3. A. Salinan Peraturan Mentri
Pendidikan
Salinan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
RI No.40 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Guru
dalam jabatan melalui jalur Pendidikan. Dengan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa Mentri Pendidikan
Nasional Menimbang:
a. Bahwa berdasarkan pasal 82 ayat 1 UU Nasional
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Pemerintah wajib memulai melaksanakan program
sertifikasi pendidikan paling lama dalam waktu 12
bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang
tersebut.
4. b. Bahwa peraturan Pemerintah yang diamanatkan
dalam pasal 11 Undang-Undang 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen belum terbit.
c. Bahwa tugas Pemerintah dalam program
sertifikasi bagi guru tidak boleh berhenti dengan
alasan belum ditetapkannya Peraturan
Pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan
sertifikasi bagi guru.
d. Bahwa dalam rangka mengisi kekosongan
hukum, pelaksanaan program sertifikasi bagi
guru dalam jabatan perlu menetapkan Peraturan
menteri Pendidikan nasional tentang sertifikat
bagi guru dalam jabatan melalui Pendidikan.
5. B. Kebijakan Baru Dalam Perguruan
Tinggi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
25 Tahun 2011 , Tentang tunjangan khusus bagi
Guru tetap bukan PNS yang belum memiliki
jabatan fungsional, Guru yang bertugas di daerah
khusus, Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa
Menteri Pendidikan Nasional menimbang, :
a. Bahwa Guru tetap yang bertugas di daerah
khusus berhak memperoleh tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada pasal 22 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
6. b. Bahwa sebagian Guru tetap bukan
pegawai negeri sipil yang bertugas di
daerah khusus belum memiliki jabatan
fungsional Guru.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksudkan dalam huruf
a,b,c perlu menetapkan Peraturan Menteri
tentang Tunjangan khusus bagi Guru
Tetap Bukan PNS yang belum memiliki
jabatan fungsional Guru yang bertugas di
daerah khusus.
7. C. Implementasi Kebijakan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang mencoba
mendeskripsikan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa implementasi kebijakan Ujian Nasional di
Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan telah
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No.78 tahun 2008 serta di
sesuaikan dengan pedoman teknis Ujian Nasional
yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur.
8. Sementara upaya yang dilakukan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam
mengimplementasikan PERMENDIKNAS No.78
tahun 2008 antara lain:
1. Mengadakan sosialisasi kepada semua sekolah-
sekolah tentang PERMENDIKNAS tersebut dan
untuk mengkaji perubahan dari
PERMENDIKNAS sebelumnya;
2. Memperbaiki kinerja sekolah yang bertujuan
agar mutu lulusan yang dihasilkan maksimal;
3. Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama
untuk mengajak masyarakat agar peduli
terhadap peningkatan pendidikan; dan
4. Komunikasi yang baik antara Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah.
9. Sedangkan untuk peranan Dinas Pendidikan Kabupaten
Pamekasan dalam upaya meningkatkan mutu lulusan adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan pembinaan ke sekolah-sekolah terkait
dengan upaya meningkatkan mutu lulusan melalui forum
(MKKS), (MGMP), dan berbagai workshop;
2. Meningkatkan mutu guru dengan cara mengirim guru-guru
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, diklat baik di level
propinsi maupun nasional;
3. Pemenuhan fasilitas, sarana dan prasarana pembelajaran;
dan
4. Melakukan program-program unggulan seperti mendirikan
pusat pendidikan sain (Pusdiksain), pembelajaran
berpengantar Bahasa Inggris, serta tidak membatasi
lembaga bimbingan belajar untuk bangkit selama
tujuannya untuk peningkatan belajar siswa.
10. D. KONSEP DASAR KEBIJAKAN
PENDIDIKAN
Duke dan Canady (1991) mengelaborasi konsep
kebijakan dengan delapan arah pemaknaan kebijakan, yaitu:
(1) kebijakan sebagai penegasan maksud dan tujuan, (2)
kebijakan sebagai sekumpulan keputusan lembaga yang
digunakan untuk mengatur, mengendalikan, mempromosikan,
melayani, dan lain-lain pengaruh dalam lingkup
kewenangannya, (3) kebijakan sebagai panduan tindakan
diskresional, (4) kebijakan sebagai strategi yang diambil
untuk memecahkan masalah, (5) kebijakan sebagai perilaku
yang bersanksi, (6) kebijakan sebagai norma perilaku dengan
ciri konsistensi, dan keteraturan dalam beberapa bidang
tindakan substantif, (7) kebijakan sebagai keluaran sistem
pembuatan kebijakan, dan (8) kebijakan sebagai pengaruh
pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman
khalayak sasaran terhadap implementasi sistem.
11. Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti
kebijakan. Kebijakan bisa menunjuk pada seperangkat tujuan,
rencana atau usulan, program-program, keputusan-
keputusan, menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-
undang atau peraturan-peraturan. Bertolak dari
konseptualisasi ini, misalnya, ujian nasional merupakan salah
satu bentuk kebijakan pendidikan. Ujian nasional memadai
untuk dikategorikan sebagai kebijakan karena: (1) dengan
jelas dimaksudkan untuk mencapai seperangkat tujuan, (2)
senantiasa menyertakan rencana pelaksanaan, (3)
merupakan program pemerintah, (4) merupakan seperangkat
keputusan yang dibuat oleh lembaga dan atau pejabat
pendidikan, (5) menghadirkan sejumlah pengaruh, akibat,
dampak dan atau konsekuensi, (6) dituangkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan peraturan
lembaga terkait.
12. Kontribusi Hough (1984) yang juga sangat
penting adalah penjelasannya mengenai tahapan-
tahapan dalam proses kebijakan. Kerangka
analisis yang ditujukan pada proses kebijakan
mencakup:
1. Kemunculan isu dan identifikasi masalah,
2. Perumusan dan otorisasi kebijakan,
3. Implementasi kebijakan,
4. Dan perubahan atau pemberhentian
kebijakan.
13. E. Kebijakan Pendidikan di Era
tOonomi Daerah
Otonomi daerah lahir sebagai bentuk
koreksi atas corak pemerintahan dan
hubungan antara pusat‐daerah yang
sentralistik, eksploitatif serta jauh dari
nilai‐nilai demokrasi yang saat ini menjadi
mainstream sistem politik yang berlaku di
dunia. Konsep awal otonomi daerah muncul
pada tahun 1903 melalui undang undang
desentralisasi di bawah pemerintah kolonial
Belanda.
14. Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi
Dalam konteks otonomi daerah,
pelimpahan wewenang pengelolaan
pendidikan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah digagas dan diawali
dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun
1999 dan disempurnakan dengan UU Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
berisi tentang penyerahan sejumlah
wewenang yang semula menjadi urusan
pemerintah Pusat kepada pemerintah
Daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan
15. Adanya UU otonomi daerah dan UU
perimbangan keuangan pusat-daerah ini
semakin membantu dan memberi
kesempatan kepada pemerintah daerah
untuk seluas-luasnya mengelola pendidikan
sebaik mungkin.
Unsur-unsur Terjaminnya Mutu
Pendidikan di Era Otonomi Daerah
Pemerintah melalui program-program
pendidikannya sebenarnya telah berusaha
untuk terus memperbaiki system pendidikan
dan mutu material (kurikulum) pendidikan di
16. Usaha ini tercermin dalam berbagai
perubahan kurikulum yang pernah ada, mulai
dari kurikulum 1968, Kurikulum 1975,
kurikulum 1984, Kurikulim 1994, KBK dan
KTSP (Abd. Rachman Assegaf, 2005).
Tampak sekali hal ini dilakukan sebagai
usaha untuk memeperbaiki system dan mutu
materi pendidikan di Indonesia. Namun alih-
alih mencapai sasaran, pembangunan
pendidikan melalui perubahan kurikulumnya
ini nampak sekedar aksi trial-error buah dari
peralihan kepemimpinan di tingkat pemegang
kuasa politik di Indonesia.
17. Usaha “uji coba” kurikulum ini melupakan
subtansi dari tujuan pendidikan yakni
pengembangan sumber daya manusia (SDM)
yang menjadi hak setiap warga negara.
Yang perlu diketahui bahwa otonomi
daerah yang berimplikasi pada otonomi
pendidikan ini dibangun atas dasar filosofi
bahwa masyarakat di setiap daerah
merupakan fondasi yang kuat dalam
pengembangan kualitas sumber daya
manusia (SDM) secara nasional. Sisi
moralnya adalah bahwa orang-orang
daerahlah yang paling mengetahui