Dokumen tersebut membahas tentang hakikat lidah sebagai nikmat Allah dan sarana penyampaian maksud. Dokumen juga membahas perintah berkata baik, keutamaan diam, dan berbagai penyakit lidah seperti berbicara yang tidak perlu, berlebihan berbicara, ikut pembicaraan bathil, berbantahan, pertengkaran, berkata keji, mengejek, mencela, berbohong, dan ghibah.
2. Hakikat Lisan (Lidah)
Nikmat Allah
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah
dan dua buah bibir?” (Q.s. 90: 8-9)
Sarana Penyampaian Maksud
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
(Q.s. 17: 53)
Saksi di Akhirat
“pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.s. 24: 24)
3. Perintah Berkata Baik
”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”
(Q.s. 16: 125)
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri?" (Q.s. 41: 33)
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia berkata baik atau diam.” (H.r. Muttafaq alaih)
“ Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu
tidak punya maka dengan ucapan yang baik “ (H.r. Muttafaq
alaih)
“Ucapan yang baik adalah sedekah” (H.R. Muslim)
4. Keutamaan Diam
“Barang siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua
kumisnya (kumis dan jenggot), dan antara dua pahanya, saya
jamin dia masuk sorga” (H.r. Bukhari)
“Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah
hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati seseorang sehingga
istiqamah lisannya” (H.r. Ahmad)
Ketika Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang
menyebabkan masuk surga, Rasul menjawab: “Bertaqwa
kepada Allah dan akhlaq mulia”. Dan ketika ditanya tentang
penyebab masuk neraka, Rasul menjawab: “dua lubang,
yaitu mulut dan kemaluan” (H.r. Tirmidzi)
“Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi
keburukannya” (H.r. Abu Nuaim)
6. Berbicara yang Tidak Perlu
Rasulullah SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang
adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” (H.r
Tirmidzi)
Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak
berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti
menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan.
Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala
sesuatu. Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau
sekedar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan
ini termasuk dalam perbuatan tercela.
Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang
paling berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan
merugikan diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang
keluar dari mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang
keluar bisa menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka. Secara
aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak
diperlukan.
7. Berlebihan dalam Berbicara
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan
mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
bersedekah, berbuat ma’ruf, atau perdamaian di antara
manusia” (Q.s. 4: 114.)
“Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan
bicaranya, dan menginfakkan kelebihan hartanya “ (H.r.
Baghawi)
8. Ikut Pembicaraan yang Bathil
Pembicaraan yang bathil adalah pembicaraan maksiat, seperti
menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak
terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram,
yang akan membuat pelakunya binasa.
“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai,
ia tidak menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari
kiamat” (H.r. Ibn Majah)
“Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling
banyak terlibat dalam pembicaraan bathil” (H.r. Ibnu Abiddun-ya)
Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya,
mereka menjawab: “ …dan adalah kami membicarakan yang bathil bersama
dengan orang-orang yang membicarakannya” (Q.s. 74: 45 )
Terhadap orang-orang yang memperolok-olokkan Al Qur’an, Allah SWT
memperingatkan orang-orang beriman :”…maka janganlah kamu duduk
beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan
mereka.” (Q.s. 4: 140)
9. Berbantahan dan Perdebatan
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan
orang lain dengan menyerang dan mencela
pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak
akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak
suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan
orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.
Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu
kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah, kecuali
mereka melakukan perdebatan” (H.r. Tirmidzi)
10. Pertengkaran
“Sesungguhnya orang yang
paling dibenci Allah adalah
orang yang bermusuhan dan
suka bertengkar” (H.r.
Bukhari)
11. Berkata Keji, Jorok dan Caci Maki
“Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu
yang keji dan perbuatan keji” dalam riwayat lain:”Surga itu haram bagi
setiap orang yang keji”. (H.r. Ibnu Hibban)
“Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk,
berkata keji dan jorok” (H.r. At Tirmidzi)
“Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu,
maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya
ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci
maki siapapun.” (H.r. Ahmad)
Nabi Bersabda: “Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang
tua sendiri” Para sahabat bertanya: “Bagaimana seseorang mencaci
maki orang tua sendiri?” Jawab Nabi: “Dia mencaci maki orang tua
orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”. (H.r.
Ahmad)
12. Mengejek dan Mencela
Mengejek berarti meremehkan orang lain dengan
menyebutkan aib/kekurangannya untuk ditertawakan,
baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-
olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok
lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan janganlah pula
wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang
mengolok-olok.“ Q.s. 49: 11
“Barang siapa yang mencela dosa saudaranya yang telah
bertaubat, maka ia tidak akan mati sebelum melakukan (dosa itu
juga).” (H.r. Tirmidzi)
13. Berbohong
“Sesungguhnya berbohong akan menyeret seseorang untuk
curang. Dan kecurangan akan menyeret seseorang ke neraka.
Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus
berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong”
(H.r. Muttafaq alaih)
“Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan
memandangnya di hari kiamat, yaitu orang yang membangkit-
bangkit pemberian, orang yang menjual dagangannya dengan
sumpah bohong (palsu), dan orang yang memanjangkan kain
sarungnya/celananya (melebihi matakaki).” (H.r. Muslim)
“Celakalah orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang!
Celakalah dia! Celakalah dia!” (H.r. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
14. Ghibah (Menggunjing)
Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti
ghibah. Jawab para sahabat: ”Hanya Allah dan Rasul-Nya yang
mengetahui”. Sabda Nabi: “Ghibah adalah menceritakan sesuatu dari
saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para
sahabat bertanya: “Jika yang diceritakan itu memang ada?” Jawab
Nabi: ”Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu telah
mengada-ada (fitnah).” (H.r. Muslim)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.r. 49: 12)