Program Reversing the Resource Curse bertujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan sumber daya alam untuk penanggulangan kemiskinan melalui empat pendekatan utama: penguatan pemangku kepentingan, transparansi dan akuntabilitas, audit sosial, serta inovasi kebijakan. Program ini diimplementasikan di empat daerah pilot yang kaya sumber daya alam.
3. B
esarnya penerimaan dari sumber daya alam seharusnya mampu meningkatkan
kesejahteraaan rakyat dan menekan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Fakta
menunjukkan bahwa Indonesia masih dibayang-bayangi kemiskinan (BPS,
2013). Anehnya, angka kemiskinan tertinggi didominasi oleh daerah-daerah yang
kaya sumber daya alam (SDA). Fenomena kesenjangan dan kemiskinan, kerusakan
lingkungan, serta kebocoran dan korupsi dalam tata kelola sumber daya alam
yang terjadi di daerah kaya sumber daya alam ini dikenal dengan kutukan sumber
daya alam (resource curse). Transparansi penerimaan dari sektor sumber daya
alam; perencanaan dan penganggaran pembangunan; strategi penanggulangan
kemiskinan; dan peningkatan kapasitas bagi pemangku kepentingan, sangat
dibutuhkan untuk mengatasi fenomena resource curse.
Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) atas dukungan Ford
Foundation menginisiasi program Reversing the Resource Curse (Melawan Kutukan
Sumberdaya Alam). Program ini berfokus pada peningkatan transparansi dan
akuntabilitas industri ekstraktif dan pengelolaan penerimaan yang diperoleh
dari sumberdaya ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan melalui proses
perencanaan dan penganggaran, perbaikan kebijakan publik dan penguatan
kelembagaan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan,
serta pengembangan resources center untuk mendukung program penanggulangan
kemiskinan. Di sisi demand, program ini melakukan penguatan kesadaran hak-hak
komunitas di desa-desa sekitar tambang melalui pembentukan community center,
uji akses informasi oleh komunitas, audit sosial industri ekstraktif serta monitoring
program penanggulangan kemiskinan dan penggunaan dana desa bagi masyarakat.
Program ini dilakukan di empat daerah piloting, yakni kabupaten kaya sumber daya
alam, penghasil migas dan pertambangan. Bekerja sama dengan anggota koalisi
PWYP sebagai mitra program, yaitu: MATA di Kabupaten Aceh Utara, Nangroe
Aceh Darusalam; FITRA Riau di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau; Bojonegoro
Institute di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; dan SOMASI di Kabupaten
Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Untuk melawan ancaman kutukan sumberdaya alam dibutuhkan
transparansi dan akuntabilitas dalam aspek penerimaan dan tata kelola
sumberdaya ekstraktif serta penggunaan Dana Bagi Hasil sektor ekstraktif
untuk menanggulangi kemiskinan, terutama di daerah-daerah kaya migas,
tambang dan sumber daya alam lainnya.
– Aryanto Nugroho, Pengelola Program
REVERSINGTHERESOURCECURSE
3
4. Program ini memiliki 4 model pendekatan utama :
Di tingkat nasional, program Reversing the Resource Curse ini juga mendukung
agenda advokasi dan kampanye Publish What You Pay Indonesia dalam mendorong
perbaikan tata kelola industri ekstraktif secara umum, seperti dalam melakukan
diseminasi dan diskusi publik untuk transparansi penerimaan dan inisiatif EITI,
penelitian dan advokasi pajak berkeadilan-khususnya di sektor ekstraktif, serta
perluasan upaya perbaikan tata kelola ekstraktif melalui beberapa studi baseline
dan penulisan pembelajaran advokasi di daerah-daerah kaya sumber daya ekstraktif
seperti di Aceh, Bengkulu, Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi tenggara, Jawa Timur,
dan Papua Barat.
Penguatan Stakeholder
Melalui pengembangan kapasitas pemangku kepentingan, baik sisi
supply yakni pemerintah, maupun sisi demand yakni masyarakat
desa sekitar tambang;
Transparansi dan Akuntabilitas
Melalui pelaksanaan undang-undang keterbukaan informasi publik
dan perbaikan tata kelola industri ekstraktif;
Audit Sosial
Melalui pelaksanaan undang-undang keterbukaan informasi publik
dan perbaikan tata kelola industri ekstraktif;
Inovasi Kebijakan
Melalui pengembangan strategi kebijakan daerah dalam
penanggulangan kemiskinan, kebijakan daerah dalam mendorong
alokasi penerimaan untuk program penanggulangan kemiskinan, dan
inovasi usulan kebijakan daerah dalam mengalokasikan bagi hasil
ekstraktif hingga ke level desa, hingga pengembangan model dana
abadi sumber daya alam yang dialokasikan dari sektor ekstraktif.
4
5. Tujuan Umum
Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan penerimaan yang
diperoleh dari sumberdaya ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan.
Tujuan Khusus
1. Mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan penerimaan sumber
daya alam dan penanggulangan kemiskinan terutama melalui proses
perencanaan dan penganggaran
2. Mendorong perbaikan kebijakan publik dan penguatan kelembagaan dalam
program penanggulangan kemiskinan
3. Mendorong pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan
dalam proses kebijakan publik serta proses perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring program penanggulangan kemiskinan
4. Mengmbangkan resources center untuk mendorong keterbukaan dan
transparansi informasi publik terkait dengan penerimaan sektor ekstraktif dan
penanggulangan kemiskinan.
SCOPE OF WORK
Transparansi dan Akuntabilitas, Keterbukaan Informasi
Program Reversing the Resource Curse (RRC) mendorong transparansi dan
akuntabilitas pendapatan dan tata kelola industri ekstraktif, untuk menghindar dari
kutukan ‘korupsi’ yang menjangkiti daerah-daerah kaya sumber daya alam. Melalui
keterbukaan informasi dan transparansi publik, RRC mendorong daerah piloting
untuk mengawasi jumlah produksi industry ekstraktif, penjualan dan penyetoran
pajak dan penerimaan negara dari pusat hingga bagi hasil ke daerah. Melalui area
intervensi ini, Publish What You Pay mendorong kuat pelaksanaan dan prinsip-
prinsip EITI diterapkan hingga ke level sub-nasional.
Manajemen Pendapatan, Kesejahteraan Sosial
Program Reversing the Resource Curse (RRC) mendorong agar penggunaan
pendapatan dari sector ekstraktif diarahkan pada program-program strategis yang
menyasar pada terwujudnya kesejahteraan sosial. Melalui intervensi ini PWYP
Indonesia mendorong agar pendapatan, pengalokasian belanja dan pembiayaan
pembangunan dari sektor ekstraktif terbelanjakan dengan baik untuk kesejahteraan
masyarakat khususnya untuk penanggulangan kemiskinan.
5
6. Pengentasan Kemiskinan, Penguatan TPKD
Sebagai upaya mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan, Program
Reversing the Resource Curse mendorong revitalisasi tim koordinasi penanggulangan
kemiskinan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota (TKPKD). TKPKD memegang
perananpentingdalammerumuskanstrategidanprogram-programpenanggulangan
kemiskinan.Untukitu,RRCberupayamendorongagarrumusanstrategidanprogram
yang dibuat oleh TKPKD semakin terintegrasi dan tepat sasaran. Untuk itu, melalui
program ini dilakukan asistensi teknis dan pengembangan kapasitasTKPKD dan ikut
terlibat aktif dalam muti stakeholder meeting dan penyusunan dan evaluasi strategi
penanggulangan kemiskinan daerah.
Resource Center, Open Data
Integrasi data dan informasi penting sebagai informasi dasar dalam pengambilan
keputusan oleh pembuat kebijakan, serta agar dapat diakses secara terbuka oleh
masyarakat.UntukituprojectReversingtheResourceCursememfasitasiTimKoordinasi
PenanggulanganKemiskinanDaerah(TKPKD)padasetiapdaerahpilotuntukmenjadi
Resource Center yang mengintegrasikan data dan informasi dalam pengelolaan
industri ekstraktif dan penanggulangan kemiskinan, serta untuk memastikan
ketersedian data dan informasi yang berkelanjutan.
Advokasi Kebijakan, Inovasi
Program Reversing the Resource Curse (RRC)
mendorong munculnya inovasi kebijakan
daerah dalam mengembangkan strategi
penanggulangan kemiskinan, manajemen
penerimaan dari sektor ekstraktif, alokasi
belanja untuk program penanggulangan
kemiskinan hingga pengembangan model
dana abadi sumber daya alam. Program
RRC juga mendukung agenda advokasi
mendorong perbaikan tata kelola industri
ekstraktif secara umum, seperti diseminasi
dan diskusi publik untuk transparansi
penerimaan dan inisiatif EITI, penelitian
dan advokasi pajak berkeadilan-
khususnya di sektor ekstraktif, serta
perluasan upaya perbaikan tata kelola
ekstraktif melalui beberapa studi
baseline dan penulisan pembelajaran
advokasi di daerah kaya sumber daya
ekstraktif.
6
7. Para Pemangku Kepentingan, Keterlibatan
Keterlibatan pemangku kepentingan adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
pelaksanaan Program Reversing the Resource Curse (RRC). Penguatan pemangku
kepentingan, melalui pengembangan kapasitas pemangku kepentingan, baik
sisi supply yakni pemerintah, maupun sisi demand yakni masyarakat desa sekitar
tambang merupakan salah satu pendekatan utama Program RRC.
Program RRC memberikan asistensi teknis bagi pemerintah lokal dalam membentuk
PPID (Pusat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi) utama di tingkat kabupaten/
kota, dan PPID pembantu pada badan publik tertentu, meliputi sektor kesehatan,
pendidikan, pertanian, pertambangan dan energi, koperasi dan UKM, serta dinas
pengelolaan aset dan pendapatan daerah. Program RRC juga memfasilitasi Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) pada setiap daerah pilot
untuk menjadi Resource Center yang mengintegrasikan data dan informasi dalam
pengelolaan industri ekstraktif dan penanggulangan kemiskinan, serta untuk
memastikan ketersedian data dan informasi yang berkelanjutan.
Di sisi demand, Program RRC melakukan pendampingan dan
pemberdayaan kapasitas masyarakat di sekitar tambang,
terutama orang miskin, perempuan dan kelompok
rentan lainnya, untuk berpartisipasi aktif dalam proses
kebijakan publik (perencanaan, penganggaran, dan
pengelolaan sumberdaya ekstraktif), termasuk dalam
program penanggulangan kemiskinan.
Asistensi Teknis, Pemerintahan Daerah
Asistensi teknis tersebut dilakukan
untukmeningkatkankapasitasaparatur
pemerintah dalam melaksanakan
program penanggulangan
kemiskinan secara efektif. Asistensi
teknis ini harapannya juga untuk
meningkatkan kapasitas aparat
pemerintah dalam mengelola dan
mengintegrasikan data dan informasi
kemiskinan dan menggunakan data
tersebut untuk membuat kebijakan
yang memastikan pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan
secara efektif.
7
8. Pusat Komunitas, Pengembangan Kapasitas
Melalui program Reversing the Resource Curse, PWYP Indonesia melakukan
pendampingan dan pemberdayaan kapasitas masyarakat miskin dan terpinggirkan,
termasuk perempuan, untuk berpartisipasi aktif dalam proses kebijakan publik
(perencanaan, penganggaran, dan pengelolaan sumberdaya ekstraktif), termasuk
dalam program penanggulangan kemiskinan. PWYP memfasilitasi pembentukan 2
(dua) community center di tiap daerah pilot yang merupakan desa lingkar tambang.
Community center menjadi wahana pembelajaran bagi warga untuk terlibat dalam
advokasi proses kebijakan publik.
8
9. PILOT PROJECT
ACEH UTARA
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Aceh Utara mempunyai jumlah penduduk
miskin sebanyak 115,36 ribu orang, dengan
persentase penduduk miskin 20,34% dari
jumlah penduduk. Dengan garis kemiskinan
Rp 274,799/Kap/bulan. Aceh Utara
mempunyai Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) 2,65 dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) 0,54. Di sektor Sumber Daya Alam,
kabupaten ini kaya dengan potensi gas
alam.
INDRAGIRI HULU
RIAU
Indragiri Hulu mempunyai jumlah penduduk
mikin sebanyak 29,60 ribu orang, dengan
persentase penduduk miskin 7,50% dari
jumlah penduduk. Dengan garis kemikinan
Rp. 369,210/Kap/bulan. Inhu mempunyai
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 1,00 dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 0,23. Di
sektor Sumber Daya Alam, Kabupaten Inhu
kaya dengan potensi alam minyak bumi dan
batu bara.
BOJONEGORO
JAWA TIMUR
Kabupaten Bojonegoro mempunyai
penduduk miskin sebanyak 196,83 ribu
orang dengan persentase penduduk miskin
16,02% dari jumlah penduduk. Dengan
garis kemiskinan Rp. 263,439/Kap/bulan.
Bojonegoro mempunyai Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) 2,47, dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) 0,60. Bagian barat dari
Kabupaten Bojonegoro merupakan bagian
dari Blok Cepu, yang menjadi salah satu
deposit minyak bumi terbesar di Indonesia.
SUMBAWA BARAT
NUSA TENGGARA BARAT
Sebesar 17,10% dari jumlah penduduk
KSB merupakan penduduk miskin, dengan
jumlah penduduk miskin 21,71 ribu orang.
Dengan garis kemiskinan Rp 379,222/Kap/
bulan. Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
mempunyai Indeks Kemiskinan (P1) 4,25,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 1,47.
Di sektor SDA, kabupaten ini mempunyai
potensi alam berupa emas, tembaga, dan
perak.
9
10. KEGIATAN
1. Riset Kebijakan
PWYP Indonesia melalui program Reversing
the Resource Curse melakukan dua penelitian.
Pernelitian pertama memotret kemiskinan
di daerah kaya sumber daya ekstraktif migas,
pertambangan dan kehutanan di Indonesia.
Dalam riset pertama ini juga dilakukan pemetaan
dan analisis kebijakan/regulasi di sektor industri
ekstraktifyangberkaitandenganpenanggulangan
kemiskinan, baik di tingkat nasional maupun di
daerah.
Sedangkan penelitian kedua, melihat bagaimana
efektifitas program penanggulangan kemiskinan
didaerahkayasumberdayaekstraktif.Sehubungan
dengan banyak munculnya program tanggung
jawab sosial perusahaan (CSR) dan pengembangan komunitas yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan ekstraktif yang beroperasi di daerah kaya sumber daya
ekstraktif. Efektifitas dilihat baik dari sisi perencanaan, anggaran maupun dalam
hal koordinasi dan singkronisasi dalam pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan.
2. Mendorong Transparansi dan Penggunaan Penerimaan Ekstraktif untuk
Program Penanggulangan Kemiskinan
Kegiatan ini berupaya mengedukasi pembuat kebijakan mengenai urgensi adanya
peraturan di tingkat nasional untuk menggunakan Dana Bagi Hasil (DBH) dari
pendapatan sektor ekstraktif untuk program penanggulangan kemiskinan, dengan
melakukan koordinasi antara Kementerian terkait dalam hal penanggulangan
kemiskinan. Di tingkat lokal, PWYP juga mendorong transparansi penerimaan dari
sektor pertambangan serta perizinan kehutanan, termasuk bagi hasil dari aktifitas
ekstraktif, dan penggunaaanya untuk tujuan penanggulangan kemiskinan.
3. Peningkatan kapasitas Pemangku kepentingan di sektor ekstraktif dan
pengentasan kemiskinan
a. Asistensi teknis aparatur pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
Peningkatan kapasitas meliputi perencanaan, penganggaran dan monitoring secara
partisipatif dalam program penanggulangan kemiskinan. Asistensi teknis tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah dalam melaksanakan
program penanggulangan kemiskinan secara efektif.
10
11. PWYP juga mendorong pelaksanaan UU No.14/2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan partisipasi
Indonesia dalam Inisiatif Transparansi Penerimaan
Industri Ekstraktif (EITI), PWYP juga akan menyediakan
asistensiteknisbagipemerintahlokaldalammembentuk
PPID (Pusat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi)
utama di tingkat kabupaten/kota, dan PPID pembantu
pada badan publik tertentu, meliputi sektor kesehatan,
pendidikan, pertanian, pertambangan dan energi,
koperasi dan UKM, serta dinas pengelolaan aset dan
pendapatan daerah.
b. PemberdayaanKelompokMiskindanTerpinggirkan
PWYP Indonesia memfasilitasi pendampingan ini
dengan membentuk 2 community center di tiap daerah
pilot, pada desa terdekat yang terkena dampak industri
ekstraktif. Community center diharapkan menjadi
wahana pembelajaran kritis bagi warga untuk terlibat dalam advokasi proses
kebijakan publik. Bentuk kegiatannya akan meliputi forum pembelajaran atau
training dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran, transparan dan
sosial akuntabilitas industri ekstraktif. Sedangkan pendampingan dapat dilakukan
melalui pemberdayaan ekonomi berbasis keterampilan dan potensi kearifan lokal
yang dimiliki oleh warga/komunitas masyarakat yang tergabung dalam community
center.
4. Pengembangan Resources Center
PWYP Indonesia mendorong pemerintah daerah di daerah piloting untuk
mengembangkan resource center. Pengembangan resource center ini bekerjasama
dengan program Strategic Alliance for Poverty Alleviation (SAPA), kolaborasi antara
Kemenko Kesra, NGOs, dan 32 Pemerintah Daerah, untuk memfasilitasi Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) pada setiap daerah pilot
untuk menjadi resource center yang mengintegrasikan data dan informasi dalam
pengelolaan industri ekstraktif dan penanggulangan kemiskinan, serta untuk
memastikan ketersedian data dan informasi yang berkelanjutan.
Integrasi data dan informasi tersebut penting agar dapat digunakan sebagai
informasi dasar dalam pengambilan keputusan oleh pembuat kebijakan, serta agar
dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat. Pengembangan resource center ini
melibatkan partisipasi aktif dari organisasi masyarakat sipil, community center serta
SKPD terkait pada daerah-daerah piloting.
11
12. Publish What You Pay Indonesia
Jl. Tebet Utara II C No. 22B
Jakarta Selatan 12810
021-8355560
sekretariat@pwyp-indonesia.org
www.pwyp-indonesia.org