Dokumen tersebut membahas tentang bentuk negara dan kedaulatan negara Indonesia serta kompleksitas sistem kekuasaan negara. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan dengan kedaulatan internal dan eksternal. Dokumen tersebut juga membahas teori-teori klasik tentang bentuk pemerintahan dan membedakan antara monarki, republik, dan sistem pemerintahannya.
1. OLEH:
1)ALYA EGA FATIHA
2)ANNISA TENDRIARANI SARAGIH
3)DINDA YULIA SUPARTA
4)MAULA NURLATIFAH
5)SYAWITRI MULTI
KELAS X MIA2
2. Bentuk dan Kedaulatan Negara Indonesia
Bentuk Negara Bentuk Kedaulatan
Negara Kesatuan
Negara Serikat Kedaulatan
KeDalam
Kedaulatan keluar
Kompleks Sistem Kekuasaan
Negara
Bentuk Pemerintahan Klasik
1.Aristoteles
2. Plato
3.Polybios
4. Leon Dugult
Bentuk Pemerintahan
Republik
1.Republik
absolut
2. Republik
konsitusional
3.Republuk
Parementer
Sisem Pemerintahan
1. Sistem Pemerintahan
Presidensial
2. Sistem Pemerintahan
Parementer
3. Sistem Pemerintahan
Referendum
Pemilu Sebagai Pelaksanaan
Kedaulatan Rakyat
3. BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA
INDONESIA
BENTUK NEGARA
1. Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan
sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusatadalah yang
tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan
kekuasaan-kekuasaan yang dipilih olehpemerintah pusat untuk
didelegasikan. Bentuk pemerintahan kesatuan diterapkan oleh banyak
negara di dunia.
2. Negara Serikat
Negara serikat (federal) adalah suatu Negara yang merupakan
gabungan dari beberapa Negara, yang menjadi Negara-negara
bagian dari Negara serikat itu.
BENTUK KEDAULATAN
Berdasarkan sifatnya, kedaulatan terbagi menjadi 2 yaitu:
A.Kedaulatan kedalam artinya pemerintah (negara) mempunyai
kekuasaan untuk mengatur kehidupan negara melalui lembaga negara
atau alat perlengkapan negara yang diperlukan untuk itu. Kedaulatan
kedalam nampak pada tujuan negara seperti yang ada dalam
pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan.
kemerdekaan perdamaian abadi dan kedilan sosial
Dari penjelasan tentang kedaulatan kedalam dapat disimpulkan bahwa,
Negara Indonesia memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan rakyat
Indonesia, menyejahterakan rakyat Indonesia, dengan segenap
4. kemampuannya tanpa campur tangan negara lain. Misalnya
menentukan pendidikan yang cocok untuk bangsa Indonesia, ekonomi,
politik yang cocok untuk bangsa Indonesia, dan lainya.
B.Kedaulatan keluar mengandung pengertian kekuasaan untuk
mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara lain. Hubungan
dan kerjasama ini tentu saja untuk kepentingan nasional. Ini berarti
pula bahwa negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sederajat
dengan negara lain. Kedaulatan keluar ini nampak pada Pembukaan
UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
1. Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
2. Pasal 11 ayat (1), berbunyi : Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan
negara lain.
3. Pasal 13 ayat (1), berbunyi : Presiden mengangkat duta dan
konsul
5. KOMPLEKSITAS SISTEM KEKUASAAN
NEGARA
Bentuk Pemerintahan Klasik
24 DESEMBER 2009
Mengenai bentuk pemerintahan klasik, pada umumnya masih
menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan.
Bahkan Mac Iver dan Leon Duguit menyatakan bahwa bentuk
negara sama dengan bentuk pemerintahan.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat dibedakan
berdasarkan jumlah orang yang memerintah dan sifat
pemerintahannya. Tokoh yang menganut teori klasik adalah
Aristoteles, Plato, Polybios.
A. Aristoteles
berikut bentuk pemerintahan menurut Aristoteles.
1. Monarki, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
satu orang demi kepentingan umum.
2. Tirani, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seseorang demi kepentingan pribadi.
3. Aristokrasi, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum.
4. Oligarki, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan untuk kepentingan kelompoknya.
5. Politea, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seluruh rakyat demi kepentingan umum.
6. Anarki, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
banyak orang yang tidak berhasil menjalankan kekuasaannya
untuk kepentingan umum.
6. 7. Demokrasi, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
rakyat yang dijalankan untuk kepentingan seluruh rakyat
(dari dan untuk rakyat)
B. Plato
Plato mengungkapkan lima bentuk pemerintahan yaitu sebagai
berikut :
1. Aristokrasi, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran
keadilan.
2. Oligarki, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
golongan hartawan.
3. Temokrasi, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
orang-orang yang ingin mencapai kemahsyuran dan
kehormatan.
4. Demokrasi, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
rakyat jelata.
5. Tirani, suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seorang tiran (sewenang-wenang) sehingga jauh dari cita-cita
keadilan.
C. Polybios
Polybios terkenal dengan teorinya yang disebut Cyclus Theory,
yang sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari
ajaran Aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu mengganti
bentuk pemerintahan Politea dengan demokrasi.
Monarki → Tirani → Aristokrasi → Oligarki → Demokrasi →
Okhlokrasi → Monarki
Berdasarkan bentuk pemerintahan yang diungkapkan oleh
Polybios, dapat dijelaskan sebaga berikut.
Monraki merupakan bentuk pemerintahan yang baik karena
mengutamakan kepentingan umum. namun, hal tiu hanya pada
awalnya saja, karena lama kelamaan raja tidak lagi
memperhatikan rakyat, tetapi justru cenderung bersikap
7. sewenang-wenang dalam memerintah. Akhirnya
pemerintahan monarki pun berubah menjadi tirani.
Pemerintahan tirani yang dijalankan untuk kepentingan
pribadi ini, memunculkan inisiatif dari para bangsawan untuk
melawannya. Hingga terjadilah pengambil alihan kekuasaan.
Lalu pemerintahan dipegang oleh beberapa orang yang
dijalankan untuk kepentingan umum.Pemerintahan tirani pun
berubah menjadi aristokrasi.
Dalam pemerintahan aristokrasi, pada mulanya memang baik
karena dijalankan untuk kepentingan umum. Namun, lama-kelamaan
tidak lagi mengutamakan keadilan karena dijalankan
untuk kepentingan pribadi. Akhirnya bentuk
pemerintahan aristokrasi bergeser menjadi oligarki.
Pada masa pemerintahan oligarki ini,pada perkembangannya
tidak dirasakan adanya keadilan, maka munculah
pemberontakan dari rakyat untuk mengambil alih kekuasaan.
Kemudian pemerintahan pun dijalankan oleh rakyat untuk
kepentinganrakyat. Oligarki berubah menjadi demokrasi.
Pada pemerintahan demokrasi ini, ternyata banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan, antara lain maraknya korupsi,
serta tidak ada penegakan hukum. Instabilitas politik ini
merubah demokrasi menjadi okhlokrasi.
Pada masa pemerintahan okhlokrasi yang penuh dengan
kekacauan ini, kemudian muncul seseorang yang kuat dan berani
merebut pemerintahan. Pada akhirnya bentuk pemerintahan
okhlokrasi kembali dipegang satu orang dan menjadi monarki.
Namun teori Polybios ini dapat dikatakan sifatnya deterministik,
artinya perubahan bentuk pemerintahan ini mengikuti siklus
yang berurutan dari pemerintahan baik, kemudian digantikan
pemerintahan buruk, lalu digantikan lagi dengan pemerintahan
baik danseterusnya. Polybios pun beranggapan adanya hubungan
kausal antar siklus tersebut karena lahirnya bentuk pemerintahan
merupakan akibat bentuk pemerintahan yang sebelumnya.
8. D. Leon Duguit
Pendapat Jellinek tidak disetujui oleh Leon Duguit karena kriteria
pembeda cara pembentukan kemauan negara tidak sesuai dengan
kenyataan. Menurut Duguit, bentuk pemerintahan ditentukan
berdasarkan:
Jumlah orang yang memegang kekuasaan untuk
menyelenggarakan kepentingan bersama dalam negara;
Cara penunjukan kepala negara.
Pemerintahan disebut monarkhi apabila diselenggarakan oleh satu
orang raja/ kaisar; disebut oligarkhi apabila diselenggarakan oleh
beberapa (sedikit) orang; dan demokrasi (berasal dari kata demos
yang berarti rakyat dan kratein) apabila diselenggarakan oleh banyak
orang.
Dalam bukunya yang berjudul “Traite de Droit Constitutionale”,
Duguit membedakan bentuk pemerintahan menjadi monarkhi dan
republik dengan cara atau sistem penunjukan kepala negara sebagai
kriteria pembeda.
Monarkhi adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya
diangkat berdasarkan waris atau keturunan (herediter) dan menjabat
seumur hidup. Dalam pemerintahan monarkhi tidak terjadi pemilihan
kepala negara oleh rakyat atau parlemen. Maka, monarkhi melahirkan
wangsa atau dinasti, keluarga pewaris tahta kerajaan.
Republik adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya dipilih
oleh rakyat (secara langsung maupun melalui perwakilan). Masa
jabatan kepala negaranya dibatasi (misalnya: empat tahun seperti di
Amerika Serikat; atau lima tahun seperti di Indonesia).
Otto Koellreutter sependapat dengan Leon Duguit, tetapi kriteria
pembeda yang menurutnya lebih tepat adalah kesamaan dan
ketidaksamaan. Monarkhi merupakan bentuk pemerintahan yang
9. didasarkan atas ukuran ketidaksamaan, karena tidak setiap orang
dapat menjadi kepala negara (raja). Sedangkan republik merupakan
bentuk pemerintahan yang didasarkan atas ukuran kesamaan karena
kepala negaranya dipilih dan diangkat berdasarkan kemauan dewan
atau orang banyak, dan setiap orang dianggap memiliki hak yang
sama untuk menjadi kepala negara. Selain bentuk pemerintahan
monarkhi dan republik, Koellreutter menambahkan bentuk
pemerintahan otoriter (Autoritarien Fuhrerstaat), yaitu pemerintahan
oleh satu orang yang bersifat mutlak.
Duguit membagi bentuk pemerintahan monarkhi menjadi:
1. Monarkhi absolut, yaitu monarkhi yang seluruh kekuasaan
negaranya berada di tangan raja sehingga raja berkuasa secara
mutlak, tak terbatas. Raja memegang kekuasaan secara luar
biasa sehingga mudah bertindak sewenang-wenang. Perintahnya
adalah hukum yang harus dilaksanakan tanpa reserve. Dalam
negara monarkhi absolut berlaku semboyan Princep legibus
solutus est, salus publica suprema lex yang maksudnya adalah:
yang berhak membentuk undang-undang adalah raja,
kesejahteraan umum adalah hukum yang tertinggi.
2. Monarkhi konstitusional, yaitu monarkhi terbatas (kekuasaan
rajanya dibatasi oleh konstitusi)
3. Monarkhi parlementer, yaitu monarkhi yang kekuasaan
pemerintahannya ada di tangan para menteri (baik sendiri
maupun bersama-sama) yang bertanggung jawab kepada
parlemen. Raja berkedudukan sebagai kepala negara, lambang
keutuhan dan kesatuan negara. Karena itu raja tidak dapat
diminta bertanggung jawab (The king can do no wrong).
Menurut Duguit, bentuk pemerintahan republik pun dapat dibagi tiga
seperti berikut:
1. Republik absolut (kadang-kadang disebut otoriter), yaitu suatu
negara yang seluruh kekuasaannya berada di tangan presiden.
2. Republik konstitusional, yaitu suatu republik yang kekuasaaan
presidennya dibatasi konstitusi.
10. 3. Republik parlementer, yaitu suatu republik yang kekuasaan
menjalankan pemerintahannya ada di tangan para menteri dan
harus bertanggung jawab kepada parlemen. Menteri-menteri
merupakan pelaksana pemerintahan dan mereka sendirilah yang
mesti bertanggung jawab.
Bentuk pemerintahan republik
Bentuk pemerintahan Republik adalah bentuk
pemerintahan yang dikepalai oleh seorang presiden yang
diangkat dan diberhentikan oleh rakyat dengan masa
jabatan tertentu. Bentuk pemerintahan Republik dapat
dibedakan yaitu:
a. Republik Absolut
Republik Absolut adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai
seorang presiden dimana kekuasaan dan wewenangnya tanpa
dibatasi sebuah konstitusi atau ada konstitusi namun diabaikan
dan legislatif pun mungkin ada, tapi tidak berfungsi.
b. Republik Konstitusional
Republik Konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang
dikepalai seorang presiden,dimana kekuasaan dan
wewenangnya dibatasi oleh konstitusi, di sini lembaga legislatif
berfungsi.
c. Republik Parlementer
Republik Parlementer adalah bentuk pemerintahan, dimana
kepala negaranya seorang presiden dan kepala
pemerintahannya seorang perdana menteri yang diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen serta bertanggung jawab pada
parlemen.
SISTEM PEMERINTAHAN
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
adalah sistem pemerintahan dimna parlemen atau badan legislatif
memiliki peran penting dalam pemerintahan.
11. Ciri-ciri atau karakteristik pemerintahan parlementer sebagai berikut :
a. Raja, ratu atau presiden sebagai kepala negara tidak memiliki
kekuasan pemerintahan.
b. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri
c. Parlemen adalah satu-satunya lembaga yang anggotanya dipilih
langsung rakyat melalui pemilihan Umum.
d. Eksekutif adalah kabinet bertanggung jawab kepada legislatif atau
parlemen.
e. Bila parlemen mengeluarkan mosi tak percaya kepada menteri
tertentu atau seluruh menteri maka kabinet harus menyerahkan
mandatnya kepada kepala negara.
f. Dalam sistem dua partai yang ditunjuk membentuk kabinet segali gus
sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik pemenang pemilu.
g. Dalam sistem banyak partai formatur kabinet membentuk kabinet
secara koalisi dan mendapat kepercayaan parlemen.
h. Bila terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen maka
kepala negara menganggap kabinet yang benar maka parlemen
dibubarkan oleh kepala negara.
Catatan:
Bila parlemen dibubarkan maka tanggung jawab pelaksanaan
pemilu terletak pada kabinet dalam tempo 30 hari. Bila partai politik
yang menguasai parlemen menang dalam pemilu maka kabinet akan
terus memerintah. Tetapi apabila yang menang dalam pemilu tersebut
adala partai oposisi maka kabinet mengembalikan madatnya kepada
kepala negara dan partai pemenang pemilu akan membentuk kabinet
baru.
Kelebihan sistem pemerintahan Parlementer :
· Pembuatan kebijakan cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat anatar legislatif dengan eksekutif.
· Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
publik jelas.
· Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet
sehingga kabinet berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan sistem pemerintahan parlementer :
· Kedudukan eksekutif/kabinet tergantung dukungan mayoritas
parlemen, sehingga sewaktu waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh
parlemen.
· Kabinet sewaktu-waktu dapat bubar tergantung dukungan mayoritas
parlemen.
· Kabinet yang berasal dari partai pemenang pemilu dapat menguasai
parlemen.
12. · Parlemen tempat pengkaderan bagi jabatan eksekutif. Anggota
parlemen merangkap menteri atau kabinet.
Prinsip-prinsip sistem pemerintahan Parlementer ada 2 yaitu :
1. Rangkap jabatan karena anggota parlemen adalah para menteri.
2. Dominasi resmi parlemen sebab merupakan lembaga legislatif
tertinggi, memiliki kekuasaan membuat UU, merivisi, mencabut suatu
UU. Parlemen dapat menentukan suatu UU itu konstitusional atau tidak.
2. Sistem pemerintahan Presidensial
adalah keseluruhan hubungan kerja antar lembaga negara melalui
pemisahan kekuasan negara, disini presiden adalah kunci dalam
pengelolaan kekuasaan menjalankan pemerintahan negara.
Ciri-ciri atau karakteristik sistem pemerintahan Presidensial
sebagai berikut :
a. Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan.
b. Kabinet atau dewan menteri dibentuk oleh presiden.
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parleme
d. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen
e. Menteri tidak boleh merangkap anggota parlemen
f. Menteri bertanggung jawab kepada presiden
g. Masa jabatan mebteri tergantung pada keprcayaan presiden.
h. Peran eksekutif dan legislatif dibuat seimbang dengan sistem
check and balances.
Kelebihan sistem Presidensial :
Kedudukan eksekutif stabil sebab tidak tergantung pada
legislatif atau parlemen.
Masa jabatan eksekutif jelas, misalnya 4 tahun, 5 tahun atau 6
tahun.
Penyususnan program kabinet mudah karena disesuaikan
dengan masa jabatan.
Legislatif buakn tempat kaderisasi eksekutif sebab anggota
parlemen tidak boleh dirangkap pejabat eksekutif.
Kekurangan Sistem Presidensial :
Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif
sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
Pembuatan kebijakan publik hasil tawar-menawar antara
eksekutif dengan legislatif, tidak tegas dan waktu lama.
Prinsip-perinsip sistem pemerintahan presidensial adalah :
13. 1. Pemisahan jabatan karena larangan rangkap jabatan antara
anggota parlemen dengan menteri atau kabinet.
2. Kontrol dan keseimbangan (check and balances) yaitu masing-masing
cabang kekuasaan diberi kekuasaan untuk mengontrol
cabang kekuasaan lain.
3. Sistem pemerintahan di negara komunis
Lembaga legislatif di Uni Soviet dijalankan oleh lembaga
yang bernama Soviet Tertinggi URRS (STU) yang terdiri dari 2
majelis yaitu majelis Uni dan majelis bangsa-bangsa. Majelis uni
mencerminkan kepentingan bersama seluruh penduduk URSS (
mirip DPR) sedangkan majelis bangsa-bangsa mencerminkan
bangsa-bangsa dan suku bangsa yang terdapat di wilayah URSS (
semacam Senat). Siviet tertinggi (STU) memilih presidium soviet
tertinggi (semacam badan pekerja MPR) yang merupakan lembaga
yang amat berkuasa di Uni Soviet.
Kekuasaan Eksekutif dijalankan oleh dewan menteri yang
bertanggung jawab dan tunduk kepada Siviet Teretinggi URSS.
Kekuasan nyata pemerintahan di Uni Soviet berada di tangan
pemimpin partai komunis.
4. Sistem Pemerintahan Referendum
Di negara Swiss pembuatan UU berada dibawah
pengawasan rakyat yang memiliki hak pilih. Pengawasan itu
dilakukan dalam bentuk referendum. Referendum itu ada 3 jenis :
Referendum Obligatoir adalah referendum yang harus lebih dulu
mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum suatu UUD
tertentu diberlakukan.
Referendun Fakultatif adalah referendunm yang dilaksanakan
apabila dalam waktu tertentu setelah UU dilaksanakan, sejumlah
orang tertentu menginginka dilaksanakannya referendum. Apabila
hasil referendum menghendaki dilaksanakannya UU maka akan
terus berlaku, tapi sebaliknya.
Referendum Konsultatif adalah referendum yang menyangkut
soal-soal teknis. Biasanya rakyat kurang paham tentangmateri UU
yang diminta persetujuannya.
SISTEM PEMERINTAHAN DI AMERIKA SERIKAT
Amerika serikat adalah negara republik berbentuk Federasi
(federal) terdiri dari 50 negara bagian.
14. Adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif yang didasarkan pada sistem check and
balances.
Kekuasaan eksekutif adalah prewsiden sebgai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.
Kekuasan legislatif ditangan parlemen yang beernama Kongres.
Kongres terdiri dari dua kamar yaitu senat dan badan perwakilan
(The House of Representatives). Anggota senat dipilih melalui
pemilu yang merupakan wakil dari negara-negara bagian, setiap
negara bagian 2 orang wakil. Jadi anggota senat itu 100 senator,
masa jabatan 6 tahun. Sedangkan badan perwakilan merupakan
wakil dari rakyat amerika serikat yang dipilih langsung untuk
jabatan 2 tahun.
Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
Menganut sitem 2 partai yaitu Demokrat dan republik.
Pemilihan umum menganut sistem distrik
SISTEM PEMERINTAHAN DI INGGRIS
Inggris adalah negara kesatuan (United Kingdom) terdiri dari
england, scotand, wales, irlandia utara, berbentuk kerajaan
(monarki).
Kekuasan pemerintahan ditangan kabinet (Perdana Menteri)
Raja adalah simbol kedaulatan dan persatuan negara.
Parlemen terdiri dari 2 kamar yaitu House of commons (majelis
Rendah) dan house of lords (majelis Tinggi). Majelis rendah adalah
badan perwakilan rakyat dimana anggotanya dipilih oleh rakyat dari
calon partai politik. Majelis Tinggi adalah perwakilan yang bberisi
para bangsawan berdasarkan warisan.
Adanya oposisi dari partai yang kalah dalam pemilu.
Menganut sistem 2 partai yaitu konservatif dan partai buruh.
Badan peradilan ditunjuk oleh kabinet maka tidak ada hakim yang
dipilih.
SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK RAKYAT CINA
Bentuk negara adalah kesatuan dengan 23 provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem demokrasi
komunis.
Kepala negara adalah presiden, dan kepala pemerintahan adalah
perdana menteri.
Menggunakan sistem unikameral yaitun kongres rakyat nasional.
Lembaga negara tertinggi adalah kongres rakyat nasional sebagai
badan legislatif.
15. Kekuasaan yudikatif dijalankan secara bertingkat dan kaku oleh
pengadilan rakyat dibawah pimpinan mahkamah agung Cina.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tidak satu katapun di UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
sistem pemerintahan negara kita adalah sistem presidensial.
Negara kita menganut presidensial dapat kita pahami dari
ketentuan yang terdapat dalam UUD 45 sebagai berikut:
Pasal 4 ayat1 Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang dasar.
Pasal 17 ayat 1 Presiden dibantu oleh menteri negara.
Pasal 17 ayat 2 Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
Pasal 17 ayat 3 Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.
Pasal 17 ayat 4 Pembentukan, pengubahan dan pembubaran
kementerian negara diatur undang-undang.
POKOK-POKOK SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK
INDONESIA
Bentuk negara adalah kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas
dengan 35 provinsi termasuk daerah istimewa.
Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem presidensial.
Pemegang kekuasaan eksekutif adalah presiden sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan.
Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan serta
bertanggungjawab kepada presiden.
Parlemen pemegang kekuasaan Eksekutif yang terdiri dari 2 kamar
yaitu DPR dan DPD yang merupakan sekaligus anggota MPR.
Anggota DPR dipilih rakyat melalui pemilu dengan sitem
proporsional terbuka, DPD dipilih rakyat secara langsung melalui
pemilu yang berasal dari masing-masing provinsi sejumlah 4 orang
setiap provinsi dengan sistem pemilihan distrik perwakilan banyak.
Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan
peradilan di bawahnya.
A. Pembentukan Sekretariat Perwakilan Komisi Pemilihan
Umum Kota Yogyakarta.
16. 1. Dasar Hukum pembentukan Sekretariat Perwakilan Sekretaris
Umum Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta adalah Surat
Menteri Dalam Negeri Nomor : 061/815/SJ tanggal 25 April
2002 tentang pembentukan Sekretariat Pelaksana Pemilu di
Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
2. Kegiatan yang dilaksanakan. Dalam menindak lanjuti surat
Mendagri Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan persiapan
dan koordinasi dengan instansi terkait guna menyusun
alternatif alternatif pembentukan Sekretariat Perwakilan
Sekretaris Umum Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta
sebagai saran/masukan kepada Walikota Yogyakarta
sehingga akan diperoleh keputusan terbaik.
Sebagai realisasi dari saran Staf adalah dengan terbitnya
Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor : 20/Pem.D/BP/D.4
tanggal 1 April 2003 tentang pelantikan pejabat Struktural
pada Sekretariat Perwakilan Sekretaris Umum Komisi
Pemilihan Umum Kota Yogyakarta sebagai berikut :
a. Sdr. Untung Srihadi P. NIP 490031981, sebagai Sekretaris
Perwakilan Sekretaris Umum Komisi Pemilihan Umum Kota
Yogyakarta.
b. Sugiyanto, SH. NIP 490029025, sebagai Kepala Sub
Bagian Teknis dan Hukum Sekretariat Perwakilan
Sekretaris Umum Komisi Pemilihan Umum Kota
Yogyakarta.
c. Indradi Yohananto, SH. NIP 010269301, sebagai Kepala
Sub Bagian Penerangan Masyarakat dan Umum Sekretariat
Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta.
3. Permasalahan yang dihadapi
a. Kondisi personil sampai laporan ini dibuat sebanyak 16
(enam belas) orang dengan rincian 13 (tiga belas) orang
sudah definitif (SK Walikota) dan 3 (tiga) orang masih surat
tugas.
b. Sampai saat ini belum terdapat ketentuan yang mengatur
tentang Status Kepegawaian, jumlah pasti personil
Sekretariat, pola pembinaan pegawai, maupun perbaikan
tingkat kesejahteraan.
4. Langkah Sekretariat.
a. Membuat Telaahan Staf tentang personil Sekretariat
kepada Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum sesuai
17. Surat Sekretaris KPU Kota Yogyakarta Nomor : 270/481
tanggal 21 September 2004 tentang Saran Personil.
b. Surat tersebut mendapat tanggapan positif dari Sekretaris
Jenderal Komisi Pemilihan Umum sesuai Surat Nomor :
1768/15/X/2004 tanggal 12 Oktober 2004 tentang Saran
Personil.
B. Rekrutmen dan Penetapan Anggota KPU Kota Yogyakarta
serta Kegiatan Awal KPU Kota Yogyakarta
1. Dasar hukum pembentukan Komisi Pemilihan Umum Kota
Yogyakarta adalah Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 68 Tahun 2003 tentang Tata Cara Seleksi dan
Penetapan Keanggotaan Komisi Pemilihan Umum Propinsi,
Kabupaten/Kota.
2. Kegiatan yang dilaksanakan.
a. Pembentukan Tim Seleksi tingkat Kota.
b. Pelaksanaaan Seleksi.
3. Pembentukan Tim Seleksi tingkat Kota. Tim Seleksi tingkat
Kota Yogyakarta terbentuk sesuai Surat Keputusan Walikota
Yogyakarta Nomor 113/KD/TAHUN 2003 tanggal 12 April
2003 tentang Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan
Umum Kota Yogyakarta dengan susunan personil sebagai
berikut :
a. Drs. H. Bitus Iswanto, MM. dari unsur akademisi
b. Drs. HA. Adaby Darban, SU. dari unsur akademisi
c. Drs. Untung Budiono dari unsur Tokoh Masyarakat
d. Dra. Susilastuti Msi dari unsur Pers
e. Ir. Hadi Prabowo dari unsur Pemerintah Kota
f. Untung Srihadi P. Sekretaris Perwakilan Sekretariat Umum
Komisi Pemilihan Umum
Sesuai kesepakatan forum mempercayakan kepada Drs. H.
Bitus Iswanto, MM untuk menjabat sebagai Ketua Tim Seleksi.
Dalam melaksanakan tugas Tim Seleksi difasilitasi oleh
Sekretariat Perwakilan Sekretaris Umum Kota Yogyakarta
dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
a. Audensi dengan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta
b. Audensi dengan Pimpinan DPRD Kota Yogyakarta
c. Menyiapkan bahan administrasi pencalonan Anggota KPU
d. Menyelenggarakan tahapan seleksi tingkat Kota Yogyakarta
4. Pelaksanaan Seleksi.
18. a. Tahap penerimaan pendaftaran Guna menyebarluaskan
informasi kepada masyarakat luas tentang pelaksanaan seleksi
Calon anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Tim seleksi
memanfaatkan media cetak, memasang pengumuman di Kantor
Kelurahan/Kecamatan se kota Yogyakarta, dari upaya tersebut
telah terambil formulir pendaftaran sebanyak 325 formulir
dengan rincian :
1) Dari jenis kelamin :
- Laki laki = 230 orang
- Perempuan = 95 orang
2) Dilihat dari jenjang pendidikan :
- Strata 3 = 1 orang
- Strata 2 = 14 orang
- Strata 1 = 212 orang
- Diploma 3 = 30 orang
- SLTA = 44 orang
- Mahasiswa = 19 orang
- Lain lain = 5 orang
5. Tahapan seleksi administrasi.
Dari 325 berkas yang terambil hanya 126 orang yang
mengembalikan formulir, dari jumlah tersebut setelah diadakan
pengecekan tentang kelengkapan berkas, berkas yang
memenuhi persyaratan administrasi hanya 86 (delapan puluh
enam) berkas.
6. Tahapan seleksi lanjutan.
Metoda yang digunakan melalui pelemparan pertanyaan secara
tertulis dan wawancara/diskusi. Sesuai proses dan prosedur
yang ditempuh akhirnya diperoleh 10 (sepuluh) calon yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Aan Kurniasih, SH.
b. Bernadus Monda Pandapotan Saragi, SH.
c. Drs. Eko Asihanto.
d. Eko Budi Siswono, SH.
e. Hendy Setiawan, S.IP.
f. Ismail Ts. Siregar.
g. Drs. Miftachul Alfin, MSHRM.
h. Nasrullah, SH.
i. Rahmat Muhajir Nugroho, SH.
19. j. R. Moch. Nufrianto Aris Munandar, SE.
Selanjutnya Tim Seleksi menyerahkan hasil seleksi kepada
Walikota Yogyakarta sesuai Surat Tim Seleksi Nomor :
X/270/001/KPU/03 tanggal 5 Mei 2003, sebagai bahan laporan
oleh Walikota Yogyakarta kepada Gubernur DIY c/q Sekretaris
Perwakilan Komisi Pemilihan Umum.
7. Tahapan seleksi tingkat KPU Propinsi Seleksi oleh Tim KPU
Propinsi DIY dilaksanakan selama 1 (satu) hari dengan
sususan Tim sebagai berikut :
a. Suparman Marzuki, SH., Msi. Ketua KPU Propinsi DIY
b. Drs. H. Mohammad Najib, Msi. Anggota
c. Dra. Nur Azizah, Msi. Anggota
d. Any Rochyati, SE., Msi. Anggota
e. Samsul Bayan, SH., MH. Anggota
8. Tahapan pengumuman dan pelantikan.
Pada tanggal 12 Juni 2004 Sekretaris Perwakilan Sekretaris
Umum Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta menerima
Berita Acara Penetapan hasil seleksi Tim Propinsi 5 (lima)
orang calon dari Kota Yogyakarta sebagai berikut :
i. Aan Kurniasih, SH.
ii. Hendy Setiawan, S.IP.
iii. Drs. Miftachul Alfin, MSHRM.
iv. Nasrullah, SH.
v. Rahmat Muhajir Nugroho, SH.
Pada tanggal 13 Juni 2003 bertempat di Kantor KPU Propinsi
dilaksanakan pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota se DIY
oleh Ketua KPU Propinsi DIY Suparman Marzuki, SH., Msi.
9. Kegiatan awal Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta.
a. Melakukan rapat untuk menentukan Ketua dan Divisi
dengan hasil :
1) Drs. Miftachul Alfin, MSHRM. sebagai Ketua dan
merangkap Divisi Pendaftaran, Pencalonan dan Peserta
Pemilu.
2) Nasrullah, SH. sebagai Divisi Hukum dan Hubungan
Antar Lembaga.
3) Hendy Setiawan, S.IP. sebagai Divisi Pemungutan Suara
dan Penetapan Hasil Pemilu.
20. 4) Rahmat Muhajir Nugroho, SH. sebagai Divisi Pendidikan,
Informasi dan Kajian Pengembangan.
5) Aan Kurniasih, SH. sebagai Divisi Logistik, Personil dan
Keuangan Pemilu.
b. Audensi dengan jajaran Muspida Kota Yogyakarta dan
Pimpinan DPRD Kota Yogyakarta.
c. Mengikuti Rapat Kerja Persiapan Penyelenggaraan Pemilu
2004 bagi Anggota KPU Kabupaten/Kota Jateng dan DIY
pada tanggal 23 s/d 24 Juni 2004 di Hotel Ambarrukmo
Yogyakarta.
1) Dialog dengan Partai Politik Peserta dialog adalah
Partai Politik hasil Pemilu tahun 1999 karena Partai
Politik Peserta Pemilu 2004 belum ditentukan, namun
demikian tingkat kehadiran pengurus diatas 50 %.
Kegiatan dialog ini bertujuan :
a) Perkenalan anggota Komisi Pemilihan Umum Kota
Yogyakarta sebagai penyelenggara Pemilu di Daerah
serta mensosialisasikan tugas, tanggung jawab,
kewajiban dan batasan kewenangan Komisi Pemilihan
Umum Kota Yogyakarta.
b) Menjalin komunikasi dan hubungan timbal balik yang
baik antara Komisi Pemilihan Umum dengan para
pengurus Parpol yang ada di Kota Yogyakarta.
c) Mempererat hubungan antar pengurus Partai Politik
sehingga terjalin semangat kebersamaan dan
memperlancar komunikasi dalam menyongsong
penyelenggaraan Pemilu 2004.
d) Agar para pengurus Partai Politik mengetahui secara
garis besar tentang Tahapan, Jadwal waktu dan
mekanisme pelaksanaan Pemilu 2004 sehingga setiap
Parpol memiliki waktu yang cukup dalam persiapan
mengikuti Pemilu 2004.
C. Pembentukan PPK dan PPS
Pelaksanaan Pemilu tahun 2004 membutuhkan aparat
penyelenggara di tingkat Kecamatan, Kelurahan/Desa dan
Tempat Pemungutan Suara. Sesuai dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD, penyelenggara pemilu di tingkat Kecamatan adalah
Panitia Pemilihan Kecamatan yang disingkat dengan PPK.
21. Penyelenggara Pemilu di tingkat Kelurahan atau Desa adalah
Panita Pemungutan Suara, disingkat PPS. Sedangkan
penyelenggara pemilu tingkat terbawah yaitu TPS adalah
Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara atau disingkat KPPS. PPK dan PPS dibentuk
oleh KPU Kabupaten/Kota sedangkan KPPS dibentuk oleh PPS.
1. Rekrutmen PPK
Dalam melaksanakan rekrutmen atau pembentukan
penyelenggara Pemilu di tingkat bawahnya, KPU Kota
Yogyakarta selalu mendasarkan segala perencanaannya
berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. 3 peraturan yang dijadikan dasar perencanaan adalah
:
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 100 Tahun
2003.
Radiogram KPU nomor 32/RDG/VII/2003.
Atas 3 dasar tersebut, KPU Kota Yogyakarta dalam langkah
pertamanya membentuk Kelompok Kerja yang khusus
menangani pembentukan PPK dan PPS se-Kota Yogyakarta
yang dituangkan dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan
Umum Kota Yogyakarta Nomor : 004/SK.KPU-YK/2003
tertanggal 17 Juli 2003. Dalam rapat koordinasi pertamanya
kelompok kerja merumuskan 2 hal penting yaitu :
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta
Nomor 01 tahun 2003 tentang “Tata Cara Perekrutan dan
Penetapan Keanggotaan Panitia Pemilihan Kecamatan se-
Kota Yogyakarta”, tertanggal 18 Juli 2003, dan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta
Nomor 02 tahun 2003 tentang “Tata Cara Perekrutan dan
Penetapan Keanggotaan Panitia Pemungutan Suara se –
Kota Yogyakarta”, tertanggal 7 Agustus 2003.
Dalam 2 Keputusan tersebut dirinci secara jelas mengenai
pengertian umum, jumlah keanggotaan, syarat-syarat
keanggotaan, tata cara pengajuan calon, mekanisme
perekrutan, persetujuan dan penetapan, kelengkapan
administrasi serta anggaran pembentukan PPK dan PPS. Satu
lagi patokan dasar dalam perencanaan adalah batas terakhir
22. dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 100 tahun
2003 tidak dilanggar. Batas akhir pembentukan PPK adalah
21 Agustus 2003 sedangkan batas akhir pembentukan PPS
adalah 2 September 2003.
Calon anggota PPK diajukan oleh Camat untuk mendapatkan
persetujuan KPU Kota Yogyakarta. Untuk memperoleh
persepsi yang sama maka KPU Kota Yogyakarta mengundang
Camat se – Kota Yogyakarta pada tanggal 19 Juli 2003.
Dalam koordinasi dengan para camat tersebut KPU Kota
menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan akan
diadakannya pembentukan PPK yang prosesnya adalah
melibatkan camat sebagi pihak yang berwenang dalam
mengajukan calon-calon
PPK maksimal sebanyak 2 kali jumlah anggota PPK yaitu 10
orang. Hasil kesepakatan KPU Kota Yogyakarta dengan para
Camat rapat dalam koordinasi tersebut adalah :
a. Proses pembentukan PPK adalah bersifat terbuka untuk
seluruh masyarakat yang memenuhi persyaratan.
b. KPU Kota Yogyakarta berwenang mensosialisasikan proses
rekrutmen anggota PPK kepada seluruh masyarakat melalui
pengumuman di media cetak dan penggandaan formulir
pendaftaran.
c. Camat berwenang dalam penerimaan pendaftaran dan
pengajuan calon anggota PPK yang disusun berdasarkan
ranking.
d. Camat berwenang untuk membentuk atau tidak membentuk
Tim Seleksi Tingkat Kecamatan.
e. Camat berwenang untuk mengadakan seleksi dengan
metode yang dikehendaki apabila jumlah pendaftar lebih
dari 10 orang.
f. KPU Kota Yogyakarta berwenang untuk menetapkan calon
anggota PPK terpilih yang diusulkan oleh Camat tanpa
intervensi pihak manapun.
g. Tahapan perekrutan PPK se – Kota Yogyakarta tetap
mengacu pada jadual yang ditetapkan dalam Keputusan
KPU Kota Yogyakarta nomor 2 tahun 2003.
Dalam proses pendaftaran beberapa Kecamatan menerima
pendaftar berjumlah lebih dari 10 orang sehingga harus
mengadakan seleksi. Akan tetapi juga ada Kecamatan yang
23. menerima pendaftar tepat atau kurang dari 10 orang sehingga
merasa tidak perlu mengadakan seleksi. Akan tetapi terlepas
dari itu semua, jadual pengajuan calon anggota PPK oleh
Camat kepada KPU Kota Yogyakarta tepat sesuai jadual yaitu
tanggal 9 Agustus 2003.
Berdasarkan daftar yang diajukan oleh Camat itulah, KPU
Kota Yogyakarta mulai menseleksi calon-calon anggota PPK
dengan kriteria yang telah disepakati oleh KPU Kota
Yogyakarta yaitu :
a. Rekomendasi dari camat, ranking 1-5, mendapat nilai 40,
ranking 6 – 10 tidak mendapat nilai.
b. Pengalaman dalam Pemilu, nilai berkisar 0 – 10.
c. Tingkat pendidikan, nilai berkisar 0 – 10.
d. Pengalaman berorganisasi, nilai berkisar 0 – 10.
e. Tingkat ketokohan, nilai berkisar 0 – 10.
Selain kriteria tersebut ada pertimbangan lainnya yang tidak
bisa diukur dengan nilai yaitu :
a. Ada tidaknya catatan kepolisian dari calon
bersangkutan.
B. Ada tidaknya masukan dari masyarakat terhadap calon
bersangkutan.
C. Terlibat tidaknya calon bersangkutan dalam aktifitas
kepartaian.
D. Pertimbangan kuota keterwakilan perempuan sebanyak 30%.
E. Pertimbangan pemerataan asal wilayah (kelurahan) para
calon bersangkutan dalam 1 wilayah Kecamatan.
4. Dengan berbagai pertimbangan tersebut diatas maka
konsekuensinya adalah bahwa tidak semua dan tidak selalu
calon yang masuk ranking 1 - 5 yang diajukan oleh camat
akan disetujui dan ditetapkan menjadi anggota PPK terpilih.
Dan satu hal yang sebenarnya sangat prinsip dan cukup
menyulitkan KPU Kota Yogyakarta dalam menetapkan
anggota PPK terpilih adalah dilarangnya KPU
Kota/Kabupaten mengadakan fit and proper test terhadap
calon seperti yang tertuang dalam Radiogram KPU nomor
32/RDG/VII/2003/. Setelah melalui beberapa kali Rapat Pleno
dan sesuai dengan jadual yang ditetapkan, pada tanggal 15
Agustus 2003 KPU Kota Yogyakarta berhasil memutuskan 70
anggota PPK terpilih dari 14 Kecamatan. Pada tanggal 18
Agustus 2003 daftar nama 70 anggota PPK terpilih
24. diumumkan di media cetak. Selain itu kepada calon
bersangkutan diberikan surat pemberitahuan dan surat
undangan untuk menghadiri pelantikan anggota PPK pada
tanggal 21 Agustus 2003.
5. Dalam proses menanti pelantikan ini, ada seorang calon
anggota PPK yang tidak terpilih dari Kecamatan Gondomanan
melakukan protes terhadap KPU Kota Yogyakarta
mempertanyakan mengapa dirinya gagal dipilih sebagai PPK
padahal merasa dirinya cukup mampu dan berkompeten
sebagai anggota PPK. Protes secara per telepon maupun
secara tatap muka diterima dengan baik oleh KPU Kota
Yogyakarta. Setelah diberikan penjelasan secara panjang
lebar mengapa yang bersangkutan tidak diterima dan alasan-alasannya,
maka keputusan KPU Kota Yogyakarta dapat
diterima yang bersangkutan dan tidak mengganggu proses
selanjutnya.
6. Tepat tanggal 21 Agustus 2003 yang juga merupakan tanggal
waktu pembentukan PPK (Surat Keputusan terlampir), KPU
Kota Yogyakarta secara resmi melantik dan mengangkat 70
orang anggota PPK se – Kota Yogyakarta di Ruang Rapat
Utama Atas Komplek Balaikota Yogyakarta pukul 09.00 WIB.
Dalam pelantikan ini dihadiri oleh Muspida Kota Yogyakarta,
Panwaslu Kota Yogyakarta, Muspika se- Kota Yogyakarta dan
tamu undangan lainnya.
7. Segera setelah pelantikan dalam rangka mempersiapkan PPK
menjalankan tugas yang sudah menghadang maka KPU Kota
Yogyakarta segera mengadakan briefing terhadap PPK.
Materi briefing terhadap PPK ada 4 hal pokok yaitu :
PPK segera melakukan pemilihan Ketua PPK.
PPK segera mengusulkan pengangkatan 1 orang Sekretaris
PPK dan 3 orang Staf Sekretariat PPK kepada Camat.
Segera menetapkan anggota PPS terpilih.
Segera mempersiapkan bahan-bahan untuk rapat kerja.
Keempat tugas pokok itulah yang harus segera dilaksanakan
oleh PPK terutama poin ketiga yaitu penetapan anggota PPS
terpilih yang pada saat briefing tersebut dilakukan yaitu pada
tanggal 21 Agustus 2003, telah memasuki tahapan perekrutan
anggota PPS di tingkat Kelurahan.
2. Rapat Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan
25. a. Dasar hukum penyelenggaraan Rapat Kerja Panitia Pemilihan
Kecamatan berpedoman pada Keputusan Komisin Pemilihan
Umum Nomor 100 Tahun 2003 tentang Tahapan, Program Kerja
dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2004.
b. Tujuan penyelenggaraan Rapat Kerja Panitia Pemilihan
Kecamatan untuk memberikan pembekalan materi tentang
tatacara, mekanisme penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 dan
menyamakan pola pikir maupun pola tindak kepada para
Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan se Kota Yogyakarta
dalam persiapan melaksanakan tugas penyelengaraan Pemilu
Tahun 2004.
c. Pelaksanaan Raker PPK selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 8
s/d 10 September 2003 bertempat di Wisma Sejahtera III
Kaliurang dengan pelaksanaan sebagai berikut :
Rapat Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan dibuka secara
resmi oleh Walikota Yogyakarta pada hari Senin tanggal 8
September 2003 pukul 19.00 WIB bertempat di Wisma Sejahtera
III Kaliurang, diwakili oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan
Setda Kota Yogyakarta H. Muhamad Arifin, SH. Selesai acara
pembukaan Raker dilanjutkan penyampaian materi dengan judul
“Peran dan Dukungan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam
penyelenggaraan Pemilu 2004”.
Materi “Sistem Pemilu 2004” disampaikan oleh Ketua Komisi
Pemilihan Umum Propinsi DIY diwakili Drs. H. Muhamad Najib,
Msi.
Materi “Daerah Pemilhan” disampaikan oleh Ketua Komisi
Pemilihan Umum Kota Yogyakarta Drs. Miftachul Alfin, MSHRM.
Materi “Pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD
Daerah” disampaikan oleh Nasrullah, SH. Divisi Hukum
dan Hubungan antar Lembaga.
Materi “Verifikasi Partai Politik dan Dewan Perwakilan
Daerah“ disampaikan oleh Rahmat Muhajir Nugroho, SH.
Divisi Pendidikan, Informasi Pemilu dan Kajian
Pengembangan.
26. Materi “Pola Organisasi dan Tata Kerja KPU “
disampaikan oleh Aan Kurniasih,SH Divisi Logistik,
Personil dan Keuangan.
Materi “Pengelolaan Keuangan Pemilu 2004”
disampaikan oleh Untung Srihadi P. Sekretaris KPU Kota
Yogyakarta.
Materi “Pemungutan dan Penghitungan Suara”
disampaikan oleh Hendy Setiawan, S.IP. Divisi
Pemungutan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu.
Materi “Mekanisme Pengawasan Pemilu 2004”
disampaikan oleh Teguh Basuki, SH. Ketua Panwaslu
Kota Yogyakarta.
Materi “Keamanan dan Ketertiban Pemilu
2004”disampaikan oleh Kombes Pol.Drs.H.Sabar
RaharjoMBA Kapoltabes Yogyakarta.
Sidang Kelompok dibagi dalam 3 (tiga) Komisi :
i. Komisi A bidang Organisasi dan Tata Kerja.
ii. Komisi B bidang Operasional.
iii. Komisi C bidang Anggaran.
Dalam Pelaksanaan Diskusi tiap – tiap kelompok
dipandu oleh Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota
Yogyakarta, dilanjutkan Presentasi dari tiap-tiap Komisi.
Rapat Kerja Pemilihan Kecamatan berakhir pada
tanggal 10 September 2003 pukul 16.00 WIB, Rapat
Kerja ditutup oleh Walikota Yogyakarta diwakili oleh
Wakil Walikota Yogyakarta Syukri Fadholi, SH.
Secara Umum Rapat Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan
dapat berjalan lancar perhatian para peserta cukup besar
hal ini dibuktikan diajukannya pertanyaan-pertanyaan yang
berbobot.
3. Pembentukan PPS
a. Dasar hukum pembentukan Panitia Pemungutan Suara
(PPS) adalah Radigram Komisi Pemilihan Umum Nomor
38/RDG/VIII/2003 tanggal 19 Agustus 2003 tentang
pembentukan Panitia Pemungutan Suara.
b. Kegiatan yang dilaksanakan.
27. 1) Melaksanakan rapat intern KPU kota untuk menyusun
rencana kegiatan proses rekruitmen Calon anggota
Panitia Pemungutan Suara.
2) Melaksanakan Rapat Koordinasi dengan Lurah se Kota
Yogyakarta untuk menyampaikan penjelasan tentang
mekanisme dan peran Kelurahan dalam proses
pembentukan Panitia Pemungutan Suara
3) Tata kala pelaksanaan seleksi Panitia Pemungutan
Suara, sebagai berikut :
a) Tanggal 11 s/d 16 Agustus 2003 Penyebaran
Pengumuman kepada masyarakat.
b) Tanggal 11 s/d 16 Agustus 2003 Pengambilan dan
Pengembalian Formulir Pendaftaran.
c) Tanggal 18 s/d 23 Agustus 2003 Proses Seleksi di
tingkat Kelurahan.
d) Tanggal 25 s/d 29 Agustus 2003 Persetujuan dan
Penetapan Calon anggota PPS oleh Panitia Pemilihan
Kecamatan.
e) Tanggal 30 Agustus 2003 Pengumuman Calon Terpilih
oleh PPK
f) Tanggal 1 September 2003 Persiapan Pelantikan.
g) Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 2 September
2003 oleh para Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan,
waktu dan tempat diatur sesuai situasi dan kondisi
ditiap Kecamatan.
4. Rapat Kerja PPS
a. Penyelenggaraan Raker Panitia Pemungutan Suara
bertujuan memberikan bekal kepada seluruh anggota
Panitia Pemungutan Suara agar mereka memahami tentang
tugas yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan Pemilu
nantinya.
b. Penyelenggara dan penanggungjawab Raker adalah Panitia
Pemilihan Kecamatan setempat.
c. Peran Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta adalah
sebagai fasilitator dan pengarah, pembicara adalah para
anggota Panitia Pemilihan Kecamatan terkandung maksud
agar diantara mereka terjalin komunikasi yang baik serta
memberdayakan PPK sebagai penyelenggara Pemilu di
tingkat Kecamatan.
28. d. Penyampaian materi oleh anggota KPU atas permintaan
dari PPK .
e. Secara umum Raker Panitia Pemungutan Suara dapat
terselenggara dengan baik.