AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
Kerajaan Islam Aceh Darussalam
1. Istana Kesultanan Aceh Darussalam
1. Sejarah Awal Mula dan Sistem Politik
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan
Samudera Pasai sedang berada di ambang keruntuhan. Samudera Pasai diserang
oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14,
tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara
itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir.
Dari penemuan yang dilacak berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang
berhasil ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan
yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, di dapat keterangan bahwa Kesultanan
Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). Berdasarkan Buttanussalating
karangan Nurruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, dan
berdasarkan berita-berita Eropa, telah diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah
berhasil membebaskan diri dari kekuasaan kerjaan Pedir. Berikut adalah beberapa
raja yang pernah memerintah kerajaan aceh :
a. Sultan Ali Mughayat Syah
Sultan Ali Mughayar Syah merupakan pendiri sekaligus raja pertama dari
kerajaan Aceh. Ia memerintah kerajaan Aceh tahun 1514-1528 M. Di bawah
kekuasaan, kerajaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang
berada di wilayah Sumatera Utara seperti Daya dan Pasai. Bahkan melakukan
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 1
2. serangan terhadap bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan
Aru.
b. Sultan Salahuddin
Pada tahun 1528-1573 M terjadi peralihan pimpinan dari raja sebelumnya ke
Sultan Salahuddin. Selama menduduki kerajaan Aceh, kerajaan aceh
mengalami kemerosotan akibat ketidak pedulian beliau terhadap kerajaan
yang dipimpinnya. Akibatnya ia pun diganti oleh saudaranya yang bernama
Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
c. Alauddin Riayat Syah al-Kahar
Beliau memerintah pada tahun 1537-1568 M. Setelah berhasil menduduki
tahta kerajaan, ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan
dalam segala bentuk pemerintahan kerajaan Aceh. Pada masa
pemerintahannya, kerajaan Aceh mengalami perluasan wilayah kekuasaannya
seperti melakukan serangan pada kerajaan Malaka. Saat masa pendudukan
Alauddin Riayat Syah al-Kahar berakhir, kerajaan aceh mengalami masa
suram hingga akhirnya kerjaan Aceh diduduki oleh Sultan Iskandar Muda.
d. Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh mulai pada tahun 1607-1636 M.
dibawah pimpinan beliau, kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan. Kerajaan
Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam.
Untuk mencapai kejayaan kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda melakukan
penyerangan terhadap Portugis dan kerajaan Johor di semenanjung Malaya.
Tujuannya adalah untuk menguasai jalur-jalur perdagangan Selat Malaka dan
menguasai daerah-daerah penghasil lada. Pada saat beliau wafat,
kepemimpinannya digantikan oleh Sultan Iskandar Thani.
e. Sultan Iskandar Thani
Sultan Iskandar Thani memerintah pada tahun 1636-1641 M. dalam
menjalankan pemerintahannya, ia melanjutkan tradisi-tradisi kekuasaan Sultan
Iskandar Muda.
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 2
3. Letak Ibukota Kesultanan Aceh, Kutaraja,
yang kemudian dikenal dengan Nama "Bandar Aceh Darussalam"
2. Runtuhnya Kerajaan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh Darussalam pernah pula dipimpin oleh seorang raja
perempuan. Ketika Sultan Iskandar Tsani mangkat, sebagai penggantinya adalah
Taj`al-`Alam Tsafiatu`ddin alias Puteri Sri Alam, istri dari Sultan Iskandar Tsani
yang juga anak perempuan Sultan Iskandar Muda. Ratu yang dikenal juga dengan
nama Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam ini memerintah Kesultanan Aceh
Darussalam selama 34 tahun (1641-1675). Masa pemerintahan Sang Ratu diwarnai
dengan cukup banyak upaya tipu daya dari pihak asing serta bahaya pengkhianatan
dari orang dalam istana. Masa pemerintahan Ratu Taj`al-`Alam Tsafiatu`ddin
selama 34 tahun itu tidak akan bisa dilalui dengan selamat tanpa kebijaksanan dan
keluarbiasaan yang dimiliki oleh Sang Ratu. Dalam segi ini, Aceh Darussalam bisa
membanggakan sejarahnya karena telah mempunyai tokoh wanita yang luar biasa
di tengah rongrongan kolonialis Belanda yang semakin kuat.
Pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam sepeninggal Ratu Taj`al-`Alam
Tsafiatu`ddin yang wafat pada 23 Oktober 1675 masih diteruskan oleh
pemimpin perempuan hingga beberapa era berikutnya. Adalah Sri Paduka Putroe
dengan gelar Sultanah Nurul Alam Nakiatuddin Syah yang menjadi pilihan para
tokoh adat dan istana untuk memegang tampuk pemerintahan Kesultanan Aceh
Darussalam yang selanjutnya. Konon, dipilihnya Ratu yang juga sering disebut
dengan nama Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam ini dilakukan untuk mengatasi
usaha-usaha perebutan kekuasaan oleh beberapa pihak yang merasa berhak.
Namun pemerintahan Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam hanya bertahan selama
2 tahun sebelum akhirnya Sang Ratu menghembuskan nafas penghabisan pada 23
Januari 1678. Dua pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam setelah Sri Ratu Naqi
al-Din Nur al-Alam masih dilakoni kaum perempuan, yaitu Sri Ratu Zaqi al-Din
Inayat Syah (1678-1688), dan kemudian Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din
(1688-1699).
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 3
4. Setelah era kebesaran Sultan Iskandar Muda berakhir, Belanda mencium
peluang untuk kembali mengusik tanah Aceh. Memasuki paruh kedua abad ke-18,
Aceh mulai terlibat konflik dengan Belanda dan Inggris. Pada akhir abad ke-18,
wilayah kekuasaan Aceh di Semenanjung Malaya, yaitu Kedah dan Pulau Pinang
dirampas oleh Inggris. Tahun 1871, Belanda mulai mengancam Aceh, dan pada 26
Maret 1873, Belanda secara resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Dalam
perang tersebut, Belanda gagal menaklukkan Aceh. Pada 1883, 1892 dan 1893,
perang kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda gagal merebut Aceh.
Beberapa Peninggalan Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam yang Masih
Tersisa
Memasuki abad ke-20, dilakukanlah berbagai cara untuk dapat menembus
kokohnya dinding ideologi yang dianut bangsa Aceh, termasuk dengan
menyusupkan seorang pakar budaya dan tokoh pendidikan Belanda, Dr. Snouck
Hugronje, ke dalam masyarakat adat Aceh. Snouck Hugronje sangat serius
menjalankan tugas ini, bahkan sarjana dari Universitas Leiden ini sempat
memeluk Islam untuk memperlancar misinya. Di dalaminya pengetahuan tentang
agama Islam, demikian pula tentang bangsa-bangsa, bahasa, adat-istiadat di
Indonesia dan perihal yang khusus mengenai pengaruh-pengaruhnya bagi jiwa dan
raga penduduk (H. Mohammad Said b, 1985:91). Snouck Hugronje menyarankan
kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar mengubah fokus serangan yang
selama ini selalu berkonsentrasi ke Sultan dan kaum bangsawan, beralih kepada
kaum ulama. Menurut Snouck Hugronje, tulang punggung perlawanan rakyat
Aceh adalah kaum ulama. Oleh sebab itu, untuk melumpuhkan perlawanan rakyat
Aceh, maka serangan harus diarahkan kepada kaum ulama Aceh tersebut. Secara
lebih detail, Snouck Hugronje menyimpulkan hal-hal yang harus dilakukan untuk
dapat menguasai Aceh, antara lain :
1. Hentikan usaha mendekat Sultan dan orang besarnya.
2. Jangan mencoba-coba mengadakan perundingan dengan musuh yang aktif,
terutama jika mereka terdiri dari para ulama.
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 4
5. 3. Rebut lagi Aceh Besar.
4. Untuk mencapai simpati rakyat Aceh, giatkan pertanian, kerajinan, dan
perdagangan.
5. Membentuk biro informasi untuk staf-staf sipil, yang keperluannya memberi
mereka penerangan dan mengumpulkan pengenalan mengenai hal ihwal
rakyat dan negeri Aceh.
6. Membentuk kader-kader pegawai negeri yang terdiri dari anak bangsawan
Aceh dan membikin korps pangrehpraja senantiasa merasa diri kelas
memerintah (Said b, 1985:97).
Saran ini kemudian diikuti oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dengan
menyerang basis-basis para ulama, sehingga banyak masjid dan madrasah yang
dibakar Belanda. Saran Snouck Hugronje membuahkan hasil: Belanda akhirnya
sukses menaklukkan Aceh. Pada 1903, kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam
semakin melemah seiring dengan menyerahnya Sultan M. Dawud kepada Belanda.
Setahun kemudian, tahun 1904, hampir seluruh wilayah Aceh berhasil dikuasai
Belanda. Walaupun demikian, sebenarnya Aceh tidak pernah tunduk sepenuhnya
terhadap penjajah. Perlawanan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh adat dan
masyarakat tetap berlangsung. Aceh sendiri cukup banyak memiliki sosok pejuang
yang bukan berasal dari kalangan kerajaan, sebut saja: Chik Di Tiro, Panglima
Polim, Cut Nya` Dhien, Teuku Umar, Cut Meutia, dan lain-lainnya. Akhir
kalam, sepanjang riwayatnya, Kesultanan Aceh Darussalam telah dipimpin lebih
dari tigapuluh sultan/ratu. Jejak yang panjang ini merupakan pembuktian bahwa
Kesultanan Aceh Darussalam pernah menjadi peradaban besar yang sangat
berpengaruh terhadap riwayat kemajuan di bumi Melayu.
3. Silsilah
Sepanjang riwayat dari awal berdiri hingga keruntuhannya, Kesultanan Aceh
Darussalam tercatat telah berganti sultan hingga tigapuluh kali lebih. Berikut ini
silsilah para sultan/sultanah yang pernah berkuasa di Kesultanan Aceh
Darussalam:
1. Sulthan Ali Mughayat Syah (1496-1528)
2. Sulthan Salah ad-Din (1528-1537)
3. Sulthan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar (1537-1568)
4. Sulthan Husin Ibnu Sultan Alauddin Ri`ayat Syah (1568-1575)
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 5
6. 5. Sulthan Muda (1575)
6. Sulthan Sri Alam (1575-1576)
7. Sulthan Zain Al-Abidin (1576-1577)
8. Sulthan Ala al-din mansyur syah (1576-1577)
9. Sulthan Buyong atau Sultan Ali Ri`ayat Syah Putra (1589-1596)
10. Sulthan Ala`udin Ri`ayat Syah Said Al-Mukammal Ibnu (1596-1604)
11. Sulthan Ali Riayat Syah (1604-1607)
12. Sulthan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636)
13. Sulthan Iskandar Tsani (1636-1641)
14. Sulthanah (Ratu) Tsafiatu' ddin Taj 'Al-Alam / Puteri Sri Alam (1641-1675)
15. Sulthanah (Ratu) Naqi al-Din Nur Alam (1675-1678)
16. Sulthanah (Ratu) Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
17. Sulthanah (Ratu) Kamalat Sayah Zinat al-Din (1688-1699)
18. Sulthan Badr al-Alam Syarif Hasyim Jamal al-Din (1699-1702)
19. Sulthan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
20. Sulthan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
21. Sulthan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
22. Sulthan Syams al-Alam (1726-1727)
23. Sulthan Ala al-Din Ahmad Syah (1723-1735)
24. Sulthan Ala al-Din Johan Syah (1735-1760)
25. Sulthan Mahmud Syah (1760-1781)
26. Sulthan Badr al-Din (1781-1785)
27. Sulthan Sulaiman Syah (1785-1791)
28. Sulthan Alauddin Muhammad Daud Syah (1791-1795)
29. Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1795-1815)
30. Sulthan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
31. Sulthan Ala al-Din Jauhar Alam Syah (1818-1824)
32. Sulthan Muhammad Syah (1824-1838)
33. Sulthan Sulaiman Syah (1838-1857)
34. Sulthan Mansyur Syah (1857-1870)
35. Sulthan Mahmud Syah (1870-1874)
36. Sulthan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 6
7. 3. Wilayah Kekuasaan
Daerah-daerah yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh
Darussalam, dari masa awalnya hingga terutama berkat andil Sultan Iskandar
Muda, mencakup antara lain hampir seluruh wilayah Aceh, termasuk Tamiang,
Pedir, Meureudu, Samalanga, Peusangan, Lhokseumawe, Kuala Pase, serta Jambu
Aye. Selain itu, Kesultanan Aceh Darussalam juga berhasil menaklukkan seluruh
negeri di sekitar Selat Malaka termasuk Johor dan Malaka, kendati kemudian
kejayaan pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan
Sultan Iskandar Muda mulai mengalami kemunduran pasca penyerangan ke
Malaka pada 1629.
Wilayah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar Abad ke-14 dan 15
Masehi
Selain itu, negeri-negeri yang berada di sebelah timur Malaya, seperti Haru
(Deli), Batu Bara, Natal, Paseman, Asahan, Tiku, Pariaman, Salida, Indrapura,
Siak, Indragiri, Riau, Lingga, hingga Palembang dan Jambi. Wilayah Kesultanan
Aceh Darussalam masih meluas dan menguasai seluruh Pantai Barat Sumatra
hingga Bengkulen (Bengkulu). Tidak hanya itu, Kesultanan Aceh Darussalam
bahkan mampu menaklukkan Pahang, Kedah, serta Patani.
4. Kondisi Sosial-Ekonomi
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 7
8. Penduduk Aceh sangat gemar berniaga. Mereka berbakat dagang karena
memiliki cukup banyak pengalaman dalam bidang tersebut. Selain itu, kebanyakan
masyarakat Aceh juga ahli dalam sektor pertukangan. Banyak di antara penduduk
Aceh yang bermatapencaharian sebagai tukang emas, tukang meriam, tukang
kapal, tukang besi, tukang jahit, tukang periuk, tukang pot, dan juga suka membuat
berbagai macam minuman. Mengenai alat transaksi yang digunakan, pada sekitar
abad ke-16, masyarakat Aceh yang bernaung di bawah pemerintahan Kesultanan
Aceh Darussalam sudah mengenal beberapa jenis mata uang. Uang yang
digunakan di Aceh kala itu terbuat dari emas, kupang, pardu, dan tahil (Said a,
1981:219).
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 8
9. PENUTUP
Kesimpulan :
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan kerajaan Islam yang memulai
pemerintahannya ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang berada di ambang
keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami
kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat
kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam
mulai lahir.
Saran :
1. Dalam membuat makalah sejarah, ada baiknya siswa belajar lebih efektif agar
dapat menguasai materi secara detail
2. Siswa diharapkan menggunakan beberapa buku literature guna melengkapi sajian
materi
KERAJAAN ISLAM NUSANTARA | Aceh Darussalam 9