrat dengan kuning telur ayam dan dapat disimpan di dalam cooler/kulkas dengan suhu 5 C selama 7-10 hari
  • 36. Hasil penelitian uji semen cair di lapang oleh staf peneliti Lolit Sapi Potong menunjukkan nilai post thawing motility (PTM) > 40 % dengan service/conception (S/C) < 1,5 dan tingkat kebuntingan ( conception rate/ CR) >70 % Semen cair (chilled semen) pada sapi potong merupakan campuran antara cairan semen dengan spermatozoa dalam bentuk segar yang ditampung menggunakan vagina buatan ; selanjutnya ditambahkan larutan pengencer tertentu (air kelapa dan kuning telur) sebagai bahan energi/daya hidup spermatozoa. Semen cair ini dapat disimpan atau dapat langsung digunakan pada sapi potong atau jenis sapi lainnya melalui kawin suntik (inseminasi buatan/IB)
  • 37. Tehnologi semen cair ini diharapkan mampu memberikan alternatif pengembangan wilayah akseptor IB yang belum terjangkau oleh IB semen beku atau IB semen bekunya belum maju. Di samping itu, biaya pembuatan semen cair lebih murah dan dapat dikerjakan oleh Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) maupun kelompok peternak yang sudah maju (mainded) Hasil uji coba pada peternak di daerah kabupaten Pasuruan (kecamatan Wonorejo dan Nguling) mencapai angka kebuntingan hingga di atas 70 % dan jumlah kawin sampai bunting (service per conception) sebesar 1-2 kali dengan biaya pembuatan semen cair dalam straw sebesar Rp 200.000,- per 100 straw (Rp 2.000,-/straw) (Affandhy, 2003 )
  • 38. Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami hambatan, S/C, angka kebuntingan dan mahalnya biaya operasional ( Affandhy et al., 2003), sehingga teknologi alternatif ini diperlukan guna meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta merupakan terobosan baru untuk memanfaatkan keberadaan sapi jantan unggul di setiap wilayah perbibitan sapi potong yang akhirnya akan memperluas penyebaran bakalan sapi potong
  • 39. Penanganan manajemen IB dengan semen cair meliputi: a. Cara penyimpanan semen cair Setelah semen segar diproses menjadi semen cair melalui petunjuk teknis pembuatan semen cair pada sapi potong , selanjutnya dilakukan penyimpanan semen cair dengan cara sebagai berkut: • Siapkan peralatan penyimpan straw berupa termos yang telah diisi dengan es batu secukupnya; •Straw berisi semen cair dapat disimpan dalam tabung reaksi kemudian masukkan dalam thermos; •Usahakan suhu dingin (5 C) dalam termos sehingga semen cair dapat bertahan 7-10 hari
  • 40. •Termos disimpan dalam ruangan yang terhindar dari sinar matahari secara langsung •Kontrol suhu dan es batu dalam termos setiap hari dan setiap selesai mengambil straw
  • 41. b. Pelaksanaan IB di lapang Setelah terlihat tanda-tanda birahi ; induk sapi ditempatkan pada kandang kawin dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai berikut: •Siapkan semen cair dan peralatan IB yang akan digunakan; •Straw berisi semen cair dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI Gun) secara pelan-pelan; •Lakukan eksplorasi rektal untuk meraba organ reproduksi induk sehingga IB dapat dilakukan dengan mudah;
  • 42. •Feses dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang anus dengan tangan kanan •Vulva dibersihkan dengan kain lap basah dan didesinfektan dengan cara mengusapkan kapas berisi alkohol 70 %; •Apabila servic uteri sudah terpegang, masukkan gun melalui vulva dorong terus sampai melewati servic dan masuk ke dalam corpus uteri (1 cm dari servik); •Semen di dalam straw disemprotkan kedalam cornua uteri secara perlahan ditarik gun sambil memijat cervik dan vagina dengan tangan kiri
  • 43. •Setelah selesai semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan rekording dengan kartu IB guna memudahkan pencatatan selanjutnya; •Setelah 2 bulan perkawinan dilakukan PKB oleh petugas ATR atau PKB di lapang
  • 44. Sumber Affandhy , L., D. M. Dikman dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis. Manajemen Perkawinan Sapi Potong