SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 7
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Ditimang Irama Bang Haji
Oleh:
Irfan R. Darajat
www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	2	|	7	
	
Ditimang Irama Bang Haji
oleh Irfan R. Darajat
Jangan lupakan pesan si Raja Dangdut: cinta, salat, dan silat.
ADISIS KECIL DIAJAK oleh ayahnya menempuh perjalanan sekitar setengah jam dari
Kertosono, satu kecamatan di Nganjuk, menuju Jombang, Jawa Timur. Setiba di lokasi tujuan,
telah berdiri panggung megah di atas tanah lapang, disemuti banyak orang. Rhoma Irama, si
Raja Dangdut, akan tampil malam itu.
Adisis tidak tahu sama sekali siapa penyanyi yang dikagumi ayahnya ini. Tetapi, sepulang dari
sana, dengan spontanitas anak kecil, Adisis minta kepada ayahnya untuk dibelikan kostum yang
sama persis dengan Rhoma. Rupa-rupanya pengalaman itu terus dia bawa hingga dewasa.
Mirip putaran balik suatu nasib, entah berkah atau kutukan, saya berjumpa Adisis 24 tahun
sekian hari dari peristiwa masa kecilnya itu. Tubuh Adisis telah dikurapi alunan irama dangdut
dengan seenaknya sendiri. Kendati, misalnya, 10 dari 10 orang yang kita pilih secara acak tak
mengenal Adisis. Atau, katakanlah, ada seseorang yang mengenalnya; itu pun mungkin dari
pekerjaannya sebagai pedagang buah. Adisis berkata memang dari awal dia tak punya niatan
sedikit pun untuk menggeser takhta si Raja Dangdut. Dia akan cukup puas kalau bisa menjadi
Pangeran Dangdut.
Adisis mungkin tahu tapi menunggu. Dan dunianya sampai sekarang bukanlah dalam layar
televisi ataupun pentas di perkampungan, melainkan (masih) di seputaran kampus. Namanya
boleh jadi hanya desas-desus, yang kadangkala patut kita perhatikan tapi sekaligus, pada saat
bersamaan, bisa pula kita abaikan.
Saya mulai mengenal Adisis dari seorang kawan, yang mengatakan orkes dangdut yang dibikin
Adisis bersama teman-temannya khusus memainkan lagu-lagu Rhoma Irama.
“Enggak suka koplo?” Saya penasaran. “Anti dia,” kata kawan saya.
Di gelanggang mahasiswa Universitas Gadjah Mada, saya bertemu dengan Adisis, tepatnya
mulai mencari cara untuk mengajaknya mengobrol. Saya ke sana sebetulnya untuk ikut
berproses bersama teman-teman Teater Gadjah Mada. Pementasan tinggal dua minggu lagi.
Suasana latihan masih adem ayem dan, ketimbang panik sendirian, saya mulai berbual-bual
bersama Adisis.
Semula kebetulan belaka. Seorang senior di Teater Gadjah Mada, Pak Suharyoso, dosen di
Institut Seni Indonesia, akan segera pensiun. Dia pernah menulis naskah drama berjudul Plin-
Plan, dan naskah itu dipilih sebagai persembahan untuk pentas perpisahannya. Banyak lagu
Rhoma Irama dalam naskah itu, menjadi elemen penting untuk progresi adegan dan cerita,
yang mau tidak mau, menuntut untuk dinyanyikan. Singkatnya, pentas itu membutuhkan grup
orkes dangdut, bukan lagu pengiring lewat pemutar musik.
Pementasan naskah itu bertemu Adisis. Kuliah di jurusan Sastra Jawa—istilah resmi kampus
dinamakan Sastra Nusantara, menceburkan Adisis salah satunya dengan bergiat di
Swagayugama, sebuah unit mahasiswa yang memainkan gamelan. Beberapa alat musik tradisi
pernah dicicipinya, dari slentho, beralih ke slenthem, dan terakhir, yang paling nyaman
untuknya, adalah gerong (wiraswara atau vokal laki-laki).
Iklim berkomunitas di satu tempat, seyogyanya, harus saling mendukung komunitas lain.
Secara kebetulan, nama Adisi mengemuka lewat teman-teman Teater Gadjah Mada. Mereka
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	3	|	7	
	
bersaksi, tiada yang lebih fasih menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama selain Adisis. Kebetulan
lain, Adisis tidak menampik ajakan mementaskan naskah Plin-Plan.
Segera kemudian Adisis membentuk sebuah orkes dadakan dengan personel seadanya. Dia
mengumpulkan teman-temannya: Suluh mengisi gitar, Ardi di ketipung. Juga mencari teman
lain untuk memainkan seruling, bass, dan akordeon. Adisis mengajak pula kawannya, dipanggil
Kenyut, untuk berduet.
“Duet sama Kenyut itu asyik. Dia main tamborin sambil joget. Kosa geraknya luwes,” katanya.
Bisa dibilang penampilan perdana mereka cukuplah asoy.
Di kali lain, ketika unit kegiatan mahasiswa selam menghelat acara ulang tahun, orkes itu
diminta untuk tampil lagi. Responsnya juga asyik.
Persoalan muncul kemudian—atau sesungguhnya muncul dari keasyikan. Pikir Adisis, sayang
juga kalau proyek orkes ini dibiarkan.
Adisis kurang sreg dengan nama sementara orkes ini, yakni “Tumini”, lebih semula tercetus dari
iseng semata. Berkat saran seorang teman, nama proyek orkes itu diganti: Orkes Melayu
Dangdut Pembangunan. Alasannya sederhana. Atau, khas gojek kere ala Yogyakarta yang
terdengar utak-atik gathuk. Adisis suka dengan tema-tema yang punya kandungan moral,
adapun orkes bentukannya memainkan lagu Rhoma Irama. Orkes melayu Soneta, asuhan
Rhoma, berkembang jaya di masa pemerintahan Soeharto, yang getol banget
mengumandangkan asas pembangunan.
Adisis sepakat. Dia menganggap usulan itu masuk akal—bukan berarti dia juga sepakat dengan
rezim Orba atau setuju dengan sikap dan pandangan Rhoma dalam kehidupan nyata.
Begitulah, tanpa pikir panjang, Adisis memutuskan memakai nama tersebut. Selanjutnya, setiap
acara yang dihelat di Gelanggang, OMD Pembangunan selalu ambil panggung. Mereka telah
menjadi milik warga Gelanggang dan memang sejauh ini, mereka belum pernah manggung di
luar.
MASA KECIL KAMI, yang besar di perdesaan, bisa sangat mirip bila bersentuhan dengan musik
dangdut. Tetangga kami sama-sama sering mengepung rumah kami dengan lagu-lagu Rhoma
Irama.
Udara yang dibebani suara Rhoma ini, di tempat saya di Purworkerto, mengalun dari rumah
yang pemiliknya tengah memilih barang rongsok, atau di rumah lain sedang memotong kayu
untuk kusen jendela dan pintu rumah. Lagu-lagu Rhoma menemani aktivitas kerja mereka.
Dengan perkakas bahana yang wah, dan lagu yang tak putus-putus, saya kadang tertipu mengira
sedang ada hajatan di rumah tetangga.
Sementara untuk pengalaman Adisis: “Tetanggaku penjual kaset. Kaset Rhoma banyak. Hampir
setiap hari aku dengar lagu Rhoma.”
Selain lagu Rhoma, Adisi kerap mendengar musik pop Indonesia atau tembang-tembang
melayu. Semuanya terserah si tetangga pengin memutar lagu apa, telinga Adisis cuma bisa
patuh. Ditambah lagi, ayah Adisis kerap menyetel kaset kasidahan. Dari sanalah, saya
menimbang, bagaimana musik yang tumbuh di masa remaja Adisis terus melekat di kepalanya.
Persoalan kesamaan perilaku tetangga kami, di daerah masing-masing, membuat saya yakin,
bahwa setidaknya di pulau Jawa, Rhoma Irama memang merajai skena musik pop Indonesia
mutakhir.
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	4	|	7	
	
Oma Irama—nama lahir dari Rhoma—tak diragukan telah berperan penting dalam tumbuh
kembang musik dangdut. Kemunculannya pada 1970 bersama Orkes Melayu Soneta telah
mengubah skena musik pop Indonesia. Di panggung, Soneta menghadirkan ketukan dangdut
yang ritmis dan goyang-able, mengganti instrumen akustik menjadi elektrik, dengan nuansa
rock (yang muncul karena Oma penggemar Deep Purple) membalut di sekujur lagu. Dan satu
hal yang tidak boleh kita lupakan: gitar buntung khas Oma dengan petikan gitar (bending) yang
sangat istiqomah. Itu telah membuat semua orang rela menjadi rakyat dangdut, dan dia adalah
rajanya.
Secara bertahap, populeritas dan kesuksesan Oma terus menanjak. Kaset-kaset rekamannya
membeludak di pasaran, puluhan film dibintanginya. Variasi tema dalam penulisan lagunya
mulai hadir. Semula soal cinta dan hidup harian, dia mulai menambahkan unsur dakwah.
Tepatnya setelah Oma naik haji pada tahun 1975. Namanya juga sejak itu dia tambahkan
dengan sematan semacam gelar: R. H—Raden Haji.
Dalam satu wawancara, Rhoma mengutarakan bahwa musik dangdut yang dibawanya kini
merupakan perkembangan dari musik Melayu, Deli, Sumatra Utara. Bercampur dengan irama
gambus, irama dari India, dan sedikit unsur musik Eropa (keroncong). Dia berhasil
memasyarakatkan dangdut dan mendangdutkan masyarakat. Dari semula disebut musik
kampungan hingga menjadi musik semua golongan. Dan pada 1990-an, musik dangdut sempat
diproyeksikan sebagai musik nasional. Ambil contoh, tahun 1995 grup musik Ken Dedes—
seluruh anggotanya perempuan—terbang ke Papua untuk melangsungkan pentas di sana.
Dangdut ada di mana-mana, bahkan berlipat ganda.
Sebaran musik dangdut ini mungkin hanya bisa ditandingi, atau saling berpilin, oleh proyek
transmigrasi. Keduanya, dangdut dan transmigrasi, mengisi nomenklatur politik Indonesia.
Dan, bagaimanapun, di masa post-goyang ngebor dan generasi alay, lagu-lagu Rhoma masih
saja berdengung di telinga kita.
Bisa dibilang, saya dan Adisis adalah demografi besar dari anak-anak desa sebelum tahun 1990-
an yang ditimang oleh irama Bang Haji Rhoma.
“SELAIN RHOMA, penyanyi dangdut yang disuka siapa lagi?”
“Megi Z. Mansyur S,” kata Adisis. “Elvi Sukaesih juga suka. Sama ini: Rita Sugiarto. Aku suka
banget. Irama melayu!”
Deret penyanyi dangdut itu berbeda dari Rhoma. Kesemuanya memainkan irama yang lebih
condong ke pop-dangdut-melayu. Pembeda mencolok lain: tidak ada dari mereka yang memiliki
orkes dangdut pengiring yang dihidupkan bersama penyanyi pemimpinnya.
Adisis mengaku dia terkesima dengan teks-teks yang dihadirkan oleh Rhoma Irama. Raja
Dangdut ini bisa saja menulis lagu-lagu cinta yang mengandung unsur CGSN (Cengeng,
Gembeng, Sengsara, Nelangsa) pada lagu ‘Kegagalan Cinta’, bicara soal fakir-miskinnya hidup
seorang tunawisma pada lagu ‘Gelandangan’, atau peliknya persoalan suami-istri yang tak
kunjung mendapat momongan lewat lagu ‘Mandul’. Tetapi, lebih dari itu, dia juga bisa bicara
soal perjudian, bicara bahaya minuman keras di lagu ‘Mirasantika’, mengajak hidup sehat dan
tidur secara teratur lewat lagu ‘Begadang’.
“Raden Haji Oma Irama. Rhoma Irama. Jenius!” ucap saya di tengah obrolan kami yang selalu
takjub meski telah berulang kali mengetahui fakta macam itu.
Dalam satu putaran percakapan, kami menyinggung soal dangdut koplo.
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	5	|	7	
	
Ini adalah sebuah variasi irama dangdut yang muncul spektakuler selama satu dasawarsa
terakhir. Iramanya berkembang dari dangdut daerah, diawali dari sumbangan penting wilayah
pesisir pantai utara Jawa. Yang paling mudah menautkan ingatan kita kepada model dangdut
koplo adalah kemunculan Inul Daratista yang menuai kontroversi tahun 2003—bahkan
mendapatkan gugatan dari si Raja Dangdut sendiri karena ukuran moralitasnya tidak berpadu
melihat goyangan Inul. Era ini juga ditandai dengan kian naiknya kesalehan pribadi digembar-
gemborkan secara histeris, menuai hasilnya lewat apa yang dinamakan “Perda Syariah” di
lapangan politik, di pelbagai daerah, dan patokan penting lain disahkannya UU Pornografi
tahun 2008.
Namun, perkembangan dangdut pantura yang kita hadapi sekarang pun telah berkembang dari
apa yang mulanya dipopulerkan Inul. Orkes dangdut koplo tidak melulu hadir dengan biduan
perempuan yang memiliki senjata goyangan yang namanya beraneka ragam (dari goyang
gergaji, goyang kayang, goyang dribel, atau goyang parabola). Mereka hadir dengan format
orkes melayu yang jika diamati memiliki kesamaan pola dengan orkes melayu yang dibentuk
oleh Rhoma. Semuanya nyaris sama, kecuali instrumen mandolin dan ketukan kendang.
Dangdut koplo memiliki ketukan yang lebih cepat, rancak, dan ritmis.
“Aku bukannya anti-dangdut koplo. Siapa sih yang bisa tahan kalau dengar ketukannya?!” kata
Adisis.
“Cuma, cara tutur di liriknya itu, lho, aku enggak cocok. Kalau Rhoma itu kan masih dipikir
pemilihan katanya. Lha, kalau koplo itu kayak ceplas-ceplos bahasanya. Suka saru dan sedikit
ngawur.”
Latar belakang Adisis yang pernah mengenyam pendidikan pesantren dan asupan irama
kasidah dari ayahnya membuat lirik yang dihadirkan oleh dangdut koplo mental dari
telinganya. Sopan, santun, moralitas, dan sisi puitis dalam pemilihan kata diperhatikan betul
oleh Adisis. Itu yang bikin dia jatuh cinta sama Rhoma Irama.
Adisis menyanyikan sepotong lirik ‘Judi’: Perdukunan ramai menyesatkan. Dia berkomentar
kemudian, “Lho, coba. Enak banget itu!”
Naiknya popularitas lagu-lagu koplo, menurut Adisis, membawa kondisi dangdut saat ini
mengalami krisis penyanyi pria. Tentu saja kita mengenal Thomas Djorgi dengan ‘Sembako
Cinta’-nya, Saipul Jamil, atau Nassar. Tetapi, bahkan, untuk mendekati kualitas almarhum Megi
Z.—yang meski lagu-lagunya sangat lekat dengan unsur CGSN—generasi lebih baru ini
dibandingkan saja belum layak. Lagipula, menurut Adisis, lagu-lagu yang dinyanyikan di
panggung dangdut koplo mengisyaratkan kalau lagu itu ditulis dengan mengandung unsur
kegenitan, dan memang ditujukan untuk penyanyi perempuan.
“Aku pernah nyanyi lagu ‘Masa Lalu’. Kaku rasanya,” kata Adisis.
Lagu ‘Masa Lalu’ dipopulerkan Inul Daratista tahun 2013 dan kini seakan jadi lagu wajib
dangdut koplo. Penulis lagunya—sebagaimana sering terjadi pada proses produksi dangdut
koplo—misterius dan simpang siur; ada yang menyebut seseorang bernama Bayusiwa, tapi
sumber lain menyebut Miswan Samudra. Yang jelas lagu ini, setelah dipopulerkan Inul,
dikidungkan kembali oleh OM. Sera lewat Via Vallen, dibikin asoy oleh OM. Sonata lewat
Deviana Safara, dan digabung dengan aksi akrobatik oleh Trio Endel.
“Masa lalu biarlah masa lalu / Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku / Masa lalu biarlah
masa lalu / Sungguh hatiku tetap cemburu,” gumam saya melantunkan bait refrain serta-merta
tanpa perintah.
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	6	|	7	
	
Sambil menahan cengengesan, saya mulai singgung kehidupan Rhoma Irama yang sopan dan
gemar berdakwah di lagu dan di atas panggung, namun flamboyan di kehidupan nyata, dan
fundamentalis dalam pandangan politiknya.
“Ya, kalau dipikir-pikir dia pasti mahir merayu. Lihat saja lirik-liriknya,” ucap Adisis.
“Kenapa sih Rhoma itu kelakuannya enggak kaya di lagu-lagunya?! Jengkel aku!”
“Kalau Rhoma maju jadi presiden gimana?”
“Ha-ha. Konyol itu!”
Adisis memendam rasa kesal. Itu membuatnya membagi dua sosok Rhoma Irama. Rhoma yang
dia kagumi adalah irama yang muncul dalam lagu-lagu yang ditulisnya, yang puitis dan militan
memainkan gitar dan menyanyi, yang mengagungkan agama dan suka menyampaikan dakwah
lewat lagu meski cuma satu ayat, yang gagah dan pandai bertarung dan tak pernah kalah demi
menegakkan kebenaran dalam film-filmnya—mirip film-film Steven Seagal atau Chuck Norris,
sebetulnya, tentu saja minus irama dangdut.
“Cinta, salat, dan silat. Tiga hal itu yang seringkali kita masih luput,” tegas Adisis.
Saya seketika menatap lantai.
ADISIS, BETAPAPUN senang menyanyi, tak pandai bermain gitar. Di unit kegiatan mahasiswa
yang menggauli seni karawitan dan tari klasik gaya mataraman Yogyakarta, dia hanya
menguasai slenthem, sebuah alat musik dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan
tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema.
Pernah sekali dia membeli gitar dengan uang hasil usahanya sendiri, semasa SMA. Belum
tangkas belajar memainkannya, dia keburu diminta ayahnya untuk lekas menjualnya. Meski
ayahnya adalah orang yang pertama kali mengenalkannya kepada Rhoma Irama, tapi dia tidak
pernah sepakat kalau Adisis jadi pemusik.
“Aku cuma bisa main kunci C, F, sama G. Lagu yang bisa, ya cuma ‘Sewu Kuto’, sama satu lagu
dari Jamrud.”
Kini, setelah proyek orkes dangdutnya yang bisa dibilang sekadar hobi—bahkan mungkin
menjauhi cita-cita Adisis untuk pengin jadi Pangeran Dangdut, bagaimanapun, bagi saya, ia
berbeda dari sejumlah orkes lain yang pernah lahir di lingkungan teater dan kampus. Orkes
Melayu Dangdut Pembangunan, misalnya, tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi orkes
dangdut lawak, seperti pendahulunya.
Sebut saja Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks (1970-an), Orkes Madun Pengantar Minum
Racun (1980-an), atau KornChonk Chaos (2000-an). Modus mereka adalah menggunakan
musik berunsur dangdut, digenapi tema-tema kritik sosial, dan dibungkus parodi. Sebaliknya,
OMD Pembangunan memainkan musik dangdut secara serius—ditarik dengan napas lagu-lagu
Rhoma Irama yang sarat pesan moral dan dakwah.
Saya melihat Adisis mulai mengenakan jaket, merapikan baju, dan memakai tas pinggang.
Malam itu, usai kami berbual-bual, dia harus berangkat ke Kaligesing, sebuah kecamatan di
Kabupaten Purworejo, tempat dia menjalankan usaha untuk menyambung hidupnya.
Selama beberapa tahun terakhir ini Adisis berhubungan dengan petani buah untuk
didistribusikan ke kota. Buah yang ditawarkannya disebut “Buah Nusantara”. Berbeda dengan
buah lokal, dia menggunakan rujukan teks semasa kuliahnya untuk mengategorikan ragam
buah yang dijualnya.
PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016
	
H a l a m a n 	7	|	7	
	
“Kapan panggung terdekat OMDP?” tanya saya.
“Personelnya lagi ke luar kota. Enggak tahu kapan manggung lagi. Tunggu aja, siapa tahu ada
acara di Gelanggang.”
Adisis lantas menyalakan sepeda motor. Ditunggunya mesin motor panas. Sebatang rokok
masih menempel di bibirnya ketika dia mengecek tekanan angin pada roda ban. Latihan teater
yang harus saya ikuti malam ini rupanya diundur besok.
Sebelum dia pergi, saya pamit.*
___
Mahasiswa Kajian Budaya dan Media, UGM. Menulis buku Nyanyian Bangsa: Telaah Musik
Sujiwo Tejo dalam Menghadirkan Wacana Identitas dan Karakter Bangsa (PolGov, 2014).
Penggemar musik dangdut dan melankolis. Twitter: @irfanrd

Weitere ähnliche Inhalte

Andere mochten auch

Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindai
Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindaiBersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindai
Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindaiPindai Media
 
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Gallery
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo GalleryAudi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Gallery
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Galleryizmostudio
 
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...SIBA
 
Shablon 8 marta_tsvety_13
Shablon 8 marta_tsvety_13Shablon 8 marta_tsvety_13
Shablon 8 marta_tsvety_13yfnfkmz1990
 
Hispanic Heritage Month Project
Hispanic Heritage Month ProjectHispanic Heritage Month Project
Hispanic Heritage Month Projectjordynjohnson07
 
Learn Java Programming - Java Practice Tests
Learn Java Programming - Java Practice Tests Learn Java Programming - Java Practice Tests
Learn Java Programming - Java Practice Tests MeritCampus
 
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeilu
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeiluKontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeilu
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeiluMinna Santaoja
 
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)Velocity Software
 
Ими гордится Россия
Ими гордится РоссияИми гордится Россия
Ими гордится Россияpolina01
 
Wittig rearrangement
Wittig rearrangementWittig rearrangement
Wittig rearrangementBenjamin Gung
 
исследования константина иовкова
исследования константина иовковаисследования константина иовкова
исследования константина иовковаBuTCHeR1337
 
Grouplink Appreciation Dinner Presentation
Grouplink Appreciation Dinner PresentationGrouplink Appreciation Dinner Presentation
Grouplink Appreciation Dinner PresentationGroupLink
 
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 500
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 5002015 inspire tour: Getting the most from Sage 500
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 500Jeremy Ploessel
 
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding millAmmy Cheng
 
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paper
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paperBio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paper
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity papermitirapar1976
 

Andere mochten auch (20)

Aplikasi Look Event
Aplikasi Look EventAplikasi Look Event
Aplikasi Look Event
 
Tekhnik wawancara
Tekhnik wawancaraTekhnik wawancara
Tekhnik wawancara
 
Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindai
Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindaiBersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindai
Bersiap untuk-sebuah-akhir-prima-pindai
 
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Gallery
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo GalleryAudi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Gallery
Audi a8 3.0 t lwb quattro tiptronic sedan 2015 Photo Gallery
 
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...
Launch of the 2015 Victorian Spatial Excellence Awards @ CQ Functions in Melb...
 
IC Galilei - Primaria Marti - Montopoli v/Arno
IC Galilei - Primaria Marti - Montopoli v/ArnoIC Galilei - Primaria Marti - Montopoli v/Arno
IC Galilei - Primaria Marti - Montopoli v/Arno
 
окружное мероприятие
окружное мероприятиеокружное мероприятие
окружное мероприятие
 
Statistika1
Statistika1Statistika1
Statistika1
 
Shablon 8 marta_tsvety_13
Shablon 8 marta_tsvety_13Shablon 8 marta_tsvety_13
Shablon 8 marta_tsvety_13
 
Hispanic Heritage Month Project
Hispanic Heritage Month ProjectHispanic Heritage Month Project
Hispanic Heritage Month Project
 
Learn Java Programming - Java Practice Tests
Learn Java Programming - Java Practice Tests Learn Java Programming - Java Practice Tests
Learn Java Programming - Java Practice Tests
 
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeilu
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeiluKontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeilu
Kontti keskellä kylää - tutkimus- ja osallistumismenetelmäkokeilu
 
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)
Getting started with SharePoint MasterPage Customization (Volume 2)
 
Ими гордится Россия
Ими гордится РоссияИми гордится Россия
Ими гордится Россия
 
Wittig rearrangement
Wittig rearrangementWittig rearrangement
Wittig rearrangement
 
исследования константина иовкова
исследования константина иовковаисследования константина иовкова
исследования константина иовкова
 
Grouplink Appreciation Dinner Presentation
Grouplink Appreciation Dinner PresentationGrouplink Appreciation Dinner Presentation
Grouplink Appreciation Dinner Presentation
 
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 500
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 5002015 inspire tour: Getting the most from Sage 500
2015 inspire tour: Getting the most from Sage 500
 
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill
0 3 mm coarse powder mill, coare hammer powder grinding mill
 
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paper
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paperBio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paper
Bio 100 assignment scientific taxonomy and earth's biodiversity paper
 

Ähnlich wie Ditimang Irama Bang Haji

Dangdut from Zero to Hero
Dangdut from Zero to HeroDangdut from Zero to Hero
Dangdut from Zero to HeroRonzzy Kevin
 
Armand Maulana - Nikmatnya Karier Solo
Armand Maulana - Nikmatnya Karier SoloArmand Maulana - Nikmatnya Karier Solo
Armand Maulana - Nikmatnya Karier SoloTenni Purwanti
 
Tarian mancanegara
Tarian mancanegaraTarian mancanegara
Tarian mancanegaraEsti Dyah
 
Musik Melayu dan Alat Musiknya
Musik Melayu dan Alat MusiknyaMusik Melayu dan Alat Musiknya
Musik Melayu dan Alat MusiknyaRifaza Anugrah
 
Travelling with Creativity
Travelling with CreativityTravelling with Creativity
Travelling with CreativityIbnu Azis
 
Travelling with Creativity (Indonesia)
Travelling with Creativity (Indonesia)Travelling with Creativity (Indonesia)
Travelling with Creativity (Indonesia)Ibnu Azis
 
Buku Grunge Lokal - Teaser
Buku Grunge Lokal - TeaserBuku Grunge Lokal - Teaser
Buku Grunge Lokal - TeaserEko Prabowo
 
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)L G Sangita Tatuhey II
 
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptx
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptxProfil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptx
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptxFitri850533
 
Perjalanan the salemba band
Perjalanan the salemba bandPerjalanan the salemba band
Perjalanan the salemba bandThe Salemba Band
 
Analisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi FenomenologisAnalisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi FenomenologisDesy Sri Cahyani
 
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)Yahya M Aji
 
musik kelompok adam.pptx
musik kelompok adam.pptxmusik kelompok adam.pptx
musik kelompok adam.pptxMuafaIchsanT
 

Ähnlich wie Ditimang Irama Bang Haji (20)

Dangdut from Zero to Hero
Dangdut from Zero to HeroDangdut from Zero to Hero
Dangdut from Zero to Hero
 
dangdut
dangdutdangdut
dangdut
 
Armand Maulana - Nikmatnya Karier Solo
Armand Maulana - Nikmatnya Karier SoloArmand Maulana - Nikmatnya Karier Solo
Armand Maulana - Nikmatnya Karier Solo
 
Tarian mancanegara
Tarian mancanegaraTarian mancanegara
Tarian mancanegara
 
Musik Melayu dan Alat Musiknya
Musik Melayu dan Alat MusiknyaMusik Melayu dan Alat Musiknya
Musik Melayu dan Alat Musiknya
 
Seni Musik 8 bab12
Seni Musik 8 bab12Seni Musik 8 bab12
Seni Musik 8 bab12
 
Travelling with Creativity
Travelling with CreativityTravelling with Creativity
Travelling with Creativity
 
Travelling with Creativity (Indonesia)
Travelling with Creativity (Indonesia)Travelling with Creativity (Indonesia)
Travelling with Creativity (Indonesia)
 
Dangdut
DangdutDangdut
Dangdut
 
Buku Grunge Lokal - Teaser
Buku Grunge Lokal - TeaserBuku Grunge Lokal - Teaser
Buku Grunge Lokal - Teaser
 
Makalah reog snd
Makalah reog sndMakalah reog snd
Makalah reog snd
 
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)
Seni Budaya - Musik Nusantara dan Modern (Clip Video)
 
Raisa
RaisaRaisa
Raisa
 
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptx
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptxProfil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptx
Profil Pencipta Lagu Manuk Dadali sunda.pptx
 
Perjalanan the salemba band
Perjalanan the salemba bandPerjalanan the salemba band
Perjalanan the salemba band
 
Analisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi FenomenologisAnalisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi Fenomenologis
 
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)
Daftar Lagu Lengkap Rhoma Irama (Album, STF, Lain-lain)
 
Melestarikan keroncong
Melestarikan keroncongMelestarikan keroncong
Melestarikan keroncong
 
musik kelompok adam.pptx
musik kelompok adam.pptxmusik kelompok adam.pptx
musik kelompok adam.pptx
 
1718434.pdf (1).pdf
1718434.pdf (1).pdf1718434.pdf (1).pdf
1718434.pdf (1).pdf
 

Mehr von Pindai Media

Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehAroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehPindai Media
 
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPoncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPindai Media
 
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanUgur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanPindai Media
 
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua   phelim kineParanoid indonesia, nestapa papua   phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kinePindai Media
 
Media dalam Terorisme
Media dalam TerorismeMedia dalam Terorisme
Media dalam TerorismePindai Media
 
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoOrang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoPindai Media
 
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhMenari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhPindai Media
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakariaPindai Media
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPindai Media
 
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPutu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPindai Media
 
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankSemangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankPindai Media
 
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakSenjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakPindai Media
 
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaMerumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaPindai Media
 
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaSerikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaPindai Media
 
Anomali Industri Buku
Anomali Industri BukuAnomali Industri Buku
Anomali Industri BukuPindai Media
 
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuOrhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuPindai Media
 

Mehr von Pindai Media (20)

Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki MenorehAroma Cengkeh di Kaki Menoreh
Aroma Cengkeh di Kaki Menoreh
 
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan ParipurnaPoncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
Poncke Princen, Pembela Kemanusiaan Paripurna
 
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang DilenyapkanUgur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
Ugur Mumcu dan Mereka yang Dilenyapkan
 
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua   phelim kineParanoid indonesia, nestapa papua   phelim kine
Paranoid indonesia, nestapa papua phelim kine
 
Media dalam Terorisme
Media dalam TerorismeMedia dalam Terorisme
Media dalam Terorisme
 
Orang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang TegaldowoOrang-Orang Tegaldowo
Orang-Orang Tegaldowo
 
Menari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang RiuhMenari di Medan yang Riuh
Menari di Medan yang Riuh
 
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram   anang zakariaSengketa tanah di bumi mataram   anang zakaria
Sengketa tanah di bumi mataram anang zakaria
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
 
Putu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di PlanetPutu Wijaya Berputar di Planet
Putu Wijaya Berputar di Planet
 
Semangat Anti-Tank
Semangat Anti-TankSemangat Anti-Tank
Semangat Anti-Tank
 
Senjakala Media Cetak
Senjakala Media CetakSenjakala Media Cetak
Senjakala Media Cetak
 
Merumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang RimbaMerumahkan Orang Rimba
Merumahkan Orang Rimba
 
Serikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media PropagandaSerikat Buruh dan Media Propaganda
Serikat Buruh dan Media Propaganda
 
Anomali Industri Buku
Anomali Industri BukuAnomali Industri Buku
Anomali Industri Buku
 
Hikayat Virginia
Hikayat VirginiaHikayat Virginia
Hikayat Virginia
 
Perang Balon
Perang BalonPerang Balon
Perang Balon
 
Mario
MarioMario
Mario
 
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara BukuOrhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
Orhan Pamuk, 8 Tahun Dipenjara Buku
 
Efek Proust
Efek ProustEfek Proust
Efek Proust
 

Ditimang Irama Bang Haji

  • 1. Ditimang Irama Bang Haji Oleh: Irfan R. Darajat www.pindai.org | t: @pindaimedia | f: facebook.com/pindai.org | e: redaksi@pindai.org
  • 2. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 2 | 7 Ditimang Irama Bang Haji oleh Irfan R. Darajat Jangan lupakan pesan si Raja Dangdut: cinta, salat, dan silat. ADISIS KECIL DIAJAK oleh ayahnya menempuh perjalanan sekitar setengah jam dari Kertosono, satu kecamatan di Nganjuk, menuju Jombang, Jawa Timur. Setiba di lokasi tujuan, telah berdiri panggung megah di atas tanah lapang, disemuti banyak orang. Rhoma Irama, si Raja Dangdut, akan tampil malam itu. Adisis tidak tahu sama sekali siapa penyanyi yang dikagumi ayahnya ini. Tetapi, sepulang dari sana, dengan spontanitas anak kecil, Adisis minta kepada ayahnya untuk dibelikan kostum yang sama persis dengan Rhoma. Rupa-rupanya pengalaman itu terus dia bawa hingga dewasa. Mirip putaran balik suatu nasib, entah berkah atau kutukan, saya berjumpa Adisis 24 tahun sekian hari dari peristiwa masa kecilnya itu. Tubuh Adisis telah dikurapi alunan irama dangdut dengan seenaknya sendiri. Kendati, misalnya, 10 dari 10 orang yang kita pilih secara acak tak mengenal Adisis. Atau, katakanlah, ada seseorang yang mengenalnya; itu pun mungkin dari pekerjaannya sebagai pedagang buah. Adisis berkata memang dari awal dia tak punya niatan sedikit pun untuk menggeser takhta si Raja Dangdut. Dia akan cukup puas kalau bisa menjadi Pangeran Dangdut. Adisis mungkin tahu tapi menunggu. Dan dunianya sampai sekarang bukanlah dalam layar televisi ataupun pentas di perkampungan, melainkan (masih) di seputaran kampus. Namanya boleh jadi hanya desas-desus, yang kadangkala patut kita perhatikan tapi sekaligus, pada saat bersamaan, bisa pula kita abaikan. Saya mulai mengenal Adisis dari seorang kawan, yang mengatakan orkes dangdut yang dibikin Adisis bersama teman-temannya khusus memainkan lagu-lagu Rhoma Irama. “Enggak suka koplo?” Saya penasaran. “Anti dia,” kata kawan saya. Di gelanggang mahasiswa Universitas Gadjah Mada, saya bertemu dengan Adisis, tepatnya mulai mencari cara untuk mengajaknya mengobrol. Saya ke sana sebetulnya untuk ikut berproses bersama teman-teman Teater Gadjah Mada. Pementasan tinggal dua minggu lagi. Suasana latihan masih adem ayem dan, ketimbang panik sendirian, saya mulai berbual-bual bersama Adisis. Semula kebetulan belaka. Seorang senior di Teater Gadjah Mada, Pak Suharyoso, dosen di Institut Seni Indonesia, akan segera pensiun. Dia pernah menulis naskah drama berjudul Plin- Plan, dan naskah itu dipilih sebagai persembahan untuk pentas perpisahannya. Banyak lagu Rhoma Irama dalam naskah itu, menjadi elemen penting untuk progresi adegan dan cerita, yang mau tidak mau, menuntut untuk dinyanyikan. Singkatnya, pentas itu membutuhkan grup orkes dangdut, bukan lagu pengiring lewat pemutar musik. Pementasan naskah itu bertemu Adisis. Kuliah di jurusan Sastra Jawa—istilah resmi kampus dinamakan Sastra Nusantara, menceburkan Adisis salah satunya dengan bergiat di Swagayugama, sebuah unit mahasiswa yang memainkan gamelan. Beberapa alat musik tradisi pernah dicicipinya, dari slentho, beralih ke slenthem, dan terakhir, yang paling nyaman untuknya, adalah gerong (wiraswara atau vokal laki-laki). Iklim berkomunitas di satu tempat, seyogyanya, harus saling mendukung komunitas lain. Secara kebetulan, nama Adisi mengemuka lewat teman-teman Teater Gadjah Mada. Mereka
  • 3. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 3 | 7 bersaksi, tiada yang lebih fasih menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama selain Adisis. Kebetulan lain, Adisis tidak menampik ajakan mementaskan naskah Plin-Plan. Segera kemudian Adisis membentuk sebuah orkes dadakan dengan personel seadanya. Dia mengumpulkan teman-temannya: Suluh mengisi gitar, Ardi di ketipung. Juga mencari teman lain untuk memainkan seruling, bass, dan akordeon. Adisis mengajak pula kawannya, dipanggil Kenyut, untuk berduet. “Duet sama Kenyut itu asyik. Dia main tamborin sambil joget. Kosa geraknya luwes,” katanya. Bisa dibilang penampilan perdana mereka cukuplah asoy. Di kali lain, ketika unit kegiatan mahasiswa selam menghelat acara ulang tahun, orkes itu diminta untuk tampil lagi. Responsnya juga asyik. Persoalan muncul kemudian—atau sesungguhnya muncul dari keasyikan. Pikir Adisis, sayang juga kalau proyek orkes ini dibiarkan. Adisis kurang sreg dengan nama sementara orkes ini, yakni “Tumini”, lebih semula tercetus dari iseng semata. Berkat saran seorang teman, nama proyek orkes itu diganti: Orkes Melayu Dangdut Pembangunan. Alasannya sederhana. Atau, khas gojek kere ala Yogyakarta yang terdengar utak-atik gathuk. Adisis suka dengan tema-tema yang punya kandungan moral, adapun orkes bentukannya memainkan lagu Rhoma Irama. Orkes melayu Soneta, asuhan Rhoma, berkembang jaya di masa pemerintahan Soeharto, yang getol banget mengumandangkan asas pembangunan. Adisis sepakat. Dia menganggap usulan itu masuk akal—bukan berarti dia juga sepakat dengan rezim Orba atau setuju dengan sikap dan pandangan Rhoma dalam kehidupan nyata. Begitulah, tanpa pikir panjang, Adisis memutuskan memakai nama tersebut. Selanjutnya, setiap acara yang dihelat di Gelanggang, OMD Pembangunan selalu ambil panggung. Mereka telah menjadi milik warga Gelanggang dan memang sejauh ini, mereka belum pernah manggung di luar. MASA KECIL KAMI, yang besar di perdesaan, bisa sangat mirip bila bersentuhan dengan musik dangdut. Tetangga kami sama-sama sering mengepung rumah kami dengan lagu-lagu Rhoma Irama. Udara yang dibebani suara Rhoma ini, di tempat saya di Purworkerto, mengalun dari rumah yang pemiliknya tengah memilih barang rongsok, atau di rumah lain sedang memotong kayu untuk kusen jendela dan pintu rumah. Lagu-lagu Rhoma menemani aktivitas kerja mereka. Dengan perkakas bahana yang wah, dan lagu yang tak putus-putus, saya kadang tertipu mengira sedang ada hajatan di rumah tetangga. Sementara untuk pengalaman Adisis: “Tetanggaku penjual kaset. Kaset Rhoma banyak. Hampir setiap hari aku dengar lagu Rhoma.” Selain lagu Rhoma, Adisi kerap mendengar musik pop Indonesia atau tembang-tembang melayu. Semuanya terserah si tetangga pengin memutar lagu apa, telinga Adisis cuma bisa patuh. Ditambah lagi, ayah Adisis kerap menyetel kaset kasidahan. Dari sanalah, saya menimbang, bagaimana musik yang tumbuh di masa remaja Adisis terus melekat di kepalanya. Persoalan kesamaan perilaku tetangga kami, di daerah masing-masing, membuat saya yakin, bahwa setidaknya di pulau Jawa, Rhoma Irama memang merajai skena musik pop Indonesia mutakhir.
  • 4. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 4 | 7 Oma Irama—nama lahir dari Rhoma—tak diragukan telah berperan penting dalam tumbuh kembang musik dangdut. Kemunculannya pada 1970 bersama Orkes Melayu Soneta telah mengubah skena musik pop Indonesia. Di panggung, Soneta menghadirkan ketukan dangdut yang ritmis dan goyang-able, mengganti instrumen akustik menjadi elektrik, dengan nuansa rock (yang muncul karena Oma penggemar Deep Purple) membalut di sekujur lagu. Dan satu hal yang tidak boleh kita lupakan: gitar buntung khas Oma dengan petikan gitar (bending) yang sangat istiqomah. Itu telah membuat semua orang rela menjadi rakyat dangdut, dan dia adalah rajanya. Secara bertahap, populeritas dan kesuksesan Oma terus menanjak. Kaset-kaset rekamannya membeludak di pasaran, puluhan film dibintanginya. Variasi tema dalam penulisan lagunya mulai hadir. Semula soal cinta dan hidup harian, dia mulai menambahkan unsur dakwah. Tepatnya setelah Oma naik haji pada tahun 1975. Namanya juga sejak itu dia tambahkan dengan sematan semacam gelar: R. H—Raden Haji. Dalam satu wawancara, Rhoma mengutarakan bahwa musik dangdut yang dibawanya kini merupakan perkembangan dari musik Melayu, Deli, Sumatra Utara. Bercampur dengan irama gambus, irama dari India, dan sedikit unsur musik Eropa (keroncong). Dia berhasil memasyarakatkan dangdut dan mendangdutkan masyarakat. Dari semula disebut musik kampungan hingga menjadi musik semua golongan. Dan pada 1990-an, musik dangdut sempat diproyeksikan sebagai musik nasional. Ambil contoh, tahun 1995 grup musik Ken Dedes— seluruh anggotanya perempuan—terbang ke Papua untuk melangsungkan pentas di sana. Dangdut ada di mana-mana, bahkan berlipat ganda. Sebaran musik dangdut ini mungkin hanya bisa ditandingi, atau saling berpilin, oleh proyek transmigrasi. Keduanya, dangdut dan transmigrasi, mengisi nomenklatur politik Indonesia. Dan, bagaimanapun, di masa post-goyang ngebor dan generasi alay, lagu-lagu Rhoma masih saja berdengung di telinga kita. Bisa dibilang, saya dan Adisis adalah demografi besar dari anak-anak desa sebelum tahun 1990- an yang ditimang oleh irama Bang Haji Rhoma. “SELAIN RHOMA, penyanyi dangdut yang disuka siapa lagi?” “Megi Z. Mansyur S,” kata Adisis. “Elvi Sukaesih juga suka. Sama ini: Rita Sugiarto. Aku suka banget. Irama melayu!” Deret penyanyi dangdut itu berbeda dari Rhoma. Kesemuanya memainkan irama yang lebih condong ke pop-dangdut-melayu. Pembeda mencolok lain: tidak ada dari mereka yang memiliki orkes dangdut pengiring yang dihidupkan bersama penyanyi pemimpinnya. Adisis mengaku dia terkesima dengan teks-teks yang dihadirkan oleh Rhoma Irama. Raja Dangdut ini bisa saja menulis lagu-lagu cinta yang mengandung unsur CGSN (Cengeng, Gembeng, Sengsara, Nelangsa) pada lagu ‘Kegagalan Cinta’, bicara soal fakir-miskinnya hidup seorang tunawisma pada lagu ‘Gelandangan’, atau peliknya persoalan suami-istri yang tak kunjung mendapat momongan lewat lagu ‘Mandul’. Tetapi, lebih dari itu, dia juga bisa bicara soal perjudian, bicara bahaya minuman keras di lagu ‘Mirasantika’, mengajak hidup sehat dan tidur secara teratur lewat lagu ‘Begadang’. “Raden Haji Oma Irama. Rhoma Irama. Jenius!” ucap saya di tengah obrolan kami yang selalu takjub meski telah berulang kali mengetahui fakta macam itu. Dalam satu putaran percakapan, kami menyinggung soal dangdut koplo.
  • 5. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 5 | 7 Ini adalah sebuah variasi irama dangdut yang muncul spektakuler selama satu dasawarsa terakhir. Iramanya berkembang dari dangdut daerah, diawali dari sumbangan penting wilayah pesisir pantai utara Jawa. Yang paling mudah menautkan ingatan kita kepada model dangdut koplo adalah kemunculan Inul Daratista yang menuai kontroversi tahun 2003—bahkan mendapatkan gugatan dari si Raja Dangdut sendiri karena ukuran moralitasnya tidak berpadu melihat goyangan Inul. Era ini juga ditandai dengan kian naiknya kesalehan pribadi digembar- gemborkan secara histeris, menuai hasilnya lewat apa yang dinamakan “Perda Syariah” di lapangan politik, di pelbagai daerah, dan patokan penting lain disahkannya UU Pornografi tahun 2008. Namun, perkembangan dangdut pantura yang kita hadapi sekarang pun telah berkembang dari apa yang mulanya dipopulerkan Inul. Orkes dangdut koplo tidak melulu hadir dengan biduan perempuan yang memiliki senjata goyangan yang namanya beraneka ragam (dari goyang gergaji, goyang kayang, goyang dribel, atau goyang parabola). Mereka hadir dengan format orkes melayu yang jika diamati memiliki kesamaan pola dengan orkes melayu yang dibentuk oleh Rhoma. Semuanya nyaris sama, kecuali instrumen mandolin dan ketukan kendang. Dangdut koplo memiliki ketukan yang lebih cepat, rancak, dan ritmis. “Aku bukannya anti-dangdut koplo. Siapa sih yang bisa tahan kalau dengar ketukannya?!” kata Adisis. “Cuma, cara tutur di liriknya itu, lho, aku enggak cocok. Kalau Rhoma itu kan masih dipikir pemilihan katanya. Lha, kalau koplo itu kayak ceplas-ceplos bahasanya. Suka saru dan sedikit ngawur.” Latar belakang Adisis yang pernah mengenyam pendidikan pesantren dan asupan irama kasidah dari ayahnya membuat lirik yang dihadirkan oleh dangdut koplo mental dari telinganya. Sopan, santun, moralitas, dan sisi puitis dalam pemilihan kata diperhatikan betul oleh Adisis. Itu yang bikin dia jatuh cinta sama Rhoma Irama. Adisis menyanyikan sepotong lirik ‘Judi’: Perdukunan ramai menyesatkan. Dia berkomentar kemudian, “Lho, coba. Enak banget itu!” Naiknya popularitas lagu-lagu koplo, menurut Adisis, membawa kondisi dangdut saat ini mengalami krisis penyanyi pria. Tentu saja kita mengenal Thomas Djorgi dengan ‘Sembako Cinta’-nya, Saipul Jamil, atau Nassar. Tetapi, bahkan, untuk mendekati kualitas almarhum Megi Z.—yang meski lagu-lagunya sangat lekat dengan unsur CGSN—generasi lebih baru ini dibandingkan saja belum layak. Lagipula, menurut Adisis, lagu-lagu yang dinyanyikan di panggung dangdut koplo mengisyaratkan kalau lagu itu ditulis dengan mengandung unsur kegenitan, dan memang ditujukan untuk penyanyi perempuan. “Aku pernah nyanyi lagu ‘Masa Lalu’. Kaku rasanya,” kata Adisis. Lagu ‘Masa Lalu’ dipopulerkan Inul Daratista tahun 2013 dan kini seakan jadi lagu wajib dangdut koplo. Penulis lagunya—sebagaimana sering terjadi pada proses produksi dangdut koplo—misterius dan simpang siur; ada yang menyebut seseorang bernama Bayusiwa, tapi sumber lain menyebut Miswan Samudra. Yang jelas lagu ini, setelah dipopulerkan Inul, dikidungkan kembali oleh OM. Sera lewat Via Vallen, dibikin asoy oleh OM. Sonata lewat Deviana Safara, dan digabung dengan aksi akrobatik oleh Trio Endel. “Masa lalu biarlah masa lalu / Jangan kau ungkit, jangan ingatkan aku / Masa lalu biarlah masa lalu / Sungguh hatiku tetap cemburu,” gumam saya melantunkan bait refrain serta-merta tanpa perintah.
  • 6. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 6 | 7 Sambil menahan cengengesan, saya mulai singgung kehidupan Rhoma Irama yang sopan dan gemar berdakwah di lagu dan di atas panggung, namun flamboyan di kehidupan nyata, dan fundamentalis dalam pandangan politiknya. “Ya, kalau dipikir-pikir dia pasti mahir merayu. Lihat saja lirik-liriknya,” ucap Adisis. “Kenapa sih Rhoma itu kelakuannya enggak kaya di lagu-lagunya?! Jengkel aku!” “Kalau Rhoma maju jadi presiden gimana?” “Ha-ha. Konyol itu!” Adisis memendam rasa kesal. Itu membuatnya membagi dua sosok Rhoma Irama. Rhoma yang dia kagumi adalah irama yang muncul dalam lagu-lagu yang ditulisnya, yang puitis dan militan memainkan gitar dan menyanyi, yang mengagungkan agama dan suka menyampaikan dakwah lewat lagu meski cuma satu ayat, yang gagah dan pandai bertarung dan tak pernah kalah demi menegakkan kebenaran dalam film-filmnya—mirip film-film Steven Seagal atau Chuck Norris, sebetulnya, tentu saja minus irama dangdut. “Cinta, salat, dan silat. Tiga hal itu yang seringkali kita masih luput,” tegas Adisis. Saya seketika menatap lantai. ADISIS, BETAPAPUN senang menyanyi, tak pandai bermain gitar. Di unit kegiatan mahasiswa yang menggauli seni karawitan dan tari klasik gaya mataraman Yogyakarta, dia hanya menguasai slenthem, sebuah alat musik dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema. Pernah sekali dia membeli gitar dengan uang hasil usahanya sendiri, semasa SMA. Belum tangkas belajar memainkannya, dia keburu diminta ayahnya untuk lekas menjualnya. Meski ayahnya adalah orang yang pertama kali mengenalkannya kepada Rhoma Irama, tapi dia tidak pernah sepakat kalau Adisis jadi pemusik. “Aku cuma bisa main kunci C, F, sama G. Lagu yang bisa, ya cuma ‘Sewu Kuto’, sama satu lagu dari Jamrud.” Kini, setelah proyek orkes dangdutnya yang bisa dibilang sekadar hobi—bahkan mungkin menjauhi cita-cita Adisis untuk pengin jadi Pangeran Dangdut, bagaimanapun, bagi saya, ia berbeda dari sejumlah orkes lain yang pernah lahir di lingkungan teater dan kampus. Orkes Melayu Dangdut Pembangunan, misalnya, tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi orkes dangdut lawak, seperti pendahulunya. Sebut saja Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks (1970-an), Orkes Madun Pengantar Minum Racun (1980-an), atau KornChonk Chaos (2000-an). Modus mereka adalah menggunakan musik berunsur dangdut, digenapi tema-tema kritik sosial, dan dibungkus parodi. Sebaliknya, OMD Pembangunan memainkan musik dangdut secara serius—ditarik dengan napas lagu-lagu Rhoma Irama yang sarat pesan moral dan dakwah. Saya melihat Adisis mulai mengenakan jaket, merapikan baju, dan memakai tas pinggang. Malam itu, usai kami berbual-bual, dia harus berangkat ke Kaligesing, sebuah kecamatan di Kabupaten Purworejo, tempat dia menjalankan usaha untuk menyambung hidupnya. Selama beberapa tahun terakhir ini Adisis berhubungan dengan petani buah untuk didistribusikan ke kota. Buah yang ditawarkannya disebut “Buah Nusantara”. Berbeda dengan buah lokal, dia menggunakan rujukan teks semasa kuliahnya untuk mengategorikan ragam buah yang dijualnya.
  • 7. PINDAI.ORG – Ditimang Irama Bang Haji / 21 Maret 2016 H a l a m a n 7 | 7 “Kapan panggung terdekat OMDP?” tanya saya. “Personelnya lagi ke luar kota. Enggak tahu kapan manggung lagi. Tunggu aja, siapa tahu ada acara di Gelanggang.” Adisis lantas menyalakan sepeda motor. Ditunggunya mesin motor panas. Sebatang rokok masih menempel di bibirnya ketika dia mengecek tekanan angin pada roda ban. Latihan teater yang harus saya ikuti malam ini rupanya diundur besok. Sebelum dia pergi, saya pamit.* ___ Mahasiswa Kajian Budaya dan Media, UGM. Menulis buku Nyanyian Bangsa: Telaah Musik Sujiwo Tejo dalam Menghadirkan Wacana Identitas dan Karakter Bangsa (PolGov, 2014). Penggemar musik dangdut dan melankolis. Twitter: @irfanrd