SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 34
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
    PADA MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK UNTUK MENINGKATKAN
   AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 9
                            MATARAM
                    TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011




                                       BAB I
                                   PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

        Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pada

   setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah.

   Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara

   lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan

   kurikulum, pengadaan buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana

   pendidikan lainnya, peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai

   indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Nurhadi,

   2003).

        Studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum mengenai pembelajaran

   dan pemahaman siswa SLTP sesuai dengan tuntutan kurikulum, menyimpulkan bahwa

   pembelajaran di SLTP cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan

   sehari-hari siswa. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik

   sebagaimana mereka biasa diajarkan, yakni menggunakan sesuatu yang abstrak dan

   metode ceramah, mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang

   berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan
hidup dan bekerja. Akibatnya motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajar

mereka cenderung menghafal (Depdiknas, 2002).

     Hasil observasi lapangan Tim MGMP (Depdiknas, 2004) menunjukkan bahwa guru

mengalami banyak hambatan dalam pembelajaran matematika di SLTP. Salah satu

faktornya adalah pendekatan pembelajaran masih dominan pendekatan pembelajaran

konvensional. Pembelajaran matematika masih dengan metode ceramah, ekspsitori telah

berdampak negatif bagi siswa. Mereka menganggap pelajaran matematika hanyalah

pelajaran yang menakutkan dan identik dengan hafalan rumus-rumus yang membosankan

tanpa ada kaitannya dengan kehidupan dunia nyata. Di samping, itu proses belajar

mengajar berlangsung monoton, kurang menarik dan membosankan. Hal ini dapat

menurunkan semangat belajar siswa yang dikhawatirkan nantinya akan menurunkan pula

daya serap atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru,

karena disini kedudukan siswa hanya sebagai penonton bukan sebagai pelakon.

     Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat melaksanakan PPL (Praktek

Pengalaman Lapangan) di SMP Negeri 9 Mataram, terlihat bahwa aktivitas dan motivasi

siswa dalam proses belajar mengajar matematika masih kurang. Hal ini tampak dari

kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab

pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang kemudian berdampak pada hasil belajar

(daya serap) pada tiap-tiap materi ketuntasannya masih dibawah keriteria ketuntasan

klasikal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional sebesar 85%. Ketuntasan yang

diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

     Tabel di atas menunjukkan bahwa kelas VIII F mendapatkan ketuntasan klasikal

paling rendah yaitu sebesar        . Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama PPL
berlangsung, menunjukkan bahwa daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang

           diajarkan baik oleh peneliti maupun guru matematika masih di bawah Kriteria

           Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 60.

                 Berdasarkan informasi dari guru matematika bahwa prestasi siswa kelas VIII pada

           materi pokok kubus dan balok belum mencapai ketuntasan. Nilai rata-rata yang diperoleh

           siswa kelas VIII pada beberapa materi pokok yang diajarkan dalam semester genap

           dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Nilai rata-rata siswa kelas VIII pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010.



                 No       Materi pokok           Rata-rata
                  1         Lingkaran             66,25
                  2     Kubus dan balok           55,25
                  3     Prisma dan limas          66,09


                 Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa pada materi pokok kubus dan

           balok belum mencapai KKM dengan nilai rata-rata 55,25. Berangkat dari hal tersebut

           peneliti bermaksud mengadakan penelitian dalam pembelajaran guna mengoptimalkan

           pemahaman siswa kelas VIII F pada konsep kubus dan balok.

                 Kemampuan siswa selama ini masih cenderung untuk menghafal fakta-fakta.

           Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi

           yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara

           mendalam substansi materinya. Pertanyaannya, bagaimana pemahaman anak terhadap

           dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk

           menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi dunia nyata?
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka

pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.

Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa

diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat

butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan

masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja (Depdiknas, 2002)

dalam (Nurhadi, 2003).

     Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran

dengan melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran kontekstual dengan pendekatan

pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu

meningkatkan hasil belajar siswa yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan

materi yang sedang dipelajari.

     Untuk menjamin pemahaman konsep kubus, siswa harus membentuk konsep

melalui pengalaman sebelumnya yaitu konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat.

Konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat merupakan materi pembelajaran yang

harus dipahami siswa secara maksimal, karena materi ini merupakan konsep dasar yang

sangat menunjang untuk mempelajari materi-materi berikutnya, khususnya yang

berhubungan dengan pengerjaan hitung. Dengan adanya penerapan pembelajaran

berbasis masalah pada sub materi pokok kubus, diharapkan siswa akan lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar terutama dalam pemahaman konsep kubus. Peningkatan

pemahaman tersebut dapat dilaksanakan oleh pendidik melalui tahapan-tahapan berikut :
1.1.1.    Mengorientasikan siswa pada situasi masalah, di sini guru menyampaikan tujuan

         mempelajari kubus, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi

         siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

1.1.2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti permasalahan yang diberikan. Guru membantu

         siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan

         permasalahannya.

1.1.3.   Membantu penyelidikan individual dan kelompok. Ketika kelompok-kelompok siswa

         mulai dengan pekerjaan mereka, guru membantu dalam semua aspek penyelidikan

         mereka dalam hal: pengidentifikasian material, sumber daya, pengaturan ide-ide, berpikir

         tentang pencarian solusi, pembuatan laporan atau pameran dan pengelolaan waktu.

1.1.4.    Mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran. Guru membantu siswa

         dalam menyampaikan hasil penyelidikannya kepada orang lain.

1.1.5.   Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, guru membantu siswa

         melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

              Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan melalui kegiatan

         individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan

         pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang

         akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya

         pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya.

              Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka menemukan alternatif pemecahan

         masalah pembelajaran, khususnya pada konsep kubus, perlu dilakukan penelitian tentang

         Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Kubus dan Balok untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram

          Tahun Pelajaran 2010/2011.

      1.2 Rumusan Masalah

               Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

          adalah “ Apakah dengan Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok

          Kubus dan Balok dapat Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII

          SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.

      1.3 Tujuan Penelitian

               Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas

          ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP

          Negeri 9 Mataram pada materi pokok kubus dan balok tahun pelajaran 2010/2011.

      1.4 Manfaat Penelitian

               Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

           1.4.1. Secara praktis
                   Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam usaha
           meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan
           pembelajaran berbasis masalah pada sub pokok bahasan kubus di kelas VIII F SMP
           Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011.
           1.4.2. Secara teoritis
           Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
                  1.4.2.1          Sekolah
                    Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya
           peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMP Negeri 9 Mataram. Guru yang
           memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang strategi pembelajaran
           berbasis masalah dapat menjadi nara sumber dan bekerja sama dengan guru lainnya
           dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah.
        1.4.2.2     Guru
                    Diharapkan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan konsep-konsep
           matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan
           kualitas pembelajaran di sekolah
1.4.2.3     Siswa
                    Dengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran akan lebih
           bervariasi, lebih menyenangkan dan tidak membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat
dalam proses belajar mengajar, serta siswa akan lebih memahami konsep materi yang
       diberikan.
    1.4.2.4    Peneliti
                Dapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan dapat
       menambah ketrampilan dalam mengadakan variasi mengajar sehinggga pembelajaran
       akan lebih bermakna.
  1.5 Definisi Operasional

                Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman terhadap makna judul dalam penelitian

        ini, perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut:

  1.5.1    Aktivitas belajar

                 Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala

        sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,

        merupakan suatu aktifitas.

                 Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara

        jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

        satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

        1.5.2        Prestasi belajar

                 Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang

        telah diusahakan (Badudu Dan Zain, 2001). Sedangkan belajar adalah modifikasi atau

        memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001).

1.5.3   Belajar

                 Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman

        (Hamalik, 2001).




1.5.4   Kubus
Kubus merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama

                   ukurannya (Ngapiningsih, 2010).

           1.5.5   Balok

                           Balok merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi panjang.

                   Setiap pasang persegi panjang sama bentuk dan ukurannya (Ngapiningsih, 2010).

1.5.6   Pembelajaran berbasis masalah

                           Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dengan

                   menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam

                   belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Made

                   Wena, 2009).

              1.6 Lingkup Penelitian

                         Lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk

                   memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Adapun lingkup penelitian

                   ini adalah :

               1.6.1    Subyek penelitian

                         Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F dengan jumlah

                   32 orang dari siswa SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/201




               1.6.2    Obyek penelitian

                         Obyek penelitian terbatas pada penerapan metode Pembelajaran Berbasis Masalah

                   pada sub materi pokok kubus dan peningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pada siswa

                   kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.
1.6.3   Batasan masalah

                Penerapan pembelajaran berbasis masalah mencakup dua hal, yakni : Aktivitas

           Belajar dan Prestasi belajar siswa, selain itu peneliti membatasi permasalahan pada

           beberapa aspek, yaitu :

1.6.3.1.   Penelitian dibatasi hanya pada materi pokok kubus.

1.6.3.2.   Kriteria keberhasilan pembelajaran materi pokok kubus, jika daya serap siswa mencapai

           ketuntasan belajar yang diterapkan oleh Depdiknas yaitu ≥85 % dari siswa memperoleh

           skor 60 atau lebih dari seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian ini.
BAB II

                                          KAJIAN PUSTAKA

   2.1 Landasan Teori

2.1.1   Pengertian pembelajaran berbasis masalah

                Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang

        berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual yaitu sebuah strategi pembelajaran yang

        mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut

        digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa

        belajar (Nur,2000).

                Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru

        memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan dikembangkan

        untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalahan

        dan ketrampilan intelektual ; belajar menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri

        melalui pengalaman nyata. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah

        menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog.

        Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan

        lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka (Ibrahim

        dan Nur, 2000).

             Moffit (2001) dalam (Nurhadi, 2003) menyatakan bahwa Problem Based

        Instruction (pembelajaran berdasarkan masalah) merupakan suatu model pengajaran yang

        menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

        tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

        pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat
dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan

      konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan

      informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempresentasikan.

               Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk

      pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk

      memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan

      mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk

      mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002).

               Peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan

      masalah-masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan

      dan dialog. Hal yang paling penting, guru itu menerapkan scaffolding (suatu kerangka

      dukungan) yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual. Pembelajaran

      berdasarkan massalah tidak dapat terlaksana kecuali guru menciptakan lingkungan kelas

      yang di dalamnya dapat terjadi suatu proses pertukaran dan berbagi ide secara terbuka,

      tulus, dan jujur (Nur, 2008).

               Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)

      adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran

      yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan

      memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

               Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-

      kenyataan sebagai berikut:

2.1.1.1 Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya

      kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
2.1.1.2 Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam

           ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan

           belajar.

 2.1.1.3

 2.1.2     Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah

                      Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997),

           antara lain :

 2.1.2.1 Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran

           yang       memperkenankan    siswa   untuk   bekerja   mandiri   dalam   mengkonstruk

           pembelajarannya.

 2.1.2.2 Pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan

           pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan

           kesimpulan yang benar dan nyata.

 2.1.2.3     Belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan

           siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting

           dalam konsteks kehidupan nyata.

 Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti

           metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

 2.1.3     Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah

                      ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001),

           antara lain :

2.1.3.1 Pengajuan pertanyaan atau masalah.

2.1.3.2 Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
2.1.3.3 Penyelidikan autentik.

                Pembelajaran     berdasarkan    masalah   mengharuskan     siswa   melakukan

        penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian yata terhadap masalah nyata. Mereka

        harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan

        membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika

        diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

2.1.3.4 Menghasilkan produk dan memamerkannya.

2.1.3.5 Kolaborasi.

                Menurut Agus dalam buku cooperative learning, strategi pembelajaran berbasis

        masalah terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan

        tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan

        pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan. Sintaks PBL adalah sebagai berikut :

                Menurut Johnson dalam suchaini (2008) mengemukakan 5 langkah strategi PBL

        melalui kegiatan kelompok :

  1.      Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang

        mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.

        Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu

        hangat yang menarik untuk dipecahkan.

  2.      Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta

        menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang

        dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam

        diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-
tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang

     diperkirakan.

3.    Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan

     melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir

     mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang

     dapat dilakukan.

4.    Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang

     strategi mana yang dapat dilakukan.

5.   Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah

     evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi

     terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan (Wina, 2008).

             Menurut John Dewey, penyelesaian masalah dilakukan melalui 6 tahap :

             Berdasarkan pendapat dari ketiga tokoh tersebut, maka dapat di simpulkan

     bahwa sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari memberikan orientasi

     permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses

     pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil

     karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil.

             Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan

     individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan

     pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang

     akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya

     pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya
Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada

   siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna dan dapat memberikan kemudahan

   kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Nurhadi, 2003).



   Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah

          Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau

   ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan

   pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting

   dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

          Masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam

   pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik

          Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis

   dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan

   eksperimen jika diperlukan, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.

4. Menghasilkan produk/karya dan dipamerkan

          Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu

   dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili

   bentuk penyelsaian masalah yang mereka temukan.

         Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain

   (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks

           dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

           ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.

   2.1.4   Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah

                 Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru

           memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan

           masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,

           pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa

           melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar

           yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000). Menurut Sudjana manfaat khusus yang

           diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah

           membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas

           pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di

           sekitarnya.

   2.1.5   Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah

                 Menurut Ibrahim (2003), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas

           tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:

2.1.5.1.   masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan

           nyata sehari-hari.

2.1.5.2.     /membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan

           eksperimen/ percobaan.

2.1.5.3.    dialog siswa.

2.1.5.4.   belajar siswa.
2.1.6   Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah

                Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah menurut Yazdani (2002) dalam

          (Nur, 2008) adalah sebagai berikut :

      2.1.6.1    Menekankan pada makna, bukan fakta.

                   Dengan mengganti ceramah dengan forum diskusi, pemonitoran guru, dan

          penelitian kolaboratif, siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna.

      2.1.6.2    Meningkatkan pengarahan dini.

                   Ketika siswa berupaya keras mencari solusi atas masalah kelas mereka, mereka

          cenderung menganggap tanggung jawab untuk pem belajaran mereka meningkat.

2.1.6.3    Pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan yang lebih baik.

                   Siswa dapat berlatih pengetahuan dan keterampilan dalam konteks fungsional,

          sehingga diharapkan mereka akan lebih baik dalam penerapan pengetahuan dan

          keterampilan itu dalam bekerja kelak.

2.1.6.4    Keterampilan-keterampilan interpersonal dan kerja tim

                   Metode ini mengutamakan interaksi antara siswa dan keterampilan-keterampilan

          interpersonal.

2.1.6.5    Sikap memotivasi diri sendiri

                   Siswa berpikir pembelajaran berdasarkan masalah lebih menarik, merangsang,

          menyenangkan, dan PBM menawarkan cara belajar yang lebih fleksibel dan mengasuh.

2.1.6.6    Hubungan guru-siswa

                   Dosen juga memandang pembelajaran berdasarkan masalah lebih menekankan

          pada pembimbingan dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan, dan yakin bahwa

          peningkatan kontak antara siswa itu bermanfaat bagi pertumbuhan kognitif siswa.
2.1.6.7    Tingkat pembelajaran.

                   Mahasiswa-mahasiswa kesehatan yang belajar dengan model pembelajaran

           berdasarkan masalah memperoleh skor lebih baik dari pada mahasiswa-mahasiswa

           tradisional dalam keterampilan-keterampilan belajar, pemecahan masalah, teknik-teknik

           evaluasi diri, pengumpulan data, ilmu perilaku, dan hubungan mereka dengan masalah-

           masalah sosial-emosional pasien.

  2.1.7    Pengertian belajar

                Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.

           Menurut pengertiann ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan

           suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu

           yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan

           pengubahan kelakuan.

                Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi

           merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk

           segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berebeda dan cocok

           untuk situasi tertentu. Gagne (1970) mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu

           kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar

           mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing-

           masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.

           Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut :

 2.1.7.1   Belajar isyarat (signal learning)

                  Belajar isyarat mirip dengan respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan

           telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian
tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam

          ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat

          umum, kabur dan emosional. Menurut Therndike (1961), bentuk belajar seperti ini

          biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.

2.1.7.2   Belajar stimulus-respons (stimulus respons learning)

                 Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.

          Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik. adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium

          bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S-R.

2.1.7.3   Belajar rangkaian (chaining)

                 Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai

          S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik seperti gerakan dalam

          mengikat sepatu.

2.1.7.4   Asosiasi verbal (verbal asosiation)

                 Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada

          sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramide itu berbangun limas” adalah contoh

          tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun

          limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangun, seperti balok, kubus kerucut, atau

          yang lainnya.

2.1.7.5   Belajar diskriminasi (discrimination learning)

                 Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti

          membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

2.1.7.6   Belajar konsep (konsep learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran

          terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat

          diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung,

          konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila

          orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.

2.1.7.7   Belajar aturan (rule learning)

                 Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang

          dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya

          seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segitiga besar sudut seluruhnya 180

          derajat.

2.1.7.8   Belajar penyelesaian masalah (problem solving)

                 Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah

          mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang

          dihadapinya.

 2.1.8     Aktivitas belajar

                Belajar adalah suatu kegiatan yang sadar tujuan, artinya sadar diarahkan utnuk

          mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan utama dari kegiatan belajar di sekolah adalah

          mengalihkan sebagian pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, sehingga

          pengetahuan itu menjadi milik siswa (Bharat, 1996).

                Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala

          sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,

          merupakan suatu aktifitas.
Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara

        jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

        satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

2.1.9   Pengertian prestasi belajar

             Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi

        adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan.

        Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan baik

        secara individu maupun kelompok dan pretasi tidak akan pernah berhasil apabila seorang

        tidak melakukan suatu kegiatan yang diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah

        modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar

        bisa dikatakan sebagai rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan

        tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

        lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002).

        Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu

        hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas daripada itu, yaitu

        mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan

        kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu

        untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

        hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto,

        2003). Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si pembelajar untuk

        mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari aktivitas belajar ini

        menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu pembelajaran itu sendiri.

2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Belajar (khususnya belajar matematika) akan berhasil baik bila faktor-faktor berikut

   dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor tersebut adalah : Peserta didik,

   pengajar, prasarana dan sarana, penilaian (Hudoyo, 1987).

           Faktor-faktor tersebut diatas,akan dijelaskan secara singkat satu persatu.

2.1.10.1     Peserta didik

            Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung pada peserta

   didik.Misalnya bagaimana kemampuan dan kesiapan pesrta didik untuk mengikuti

   kegitan belajar matematika,bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap

   matematika,disamping itu juga bagaimana kondisi peserta didik misalnya kondisi

   psikologisnya,seorang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lebih baik belajarnya

   daripada     orang   dalam    keadaan    lelah.Kondisi    fisikologisnya   seperti   perhatian

   pengamatan,ingatan dan sebagainya juga berpengaruh terhadap kegitan belajar

   seseorang.Intelegensinya juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya.

2.1.10.2     Pengajar

            Pengajar     melaksanakan kegiatan mengajar sehingga proses belajar dapat

   berlansung efektif. Kemampuan pengajar dalam menyampaikan matematika dan

   sekaligus menguasai materi yang di ajarkan sangat mempengaruhi proses belajar.

   Kepribadian, pengalaman, dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga

   berpegaruh terhadap efektifitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara

   penyampaian merupakan isyarat yang tidak dapat di tawar lagi bagi pengajar matematika.

   Seseorang yang tidak menguasai materi yang akan di ajarkan tidak mungkin ia dapat

   mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang pengajar yang tidak
menguasai berbagai cara penyampaian, ia hanya mengejar terselesaikannya bahan yang

   di ajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik.

2.1.10.3     Sarana dan prasarana

             Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat Bantu belajar merupakan

   fasilitas belajar yang sangat    penting. Demikian pula prasarana yang mapan seperti

   ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih

   memperlancar proses belajar. Penyediaan sumber belajar yang lain, seperti majalah

   tentang     pengajaran   matematika,   laboratorium   matematika,   dan lain-lain   akan

   meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

2.1.10.4     Penilaian

             Penilaian digunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil belajarnya, juga

   untuk melihat bagaimana berlangsunnya interaksi anatara pengajar dan peserta didik.

   Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan

   memperbaiki hasil belajar. Disamping itu, penilaian juga mengacu kepada proses belajar.

           Hasil belajar yang di capai siswa, banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu

   sendiri dan lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran. Hal tersebut sejalan dengan

   pendapat yang dikemukan oleh Clark dalam Sudjana (1995) Bahwa “hasil belajar siswa

   disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh

   lingkunganya”. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh metode atau strategi yang

   digunakan oleh pengajar. Dalam hal ini agar prestasi belajar dapat tercapai maka pengajar

   harus menggunakan berbagai macam metode dan salah satu metode yang digunakan

   adalah penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah.
Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan dalam

               tingkah laku kecakapan.Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata

               lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung dari bermacam-macam faktor yang

               mempengaruhinya.

               Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :

            1 Faktor yang ada pada diri individu itu sendiri :

      a.       Kematangan /pertumbuhan

      b.       Kecerdasan/intelegensi

      c.       Latihan dan ulangan

      d.       Motivasi

      e.       Sifat-sifat pribadi seseorang

            2 Faktor yang ada diluar individu :

a.         Keadaan keluarga

b.         Guru dan cara mengajar

c.         Alat-alat pelajaran

d.         Motivasi sosial

e.         Lingkungan dan kesempatan (Purwanto, 2002)

     2.1.11 Kubus

                    Kubus merupakan sebuah bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang

               sama ukurannya. Penamaan suatu kubus berdasarkan titik sudutnya, berurutan dari

               bidang alas ke bidang tutup. Kubus di bawah ini disebut kubus ABCD.EFGH.



                      Gambar 2.1 (kubus ABCD.EFGH)
2.1.11.1 Unsur-unsur kubus

                        Beberapa unsur kubus adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Kubus mempunyai 6 sisi,

                 12 rusuk dan 8 titik sudut.



            1.   Sisi kubus

                       Sisi kubus adalah bidang persegi yang membatasi bangun ruang kubus.

                       Kubus ABCD.EFGH di atas dibatasi oleh bidang ABCD, ABFE, BCGF, CDHG,

                 ADHE, dan EFGH. Bidang-bidang tersebut disebut sisi-sisi kubus ABCD.EFGH.

                 Gambar 2.2 (sisi, rusuk, dan titik sudut kubus)

kubus

                       Rusuk kubus adalah ruas garis yang merupakan perpotongan dua sisi pada sebuah

                 kubus. Rusuk kubus ABCD.EFGH di atas (gambar 2.2) adalah AB, BC, CD, AD, AE,

                 BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan EH.

            3.   Titik sudut kubus

                       Titik sudut kubus adalah titik potong antara tiga rusuk pada kubus. Titik sudut

                 ABCD.EFGH pada gambar 2.2 di atas adalah A, B, C, D, E, F, G, dan H.

        2.1.11.2 Diagonal bidang, diagonal ruang, dan diagonal pada kubus

            1.   Diagonal bidang

                       Diagonal bidang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang

                 berhadapan pada setiap bidang atau sisi kubus.kubus mempunyai 12 diagonal bidang

                 yang sama panjang. Diagonal pada kubus ABCD.EFGH adalah AC, BD, AF, BE, BG,

                 CF, CH, DG, AH, DE, EG, dan FH.

                        Gambar 2.3 (diagonal bidang kubus)
2.   Diagonal ruang

              Diagonal ruang pada kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut

         yang berhadapan dalam satu ruang pada kubus. Kubus mempunyai 4 diagonal ruang yang

         sama panjang. Diagonal ruang pada kubus ABCD.EFGH adalah AG, BH, CE, dan DF.



         Gambar 2.4 (diagonal ruang kubus)

    3.   Bidang diagonal

         Bidang diagonal pada kubus adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk kubus yang

         saling berhadapan pada kubus. Kubus mempunyai 6 bidang diagonal yang sama luas,

         yaitu ABGH, BCHE, CDEF, ADGF, ACGE, dan BDHF.

         Gambar 2.5 (diagonal bidang kubus)

2.1.11.3 Jaring-jaring kubus

         Apabila kubus diiris sepanjang rusuk EH, EF, FB, BA, HG, GC, dan CD, kemudian

         dinding-dinding (sisi-sisi) direbahkan mendatar, diperoleh bentuk seperti gambar 2.6.

         Bentuk itu dinamakan jaring-jaring kubus. (Ngapiningsih dkk, 2010:46)

         Gambar 2.6 (jaring-jaring kubus)

    2.2 Kerangka Berpikir

                Observasi yang dilakukan di SMP Negeri 9 Mataram menunjukkan bahwa

         aktivitas dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang. Hal ini tampak

         dari kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab

         pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang berdampak pada hasil belajar pada tiap-

         tiap materi yang diajarkan. Data ketuntasan siswa kelas VIII pada semester ganjil tahun

         pelajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal terendah ada pada kelas
VIII F. Daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang telah diajarkan baik oleh

peneliti maupun guru matematika masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan sekolah sebesar 60.

       Berdasarkan data nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VIII pada beberapa

materi pokok yang telah diajarkan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010,

terlihat bahwa daya serap siswa pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai

kriteria ketuntasan minimal. Rendahnya daya serap ini diakibatkan oleh beberapa faktor,

salah satunya metode pengajaran yang diterapkan oleh pendidik masih cenderung pasif.

Kemampuan siswa selama ini masih cenderung unruk menghafal fakta-fakta, siswa tidak

mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan

tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.

       Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran

dengan melakukan tindakan yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan

belajar mengajar. Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep kubus

diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bisa menghubungkan pengetahuan awal

siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk menjamin pemahaman konsep kubus,

siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya, yaitu konsep persegi

dan operasi hitung bilangan bulat yang harus dipahami siswa secara maksimal, karena

materi ini merupakan konsep dasar yang sangat menunjang untuk mempelajari materi

berikutnya khususnya yang berhubungan dengan pengerjaan hitung. Pendekatan belajar

berbasis masalah adalah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang sedang

dihadapi sekarang. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah

diharapkan agar siswa benar-benar aktif        belajar menemukan sendiri bahan yang
dipelajarinya, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, dapat

    meningkatkan daya serap belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika pada

    umumnya dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bangun ruang

    khususnya serta dapat mendorong siswa belajar dengan bermakna. Untuk meningkatkan

    keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika perlu dilakukan proses

    belajar yang lebih baik yaitu dengan memperhatikan perkembangan anak didik melalui

    pembelajaran yang digunakan.

           Berdasarkan uraian diatas maka penerapan pembelajaran berbasis masalah

    dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep atau isi pelajaran guna

    meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

2.3 Hipotesis Penelitian

           Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka

    hipotesis tindakan penelitian ini adalah : Dengan menerapkan pembelajaran berbasis

    masalah pada materi pokok kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi

    belajar siswa kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011.
BAB III

                                    METODE PENELITIAN

   3.1 Jenis Penelitian

           Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

   tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh

   guru/peneliti di dalam kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga

   hasil belajar siswa menjadi meningkat. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan

   pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah kelas sehingga mampu

   memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar mengajar. Penelitian tindakan kelas

   merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang

   sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut

   diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto,

   2008)

   3.2 Pendekatan Penelitian
           Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

   pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

   mengolah data hasil belajar, sedangkan Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah

   data hasil wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

       3.3.1     Tempat penelitian
   Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 9 Mataram

       3.3.2     Waktu penelitian
   Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II Tahun pelajaran 2010/2011.

3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud direncanakan dalam 2 (dua)

         siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi,

         evaluasi dan refleksi. Berikut akan diuraikan           tentang alokasi waktu kegiatan

         pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

             Untuk lebih jelasnya secara rinci prosedur tindakan ini dijabarkan sebagai berikut:
  3.4.1. Siklus I
3.4.1.1. Perencanaan
            Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah:
      a. Menyiapkan Skenario Pembelajaran (SP).
      b. Menyiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan guru selama
         pembelajaran berlangsung
      c. Peneliti mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah kepada guru matematika
      d. Membentuk kelompok yang heterogen baik dari segi kemampuan akademik, suku dan
         jenis Kelamin yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
      e. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi.
      f. Mendesain alat evaluasi dalam bentuk tes essay
      g. Merencanakan analisis hasil tes
3.4.1.2. Pelaksanaan tindakan
         Dalam tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah melaksanakan
         skenario pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dan guru sebagai observer.
         Tahap-tahap pelaksanaan tindakan antara lain: a) Pendahuluan, b) pengembangan, c)
         penerapan, d) penutup.

3.4.1.3. Observasi
         Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam
         pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan guru dan aktivitas siswa.
3.4.1.4. Evaluasi
         Kegiatan evaluasi dilakukan setelah akhir setiap siklus dengan memberikan tes soal essay
         yang dikerjakan secara individual.
3.4.1.5. Refleksi
         Hasil yang diperoleh dari observasi dan hasil evaluasi belajar siswa dikumpulkan serta
         dianalisis, sehingga dari hasil tersebut peneliti dapat merefleksi diri dengan melihat data
         observasi, yaitu: identifikasi kekurangan, analisis sebab kekurangan sehingga dapat
         menentukan perbaikan pada siklus berikutnya.
  3.4.2. Siklus II
               Jika refleksi siklus I memperoleh hasil yang kurang optimal maka pada siklus II

         perlu melakukan revisi atau perbaikan/penyempurnaan pada siklus sebelumnya.

         3.5 Instrumen Penelitian

               Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1.    Skenario pembelajaran (SP) dan lembar observasi
                   Skenario pembelajaran dan lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas belajar
                   siswa dan aktivitas guru.
          3.5.2.    Tes evaluasi hasil belajar berbentuk uraian (essay)
                         Instrumen ini disusun oleh peneliti yang sudah disetujui guru dengan berpedoman
                   pada kurikulum dan buku paket matematika. Tes hasil belajar digunakan essay, yang
                   diambil dari beberapa buku paket, ini dibuat guna mengetahui sejauh mana tingkat
                   pemahaman siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan, pengamatan
                   dilakukan oleh teman peneliti dan guru matematika untuk mengetahui keberhasilan
                   tindakan.
                   3.6 Teknik Pengumpulan Data

             3.6.1. Sumber data
                          Sumber data penelitian ini berasal dari guru, dan siswa Kelas VIII semester II SMP
                     Negeri 9 Mataram.
             3.6.2. Jenis data
                          Jenis data yang didapatkan adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari:
elajar siswa (data kuantitatif)
 siswa dan aktivitas guru (data kualitatif)
            3.6.2.3. Data hasil observasi pelaksanaan pembelajaran (data kualititatif)


            3.6.3. Cara pengambilan data
                         Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:
          3.6.3.1. Data hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada siswa setiap akhir
                   siklus.
          3.6.3.2. Data tentang situasi belajar mengajar diperoleh dari lembar observasi.
          3.6.3.3. Data tentang bagaimana tanggapan subjek terhadap proses pembelajaran diperoleh dari
                   pedoman wawancara dengan guru bidang studi yang disesuaikan dengan perkembangan
                   keadaan di lapangan.
                   3.7 Teknik Analisis Data

                        Data yang diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas ini dianalisis dengan cara

                   penilaian aktivitas siswa dan guru secara klasikal dan individu. Untuk lebih jelasnya

                   diuraikan sebagai berikut:

           3.7.1. Data hasil observasi siswa
                       Data hasil observasi siswa dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
          3.7.1.1. Menentukan skor yang diperoleh
                   Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh siswa dari
                   sejumlah indikator yang diamati dengan aturan sebagai berikut:
                   Skor 4 diberikan jika 76% - 100% yang melakukan deskriptor
                   Skor 3 diberikan jika 51% - 75% yang melakukan deskriptor
Skor 2 diberikan jika 21% - 50% yang melakukan deskriptor
          Skor 1 diberikan jika 10% - 20% yang melakukan deskriptor
3.7.1.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal.
          MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)
          SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)
          Keterangan:
          MI : Mean Ideal
          SDI : Standar Deviasi Ideal
3.7.1.3. Menentukan kriteria aktivitas belajar siswa.
          Kriteria aktifitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
 3.7.2. Data hasil observasi guru
              Data hasil observasi guru selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan
          langkah-langkah sebagai berikut:
 3.7.2.1. Menentukan skor yang diperoleh
          Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh guru dari
          sejumlah indikator yang diamati
          Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampak
          Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampak
          Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampak
          Skor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang dilakukan oleh guru.
          (Nurkencana, 1999)
 3.7.2.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal
          MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)
          SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)
          Keterangan:
          MI : Mean Ideal
          SDI : Standar Deviasi Ideal
 3.7.2.3. Menentukan criteria aktivitas guru.
          Kriteria aktifitas belajar guru adalah sebagai berikut:
           (Nurkencana, 1999)
 3.7.3. Data tes hasil belajar
              Setelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut dianalisa dengan
          mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian dianalisa secara kuantitatif.


3.7.3.1.  Ketuntasan Individu.
         Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai
         lebih besar atau sama dengan 60. Nilai ketuntasan minimal sebesar 60 dipilih karena
         sesuai dengan kemampuan individu, hal ini sesuai dengan standar ketuntasan belajar
         siswa pada SMP Negeri 9 Mataram.
3.7.3.2. Ketuntasan Klasikal.
         Data tes hasil belajar proses pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis
         ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa yang memperoleh
         nilai 60 keatas. Dengan rumus ketuntasan belajar klasikal adalah:
                 KK = x 100 %
                 Dimana:
KK = Ketuntasan klasikal
                X = Jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas
                Z = Jumlah seluruh siswa                 (Nurkencana, 1999)
         Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥85% siswa memperoleh skor minimal 60 yang
         akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.


         3.8 Indikator Penelitian

                 Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

    3.8.1 Prestasi belajar siswa dikatakan meningkatkan apabila ketuntasan klasikal pada tiap-tiap

         siklus meningkat.

    3.8.2 Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat

         adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa

         berkategori aktif.




                                           DAFTAR PUSTAKA

         Arikunto Suharsimi, Prof. 2006. Prosedur Penelitia . Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto Suharsimi, Prof. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

    Arikunto, S., 2000. Manajemen Penelitian : Depdikbud. Jakarta.

Delisle Robert. 1997. How to use Problem-Based Learning In The              Classroom. Virginia :

         Association for Supervision and Curriculum Depelopment.

    Depdikbud, 1995. Petunjuk Teknis Penilaian. Depdikbud. Jakarta.

I Wayan Winaja, M.Si, dkk. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi. Mataram : Fakultas Pendidikan

         Matematika dan IPA IKIP Mataram.
Ibrahim Muslimin dan Nur Mohamad.,2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah : Universitas

          Negeri Surabaya.

          Irzani. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bantul : Media grafindo.

Linda Torp and Sara Sage. 2002. Problems as Possibilities. Virginia : Association for Supervision

          and Curriculum Depelopment.

Margono S, Drs. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.

Mohamad Nur, Prof. Dr. 2008. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Universitas

          Negeri Surabaya.

          Ngapiningsih, dkk. 2010. Matematika untuk SMP/MTs. Klaten : Intan Pariwara.

   Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad.,2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and

          Learning/ CTL ) dan Penerapannya Dalam KBK.

    Nurkencana, Sumartana, 1990. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya

Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Oon-Seng Tan, Ph.D, dkk. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore : A Division of

          Cengage Learning Asia Pte Ltd.

Sugiyono, Prof. Dr. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suryanti, dkk. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Tilaar, Prof. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Uno B Hamzah, Dr. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Tajuk 4 pendekatan pengajaran dlm matematik
Tajuk 4   pendekatan pengajaran dlm matematikTajuk 4   pendekatan pengajaran dlm matematik
Tajuk 4 pendekatan pengajaran dlm matematiksitinuridayuzahid
 
Contoh proposal ptk
Contoh proposal ptkContoh proposal ptk
Contoh proposal ptkAgoes Sholeh
 
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifProfesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifiwayanredhana
 
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SDPembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SDNASuprawoto Sunardjo
 
Bab I, II, III Poposal
Bab I, II, III PoposalBab I, II, III Poposal
Bab I, II, III Poposalmumukholisah
 
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)Dody Perdana
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitiandedy solin
 
Proposal ptk ipa risdawati 2014
Proposal ptk ipa risdawati 2014Proposal ptk ipa risdawati 2014
Proposal ptk ipa risdawati 2014Asep Cell
 
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)Interest_Matematika_2011
 
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xi
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xiPtk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xi
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xiEko Supriyadi
 
76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologielisabethringo
 
Ptk matematika
Ptk matematikaPtk matematika
Ptk matematikaata bik
 
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bContoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bNarendra
 

Was ist angesagt? (20)

Tajuk 4 pendekatan pengajaran dlm matematik
Tajuk 4   pendekatan pengajaran dlm matematikTajuk 4   pendekatan pengajaran dlm matematik
Tajuk 4 pendekatan pengajaran dlm matematik
 
Contoh proposal ptk
Contoh proposal ptkContoh proposal ptk
Contoh proposal ptk
 
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifProfesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
 
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SDPembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD
 
rancangan PTK Aulia rahmawati
rancangan PTK Aulia rahmawati rancangan PTK Aulia rahmawati
rancangan PTK Aulia rahmawati
 
Bab I, II, III Poposal
Bab I, II, III PoposalBab I, II, III Poposal
Bab I, II, III Poposal
 
Proposal ptk jadi
Proposal ptk jadiProposal ptk jadi
Proposal ptk jadi
 
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)
Laporan penerapan model pembelajaran problem based Instruction (PBI)
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Proposal ptk ipa risdawati 2014
Proposal ptk ipa risdawati 2014Proposal ptk ipa risdawati 2014
Proposal ptk ipa risdawati 2014
 
Contoh proposal ptk
Contoh proposal ptkContoh proposal ptk
Contoh proposal ptk
 
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE DISCOVERY (Anggy Dwi Sri Wahyuni 0903667)
 
laporan Ptk destri saragih merangin
laporan Ptk destri saragih meranginlaporan Ptk destri saragih merangin
laporan Ptk destri saragih merangin
 
PTK
PTKPTK
PTK
 
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xi
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xiPtk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xi
Ptk hasil belajar fisika materi momentum dan impuls pada siswa kelas xi
 
76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi76484559 proposal-penelitian-biologi
76484559 proposal-penelitian-biologi
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Ptk matematika
Ptk matematikaPtk matematika
Ptk matematika
 
Bab 1 5 jadi
Bab 1 5 jadiBab 1 5 jadi
Bab 1 5 jadi
 
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bContoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
 

Andere mochten auch

RPP Luas Permukaan Kubus dan Balok
RPP Luas Permukaan Kubus dan BalokRPP Luas Permukaan Kubus dan Balok
RPP Luas Permukaan Kubus dan BalokElisa Sari
 
RPP Volume Balok dan Kubus
RPP Volume Balok dan KubusRPP Volume Balok dan Kubus
RPP Volume Balok dan KubusElisa Sari
 
RPP MTK Kelas VIII Bangun Ruang
RPP MTK Kelas VIII Bangun RuangRPP MTK Kelas VIII Bangun Ruang
RPP MTK Kelas VIII Bangun RuangHalimirna Inha
 
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa Khairunnisa Ayouza
 
LKS Volume Balok dan Kubus
LKS Volume Balok dan KubusLKS Volume Balok dan Kubus
LKS Volume Balok dan KubusElisa Sari
 
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIK
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIKRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIK
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIKSiti Munirah
 
LKS Jaring-Jaring Kubus dan Balok
LKS Jaring-Jaring Kubus dan BalokLKS Jaring-Jaring Kubus dan Balok
LKS Jaring-Jaring Kubus dan BalokElisa Sari
 
LKS Luas Permukaan Kubus dan Balok
LKS Luas Permukaan Kubus dan BalokLKS Luas Permukaan Kubus dan Balok
LKS Luas Permukaan Kubus dan BalokElisa Sari
 
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)MOH. SHOFI'I
 

Andere mochten auch (15)

Contoh RPP untuk siswa dan siswi SMP
Contoh RPP untuk siswa dan siswi SMPContoh RPP untuk siswa dan siswi SMP
Contoh RPP untuk siswa dan siswi SMP
 
RPP Luas Permukaan Kubus dan Balok
RPP Luas Permukaan Kubus dan BalokRPP Luas Permukaan Kubus dan Balok
RPP Luas Permukaan Kubus dan Balok
 
Lks
LksLks
Lks
 
Lks 2
Lks 2Lks 2
Lks 2
 
RPP Volume Balok dan Kubus
RPP Volume Balok dan KubusRPP Volume Balok dan Kubus
RPP Volume Balok dan Kubus
 
Kisi soal uas kelas 8
Kisi soal uas kelas 8Kisi soal uas kelas 8
Kisi soal uas kelas 8
 
RPP MTK Kelas VIII Bangun Ruang
RPP MTK Kelas VIII Bangun RuangRPP MTK Kelas VIII Bangun Ruang
RPP MTK Kelas VIII Bangun Ruang
 
Lks 1
Lks 1Lks 1
Lks 1
 
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa
Lembar Kerja Siswa by Khairunnisa
 
LKS Volume Balok dan Kubus
LKS Volume Balok dan KubusLKS Volume Balok dan Kubus
LKS Volume Balok dan Kubus
 
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIK
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIKRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIK
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIK
 
LKS Jaring-Jaring Kubus dan Balok
LKS Jaring-Jaring Kubus dan BalokLKS Jaring-Jaring Kubus dan Balok
LKS Jaring-Jaring Kubus dan Balok
 
LKS Luas Permukaan Kubus dan Balok
LKS Luas Permukaan Kubus dan BalokLKS Luas Permukaan Kubus dan Balok
LKS Luas Permukaan Kubus dan Balok
 
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)
Bhs indonesia kls 5 sd(samidi)
 
Projeto gelo
Projeto geloProjeto gelo
Projeto gelo
 

Ähnlich wie Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Skripsi titin
Skripsi titinSkripsi titin
Skripsi titinAdi Moel
 
Contoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VContoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VEman Syukur
 
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTK
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTKHandout Pelatihan Penyusunan Proposal PTK
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTKEsti Widiawati
 
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKAN
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKANHBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKAN
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKANTeacher Nasrah
 
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiPTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiNi Ekarianti
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptkrela eryd
 
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bContoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bNarendra
 
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematikUNIMED
 
Matematika sekolah dengan pbl4c
Matematika sekolah dengan pbl4cMatematika sekolah dengan pbl4c
Matematika sekolah dengan pbl4cEnung Sumarni
 

Ähnlich wie Penerapan pembelajaran berbasis masalah (20)

Karya ilmiah faltin
Karya ilmiah faltinKarya ilmiah faltin
Karya ilmiah faltin
 
Proposal mimi yuni
Proposal mimi yuniProposal mimi yuni
Proposal mimi yuni
 
Bab i bilangan bulat
Bab i bilangan bulatBab i bilangan bulat
Bab i bilangan bulat
 
Skripsi titin
Skripsi titinSkripsi titin
Skripsi titin
 
skripsi BaB I
skripsi BaB Iskripsi BaB I
skripsi BaB I
 
yg baru
yg baruyg baru
yg baru
 
Contoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - VContoh PTK Bab I - V
Contoh PTK Bab I - V
 
Laporan pkp ut
Laporan pkp utLaporan pkp ut
Laporan pkp ut
 
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTK
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTKHandout Pelatihan Penyusunan Proposal PTK
Handout Pelatihan Penyusunan Proposal PTK
 
Pts diklat
Pts diklatPts diklat
Pts diklat
 
Thesis zamatun 2
Thesis zamatun 2Thesis zamatun 2
Thesis zamatun 2
 
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKAN
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKANHBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKAN
HBEF 2503 PROPOSAL KAJIAN TINDAKAN
 
Proposal ptk ekonomi
Proposal ptk ekonomiProposal ptk ekonomi
Proposal ptk ekonomi
 
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka RiantiPTK Media Dakon dari Eka Rianti
PTK Media Dakon dari Eka Rianti
 
17630173.ppt
17630173.ppt17630173.ppt
17630173.ppt
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/bContoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
Contoh Jurnal/Artikel PTK Kenaikan Pangkat ke IV/b
 
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik64 hesty, s.si  implementasi model pembelajaran tematik
64 hesty, s.si implementasi model pembelajaran tematik
 
Matematika sekolah dengan pbl4c
Matematika sekolah dengan pbl4cMatematika sekolah dengan pbl4c
Matematika sekolah dengan pbl4c
 
Ptk agama kristen
Ptk agama kristenPtk agama kristen
Ptk agama kristen
 

Penerapan pembelajaran berbasis masalah

  • 1. PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 9 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya, peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Nurhadi, 2003). Studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum mengenai pembelajaran dan pemahaman siswa SLTP sesuai dengan tuntutan kurikulum, menyimpulkan bahwa pembelajaran di SLTP cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yakni menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah, mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan
  • 2. hidup dan bekerja. Akibatnya motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajar mereka cenderung menghafal (Depdiknas, 2002). Hasil observasi lapangan Tim MGMP (Depdiknas, 2004) menunjukkan bahwa guru mengalami banyak hambatan dalam pembelajaran matematika di SLTP. Salah satu faktornya adalah pendekatan pembelajaran masih dominan pendekatan pembelajaran konvensional. Pembelajaran matematika masih dengan metode ceramah, ekspsitori telah berdampak negatif bagi siswa. Mereka menganggap pelajaran matematika hanyalah pelajaran yang menakutkan dan identik dengan hafalan rumus-rumus yang membosankan tanpa ada kaitannya dengan kehidupan dunia nyata. Di samping, itu proses belajar mengajar berlangsung monoton, kurang menarik dan membosankan. Hal ini dapat menurunkan semangat belajar siswa yang dikhawatirkan nantinya akan menurunkan pula daya serap atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru, karena disini kedudukan siswa hanya sebagai penonton bukan sebagai pelakon. Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat melaksanakan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di SMP Negeri 9 Mataram, terlihat bahwa aktivitas dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar matematika masih kurang. Hal ini tampak dari kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang kemudian berdampak pada hasil belajar (daya serap) pada tiap-tiap materi ketuntasannya masih dibawah keriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional sebesar 85%. Ketuntasan yang diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel di atas menunjukkan bahwa kelas VIII F mendapatkan ketuntasan klasikal paling rendah yaitu sebesar . Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama PPL
  • 3. berlangsung, menunjukkan bahwa daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang diajarkan baik oleh peneliti maupun guru matematika masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 60. Berdasarkan informasi dari guru matematika bahwa prestasi siswa kelas VIII pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai ketuntasan. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VIII pada beberapa materi pokok yang diajarkan dalam semester genap dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini. Tabel 1.2. Nilai rata-rata siswa kelas VIII pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010. No Materi pokok Rata-rata 1 Lingkaran 66,25 2 Kubus dan balok 55,25 3 Prisma dan limas 66,09 Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai KKM dengan nilai rata-rata 55,25. Berangkat dari hal tersebut peneliti bermaksud mengadakan penelitian dalam pembelajaran guna mengoptimalkan pemahaman siswa kelas VIII F pada konsep kubus dan balok. Kemampuan siswa selama ini masih cenderung untuk menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Pertanyaannya, bagaimana pemahaman anak terhadap dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi dunia nyata?
  • 4. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja (Depdiknas, 2002) dalam (Nurhadi, 2003). Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran dengan melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk menjamin pemahaman konsep kubus, siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya yaitu konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat. Konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat merupakan materi pembelajaran yang harus dipahami siswa secara maksimal, karena materi ini merupakan konsep dasar yang sangat menunjang untuk mempelajari materi-materi berikutnya, khususnya yang berhubungan dengan pengerjaan hitung. Dengan adanya penerapan pembelajaran berbasis masalah pada sub materi pokok kubus, diharapkan siswa akan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar terutama dalam pemahaman konsep kubus. Peningkatan pemahaman tersebut dapat dilaksanakan oleh pendidik melalui tahapan-tahapan berikut :
  • 5. 1.1.1. Mengorientasikan siswa pada situasi masalah, di sini guru menyampaikan tujuan mempelajari kubus, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. 1.1.2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti permasalahan yang diberikan. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya. 1.1.3. Membantu penyelidikan individual dan kelompok. Ketika kelompok-kelompok siswa mulai dengan pekerjaan mereka, guru membantu dalam semua aspek penyelidikan mereka dalam hal: pengidentifikasian material, sumber daya, pengaturan ide-ide, berpikir tentang pencarian solusi, pembuatan laporan atau pameran dan pengelolaan waktu. 1.1.4. Mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran. Guru membantu siswa dalam menyampaikan hasil penyelidikannya kepada orang lain. 1.1.5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan. Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan melalui kegiatan individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka menemukan alternatif pemecahan masalah pembelajaran, khususnya pada konsep kubus, perlu dilakukan penelitian tentang Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Kubus dan Balok untuk
  • 6. Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Apakah dengan Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Kubus dan Balok dapat Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram pada materi pokok kubus dan balok tahun pelajaran 2010/2011. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Secara praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam usaha meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada sub pokok bahasan kubus di kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011. 1.4.2. Secara teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1.4.2.1 Sekolah Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMP Negeri 9 Mataram. Guru yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang strategi pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi nara sumber dan bekerja sama dengan guru lainnya dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah. 1.4.2.2 Guru Diharapkan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan konsep-konsep matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah 1.4.2.3 Siswa Dengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran akan lebih bervariasi, lebih menyenangkan dan tidak membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat
  • 7. dalam proses belajar mengajar, serta siswa akan lebih memahami konsep materi yang diberikan. 1.4.2.4 Peneliti Dapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan dapat menambah ketrampilan dalam mengadakan variasi mengajar sehinggga pembelajaran akan lebih bermakna. 1.5 Definisi Operasional Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman terhadap makna judul dalam penelitian ini, perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut: 1.5.1 Aktivitas belajar Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. 1.5.2 Prestasi belajar Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan (Badudu Dan Zain, 2001). Sedangkan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). 1.5.3 Belajar Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). 1.5.4 Kubus
  • 8. Kubus merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama ukurannya (Ngapiningsih, 2010). 1.5.5 Balok Balok merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi panjang. Setiap pasang persegi panjang sama bentuk dan ukurannya (Ngapiningsih, 2010). 1.5.6 Pembelajaran berbasis masalah Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Made Wena, 2009). 1.6 Lingkup Penelitian Lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Adapun lingkup penelitian ini adalah : 1.6.1 Subyek penelitian Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F dengan jumlah 32 orang dari siswa SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/201 1.6.2 Obyek penelitian Obyek penelitian terbatas pada penerapan metode Pembelajaran Berbasis Masalah pada sub materi pokok kubus dan peningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.
  • 9. 1.6.3 Batasan masalah Penerapan pembelajaran berbasis masalah mencakup dua hal, yakni : Aktivitas Belajar dan Prestasi belajar siswa, selain itu peneliti membatasi permasalahan pada beberapa aspek, yaitu : 1.6.3.1. Penelitian dibatasi hanya pada materi pokok kubus. 1.6.3.2. Kriteria keberhasilan pembelajaran materi pokok kubus, jika daya serap siswa mencapai ketuntasan belajar yang diterapkan oleh Depdiknas yaitu ≥85 % dari siswa memperoleh skor 60 atau lebih dari seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian ini.
  • 10. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian pembelajaran berbasis masalah Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual yaitu sebuah strategi pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar (Nur,2000). Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalahan dan ketrampilan intelektual ; belajar menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri melalui pengalaman nyata. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka (Ibrahim dan Nur, 2000). Moffit (2001) dalam (Nurhadi, 2003) menyatakan bahwa Problem Based Instruction (pembelajaran berdasarkan masalah) merupakan suatu model pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat
  • 11. dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempresentasikan. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002). Peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan masalah-masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Hal yang paling penting, guru itu menerapkan scaffolding (suatu kerangka dukungan) yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual. Pembelajaran berdasarkan massalah tidak dapat terlaksana kecuali guru menciptakan lingkungan kelas yang di dalamnya dapat terjadi suatu proses pertukaran dan berbagi ide secara terbuka, tulus, dan jujur (Nur, 2008). Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan- kenyataan sebagai berikut: 2.1.1.1 Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
  • 12. 2.1.1.2 Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar. 2.1.1.3 2.1.2 Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997), antara lain : 2.1.2.1 Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya. 2.1.2.2 Pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata. 2.1.2.3 Belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata. Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna. 2.1.3 Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001), antara lain : 2.1.3.1 Pengajuan pertanyaan atau masalah. 2.1.3.2 Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
  • 13. 2.1.3.3 Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian yata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. 2.1.3.4 Menghasilkan produk dan memamerkannya. 2.1.3.5 Kolaborasi. Menurut Agus dalam buku cooperative learning, strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan. Sintaks PBL adalah sebagai berikut : Menurut Johnson dalam suchaini (2008) mengemukakan 5 langkah strategi PBL melalui kegiatan kelompok : 1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan. 2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-
  • 14. tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan. 3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan. 4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan. 5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan (Wina, 2008). Menurut John Dewey, penyelesaian masalah dilakukan melalui 6 tahap : Berdasarkan pendapat dari ketiga tokoh tersebut, maka dapat di simpulkan bahwa sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil. Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya
  • 15. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna dan dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Nurhadi, 2003). Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut : 1. Pengajuan pertanyaan atau masalah Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. 2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. 3. Penyelidikan autentik Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan. 4. Menghasilkan produk/karya dan dipamerkan Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelsaian masalah yang mereka temukan. Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama
  • 16. memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir. 2.1.4 Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000). Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya. 2.1.5 Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Ibrahim (2003), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: 2.1.5.1. masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari. 2.1.5.2. /membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan. 2.1.5.3. dialog siswa. 2.1.5.4. belajar siswa.
  • 17. 2.1.6 Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah menurut Yazdani (2002) dalam (Nur, 2008) adalah sebagai berikut : 2.1.6.1 Menekankan pada makna, bukan fakta. Dengan mengganti ceramah dengan forum diskusi, pemonitoran guru, dan penelitian kolaboratif, siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna. 2.1.6.2 Meningkatkan pengarahan dini. Ketika siswa berupaya keras mencari solusi atas masalah kelas mereka, mereka cenderung menganggap tanggung jawab untuk pem belajaran mereka meningkat. 2.1.6.3 Pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan yang lebih baik. Siswa dapat berlatih pengetahuan dan keterampilan dalam konteks fungsional, sehingga diharapkan mereka akan lebih baik dalam penerapan pengetahuan dan keterampilan itu dalam bekerja kelak. 2.1.6.4 Keterampilan-keterampilan interpersonal dan kerja tim Metode ini mengutamakan interaksi antara siswa dan keterampilan-keterampilan interpersonal. 2.1.6.5 Sikap memotivasi diri sendiri Siswa berpikir pembelajaran berdasarkan masalah lebih menarik, merangsang, menyenangkan, dan PBM menawarkan cara belajar yang lebih fleksibel dan mengasuh. 2.1.6.6 Hubungan guru-siswa Dosen juga memandang pembelajaran berdasarkan masalah lebih menekankan pada pembimbingan dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan, dan yakin bahwa peningkatan kontak antara siswa itu bermanfaat bagi pertumbuhan kognitif siswa.
  • 18. 2.1.6.7 Tingkat pembelajaran. Mahasiswa-mahasiswa kesehatan yang belajar dengan model pembelajaran berdasarkan masalah memperoleh skor lebih baik dari pada mahasiswa-mahasiswa tradisional dalam keterampilan-keterampilan belajar, pemecahan masalah, teknik-teknik evaluasi diri, pengumpulan data, ilmu perilaku, dan hubungan mereka dengan masalah- masalah sosial-emosional pasien. 2.1.7 Pengertian belajar Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertiann ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berebeda dan cocok untuk situasi tertentu. Gagne (1970) mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing- masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut : 2.1.7.1 Belajar isyarat (signal learning) Belajar isyarat mirip dengan respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian
  • 19. tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Therndike (1961), bentuk belajar seperti ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar. 2.1.7.2 Belajar stimulus-respons (stimulus respons learning) Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik. adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S-R. 2.1.7.3 Belajar rangkaian (chaining) Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik seperti gerakan dalam mengikat sepatu. 2.1.7.4 Asosiasi verbal (verbal asosiation) Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramide itu berbangun limas” adalah contoh tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangun, seperti balok, kubus kerucut, atau yang lainnya. 2.1.7.5 Belajar diskriminasi (discrimination learning) Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain. 2.1.7.6 Belajar konsep (konsep learning)
  • 20. Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung, konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila orang tersebut dapat melakukan diskriminasi. 2.1.7.7 Belajar aturan (rule learning) Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segitiga besar sudut seluruhnya 180 derajat. 2.1.7.8 Belajar penyelesaian masalah (problem solving) Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. 2.1.8 Aktivitas belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang sadar tujuan, artinya sadar diarahkan utnuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan utama dari kegiatan belajar di sekolah adalah mengalihkan sebagian pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, sehingga pengetahuan itu menjadi milik siswa (Bharat, 1996). Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.
  • 21. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. 2.1.9 Pengertian prestasi belajar Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan baik secara individu maupun kelompok dan pretasi tidak akan pernah berhasil apabila seorang tidak melakukan suatu kegiatan yang diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar bisa dikatakan sebagai rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002). Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2003). Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si pembelajar untuk mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari aktivitas belajar ini menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu pembelajaran itu sendiri. 2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
  • 22. Belajar (khususnya belajar matematika) akan berhasil baik bila faktor-faktor berikut dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor tersebut adalah : Peserta didik, pengajar, prasarana dan sarana, penilaian (Hudoyo, 1987). Faktor-faktor tersebut diatas,akan dijelaskan secara singkat satu persatu. 2.1.10.1 Peserta didik Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung pada peserta didik.Misalnya bagaimana kemampuan dan kesiapan pesrta didik untuk mengikuti kegitan belajar matematika,bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap matematika,disamping itu juga bagaimana kondisi peserta didik misalnya kondisi psikologisnya,seorang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lebih baik belajarnya daripada orang dalam keadaan lelah.Kondisi fisikologisnya seperti perhatian pengamatan,ingatan dan sebagainya juga berpengaruh terhadap kegitan belajar seseorang.Intelegensinya juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya. 2.1.10.2 Pengajar Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar sehingga proses belajar dapat berlansung efektif. Kemampuan pengajar dalam menyampaikan matematika dan sekaligus menguasai materi yang di ajarkan sangat mempengaruhi proses belajar. Kepribadian, pengalaman, dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga berpegaruh terhadap efektifitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara penyampaian merupakan isyarat yang tidak dapat di tawar lagi bagi pengajar matematika. Seseorang yang tidak menguasai materi yang akan di ajarkan tidak mungkin ia dapat mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang pengajar yang tidak
  • 23. menguasai berbagai cara penyampaian, ia hanya mengejar terselesaikannya bahan yang di ajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik. 2.1.10.3 Sarana dan prasarana Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat Bantu belajar merupakan fasilitas belajar yang sangat penting. Demikian pula prasarana yang mapan seperti ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih memperlancar proses belajar. Penyediaan sumber belajar yang lain, seperti majalah tentang pengajaran matematika, laboratorium matematika, dan lain-lain akan meningkatkan kualitas belajar peserta didik. 2.1.10.4 Penilaian Penilaian digunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil belajarnya, juga untuk melihat bagaimana berlangsunnya interaksi anatara pengajar dan peserta didik. Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan memperbaiki hasil belajar. Disamping itu, penilaian juga mengacu kepada proses belajar. Hasil belajar yang di capai siswa, banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu sendiri dan lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Clark dalam Sudjana (1995) Bahwa “hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkunganya”. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh metode atau strategi yang digunakan oleh pengajar. Dalam hal ini agar prestasi belajar dapat tercapai maka pengajar harus menggunakan berbagai macam metode dan salah satu metode yang digunakan adalah penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah.
  • 24. Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan dalam tingkah laku kecakapan.Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung dari bermacam-macam faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1 Faktor yang ada pada diri individu itu sendiri : a. Kematangan /pertumbuhan b. Kecerdasan/intelegensi c. Latihan dan ulangan d. Motivasi e. Sifat-sifat pribadi seseorang 2 Faktor yang ada diluar individu : a. Keadaan keluarga b. Guru dan cara mengajar c. Alat-alat pelajaran d. Motivasi sosial e. Lingkungan dan kesempatan (Purwanto, 2002) 2.1.11 Kubus Kubus merupakan sebuah bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama ukurannya. Penamaan suatu kubus berdasarkan titik sudutnya, berurutan dari bidang alas ke bidang tutup. Kubus di bawah ini disebut kubus ABCD.EFGH. Gambar 2.1 (kubus ABCD.EFGH)
  • 25. 2.1.11.1 Unsur-unsur kubus Beberapa unsur kubus adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Kubus mempunyai 6 sisi, 12 rusuk dan 8 titik sudut. 1. Sisi kubus Sisi kubus adalah bidang persegi yang membatasi bangun ruang kubus. Kubus ABCD.EFGH di atas dibatasi oleh bidang ABCD, ABFE, BCGF, CDHG, ADHE, dan EFGH. Bidang-bidang tersebut disebut sisi-sisi kubus ABCD.EFGH. Gambar 2.2 (sisi, rusuk, dan titik sudut kubus) kubus Rusuk kubus adalah ruas garis yang merupakan perpotongan dua sisi pada sebuah kubus. Rusuk kubus ABCD.EFGH di atas (gambar 2.2) adalah AB, BC, CD, AD, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan EH. 3. Titik sudut kubus Titik sudut kubus adalah titik potong antara tiga rusuk pada kubus. Titik sudut ABCD.EFGH pada gambar 2.2 di atas adalah A, B, C, D, E, F, G, dan H. 2.1.11.2 Diagonal bidang, diagonal ruang, dan diagonal pada kubus 1. Diagonal bidang Diagonal bidang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan pada setiap bidang atau sisi kubus.kubus mempunyai 12 diagonal bidang yang sama panjang. Diagonal pada kubus ABCD.EFGH adalah AC, BD, AF, BE, BG, CF, CH, DG, AH, DE, EG, dan FH. Gambar 2.3 (diagonal bidang kubus)
  • 26. 2. Diagonal ruang Diagonal ruang pada kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan dalam satu ruang pada kubus. Kubus mempunyai 4 diagonal ruang yang sama panjang. Diagonal ruang pada kubus ABCD.EFGH adalah AG, BH, CE, dan DF. Gambar 2.4 (diagonal ruang kubus) 3. Bidang diagonal Bidang diagonal pada kubus adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk kubus yang saling berhadapan pada kubus. Kubus mempunyai 6 bidang diagonal yang sama luas, yaitu ABGH, BCHE, CDEF, ADGF, ACGE, dan BDHF. Gambar 2.5 (diagonal bidang kubus) 2.1.11.3 Jaring-jaring kubus Apabila kubus diiris sepanjang rusuk EH, EF, FB, BA, HG, GC, dan CD, kemudian dinding-dinding (sisi-sisi) direbahkan mendatar, diperoleh bentuk seperti gambar 2.6. Bentuk itu dinamakan jaring-jaring kubus. (Ngapiningsih dkk, 2010:46) Gambar 2.6 (jaring-jaring kubus) 2.2 Kerangka Berpikir Observasi yang dilakukan di SMP Negeri 9 Mataram menunjukkan bahwa aktivitas dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang. Hal ini tampak dari kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang berdampak pada hasil belajar pada tiap- tiap materi yang diajarkan. Data ketuntasan siswa kelas VIII pada semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal terendah ada pada kelas
  • 27. VIII F. Daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang telah diajarkan baik oleh peneliti maupun guru matematika masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah sebesar 60. Berdasarkan data nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VIII pada beberapa materi pokok yang telah diajarkan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010, terlihat bahwa daya serap siswa pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Rendahnya daya serap ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya metode pengajaran yang diterapkan oleh pendidik masih cenderung pasif. Kemampuan siswa selama ini masih cenderung unruk menghafal fakta-fakta, siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan. Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran dengan melakukan tindakan yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep kubus diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bisa menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk menjamin pemahaman konsep kubus, siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya, yaitu konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat yang harus dipahami siswa secara maksimal, karena materi ini merupakan konsep dasar yang sangat menunjang untuk mempelajari materi berikutnya khususnya yang berhubungan dengan pengerjaan hitung. Pendekatan belajar berbasis masalah adalah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi sekarang. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah diharapkan agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang
  • 28. dipelajarinya, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, dapat meningkatkan daya serap belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika pada umumnya dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bangun ruang khususnya serta dapat mendorong siswa belajar dengan bermakna. Untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika perlu dilakukan proses belajar yang lebih baik yaitu dengan memperhatikan perkembangan anak didik melalui pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan uraian diatas maka penerapan pembelajaran berbasis masalah dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep atau isi pelajaran guna meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah : Dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011.
  • 29. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru/peneliti di dalam kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah kelas sehingga mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar mengajar. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto, 2008) 3.2 Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengolah data hasil belajar, sedangkan Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran. 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 9 Mataram 3.3.2 Waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II Tahun pelajaran 2010/2011. 3.4 Rancangan Penelitian
  • 30. Penelitian tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud direncanakan dalam 2 (dua) siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi dan refleksi. Berikut akan diuraikan tentang alokasi waktu kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: Untuk lebih jelasnya secara rinci prosedur tindakan ini dijabarkan sebagai berikut: 3.4.1. Siklus I 3.4.1.1. Perencanaan Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Menyiapkan Skenario Pembelajaran (SP). b. Menyiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung c. Peneliti mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah kepada guru matematika d. Membentuk kelompok yang heterogen baik dari segi kemampuan akademik, suku dan jenis Kelamin yang terdiri dari 4 sampai 5 orang e. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi. f. Mendesain alat evaluasi dalam bentuk tes essay g. Merencanakan analisis hasil tes 3.4.1.2. Pelaksanaan tindakan Dalam tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah melaksanakan skenario pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dan guru sebagai observer. Tahap-tahap pelaksanaan tindakan antara lain: a) Pendahuluan, b) pengembangan, c) penerapan, d) penutup. 3.4.1.3. Observasi Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan guru dan aktivitas siswa. 3.4.1.4. Evaluasi Kegiatan evaluasi dilakukan setelah akhir setiap siklus dengan memberikan tes soal essay yang dikerjakan secara individual. 3.4.1.5. Refleksi Hasil yang diperoleh dari observasi dan hasil evaluasi belajar siswa dikumpulkan serta dianalisis, sehingga dari hasil tersebut peneliti dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi, yaitu: identifikasi kekurangan, analisis sebab kekurangan sehingga dapat menentukan perbaikan pada siklus berikutnya. 3.4.2. Siklus II Jika refleksi siklus I memperoleh hasil yang kurang optimal maka pada siklus II perlu melakukan revisi atau perbaikan/penyempurnaan pada siklus sebelumnya. 3.5 Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  • 31. 3.5.1. Skenario pembelajaran (SP) dan lembar observasi Skenario pembelajaran dan lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru. 3.5.2. Tes evaluasi hasil belajar berbentuk uraian (essay) Instrumen ini disusun oleh peneliti yang sudah disetujui guru dengan berpedoman pada kurikulum dan buku paket matematika. Tes hasil belajar digunakan essay, yang diambil dari beberapa buku paket, ini dibuat guna mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan, pengamatan dilakukan oleh teman peneliti dan guru matematika untuk mengetahui keberhasilan tindakan. 3.6 Teknik Pengumpulan Data 3.6.1. Sumber data Sumber data penelitian ini berasal dari guru, dan siswa Kelas VIII semester II SMP Negeri 9 Mataram. 3.6.2. Jenis data Jenis data yang didapatkan adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari: elajar siswa (data kuantitatif) siswa dan aktivitas guru (data kualitatif) 3.6.2.3. Data hasil observasi pelaksanaan pembelajaran (data kualititatif) 3.6.3. Cara pengambilan data Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah: 3.6.3.1. Data hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada siswa setiap akhir siklus. 3.6.3.2. Data tentang situasi belajar mengajar diperoleh dari lembar observasi. 3.6.3.3. Data tentang bagaimana tanggapan subjek terhadap proses pembelajaran diperoleh dari pedoman wawancara dengan guru bidang studi yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan. 3.7 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas ini dianalisis dengan cara penilaian aktivitas siswa dan guru secara klasikal dan individu. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 3.7.1. Data hasil observasi siswa Data hasil observasi siswa dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 3.7.1.1. Menentukan skor yang diperoleh Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh siswa dari sejumlah indikator yang diamati dengan aturan sebagai berikut: Skor 4 diberikan jika 76% - 100% yang melakukan deskriptor Skor 3 diberikan jika 51% - 75% yang melakukan deskriptor
  • 32. Skor 2 diberikan jika 21% - 50% yang melakukan deskriptor Skor 1 diberikan jika 10% - 20% yang melakukan deskriptor 3.7.1.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal. MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah) SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah) Keterangan: MI : Mean Ideal SDI : Standar Deviasi Ideal 3.7.1.3. Menentukan kriteria aktivitas belajar siswa. Kriteria aktifitas belajar siswa adalah sebagai berikut: 3.7.2. Data hasil observasi guru Data hasil observasi guru selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 3.7.2.1. Menentukan skor yang diperoleh Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh guru dari sejumlah indikator yang diamati Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampak Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampak Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampak Skor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang dilakukan oleh guru. (Nurkencana, 1999) 3.7.2.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah) SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah) Keterangan: MI : Mean Ideal SDI : Standar Deviasi Ideal 3.7.2.3. Menentukan criteria aktivitas guru. Kriteria aktifitas belajar guru adalah sebagai berikut: (Nurkencana, 1999) 3.7.3. Data tes hasil belajar Setelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut dianalisa dengan mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian dianalisa secara kuantitatif. 3.7.3.1. Ketuntasan Individu. Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 60. Nilai ketuntasan minimal sebesar 60 dipilih karena sesuai dengan kemampuan individu, hal ini sesuai dengan standar ketuntasan belajar siswa pada SMP Negeri 9 Mataram. 3.7.3.2. Ketuntasan Klasikal. Data tes hasil belajar proses pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 keatas. Dengan rumus ketuntasan belajar klasikal adalah: KK = x 100 % Dimana:
  • 33. KK = Ketuntasan klasikal X = Jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas Z = Jumlah seluruh siswa (Nurkencana, 1999) Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥85% siswa memperoleh skor minimal 60 yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus. 3.8 Indikator Penelitian Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: 3.8.1 Prestasi belajar siswa dikatakan meningkatkan apabila ketuntasan klasikal pada tiap-tiap siklus meningkat. 3.8.2 Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa berkategori aktif. DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi, Prof. 2006. Prosedur Penelitia . Jakarta : Rineka Cipta. Arikunto Suharsimi, Prof. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Arikunto, S., 2000. Manajemen Penelitian : Depdikbud. Jakarta. Delisle Robert. 1997. How to use Problem-Based Learning In The Classroom. Virginia : Association for Supervision and Curriculum Depelopment. Depdikbud, 1995. Petunjuk Teknis Penilaian. Depdikbud. Jakarta. I Wayan Winaja, M.Si, dkk. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi. Mataram : Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA IKIP Mataram.
  • 34. Ibrahim Muslimin dan Nur Mohamad.,2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah : Universitas Negeri Surabaya. Irzani. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bantul : Media grafindo. Linda Torp and Sara Sage. 2002. Problems as Possibilities. Virginia : Association for Supervision and Curriculum Depelopment. Margono S, Drs. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya. Mohamad Nur, Prof. Dr. 2008. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. Ngapiningsih, dkk. 2010. Matematika untuk SMP/MTs. Klaten : Intan Pariwara. Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad.,2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL ) dan Penerapannya Dalam KBK. Nurkencana, Sumartana, 1990. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Oon-Seng Tan, Ph.D, dkk. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore : A Division of Cengage Learning Asia Pte Ltd. Sugiyono, Prof. Dr. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Suryanti, dkk. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. Tilaar, Prof. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Uno B Hamzah, Dr. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara