SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 3
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Liberalisasi Pendidikan dan WTO
                               Oleh: Dani Setiawan*


        Setelah melalui berbagai forum negosiasi yang cukup panjang, Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) kembali bersidang. Konferensi Tingkat Menteri (KTM)
ke-IV WTO dilangsungkan pada bulan Desember ini di Hongkong. Sejak kegagalan
pertemuan WTO di Cancun pada tahun 2003, Negara-negara maju bersikeras agar
KTM Hongkong menghasilkan agenda yang kongkrit bagi negosiasi perdagangan
bebas antar Negara. Penegasan serupa juga disampaikan oleh 21 pemimpin ekonomi
di KTT APEC (forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik) yang berkumpul di Nirimaru
APEC House di Busan. Forum tersebut mengeluarkan deklarasi yang menyatakan
keinginannya akan perdagangan dunia lebih bebas dan keamanan manusia demi
tercapainya wilayah Asia Pasifik yang aman dan lebih transparan. Deklarasi ini jelas
merupakan tekanan dari Negara-negara maju agar pertemuan WTO bulan Desember
dapat menuntaskan proses negosiasi dalam Agenda Pembangunan Doha (DDA) demi
tercapainya liberalisasi perdagangan dan investasi yang lebih luas di bawah kerangka
WTO
        Setidaknya ada tiga isu “kritis” yang akan dirundingkan pada KTM WTO Ke-
IV kali ini. Yang pertama adalah AoA (Agreement of Agriculture), yaitu perjanjian
dalam bidang pertanian. Kedua adalah NAMA (Non Agricultural Market Acsess),
berupa perjanjian perdagangan di luar produk pertanian. Dan yang ketiga adalah
GATS (General Agreement on Tarrifs and Services). Jika melihat pada pertemuan
tahun 2003 lalu, perjanjian dalam bidang pertanian dan jasa merupakan “wilayah
konflik” berkepanjangan antara Negara maju dan berkembang. Pada perjanjian
pertanian misalnya, Negara berkembang tetap ngotot menuntut penghapusan subsidi
pertanian oleh Negara maju. Di sisi lain, tuntutan pembukaan pasar di Negara
berkembang bagi produk-produk pertanian tetap menjadi agenda Negara maju dalam
perundingan tersebut.

Pendidikan dalam GATS
        Dalam negosiasi perundingan GATS, penyediaan jasa pendidikan merupakan
salah satu dari 12 sektor jasa lainnya yang akan diliberalisasi. Liberalisasi
perdagangan sektor jasa pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan
kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya.
Sejak tahun 2000, negosiasi perluasan liberalisasi jasa dalam GATS dilakukan dengan
model initial offer dan initial request. Dimana setiap negara bisa mengirimkan initial
request yaitu daftar sektor-sektor yang diinginkan untuk dibuka di negara lain. Negara
diwajibkan meliberalisasi sektor-sektor tertentu yang dipilihnya sendiri atau disebut
initial offer. Perundingan untuk perluasan akses pasar jasa ini dilakukan secara
bilateral oleh masing-masing negosiator jasa tiap negara di Jenewa, yang apabila
disepakati akan berlaku multilateral.
        Logika perdagangan jasa pendidikan, sebagaimana diutarakan oleh Rektor
Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sofian Effendi mengikuti tipologi yang
digunakan oleh para ekonom dalam membagi kegiatan usaha dalam masyarakat. Ilmu
ekonomi membagi 3 sektor kegiatan usaha dalam masyarakat. Pertama adalah sektor
Primer mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Kedua,
sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang,
bangunan, produk manufaktur dan utilities. Dan ketiga, sektor tersier yang mencakup
industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik (physical services), keadaan
manusia (human services) dan benda simbolik (information and communication
services). Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi tersebut, WTO menetapkan
pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier, karena kgiatan pokoknya adalah
mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang yang tidak mempunyai
keterampilan menjadi orang yang berpengetahuan dan mempunyai keterampilan.
        Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994.
Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994
tentang pengesahan         (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade
Organization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua
persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional.
Sebagai anggota WTO, Indonesia tentu saja tidak bisa menghindar dari berbagai
perjanjian liberalisasi perdagangan, termasuk perdagangan jasa pendidikan.
Keputusan yang dinilai agak terburu-buru. Mengingat kondisi pendidikan nasional
saat ini yang masih buruk. Keputusan liberalisasi pendidikan ditetapkan di tengah
angka buta huruf dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia. Dalam kondisi
seperti ini, sejalan dengan logika ekonomik ala WTO, pendidikan hanya akan menjadi
barang komersial yang jauh dari upaya pemenuhan hak konstitusi rakyat atas
pendidikan yang bermutu dan berkualitas oleh negara.
        Kepentingan ekonomi Negara-negara maju disinyalir berada di balik agenda
liberalisasi pendidikan. Paling tidak ada tiga Negara yang paling mendapatkan
keuntungan besar dari bisnis pendidikan, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan
Australia. Pada tahun 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14
milyar. Di Inggris sumbangan ekspor pendidikan mencapai 4 persen dari total
penerimaan sektor jasa negara tersebut. Demikian juga dengan Australia, yang pada
tahun 1993, ekspor jasa pendidikan dan pelatihan telah menghasilkan AUS $ 1,2
milyar. Tidak mengherankan tiga negara tersebut yang amat getol menuntut sektor
jasa pendidikan melalui WTO.
        Melihat data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan
jasa pendidikan sebenarnya digerakan oleh motivasi mengejar keuntungan ekonomi
semata oleh Negara-negara maju. Aspek universal pendidikan sebagai bentuk
pelayanan sosial dan proses penggalian kebenaran akan digantikan dengan hitungan
untung rugi dalam logika bisnis.
        Di sisi lain, pendekatan hak atas pendidikan dapat dijadikan landasan
penolakan terhadap liberalisasi pendidikan di Indonesia. Amanat konstitusi yang
terkandung dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan, pemerintah
Negara Indonesia berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia termasuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hak atas pendidikan, sebagaimana termuat dalam
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 jelas menegaskan kewajiban Negara untuk
membiayainya. Jika kehendak untuk meliberalisasi pendidikan dimaksudkan untuk
memperkecil peran negara, atau bahkan menghilangkannya sama sekali maka
pemerintahan SBY-JK sesungguhnya telah melakukan pelanggaran konstitusional
secara serius.

Beban Utang
       Alasan pemerintah dalam meliberalisasi sector jasa pendidikan terkait dengan
upaya memperbaiki kwalitas pelayanan pendidikan di Indonesia menjadi lebih
bermutu. Sistem pendidikan di Indonesia yang dinilai masih buruk terutama
disebabkan kerana minimnya komitmen pemerintah (Negara) dalam hal pendidikan.
Komitmen pemenuhan anggaran pendidikan yang mencapai 20% APBN hanya
menjadi “aksen politik” tanpa bukti.
        Kendala terbesar dalam pemenuhan anggaran pendidikan adalah beban
pembayaran utang yang sangat besar. Pembayaran cicilan bunga dan pokok dalam
APBN 2006 mencapai Rp. 140 Trilyun. Angka tersebut lebih besar daripada
anggaran pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat dan pemenuhan kebutuhan dasar
rakyat lainnya. Anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 8,1 persen dari
target 12 persen yang sebelumnya disepakati Komisi X DPR bidang Pendidikan dan
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dengan persentase tersebut,
Depdiknas hanya memperoleh dana sekitar Rp 36 triliun dari Rp 48 trilyun yang
dibutuhkan. Fakta tersebut sungguh jauh dari realisasi kewajiban pemenuhan
anggaran sebesar 20 % dalam APBN.
        Trend menghabiskan anggaran Negara untuk pembayaran utang sudah
menjadi tradisi rezim yang berkuasa sejak lama. Dalam kerangka kebijakan ekonomi
neoliberal ala IMF, pengurangan subsidi oleh Negara merupakan cara agar
pembayaran utang tetap berkelanjutan. Perilaku seperti ini kurang lebih memberikan
pesan bahwa betapapun kesulitan yang dihadapi rakyat, bukanlah urusan para
kreditor, karena mandat mereka yang utama hanyalah menagih utang dan membuka
pasar bagi industri Negara-negara maju. Nampaknya dalam kerangka ini, rencana
“berdagang” pendidikan dalam kerangka WTO jelas ingin memindahkan tanggung
jawab Negara dalam pendidikan kepada korporasi dan hukum pasar neoliberal.
Melihat persoalan ini agaknya rakyat harus mengingatkan kepada pemerintah bahwa
pendidikan bukanlah barang dagangan, apalagi “dijual” dan diserahkan kepada bangsa
lain untuk mengelolanya. Education is not For Sale.

*Program Officer Koalisi Anti Utang (KAU), anggota Aliansi Advokasi Pendidikan
Nasional

Weitere ähnliche Inhalte

Andere mochten auch

Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introduction
Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introductionBilge adam beşiktas şube ceh 1. introduction
Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introductionEPICROUTERS
 
Bilge adam beşiktas şube ceh 2 hacking
Bilge adam beşiktas şube ceh 2  hackingBilge adam beşiktas şube ceh 2  hacking
Bilge adam beşiktas şube ceh 2 hackingEPICROUTERS
 
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleri
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleriZafiyet tespiti ve sizma yöntemleri
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleriEPICROUTERS
 
1st grade VIP slide show 2.7.14
1st grade VIP slide show 2.7.141st grade VIP slide show 2.7.14
1st grade VIP slide show 2.7.14Bethany Hardy
 
Are598 kai hsuan hsu final ppt
Are598 kai hsuan hsu final pptAre598 kai hsuan hsu final ppt
Are598 kai hsuan hsu final pptkaihsu0504
 
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?Growing Agile
 
Cakap ajuk dan cakap pindah
Cakap ajuk dan cakap pindahCakap ajuk dan cakap pindah
Cakap ajuk dan cakap pindahRoei Shin Lim
 
Colegio san patricio
Colegio san patricioColegio san patricio
Colegio san patricioFlorLeonardi
 

Andere mochten auch (17)

Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introduction
Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introductionBilge adam beşiktas şube ceh 1. introduction
Bilge adam beşiktas şube ceh 1. introduction
 
Bilge adam beşiktas şube ceh 2 hacking
Bilge adam beşiktas şube ceh 2  hackingBilge adam beşiktas şube ceh 2  hacking
Bilge adam beşiktas şube ceh 2 hacking
 
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleri
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleriZafiyet tespiti ve sizma yöntemleri
Zafiyet tespiti ve sizma yöntemleri
 
1st grade VIP slide show 2.7.14
1st grade VIP slide show 2.7.141st grade VIP slide show 2.7.14
1st grade VIP slide show 2.7.14
 
The beatles
The beatlesThe beatles
The beatles
 
Are598 kai hsuan hsu final ppt
Are598 kai hsuan hsu final pptAre598 kai hsuan hsu final ppt
Are598 kai hsuan hsu final ppt
 
The beatles
The beatlesThe beatles
The beatles
 
Mobile Ready Online - Move Forward with Mobile Websites
Mobile Ready Online - Move Forward with Mobile WebsitesMobile Ready Online - Move Forward with Mobile Websites
Mobile Ready Online - Move Forward with Mobile Websites
 
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?
ScrumMaster to Agile Coach ... Where is the map?
 
Dinoflagellate
DinoflagellateDinoflagellate
Dinoflagellate
 
Cakap ajuk dan cakap pindah
Cakap ajuk dan cakap pindahCakap ajuk dan cakap pindah
Cakap ajuk dan cakap pindah
 
La impresora
La  impresoraLa  impresora
La impresora
 
HerreraRes2016
HerreraRes2016HerreraRes2016
HerreraRes2016
 
Doc3
Doc3Doc3
Doc3
 
Massimo Moschella
Massimo MoschellaMassimo Moschella
Massimo Moschella
 
Dsc 0134
Dsc 0134Dsc 0134
Dsc 0134
 
Colegio san patricio
Colegio san patricioColegio san patricio
Colegio san patricio
 

Ähnlich wie Liberalisasi Pendidikan dan Beban Utang Negara

Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...
Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...
Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...Univ of Brawijaya
 
Booklet panduan wto dan fta
Booklet panduan wto dan ftaBooklet panduan wto dan fta
Booklet panduan wto dan ftaArdi Green
 
Makalah SEI full version - WOrld Trade Organization
Makalah SEI full version - WOrld Trade OrganizationMakalah SEI full version - WOrld Trade Organization
Makalah SEI full version - WOrld Trade OrganizationFuad Nasir
 
BISNIS INTER & DIGIMARK.docx
BISNIS INTER & DIGIMARK.docxBISNIS INTER & DIGIMARK.docx
BISNIS INTER & DIGIMARK.docxNadhiraMasya
 
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...Novi Siti
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean SatuDunia Foundation
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...megiirianti083
 
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)Makalah pi (dampak perdagangan bebas)
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)gitasuryani
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikanAntho jie
 
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyat
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyatASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyat
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyatFerie Sulistiono
 
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...febrysaragih
 
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...claramonalisa09
 
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuana
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuanaHbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuana
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuanaMeikaSihombimg
 
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...ResiAviani2
 
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikat
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikatPopulisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikat
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikatBiotani & Bahari Indonesia
 
Perdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiPerdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiFitria Hadri Yani
 
Perdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiPerdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiFitria Hadri Yani
 

Ähnlich wie Liberalisasi Pendidikan dan Beban Utang Negara (20)

Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...
Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...
Makalah - Kerjasama Multilateral Indonesia dengan WTO (World Trade Organizati...
 
Booklet panduan wto dan fta
Booklet panduan wto dan ftaBooklet panduan wto dan fta
Booklet panduan wto dan fta
 
Makalah SEI full version - WOrld Trade Organization
Makalah SEI full version - WOrld Trade OrganizationMakalah SEI full version - WOrld Trade Organization
Makalah SEI full version - WOrld Trade Organization
 
BISNIS INTER & DIGIMARK.docx
BISNIS INTER & DIGIMARK.docxBISNIS INTER & DIGIMARK.docx
BISNIS INTER & DIGIMARK.docx
 
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesia
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesiaTax Guide 05_Mei_2017_indonesia
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesia
 
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...
14. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perdagangan intern...
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean
 
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdagangan internasional, unive...
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
 
orasi ilmia
orasi ilmiaorasi ilmia
orasi ilmia
 
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)Makalah pi (dampak perdagangan bebas)
Makalah pi (dampak perdagangan bebas)
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikan
 
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyat
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyatASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyat
ASEAN Free Trade Area dll yg pro rakyat
 
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
 
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...
14. hbl,clara monalisa,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas...
 
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuana
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuanaHbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuana
Hbl 14, mei ika, hapzi ali, hukum perdagangan internasional,mercubuana
 
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...
Bisnis internasional, 2, resi aviani, prof. dr. hapzi ali, ir, cma, mm, mpm, ...
 
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikat
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikatPopulisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikat
Populisme trump adalah semakin meluasnya proteksi selektif amerika serikat
 
Perdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiPerdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksi
 
Perdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksiPerdagangan bebas dan proteksi
Perdagangan bebas dan proteksi
 

Liberalisasi Pendidikan dan Beban Utang Negara

  • 1. Liberalisasi Pendidikan dan WTO Oleh: Dani Setiawan* Setelah melalui berbagai forum negosiasi yang cukup panjang, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kembali bersidang. Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-IV WTO dilangsungkan pada bulan Desember ini di Hongkong. Sejak kegagalan pertemuan WTO di Cancun pada tahun 2003, Negara-negara maju bersikeras agar KTM Hongkong menghasilkan agenda yang kongkrit bagi negosiasi perdagangan bebas antar Negara. Penegasan serupa juga disampaikan oleh 21 pemimpin ekonomi di KTT APEC (forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik) yang berkumpul di Nirimaru APEC House di Busan. Forum tersebut mengeluarkan deklarasi yang menyatakan keinginannya akan perdagangan dunia lebih bebas dan keamanan manusia demi tercapainya wilayah Asia Pasifik yang aman dan lebih transparan. Deklarasi ini jelas merupakan tekanan dari Negara-negara maju agar pertemuan WTO bulan Desember dapat menuntaskan proses negosiasi dalam Agenda Pembangunan Doha (DDA) demi tercapainya liberalisasi perdagangan dan investasi yang lebih luas di bawah kerangka WTO Setidaknya ada tiga isu “kritis” yang akan dirundingkan pada KTM WTO Ke- IV kali ini. Yang pertama adalah AoA (Agreement of Agriculture), yaitu perjanjian dalam bidang pertanian. Kedua adalah NAMA (Non Agricultural Market Acsess), berupa perjanjian perdagangan di luar produk pertanian. Dan yang ketiga adalah GATS (General Agreement on Tarrifs and Services). Jika melihat pada pertemuan tahun 2003 lalu, perjanjian dalam bidang pertanian dan jasa merupakan “wilayah konflik” berkepanjangan antara Negara maju dan berkembang. Pada perjanjian pertanian misalnya, Negara berkembang tetap ngotot menuntut penghapusan subsidi pertanian oleh Negara maju. Di sisi lain, tuntutan pembukaan pasar di Negara berkembang bagi produk-produk pertanian tetap menjadi agenda Negara maju dalam perundingan tersebut. Pendidikan dalam GATS Dalam negosiasi perundingan GATS, penyediaan jasa pendidikan merupakan salah satu dari 12 sektor jasa lainnya yang akan diliberalisasi. Liberalisasi perdagangan sektor jasa pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya. Sejak tahun 2000, negosiasi perluasan liberalisasi jasa dalam GATS dilakukan dengan model initial offer dan initial request. Dimana setiap negara bisa mengirimkan initial request yaitu daftar sektor-sektor yang diinginkan untuk dibuka di negara lain. Negara diwajibkan meliberalisasi sektor-sektor tertentu yang dipilihnya sendiri atau disebut initial offer. Perundingan untuk perluasan akses pasar jasa ini dilakukan secara bilateral oleh masing-masing negosiator jasa tiap negara di Jenewa, yang apabila disepakati akan berlaku multilateral. Logika perdagangan jasa pendidikan, sebagaimana diutarakan oleh Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sofian Effendi mengikuti tipologi yang digunakan oleh para ekonom dalam membagi kegiatan usaha dalam masyarakat. Ilmu ekonomi membagi 3 sektor kegiatan usaha dalam masyarakat. Pertama adalah sektor Primer mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Kedua, sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities. Dan ketiga, sektor tersier yang mencakup
  • 2. industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik (physical services), keadaan manusia (human services) dan benda simbolik (information and communication services). Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi tersebut, WTO menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier, karena kgiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang yang tidak mempunyai keterampilan menjadi orang yang berpengetahuan dan mempunyai keterampilan. Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994. Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Sebagai anggota WTO, Indonesia tentu saja tidak bisa menghindar dari berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan, termasuk perdagangan jasa pendidikan. Keputusan yang dinilai agak terburu-buru. Mengingat kondisi pendidikan nasional saat ini yang masih buruk. Keputusan liberalisasi pendidikan ditetapkan di tengah angka buta huruf dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, sejalan dengan logika ekonomik ala WTO, pendidikan hanya akan menjadi barang komersial yang jauh dari upaya pemenuhan hak konstitusi rakyat atas pendidikan yang bermutu dan berkualitas oleh negara. Kepentingan ekonomi Negara-negara maju disinyalir berada di balik agenda liberalisasi pendidikan. Paling tidak ada tiga Negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari bisnis pendidikan, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Pada tahun 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar. Di Inggris sumbangan ekspor pendidikan mencapai 4 persen dari total penerimaan sektor jasa negara tersebut. Demikian juga dengan Australia, yang pada tahun 1993, ekspor jasa pendidikan dan pelatihan telah menghasilkan AUS $ 1,2 milyar. Tidak mengherankan tiga negara tersebut yang amat getol menuntut sektor jasa pendidikan melalui WTO. Melihat data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan jasa pendidikan sebenarnya digerakan oleh motivasi mengejar keuntungan ekonomi semata oleh Negara-negara maju. Aspek universal pendidikan sebagai bentuk pelayanan sosial dan proses penggalian kebenaran akan digantikan dengan hitungan untung rugi dalam logika bisnis. Di sisi lain, pendekatan hak atas pendidikan dapat dijadikan landasan penolakan terhadap liberalisasi pendidikan di Indonesia. Amanat konstitusi yang terkandung dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan, pemerintah Negara Indonesia berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia termasuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hak atas pendidikan, sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 jelas menegaskan kewajiban Negara untuk membiayainya. Jika kehendak untuk meliberalisasi pendidikan dimaksudkan untuk memperkecil peran negara, atau bahkan menghilangkannya sama sekali maka pemerintahan SBY-JK sesungguhnya telah melakukan pelanggaran konstitusional secara serius. Beban Utang Alasan pemerintah dalam meliberalisasi sector jasa pendidikan terkait dengan upaya memperbaiki kwalitas pelayanan pendidikan di Indonesia menjadi lebih bermutu. Sistem pendidikan di Indonesia yang dinilai masih buruk terutama disebabkan kerana minimnya komitmen pemerintah (Negara) dalam hal pendidikan.
  • 3. Komitmen pemenuhan anggaran pendidikan yang mencapai 20% APBN hanya menjadi “aksen politik” tanpa bukti. Kendala terbesar dalam pemenuhan anggaran pendidikan adalah beban pembayaran utang yang sangat besar. Pembayaran cicilan bunga dan pokok dalam APBN 2006 mencapai Rp. 140 Trilyun. Angka tersebut lebih besar daripada anggaran pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat lainnya. Anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 8,1 persen dari target 12 persen yang sebelumnya disepakati Komisi X DPR bidang Pendidikan dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dengan persentase tersebut, Depdiknas hanya memperoleh dana sekitar Rp 36 triliun dari Rp 48 trilyun yang dibutuhkan. Fakta tersebut sungguh jauh dari realisasi kewajiban pemenuhan anggaran sebesar 20 % dalam APBN. Trend menghabiskan anggaran Negara untuk pembayaran utang sudah menjadi tradisi rezim yang berkuasa sejak lama. Dalam kerangka kebijakan ekonomi neoliberal ala IMF, pengurangan subsidi oleh Negara merupakan cara agar pembayaran utang tetap berkelanjutan. Perilaku seperti ini kurang lebih memberikan pesan bahwa betapapun kesulitan yang dihadapi rakyat, bukanlah urusan para kreditor, karena mandat mereka yang utama hanyalah menagih utang dan membuka pasar bagi industri Negara-negara maju. Nampaknya dalam kerangka ini, rencana “berdagang” pendidikan dalam kerangka WTO jelas ingin memindahkan tanggung jawab Negara dalam pendidikan kepada korporasi dan hukum pasar neoliberal. Melihat persoalan ini agaknya rakyat harus mengingatkan kepada pemerintah bahwa pendidikan bukanlah barang dagangan, apalagi “dijual” dan diserahkan kepada bangsa lain untuk mengelolanya. Education is not For Sale. *Program Officer Koalisi Anti Utang (KAU), anggota Aliansi Advokasi Pendidikan Nasional