Teks ini membahas hubungan antara kadar bilirubin serum dengan bilirubinuria. Penelitian ini menganalisis 75 pasien dengan hasil positif bilirubinuria dan menemukan korelasi positif antara bilirubin serum dengan bilirubinuria. Namun, ditemukan pula hasil bilirubinuria positif palsu yang disebabkan oleh konsumsi obat tertentu.
1. POLA HUBUNGAN ANTARA KADAR BILIRUBIN SERUM
DENGAN BILIRUBINURIA
Oleh
Nugroho Tristyanto
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bilirubin serum dengan bilirubinuria.
Dilaksanakan dengan menganalisa pasien dengan kadar bilirubin direk dan bilirubin total yang
memberikan hasil positif bilirubinuria dari semua golongan usia. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang datang di RSI Unisma Malang.
Rancangan dengan menggunakan pandekatan observational analytical crossectional. Pemeriksaan
bilirubin serum dilakukan dengan cara reaksi diazotasi, sedangkan untuk pemeriksaan bilirubin urin
dilaksanakan dengan cara caik clup Combur 10 test M. Hasil penelitian diperoleh 75 pasien dengan
bilirubin urin positif, diantaranya: 49 pasien dengan bilirubinuria +1, 15 pasien dengan bilirubinuria +2,
dan 11 pasien dengan bilirubinuria +3.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya korelasi positif antara bilirubin direk serum dengan
bilirubinuria. Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria positif palsu, hal ini dikarenakan adanya
konsumsi obat piridium, indikan, klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga danya over estimasi pada
pengukuran fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal dilaporkan sebesar 0,1-0,5 mg/dl.
Kata Kunci : Faal Hati, Bilirubin Serum, Bilirubinuria
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pemeriksaan bilirubin merupakan salah satu dari beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui faal hati, trutama untuk mengetahui fungsi ekskresi hati. Bilirubin merupakan pigmen
2. kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel
retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus
diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit
melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses
konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan
diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang
melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam
sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan
bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin dan
harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, oleh karena
itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. (labkesehatan.blogspot.com)
1 Hati
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Walaupun hanya membentuk 2% dari
berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau sekitar 28% dari curah jantung, agar
dapat melaksanakan fungsinya. Hati melakukan berbagai proses metabolic terhadap konstituen-
konstituen darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi, dan sebaliknya banyak
aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar dalam darah dan juga
terdapat di cairan tubuh yang lain. Walaupun fungsi hati mempengaruhi banyak metabolit, beberapa uji
dan manipulasi berkorelasi baik dengan integritas structural dan fungsional hati; pemeriksaan-
pemeriksaan ini secara konvesional disebut “ Uji Fungsi Hati”. (Ronald A. Sacher dan Richard A.
McPherson, 2004 : 360)
a.Anatomi Fisiologik Hati
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa
millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus.
Lobulus hati, yang ditunjukan dalam bentuk potongan pada gambar 2.1, terbentuk mengelilingi
sebuah vena centralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri
3. dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar yang memancar secara sentrifugal dari vena centralis
seperti jeruji roda.
Gambar 1 : Struktur dasar lobulus hati, memperlihatkan lempeng sel hati, pembuluh darh sistem saluran
empedudan sistem aliran limfe.
Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan di antara sel yang berdekatan terdapat
kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan amper
hati yang berdekatan (Guyton & Hall,1997 : 1103).
Juga di dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran
pencernaan melalui vena porta. Dari venule ini darah mengalir ke sinusoid hepar gepeng dan bercabang
yang terletak di antara lempeng-lempeng hepar dan kemudian ke vena centralis. Dengan demikian, sel
hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta.
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di dalam septum interlobularis. Arteriol ini
menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara amper yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil
juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak septum interlobularis seperti
terlihat dalam gambar 1.
Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi dua tipe sel yang lain; (1) sel endotel khusus dan (2) sel
kupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan (juga disebut sel retikuloendotel), yang mampu
memfagosit bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena
memiliki pori yang sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter amper 1 mikrometer. Di bawah
lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang disse. Jutaan ruang disse
kemudian menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan
cairan di dalam ruangan ini dikeluarkan melalui aliran limfatik. Karena besarnya pori di endotel, zat di
dalam plasma bergerak bebas ke dalam ruang disse, bahkan banyak protein plasma berdifusi dengan
bebas ke ruangan ini (Guyton & Hall,!997 : 1104).
Fungsi dasar hati dapat dibagi manjadi: (1) fungsi vaskuler untuk menyimpan dan menyaring darah, (2)
fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar metabolismetubuh, dan (3) fungsi sekresi
dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke salura
pencernaan (Guyton & Hall,!997 : 1103).
Fungsi hati diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1). Vaskuler; - menimbun dan filtrasi darah
4. 2). Ekskresi; - Membentuk empedu dan mengekskresikan ke Usus
- Bilirubin, cholesterol, garam empedu empedu
- Logam berat , zat warna BSP
3). Metaboloik; - Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4). Pertahanan Tubuh; - Detoksifikasi bahan – bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi, metilasi,
asetilasi, oksidasi, hidroksilasi
- Sel – sel kupfer
- fagositosis
- Pembentukan antibody
2 Fungsi Sistem Vaskuler Hepar
Kira-kira 1100 mililiter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hati setiap menit, dan tambahan
sekitar 350 mililiter lagi ke sinusoid dari arteri hepatica, dengan total rata-rata 1450 ml/menit. Jumlah ini
sekitar 29% dari sisa curah jantung, amper satu pertiga aliran total darah tubuh (Guyton & Hall,!997 :
1104).
a. Pasokan Darah
Darah masuk ke hati dari dua sumber: arteri dan vena. Arteri hepatica membawa darah arteri
langsung dari aorta. Pasokan darah ini kaya akan oksigen; darah ini juga membawa produk sisa dari
seluruh tubuh yang sebelumnya kembali melalui aliran balik vena, ke vena kava, dan kemudian ke
jantung. Vena porta mengalirkan darah yang sebelumnya mengalir melalui jaringan kapiler limpa dan
dari saluran cerna.
Darah porta kaya akan zat gizi yang diserap dari makanan oleh usus, yaitu bahan yang harus
menjalani serangkaian perubahan metabolic agar dapat digunsksn sebagai karbohidrat, protein, dan
lemak tubuh. Saluran-saluran yang membentuk amper vena porta memungkinkan hati bekerja terhadap
zat-zat yagn diserap langsung dari organ pencernaan tersebut sebelum mereka beredar ke jantung dan
organ lain. Cabang arteri hepatica dan vena porta maencapai bagian perifer setiap amper melalui
saluran khusus yang disebut triad porta agar tercapai distribusi zat gizi yang maksimum ke hepatosit.
Dengan demikian, darah sinusoid adalah campuran darah arteri dan vena. Vena central menerima
semua darah dan mengembalikannya ke sirkulasi sistemik melalaui vena hepatica yang besar, yang
mengalirkan isinya ke vena cava inferior.
5. Dua pertiga darah yang beredar melalui hati berasal dari vena porta, dan hanya sepertiga amper
langsung dari aorta. Dengan demikian, darah sinusoid mengandung lebih sedikit oksigen daripada darah
yang masuk ke sebagian besar oragan lain. Karena melakukan berbagai aktifitas yang menguras amper
dan beroperasi dalam batas oksigenasi yang relatife sempit, hepatosit relatife rentan terhadap
perubahan tekanan darah (syok), aliran darah, dan kandungan oksigen (hipoksia).
b. Sistem Empedu
Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600
dan 1200 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting: Pertama, empedu memainkan peranan
penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, bukan akibat enzim apa pun dalam empedu yang
menyebabkan pencernaan lemak tetapi karena asam empedu dalam dalam empedu yagn melakukan
dua hal: (1) asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar dalam
makanan menjadi banyak bentuk partikel kecil yang dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pancreas dan (2) asam empedu membantu transport dan absorpsi produk akhir lemak yagn
dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat
untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi
bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang dibentuk
oleh sel-sel hati.
c. Anatomi Fisiologik dari Sekresi Empedu
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagian awal disekresiakan oleh sel-sel
hepatosit hati; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat
organic lainnya. Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara
sel-sel hati di dalam lempeng hepatic. (2) Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa
interlobularis, tempat kanalikuli mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian
secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus
biliaris komunis, dari sini empedu langsung dikosongkan ke dalam duodenum atau dialihkan melalui
duktus sistikus ke dalam kandung empedu, dintujukan pada gambar 2:
Gambar 2 : Sekresi Hati dan Pengosongan kandung empedu
6. Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris ini, bagian kedua dari sekresi ditambahkan ke dalam
sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion natrium dan bikarbonat
encer yang disekresiakan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terletak di dalam duktulus dan duktus.
Sekresi kedua ini dirangsang oleh sekretin, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah ion-ion
bikarbonat yagn menambah sekresi pancreas dalam menetralkan asam lambung (Guyton & Hall,!997 :
1028).
Tabel 1. Komposisi dari empedu;
Empedu Hati
Empedu kandung
empedu
Air
97,5 gr/dl
92 gr/dl
Garam empedu
1,1 gr/dl
6 gr/dl
Bilirubin
0,04 gr/dl
0,3 gr/dl
Kolesterol
0,1 gr/dl
0,3 sampai 0,9 gr/dl
Asam-asam lemak
0,12 gr/dl
0,3 sampai 1,2 gr/dl
Lesitin
7. 0,04 gr/dl
0,3 gr/dl
Na+
145 mEq/liter
130 mEq/liter
Ca+
5 mEq/liter
23 mEq/liter
K+
5 mEq/liter
12 mEq/liter
Cl
100 mEq/liter
25 mEq/liter
HCO3
28 mEq/liter
10 mEq/liter
Sumber: Guyton & Hall,1997 : 1030
3. Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil akhir pemecahan hem yang penting, sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. (Ronald
A. Sacher dan Richard A. McPherson, 2004: 363). Bilirubin juga terbentuk dari hasil perputaran
hemoprotein hati dan dari destruksi premature eritrosit yang baru terbentuk dalam sum-sum tulang
(Robbins, 2007 : 666).
Seperti tampak pada gambar 2 bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya, rata-rata 120
hari, dan menjadi terlalu rapuh untuk bertahan lebih lama dalam system sirkulasi, membrane selnya
pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut juga “system
8. retikuloendotelial”) di seluruh tubuh. Di sini, hemoglobin pertama kali dipecah menjadi “globin dan
hem”,dan cin-cin hem dibuka untuk memberikan; (1) besi bebas yang ditransport ke dalam darah oleh
transferin, dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu substrat dari mana nantinya pigmen empedu
akan dibentuk. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi ini dengan cepat direduksi
menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap dilepaskan ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan
segera bergabung sangat kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah
dan cairan interstisial. Sekali pun berikatan dengan protein plasma, bilirubin ini masih disebut “bilirubin
bebas atau bilirubin tidak terkonjugasi (indirek)” untuk membedakanya dari “bilirubin terkonjugasi”
yang akan dibicarakan nanti.
Sekali berada dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin “konjugasi” diubah oleh kerja bakteri
menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus
kembali ke dalam darah. Sebagian besar dieksresikan kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi kira-kira
5% dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setlah terpapar dengan udara dalam urin, urobilinogen
teroksidasi menjadi urobilin, atau dalam feses urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin
(Guyton & Hall,1997 : 1108).
a.Bilirubin Direk dan Indirek
Sebagian besar bilirubin dalam darah normal terikat ke albumin, yaitu bentuk tidak larut atau
tidak terkonjugsi yang dibebaskan dari sel retikuloendotel sebelum dibersihkan oleh hati. Didalam
plasma umumnya juga terdapat sejumlah kecil bilirubin tekonjugasi yang larut air yang masuk ke dalam
darah karena kebocoran minor pada hepatosit dalam darah menjahui pembentukan dan ekskresi
empedu. Baik jumlah total maupun proporsi relative fraksi bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi
sangat bermanfaat dalam diagnosa ikterus dan penyakit hati. Bilirubin pascahepatik terkonjugasi
bereaksi cepat pada berbagai uji yang sering digunakan karena kelarutan inheren zat ini sehingga
disebut zat yang bereaksi langsung; bilirubin tidak terkonjugasi harus dicampur dengan alcohol atau zat
pelarut yang lain sebelum dapat secara efisien bereaksi dalam pemeriksaan sehingga disebut sebagai zat
yang bereaksi secara tidak langsung. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin.
Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlan bilirubin direk dan indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur secara terpisah
dan perbedaan keduanya menghasilkan fraksi indirek (R.A. Sacher dan RA. McPherson, 2004 : 364).
b.Perubahan Patofisiologik
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
9. memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu ( USUdigitalibrary. com).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1 mg/dl. Pada
konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik
atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat
deposisi bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah.
Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu
hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia
regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier.
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan
konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg
bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan
kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive
misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih
cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut
didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga
disebut juga dengan ikterik acholuria.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar I
yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara
autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih
dari 20 mg/dl.
Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform
glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam getah empedu.
Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit
dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada saluran
empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus
hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian
konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterik
choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga sebagai ikterus
kolestatik.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin
Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin
terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui.
10. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin,
dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform,
arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini sering
terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan
ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak
larut.
Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi
preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler najjar.
Phototerapi dengan cahaya dapat merubah bilirubin menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi
beberapa isomer yang larut dalam air meskipun tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga
dapat diekskresikan keempedu. Kasus obstruksi umumnya ditangani dengan tindakan bedah.
Tabel 2 : Pemeriksaan Laboratorium Sebagai Petunjuk Diagnostik
Klinis
Bilirubin
Urin
Plasma (mg/hari)
Indirect
Direct
Normal
−
0,2-0,7
0,1-0,4
Hepatitis
+
↑
11. ↑
Hemolotik
−
↑↑
↑
Obstruksi
+
↑
↑↑
Sumber : T. Helvi Mardiani, Metabolisme Heme, 2004, www.USUdigitalibrary.com
Keterangan : ↑ ; Terjadi peningkatan, jika menunjukan tanda panah dua, berarti peningkatan dua kali
lipat
.
4.Ikterus
Bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin glukoronida dapat menumpuk secara sistemik dan mengendap
dalam jaringan, menimbulkan warna kuning ikterus. (Robbins, 2007 : 667). Perkataan ikterus berarti
jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan pada kulit dan jaringan dalam. Penyebab umum ikterus
adalah adanya sejumlah besar dalam cairan ekstraselular, baik bilirubin terkonjugasi dan takterkonjugasi
(Guyton & Hall,1997 : 1108).
Terdapat dua perbedaan patofisiologis penting antara kedua bentuk bilirubin. Bilirubin
takterkonjugasi berikatan kuat dengan albumin serum dan pada dasarnya tidak larut air pada pH
fisiologis. Bentuk ini tidak dapat diekskresikan dalam urin walaupun kadar dalam darah sangat tinggi.
Secara normal, sejumlah bilirubin tak-terkonjugasi terdapat sebagai anion bebas-albumin di dalam
plasma. Fraksi plasma yang tak-terikat dapat meningkat pada penyakit hemolitik yang parah atau jika
obat pengikat protein menggeser bilirubin dari albumin.
Sebaliknya, bilirubin terkonjugasi bersifat larut air, nontoksik, dan hanya berikatan secara lemah
dengan albumin. Karena kelarutan dan ikatannya yang lemah dengan albumin , kelebihan bilirubin
terkonjugasi dalam plasma dapat dikeluarkan melalu urin.
Pada orang dewasa normal, kadar bilirubin serum bervariasi antara 0,3 sampai dengan 1,2 mg/dl,
dan laju pembentukan bilirubin sistemik setara dengan laju penyerapan oleh hati, konjugasi, dan
12. ekskresi empedu. Ikterus akan tampak jika kadar bilirubin serum meningkat melebihi 2,0 ampai 2,5
mg/dl; pada penyakit yang parah, kadar dapat mencapai 30 hingga 40 mg/dl. Ikterus terjadi jika
keseimbangan antara produksi dan pengeluaran bilirubin terganggu oleh satu atau lebih mekanisme
berikut ini : (1) produksi bilirubin yang berlebihan, disebabkan oleh; Peningkatan sel darah merah,
penurunan umur sel darah merah, peningkatan early bilirubin, (2) penurunan penyerapan oleh hati, (3)
gangguan konjugasi, (4) penurunan ekskresi hepatoselular, dan (5) gangguan aliran empedu, baik intra
maupun ekstrahepatik. Tiga mekanisme yang pertama dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tak-
terkonjugasi, dan dua yang terakhir menyebabkan hiperbilirubinemia yang terutama terkonjugasi
(Robbins, 2007 : 668).
5.Biirubin Serum dan Bilirubin Urin
a.Bilirubin Serum
Bilirubin yang ada di dalam serum merupakan resultance dari kecepatan ekskresinya. Mekanisme
peningkatan bilirubin serum dapat berupa;
- Produksi yang berlebih
- Gangguan uptake, konjugasi dan ekskresi
- Refluk pigmen empedu akibat kerusakan hepatosit atau obstruksi saluran empedu.
Harga normal; Dewasa : total : 0,1 – 1,2 mg/dl
direk : 0,1 – 0,3 mg/dl
indirek : 0,1 – 1,0 mg/ dl
Anak : total : 0,2 – 0,8 mg/dl
indirek sama dengan kadar orang dewasa
Bayi baru lahir : total : 1 – 12 mg/dl,
indirek sama dengan kadar orang dewasa
b.Prosedur
Persiapan sampel:
a. Darah diambil menggunakan spuit kira-kira sebanyak 3 cc.
b. Darah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit, kemudian diambil serumnya untuk sampel.
13. Pemeriksaan bilirubin total:
Reagen AT 5×40 ml terdiri atas : sulfanilic acid 29 mmol/l, hydrocloric acid 0,2 mol/l, cetrimide 50
mmol/l. Reagen BT 5×10 ml terdiri atas : sodium nitrit 11,6 mmol/l.
a. Campurkan reagen AT 4 ml ditamabah reagen BT 1 ml, masukkan didalam botol, dan campurkan
perlahan. Lalu masukan di dalam alat Biosystem.
b. Diambil serum dengan menggunakan mikropipet 200 ul.
c. Dimasukkan serum ke dalam “cup” sampel.
d. Diletakkan cup sampel pada rak sampel di alat Biosystem.
e. Dipilih program untuk tes bilirubin total, dengan menekan tombol program.
f. Selanjutnya hasil secara automatik didapatkan dalam bentuk prin out
Pemeriksaan bilirubin direct:
Reagen AD terdiri atas : sulfanilic acid 35 mmol/l, hydrocloric acid 0,24 mmol/l, sedangkan reagen BD
terdiri atas : sodium nitrit 3,5 mmol/l.
a. Campurkan 1 ml regen BD dengan 4 ml reagen AD ke dalam botol reagen, campurkan perlahan dan
letakkan di dalam alat Biosystem.
b. Diambil serum dengan menggunakan mikropipet 200 ul.
c. Dimasukkan serum ke dalam “cup” sampel.
d. Diletakkan cup sampel pada rak sampel di alat Biosystem.
e. Dipilih program untuk tes bilirubin direct, dengan menekan tombol program.
f. Selanjutnya hasil secara automatik didapatkan dalam bentuk prin out
Nilai diagnostik ;
Bilirubin Total, Direk;
Peningkatan kadar dapat disebabkan, karena: ikterik obstruktif karena batu atau
neoplasma,hepatitis , sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin,
tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis (asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein,
14. morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Sedangkan untuk penurunannya dapat disebabkan, karena: anemia defisiensi besi. Pengaruh obat
: barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek;
Peningkatan kadar dikarenakan: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria,
anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin.
Untuk penurunannya disebabkan karena: pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk). Faktor yang
dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
· Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar
bilirubin.
· Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
· Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
· Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya
akan menurun.
· Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
6. Bilirubin Urin
Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin
dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan
kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak
dapat diekskresikan ke dalam urin.
a.Prosedur
Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau dipstick), atau uji Fouchet
(Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl2). Uji bilirubinuria dengan reaksi diazo banyak dipakai
karena lebih praktis dan lebih sensitif. Di antara dua macam uji diazo, uji tablet (mis. tablet Ictotest)
lebih sensitif daripada dipstick.
1. Reaksi diazo
Kumpulkan spesimen urin pagi atau urin sewaktu/acak (random). Celupkan stik reagen (dipstick)
atau tablet Ictotest. Tunggu 30 detik, lalu bandingkan warnanya dengan bagan warna pada botol reagen.
15. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam
pembacaan secara visual.
2. Uji Fouchet
Ke dalam 12 ml urin, tambahkan 3 ml barium klorida dan 3 tetes ammonium sulfat jenuh.
Centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Buang supernatant, tambahkan 2 tetes larutan
Fouchet pada endapan. Amati perubahan warna yang terjadi.Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan
warna. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru.
Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar
matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin.
Nilai Rujukan; Normal : negatif (kurang dari 0.5mg/dl)
7.Masalah Klinis
Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti
pada ikterus parenkimatosa , ikterus obstruktif, kanker hati , CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung
bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin – klorpromazin (Thorazine),
asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan), fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex)
(labkesehatan.blogspot.com).
Kerangka Konsep
Gbr 3 : Kerangka Konsep Pola Hubungan Kadar Bilirubin serum Bilirubinuria
Ket : : faktor penyebab
: yang akan diamati dalam penelitian
Hipotesis
16. Dari penjelasan teori – teori di atas, hipotesis yang ditunjukkan adalah adanya hubungan antara
bilirubin serum dan bilirubin urin, dimana yang hanya terlarut dalam urin adalah bilirubin plasma direct,
sebab jenis bilirubin ini adalah larut air, sedangkan bilirubin indirect tidak dapat larut air. Jadi jika terjadi
peningkatan bilirubin indirect, bilirubin urin akan negatif, hanya akan tampak positif 1, atau negatif pada
alat carik clup. Tetapi jika terjadi peningkatan bilirubin direct dalam plasma, maka bilirubin urin akan
positif.
METODE PENILITIAN
Bertitik tolak pada tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar
bilirubin pada plasma dengan bilirubin pada urin, maka peneliti menggunakan metode penelitian survei
dengan pendekatan “Observational analytical crossectional”, di mana dalam penelitian ini peneliti
mengamati, melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang berhubungan dengan
masalah yang diamabil, dan dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Selain itu juga melihat melihat
hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan variabel yang lain.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang diukur kadar bilirubin serum dan bilirubin
urinnya di Laboratorium Patologi Klinik RSI Unisma, pada periode bulan Januari 2010 hingga Mei 2011.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 sampel yang mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1. Semua kadar bilirubin direk dan bilirubin total yang memberikan hasil positif bilirubinuria dari
semua golongan usia.
2. Tidak memberikan hasil positif darah di dalam urin.
Variabel penelitian dalam penelitian ini digunakan dua variabel , yaitu variabel bebas (independen),
yaitu bilirubin urin dan variabel terikat (dependen), yaitu bilirubin serum.
Pengumpulan data diperoleh dari data primer yaitu dari pasien pada laboratorium Patologi Klinik
Rumah Sakit Islam Unisma Malang dan data sekunder diperoleh dengan menggunakan dokumen
pendukung yang diperoleh dari bagian pendokumentasi laporan hasil laboratorium.
Metode analisis data menggunakan metode analisis bevariate, yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi.Terdapat pula pengumpulan data yang berbentuk angka-
angka, sehingga akan diggunakan analisa kuantitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
17. Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan pengamatan terhadap 75 sampel hasil pemeriksaan bilirubin serum dan
bilirubin urin ternyata ditemukan 49 sampel kadar bilirubin serum dengan bilirubinuria positif (+)1, 15
sampel dengan bilirubinuria positif (+)2, dan 11 sampel dengan bilirubinuria positif (+)3 . rentang kadar
bilirubin serum dan nilai rata-rata yang berhubungan dengan derajat posiif biirubinuria tertera pada
tabel 3.
Tabel 3: Rentang Kadar Bilirubin Direk dan Bilirubin Total Serum dan Nilai rata-rata yang Berhubungan
dengan derajat Positif Bilirubinuria
NO
Bilirubin direk
(mg/dl)
Rata-rata
Bilirubin total
(mg/dl)
Rata-rata
Bilirubin urin
1
0,1 – 10,80
1,52
0,17 – 16,92
3,06
(+) 1
2
0,11 – 11,5
5,39
18. 1,22 – 14,67
7,91
(+) 2
3
3,66 – 24,68
13,23
7,43 – 36,82
19,83
(+) 3
Sumber: data diolah
Gambar 4: Pola hubungan antara kadar
Bilirubin direk serum dan Bilirubinuria
Gambar 5: Pola hubungan antara kadar
Bilirubin total serum dan Bilirubinuria
19. Berdasarkan data dari hasil penelitian ini penulis melakukan kuantifikasi tipe hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi dan hiperbilirubinemia terkonjugasi , dan hasilnya terlihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 : Kuantifikasi Jenis Hiperbilirubinemia
Bilirubin urin
Hiperbilirubinemia total
(> 1,1 mg/dL)
Hiperbilirubinemia
Terkonjugasi
(> 0,2 mg/dL)
Hiperbilirubinemia
Tidak Terkonjugasi
(> 0,8 mg/dL)
Σ
%
Σ
%
Σ
%
(+) 1
33
44
32
43
21. Berdasarkan nilai normal kadar bilirubin direk (< 0,3 mg/dL) dan kadar bilirubin total (< 1,1 mg/dL)
diperoleh prosentase kadar bilirubin serum normal yang memberikan hasil positif bilirubinuria, tertera
pada tabel 5.
Tabel 5: Prosentase dan proporsi Sampel Kadar Bilirubin Serum Normal yang menunjukkan hasil Positif
Bilirubinuria
Bilirubin
Urine
Σ
sampel
Proporsi
Σ Bil. Direk Normal
%
Σ Bili. Total Normal
%
(+) 1
49
0,65
20
26,6
16
21,3
(+) 2
15
0,20
22. 1
1,3
-
-
(+) 3
11
0,15
-
-
-
-
Total
75
1
21
27,9
16
21,3
Sumber: data diolah
Pembahasan
Mencermati hasil penelitian diperoleh adanya korelasi positif antara kadar bilirubin direk serum
dengan nilai bilirubin urin. Peningkatan kadar bilirubin serum terutama bilirubin direk seiring dengan
peningkatan nilai bilirubin dalam urin. Hal ini disebabkan karena bilirubin terkonjugasi yang bersifat larut
air mengalami aliran balik kedalam darah akibat obstruksi saluran empedu (ekstrahepatik) atau
23. gangguan ekskresi bilirubin oleh sel hepatosit (intrahepatik). Bilirubin terkonjugasi yang menumpuk
didalam darah diekskresikan ke dalam urin melalui filtrasi glomerulus ginjal.
Sesuai dengan nilai normal biirubin serum menurut metode Jendarsik dan Groff ( bilirubin direk :
< 0,3 mg/dL dan bilirubin total : < 1,1 mg.dL ), pada penelitian ini ( seperti yang tertera pada tabel 1 dan
3 ) ditemukan bilirubin dalam urin orang dengan kadar bilirubin normal. Hal ini dapat disebabkan adanya
over estimasi pada pengukuran fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal yang dilaporkan sebesar 0,1 –
0,5 mg/dL. Menurut dr. R. Wirawan, bagian patologi klinik UI hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam
urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat
terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium. Pada tabel 3 terlihat bilirubin direk
dengan kadar normal didalam serum dapat memberikan hasil positif bilirubinuria mencapai 27,9 %.
Sedangkan untuk bilirubin total sebesar 21,3 %. Ini berarti bahwa bilirubin dapat ditemukan dalam urin
orang normal.
Hal ini disebabkan karena adanya kebocoran–kebocoran minor pada hepatosit sehingga bilirubin
terkonjugasi dapat ditemukan dalam darah yang selanjutnya diekskresikan kedalam urin.
Terdeteksinya bilirubinuria ini dapat juga disebabkan oleh faktor sensitivitas dari carik uji Combur
10 Test M itu sendiri, dimana tingkat sensitivitasnya > 90% dalam mendeteksi analit yang ditentukan
dalam urin.
Kadar bilirubin serum terendah yang menunjukkan positif bilirubinuria adalah 0,1 mg/dL pada
bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar tertinggi adalah 24,68 mg/dL pada
bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3 , sedang kadar bilirubin total serum terendah 0,17
mg/dL pada bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar tertinggi sebesar 36,82 mg/dL pada bilirubinuria positif
(+) 3. Sedangkan bilirbin indirek tidak berpengaruh terhadap nilai positif bilirubinuria karena bilirubin
indirek yang bersifat tidak larut dalam air, tidak dieksresikan ke dalam urin oleh filtrasi glomerulus ginjal.
Hiperbilirubinemia lebih banyak oleh gabungan antara bilirubin direk dan bilirubin indirek (
bilirubin total ), yang berarti bahwa sampel kebanyakan dari pasien yang menderita kerusakan pada
hati. Hasil bilirubinuria positif pada kadar bilirubin direk maupun indirek serum yang tinggi dapat
diakibatkan oleh adanya sampel serum yang hemolisis dan lipemik serta pasien yang melakukan puasa
dalam waktu yang lama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
24. Ditemukan adanya korelasi positif antara kadar bilirubin serum terutama bilirubin direk (
terkonjugasi ) dengan gradasi positif bilirubinuria. Kadar bilirubin direk serum terendah adalah 0,1
mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+)1 dan kadar bilirubin direk tertinggi adalah 24,68 mg/dl
dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3. Sedangkan kadar bilirubin total serum terendah adalah 0,17
mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar bilirubin total serum tertinggi adalah 36,82 mg/dL
dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3 . pada orang dengan kadar bilirubin serum yang normal, ditemukan
bilirubin dalam urin.
Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria positif palsu, hal ini dikarenakan adanya konsumsi
obat piridium, indikan, klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga danya over estimasi pada pengukuran
fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal dilaporkan sebesar 0,1-0,5 mg/dl
Saran
Penentuan bilirubin dalam urin dilaboratorium klinik, dianjurkan untuk menggunakan carik uji Combur
10 Test M karena memiliki sensitifitas yang tinggi.
Untuk memperoleh hasil pengukuran kadar bilirubin serum yang akurat, perlu diperhatikan tahap-tahap
persiapan pasien seperti tidak melakukan puasa dalam waktu yang lama ( 24 – 48 jam ) dan tidak
menggunakan serum yang hemolisis dan lipemik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Etiologi & Patologi Ikterus, http://ilmubedah.info. Diakses pada Tanggal 14 April 2011.
Anonim , 2008, Hepatitis Viral, http://en.wikipedia.org. Diakses pada Tanggal 14 April 2011.
Anonim, 2009, Kolelititiasis, www.medicinenet.com. Diakses pada Tanggal 14 April 2011.
Anonim, 2009, Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Hati dengan Menggunakan Parametr Bilirubin,
http://webcache.googleusercontent.com. Diakses pada Tanggal 2 April 2011.
AY. Sutedjo, SKM, 2007, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Amara Books Puri Arsita A6, Jogjakarta.
Guyton & Hall, 1996, Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta.
Harrison, 1999, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume 1, EGC, Jakarta.
LeFever JK. MSN. RN, 1997, Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan, edisi 2, EGC, Jakarta.
25. LeFever JK. MSN. RN, 2007, Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta.
Mardiani HT, 2004, Metabolisme Heme, www.USUdigitalibrary.com. Pada Tanggal 14 April.
Riswanto, 2009, Bilirubin Serum, http://labkesehatan.blogspot.com. Pada tanggal
2 April 2011.
Riswanto, 2010, Bilirubin Urin, http://labkesehatan.blogspot.com. Pada tanggal
2 April 2011.
Robbins, Stanley L, 2007, Buku Ajar Patologi, edisi 7, EGC, Jakarta.
Sacher RA, McPherson RA, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, edisi 11, EGC, Jakarta.
Tarigan M, 2003, Asuhan Keperawatan Dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan
Hiperbilirubinemia, www.USUdigitalibrary.com. Pada Tanggal 14