1. Dokumen tersebut membahas sejarah perekonomian Indonesia dari masa pra-kolonial hingga masa reformasi. Terdapat lima periode perekonomian yaitu masa sebelum kolonial, masa kolonial, masa sebelum 1966, masa sesudah 1966, dan masa reformasi.
2. Dokumen menjelaskan konsep pendapatan nasional dan cara menghitungnya melalui pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Terdapat beberapa jenis pendapatan nas
1. 1. Gambaran umum masa perekonomian yang pernah berlaku di Indonesia
sampai dengan tahun 2008 dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu masa
sebelum terjajah, masa penjajahan, masa sebelum tahun 1966, masa sesudah
tahun 1966, dan masa reformasi. a) Masa Sebelum Terjajah (sebelum tahun
1600) meliputi, Masa Pra Kerajaan, awalnya terbentuk komunitas-komunitas
kecil dari orang-orang, kemudian diantara mereka berkumpul membentuk
komunitas masyarakat yang lebih besar dari sebelumnya. komunitas
masyarakat terdiri atas dua golongan, yaitu masyarakat desa (paguyuban) dan
masyarakat kota (patembahan). Masa Kerajaan, pada masa ini perekonomian
lebih maju dari sebelumnya. Dalam lingkup regional, produk yang dihasilkan
oleh masyarakat desa didistribusikan dan dijual ke dalam kota raja, yaitu kota
tempat berdirinya kerajaan. Dalam kegiatan transaksi ekonomi masyarakat
mulai mengenal sistem barter bahkan lebih maju lagi mereka telah memulai
pemakaian uang sebagai alat tukar. b) Masa Penjajahan (1600 – 1945),
perkembangan perdagangan pelayaran pada masa merkantilisme di area Eropa
ditujukan untuk memperbesar ekspor negara-negara tersebut. Melalui
perdagangan mereka juga melakukan misi yang dikenal dengan gold, glory,
gospel. Namun, lambat laun justru berkembang imperialisme yang tujuannya
adalah mencari sumber-sumber ekonomi dari daerah jajahan. Cara-cara yang
dilakukan pun sudah seringkali menyimpang dan menyalahi batas
kemanusiaan. Melalui serikat dagang Hindia Belanda (VOC), penjajah
melakukan monopoli sehingga sangat tidak menguntungkan pihak pribumi
(bumi putera). c) Masa Sebelum Tahun 1966 (1945 – 1966), yang meliputi
Masa Kemerdekaan (1945-1949), Masa RIS (1949-1959), Masa Orde
Lama (1959-1965). Kondisi perekonomian setelah kemerdekaan bisa dibilang
sangat tidak stabil. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yang
tidak stabil karena banyaknya pemberontakan di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Salah satu awal mula permasalahannya adalah kesepakatan
Indonesia untuk membiarkan komunis masuk dan hidup di NKRI sebagai
imbas dari kesepakatan bantuan yang diberikan Uni Soviet di masa-masa
kemerdekaan. Sementara itu, defisit anggaran belanja pemerintah terus
membengkak dari tahun ke tahun, karena defisit-defisit tersebut dibiayai
terutama dengan pencetakan uang baru, tingkat harga tak henti-hentinya
membumbung dan mencapai puncaknya pada tahun 1966. Pada tahun terakhir
rejim orde lama ini, Indonesia menggoreskan catatan penting yang tak
diinginkan dalam catatan sejarah perekonomiannya: laju inflasi sekitar 650
persen. Selama dasawarsa 1950-an dan pertengahan pertama 1960-an
1
2. Indonesia kehilangan peranan pentingnya dalam perdagangan internasional.
Kedudukan sebagai produsen utama gula di dunia, terlepas. Begitu pula
kedudukan sebagai produsen utama karet alam, digantikan oleh Malaysia.
Ekspor komoditas-komoditas tradisional kopra, teh, biji kelapa sawit, lada dan
tembakau jauh lebih rendah dari pada yang dicapai sebelum perang dunia ke
dua. Sesudah pertengahan 1950-an penerimaan ekspor senantiasa kurang dari
10 persen produk domestik bruto. Semua ini satu sama lain mengakibatkan
kalangkaan akpital dan tekanan atas neraca pembayaran. d) Masa Sesudah
Tahun 1966, yang meliputi Masa Transisi (1966-1968), bekas-bekas kondisi
ekonomi yang terpuruk masih sangat mencolok pada masa ini, seperti
tumpukan utang luar negeri yang mencapai lebih dari US$ 2 milyar,
penerimaan ekspor yang hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang
dan jasa, ketidak berdayaan mengendalikan anggaran belanja dan memungut
pajak, laju inflasi secepat 30-50 persen per bulan, dan buruknya kondisi
prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produktif sektor industri
dan ekspor. Pada masa ini terjadi pergantian presiden, Soekarno digantikan
oleh Soeharto pada tahun 1968. Masa Orde Baru (1969-1997/98),
perekonomian berangsur-angsur mulai membaik. Pemerintah menjalankan
program pembangunan jangka pendek yang terdiri atas: tahap penyelamatan
(Juli-Desember 1966), tahap rehabilitasi (Januari-Juni 1967), tahap konsolidasi
(Juli-Desember 1967), dan tahap stabilisasi (Januari-Juni 1968). Program
jangka pendek ini juga diikuti dengan program jangka panjang, terdiri atas
rangkaian Rencana Pembangunan lima Tahun (Repelita) yang dimulai pada
bulan April 1969. Melalui program Pelita, pemerintah mulai merencanakan
pembangunan dengan lebih terarah. Ditargetkan pada tahun1992 Indonesia
akan melalui tahap tinggal landas. Namun hingga pengunduran diri Soeharto di
tahun 1998, masa tinggal landas yang dicita-citakan hanya tinggal masa lalu.
Semua tidak terlaksana. Masa Reformasi (1997/98 – 2008), pada tahun 1997
hingga 1998 terjadi krisis ekonomi. Dampak krisis ini sangat dirasakan oleh
BUMS dan BUMN. Guna memperbaiki situasi maka dikucurkan dana Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang menjadi kasus tersendiri karena terjadi
penyalah gunaan. Hingga saat ini, kasus ini belum juga tuntas. Namun, pada
masa kepemimpinan presiden SBY direalisasikan berdirinya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) untuk menangani masalah-masalah penyalahgunaan
dana dari pemerintah yang seharusnya digunakan untuk pembangunan
nasional. Selain itu, pada masa kepemimpinannya, SBY juga mengeluarkan
kebijakan yang populer yaitu dengan mengurangi subsidi BBM yang
2
3. diakibatkan oleh naiknya harga minyak dunia sehingga membuat harga BBM di
masyarkat naik. Subsidi BBM ini dialihkan ke sektor lain yaitu sektor
pendidikan dan sektor lain yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hingga tahun 2008, pemerintah cukup mampu mengurangi inflasi hingga
bertahan 4-5% per tahun, selain itu pemerintah juga mampu mengatasi
terjangan krisis global yang melanda dunia pada tahun 2008.
2. Pendapatan Nasional merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima
oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun. Pendapatan nasional
merupakan salah satu variabel penting untuk menghitung prestasi ekonomi
suatu negara karena kita dapat mengetahui bagaimana pertumbuhan ekonomi
suatu negara dari tahun ke tahun. Konsep pendapatan nasional di antaranya
adalah Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) atau PDB,
Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP) atau PNB, Pendapatan
Nasional Neto (Net National Income, NNI), Pendapatan Perseorangan (Personal
Income,PI), Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income, DI).
Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung atau diukur dengan tiga
macam pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan produksi, dengan cara
menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan dari berbagai unit
produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Yang
dimaksud unit disini adalah 11 unit produksi yang meliputi pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih,
bangunan, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga
bukan bank, sewa rumah, pemerintahan dan jasa-jasa. Dalam menghitung
pendapatan nasional metode produksi digunakan rumus yaitu Y = [(Q1 X P1) +
(Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini
adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah
jadi). 2) Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh
pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga
konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan
atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan. Atau dapat
dituliskan dengan rumus sebagai berikut PDB = r+w+i+p. 3) Pendekatan
pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu
periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan
menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi
negara, yaitu: Rumah Tangga (Consumption), Pemerintah (Government),
3
4. pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi
impor ( X – M ). Untuk itu dapat digunakan rumus PDB = C + I +G + (X-M).
3. Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam
bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi memiliki sifat self-generating yaitu proses pertumbuhan itu sendiri
melahirkan kekuatan atau momentum bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan
tersebut dalam periode selanjutnya. Pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara
dapat dikatakan sebgai peningkatan jumlah barang dan jasa yang diproduksi
oleh kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dalam suatu negara. Hal ini diukur
secara konvensional sebagai laju persen kenaikan dalam produk domestik
bruto riil, atau GDP riil. Pertumbuhan biasanya dihitung secara riil, yaitu
disesuaikan dengan hal inflasi, untuk output yang bersih dari efek inflasi pada
harga barang dan jasa yang dihasilkan. Pertumbuhan ekonomi biasanya
mengacu pada pertumbuhan output potensial, seperti: produksi di lapangan
kerja, yang disebabkan oleh pertumbuhan permintaan agregat atau output
yang diamati. Untuk menghitung berapa besarnya pertumbuhan ekonomi suatu
negara, maka data yang diperlukan dan dipergunakan adalah pendapatan
nasional suatu negara. Untuk negara yang sedang berkembang umumnya
menggunakan PDB, sedangkan untuk negara yang telah maju umumnya
menggunakan GNP. Menurut M. Suparko, pada negara berkembang, selain
dengan menghitung PDB pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat pula
diketahui dengan melihat pendapatan perkapita dan pendapatan per jam kerja.
M. Suparko beralasan bahwa menghitung pendapatan per kapita merupakan
ukuran yang lebih tepat karena mempertimbangkan jumlah penduduk,
sedangkan pendapatan per jam kerja ia beralasan bahwa suatu negara dapat
dikatakan lebih maju dibanding negara lain bila mempunyai tingkat
pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi dibanding upah per jam
kerja negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama. Untuk menghitung tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat digunakan rumus sebagai berikut: g
= {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%
g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB
riil tahun kemarin
4
5. 4. Tinggi rendahnya pendapatan per kapita dipengaruhi oleh jumlah pendapatan
nasional dan jumlah penduduk. Jika pendapatan nasional sebuah negara
tinggi, tetapi jumlah penduduk juga besar, maka pendapatan per kapitanya
akan rendah. Sebaliknya, walaupun pendapatan nasional rendah, tetapi jumlah
penduduk kecil, pendapatan per kapitanya mungkin akan tinggi. Pendapatan
per kapita Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga sesama anggota ASEAN, hal itu disebabkan oleh jumlah penduduk
Indonesia yang besar dan tingginya laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
setiap tahunnya. Dari jumlah penduduk yang besar tersebut, di Indonesia
masih banyak SDM yang berkualitas rendah sehingga penguasaan teknologi
pun juga masih rendah di kalangan penduduk Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam yang pada akhirnya pendapatan nasional Indonesia pun ikut rendah.
Pertambahan jumlah penduduk yang ada di Indonesia saat ini tidak terlalu
memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap upaya penambahan
jumlah pendapatan nasional yang ada sekarang, karena sumber daya alam
yang dimiliki belum dapat sepenuhnya dikelola dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan rakyat (sebagai akibat dari rendahnya kualitas SDM dan
kurangnya penguasaan teknologi serta sumber daya yang ada). Kalau pun
pendapatan nasional Indonesia lumayan naik, tetapi dengan jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi, pendapatan per kapita Indonesia pun
mungkin masih belum bisa dikatakan tinggi dibandingkan dengan Singapura
atau Brunai misalnya, hal ini disebabkan karena perhitungan pendapatan
perkapita harus membagi antara jumlah pendapatan nasional dengan jumlah
penduduk yang ada di Indonesia.
5. Sesuai ketentuan Undang-Undang No 13 Tahun 2003, kontrak kerja melalui
mekanisme perjanjian kerja maksimal bisa diperpanjang sampai 3 tahun.
Perjanjian kerja sendiri dibuat menurut ketentuan Undang-Undang No 13
Tahun 2003, ada empat kategori. Pertama, perjanjian kerja magang (pasal 22),
kedua, perjanjian kerja waktu tertentu (pasal 56-60) ketiga, perjanjian kerja
untuk waktu tidak tertentu (pasal 60) dan keempat, perjanjian kerja bersama
yang melibatkan serikat pekerja dan pihak manajemen perusahaan (pasal 116).
Namun peraturan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketengakerjaan ditengarai sebagai palang pintu lahirnya sistem kerja
outsourcing yang sekarang dipraktekkan dimana-mana. Sebenarnya, didalam
undang-undang ini, tidak mengenal penyebutan istilah outsourcing. Akan
tetapi, pengertian dari outsourcing itu sendiri dapat dilihat dalam beberapa
5
6. ketentuan. Salah satunya adalah yang tertuang dalam pasal 64 undang-undang
ketengakerjaan ini, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing merupakan
suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja,
dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Praktek outsourcing dinilai
mampu menyerap lapangan kerja dan mengatasi pengangguran berdasarkan
asumsi bahwa jika pola system kerja outsourcing yang diterapkan, maka secara
langsung membuka kesempatan bagi siapa saja untuk berkompetisi. Bahkan
bagi mereka yang sebelumnya berada pada sektor informal, dapat terseret
kedalam sektor formal yang lebih terproteksi dan menjanjikan. Outsourcing
juga dianggap akan lebih mampu menyerap tenaga kerja tanpa diskriminasi.
Namun yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Outsourcing
mengakibatkan semakin lemahnya posisi buruh dalam perusahaan. Hal
tersebut dilatar belakangi oleh status hubungan kerja yang sifatnya sementara
dengan masa kerja yang ditetapkan selama kurung waktu tertentu (1 tahun, 2
tahun, bahkan ada yang hanya berkisar 3-4 bulan). Hal ini berakibat semakin
kuatnya posisi pengusaha jika berhadapan dengan pekerja, sehingga
memberikan ruang yang sangat besar bagi pengusaha tersebut untuk menindas
buruh dalam perusahaannya. Pengusaha dapat dengan sewenang-wenang
memberhentikan buruh (melakukan PHK terhadap buruh) sesuai dengan
kemauannya. Ketakutan berserikat, berkumpul, menuntut perbaikan, serta
menyatakan pendapat pun menjadi terbatasi akibat posisi buruh yang lemah
ini, ditambah ancaman PHK yang sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh
pengusaha. Kendati Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengisyaratkan agar
syarat perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh yang
dioutsourcing sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi kerja atau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun itu merupakan hal yang
sangat sulit untuk diwujudkan. Karena kalangan pengusaha melakukan pola
hubungan kerja seperti itu justru dengan pertimbangan bahwa biayanya lebih
murah dan resikonya lebih ringan. Jika praktek outsourcing ini terus terjadi,
dan bahkan semakin meluas, maka dapat dipastikan bahwa tingkat
pengangguran di Indonesia akan terus bertambah. Hal ini disebabkan oleh
syarat kerja outsourcing yang menekankan keterampilan kerja yang kompetitif,
sementara kondisi buruh di Indonesia sama sekali belum memadai untuk
memiliki keterampilan multi bidang. Misalnya saja seorang pekerja tekstil
6
7. dengan status outsourcing, tentu akan menjadi gagap ketika harus dengan
tiba-tiba disalurkan keperusahaan pertambangan atau alat berat. Pola ini
justru akan berakibat kontra produktif terhadap kinerja perusahaan. Pada
kenyataan sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan
pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak
tetap/kontrak, upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas
minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan
karir dan lain-lain sehingga memang benar, kalau dalam keadaan seperti itu
dikatakan, praktek outsourcing akan menyengsarakan pekerja/buruh. Hal lain
yang menyebabnya masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia adalah
banyaknya perusahaan nakal yang biasanya cenderung mengikat buruhnya
bekerja melalui mekanisme perjanjian kerja magang dan perjanjian kerja waktu
tertentu. Jika banyak perusahaan menggunakan cara tersebut untuk merekrut
pekerja, maka secara otomatis kerugian banyak diterima oleh si pekerja.
Apabila banyak perusahaan menggunakan perjanjian-perjanjian tersebut
berarti perusahaan hanya perlu menanggung gaji atau upah pekerja.
Sedangkan fasilitas pekerja seperti kesehatan, pesangon, dan lain-lain tidak
bisa di dapatkan oleh pekerja karena mereka masih berstatus buruh kontrak.
Dengan adanya sistem outsourcing yang banyak merugikan kaum
pekerja/buruh, tidak adanya sistem perekrutan pekerja yang bersifat tetap
dalam kurun waktu yang tak bisa ditentukan, semakin sempitnya lapangan
pekerjaan yang ada di Indonesia, ditambah lagi jumlah penduduk yang semakin
bertambah tiap tahunnya, membuat angkatan kerja kesulitan untuk mencari
pekerjaan yang tetap. Hal itulah yang menyebabkan semakin banyaknya angka
pengangguran meskipun sudah diterbitkannya Undang-Undang No 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan.
6. Permasalahan kependudukan yang dialami oleh Indonesia dikelompokkan
menjadi dua, yaitu permasalahan kuantitas penduduk dan permasalahan
kalitas penduduk. Adapun permasalahan kuantitas penduduk Indonesia
diantaranya adalah: Jumlah penduduk Indonesia, pertumbuhan penduduk
Indonesia, kepadatan penduduk Indonesia, dan susunan penduduk Indonesia.
Upaya pemerintah mengatasi permasalahan kuantitas penduduk antara lain,
dengan a) Pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk : Dilakukan
dengan cara menekan angka kelahiran melalui pembatasan jumlah kelahiran,
menunda usia perkawinan muda, dan meningkatkan pendidikan. b)
Pemerataan persebaran penduduk : dilakukan dengan cara transmigrasi dan
pembangunan industri di wilayah yang jarang penduduknya. Untuk mencegah
7
8. migrasi penduduk dari desa kekota, pemerintah mengupayakan berbagai
program berupa pemerataan pembangunan hingga ke pelosok, perbaikan
sarana dan prasarana pedesaan, dan pemberdayaan ekonomi di pedesaan.
Sedangkan permasalahan kualitas penduduk di Indonesia antara lain: Tingkat
kesehatan, tingkat pendidikan, lama sekolah, tingkat melek huruf, dan tingkat
pendapatan per kapita. Adapun upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam
menangani masalah kualitas penduduk dapat dilakukan dengan beberapa cara
berikut: Masalah tingkat pendidikan, a) Pencanangan wajib belajar 12 tahun. b)
Mengadakan proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas
Terbuka. c) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan (gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, dll). d) Meningkatkan mutu guru melalui
penataran-penataran. e) Menyempurnakan kurikulum sesuai perkembangan
zaman. f) Mencanangkan gerakan orang tua asuh. g) Memberikan beasiswa bagi
siswa yang berprestasi. Masalah kesehatan: a) Mengadakan perbaikan gizi
masyarakat. b) Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. c)
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan. d) Membangun sarana-sarana
kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dll. e) Mengadakan program
pengadaan dan pengawasan obat dan makanan. f) Mengadakan penyuluhan
tentang kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan. Masalah tingkat
penghasilan/pendapatan (pendapatan per kapita): a) Menekan laju
pertumbuhan penduduk. b) Merangsang kemauan berwiraswasta. c)
Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi. d) Memperluas
kesempatan kerja. e) Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang
dan jasa.
7. Transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri pada
awalnya didasari dari pemikiran kaum petani yang menganggap di sektor
pertanian sudah tidak dapat menjanjikan kesejahteraan bagi para petani. Hal
ini sebenarnya merupakan akibat dari ketimpangan pemerataan pengembangan
antar sektor. Ini disebabkan karena pengembangan sektor industri kurang
tepat. Sektor industri yang seharusnya dikembangkan adalah industri yang
menopang pertanian dan mengolah hasil pertanian serta industri yang padat
tenaga kerja. Namun dalam kenyataannya industri yang dikembangkan
tidaklah demikian. Sampai saat ini Indonesia memiliki pabrik pupuk dan
pestisida yang tidak memadai, sehingga masih ada ketergantungan pada
import. Industri yang dikembangkan justru industri perakitan teknologi tinggi
seperti otomotif, komputer, pesawat terbang yang membutuhkan ketrampilan
tinggi, sehingga tidak dapat menyerap limpahan tenaga kerja sektor pertanian
8
9. yang umumnya kurang ketrampilan. Hal itu mengakibatkan semakin
banyaknya tenaga dari sektor pertanian yang menganggur. Selain itu,
pengembangan teknologi di bidang pertanian pun masih kurang memadai.
Kalau pun sudah ada pengembangan teknologi pertanian, harganya pun masih
relatif mahal sehingga banyak petani yang lebih memilih menggunakan cara
tradisional dalam mengolah lahan pertaniannya. Karena masih menggunakan
cara tradisional tersebut, maka para petani banyak yang belum mampu
mengoptimalkan produktifitasnya. Karena produktifitas belum optimal, maka
secara langsung pendapatan yang diperoleh petani juga belum mampu
meningkatkan kesejahteraan para petani tersebut. Penumpukan pengangguran
serta kurangnya kesejahteraan di sektor pertanian itu lah yang membuat
tenaga kerjanya memilih untuk berpindah ke sektor industri. Hal itu
memungkinkan tenaga kerja yang berkompetensi di bidang pertanian pun ikut
pindah ke sektor industri dikarenakan kurang optimalnya kesejahteraan yang
dapat dicapainya di sektor pertanian. Jika banyak pekerja yang berkompeten di
bidang pertanian ikut pindah ke sektor industri, hal itu akan menimbulkan
masalah baru, yaitu krisis pangan dalam negeri akibat kurangnya tenaga kerja
yang berkompeten di sektor pertanian. Seharusnya pengembangan sektor
industri diarahkan untuk mendukung perkembangan sektor pertanian sehingga
ketimpangan pendapatan antar sektor dapat dikurangi dan dapat
mengendalikan penumpukan tenaga kerja di sektor pertanian maupun industri.
Dampak yang timbul dari adanya transformasi tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor industri adalah sebagai berikut: a) pembangunan sektor
pertanian tidak dapat dilaksanakan dengan tuntas, karena ketergantungan
material input dari luar yang tentunya membutuhkan biaya sangat besar. b)
Terjadinya krisis pangan dalam negeri karena produktifitas tanaman pengan
menurun. c) Semakin menurunnya produktifitas akan hasil pertanian yang
disebabkan oleh semakin berkurangnya tenaga kerja yang bekerja di bidang
pertanian. d) Semakin terpuruknya sektor pertanian Indonesia karena adanya
teransformasi tenaga kerja. e) Munculnya pengangguran struktural yang tidak
mungkin tertampung seluruhnya pada sektor industri dan jasa. f) limpahan
tenaga kerja sektor pertanian tidak terserap di sektor industri dan jasa akibat
rendahnya kualitas tenaga kerja, padahal sektor pertanian telah mengalami
kejenuhan. Akhirnya tenaga kerja lari ke sektor informal perkotaan dan
menimbulkan permasalahan baru di perkotaan.
8. Terjadinya kesenjangan spasial dalam pemerataan pendapatan antar
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan antara lain disebabkan
9
10. oleh investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal yang
kebanyakan terkonsentrasi di sektor industri (perkotaan), masih terbatasnya
akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha,
input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya
pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi, dan yang paling
menonjol adalah perbedaan tingkat pendapatan antar masyarakat kedua
wilayah tersebut. Di daerah perkotaan terdapat berbagai jenis pekerjaan dengan
tingkat pendapatan yang berbeda-beda pula, seperti direktur perusahaan,
pegawai bank, desainer, dll. Sementara di desa, umumnya masyarakatnya
mempunyai pekerjaan/ bermatapencaharian yang sama, yaitu sebagai petani,
kuli, serabutan, dan lain-lain yang mana pendapatannya biasanya hanya
cukup untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja dan untuk keperluan
mata mencahariannya. Dari perbedaan pekerjaan antara masyarakat desa
dengan masyarakat kota tersebut tentu dapat di lihat kesenjangan
pendapatannya. Misalnya, seorang desainer yang memiliki penghasilan ratarata 50 juta per bulan dengan seorang buruh tani yang rata-rata
penghasilannya hanya sekitar 400-600 ribu per bulan. Walaupun saat ini
banyak masyarakat desa yang mempunyai pekerjaan yang memberikan
penghasilan yang tidak sedikit, namun itu hanya sebagian kecil saja dari
masyarakat pedesaan. Jumlahnya tidak sebanding jika dibandingkan dengan
masyarakat perkotaan yang jauh lebih banyak masyarakatnya yang mempunyai
penghasilan tinggi, walaupun juga terdapat banyak orang-orang yang dapat
dikatakan miskin yang hidup di perkotaan (seperti pemulung atau orang-orang
yang tidak memiliki pekerjaan tetap di kota). Perbedaan tingkat pendapatan
antara masyarakat kota dengan masyarakat desa sudah tentu akan
menyebabkan perbedan pola atau prilaku konsumsi masyarakat. Pola
konsumsi masyarakat perkotaan jauh berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Umumnya, bagi masyarakat perkotaan lebih menekankan kualitas dari pada
kuantitas. Selain itu, konsumsi masyarakat perkotaan tidak hanya sebatas
pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja, namun juga untuk pemenuhan
aktualisasi diri dan kebutuhan barang mewah seperti mobil, rumah mewah, dll.
Konsumsi mayarakat perkotaan yang berpenghasilan tinggi tidak hanya sebatas
itu saja. Mereka biasanya mengalokasikan sebagian ari pendapatannya untuk
saving, investasi, asuransi, dan tunjangan hari tua lainnya. Berbeda dengan
pola/prilaku konsumsi masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan umumnya
didominasi oleh konsumsi kebutuhan primer, yaitu untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari saja. Untuk selebihnya mereka gunakan untuk
10
11. pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan mata pencahariannya, atau
ditabung. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, HP dan
sepeda motor saat ini bukan hanya menjadi barang penting bagi masyarakat
perkotaan, tetapi juga bagi masyarakat pedesaan.
9. Eksop-impor, memudahkan masyarakat untuk dapat mengkonsumsi barang-
barang dari luar negeri. Dan sebaliknya, masyarakat dalam negeri juga dapat
memasarkan produk usahanya ke luar negeri. Modernisasi dan globalisasi
mendorong perkembangan industri yang pesat untuk penyediaan barang
kebutuhan masyarakat sehingga tingkat konsumsi masyarakat juga akan
meningkat. Dengan adanya perdagangan bebas (ekspor-impor) maka tentunya
akan mempunyai pengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat Indonesia.
Semakin banyak produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia, maka
semakin banyak pula pilihan barang-barang yang akan dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia. Hal tersebut akan membuka kemungkinan bagi
masyarakat Indonesia untuk memperoleh barang-barang baru, dan bahkan
barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan bisa terjangkau oleh
mereka. Dengan tersedianya banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, maka masyarakat pun akan semakin konsumtif. Karena dengan adanya
perdagangan bebas, produk yang ada di pasaran lebih beragam, sehingga
memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu,
masyarakat bisa melakukan konsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari pada
sebelum adanya perdagangan bebas. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
adanya perdangangan bebas maka pendapatan riil masyarakat (yaitu,
pendapatan yang diukur dari berapa jumlah barang yang bisa dibeli oleh
jumlah uang tersebut), telah mengalami peningkatan. Dibukanya hubungan
luar negeri merangsang kebiasaan hidup yang individualistis dan pola
konsumsi yang mewah. Mayarakat (dimulai dari golongan yang berpenghasilan
tinggi) cenderung untuk meniru gaya dan kebiasaan hidup dari negara-negara
maju lewat contoh-contoh yang ditunjukkan lewat media dan film, televisi,
majalah-majalah dan sebagainya. Akibatnya ada kecenderungan bagi
masyarakat tersebut untuk berkonsumsi yang berlebihan (masyarakat menjadi
lebih konsumtif). Mereka cenderung untuk lebih memilih barang-barang impor
karena dinilai kualitasnya yang lebih bagus. Padahal belum tentu barangabarang import itu memiliki kualitas yang bagus. Banyak juga barang-barang
produksi dalam negeri yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan dengan
barang import. Karena itu, masyarakat seharusnya lebih bisa selektif dalam
memilih produk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika pasar global
11
12. tidak diimbangi dengan sikap selektif dan bijaksana konsumen, maka sikap
konsumtif masyarakat dikhawatirkan akan semakin parah akibat mereka
terlalu dimanjakan oleh produk-produk luar negeri.
10. Pangsa pasar investasi sektor pertanian terhadap total investai PMDN pada 2
tahun terakhir hanya sekitar 10%, mengalami penurunan dibanding tahun
2006 sebesar 17,12%. Hal ini, akibat return dan payback di sektor pertanian
yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain. Investasi pertanian
terhadap total investasi PMA menyumbang 2,5%, mengalami penurunan
dibanding tahun 2006 sebesar 6.2%. Investasi PMA yang rendah dipicu
kurangnya bibit unggul komoditi pertanian di Indonesia. Seperti di peternakan,
investor asing yang menggeluti usaha penggemukkan ternak, melakukan impor
ternak dari negara yang memiliki bibit-bibit ternak unggul. Dengan biaya
transportasi besar, investor asing kurang tertarik atas investasi di pertanian.
Hal lain yang menyebabkan para investor kurang tertarik untuk menanamkan
modalnya pada sub sektor pertanian adalah karena masih rendahnya
pertumbuhan output pertanian di Indonesia, yang disebabkan oleh rendahnya
kualitas SDM , semakin menyempitnya lahan garapan petani, dan masih
rendahnya penguasaan teknologi oleh para petani. Selain itu, sektor pertanian
(khususnya sub sektor tanaman pangan) memiliki resiko yang sangat tinggi
karena sangat tergantung pada kondisi musim. Indonesia yang mempunyai
iklim tropis, sehingga pada saat terjadi kemarau panjang, tentu akan
berpengaruh terhadap output pertanian. Hal lain yang juga berpengaruh
terhadap rendahnya minat investor untuk menanamkan modal di bidang
pertanian salah satunya karena tidak ada konsistensi kebijakan pemerintah.
Investor kerap ragu mengambil keputusan sebab kebijakan pemerintah kerap
berubah sewaktu-waktu. Masalah infrasruktur yang rendah juga
memepengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya pada sektor ini.
Melihat dari kondisi tersebut di atas, maka diperlukan upaya pemerintah guna
melindungi dan meningkatkan kemakmuran petani tanaman pangan. Adapun
upaya/kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut: a)
Memperluas dan meningkatkan basis produksi secara berkelanjutan.
Arah kebijakan ini adalah meningkatkan investasi swasta, penggunaan lahan,
pewilayahan komoditas dan penataan pemanfaatan lahan pertanian. b)
Meningkatkan diversifikasi pangan. Meliputi pengembangan pangan sesuai
sumber daya lokal, meningkatkan diversifikasi konsumsi pangan yang beragam,
bergizi dan seimbang serta meningkatkan kualitas pangan yang aman dan
halal. c) Meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM pertanian. Meliputi
12
13. revitalisasi penyuluhan, pendampingan petani, pendidikan dan pelatihan
pertanian, meningkatkan peran serta masyarakat, meningkatkan kompetensi
dan moral aparatur dan pengembangan kelembagaan petani. d) Meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana pertanian. Kebijakan ini meliputi
pengembangan sarana dan prasarana usaha pertanian, pengembangan sarana
pengolahan dan pemasaran serta pengembangan lembaga keuangan mikro
pedesaan. e) Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna.
Kebijakan ini diarahkan untuk merespon permasalahan dan kebutuhan
pengguna , mendukung optimasi pemanfaatan sumber daya spesifik lokasi,
pengembangan produk berdaya saing, percepatan proses dan perluasan
jaringan diseminasi dan penyaringan umpan balik inovasi pertanian. f)
Meningkatkan promosi dan pengembangan komoditas pertanian. Meliputi
kebijakan subsisdi tepat sasaran dalam sarana produksi, harga out put dan
bunga kredit untuk modal usaha tani; peningkatan ekspor; peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha; perbaikan kualitas dan standarisasi produk;
serta penguatan sistim pemasaran dan perlindungan usaha. Selain kebijakan
tsb. diatas, diperlukan juga kebijakan yang terkait dengan pembangunan
pertanian, namun perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi terkait
yaitu: a) Pembangunan infrastruktur pertanian meliputi pembanguanan
jaringan irigasi, pencegahan konversi lahan, pengembangan jalan produksi
serta infrastruktur lainnya. b) Kebijakan pembiayaan pertanian untuk
mengembangkan lembaga keuangan yang khusus menangani sektor pertanian.
c) Kebijakan perdagangan yang memfasilitasi kelancaran pemasaran baik di
pasar dalam negeri maupun ekspor. d) Kebijakan pengembangan industri yang
lebih menekankan pada agroindustri (skala kecil) di pedesaan dalam rangka
meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. e) Kebijakan investasi yang
kondusif untuk lebih mendorong minat investor dalam sektor pertanian. f)
Pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran sektor
pertanian. Perhatian pemerintah kabupaten/kota pada pembangunan pertanian
meliputi: infrastruktur pertanian, pemberdayaan penyuluh pertanian,
menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi daya saing produk
pertanian, serta alokasi dana yang memadai. g) Peran swasta dalam
menampung hasil pertanian dan investasi di sektor pertanian melalui CSR
(Corporate Social Responsibility ).
11. a) Berpengaruh terhadap APBN-RI. Melihat kebutuhan MIGAS yang lebih
banyak dari produksi MIGAS di Indonesia per harinya, maka secara otomatis
Indonesia akan mengimpor MIGAS, dimana harga MIGAS di pasar Internasional
13
14. mencapai $103,20 per barrel sedangkan harga MIGAS di Indonesia dipatok
$90/barrel. Dengan demikian harga tersebut akan menambah pengeluaran
APBN-RI pada saat kita mengimpor MIGAS. Jika hal ini terus terjadi maka
APBN-RI akan mengalami defisit dengan harga dollar yang tinggi yaitu $1 = Rp
10.000. b) Berpengaruh terhadap Ekspor Impor BBM. Indonesia keluar dari
OPEC tahun 2007, dan Indonesia sejak saat itu tidak pernah ekspor MIGAS,
karena kebutuhan dalam negeri belum tercukupi. Produksi MIGAS Indonesia
yang lebih kecil dari kebutuhan MIGAS tiap harinya, maka secara otomatis
akan menaikan impor MIGAS. Apabila keadaan ini berlanjut maka akan terjadi
defisit pada APBN karena impor>ekspor. c) Yang harus dibayar pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan MIGAS dalam negeri adalah sebesar: ( 1,5 juta
barrel/hari – 916 ribu barrel/hari = 584.000 barrel/hari impor MIGAS x $
103,20 = $ 60.268.800 x Rp 10.000 = Rp 602.688.000.000 )maka jumlah
itulah yang harus dibayar pemerintah dalam pemenuhan MIGAS tiap harinya.
d) Subsidi yang diberikan pemerintah adalah: ($103,20 - $90=$ 13,20= harga
yang harus disubsidi pemerintah per harinya) ($13,20 x Rp 10.000 = Rp
132.000 x 584.000 barrel = Rp 77.088.000.000) jika dihitung dengan rupiah.
12. a) Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat sudah terlihat tandatandanya beberapa waktu yang lalu, tetapi baru dianggap serius oleh
pemerintah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 2008 saat IHSG di BEI turun
tajam sampai 10,38 % dan mengharuskan pemerintah menghentikan kegiatan
di pasar bursa modal beberapa hari. Krisis keuangan global yang berlangsung
hingga hari ini, gejala awalnya bisa dirujuk semenjak bangkrutnya perusahanperusahaan keuangan raksasa di AS seperti Merrill Lynch dan Lehman Brothers
pada 2008, yang kemudian mendorong juga terjadinya krisis ekonomi, terutama
di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Indonesia pun sempat terkena dampaknya,
berupa anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI), dan juga terus melemahnya nila tukar Rupiah terhadap mata
uang US$ Dollar. Pada waktu itu, BEI sendiri sempat ditutup beberapa hari
untuk menghindari semakin tajamnya penurunan IHSG yang telah mencapai
10,08% dalam waktu kurang dari dua jam. Penutupan sementara kinerja BEI
itu dilakukan untuk menghindari dan mencegah semakin terpuruknya bursa
akibat sentiment negatif. Karena yang bertransaksi di Bursa Efek Indonesia
tidak hanya investor lokal melainkan juga investor asing, maka ketika investor
asing yang sedang membutuhkan likuiditas untuk kepentingan perusahaannya
mau tidak mau menjual saham-saham yang ada di Indonesia juga untuk
mendapatkan dana, begitu banyaknya saham yang dijual maka tentu saja
14
15. harga-harga saham jadi turun tajam. Bagi Investor lokal yang tidak tahan dan
mempunyai kebiasaan mengikuti investor asing turut menjual juga saham
mereka, sehingga menambah laju jatuhnya harga saham di Bursa Efek
Indonesia. Jika semua investor baik asing maupun lokal banyak yang menjual
sahamnya, maka secara otomatis akan menghambat laju pembangunan di
Indonesia. Itulah alasan mengapa pada saat itu Pemerintah menutup
sementara Bursa Efek Indonesia (BEI). b) Pada saat itu konversi rupiah
terhadap dollar merosot dikarenakan adanya aliran keluar modal asing akibat
kepanikan yang berlebihan terhadap krisis keuangan. Banyak investor dan
pemilik uang dollar yang menukarkan uang mereka dengan rupiah. Mereka
takut nilai tukar dollar akan semakin turun. Dengan semakin banyak orang
yang menukarkan dollarnya dengan rupiah dan banyak investor asing yang
menarik dananya dari Indonesia maka membuat nilai rupiah menjadi turun. c)
Indonesia merupakan negara yang masih sangat bergantung dengan aliran
dana dari investor asing, dengan adanya krisis global ini secara otomatis para
investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Aliran dana asing yang
tadinya akan digunakan untuk pembangunan ekonomi dan untuk menjalankan
perusahaan-perusahaan hilang. Banyak perusahaan menjadi tidak berdaya,
yang pada ujungnya negara kembalilah yang harus menanggung hutang
perbankan dan perusahaan swasta. Dampak lain dari krisis global ini adalah
semakin banyak perusahaan yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
Diperkirakan 200 ribu jiwa akan menjadi pengangguran pada tahun 2009.
Dengan bertambahnya angka pengangguran maka pendapatan per kapita juga
akan berkurang dan angka kemiskinan akan semakin bertambah. Karena krisis
yang terjadi adalah krisis global, maka tenaga kerja Indonesia yang ada di luar
negeri juga akan merasakan imbasnya. Hal tersebut tentu saja sangat
mempengaruhi roda perekonomian Indonesia. Semakin terintegrasinya
perekonomian global dan semakin dalamnya krisis menyebabkan perekonomian
di seluruh negara akan mengalami perlambatan pada tahun 2009. Indonesia
tak terkecuali. Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia di
tahun 2009 akan tumbuh melemah menjadi sekitar 4,0%, dengan risiko ke
bawah terutama apabila pelemahan ekonomi global lebih besar dari yang
diperkirakan. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut bukan
sesuatu yang buruk apabila dibandingkan dengan banyak negara-negara lain
yang diperkirakan tumbuh negatif. Oleh karenanya, upaya Pemerintah dan
Bank Indonesia untuk mencegah dampak krisis ini meluas lebih dalam, melalui
15
16. kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor riil, menjadi penting untuk
dilakukan di tahun 2009.
16